KONSEP TAUHID DALAM SURAT AN-NAAS (KAJIAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5054/1/SKRIPSI...
Transcript of KONSEP TAUHID DALAM SURAT AN-NAAS (KAJIAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5054/1/SKRIPSI...
i
KONSEP TAUHID DALAM SURAT AN-NAAS
(KAJIAN KOMPARATIF TAFSIR MAFĀTIH AL-GAIB DAN
AL-MARAGI)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Lailatul Khodariyah
NIM : 215-14-013
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
v
٦ٱنعغش غشا إن مع ٥فإن مع ٱنعغش غشا
“Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” ( Q.S Ash
Sharh (94):5-6)
”Kadang masalah adalah sahabat terbaikmu, mereka
membuatmu lebih kuat & mendekatkan Allah disisimu yang
paling dekat”
”Man Jadda Wa Jadda”
PERSEMBAHAN
vi
Untuk orang tuaku,
Para dosenku, saudara-saudaraku,
Dan Sahabat-sahabat seperjunganku.
Yulio Seprastiyo
Keluarga Besar Bani Salimi
Keluarga Besar Pon Pes Darussalam
Keluarga Besar Pon Pes Sunan Giri
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
vii
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf
Arab ke huruf Latin yang digunakan adalah hasil Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158 Tahun 1987 atau
0543b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan
sedikit modifikasi untuk membedakan adanya kemiripan dalam
penulisan.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
alif اtidak
dilambangkan tidak dilambangkan
ba‟ B Be ة
ta‟ T Te ت
ṡa ṡ ثes (dengan titik di
atas)
jim J Je ج
ḥa‟ ḥ حha (dengan titik di
bawah(
kha‟ Kh ka dan ha خ
dal D De د
żal Ż ذzet (dengan titik di
atas)
ra‟ R Er ر
zal Z Zet ز
sin S Es ش
syin Sy es dan ye ش
ṣad ṣ صes (dengan titik di
bawah)
viii
ḍad ḍ ضde (dengan titik di
bawah)
ṭa‟ ṭ طte (dengan titik di
bawah)
ẓa‟ ẓ ظzet (dengan titik di
bawah)
„ ain„ عkoma terbalik (di
atas)
gain G Ge غ
fa‟ F Ef ف
qaf Q Qi ق
kaf K Ka ك
lam L El ل
mim M Em و
nun N En
wawu W We و
ha‟ H Ha
hamzah ` Apostrof ء
ya‟ Y Ye
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta‟addidah يتعددة
Ditulis „iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكة
Ditulis Jizyah جسية
ix
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat dan
sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرية االونيبء
c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah,
atau ḍammah ditulis t.
Ditulis Zakat al-fiṭrah زكبة انفطرة
D. Vokal Pendek
___ Fatḥah Ditulis A ___ Kasrah Ditulis I
___ Ḍammah Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
ههيةجب Ditulis
Ā
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
تسيDitulis
Ā
Tansa
Kasrah bertemu ya‟ mati
كريىDitulis
Ī
Karīm
x
Ḍammah bertemu wawu mati
فروضDitulis
Ū
Furūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya‟ Mati
بيكىDitulis
Ai
Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
قولDitulis
Au
Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan
dengan apostrof
Ditulis A`antum أأتى
Ditulis U‟iddat أعدت
Ditulis La‟in syakartum نئ شكرتى
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun
Syamsyiyyah ditulis dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qur`ān انقرا Ditulis Al-Qiyās انقيبش
`Ditulis Al-Samā انسبء
Ditulis Al-Syams انشص
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut
bunyi atau pengucapannya
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى انفروض
xii
Islam merupakan agama yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
mempelajari agama Islam, aspek yang pertama harus di kaji ialah tauhid. Tauhid merupakan
suatu hal yang sangat mendasar (fundamental) di dalam kehidupan seorang muslim. Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang wajib disembah. Ajaran pokok yang sangat
menentukan bagi kehidupan setiap muslim, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal
yang dilakukan.
Menurut penulis penelitian ini menarik untuk diteliti yaitu konsep tauhid yang fokus kajiannya adalah surat an-Naas. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
Bagaimana konsep tauhid dalam surat an-Naas menurut tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi? Bagaimana metode penafsiran keduanya terhadap konsep tauhid dalam surat an-Naas?
Bagaimana perbandingan konsep tauhid dan metode penafsiran surat an-Naas menurut tafsir
Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi?. Selanjutnya, diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi ilmiah dalam khasanah tafsir yang mengungkap tema Diskursus Tauhid dalam Surat
an-Naas Kajian Komparatif Tafsir Mafātih Al-gaib dan AL-Maragi.
Penelitian ini termasuk dalam katagori penelitian pustaka (library research), yaitu
menganalisis bahan-bahan kepustakaan atau literature berupa buku, dokumen, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya dengan cara sistematis dan struktur. Mafātih al-gaib menafsirkan al-
Qur‟an dengan corak teologis dan metode analitis (tahlili), sedangkan corak yang dipakai al-
maragi adalah adabi ijtima‟i menggunakan metode baru yakni ijmali dan tahlili.
Kemudian hasil temuan peneletian ini adalah penafsiran tauhid dalam surat an-Naas Mafātih al-gaib yaitu kepercayaan itulah yang namakan tauhid dengan menyebutkan tauhid
rububiyah yaitu سة انىبط dan ىبطمهك ان , kemudian tauhid uluhiyah إنه انىبط dan ayat
selanjutnya masuk pada tauhid asma wa shifat. Sedangkan al-Maragi memyebut انىبط سة
penyebutan sifat rububiyah yakni Yang memelihara dan menumbuhkan. مهك انىبط yang
memiliki manusia dan mengaturnya termasuk sifat mulkiyah. Dan lafad انىبط إنه bermakna
menguasai manusia hati yakni sifat uluhiyah. Selanjutnya metode yang dipakai al-Razi dalam menafsirkan al-Qur‟an adalah metode tahlili dan bercorak saintis sedangkan metode yang
digunakan Al-Maragi adalah metode tahlili (analisis) dan metode ijmali (global), Corak yang
dipakai al-Maragi adalah adabi al-Ijtima‟I. Kemudian perbedaan Perbedaan konsep tauhid dalam surat an-Naas al-Razi menafsirkan مهك انىبط adalah (Yang Merajai/Menguasai manusia)
sebagai bukti tauhid rububiyah, menggunakan metode tahlili dan corak yang dipakai dalam
menafsirkan ayat adalah saintis (ilmu pengetahuan). Sedangkan Al-Maragi menafsirkan مهك yaitu Yang memiliki manusia dan Yang mengatur ihwal mereka, termasuk tauhid yang انىبط
bersifat mulkiyah, menggunakan metode baru yakni menafsirkan ayat dengan tahlili dan ijmali
dan corak yang dipakai adalah adabi al-Ijtima‟I.
Kata kunci : Tauhid dalam surat an-Naas, Tafsir Mafātih Al-Gaib dan Tafsir Al-Maragi
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................... i
HALAMAN LEMBAR BERLOGO ................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................. iv
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ................................. v
HALAMAN MOTTO ......................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................... vii
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI .................... viii
KATA PENGANTAR ......................................................... xii
ABSTRAK .......................................................................... xvi
DAFTAR ISI ....................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian ......................... 4
xiv
D. Kerangka Teori .................................................... 5
E. Metodologi Penelitian ......................................... 8
F. Kajian Pustaka ..................................................... 12
G. Sistematika Penulisan .......................................... 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tauhid ............................................... 17
B. Tujuan Ilmu Tauhid ............................................. 19
C. Macam-Macam Tauhid ....................................... 23
1. Tauhid Rububiya ........................................... 24
2. Tauhid Uluhiyah ........................................... 25
3. Tauhid Al-Asma‟ wa Shifat ............................ 25
D. Hakikat Tauhid .................................................... 26
BAB III GAMBARAN UMUM TAFSIR DAN BIOGRAFI
MUFASSIR
A. Biografi Fakhruddin Al-Razi .................................. 27
1. Sejarah Keluarga al-Razi .................................. 27
2. Pendidikan al-Razi ............................................ 28
3. Karya-Karya al-Razi ......................................... 29
4. Pemikiran al-Razi ............................................ 29
B. Tafsir Mafātih al-Gaib ............................................ 30
1. Sistematika Tafsir Mafātih al-Gaib .................. 30
2. Corak dan Model Tafsir Mafātih al-Gaib ......... 31
xv
3. Cara Penafsiran Mafātih al-Gaib ...................... 32
4. Pandangan Ulama Mengenai Tafsir Mafātih al-
Gaib.................................................................33
C. Biografi Ahmad Musthafa al-maragi ...................... 33
1. Sejarah Keluarga al-maragi .............................. 33
2. Pendidikan al-maragi ........................................ 34
3. Karya-Karya al-maragi ..................................... 35
4. Pemikiran al-maragi ......................................... 35
D. Tafsir al-Maragi ...................................................... 35
1. Sistematika Tafsir al-maragi ............................. 35
2. Corak dan Model al-maragi .............................. 37
3. Cara Penafsiran al-maragi ................................ 39
4. Pandangan Ulama Mengenai Tafsir al-maragi . 39
BAB IV PEMBAHASAN
A. Interpretasi Tauhid Pada Surat An-Naas ................ 42
1. Aplikasi Interpretasi Tafsir Mafātih al-Gaib . 42
a. Memohon Perlindungan Kepada Allah ... 42
b. Pengakuan dan Penyembahan Kepada Allah...43
c. Dijauhkan Dari Godaan Syaitan .............. 43
d. Poin Penafsiran Konsep Tauhid .............. 44
2. Aplikasi Interpretasi Tafsir Al-Maragi .......... 45
xvi
a. Penafsiran Kata-Kata Sulit ...................... 45
b. Meminta Pertolongan Kepada Allah ....... 46
c. Allah Pengatur Segalanya ....................... 46
d. Allah Penguasa Manusia ......................... 47
e. Jauhkan Dari Kejahatan Syaitan ............. 47
f. Poin Penafsiran Konsep Tauhid .............. 48
B. Analisa Komparatif Tafsir ...................................... 49
1. Penafsiran Al-Razi ............................................ 49
2. Penafsiran Al-Maragi ....................................... 49
3. Perbedaan Penafsiran ........................................ 50
4. Persamaan Penafsiran ....................................... 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................... 51
B. Saran-saran ....................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xvii
KATA PENGANTAR
بسى هللا انرح انرحيى
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah swt.
yang telah mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak
dapat penulis sebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diskursus Tauhid dalam
Surat An-Naas (Kajian Komparatif Mafātih Al-Gaib dan Al-
maragi)” ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
baginda Rasulullah saw. beserta keluarga, sahabat serta pengikut-
pengikutnya sampai di yaumul qiyāmah. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari
berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orangtua (Ayahanda Ar-Rahim dan Ibu Anifah)
yang dengan ikhlas menerima dan memperjuangkan kami sebagai
anak, untuk terus bersekolah dan menjadi hamba yang di ridhoi
xviii
oleh Allah Swt, di dunia dan di akhirat kelak. Berkat kesabaran
ibunda, yang ibunda tanamkan dalam hati ananda, menjadikan
ananda selalu tabah atas berbagai ujian yang menjadi jalan untuk
mencapai keridhaan yang lebih tinggi dihadapan Allah dan
manusia. Juga tidak lupa, ayahanda yang mengantarkan kedunia
ini dengan izin-Nya. Lalu kemudian, tidak lupa ananda ucapkan
terimakasih yang teramat sangat kepada Bapak Mulyadi juga
Mbah Salimin dan Mbah Mugisah, yang telah dengan rela
mencukupkan kebutuhan ananda sebagai cucu, untuk dapat tetap
melanjutkan jenjang pendidikan sampai saat ini. Selanjutnya
Tidak lupa paman bany, samroni, Mudrikan, bibi Ngatirah, Siti,
Muryati, dan keluarga besarku yang membantu pembiayaan
dirantauan.
2. Dr. Benny Ridwan, M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.
3. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan
Ilmu al-Qur`an dan Tafsir beserta staff-staffnya yang tak pernah
xix
menyerah memotivasi kami sebagai angkatan pertama untuk
menyelesaikan skripsi kami.
4. Miftachur Rif'ah Mahmud M.Ag. selaku dosen
pembimbing skripsi dan selaku dosen pembimbing akademik
yang dengan kesabaranya berkenan membimbing dan memberi
petunjuknya kepada ananda dalam proses akademik serta
penulisan skripsi.
5. Terimakasih kepada Prof. Budiharjo, yang telah
meminjamkan buku-buku dan memotivasi ananda selam kuliah di
IAIN Salatiga.
6. Terimakasih pula kepada Masyayih Pon Pes Darussalam
dan Sunan Giri yang selalu mendukung ananda. Pengurus Pon Pes
Sunan Giri yang selalu memberikan pengawasan serta motivasi
dukungan dan dorongan. Haturnuhun Ustad Wahid yang telah
bersabar membantu dan membina ananda selama mengerjakan
skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan, M H Muda‟i, mba Robikhah,
Anissa Fitri, Neny M A dan Samsul Arifin yang sudah menjad
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril di dalamnya
memiliki unsur yang sangat fundamental yaitu Percaya adanya
Tuhan (Allah) yang Maha Esa. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia1 fundamental berarti bersifat dasar (pokok), mendasar:
Iman merupakan suatu hal yang sangat mendasar di dalam
kehidupan manusia.
Eksistensi Tuhan adalah salah satu masalah paling utama
dalam kehidupan manusia, karena penerimaan maupun penolakan
terhadapnya memberikan konsekuensi fundamental. Melihat
realitas sejarah umat manusia memberikan nama Tuhan yang
berbeda-beda, sesuai dengan bahasa yang digunakan masing-
masing dan keberadaannya. Orang Persia menyebutnya Yazdan
atau Khoda. Orang Inggris menyebutnya Lord atau God. Kita
sebagai orang Indonesia menyebutnya Tuhan atau Sang Hyang.
Dialah Tuhan Maha Sempurna. Kepercayaan yang
merupakan integral dari kehidupan manusia, baik terbentuk dalam
sebuah lembaga transendental yang disebut “agama” maupun
tidak diagamakan. Konsep dan keyakinan tentang Tuhan telah
berkembang dan terpecah dalam beberapa aliran ketuhanan.
Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama
harus dikaji ialah Diskursus Tauhid (konsep ketuhanan). Dari
konsep tersebut, akan diketahui watak dan nilai agama serta
dampaknya bagi kehidupan. Sebab, konsep ketuhanan merupakan
1Dady Sugiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka)
2
titik sentral yang menjadi landasan dan sumber pemikiran serta
tindakan, dan menjadi tujuan tempat kembali bagi pemeluk agama
yang bersangkutan.2
Dalam konsep Islam, Allah diyakini sebagai Zat Maha
Tinggi yang nyata dan Esa (Tauhid). Pencipta Yang Maha Kuat
dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi
semesta alam.
Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
yang wajib disembah.3 Ajaran pokok yang sangat menentukan
bagi kehidupan setiap muslim, Karena tauhid menjadi landasan
bagi setiap amal yang dilakukannya.
Adapun ilmu yang membahas tentang wujud dan sifat
Allah disebut ilmu tauhid. Secara teologis pembahasan tauhid
didasarkan pada pengetahuan tentang ke-Tuhanan. Tauhid bukan
sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini
adalah Allah, bukan hanya sekedar mengetahui bukti rasional
tentang kebenaran wujud (keberadaan)-Nya dan wahdaniyah
(keesaan)-Nya dan bukan pula sekedar mengenal asma‟ dan sifat-
Nya. Beribadah dengan penuh kecintaan, mengagungkan, disertai
rasa takut dan berharap ridho Allah SWT.
Para ulama Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah dari kalangan salaf
maupun khalaf berpendapat bahwa Tauhid dibagi menjadi tiga
sesuai dengan dalil al-Qur‟an maupun al-Sunnah yaitu : Tauhid
Rububiyah, Uluhiyah dan al-Asma‟ Wa al-Shifat.
Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam al-
Qur‟an Surat an-Naas sebagai berikut:
قن برب عذ٢ٱنلاسموك١ٱنلاسأ ٣ٱنلاسإل يش اسٱل اسس ٤ٱل ي سفصدورٱل س ٥ٱنلاسي ةي
٦ٱنلاسوٱل
2Abuddin Nata, Kajian Tematik Al-Qur‟an Tentang Ketuhanan,
(Bandung: Angkasa, 2008) hlm 3
3Yulian Purnama, “Makna Tauhid”, diakses dari
https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html, diakses pada tanggal 20
januari 2017
3
Artinya:
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa
bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.
Berangkat dari ayat diatas sangat menarik sekali untuk
diteliti. Kajian tentang tauhid diperdalam terlebih lagi pada ruang
lingkup tafsir Mafātih al-Gaib dan tafsir Al-Maragi. Dalam
sebuah penafsiran tentunya tidak lahir dari “ruang kosong”
namun, selalu terikat dengan kepribadian seorang penafsir itu
sendiri baik sosio-historis dimana seorang mufasir hidup, keahlian
dan tujuan yang hendak dicapai.4 Tentunya hal tersebut
berimplikasi pada bentuk, metode, corak serta karakteristik
penafsiran yang dimunculkan.
Berkaitan dengan pemilihan tafsir tersebut, penulis
menganggap penting untuk menelitinya karena tafsir Mafātih al-
Gaib merupakan tafsir bi al-ra‟yi/bi al-ijtihad karena
penafsirannya didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran
terhadap tuntunan kaidah bahasa arab serta teori ilmu
pengetahuan. Tafsir ini dikategorikan sebagai kitab tafsir
muqarin, karena beliau menafsirkannya sering
mengkomparasikan pendapat seorang ulama dengan pendapat
ulama‟ lainnya. Kecenderungan tafsirnya membahas tentang
filsafat, ilmu kalam, dan ilmu alam seperti astronomi geografi dan
sebagainya. Menyebabkan tafsir ini dikategorikan sebagai tafsir
saintis (ilmu pengetahuan). Para ulama‟ menggolongkan tafsir Al-
Maragi sebagai tafsir bi al-ra‟yi dan bercorak adab al-ijtima‟i
4 Abdul Mustaqim, Madhahibut Tafsir Peta Metodologi Penafsiran Al-
Qur‟an Periode Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Nun Pustaka,
2003)
4
yaitu menguraikan dengan bahasa yang indah dan menarik dengan
berorientasi pada sastra kehidupan budaya dan kemasyarakatan.
Penafsiran beliau berusaha untuk mengemukakan pada segi
keindahan bahasa dan kemukjizatan al-Qur‟an, berupaya
mempertemukan antara ajaran al-Qur‟an dengan teori-teori ilmiah
yang benar.
Menurut penulis penelitian ini menarik untuk diteliti karena
dengan menggunakan metode tafsir muqarin (komparatif) serta
perbedaan corak penafsiran dan pemikiran dalam menafsirkan al-
Qur‟an. Maka dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang
konsep tauhid yang fokus kajiannya pada surat an-Naas
menggunakan metode tafsir komparatif (muqarin) Sehingga dari
kajian tersebut dapat diketahui bagaimana penafsiran tauhid pada
surat an-Naas dalam kitab tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis akan
menarik suatu rumusan pokok masalah agar pembahasan dalam
skripsi ini lebih terarah dan sistematis. Pokok masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep tauhid dalam surat an-Naas
menurut tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi?
2. Bagaimana metode penafsiran keduanya terhadap
konsep tauhid dalam surat an-Naas?
3. Bagaimana perbandingan konsep tauhid dan metode
penafsiran surat an-Naas menurut tafsir Mafātih al-
Gaib dan Al-Maragi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Suatu penelitian atau kajian tentu mempunyai tujuan yang
mendasari tulisan ini, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui konsep tauhid dalam surat an-Naas
menurut tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi.
2. Untuk mengetahui metode penafsiran keduanya
terhadap konsep tauhid dalam surat an-Naas.
5
3. Untuk mengetahui analisa perbandingan konsep tauhid
dan metode penafsiran surat an-Naas menurut tafsir
Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi.
Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan memiliki
manfaat atau kegunaanya sebagai berikut:
1. Diharapkan memberikan kontribusi ilmiah dalam
khasanah tafsir yang mengungkap tema Diskursus
Tauhid Dalam Surat an-Naas (Kajian Komparatif
Tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi)
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan bagi masyarakat ilmiah maupun masyarakat
umum dalam rangka lebih mengenal Allah SWT.
D. Kerangka Teori
Selama ini, Muslim percaya kepada Allah yakni Tuhan
yang mengatur alam raya ini. Tauhid merupakan ilmu yang
membahas tentang ketuhanan. Bertitik tolak dari pengertian
tersebut, kerangka teori yang dibangun dalam menyempurnakan
skripsi ini sebagai berikut :
Ilmu tauhid adalah ilmu yang memberikan bekal-bekal
pengertian tentang pedoman keyakinan hidup manusia. Secara
kodrati manusia diciptakan Allah di dunia berkekuatan berbeda
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Tidak sedikit
manusia dalam mengarungi samudra hidup yang luas itu,
kehilangan arah dan pedoman, sehingga ia menjadi sesat. Di
situlah ilmu tauhid berperan untuk pedoman dan arah, agar
manusia selalu tetap sadar akan kewajiban sebagai makhluk
terhadap khaliknya.
Orientasi ilmu tauhid yakni membahas tentang ketetapan
akidah agama dengan dalil yang menyakinkan. Tauhid merupakan
pokok ilmu yang paling utama, obyek pembahasanya adalah
tentang keesaan Allah. Nama lain dari ilmu tauhid yakni ilmu
6
kalam, ilmu ushuluddin, hakikat dan ilmu ma‟rifat. Dimana
pembahasan kPepercayaan kepada Allah.5
Pengertian tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah
dalam hal penciptaan, kepemilikan dan pengurusan. Diantara dalil
yang menujukkan hal ini kalimah سة انىبط. Selanjutnya lafad مهك
yang didalamnya menerangkan bahwasanya Allah sendirilah انىبط
yang menciptakan seluruh alam semesta dan menjadi raja yang
mengatur alam semesta yang berhak untuk disembah dan
diagungkan.
Tauhid uluhiyah merupakan penisbatan kepada Allah,
yakni pengesaan Allah dalam ibadah bahwasanya hanya Allah
satu-satunya yang berhak disembah, Hal ini ditegaskan dalam
kalimah إنه انىبط.
Ada juga tuhid asma‟ wa sifat adalah pengesaan Allah
SWT dengan nama dan sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid
mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian (ilahiyah).
Maksudnya kita harus menetapkan seluruh nama dan sifat bagi
Allah sebagaimana yang Dia tetapkan.
Di dalam buku “Wawasan al-Qur‟an” M. Quraish Shihab
memaparkan tentang ayat tauhidiyah yang tergambar dalam
lintasan sejarah para Nabi dan Rasul yang bersumber dari al-
Qur‟an yang mengkisahkan bahwa para Nabi dan Rasul selalu
membawa ajaran Tauhid.
Tentang ilmu tauhid Syeikh Muhammad Abduh
mengatakan dalam bukunya Risalah Tauhid, bahwa tauhid
merupakan suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat
yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib
dilenyapkan pada-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah,
menyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan
5 Sayid Husain Afandi, Penerjemah: Fadli Said An-Nadwi, Khushunul
Khamidiyah Ilmu Tauhid (Benteng Iman), (Surabaya: Al-Hidayah, 1421 H)
hlm. 3
7
(dinisbatkan) kepada mereka dan apa yang terlarang
menghubungkan kepada diri mereka.6
Dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin terdapat pasal yang
menerangkan tentang hakikat tauhid, ada empat tingkatan tauhid
yaitu Pertama, iman dengan perkataan. Kedua, mempercayai
makna kalimat. Ketiga, menyaksikan itu dengan cara kasyaf,.
Keempat, hanya melihat satu, yaitu menamakannya lenyap dalam
tauhid.7
Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution
mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara
meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu sifat yang terpenting di
antara sifat-sifat Tuhan lainya. Selain itu juga disebut sebagai
ilmu Ushul al-Din. Dinamakan demikian, karena masalah tauhid
termasuk masalah yang pokok dalam ajaran Islam. Selain itu juga
disebut ilmu „Aqoid (ikatan yang kokoh) karena keyakinan kepada
Tuhan merupakan ikatan yang kokoh yang tidak boleh dibuka
atau dilepaskan begitu saja. Orang yang tidak memiliki ikatan
kokoh dengan Tuhan, mnyebabkan ia dengan mudah tergoda pada
ikatan-ikatan lainnya yang membahayakan dirinya.8
Mengutip perkataan Said Aqil Siroj dalam tulisanya yang
berjudul Tauhid Dalam Perspektif Tasawuf, tauhid atau al-
„aqidah al-Islamiyah merupakan suatu sistem kepercayaan Islam
yang mencakup keyakinan kepada Allah dengan jalan memahami
nama dan sifat-Nya, keyakinan terhadap malaikat, ruh, setan,
iblis, dan makhluk gaib lainnya, kepercayaan terhadap Nabi, kitab
suci serta hal-hal eskatologis lain semacam Hari Kebangkitan (al-
ba‟th), Hari Kiamat (Yawm al-Qiyamah), surga, neraka, shafa‟at
dan sebagainya.
6 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Penerjemah: Firdaus A. N,
(Mesir: al-Manar, 1353 H) hlm. 36
7 Imam Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya‟ Ulumuddin (Ringkasan Ihya‟
Ulumuddin). Penerjemah: Zeid Husein Al-Hamid, (Jakarta: Pusaka Amani,
2007) hlm 36
8 Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung:
Mizn, 1995) cet. III, hlm 57
8
Fungsi al-Qur‟an dalam memahami konsep tauhid, fokus
kajian penulis adalah mengetahui isi kandungan surat an-Naas
yang mencakup makna global tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran
maupun penalaran akal yang berkaitan dengan studi tafsir al-
Qur‟an dewasa ini tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang
benar. Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur‟an sejak dahulu
sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya
penafsiran al-Qur‟an itu dilakukan melalui empat cara (metode)
yaitu: ijmali (global), tahlili (analitis), muqarin (perbandingan),
dan maudhu‟i (tematik).
Dalam penelitian yang berjudul “DISKURSUS TAUHID
DALAM SURAT AN-NAAS (Kajian Komparatif Tafsir Mafātih al-
Gaib dan Al-Maragi) skripsi ini menggunakan metode komparatif
(muqarin).
E. Metodologi Penelitian
Metode adalah sesuatu yang mutlak ada untuk melakukan
penelitian. Sebab metode memberikan rambu-rambu agar
jalannya penelitian bisa sampai pada tujuan penelitian itu sendiri.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat dikategorikan ke
dalam jenis penelitian perpustakaan (library
research) yaitu jenis penelitian yang objek
utamanya adalah literatur-literatur atau buku-buku
kepustakaan. Oleh karena itu, data yang
dikumpulkan lewat studi kepustakaan merupakan
data historis kualitatif. Adapun sumber data dalam
penelitian ini diperoleh dari sumber primer dan
data sekunder.
2. Model penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
komparatif (muqarin) adalah membandingkan
9
“sesuatu” yang memiliki fitur yang sama, sering
digunakan untuk membantu menjelaskan seuah
prinsip atau gagasan. Dalam kajian tafsir al-
Qur‟an kita mengenal dengan kajian tafsir al-
muqarin . sesuatu yang dibandingkan itu dapat
berupa konsep, pemikiran, teori atau metodologi.
Tafsir muqarin adalah menjelaskan ayat-
ayat al-Qur‟an dengan merujuk pada penjelasan-
penjelasan para mufasir.9 Para ahli tidak berbeda
pendapat mengenai definisi metode muqarin. Dari
berbagai Literatur yang ada, dapat dirangkum
bahwa yang dimaksud dengan metode komparatif
ialah : 1) membandingankan teks (nash) ayat-ayat
al-Qur‟an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi yang berbeda bagi satu kasus
yang sama, 2) membandingkan ayat al-Qur‟an
dengan hadist yang pada lahirnya terlihat
bertentangan, 3) membandingkan berbagai
pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-
Qur‟an. Terlihat jelas dalam menafsirkan al-
Qur‟an dengan menggunakan metode ini
mempunyai cakupan yang sangat luas, tidak hanya
membandingkan ayat dengan ayat melainkan juga
memperbandingkan ayat dengan hadist serta
membandingankan pendapat para mufasir dalam
menafsirkan suatu ayat.10
Ciri-ciri metode komparatif adalah
membandingkan penafsiran. Oleh karena itu, jika
suatu penafsiran dilakukan tanpa
memperbandingkan berbagai pendapat para ahli
9 Abd al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i dan Cara
Penerapannya, Penerjemah Rosihon Anwar (Bandung: Pustaka Setia 2002),
hlm 39
10
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset cet III 2005) hlm 65
10
tafsir, maka pola semacam itu tidak dapat disebut
“metode komparatif”. Dalam penelelitian ini
penulis membandingkan tafsir Mafātih al-Gaib
dengan Al-Maragi. Selanjutnya, langkah-langkah
yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan
adalah dengan memusatkan perhatian pada
sejumlah ayat tertentu yakni surat an-Naas, lalu
melancak berbagai pendapat Fakhruddin Ar-Razi
dan Ahmad Musthafa Al-Maragi tentang tauhid
dalam ayat tersebut, serta membandingkan
pendapat-pendapat yang mereka kemukakan untuk
mengetahui kecenderungan mereka, aliran yang
mempengaruhi mereka, keahlian yang mereka
kuasai dan sebagainya. Dan uraian yang
dikemukakan diperoleh gambaran bahwa dari segi
sasaran (objek) bahasan ada tiga aspek yang dikaji
di dalam tafsir perbandingan yaitu perbandingan
ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, dan pendapat
para ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur‟an.11
Secara garis besar penulis memilih tafsir
perbandingan pendapat para ulama tafsir,
menafsirkan tauhid dalam surat an-Naas dengan
menggunakan tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-
Maragi.
3. Sumber data Penelitian
Sumber data penelitian ini menggunakan
dua jenis kepustakaan, yaitu sumber data utama
dalam penelitian ini, yaitu: konsep tauhid dalam
al-Qur‟an fokus kajian pada surat an-Naas yang
menjadi topik pembahasan berkaitan dengan
makna tauhid secara umum. Data penelitian
dihimpun melalui studi kepustakaan dengan
menggunakan kitab Tafsir Mafātih al-Gaib karya
Fakhruddin al-Razi dan Al-Maragi karya Ahmad
11 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an,….hlm 67-70
11
Musthafa Al-Maragi sebagai sumber data primer.
Sedangkan sumber data sekunder merupakan data
pendukung yang terdiri dari buku-buku yang
berkaitan seperti risalah tauhid, ringkasan Ihya‟
ukumuddin, khushunul khamidiyah ilmu tauhid,
wawasan al-Qur‟an , al-Islam kepertjaaan
kesusilaan amal kebadjikan, jurnal dan kajian
lainya yang ada hubungannya dengan persoalan
tauhid.
4. Analisi Data
Analisis data dialkukan agar dapat memperoleh
kesimpulan yang valid mengenai persoalan yang
diteliti, metode deskriptif analitis yaitu
mendiskripsikan data yang telah dikumpulkan,
kemudian menganalisa untuk menemukan jawaban
yang dapat mendekati persoalan yang
dikemukakan, dianalisa secara kritis, sebelum
dituangkan dan diimplementasikan kedalam
sebuah gagasan, untuk mendapatkan kesimpulan
bagaimana Fakhruddin Al-Razi dan Ahmad
Musthafa Al-Maragi dalam menafsirkan tauhid
pada surat an-Naas.
Setelah diperoleh secara jelas bagaimana
penafsiran Fakhruddin al-Razi dan Ahmad
Musthafa Al-Maragi serta ditemukan persamaan
dan perbedaan lalu ditarik simpulan. Proses
penarikan simpulan ini dilakukan secara deduktif.
Penggunaan metode deduktif dilakukan untuk
mengambil kesimpulan khusus dari hal-hal yang
bersifat umum. Dalam hal ini dimaksudkan untuk
mempertegas bagaimana penafsiran beliau berdua.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini dimaksudkan sebagai salah satu
kebutuhan ilmiah untuk memberikan kejelasan informasi melalui
khasanah kepustakaan. Adapun sumber primer adalah Al-Qur‟an
12
Tafsir Mafātih al-Gaib buah karya Fakhruddin al-Razi dan Tafsir
Al-Maragi karya Ahmad Musthafa Al-Maragi. Sedangkan sumber
sekunder yaitu referensi lain dengan tema terkait, yaitu risalah
tauhid, khushunul khamidiyah imu tauhid, syarah kasyfu
syubuhat, wawasan al-Qur‟an dan literatur buku yang berkaitan
dengan tema tersebut.
Penulis telah melakukan pra-penelitian terhadap beberapa
literatur atau pustaka. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh
mana penelitian dan kajian tentang penafsiran tauhid pada surat
an-Naas yang telah ada, sehingga nantinya tidak terjadi
pengulangan yang sama untuk diangkat ke dalam sebuah
penelitian skripsi. Dan dalam hal ini penulis belum menemukan
artikel maupun karya ilmiah yang membahas tema tersebut secara
spesifik. Kebanyakan jurnal yang penulis temukan berkaitan
dengan pendidikan.
Meskipun demikian ada beberapa karya ilmiah yang
berkaitan secara langsung maupun tidak langsung atas tema
tersebut yaitu sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Zakiyatus Syarifah (2007)
berbentuk skripsi dengan judul “Nilai-Nilai Tauhid dalam al-
Quran dan Relevansinya dengan pendidikan Agama Islam (Studi
Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab tentang al-Fatihah, al-
„Alaq ayat 1-5 dan al-Ikhlas)”. Penelitian ini bertujuan untuk
menggali nilai-nilai tauhid dalam al-Qur‟an surat al-Fatihah, al-
„Alaq ayat 1-5, dan al-Ikhlas studi tafsir al-Misbah dan
relevansinya dengan pendidikan agama Islam. Merupakan
penelitian kualitatif yang datanya di peroleh melalui sumber
literer (Library Research) yaitu kajian literatur. Sumber data
primernya adalah tafsir al-Misbah. Metode analisis yang
digunakan deskripsi, induksi dan deduksi yakni untuk mencari
nilai-nilai tauhid al-Qur‟an, metode komparasi yaitu
membandingkan konsep pendidikan agama Islam dengan konsep
pendidikan dalam al-Qur‟an kemudian dicari relevansi antara
keduanya.
Skripsi Josep Iskandar (2009) dengan judul “Konsep
Tuhan Menurut Perspektif M Abduh”. Tujuan penelitian
13
mengetahui lebih jauh mengenai M Abduh dalam konsep Tuhan
dan menjelaskan pemikiran beliau sehingga membuka ruang
kritik. Kerangka teori yaitu memaparkan pemikiran Abduh
tentang pendapatnya mengenai sifat dan perbuatan Tuhan. Beliau
sepaham dengan pendapat Mu‟tazilah bahwa Perbuatan Allah
tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia. Metode
yang digunakan Library research dan data deskriptif analisis. Dan
hasil penelitianya Menurut M Abduh bahwa sifat Allah adalah
esensi atau dzat Tuhan. Beliau memandang Perbuatan Allah
terhadap manusia Allah mempunyai kewajiban untuk berbuat baik
dan pandangan ini sepaham dengan Mu‟tazilah yakni Allah tidak
akan memberikan beban diluar kemampuan manusia.
Muhammad Rifa‟i (2012) dengan judul “Konsep Tuhan
dalam aliran kebatinan pangestu dan sumarah (studi
perbandingan)”. Tujuan penelitian Menjelaskan agama kejawen,
dan mengetahui konsep Tuhan dalam aliran kebatinan pangestu
dan sumarah. Kerangka teori penelitan ini yakni konsep Tuhan
menurut pangsetu yakni Tuhan yang maha tripurusa artinya
keadaan suatu yang bersifat tiga sukma kawekas, sukma sejati,
dan roh suci. Sedang konsep sumarah yaitu Tuhan berda dalam
diri manusia diwakili oleh urip (hidup) itu hakikatnya adalah
Allah yang menguasai adalah dzat yang suci. Metode yang
digunakan Pendekatan Antropologi, data sekunder berupa buku,
artikel, jurnal yang berkaitan dengan tema tersebut. Hasil
penelitannya Kejawen merupakan keyakinan dan juga tradisi yang
melekat pada kepercayaan orang jawa. Kejawen merupakan aliran
kepercayaan baru hidup dan sebuah aturan norma yang sakral.
Membandingankan Konsep Tuhan menurut pangestu dan
sumarah.
Skripsi Siti Surkilah (2015), dengan judul “Konsep
Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Studi Analisis Qur‟an Surat
al-Baqarah ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu Katsir. Fokus
penelitian ini tentang pendidikan dalam keluarga menurut Ibnu
Katsir, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
Research) sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan
14
metode dokumentasi dan analisis yang digunakan dalam skripsi
ini adalah analisis isi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
menurut Ibnu Katsir konsep pendidikan tauhid surat al-Baqarah
ayat 132-133 merupakan uapaya untuk membina manusia dalam
menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah sepanjang hayatnya
dalam keluarga secara berkesinambungan sampai keturunannya
dimasa depan kelak. Meskipun berbeda cara/metode dalam
pelaksanaanya.
Yohanna Makatangin (2015) dengan judul “Konsep
Pendidikan Tauhid Yang Terkandung dalam surat al-An‟am ayat
74-83. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana
konsep pendidikan tauhid yang terkandung dalam surat al-An‟am
ayat 74-83 yang meliputi definisi pendidikan tauhid, urgensi
pendidikan tauhid, materi pendidikan atas pendidikan tauhid.
Tujuan dan metode pendidikan tauhid berdasarkan kajian tafsir
ayat tersebut. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik
analisis kajian melalui studi kepustakaan. Sumber data yang
digunakan adalah al-Qur‟an beserta terjemahnya. Beberapa
literatur yang berkaitan dengan tema kemudian diuraikan dengan
menggunakan metode tafsir tahlili.
M. Lutfi al-Fajr (2016) dengan judul “ Nilai-Nilai
Pendidikan Tauhid dalam kitab al-Tauhid Lish Shaffil Awwal
Karya Dr. Shalih Fauzan Bin Abduallah al-Fauzan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan
tauhid yang terkandung dalam kitab tersebut dan untuk
mengetahui implikasi nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari menggunakan pendekatan penelitian filosofis dengan
jenis penelitian library research. Hasil penelitian yang menunjuk
bahwa ada tiga nilai utama pendidikan dalam hubungan kepada
Allah dirinya sendiri dan sesama manusia, kemudian ada dua
belas implikasi nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari yaitu ditinjau dari segi nilai rububiyyah, uluhiyyah,
asma‟ wa shifat kepada konsekuen syahadatain, manhaj salaf,
dakwah Islam, insan kepada manusia dan wala‟ wal bara‟.
Perbedaan penulisan skripsi ini dengan penelitian tersebut
adalah untuk mengungkap konsep tauhid dan metode Fakhruddin
15
al-Razi dan Ahmad Musthafa Al-Maragi dalam menafsirkan surat
an-Naas, sehingga dapat muncul bagaimana tauhid dalam tafsir
tersebut dan bagaimana perbandingan penafsiran tauhid dalam
tafsir tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Penulis memberikan gambaran secara umum untuk
mencapai pembahasan yang komprehensif dan sistematis serta
mudah dipahami penjabarannya, maka dalam penulisan skripsi ini
akan digunakan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan yang mencakup, latar belakang
masalah, perumusan masalah dan fokus penelitian, tujuan dan
kegunaan penelitian, kerangka teoritik, metodeologi penelitian,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, membicarakan landasan teori tentang tauhid
meliputi: pengeertian tauhid, tujuan tauhid, macam-macam tauhid
dan hakikat tauhid.
Bab ketiga, gambaran umum tafsir dan mufasir. Dalam
bab ini penulis membahas tentang biografi Fakhruddin al-Razi
dan Ahmad Musthafa Al-Maragi beserta kitab tafsir dari masing-
masing tokoh.
Bab keempat, pembahasan interpretasi tauhid pada surat
an-Naas menurut tafsir Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi.
Dilanjutkan analisa komparatif tafsir tersebut.
Bab kelima, merupakan penutup, yang menyimpulkan
hasil penelitian disertai saran-saran dan lampiran-lampiran.
Kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban atas rumusan
masalah yang dikemukakan penulis pada bab pertama.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tauhid
Tauhid merupakan dasar agama samawi. Merujuk kepada
al-Qur‟an, dapat kita temukan bahwa para Nabi dan Rasul selalu
membawa ajaran tauhid. Namun, walaupun semua nabi membawa
ajaran tauhid, terlihat melalui ayat-ayat al-Qur‟an bahwa ada
perbedaan dalam pemaparan mereka tentang prinsip tauhid.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah; bahkan
mengakui ke-Esaan dan ke-Maha kuasaan Allah dengan
permintaannya kepada Allah melalui Asma' dan Sifat-Nya. Kaum
Jahiliyah kuno yang dihadapi rasulullah juga mayakini bahwa
Tuhan pencipta, pengatur pemelihara dan penguasa alam semesta
ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka itu
belumlah
menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat Muslim,
yang beriman
kepada Allah. Dari sini lalu timbul pertanyaan: "Apakah hakikat
tauhid itu?". Ibadah adalah hakikat tauhid, karena pertentangan
yang terjadi (antara Rasulallah dengan kaum musyrikin) dalam
masalah tauhid ini.12 Tauhid mempunyai kedudukan yang sangat
mendasar.
Tauhid (Monoteisme) dalam Islam mengakui ke-Esaan
Allah yang dikehendaki ialah mengakui dengan sesungguhnya
dan keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa pada dzat-Nya, sifat-
Nya, wujud-Nya, dan af‟al-Nya.
Tauhid menurut Islam ialah tauhid I‟tiqadi-ilmi
(keyakinan teoritis) dan tauhid amali-suluki (tingkah laku praktis)
atau dengan istilah lain ialah dua ketauhidan yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain: yaitu tauhid bentuk
12 Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid, Didownload dari
http://www.vbaitullah.or.id// . hlm. 3
17
ma‟rifat (pengetahuan), itsbaat (pernyataan), dan I‟tiqaad
(keyakinan), qasd (tujuan), dan iradah (kehendak).13
Asal kata tauhid adalah اذ ح ى ت -ذ ىح -ذ ح و mempunyai arti
mengesakan. Adapun menurut istilah, tauhid adalah ”menyakini
akan ke-esaan Allah dalam rububiyah (penciptaan, pemeliharaan,
pemilikan), uluhiyah (ikhlas beribadah kepadaNya) dan dalam al-
Asma wa shifat (nama-nama dan sifat-Nya). Dan tauhid apabila
dimutlakan, maka maknanya adalah memurnikan seluruh
peribadatan hanya untuk Allah SWT.
)وحذ( انىاو وانحبء وانذال: أصم واحذ ذل عه االوفشاد. مه رنك
14انىحذة. Artinya: وحذ (wahada) huruf wawu kha‟ dan dal adalah
salah satu asal yang menunjukkan kesatuan yakni mempunyai hak
tunggal untuk menguasai segalanya seperti membuat, memiliki
dan sebagainya. Segala sesuatu kembali pada satu tujuan yaitu
Allah (Tuhan semesta alam).
Tauhid secara bahasa mempunyai arti menjadikan sesuatu
itu satu saja, meniadakan segala jenis yang ada, lalu menetapkan
hanya satu jenis. Misalnya tidak akan sempurna tauhid sesorang
sebelum dia mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah. Dengan tauhid itulah berarti dia harus
meniadakan sesembahan selain Allah SWT dan menetapkan
bahwa hanya Allah saja yang berhak disembah menjadi
sesembahan. Sedangkan tauhid secara istilah maknanya adalah
engkau beribadah kepada Allah, jangan menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun, dan engkau mengesakan-Nya dalam
beribadah dengan penuh kecintaan, mengagungkan, disertai rasa
takut dan berharap.15 Yang dimaksud disini adalah tauhid yang
didakwahkan oleh Rasul.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang
ketetapan kepercayaan/akidah agama dengan dalil yang
13 Yusuf Qardhawi, Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan, terj:
Rahim Haris, (Surabaya: Pustaka Progresif: 1992 hlm 27
14
Abu Husain Ahmad bin Faris, Mu‟jam Maqoisul LughohJilid 6,
(Mesir: Darul al-Fikri, 395 H) hlm. 90
15
Muhammad bin Shalih AL-Utsaimin,....hlm 24-25
18
meyakinkan.16 Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dalm
beribadah. Merupakan agama para rasul yang karenanya mereka
diutus kepada segenap hambaNya.17 Tauhid merupakan pokok
ilmu agama dan utama, karena obyek pembahasan ilmu ini adalah
Dzat Allah dan para utusan-Nya. Ilmu tauhid sebenarnya telah
dibawa oleh para rasul Allah sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW. Keyakinan (tauhid) inilah yang menjadi tujuan
paling besar bagi kebangkitan Nabi Muhammad SAW. Disamping
itu ada pula suatu sebab lain yang menyebabkan “ilmu tauhid” itu
dinamakan orang dengan “ilmu kalam” ialah, karena dalam
memberikan dalil tentang pokok (usul) agama, ia lebih
menyerupai logika (mantiq), sebagaimana yang biasa dilalui oleh
para ahli pikir dalam menjelaskan seluk-beluk hujjah tentang
pendiriannya. Kemudian diganti orang mantiq dengan kalam,
karena hakekatnya keduanya adalah berbeda.
Kerena Tuhan itu esa, tanpa ada sekutu dalam zat dan
sifat-sifatnya, tanpa ada yang menyamai, tanpa ad sekutu dalam
tindakan-tindakanya, Karen para ahli tauhid telah mengakui
bahwa pengetahuan tentang keesaan di sebut tauhid. Pengesaan
ada tiga macam yaitu: (1) pengesaan Tuhan aka Tuhan, yakni
pengetahuan-Nya tentang keesan-Nya. (2) pengesaan Tuhan akan
makhluk-makhluk-Nya, yakni bahwa manusia akan menyatakan-
Nya esa, dan penciptaan pengesaan di dalam hatinya. (3)
pengesaan manusia akan Tuhan, yakni pengetahuan mereka
tentang keesaaan Tuhan.18 Hanya amal yang dilandasi tauhidlah –
menurut tuntunan Islam- yang akan menghantarkan manusia
kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di
dunia maupun diakhirat.
Allah berfirman dalam al-Qur‟an:
16 Sayid Husain Afandi, Khushunul Khamidiyah Ilmu Tauhid (Benteng
Iman), terj: Fadli Said An-Nadwi,.... hlm 1
17
Muhammad At-Tamim, Mengungkap Kebathilan Penentang Tauhid,
terj: Ainul Haris dkk, (Jakarta: Akafa Press, 1997) hlm 13
18
„Ali Ibn Utsman al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, penerjemah:
Suwardjoyo dkk, (Bandung: Mizan, 1997) hlm. 251
19
ي يي ح فو ي مؤ و ثأ و أ يذلر صوحا ن ىۥع ر ج
أ ى زي ونلج طيبة ة حي
اي ياك س ح ونبأ ٩٧ع
Artinya:
97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-
laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka
Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik (Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan
dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh
harus disertai iman)dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan. (Q.S an-Nahl:97)19.
B. Tujuan Ilmu Tauhid
Untuk inilah manusia diciptakan oleh Allah, manusia
merupakan makhluk yang paling luhur. Ia memiliki derajat yang
paling tinggi diantara seluruh ciptaan Allah. Namun, derajat ini
hanya pantas disandingkan jika dia menjaga kedekatan dengan
Yang Maha kuasa. Ia mencapai keluhuran itu apabila ia tunduk
dan patuh kepada Allah.20 Tujuan terakhir ilmu tauhid adalah
sebagai berikut:
1. menegakkan suatu kewajiban yang sama-sama
disepakati, yaitu mengenal Allah Yang Maha Tinggi
mensuci-Nya dari sifat-sifat yang mustahil bagi Zat-Nya.
19al-Qur‟an al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia Ayat Pojok,
(Kudus: Menara Kudus: 2006)
20
Dastag Shirazi, Belajar Mencintai Allah Membasuh Jiwa
Memurnikan Cinta, (Depok: Pustaka Iman) hlm. 78
20
2. Membenarkan para Rasul-Nya dengan keyakinan
yang dapat menentramkan jiwa, dengan jalan berpegang
yang dapat dalil, bukan semata-mata menyerah kepada
taklid buta, sesuai dengan yang ditunjukkan oleh al-
Qur‟an kepada kita. Menganjurkan kita untuk melakukan
penyelidikkan (research) terhadap disekitar kita,
menembus rahasia-rahasia alam itu sekedar yang dapat
dicapai, sehingga timbul keyakinan terhadap apa yang
telah dianjurkan kita menyelidikinya. 21
3. Sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk
menegakkan tauhid, mulai dari rasul pertama hingga rasul
terakhir, Nabi Muhammad yaitu mensucikan agama
semata mengesakan kepada Allah serta menyandarkan
ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Inilah agama
monoteis (al-Wahdaniyah) yang menghilangkan segala
bentuk kemusyrikan. Disebutkan dalam al-Qur‟an sebagai
berikut: وهقد ن
أ رسل ة ي
أ ك ف ا بعث بدوا ٱع وٱلل ا تنب غتٱج دىٱهط ي ى ف ٱلل
عوي ت حق ىي وة وي ل رضفسريوافٱلض فٱل قبةلٱظروا بيي فكنع مذ ٣٦ٱل
Artinya:
36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (syaitan dan apa saja
yang disembah selain Allah swt) itu", Maka di antara
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah
dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi
dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul). (Q.S an-Nahl: 36)
Dalam lintasan sejarah para Nabi dan Rasul yang
bersumber dari al-Qur‟an yang mengkisahkan bahwa para
21 Muhammad Abduh, Risalah tauhid,....hlm 56
21
Nabi dan Rasul selalu membawa ajaran Tauhid. Ucapan
Nabi Nuh, Hud, Shaleh dan Syu‟aib diabadikan dalam al-
Qur‟an surat A‟araf ayat 59, 65, 73, dan 85.22 Nabi Musa
ditunjuk oleh Allah begitu juga Nabi Isa juga
mengajarkan prinsip Tauhid kepada umatnya. Setelah itu,
datang ajakan Nabi Ibrahim, merupakan periode baru dari
tuntunan tentang ketuhanan yang Maha Esa. Nabi Ibrahim
AS dikenal sebagai “bapak para Nabi” selain itu “bapak
Monoteisme” dan “proklamator keadilan ilahi” Karena
agama samawi dewasa ini merujuk kepada agama beliau.
Nabi Ibrahim menemukan keyakinan melalui
pencarian dan pengalaman ke-Tuhanannya. Di abadikan
dalam al-Qur‟an bukti penemuan keesaan Tuhan dalam
surat al-An‟am ayat 75 sebagi berikut:
لك يىمومتوكذ تريإب ر من رضوٱلس ٱل قيولمني ٧٥ٱل
Artinya:
75. dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada
Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di
langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) agar Dia
Termasuk orang yang yakin.
Pemaparan Tauhid mencapai puncaknya dengan
kehadiran Nabi Muhammad SAW. Uraian al-Qur‟an
tentang Tuhan kepada umat Nabi Muhammad SAW
dimulai dengan pengenalan tentang perbuatan dan sifat-
sifat Allah. Keyakinan yang wajib kita pegang ialah
bahwa agama Islam adalah agama (kepercayaan)
“Tauhid” (monotheis), bukan agama yang terpecah-pecah
dalam kepercayaan-kepercayaan itu. Akal adalah
pembantunya yang paling utama dan naqal (al-Quran dan
Sunnah) merupakan sendi-sendinya yang paling kokoh.
Al-Qur‟an menjadi saksi atas segala perbuatan manusia
22 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an…, hlm 15
22
dan menjadi hakim yang menghukum benar dan salahnya
masing-masing orang dalam amalnya.23
4. Tauhid merupakan konsep revolusioner
yang merupakan inti ajaran Islam. Di dalamnya
terkandung pengertian, bahwa hanya ada Satu Tuhan
Penguasa Alam Semesta ini. Ia Maha Kuasa, Maha Hadir,
dan Maha Mencukupi keperluan makhluk seisi bumi yaitu
Allah SWT.24 Manusia yang mengaku Islam, akan yakin
kepada keesaan Allah dan yakin bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah utusannya. Kedua bentuk pengakuan tersebut
dinyatakan dalam satu kesatuan kalimat pengakuan
(kalimat syahadat), yaitu: Tiada Tuhan yang wajib
disembah selain Allah, Muhammad adalah utusanNya.
Kalimat yang pertama menggambarkan konsepsi tauhid
(keesaan Allah), dan yang kedua berisi pengakuan akan
kerasulan Muhammad SAW.
5. Bukti keesaan Allah dengan pembuktian
material. Nabi Musa AS memohon kepada Allah untuk
menampakkan diri-Nya, sehingga Allah berfirman sebagai
jawaban atas permohonannya dalam surat al-A‟raf ayat
143, peristiwa ini membuktikan bahwa manusia agungpun
tidak berkemampuan untuk melihat-Nya dalam kehidupan
dunia ini. Kenyataannya kita dapat mengakui keberadaan
sesuatu tanpa harus melihatnnya. BRabb (Tuhan) segala
sesuatu dan rajanya. Sesunguhnya hanya Dia yang maha
Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dialah
yang berhak untuk disembah, tiada sekutu baginya. Jika
kita mengetahui itu semua maka akan merasa senang atas
karunia dan rahmat Allah dan mempunyai rasa takut yang
besar terhadap-Nya.
C. Macam-macam Tauhid
23 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid,…. hlm 56
24
Khursid Ahmad dkk, Islam Sifat, Prinsip Dasar Dan Jalan Menuju
Kebenaran, (Jakarta: Srigunting, cet V 2002) hlm 19
23
Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan
substansi aqidah ahlu sunnah wal jamaah. Bagian ini harus
dipahami secara utuh agar maknanya sekaligus klasifikasi tauhid
dapat terealisasi dalam kehidupan, dalam kaitan ini tercakup dua
hal: memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil al-
Qur‟an, sunnah dan akal sehat dan mengaplikasikan ajaran tauhid
tersebut dalam kenyataan sehingga fenomena ini tampak dalam
kehidupan manusia.
Landasan tentang tauhid tersebut adalah sebagai berikut:
قن عذبرب١ٱنلاسأ ٢ٱنلاسموك
٣ٱنلاسإل
Artinya: “Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja
manusia. Sembahan manusia” (Q.S an-Naas: 1-3)
Menurut hasbi Ash Shiddieqi dalam bukunya al-Islam
kepertjajaan kesusilaan amal kebadjikan macam-macam tauhid
dibagi menjadi tujuh yaitu: tauhid dzat, tauhid sifat, tauhid wujud,
tauhid af‟al, tauhid „ibadat, tauhid Qashdi, dan tauhid Tasjrie‟.25
Selanjutnya, beliau membagikan tauhid yang kedua kepada:
tauhid rububiyah dan tauhid ilahiyah, ini yang dinamai juga
tauhid uluhiyah atau „ubudiyah. Selanjutnya menurut Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin dalam bukunya syarah kasyfu syubuhat
tauhid dibagi menjadi tiga yaitu: tauhid rububiyah, uluhiyah dan
asma‟ wa sifat.
Mengutip pendapat Shalih bin Fauzan bin Abduallah al-
Fauzan dalam bukunya Kitab Tauhid 1 menenerangkan bahwa
tauhid dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah
25 Hasbi Ash Shididieqi, Al-Islam Kepertjajaan Kesusilaan Amal
Kebajikan, (Jakarta: Bintang Bulan, 1971) hlm 94-95
24
dan tauhid asma‟ wa sifat.26 Setiap macam dari ketiga macam
tauhid ini memiliki makna yang harus dijelaskan agar menjadi
terang perbedaan antara ketiganya. Ketiga jenis tauhid itu akan
dijelaskan secara rinci dalam lembaran berikut ini:
1. Pertama: Tauhid Rububiyah Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada
salah satu nama Allah SWT, yaitu “Rabb”. Nama ini
mempunyai beberapa arti, anatar lain: al-murabbi
(pemeliharaan), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik),
al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan), dan al-
wali (wali).
Dalam terminologi syari‟at islam, istilah tauhid
rububiyyah berarti: “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-
satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang
dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta
mengendalikan alam dengan sunah-sunah-Nya.27 Yang
dimaksud dengan tauhid dalam hal rububiyah adalah
bahwa alam raya ini diatur oleh mudabbir (Pengelola) dan
pengendali tunggal. Dialah Allah (Maha suci) pengelola
alam semesta ini.28
Tauhid rububiyah hanya diingkari oleh orang-
orang matrealis, yang tidak percaya akan wujud Allah
seperti al-Dahriyyin (atheisme) pada masa lalu dan
komunisme pada masa sekarang. Faham yang sama
dengan matrealisme ialah aliran dualism. Dia
berkeyakinan bahwa dalam alam ini ada dua Tuhan. yaitu:
tuhan gelap dan tuhan terang. Dan sedangkan mayoritas
musyrikin Arab pada masa jahiliyah tidak mengingkari
tauhid rububiyah tersebut.
26 Shalih bin Fauzan bi Abduallah al-Fauzan, Kitab Tauhid 1 (satu),
Penerjemah: Agus Hasan Bashori (Jakarta: Darul Haq, 1998) hlm 19
27
Muhammad Bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah
Islam, penerjemah: , Ibrahim (Jakarta: Pustaka Ilmu, 1998), hlm 141
28
Syaikh Ja‟far Subhani, Studi Kritis Faham Wahabi Tauhid dan
Syirik, terj: Muhammad al-Baqi, (Bandung: IKAPI, 1996) hlm 16
25
2. Tauhid Uluhiyah Kata Uluhiyah diambil dari akar kata ilah yang
berarti yang disembah dan yang ditaati. Kata ini
digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang
batil. Meyakini bahwa Allah satu-satunya dzat yang
berhak untuk disembah. Tauhid ini merupakan
implementasi dari kalimat tauhid “la ilaha ilallah” yaitu
mengesakan Allah SWT dengan semua jenis ibadah,
seperti: doa, sholat, takut, mengharap dan sebagainya.
Mengutip pendapat Hasbi Ash Shiddieqi tauhid Uluhiyah
juga dinamakan tauhid ilahiyah dan „ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah atau tauhid dalam ma‟bud (yang
disembah). Sesudah semua ini seorang hamba harus
percaya bahwa Allah adalah Tuhan Yang Mutlak dan
Pemberi Hukum yang Mutlak yang pantas untuk
disembah. Tauhid ini merupakan prinsip (ushul) Islam,
tetapi praktik pelaksanaanya digolongkan sebagai cabang
(furu‟) hukum Islam. Slogan Allahu Akbar membawa
makna bahwa kebesaran dan keluhuran adalah milik
Allah semata. Maka bagi seorang muslim sejati hanya
Allah yang pantas untuk disembah.29
3. Tauhid al-Asma’ wa al-sifat
Definisi tauhid al-asma wa al-sifat artinya
pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan
sifat Allah yang sempurna dan termaktub dalam al-Qur‟an
dan sunnah Rasulallah SAW.30 Sebenarnya tauhid ini
termasuk dalam tauhid rububiyyah, namun dikarenakan
banyaknya pemahaman yang menyimpang maka para
ulama salaf sepakat untuk meletakkan tauhid al-asma wa
29 Muhammad Taqi Misbah, Monoteisme Tauhid Sebagai Sistem NIlai
dan Akidah Islam, (Jakarta: Lentera, 1996) hlm 27-28
30
Muhammad bin Shahih al-Utsaimin, Syarah Kasyfu Syunuhat,….
hlm 26
26
al-sifat sebagai tauhid ketiga. Mengesakan Allah dalam
nama dan sifat Allah sesuai dengan al-Qur‟an dan hadis.
D. Hakikat Tauhid Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tauhid kita
memperoeh kesan yang mendalam bahwa ilmu tauhid itu pada
intnya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya
Allah dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Mengetahui dan
memahami makna tauhid, tujuannya agar kita bisa mengetahui
bagaimana hakekat tauhid, kelebihan dan kekurangannya
sebagaimana yang diturunkan dalam al-Qur‟an.
Empat tingkatan tauhid, ia terbagi menjadi biji, biji dari
biji, kulit dari biji, dan kulit dari kulit, seperti buah jauz.31
Pertama, iman dengan perkataan semata-mata adalah
kulit dari kulit, yaitu iman kaum munafik.
Kedua, mempercayai makan kalimat, yaitu iman kaum
muslimin pada umumnya. Mengesakan Tuhan dengan arti
meyakini dengan hatinya maka kalimat itu tanpa meragukannya,
tatapi tiada rasa lapang di dalam hatinya.
Ketiga, menyaksikan dengan kasyaf, yaitu kedudukan
orang-orang yang dekat dengan Allah. Mengesakan Tuhan dengan
arti dadanya menjadi lapang. Maka itupun hanya menyaksikan
satu walaupun sebabnya banyak. Ia melihat banyak sebab, tetapi
sumbernya adalah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
Keempat, hanya melihat satu yakni peyaksian orang-orang
sidiq, dan para Sufi menanamkannya lenyap dalam tahuid.
Menyaksikan Tuhan dengan arti bahwa ia tidak menghadirkan
dalam penyaksian dan hatinya, kecuali Tuhan Yang Maha Esa dan
Maha Benar, tanpa melalui perantara dan tidak mengetahui
dirinya.
31 Imam Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya‟ Ulumuddin,…. Hlm. 388-389
27
BAB III
GAMBARAN UMUM
TAFSIR DAN BIOGRAFI MUFASIR
A. Biografi Fakhrudin al-Razi
1. Sejarah keluarga al-Razi
Abu „Abdillah Muhammad bin Umar bin al-Husain bin al-
Hasan bin Ali al-Taimi al-Bakri al-Thibristani, terkenal dengan
nama Fakhrudin al-Razi. Diberi julukan Ibn Khatib al-Ray karena
ayahnya, Dhiya‟ al-Din Umar, adalah seorang khatib di Ray. Ray
merupakan sebuah desa yang banyak ditempati oleh orang „ajam
(selain Arab).32 Al-Razi merupakan anak keturunan Quraisy yang
nasabnya bersambung kepada Abu Bakar al-Sidiq. Fakhrudin al-
Razi lahir pada 25 Ramadhan 544 H, bertepatan dengan 1150 M,
di Ray –sebuah kota besar di Irak yang kini hancur dan dapat
dilihat bekasnya di kota Taheran Iran.33
Beberapa sumber lain mengatakan bahwa al-Razi
dilahirkan pada tahun 543 H/1149 M. Ibn al-Subki mengatakan
bahwa menurut pendapat yang kuat al-Razi dilahirkan pada tahun
543 H. Tetapi pendapat ini menjadi lemah jika dikaitkan dengan
fakta melalui tulisan yang dibuat al-Razi sendiri. Bahwa beliau
menulis dalam tafsirnya surah Yusuf ia telah mencapai usia 57
tahun dan pada akhir surat menyebutkan bahwa tafsirnya telah
selesai pada bulan Sya‟ban tahun 601 H. Jika dikurangi, maka
kelahiran al-Razi ialah tahun 544 H/1150 M.
Al-Razi hidup pada pertengahan terakhir abad keenam
hijriyah atau XII masehi. Masa itu merupakan masa kemunduran
dikalangan umat Islam, baik dalam bidang politik, sosial, ilmu
pengetahuan, dan akidah. Kelemahan khalifah Abbasiyah telah
32 Fakhrudin al-Razi, Roh Itu Misterius, Editor: Muhammad Abd al-
Aziz al-Hillawi. Penerjemah: Muhammad Abdul Qadir al-Kaf (Jakarta:
Cendikia Sentra Muslim, 2001) hlm. 17
33
Ibid,....hlm. 18
28
mencapai titik terendah hingga Baghdad sebagai pusat
pemerintahan saat itu hancur hanya dengan sekali serangan dari
tentara Mongol di bawah pimpinan Hulago Khan pada 656
H/1258 M.34 Al-Razi menikah di Ray Sejak masa itu terjadi
perubahan ekonomi pada al-Razi. Dari pernikahannya itu al-Razi
dikarunia tiga orang anak lelaki dan dua anak perempuan.35
Al-Razi meninggal di Herat pada hari Senin tanggal 1
Syawal 606 H/1209 M, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.
Sesuai dengan amanatnya, al-Razi dimakamkan di gunung
Mushaqib di desa Muzdakhan, sebuah desa yang terletak tidak
jauh dari Herat. Sebelum meninggal al-Razi sempat mendiktekan
wasiat yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Ibrahim Al-
Asfahani. Wasiatnya berisi tentang penyerahan diri sepenuhnya
(tawakal) kepada kasih sayang Allah. Ketidakpuasannya dengan
filsafat dan teologi (ilmu kalam) dalam mencari kebenaran ia
lebih menyukai metode al-Qur‟an dibandingkan metode filsafat.
Ia juga menasehati untuk tidak melakukan perenungan filosofis
pada problem yang tidak terpecahkan.
2. Pendidikan al-Razi Diantara guru-guru Fakhrudin al-Razi adalah sebagai
berikut: Menimba ilmu pengetahuan pertamanya dari ayahnya
sendiri, Dhiya‟ al-Din „Umar khususnya dalam bidang ilmu fiqh
dan ushul. Setelah ayahnya meninggal pada 559 H al-Razi
kemudian menimba ilmu kepada para ulama besar pada masanya
yaitu: Muhammad al-Baghawi dan Majd al-Din al-Jili.
Diantara murid-muridnya yang terkenal ialah Quthb al-
Din al-Mishir, Zain al-„Abidin al-Kasysyi, Syihab al-Din al-
Naisaburi, Muhammad bin Ridhwan, Syaraf al-Din al-Harawi,
Atsir al-Din al-Abhari, Afdhal al-Din al-Khunji, Taj al-Din al-
34 Karen Amstrong, Sepintas Sejarah Islam. Penerjemah Ira Puspita
Rini (Surabaya: Teralitera, 2004) hlm 97-111
35
Ali Muhammad Hasan al-„Umari, al-Imam Fakh al-Din al-Razi:
Hayatuhu wa Atsaruhu (al-Majlis al-A‟la al-Syu‟un al-Islamiyah, 1969)
hlm. 17-26
29
Armawi, Syams al-Din al-Kuwayya, dan Syaikh Muhammad al-
Khusrawsyahi..36
3. Karya-karya al-Razi Diantara karya-karyanya al-Razi adalah sebagai berikut :
1. al-Tafsiral-Kabir (Mafātih al-Gaib)
2. Asaar al-Tanzil wa Asraar al-Tafsir (Tafsir al-
Qur‟an al-Shaghir)
3. Tafsir Surah al-Fatihah, Tafsir Surah al-Baqarah
4. Tafsir Surah al-Ikhlas
5. (Risalah fi) al-Tanbih „ala Ba‟ad al-Asraar al-
Mudi‟ah fi Ba‟d Surah al-Ikhlas
6. (Risalah fi) al-Tanbih „ala Ba‟d al-Asraar al-
Mudi‟ah fi Ba‟d Ayat al-Qur‟an al-Karim
7. al-Arba‟in Fi Ushul al-Din
8. Asas al-Taqdis
9. Tahsil al-Haqq
10. al-Ayat al-Bayyinat fi al-Mantiq
11. Dan lain-lain.37
4. Pemikiran Al-Razi Dalam fiqh dan ushul, al-Razi mengikuti mazhab Syafi‟i
yang diterima dari ayahnya hingga bersambung sanadnya ke
Imam Syafi‟i, dalam teologi menganut paham Asy‟ariyah yang
juga diterima dari ayahnya hingga sampai kepada Imam Abu al-
Hasan al-Asy‟ari. Dalam bidang filsafat al-Razi nampaknya
mendapat pengaruh kuat dari Ibn Sina.38
36 Yasin Ceylan, Theology and Tafsir in Major of Fakhrudin al-Razi,
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1996)
37
Thameem Ushama, Mehodologies of The Qur‟an Ezegesis (Kuala
Lumpur: AS Noordeen, 1995) jlm 93
38
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir,.....hlm 82-83
30
B. Tafsir Mafātih al-Gaib
1. Sistematika Tafsir Mafātih al-Gaib
Dalam prosedur penulisan Mafātih al-Gaib menggunakan
metode tahlili. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan
mushaf, ayat per ayat, dan surat persurat. Menafsirkan ayat al-
Qur‟an dengan cara meneliti semua aspek dan menyikap seluruh
maksudnya, dimulai dengan kosa kata, makna kalimat, maksud
setiap ungkapan, kaitan antara ayat dan surat (munasabah) dengan
bantuan asbab al-nuzul dan riwayat-riwayat yang berasal dari
Nabi, sahabat dan tabi‟in.39
Mafātih al-Gaib merupakan masterpiece al-Razi kadang
juga disebut Tafsir al-Kabir yang sangat fenomenal. Kitab ini
merupakan salah satu kajian komprehensif dari tafsir bi al-Ra‟yi.
Terdiri dari tiga puluh dua juz. Dari seluruh karya al-Razi
mengakui bahwa ilmu al-Qur‟an adalah yang paling utama.
Menurut beliau mengikuti metode al-Qur‟an dan Sunah adalah
ibarat pelita menunjukkan manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan
menuju kebahagiaan. Pengakui ini dibuktikan saat beliau menulis
tafsir Mafātih al-Gaib. Dari karya-karya tersebut yang menjadi
masterpiece al-Razi adalah kitab Mafātih al-Gaib (Tafsir al-
Kabir). Kitab ini merupakan salah satu kajian paling
komprehensif dari tafsir bi al-Ra‟yi. Terdiri dari tiga puluh dua
juz, kitab ini ditulis pada masa-masa akhir kehidupan al-Razi.
Maka tak berlebihan bila dikatakan bahwa al-Razi telah
mengumpulkan semua yang aneh dan asing. Yang khas dari
darinya adalah suguhan bahasa tentang keterkaitan antar
surat/ayat (manasabah), sehingga hikmah tiap ayat yang
ditafsirkan dapat tersibak.40
Berbagai pendapat kuat mengatakan bahwa al-Razi tidak
menyelesaikan tafsirnya demikian menurut Ibnu Hajar. Bagian
pertama ditulis oleh al-Razi dan bagian kedua orang pengikutnya,
yakni al-Syaikh Najm al-Din Ahmad bin Muhammad al-Qammuli
39 Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I dan Cara
Penerapannya,…. Hlm 23-24
40
Ibid,....hlm 84
31
(M 767 H) dan Syihab al-Din bin Khalil al-Khuwayya. Secara
berurutan al-Razi menulis hingga surat al-Anbiya (surat ke-21).
Disamping itu, secara acak-tidak mengikuti mushaf- al-Razi
menfasirkan surat-surat lainya seperti al-Syu‟ara, al-Qiyamah, al-
Humazah, al-Qalam, al-Ma‟arij dan al-Naba‟.41
Walaupun tafsirnya itu ditulis oleh dua ulama setelahnya,
namun hampir tidak ditemukan perbedaan penafsiran ketiga
ulama tersebut. Ini dikarenakan manhaj dan metode penafsiran
ketiga ulama itu sama walaupun berbeda zaman.42 Kitab yang
sekarang dinisbahkan kepadanya ini tetap memiliki kesatuan ruh
dalam pandangan, gaya bahasa, dan pemaparannya sebagai buah
karya dari satu orang. Dengan kata lain terdapat kontradiksi antara
satu bagian dan bagian lainnya dengan ide serta pemikiran al-
Razi.43
2. Corak dan Model Tafsir Mafātih al-Gaib Mafātih al-Gaib merupakan tafsir yang menawarkan
pendekatan unik terhadap al-Qur‟an. Ulama tafsir menggolongkan
tafsir Mafātih al-Gaib sebagai tafsir bi al-Ra‟yi yaitu termasuk
tafsir bi al-ra‟yi al-mamduh karena tidak menafsirkan al-Qur‟an
secara sembarangan. Al-Razi telah menerapkan ilmu pengetahuan
yang bercorak saintis dan pemikiran yang dilahirkan oleh
lingkungn Islam untuk memahami ayat-ayat al-Qur‟an. Diantara
keistimewaan tafsir tersebut ialah banyak mengemukakan
argumentasi dan menyesuaikan kondisi riil umat saat itu. Beliau
juga menafsirkan al-Qur‟an dengan metode pembahasan dari
perspektif yang mencakup ruang yang begitu luas dalam
pembahasan setiap subjeknya, seperti munasabah ayat, teologi,
filsafat, logika, fiqh, dan astronomi.
Corak tafsir al-Razi dalam menafsirkan surat an-Naas
cenderung pada perspektif munasabah ayat untuk mengungkap
rahasia makna kandungan al-Qur‟an yaitu munasabah antara awal
41 Yasin Ceylan, Theology and Tafsir,....hlm. 15
42
Muhammad Azhari, Konsep Pendidikan Sains Menurut Al-Razi,
Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 13 N0. 1, Agustus 2013, hlm 48
43
Ibid,....hlm. 16
32
surat yang berdampingan, munasabah antara bagaian awal satu
dengan yang lainnya.
3. Cara penafsiran Mafātih al-Gaib Al-Razi mendasarkan penafsiran dengan ayat al-Qur‟an
lainnya (tafsir al-Qur‟an bi al-Qur‟an), hadis nabi, dan secara
luas dengan pertimbangan rasional atau hasil ijtihad. Dengan
memasukkan ijtihad (pendapat atau ra‟yu) sebagi sumber
penafsiran maka tafsir Mafātih al-Gaib termasuk kedalam
kategori tafsir bi al-ra‟yu dengan kecenderungan terhadap
permasalahan teologis didalamnya meskipun terkenal sebagai
penentang keras filsafat, namun al-Razi menggunakan pemaparan
secara filosofis untuk menjustifikasi rasionalitas prinsip-prinsip
dogmatis (akidah) dan ini terlihat dalam keseluruhan kitab
tafsirnya.
Al-Razi mendasarkan tafsirnya dari berbagai referensi
yang ada sebelumya baik dalam bidang tafsir, bahasa, maupun
teologi. Dari kitab tafsir al-Razi mengutip dari Ibnu Abbas,
riwayat naqli seperti Ibnu al-Kalbi, Mujahid, Qatadah, al-Sa‟di,
Said bin Jubair, dan lainnya seperti Muqatil bin Sulaiman, al-
Tsa‟labi (M. 437 H), dan al-Walidi (M. 468 H). dalam bidang
bahasa banyak mengutip dari periwayatannya seperti al-Asma‟i
dan Abu „Ubaidah. Dari para ulamanya seperti: al-Fara‟i, al-Zajjaj
dan al-Mubarrad dengan kecenderungan kepada al-Farra‟
kitabnya Ma‟ani al-Qur‟an. Dari kaum mu‟tazilah al-Razi
mengutip Abu Muslim al-Ashfahani (M. 322 H) dan Zamakhsyari
(M. 538 H) pengarang tafsir al-Kasysyaf. Disisi lain kitab tafsir
al-Razi Mafātih al-Gaib, menjadi pionir dalam mempertahankan
akidah ahli sunnah.44
4. Pandangan Ulama Mengenai Tafsir Mafātih al-Gaib
44 Ali Muhammad al-Umar, al-Imam Fakhr al-Razi: Hayatuhu wa
Atsaruhu, (Kairo: al-Majlis al-A‟la li al-Syu‟un al-Islamiyah, 1969) hlm
177
33
Menurut Ibnu „Athiyah bahwa tafsir Mafātih al-Gaib lebih
tepat disebut ensiklopedia ilmu pengetahuan yang mencakup
segala bidang ilmu. Selanjutnya pendapat Husen al-Zahabi, isi
kitab Mafātih al-Gaib bukan hanya tafsir saja, juga segala aspek,
baik dalam bahasa, ilmu kalam, logika, fikih, dan lain-lain.
Kelebihan tafsir al-Razi karena jauh dari kisah-kisah israiliyah. 45
Kemudian Imam al-Suyuti mengatakan bahwa Mafātih al-
Gaib tidak memiliki jiwa tafsir dan hidayah Islam. Bahkan ada
ulama yang berpendapat bahwa 39dalam kitab Mafātih al-Gaib
terdapat segala hal kecuali tafsir itu sendiri. Di satu sisi hal
tersebut dianggap sebagai kekurangan oleh sebagian ulama tetapi
sebagiannya memandang sebagai lebihan, karena pada dasarnya
kitab itu sudah memenuhi syarat untuk disebut kitab tafsir.
C. Biografi Ahmad Musthafa Al-Maragi
1. Sejarah Keluarga Al-Maragi
Nama lengkapnya adalah Ahmad Mustafa bin Muhammad
bin Abdul Mun‟in al-Qodhi Al-Maragi. Beliau dilahirkan pada
tahun 1300 H/1883 M di desa al-Maragha yaitu sebuah desa di
propinsi Suhaj, sekitar 700 Km arah selatan kota Kairo. Al-
Maragi wafat pada usia 71 tahun (1371H/1952 M) di Hilwan,
sebuah kota keil di sebelah selatan kota Kairo. Ia berasal dari
keluarga ulama yang sangat tekun dan taat dalam mengabdikan
diri kepada Allah dan ilmu pengetahuan. Al-Maragi lahir di kota
Maragha, sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil. Nama
kota kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi
nisbah (nama belakang) bagi dirinya, bukan keluarganya.46
Ia mempunyai 7 saudara, Lima diantaranya laki-laki, yaitu
Muhammad Musthafa Al-Maragi (pernah menjadi Grand Syekh
al-Azhar), Abdul Aziz Al-Maragi, Abduallah Musthafa Al-
Maragi, dan Abdul Wafa‟ Musthafa Al-Maragi. Hal ini harus
45 Abu Syuhbah, al-Isyrailliyat wa Mawdhu‟at fi Kutub al-Tafsir,
(Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1408 H) hlm 134
46
Saiful Amin Ghofur,Para Profil Mufassir AL-Qur‟an,(Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani2008) hlm 151
34
diperjelas sebab seringkali terjadi salah kaprah tentang siapa
penulis tafsir Al-Maragi diantara kelima putra Musthafa itu.
Kesalahpahaman ini terjadi karena Muhammad Musthafa
Al-Maragi (kakaknya) juga dikenal sebagai seorang mufassir.
Sebagai mufassir, Muhammad Musthafa juga melahirkan
sejumlah karya tafsir, hanya saja ia tidak meninggalkan karya
tafsir al-Qur‟an secara menyeluruh. Ia hanya menulis tafsir al-
Qur‟an, seperti surah al-Hujurat dan lain-lain. Dengan demikian,
jelas yang dimaksud disini sebagai penulis tafsir Al-Maragi
adalah Ahmad Musthafa Al-Maragi, adik kandung Muhammad
Musthafa Al-Maragi.
Setelah menamatkan studinya, Al-Maragi mengabdikan
diri diberbagai madrasah. Beliau menjadi guru dibeberapa sekolah
menengah. Kemudian diangkat sebagai Direktur Mu‟allimin di
Fayyun yaitu sebuah kota kira-kira 300 km sebelah barat daya
kota Kairo. Pada tahn 1916, beliau diangkat menjadi dosen Arab
dan ilmu Syari‟ah di Sudan. Selain sibuk mengajar, Al-Maragi
juga giat mengarang buku ilmiah salah satu buku yang berhasil
dikarangnya adalah „Ulum al-Balaghah. Pada tahun 1920, beliau
kembali ke Kairo dan diangkat sebagai dosen Bahasa Arab dan
ilmu Syariah di Dar al-Ulum sampai pada tahun 1940. Di masa
itu, beliau juga dinobatkan menjadi dosen Balagha dan sejarah
Kebudayaan Islam di Fakultas Adab Universitas al-Azhar.47 Pada
tahun 1361 H, al-Marghi mendapat penghargaan Mursyid al-
Tulab dari raja Faruq atas jasanya disalah satu madrasah. Pada
tahun 1928 M tepatnya di bulan Mei pada usia 47, Al-Maragi
diangkat menjadi rektor termuda sepanjang sejarah di Universitas
al-Azhar, Kairo, Mesir.
2. Pendidikan Al-Maragi
Beliau memperoleh pendidikan mengenai dasar-dasar
agama Islam dari keluarganya. Sejak kecil ia didorong kedua
orang tuanya untuk mempelajari al-Quran dan Bahasa Arab dikota
47 Departemen Agaama, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1993) hlm 696
35
kelahirannya. Selanjutnya ia masuk pendidikan dasar di sebuah
madrasah, di madrasah inilah beliau tekun belajar al-Qur‟an dan
menghafalkannya, sampai ketika usianya mencapai 13 tahun ia
sudah menghafal 30 juz dari al-Qur‟an.
Disamping itu, ia mempelajari tajwid dan dasar-dasar
sejarah sampai tamat pendididkan tingkat menengah tahun 1314
H/1897 M.48 Atas persetujuan orang tuannya, Al-Maragi
melanjutkan pendidikannya ke Universitas al-Azhar dan
Universitas Darul „Ulum di Kairo pada tahun 1314 H/ 1897 M.
Dengan kesibukannya di dua perguruan tinggi ini, Al-Maragi
dapat disebut sebagai orang ulet, sebab keduanya berhasil
diselesaikan pada saat yang sama, tahun 1909 M.49 Terlihat
kecerdasan Al-Maragi sehingga menyelesaikan studinya pada
tahun yang sama dan tercatat sebagai alumnus terbaik dan
termuda. Di dua universitas tersebut beliau mendapatkan
bimbingan langsung oleh tokoh ternama dan merupakan ahli
dalam bidangnya. Guru imam Al-Maragi sebagai berikut: Syekh
Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Bukhait al-Muthi‟i,
Ahmad Rifa‟i al-Fayumi dan Husain al-Adawi. Karena jasa para
gurunya tersebut Al-Maragi menjadi intlektual muslim yang
menguasai berbagai cabang keilmuan dan menjadi ulama yang
menghasilkan banyak karya lahirlah ratusan bahkan ribuan
ulama/cendekiawan yang ahli dan mendalami agama Islam.
3. Karya-karya Al-Maragi
Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut:
1.) Tafsir Al-Maragi (merupakan karya yang terbesar)
2.) ulum al-Balaghah
3.) Hidayah al-Thalib
4.) Tahzib al-Taudhih
5.) Bhut wa Ara‟
6.) Tarikh „Ulum al-Balaghah wa Ta‟rif bi Rijaliha
48Ibid, hlm 151
49
Ibid, hlm 98
36
7.) Mursyid al-Tullab
8.) Al-Mujaz fi al-Adab al-Arabi
9.) al-Mujaz fi Ulum al-Ushul
10.) dan lai-lain.50
5. Pemikiran Al-Maragi
Di dalam kitab al-mufassirun hayatuhum wa
manhajuhum, syekh Ali iyazi menyebutkan bahwa Ahmad
Musthafa Al-Maragi memiliki mazhab Asy-Syafi‟i al-Asy‟ary.
Penafsiran Al-Maragi dipengaruhi oleh gurunya yaitu,
Muhammad abduh.51
D. Tafsir Al-Maragi
1. Sistematika Tafsir Al-Maragi Sistematika tafsir Al-Maragi sebagai berikut52 :
a. Menyampaikan ayat-ayat diawal pembahasan
Pada setiap pembahasan ini, beliau memulai
dengan satu, dua atau lebih ayat al-Qur‟an, yang
kemudian disusun sedemikian rupa sehingga memberikan
pengertian yang menyatu.
b. Penjelasan kata-kata (Tafsir Mufradat)
Kemudian beliau juga menyertakan penjelasan-
penjelasan kata secara bahasa jika memang terdapat kata-
kata dianggap sulit untuk dipahami oleh para pembaca.
c. Pengertian ayat secara ijmali (global)
Beliau juga menyebutkan makna ayat secara
ijmali (global) dengan maksud memberikan pengertian
ayat-ayat diatas secara global, sehingga sebelum
memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama
50Ibid, hlm 165
51
Departemen Agaama, Ensiklopedi Islam,....hlm 256
52
Ahmad Musthafa al-Maragi, Terjemah Tafsir al-Maragi, Penerjemah
Ansori Umar S Dkk, (Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1992) cet II, hlm
17-23
37
para pembaca terlebih dahulu mengetahui ayat-ayat
secara global.
d. Asbab al-Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)
Selanjutnya, beliau menyertakan bahasan asab al-
nuzul jika terdapat riwayat shahih dari hadist yang
menjadi pegangan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an.
e. Mengesampingkan istilah-istilah yang
bertentangan dengan ilmu pengetahuan
Di dalam tafsir ini, sengaja kami
mengesampingkan istilah yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan. Misalnya, ilmu sharaf, ilmu nahwu, ilmu
balaghah, dan lain sebagainya.
Walaupun masuknya ilmu-ilmu tersebut dalam
tafsir sudah terbiasa dikalangan mufassir terdahulu.
Menurutnya, masuknya ilmu-ilmu tersebut justru
merupakan penghambat bagi pembaca di dalam
mempelajari ilmu-ilmu tafsir.
f. Seleksi terhadap kisah-kisah yang terdapat pada
kitab-kitab tafsir
Beliau menganggap langkah yang baik jika
pembahasan ayat-ayat nanti tidak menyebutkan masalah
yang berkaitan erat dengan cerita orang terdahulu. Kecuali
jika cerita tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip agama yang sudah diperselisihkan.
2. Corak dan Model Tafsir Al-Maragi
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa metode penafsiran
ayat–ayat al Qur‟an telah dibagi menjadi empat macam yaitu:
metode tahlili (analisis), metode ijmali (global), metode muqarin
(komparatif), dan metode maudhu‟i (tematik). Sedangkan metode
yang digunakan dalam penulisan tafsir Al-Maragi adalah metode
tahlili (analisis) dan metode ijmali (global).53 Sebab dalam
53 Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir ,…. hlm 426
38
tafsirnya ia menggunakan metode baru dalam menafsirkan ayat
al-Qur‟an.
Dari sisi metodologi, Al-Maragi bisa disebut telah
mengembangkan metode baru. Bagi sebagian pengamat tafsir, Al-
Maragi adalah mufasir yang pertama kali memperkenalkan
metode tafsir yang memisahkan antara “uraian global” dan
“uraian rincian”, sehingga penjelasan ayat-ayat di dalamnya
dibagi menjadi dua kategori, yaitu menggunakan metode ijmali
dan metode tahlili.54
Corak yang dipakai dalam tafsir Al-Maragi adalah adabi
ijtima‟55, salah satu corak baru dalam periode tafsir modern.
Tokoh pencetus corak ini ialah Muhammad Abduh, lalu
dikembangkan oleh sahabat sekaligus muridnya Rasyid Ridho
yang selanjutnya diikuti oleh mufasir lain salah satunya Mustafa
Al-Maragi.56 Dalam uraian kitab tafsirnya menggunakan bahasa
indah dan menarik dengan berorientasi pada sastra, kehidupan
budaya dan kemasyarakatan. Merupakan corak tafsir yang
menguraikan ayat al-Qur‟an yang rumit maknanya diungkapkan
menggunakan gaya bahasa menarik dan indah, kemudian ayat
tersebut diterapkan dalam hukum kemasyarakatan dan undang-
undang beradaban. Sebagai suatu pelajaran bahwa al-Qur‟an
diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan individu maupun
masyarakat.
Imam Al-Maragi memberikan penjelasan kepada pembaca
mengenai motode yang digunakan dalam kitab tafsir tersebut,
sehingga memperoleh penjelasan yang jelas. Sedangkan metode
yang digunakan penulisan tafsir Al-Maragi adalah metode tahlili
(analitis), sebab hal itu dilihat dari cara beliau menafsirkannya
dengan memulai mengelompokan ayat-ayat menjadi satu
54 Nashiruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur‟an,…. hlm 24-27
55
Ali Hasan al-„Aridh, Tarikh „ilm at-Tafsir wa Manahij al-Mufasirin
(Jakarta: CV
Rajawali Pers, 1992) hlm 72
56
Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia,
2006) hlm 253
39
kelompok lalu menjelaskan pengertian kata-kata, maknanya
secara ringkas, dan disertai asbabun nuzul, kemudian munasabah
ayatnya. Pada bagian akhir, beliau memberikan penafsiran yang
lebih rinci mengenai ayat tersebut.
Kemudian, dari segi sumber yang digunakan selain
menggunakan ayat dan atsar, Al-Maragi juga menggunakan ra‟yi
(nalar) sebagai sumber dalam menafsirkan ayat-ayat. Namun
perlu diketahui, penafsirannya yang bersumber dari riwayat
(relatif) terpelihara dari riwayat yang lemah (dha‟if) dan susah
diterima akal atau tidak didukung oleh bukti-bukti secara ilmiah.
Hal ini diungkapkan oleh Al-Maragi sendiri pada
muqaddimahnya tafsirnya ini. Al-Maragi sangat menyadari
kebutuhan kontemporer.
Dalam konteks kekinian, merupakan keniscayaan bagi
mufasir untuk melibatkan dua sumber penafsiran („aql dan
naql).57 Di sini dijelaskan bahwa suatu ayat itu uraiannya bersifat
analisis dengan menggunakan berbagai pendapat dan didukung
oleh fakta-fakta dan argumen yang berasal dari al-Qur‟an.
4. Cara Penafsiran Al-Maragi
Penafsiran Al-Maragi dipengaruhi oleh gurunya yakni
Muhammad Abduh. Al-Qur‟an menurut Muhammad Abduh tidak
hanya berbicara kepada hati, tetapi juga akal pikiran, disesuaikan
dengan keadaan pada masa itu, kerena betapa pentingnya
kedudukan akal dalam memahami Islam.58
Keterpengaruhan Al-Maragi terhadap tafsir tersebut sulit
disangkal sebab keduanya merupakan guru yang memberi
bimbingan ilmu tasir kepada al- Maragi dan mendidiknya. Bahkan
sebagian ulama berpendapat bahwa Tafsir Al-Maragi adalah
penyempurna Tafsir al-Manar.
5. Pandangan Ulama Mengenai Tafsir Al-Maragi
Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam kitab
At-Tafsir wa Al-Mufassirun dijelaskan bahwa, sesungguhnya Al-
57 Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi,…. hlm 4
58
Departemen Agama, Ensiklopedia Islam,…. hlm 256
40
Maragi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an sangat berhati-
hati, beliau tidak berani menuangkan hasil ijtihadnya sebelum
terlebih dahulu ia perhatikan beberapa aspek yang dianggapnya
lebih penting dalam menafsirkan suatu ayat itu.59
Beberapa aspek tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu mencari penafsiran dari ayat lain
mengenai kandungan suatu ayat. Karena adakalanya suatu
ayat dianggap mujmal di satu tempat, tetapi tidak di
tempat lain. Setelah dia memperhatikan penafsiran yang
diambil dari ayat Al-Qur‟an itu sendiri, kemudian dia
mencari penjelasan dari Rasulullah SAW dalam bentuk
hadits, dengan terlebih dahulu diseleksinya, kemudian dia
mengambil hadits-hadits yang menurutnya jalan
periwayatannya benar.
b. Dia mencari serta memperhatikan penjelasan yang
datangnya dari ulama salaf, baik ulama salaf yang berasal
dari sahabat atau ulama yang berasal dari kalangan tabi‟in.
Setelah itu dia memperhatikan dari aspek uslub
kebahasaan. Bahkan dia senantiasa memperhatikan
berbagai sunnatullah yang terjadi dan berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia dalam kauniah ini.
c. Al-Maragi juga selalu mengkaji dan memahami dari
kitab-kitab tafsir yang terdahulu. Dengan keshalihan serta
kewara‟annya dia tidak berani mengungkapkan
pendapatnya sebelum kesemua aspek diatas itu dia
peroleh.
59 Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir Al-Maragi, …
hlm 16
41
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Interpretasi Tauhid pada Surat An-Naas
1. Aplikasi Interpretasi Tafsir Mafātih Al-Gaib
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, dalam al-
Qur‟an terdapat beberapa ayat yang menerangkan tentang tauhid,
namun disini penulis akan membahas penafsiran tauhid dalam
surat an-Naas yang berbunyi:
ه ٱنىبط ٢مهك ٱنىبط ١قم أعىر بشة ٱنىبط ٤مه شش ٱنىعىاط ٱنخىبط ٣إن
٦مه ٱنجىت وٱنىبط ٥ٱنز ىعىط ف صذوس ٱنىبط
Artinya:
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan
manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa
bersembunyi. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada
manusia. dari (golongan) jin dan manusia.
a. Memohon Perlindungan Kepada Allah.
Firman Allah dalam surat ini قم أعى ر بشة انىب ط
menunjukan bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta,
akan tetapi disini khusus disebutkan bahwasanya Allah
adalah Tuhan manusia. Penjelasan al-Razi ini
mengemukakan bahwa manusia berlindung dari syaitan
yang mengganggu hati manusia. Bahwa yang diperintah
memohon pertolongan adalah manusia, maka dari itu
ketika seorang hamba membaca ayat ini seoalah ia berkata
“Wahai Tuhanku, Wahai Penguasaku, Wahai
Sesembahanku”.
42
b. Pengakuan dan Penyembahan Kepada Allah
Dalam menafsirkan “مهك انىب ط. إنه انىب ط” al-Razi
menyampaikan bahwa kedua lafad tersebut adalah atof
bayan membutuhkan kejelasan yang lebih, semula Allah
di sifati سة انىبط (Tuhan manusia), lalu Allah menjelaskan
dengan firman-Nya مهك انىبط (Yang merajai/Menguasai
manusia), selanjutnya إنه انىب ط (sesembahan manusia) itu
khusus hanya bagi Allah SWT.
c. Dijauhkan Dari Godaan Syaitan Selanjutnya dalam menjelaskan “ مه شش انىعىاط
/menurut al-Razi adalah “godaan syaitan ”انخىبط
mengganggu manusia agar perpaling kepada Allah”
Diceritakan dari Saib Ibnu Jabir bahwa “ketika seseorang
ingat kepada Tuhannya maka setan akan mundur
(menjauh) dan berpaling, dan ketika ia lupa kpada
Tuhannya, setan akan mengganggu atau menggodanya
kembali.
Firman Allah انزي ىعىط ف صذوسانىبط. مه انجىت
انىبطوا adalah seakan manusia memohon perlindungan
pada Allah dari godaan atau gangguan setan, kemudian
memohon perlindungan dari semua golongan jin dan
manusia.
Penafsiran al-Razi tentang “انىبط” memuat arti jin
dan manusia adalah sebuah riwayat yang mengatakan
“telah datang sekelompok dari jin, kemudian ditanyakan
pada mereka, “siapa kalian?” ...mereka menjawab...” kami
adalah manusia dari golongan jin”. Kemudian Allah juga
menyebut mereka (jin) dengan kata “سجبل” (laki-laki)
dalam firman-Nya: مه اإلوظ عىرون بشجبل مه وأوه كبن سجبل
maka disini diperbolehkan menyebut mereka (jin) انجه
dengan menggunakan kata وبط (manusia).
Dengan keterangan dan uraian diatas, maka ayat
ini bermakna gangguan atau godaan setan yang
bersembunyi/berpaling itu tidak hanya menyasar dan
43
menyesatkan manusia, akan tetapi juga menyasarkan dan
menyesatkan golongan mereka sendiri yaitu golongan jin.
Dengan demikian sudah selayaknya orang yang berakal
takut atau khawatir akan keburukan setan tersebut.
d. Poin Penafsiran Konsep Tauhid Imam al-Razi menjelaskan bahwa seorang hamba
akan mengetahui bahwa Tuhannya adalah pemberi nikmat
yag telah ia terima, baik dhohir maupun batin, disinilah
Allah berkedudukan sebagai سة (Tuhan: menunjukkan
dalil tauhid rububiyah). Pengenalan (makrifat) seorang
hamba akan selalu bertansformasi, mulai dari pengenalan
sifat-sifatn-Nya, keagungan-Nya dan ketidakbutuhan-Nya
terhadap makhluk akan muncul pengetahuan baru yaitu
Allah berkedudukan sebagai مهك (Raja/Penguasa:
menunjukkan dalil tauhid rububiyah) yang berarti bahwa
Allah dibutuhkan makhluk-Nya dan tidak membutuhkan
yang lainnya. Selanjutnya ketika manusia mengetahui
bahwa ibadah menjadi kewajiban dan mengetahui bahwa
zat sesembahannya berhak atas ibadah yang
dikerjakannya, maka manusia akan mengetahui bahwa
Allah adalah sang إنه (sesembahan: menunjukan dalil
tauhid uluhiyah).
Menurut penulis ayat ini termasuk kedalam tauhid
asma wa sifat, dikarenakan Allah Maha
Pelindung/Penjaga (al-Muhaimin) yaitu memerintah dan
mengawasi/melindungi segala sesuatu. Dalam surat ini
terdapat makan tersirat yaitu zat yang dimohon
perlindungan untuk keselamatan spiritual (agama).
Demikianlah al-Razi dalam menafsirkan surat an-
Naas ini, sebelum beliau menguraikan pendapatnya,
terlebih merujuk munasabah ayat dan hadis untuk
memperkuat pendapatnya. Corak yang dipakai dalam
menafsirkan surat an-Naas ini adalah saintis
(pengetahuan) dengan mengutamakan munasabah ayat.
2. Aplikasi Interpretasi Tafsir Al-Maragi
44
Imam Al-Maragi dalam tafsirnya memisahkan
antara “uraian global” dan “uraian rincian”, sehingga
penjelasan ayat-ayat di dalamnya dibagi menjadi dua
kategori, yaitu metode ijmali dan metode tahlili.
Penelitian yang dilakukan penulis penafsiran ayat tauhid
dalam surat an-Naas sebagai berikut60.
a. Penafsiran kata-kata sulit61
Yang memelihara, Yang : (Rabbun-Naas) سة ٱنىبط
menumbuhkan dan Yang memelihara manusia.
Yang menggoda atau : (Al-Waswaas) ٱنىعىاط
membisikkan niat jahat ke dalam hati.
: asal katanya adalah al-khunus : (Al-Khannaas) ٱنخىبط
kembali dan menyembunyikan diri.
mufrad-nya jin, artinya ialah : (Al-Jinnah) ٱنجىت
jin. Sama halnya insun dan insiyyun, yang berarti
manusia. Mereka yang telah berani membuat tuhan,
padahal mereka adalah manusia biasa.
b. Meminta Pertolongan Kepada Allah
Penafsiran ayat قم أعىر بشة ٱنىبط menurut al-
Maragi diperintahkan agar minta pertolongan kepada
Yang memelihara manusia dengan berbagai kenikmatan-
Nya, dan Yang mendidik mereka dengan berbagai cobaan.
c. Allah Pengatur Segalanya
Selanjutnya dalam menjelaskan مهك ٱنىبط al-
Maragi berpendapat bahwa Yang memiliki manusia dan
60 Ibid, hlm 473
61
Ahmad Musthafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi,
penerjemah: Bahuddin Abu Bakar, (Semarang: Thoha Putra, 1993) hlm 472
45
Yang mengatur ihwal mereka, dengan menetapkan
hokum-hukum syariat untuk keahagiaan dunia dan
akhirat.
d. Allah Pengausa Manusia
Firman Allah ه ٱنىبط artinya bahwa Yang إن
menguasai manusia hati mereka dengan keagungan-Nya.
Manusia tidak akan mengetahui keadaan dan batas
kekuasaan-Nya, karena Allah selalu mengatahui apa yang
terdapat di dalam hati manusia. Sebab, setelah sang
hamba mengetahui dan berpikir, ia akan mengerti bahwa
hanya Allah-lah yang wajib ditaati, diagungkan dan
disembah.
Di sini dikatakan, “Allah Yang memelihara
manusia dan Yang memiliki mereka. Allah adalah
Pemelihara segala sesuatu dan pemilik segala sesuatu itu.”
Cukup kiranya bagi kita untuk memahami masalah-
masalah tersebut dengan menghayati ayat-ayat berikut ini:
وٱنمغح ٱبه مشم ومب أمشوا ه دون ٱلل ىهم أسبببب م ٱتخزوا أحببسهم وسهب
ه إال إن حذا ال هب و ب ششكىن إال نعبذوا إن ىهۥ عم هى عبح
Artinya:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan
rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga
mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam,
padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang
Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”
(At-Taubah (9): 31)
ئكت وٱنىب غهمىن وال أمشكم أن تتخزوا ٱنمه ه أسبببب أأمشكم بلنكفش بعذ إر أوتم م
Artinya:
46
“Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu
menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan.
Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di
waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?" (Ali-Imran
(3): 80)
e. Jauhkan Dari Kejahatan Syaitan
Kemudian Allah berfirman مه شش ٱنىعىاط ٱنخىبط
“Selamatkanlah kami wahai Tuhan, dari kejahatan
syaitan yang tak tampak dan selalu menggoda” Setan itu
selalu datang membawa kebatilan.62
Melalui ayat ini Allah menggambaran tentang
godaan ini melalui firman-Nya: “Sesungguhnya godaan
yang memasuki hati manusi ini, terkadang datang dari
jin dan manusia”. Seperti firman Allah :
وظ وٱنجه طه ٱإل ا ش عذو نك جعهىب نكم وب وكز
Artinya:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap
nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia
dan (dan jenis) jin . . . .” (Al-An‟am (6) : 112)
Setan dari golongan jin itu, sekali-kali menggoda,
kemudian pergi, datang lagi untuk menggoda. Begitu juga
dengan setan dari jenis manusia. Ada sebuah hadis yang
menyatakan bahwa Rasulallah SAW pernah bersabda:
عمب حذ ثت به اوفغهب مب نم تعمم اوتتكهم به ت ان هللا عض وجم تجب وص ل م
Artinya:
“Sesungguhnya Allah memberi ampunan kepada
umuatku tentang apa yang dibisikkan di dalam hatinya
62 Ibid, hlm 475
47
(oleh setan), selama ia belum pernah melakukannya”.
(H.R Muslim dari Abu Hurairah).
Disini dikatakan bahwa godaan tersebut berada di
dalam hati. Bukankah anda sering mengatakan bahwa
“Sesungguhnya ragu-ragu itu adalah bisikan yang ada di
dadamu”. Jadi, perasaan ragu itu hanya berada di dalam
jiwa (hati) dan akal seseorang. Jalannya pemikirkan itu
melalui akal, kemudian merembet ke peredaran darah dan
denyut jantung, sehingga dada terasa sesak atau lega.
Al-Ustad imam Muhammad Abduh mengatakan
bahwa orang-orang yang suka mengggoda itu terdapat dua
orang yaitu: “ Pertama, dari golongan jin, mereka adalah
makhluk yang tidak bias melihatnya. Setan inilah yang
selalu mengiring manusia ke jurang kejahatan, membisiki
batin manusia dengan bisikan jahat. Kedua, dari kalangan
manusia, godaan mereka dapat kita saksiakan dengan
mata kepala sendiri, dan dapat kita dengar melalui
telinga.” Surah ini diawali dengan Rabbin Naas
pengertiannya adalah pemelihara manusia yang bias
menolak godaan setan.
f. Point Penafsiran Konsep Tauhid
Menunjukkan dalil tauhid dengan سة ٱنىبط
menyebutnya sebagai sifat Allah yakni rububiyah
(Ketuhanan) disebutkan terlebih dahulu dengan maksud
karena hal tersebut merupakan nikmat Allah yang luar
biasa yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya.
Selanjutnya مهك ٱنىبط termasuk bukti sifat malikiyah
(Yang memiliki, Yang merajai) karena seorang hamba
baru merasakan hal tersebut setelah ia mau berfikir.
Disebutkan ه ٱنىبط adalah bukti sifat uluhiyah (Keesaan إن
penyembahan-Nya). Kemudian ayat 4-6 termasuk
kedalam tauhid asma wa sifat, dikarenakan Allah Maha
Pelindung/Penjaga (al-Muhaimin) yaitu memerintah dan
48
mengawasi/melindungi segala sesuatu. Seperti dalam
penafsiran ayat lainnya, al-Maragi menguatkan
argumennya, secara khusus dia melakukan “kajian
riwayat”. Dalam ayat ini dia menyebutkan beberapa ayat
dan hadis yang berhubungan dengan ayat tersebut,
kemudian menyebutkan pandang mufassir yang
mendukung argumennya.
B. ANALISA KOMPARATIF TAFSIR Dari uraian klasifikasi penafsiran al-Razi dan al-Maragi
diatas, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan
mengenai perbedaan pandangan kedua mufassir tersebut dalam
penafsiran surat an-Naas.
1. Penafsiran Al-Razi
Menurut penafsiran al-Razi dalam surat an-Naas adalah
pengakuan atas keesaan, kesatuan penyembahan hanya
kepada Allah SWT. Kepercayaan itulah yang namakan
tauhid dengan menyebutkan tauhid rububiyah yaitu سة
إنه kemudian tauhid uluhiyah , مهك انىبط dan انىبط
dan ayat selanjutnya masuk pada tauhid asma waانىبط
shifat.
2. Penafsiran Al-Maragi Menurut penafsiran al-Maragi tentang surat an-
Naas bahwa dalam surat ini, penyebutan sifat rububiyah
disebutkan terlebih dahulu dengan maksud karena hal
tersebut merupakan nikmat Allah yang luar biasa yang
dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya. Setelah itu
diturunkan sifat malikiyah (Yang memiliki, Yang merajai)
karena seorang hamba baru merasakan hal tersebut setelah
ia mau berfikir. Untuk yang ketiga, disebutkan sifat
uluhiyah (Keesaan penyembahan-Nya). Sebab, setelah
sang hamba mengetahui dan berpikir, ia akan mengerti
49
bahwa hanya Allah-lah yang wajib ditaati, diagungkan
dan disembah.
3. Perbedaan Penafsiran Perbedaan penafsiran dari kedua tokoh tersebut
adalah al-Razi menafsirkan مهك انىبط adalah (Yang
Merajai/Menguasai manusia) yang berarti bahwa Allah
dibutuhkan oleh makhlukNya dan tidak membutuhkan
yang lainnya. sebagai bukti tauhid rububiyah. Al-Maragi
menafsirkan مهك انىبط yaitu Yang memiliki manusia dan
Yang mengatur ihwal mereka. Menurutnya lafad tersebut
termasuk tauhid yang bersifat mulkiyah.
Bahwa setiap mufasir akan berusaha dalam
menafsirkan ayat al-Qur‟an agar hasil tafsirannya tersebut
dapat mudah dipahami dan bias diterima oleh masyarakat
pada umumnya, dalam penulisan Mafātih al-Gaib dan Al-
Maragi penulisannya telah menggunakan bahsa yang
mudah dipahami dan mudah dimengerti, sehingga sampai
sekarang ini, kedua tafsir tersebut masih banyak sekali
tanggapan yang positif di mata masyarakat. Al-Razi
dalam menafsirkan al-Qur‟an berhubungan dengan ilmu
pengetahuan (saintis) selalu menafsirkan dengan balaghah
lain halnya dengan al-Maraghi menafsirkan ayat-ayat
selalu berhubungan dengan kehidupan masyarakat.
Bagi Mafātih al-Gaib dan Al-Maragi yang
berkaitan dengan penafsiran surat an-Naas, khususnya
dalam menafsirkan ayat-ayat tentang kalimat tauhid
mereka berdua memepunyai perbedaan tersendiri dalam
menafsirkannya. Perbedaan penafsiran mereka terhadap
konsep tauhid terlihat begitu menyolok sekali. Hal ini
disebabkan karena keduanta telah memiliki pandangan
dan corak tafsir yang berbda, namun penulis mencoba
untuk menilai pendapat kedua penafsir tersebut.
4. Persamaan Penafsiran
50
Kesamaan penafsiran dari kedua tokoh tersebut
terhadap surat an-Naas adalah bahwa mereka berdua sma-
smaa membahas tentang tauhid.
Penulis berpendapat bahwa diantara kedua
pendapat mufasir tersebut, penulis lebih condong kearah
al-Maragi, alasanya karena tafsir al-Maragi coraknya
adabi al-Ijtima‟I yakni tafsir yang diuraikan dengan
bahasa yang indah dan menarik dengan orintasi pada
sastra kehidupan budaya dan masyarakat, dan tidak
mengarah atau cenderung pada satu bidang disiplin dalam
keilmuan, dengan mengabaikan bidang-bidang studi
lainnya.
Al-Razi bercorak saintis (tafsir yang
kecenderungan tafsirnya membahas tentang filsafat, ilmu
kalam, dan ilmu alam seperti astronomi geografi dan
sebagainya). Menyebabkan tafsir ini dikategorikan
sebagai tafsir saintis (ilmu pengetahuan). Metode yang
dipakai al-Razi dlam menafsirkan al-Qur‟an adalah
metode tahlili. Salah satu yang menonjol dalam tahlili
(analisis) adalah bahwa seorang mufassir akan berusaha
menganalisis berbagai dimensi yang terdapat dalam ayat
yang ditafsirkan. Maka baiasanya mufassir akan
menganalisis dari segi abahsa, asbab al-nuzul, nask
mansukh dan alain-lain. Namun biasanya metode tahlili
tidak mamapu menyajikan sebuah tafsir yang
komprehensif, sehingga seringkali terkesan parsial.
Fakhrudin al-Razi dalam menafsirkan surat an-
Naas cenderung pada perspektif munasabah ayat untuk
mengungkap rahasia makna kandungan al-Qur‟an yaitu
munasabah antara awal surat yang berdampingan,
munasabah antara bagian awal satu dengan yang lainnya.
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada
bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan dari tulisan ini
dengan merujuk kepada rumusan masalah sebagainn berikut:
1. Tauhid merupakan ilmu yang usia. membahas
tentang ketetapan kepercayaan agama yang
mengesakan Allah karena obyek pembahasan ilmu
ini adalah dzat Allah. Menurut Mafātih al-Gaib
dalam surat an-Naas adalah pengakuan atas
keesaan, kesatuan penyembahan hanya kepada
Allah SWT. Kepercayaan itulah yang namakan
tauhid dengan menyebutkan tauhid rububiyah
yaitu سة انىبط dan انىبطمهك , kemudian tauhid
uluhiyah إنه انىبط dan ayat selanjutnya masuk pada
tauhid asma wa shifat. Menurut penafsiran al-
Maragi tentang surat an-Naas bahwa dalam surat
ini, penyebutan sifat rububiyah disebutkan
terlebih dahulu dengan maksud karena hal tersebut
merupakan nikmat Allah yang luar biasa yang
dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya. Setelah
itu diturunkan sifat malikiyah (Yang memiliki,
Yang merajai) karena seorang hamba baru
merasakan hal tersebut setelah ia mau berfikir.
Untuk yang ketiga, disebutkan sifat uluhiyah
(Keesaan penyembahan-Nya). Sebab, setelah sang
hamba mengetahui dan berpikir, ia akan mengerti
bahwa hanya Allah-lah yang wajib ditaati,
diagungkan dan disembah.
2. Mafātih al-Gaib sebagai tafsir bi al-Ra‟yi, metode
yang dipakai al-Razi dalam menafsirkan al-Qur‟an
adalah metode tahlili dan bercorak saintis (tafsir
yang kecenderungan tafsirnya membahas tentang
52
filsafat, ilmu kalam, dan ilmu alam seperti
astronomi geografi dan sebagainya).
Menyebabkan tafsir ini dikategorikan sebagai
tafsir saintis (ilmu pengetahuan). Sedangkan
metode yang digunakan dalam penulisan tafsir Al-
Maragi adalah metode tahlili (analisis) dan
metode ijmali (global). Corak yang dipakai al-
Maragi adalah adabi al-Ijtima‟I yakni tafsir yang
diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik
dengan orintasi pada sastra kehidupan budaya dan
masyarakat, dan tidak mengarah atau cenderung
pada satu bidang disiplin dalam keilmuan, dengan
mengabaikan bidang-bidang studi lainnya.
3. Perbedaan konsep tauhid dalam surat an-Naas al-
Razi menafsirkan مهك انىبط sebagai bukti tauhid
rububiyah, menggunakan metode tahlili dan corak
yang dipakai dalam menafsirkan ayat adalah
saintis (ilmu pengetahuan). Sedangkan Al-Maragi
menafsirkan مهك انىبط yaitu Yang memiliki
manusia dan Yang mengatur ihwal mereka,
termasuk tauhid yang bersifat mulkiyah,
menggunakan metode baru yakni menafsirkan
ayat dengan tahlili dan ijmali dan corak yang
dipakai adalah adabi al-Ijtima‟I.
B. Saran-saran
Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan tentang
tauhid pada surat an-Naas dalam al-Qur‟an yang menggunakan
tafsir Mafātih al-Gaib karya Fakhruddin al-Razi dan Al-Maragi
karya Ahmad Musthafa Al-Maragi dengan metode muqarin.
Maka dari itu penulis berharap kemudian hari ada penulis yang
menyempurnakan penelitian ini dengan bahasa dan penafsiran
yang lebih luas lagi. Karena penulis sadar kesimpulan akhir dari
skripsi ini tidak menutup kemungkinan ada kesimpulan lain dari
analisis yang dilakukan penulis.
Penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih
komprehensif, terhadap ayat-ayat tauhid dalam al-Qur‟an dan
53
tidak hanya menggunakan dua kitab tafsir tersebut. Terakhir,
semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit
pengetahuan untuk penulis khususnya, para pembaca sekalian dan
orang lain pada umumnya. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
54
Abdualah al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bi. Kitab Tauhid 1 (satu),
Penerjemah: Agus Hasan Bashori (Jakarta: Darul Haq,
1998)
Abdul, Al-Farmawi Hayy. 2002. Metode Tafsir maudhu‟I dan
Cara Penerapanya, terj. Rosihon Anwar. Bandug;
Pustaka Setia.
Abduh, Muhammad. Risalah Tauhid, Penerjemah: Firdaus A. N,
(Mesir: al-Manar, 1353 H)
Afandi, Sayid Husain. Penerjemah: Fadli Said An-Nadwi,
Khushunul Khamidiyah Ilmu Tauhid (Benteng Iman),
(Surabaya: Al-Hidayah, 1421 H)
Ahmad, Khursid dkk. Islam Sifat, Prinsip Dasar Dan Jalan
Menuju Kebenaran, (Jakarta: Srigunting, cet V 2002)
Ahmad bin Faris, Abu Husain. Mu‟jam Maqoisul LughohJilid 6,
(Mesir: Darul al-Fikri, 395 H)
Al-Buraikan, Muhammad Bin Abdullah. Pengantar Studi Aqidah
Islam, penerjemah: , Ibrahim (Jakarta: Pustaka Ilmu,
1998)
Al-Maragi,Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi,
Penerjemah Ansori Umar S Dkk, (Semarang: PT Karya
Thoha Putra, 1992)
al-Razi, Fakhrudin Roh Itu Misterius, Editor: Muhammad Abd al-
Aziz al-Hillawi. Penerjemah: Muhammad Abdul Qadir al-
Kaf (Jakarta: Cendikia Sentra Muslim, 2001)
al-Qur‟an al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia Ayat Pojok,
(Kudus: Menara Kudus: 2006)
55
al-„Umari, Ali Muhammad Hasan. al-Imam Fakh al-Din al-Razi:
Hayatuhu wa Atsaruhu (al-Majlis al-A‟la al-Syu‟un al-
Islamiyah, 1969)
al-„Aridh, Ali Hasan. Tarikh „ilm at-Tafsir wa Manahij al-
Mufasirin (Jakarta: CV Rajawali Pers, 1992)
Amstrong, Karen. Sepintas Sejarah Islam. Penerjemah Ira Puspita
Rini (Surabaya: Teralitera, 2004)
Ash Shidieqi, Hasbi. Al-Islam Kepertjajaan Kesusilaan Amal
Kebajikan, (Jakarta: Bintang Bulan, 1971)
At-Tamimi, Muhammad Kitab Tauhid, Didownload dari
http://www.vbaitullah.or.id//
Mengungkap Kebathilan Penentang Tauhid, terj: Ainul ..............,
Haris dkk, (Jakarta: Akafa Press, 1997)
Azhari, Muhammad Konsep Pendidikan Sains Menurut Al-Razi,
Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 13 N0. 1, Agustus 2013
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset cet III 2005)
......................., Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset cet I 2005)
Ceylan, Yasin. Theology and Tafsir in Major of Fakhrudin al-
Razi, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1996)
Departemen Agama, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1993)
Ghofur, Saiful Amin. Para Profil Mufassir AL-
Qur‟an,(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani2008)
56
.........., Mozaik Mufasir al-Qur‟an dari Klasik Hingga
Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Kaukaba Dipantara,
2013)
kamus digital Munawir_arab_indo
Misbah, Muhammad Taqi. Monoteisme Tauhid Sebagai Sistem
Nilai dan Akidah Islam, (Jakarta: Lentera, 1996)
Mustaqim, Abdul Madhahibut Tafsir Peta Metodologi Penafsiran
Al-Qur‟an Periode Klasik Hingga Kontemporer,
(Yogyakarta: Nun Pustaka, 2003)
Nata, Abuddin. Kajian Tematik Al-Qur‟an Tentang Ketuhanan,
(Bandung: Angkasa, 2008)
Purnama, Yulian. “Makna Tauhid”, diakses dari
https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html, diakses
pada tanggal 20 januari 2017
Shalih Al-Utsaimin, Muhammad. Syarakh Kasfu
SyubuhatDilengkapi Syarah Ushul Sittah Membongkar
Akar Kesyirikan, Penerjemah: Bayu Abdurrahman,
(Jogjakarta: Media Hidayah, 2004)
Sugiono, Dady. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka)
Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati,
1994)
Shirazi, Dastag. Belajar Mencintai Allah Membasuh Jiwa
Memurnikan Cinta, (Depok: Pustaka Iman)
Subhani, Syaikh Ja‟far. Studi Kritis Faham Wahabi Tauhid dan
Syirik, terj: Muhammad al-Baqi, (Bandung: IKAPI, 1996)
57
Syafe‟i, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka
Setia, 2006)
Syuhbah, Abu. al-Isyrailliyat wa Mawdhu‟at fi Kutub al-Tafsir,
(Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1408 H)
Ushama,Thameem. Mehodologies of The Qur‟an Ezegesis (Kuala
Lumpur: AS Noordeen, 1995)
Qardhawi, Yusuf. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan, terj:
Rahim Haris, (Surabaya: Pustaka Progresif: 1992)
Zaini, Hasan. Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir Al-Maragi,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997)
58
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Data Pribadi / Personal Details
Nama / Name : Lailatul Khodariyah
Alamat / Address : Ds Bandung Rt 01
Rw 04 Wonosegoro,
Kab. Boyolali, Jawa
Tengah
Kode Post / Postal Code : 57382
Nomor Telepon / Phone : 085200521096
Email :
lailatulkhodariyah17@gma
il.com
Jenis Kelamin / Gender : Perempuan
Tgl Kelahiran /Date of Birth : 17 februari 1996
Status Marital / Marital Status : Belum Menikah
Warga Negara / Nationality : Indonesia
Agama / Religion : Islam
Riwayat Pendidikan
Jenjang Pendidikan
: