Konsep Penilaian Investasi RS
-
Upload
nur-lailiyatul-m -
Category
Documents
-
view
201 -
download
11
Transcript of Konsep Penilaian Investasi RS
Konsep penilaian investasi RSPosted on May 26, 2012
I. Latar BelakangRumah sakit sebagai suatu organisasi sosio-ekonomi, seperti organisasi
ekonomi lainnya,memerlukan pembiayaan untuk dapat menjamin kelancaran pelaksanaan
kegiatannya. Mengacu kepada hal tersebut maka dapat dipahami di sini bahwa yang dimaksud
dengan pembiayaan sebetulnya adalah pendanaan (financing) untuk kegiatan. Secara umum, di
rumah sakit hal ini biasanya dikaitkan dengan pembiayaan dua kegiatan pokok yaitu: investasi
dan operasional. Dari kedua kegiatan pokok tersebut, pembiayaan kegiatan operasional
umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan dana yang berasal dari kegiatan layanan
penderita. Tetapi tidak jarang pula terjadi hal di mana kegiatan operasional rumah sakit
memerlukan pendanaan yang relatif tidak sedikit. Dalam hal ini,pembiayaan kegiatan biasanya
dilakukan dengan menggunakan sumber di luar rumah sakit. Di lain pihak, kegiatan investasi
umumnya memerlukan pembiayaan yang relatif besar dan tidak selalu dapat ditunjang dari
penghasilan operasional. Untuk hal ini jelas dibutuhkan sumber pendanaan dari luar rumah sakit.
Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa pembicaraan mengenai struktur pembiayaan rumah
sakit, baik untuk kegiatan investasi dan operasional, harus dikaitkan dengan jenis sumber
pembiayaan yang ada di dalam dan di luar rumah sakit.
1. Pembiayaan Kegiatan Rumah Sakit
a) Pembiayaan Kegiatan Investasi Rumah Sakit
Kegiatan investasi di rumah sakit yang biasanya terjadi dalam bentuk pengadaan alat kedokteran
pada umumnya terkait dengan beberapa hal antara lain :
i). Perluasan spesialisasi tenaga dan peralatan
ii). Obsolesensi alat yang relatif cepat
iii). Penambahan jumlah layanan
iv). Perluasan jenis layanan
Kebutuhan pembiayaan terhadap kegiatan investasi akibat dari hal di atas sering memerlukan
dana yang relatif besar. Dana ini harus dicari dari sumber yang tersedia baik di dalam maupun
(umumnya) di luar rumah sakit. Terdapat beberapa jenis sumber dana dengan karakteristiknya
yang dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan kegiatan
investasi, yaitu :
• Hutang jangka pendek tanpa bunga
• Hutang jangka pendek dengan bunga
• Hutang jangka menengah
• Hutang jangka panjang
• Equity
Adanya karakteristik masing-masing itulah yang kemudian akan membuat pimpinan rumah sakit
harus menentukan pilihan pemanfaatan sumber dana yang paling efisien. Untuk itu, berikut
akan diuraikan secara ringkas kelima sumber tersebut. Hutang jangka pendek tanpa bunga
Jenis dana seperti ini biasanya memang tidak menunjukkan secara eksplisit adanya bunga bila
dana ini dimanfaatkan. Sebetulnya dana ini secara implisit tetap mengandung pengertian ‘bunga’
yaitu dalam bentuk pemahaman terhadap opportunity cost-nya. Di rumah sakit, jenis dana seperti
ini ditemukan dalam bentuk: pembayaran di muka dari penderita dan pembayaran
kredit kepada pemasok (supplier). Pembayaran di muka dapat berasal dari: uang muka penderita,
pembayaran layanan di muka tanpa potongan dan dengan potongan (discount). Dasar
perhitungan dari efisiensi pemanfaatan dana ini terkait dengan beberapa hal penting yaitu :
– Lamanya hari uang telah diterima atau masih ditahan
– Suku bunga bank yang berlaku pada saat itu
– Besarnya rate ofreturndari kegiatan yang meng
Hutang jangka pendek dengan bunga umumnya didapat dalam bentuk pinjaman dari bank atau
lembaga keuangan bukan bank yang jatuh temponya di bawah satu tahun dengan membebani
peminjam dengan suku bunga yang relatif tinggi. Pada dasarnya pinjaman jangka pendek seperti
ini membutuhkan adanya jaminan atau agunan dalam bentuk yang relatif likuid dan adanya
kepercayaan terhadap debitur.
Dikenal dalam bentuk beberapa antara lain :
• Pinjaman rekening koran
• Pinjaman dengan agunan SPK/kontrak kerja
• Pinjaman dengan agunan deposito
• Penjualan surat berharga
Tidak berbeda dengan hutang jangka pendek tanpa bunga, dalam memanfaatkan dana ini secara
efisien juga harus mengacu kepada besarnya suku bunga yang berlaku dan besarnya rate of
return dari kegiatan yang akan didanai. Hutang jangka menengah Setiap dana yang tersedia dari
hutang dengan tempo selama 1 sampai 10 tahun biasanya dimasukkan dalam kelompok ini.
Hutang jenis ini umumnya memiliki tingkat suku bunga yang lebih rendah dari hutang jangka
pendek dan jenis agunan yang tingkat likuiditasnya tidak terlalu tinggi. Janis agunan yang dapat
diterima antara lain adalah peralatan, sarana fisik (gedung atau tanah). Kelompok keuangan
seperti bank, asuransi dan yayasan dana pensiun umumnya memberikan kesempatan kepada
rumah sakit yang memerlukan pendanaan untuk investasi jangka pendek. Bentuk lain yang
sering dijumpai adalah leasing yang relative cepat pengadaannya dan biasanya tidak memberikan
beban biaya di muka bagi leasor. Walaupun demikian, kemudahan cara leasing ini perlu dikaji
secara cermat dengan bandingan terhadap cara pendanaan lainnya yang mirip.
Hutang jangka panjang
Hutang jenis ini umumnya dim anfaatkan untuk pembiayaan pembangunan atau sarana fisik
rumah sakit dan alat kedokteran yang relatif canggih. Karena waktu jatuh tempo yang lebih lama
dari 10 tahun dan tingkat suku bunga yang relatif rendah umumnya hanya bank pemerintah yang
dapat menyediakannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa jenis dana seperti ini akan
wajar bila diprioritaskan bagi rumah sakit yang dibantu atau secara filantrofis membantu
pemerintah dalam pelayanannya. Adanya struktur pembiayaan kegiatan investasi yang berasal
dari hutang-hutang di atas menimbulkan istilah yang dikenal sebagai financial leverage. Istilah
ini pada dasarnya menjelaskan tentang hubungan antara hutang dengan besarnya keseluruhan
kekayaan di suatu rumah sakit. Apabila dipahami bahwa pembiayaan investasi juga dilakukan
dengan menggunakan sumber equity maka financial leverage juga terkait dengan equity. Sebuah
rumah sakit dikatakan memiliki financial leverage tinggi apabila terdapat proporsi hutang yang
relatif tinggi dibandingkan equity sebagai sumber pembiayaan investasi. Untuk dapat memahami
hubungan tersebut secara lebih dalam, berikut ini digambarkan model Return on Equity.
Equity
Terdapat 3 jenis sumber dana yang berasal dari equity yang dapat digunakan untuk pembiayaan
kegiatan investasi di rumah sakit nirlaba yaitu :
• sumber filantrofis
• subsidi pemerintah
• pemasukan rumah sakit
Kedua jenis sumber yang pertama sering diasumsikan sebagai sumber pembiayaan yang bebas
biaya (zero cost), sebetulnya ini merupakan suatu kesalahpahaman. Untuk mendapatkan dana
tersebut ternyata diperlukan biaya administratif yang dalam perhitungan efisiensi
pemanfaatannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Untuk rumah sakit laba, sumber pembiayaan
untuk investasi yang berasal equityjelas dapat dilihat dalam bentuk saham utama dan biasa dari
pemilik modal. Perlu diperhatikan di sini bahwa saham utama memiliki tingkat prioritas yang
lebih tinggi dari saham biasa. Hal ini hanya berlaku untuk penguangan saham tersebut bila
terjadi kebangkrutan usaha, tetapi tidak berlaku dalam pembagian keuntungan.
b). Pembiayaan Kegiatan Operasional
Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembiayaan kegiatan operasional biasanya berasal dari
pemasukan yang didapat dari kegiatan operasional itu sendiri. Berdasarkan hal ini maka
pimpinan rumah sakit khususnya manajer keuangan harus memahami dengan cermat pola
pembiayaan dari penderita yang menggunakan fasilitas rumah sakit. Dari sudut ini, pemakai jasa
rumah sakit yang dapat dibagi atas penderita rawat jalan dan rawat inap yang memiliki pola
pembiayaan tertentu, Pola pembiayaan ini pada umumnya terbagi atas :
a. Penderita yang membayar sendiri
b. Penderita yang ditanggung oleh asuransi kesehatan pemerintah
c. Penderita yang ditanggung oleh asuransi kesehatan swasta
d. Penderita yang ditanggung oleh perusahaan tempat dia bekerja
Penderita yang membayar sendiri ditandai dengan tingkat ketidak pastian pembayaran yang
relatif lebih tinggi dari ketiga golongan lainnya. Hal ini berarti bahwa secara ekonomis kelompok
ini sebetulnya tergolong kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk menyebabkan bad debt.
Dengan demikian, rumah sakit yang memiliki pola pembiayaan penderita dengan dominasi
kelompok a. secara teoritis akan cenderung untuk mempunyai masalah dalam pembiayaan
kegiatan operasionalnya. Sejauh ini, bagaimanakah keadaan yang terjadi di dunia
nyata dikaitkan dengan hal diatas? Ternyata hal yang terjadi tidak selalu seperti yang diuraikan
di atas. Di negara maju yang pembiayaan kesehatannya didasarkan atas penggantian pihak
ketiga, kelompok pembayar sendiri ini memang merupakan masalah dalam pembiayaannya. Oleh
karena itu, pihak rumah sakit akan berusaha sebanyak mungkin menjaring penderita yang
memiliki asuransi kesehatan. Lebih jauh, hal penting lain yang harus diamati dari kelompok ini
adalah lamanya waktu pelunasan tagihan dari pihak asuransi kesehatan.
Data terbatas di Jakarta menunjukkan bahwa pola pembiayaan penderita masih didominasi oleh
pembayar sendiri dengan kemungkinan menimbulkan bad debt sekitar 5% – 20%. Dengan belum
berkembangnya asuransi kesehatan (swasta) maka dapat dipahami kalau pembiayaan penderita
dengan cara ini masih relatif kecil. Pada rumah sakit tertentu didapat data bahwa penderita yang
dibiayai oleh perusahaan tempat bekerja ternyata jauh lebih besar dari kelompok yang dibiayai
asuransi kesehatan
Data tambahan menunjukkan bahwa umumnya tagihan yang diajukan ke perusahaan rata-rata
dilunasi dalam waktu 2 bulan sedangkan ASKES/PHB dilunas sekitar 2-4 bulan. Adanya
kesenjangan waktu seperti ini merupakan suatu hal yang patut diperhatikan oleh manajer
keuangan rumah sakit karena :
• secara implisit mengandung biaya (opportunity cost).
• terkait dengan likuiditas yang diperlukan untuk melunasi kewajiban jangka nendek.
Tanpa memperhatikan kedua hal penting ini maka pembiayaan kegiatan operasional dengan dana
dari hasil kegiatan rumah sakit akan mengarah kepada tingkat efisiensi yang rendah.
3. Pembiayaan Investasi Umum(Bank)
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat
penggunaannya pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 hal berikut:
1) Pembiayaan produktif,
yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu
untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut
keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi 2 hal berikut:Pembiayaan modal
kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
(a). Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara
kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi;dan
(b). Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods)
serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2). Pembiayaan konsumtif,
yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.kebutuhan konsumsi dapat
dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer
adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat
tinggal maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan
sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau
lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman,
pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti
pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya. Pada umumnya, bank
konvensional membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai
dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian
menjadi barang jaminan utama (main collateral). Adapun untuk pemenuhan kebutuhan jasa, bank
meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral.sumber pembayaran
kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi
barang yang dibiayai dari fasilitas ini
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan barang konsumsi
sebagai berikut :
1.Al-Bai’bitsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
2.Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.
3.Al-Musyawarakah mutanaqhishah atau decreasing participation, dimana secara bertahap bank
menurunkan jumlah partisipasinya.
4.Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Tinjauan umum pembiayaan,pembiayaan,tugas pokok bank,pengertian pembiayaan,pembagian
pembiayaan,pembiayaan produktif,pembiayaan konsumtif,pembiayaan bank syariah.
Pembiayaan Dalam Praktek Perbankan Syariah
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat, bank syariah
menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:
1.Pembiayaan Mudharabah
Adalah Bank menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja secara penuh (trusty
financing),sedangkan nasabah menyediakan proyek atau usaha lengkap dengan
manajemennya.Hasil keuntungan dan kerugian yang dialami nasabah dibagikan atau ditanggung
bersama antara bank dan nasabah dengan ketentuan sesuai kesepakatan bersama. Prinsip
mudharabah dalam perbankan digunakan untuk menerima simpanan dari nasabah, baik dalam
bentuk tabungan atau deposito dan juga untuk melakukan pembiayaan. Adapun rukun dan
syaratnya adalah sebagai berikut:
Rukun Mudharabah:
a.Ada shahibul maal (modal/nasabah)
b.Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c.Adanya amal (usaha/pekerjaan)
d.Adanya hasil (bagi hasil/keuntungan) dan
e.Adanya aqad (ijab-qabul)
2.Pembiayaan Musyarakah
Adalah pembiayaan sebagian dari modal usaha,yang mana pihak bank dapat dilibatkan dalam
proses manajemennya.modal yang disetor dapat berupa uang, barang perdagangan (trading
asset), property, equipment atau intangible asset (seperti hak paten dan goodwiil) dan barang-
barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
3.Pembiayaan Murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu.dalam
transaksi jual beli tersebut,penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan
termaksud harga pembelian dan keuntungan yang diambil . Murabahah dalam teknis perbankan
adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia bank dengan nasabah yang memesan untuk
membeli barang. Adapun rukun dan syaratnya sebagai berikut:
RukunMurabahah:
a.Penjual
b.Pembeli
c.Barang yang diperjual-belikan
d.Harga dan
e.Ijab-qabul
4. Pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil adalah pembiayaan untuk membeli barang dengan
cicilan.syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah.
Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan
murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada
pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang
mampu memperlihatkan hasil usahanya.
5. Pembiayaan Salam diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan jangka pendek untuk produksi
agrobisnis atau industri jenis lainnya.
6. Pembiayaan Isthina’ diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri kecil-
menengah,dan konstruksi.dalam pelaksanaannya pembiayaan isthina dapat dilakukan dengan dua
cara,yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak produsen ditentukan oleh
nasabah.pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan dimuka dalam akad
berdasarkan kedua belah pihak.
7. Pembiayaan sewa beli (ijarah wa iqtina atau ijarah muntahiyyah bi tamlik) adalah akad sewa
suatu barang antara bank dengan nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli
obyek sewa pada akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan finance lease Harga sewa
dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian. Dalam pembiayaan ini yang menjadi obyek
sewa diisyaratkan harus barang yang bermanfaat dan dibenarkan oleh syariat dan nilai dari
manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan
cara: pertama lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam
membeli aset yang akan dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka, lembaga tersebut menyewakan
aset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam perjanjian kedua belah pihak.
8.Hiwalah
Hiwalah adalah produk perbankan syari’ah yang disediakan untuk membantu suplier dan
mendapatkan modal tunai agar melanjutkan produksinya. dalam hal ini Bank akan mendapatkan
imbalan (fee) atas jasa pemindahan piutang. Besarnya imbalan yang akan diterima Bank
ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antar Bank dengan nasabah.
9.Rahn
Produk perbankan ini disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiyaan kegiatan
multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman berarti Bank hanya memperoleh imbalan atas
penyimpanan, pemeliharaan, asuransi dan administrasi barang yang digadaikan. berkenaan
dengan hal tersbut maka, produk Rahn hanya digunakan bagi keperluan Sosial seperti pendidikan
dan kesehatan.
4) Penutup
Bahasan singkat di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya pembiayaan kegiatan operasional
dan investasi di rumah sakit bertolak dari pemanfaatan sumber secara efisien dengan acuan
pokok kepada nilai uang dikaitkan dengan waktu dan nilai suku bunga. Hal ini pada dasarnya
akan dipengaruhi oleh kebijaksanaan keuangan yang (sedang) berlaku pada suatu saat.
Dengan demikian, kemampuan pemahaman akan ekonomi makro perlu dimiliki oleh seorang
pimpinan rumah sakit, disamping yang mikro, khususnya bagi mereka yang bertanggung
jawab terhadap kegiatan manajemen keuangan. Tanpa hal tersebut maka penggunaan dana yang
berasal dari berbagai sumber bukan hanya akan mengarah kepada tingkat efiensi yang rendah
tetapi juga memungkinkan terjadinya inefisiensi.
Berbeda dengan system pembiayaan investasi secara umum yang memerlukan syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi untuk terlaksananya kegiatan operasional perusahaan, serta
pengunaannya dana yang digunakan untuk pembiayaan produkti dan pembiayaan konsumtif.