Konsep Paradigma Sehat Dan Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan

29
KONSEP PERKE UNT yang dibin F I P P R T FA PROGRAM P PARADIGMA SEHAT DAN SEJA EMBANGAN PROMOSI KESEHAT MAKALAH TUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Dasar Promosi Kesehatan na oleh Ibu dr. Tisnalia Merdya Andyastanti, S Disusun Oleh: Fajar Ni’syinta A. 130612607883 Imasdeka Khoirunnisak 130612607871 Putri Ines Anggraini 130612607824 Putri Sarifatul Milla 130612607845 Rahma Ismayanti 130612607891 Tanjung Hidayat 130612607867 UNIVERSITAS NEGERI MALANG AKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN M STUDI ILMU KESEHATAN MASYAR Januari 2015 ARAH TAN H S.Ked RAKAT

description

Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Transcript of Konsep Paradigma Sehat Dan Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan

KONSEP

PERKE

UNTU

yang dibina

F

I

P

P

R

T

FA

PROGRAM

P PARADIGMA SEHAT DAN SEJA

EMBANGAN PROMOSI KESEHAT

MAKALAH

TUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Dasar Promosi Kesehatan

ina oleh Ibu dr. Tisnalia Merdya Andyastanti, S

Disusun Oleh:

Fajar Ni’syinta A. 130612607883

Imasdeka Khoirunnisak 130612607871

Putri Ines Anggraini 130612607824

Putri Sarifatul Milla 130612607845

Rahma Ismayanti 130612607891

Tanjung Hidayat 130612607867

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

JURUSAN ILMU KESEHATAN

M STUDI ILMU KESEHATAN MASYAR

Januari 2015

ARAH

TAN

H

, S.Ked

RAKAT

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Paradigma Sehat ................................................................. 3

2.1.1 Definisi Paradigma ................................................................. 3

2.1.2 Definisi Sehat ......................................................................... 3

2.1.3 Paradigma Sehat ..................................................................... 5

2.1.4 Dasar Pemikiran Paradigma Sehat ......................................... 8

2.1.5 Faktor Pendukung Paradigma Sehat ....................................... 12

2.1.6 Strategi Pembangunan Kesehatan .......................................... 13

2.1.7 Tiga Pilar Indonesia Sehat ...................................................... 14

2.1.8 Indikator Utama Indonesia Sehat ........................................... 14

2.2 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan ..................................... 15

2.2.1 Latar Belakang Munculnya Promosi Kesehatan .................... 15

2.2.2 Istilah Promosi Kesehatan ...................................................... 16

2.2.3 Perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia .................... 17

2.2.4 Promosi Kesehatan di Era Reformasi dan Desentralisasi ...... 18

2.2.5 Konferensi International Health Promotion ........................... 20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 24

3.2 Saran ................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan:

kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis

dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan

adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya

bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehatan itu hanya

mencakup tiga aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, tetapi menurut UU No. 36

Tahun 2009, kemudian kesehatan itu mencakup lima aspek yakni fisik (badan),

mental (jiwa), sosial, spiritual, ekonomi.

Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,

mental, spiritual, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam

arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum

memasuki usia kerja, anak dan remaja; atau bagi yang sudah tidak bekerja

(pensiun) atau usia lanjut, berlaku produktif secara sosial, yakni mempunyai

kegiatan, misalnya sekolah atau kuliah bagi anak dan remaja, dan kegiatan

pelayanan sosial bagi usia lanjut. Kelima dimensi kesehatan tersebut saling

mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok,

atau masyarakat. Itulah sebabnya, kesehatan itu bersifat holistik atau menyeluruh.

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama, yakni:

lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (herediter). Karena itu

upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus

ditujukan pada keempat faktor utama tersebut bersama-sama.

2

Pendidikan atau promosi kesehatan pada hakikatnya adalah upaya intervensi

yang ditujukan pada faktor perilaku. Namun pada kenyataannya tiga faktor yang

lain perlu intervensi pendidikan atau promosi kesehatan juga, karena perilaku juga

berperan pada faktor-faktor tersebut. Apabila lingkungan baik dan sikap

masyarakat positif maka lingkungan dan fasilitas tersebut niscaya akan

dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat.

Pemerintah, swasta, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat telah

menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan lingkungan di masyarakat, tetapi kurang

dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakatnya, begitupun dengan penyediaan

fasilitas kesehatan yang tidak diimbangi dengan peran masyarakat dalam

menyelasaikan permasalahan kesehatannya. Agar perilaku masyarakat sesuai

dengan nilai-nilai kesehatan atau perilaku sehat, maka diperlukan pendidikan atau

promosi kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep paradigma sehat?

2. Bagaimana sejarah perkembangan promosi kesehatan?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami konsep paradigma sehat

2. Memahami sejarah perkembangan promosi kesehatan

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Paradigma Sehat

2.1.1 Definisi Paradigma

Paradigma adalah suatu cara pandang mendasar atau cara kita melihat,

memikirkan, memaknai, menyikapi, serta memilih tindakan atas fenomena yang

ada. Paradigma merupakan suatu diagram atau kerangka berfikir yang

menjelaskan suatu fenomena. Mengandung berbagai konsep yang terkait dengan

fokus keilmuannya. (Konsep Dasar Keperawatan. Oleh Ns. Asmadi, S.Kep )

dalam Hudaya, Isna. (2010).

Beberapa pengertian dari Paradigma:

1. Paradigma adalah hubungan teori-teori yangmembentuk susunan yang

mengukur teori itu berhubungan satu dengan yang lain sehingga menimbulkan

hal-hal yang perlu diselidiki. (Depkes RI, 1980)

2. Paradigma adalah pola pikir dalam memahami dan menjelaskan aspek tertentu

dari setiap kenyataan. (Fegurson)

3. Menurut Thomas Kuhn (1979) paradigma sebagai model, pola atau pandangan

dunia yang dilandasi pada dua karakteristik yaitu penampilan dari kelompok

yang menunjukkan keberadaannya terhadap sesuatu yang diyakini dan terbuka

untuk penyelesaian masalah dalam kelompoknya.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Paradigma

Kesehatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara kita melihat,

memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap berbagai

fenomena yang ada dalam bidang kesehatan.

2.1.2 Definisi Sehat

Menurut WHO (World Heath Organisatin) definisi sehat merupakan suatu

keadaan kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu

kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

4

“ Health is a state of complete physical, mental, and social well – being and not

merely the absence of diseases or infirmity “

Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 Tahun 1960, Bab I

Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental),

dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

Dan menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan

dalam definisi sehat yaitu:

1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya,

berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut

tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera

makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan

normal.

2. Sehat Mental

Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam

pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “(Men Sana

In Corpore Sano)”.

Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah sebagai

berikut:

a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernah menyesal

dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan menyenangkan serta

tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.

b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah

tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan

emosi orang lain.

c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut,

cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah secara

cerdik dan bijaksana.

5

3. Kesejahteraan Sosial

Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur

dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran

masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah

suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan,

sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat

hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat

umum.

4. Sehat Spiritual

Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan

memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu

perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk

berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah

agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak

monoton.

Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai

“Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang

hanya bersifat idealistik semata-mata.

2.1.3 Paradigma Sehat

Paradigma sehat merupakan cara pandang, pola pikir, atau model

pembangunan kesehatan yang bersifat holistik. Cara pandang ini menekankan

pada melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang

bersifat lintas sektor. Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan

dan perlindungan kesehatan, bukan hanya panyembuhan orang sakit atau

pemulihan kesehatan. Dengan diterapkannya paradigma ini, diharapkan mampu

mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka

sendiri melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan

yang bersifat promotif dan preventif. (Hudaya, Isna. 2010).

Paradigma sehat mengubah cara pandang terhadap masalah kesehatan baik

secara makro maupun mikro.

6

a. Secara makro, berarti bahwa pembangunan semua sektor harus

memperhatikan dampaknya dibidang kesehatan, minimal memberi

sumbangan dalam pengembangan lingkungan dan perilaku sehat.

b. Secara makro, berarti bahwa pembangunan kesehatan harus menekankan

pada upaya promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif

dan rehabilatif.

Menurut Kamus Populer Kesehatan Lingkungan (2002) Paradigma Sehat

atau cara pandang atau pola piker pembangunan kesehatan yang bersifat holistic,

menyeluruh, bahwa masalah kesehatan dipengaruhi banyak factor dan

multidimensional yang upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan

dan perlindungan kesehatan yang lebih dikenal dengan preventif dan promotif.

Perubahan pemahaman tentang konsep sehat dan sakit serta makin kayanya

khasanah ilmu pengetahuan dengan informasi tentang determinan penyebab

penyakit yang multifactorial, telah menggugurkan paradigma pembangunan

kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif

dan rehabilitative. Pentingnya penerapan paradigm pembangunan kesehatan baru,

yaitu paradigm sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan

bangsa yang bersifat proaktif. Paradigma sehat tersebut merupakan model

pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang mampu mendorong

masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri

melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang

bersifat promotif dan preventif. Paradigma sehat ini pertama kali disampaikan

oleh Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. F. A. Moeloek dalam Rapat Sidang DPR

komisi VI pada tanggal 15 September 1998. (Kebidanan Komunitas, 2007)

Stepen R. Covey dalam bukunya “ The Seven Habits of Highly Effective

People” menjelaskan arti paradigm sebagai berikut : “ The word paradigm comes

from Greek. It was originally a scientific term, and is more commonly used today

to mean a model, theory, concept, perception orientation, assumption or frame of

reference. In the more general sense, it’s the way we see the world, not in term of

our visual sense of sight, but in term of perceiving, understanding and

interpreting”. (Kata Paradigma berasal dari Yunani. Hal ini berhubungan dengan

7

kata ilmiah dan umumnya digunakan pada saat ini dalam arti model, teori, konsep,

orientasi persepsi, asumsi, atau cara pandang dari referensi. Dalam pengertian

umum adalah cara melihat dunia tidak hanya dari sudut pandang kami, tetapi

berhubungan dengan penerimaan, pemahaman dan interpretasi. (Dodiet Aditya

S,SKM, 2008)

Paradigma sehat dengan sebutan: “Gerakan Pembangunan Yang

Berwawasan Kesehatan” dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 1 Maret

1999. Lebih dari itu, paradigma sehat adalah bagian dari pembangunan peradaban

dan kemanusiaan secara keseluruhan. Paradigma sehat adalah perubahan mental

dan watak dalam pembangunan.

Paradigma sehat adalah perubahan sikap dan orientasi , yaitu sebagai

berikut:

1. Pola pikir yang memandang kesehatan sebagai kebutuhan yang bersifat pasif,

menjadi merupakan keperluan dan bagian dari hak asasi manusia (HAM).

2. Sehat bukan hal yang konsumtif, melainkan suatu investasi karena menjamin

tersedianya SDM yang produktif secara sosial dan ekonomi.

3. Kesehatan yang semula hanya berupa penanggulangan yang bersifat jangka

pendek ke depannya akan menjadi bagian dari upaya pengembangan SDM

yang bersifat jangka panjang.

4. Pelayanan kesehatan tidak hanya pelayanan medis yang melihat bagian dari

yang sakit/penyakit, tetapi merupakan pelayanan kesehatan paripurna yang

memandang manusia secara utuh.

5. Kesehatan tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat mental dan sosial.

6. Pelayanan kesehatan tidak lagi terpecah-pecah (fragmented), tetapi terpadu

(integrated).

7. Fokus kesehatan tidak hanya penyakit, tetapi juga bergantung pada

permintaan pasar.

8. Sasaran pelayanan kesehatan bukan hanya masyarakat umum (pelayanan

kesehatan pada fasilitas kesehatan umum), melainkan juga masyarakat swasta

(pelayanan kesehatan untuk perorangan/pribadi, misalnya homecare ).

9. Kesehatan bukan hanya menjadi urusan pemerintah, melainkan juga menjadi

urusan swasta.

8

10. Biaya yang ditanggung pemerintah adalah untuk keperluan publik (seperti

pemberantasan penyakit menular, penyuluhan kesehatan), sedangkan

keperluan lainnya perlu ditanggung bersama dengan pengguna jasa.

11. Biaya kesehatan bergeser dari pembayaran setelah pelayanan menjadi

pembayaran di muka dengan model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Masyarakat.

12. Kesehatan tidak hanya berfungsi sosial, tetapi juga dapat berfungsi ekonomi.

13. Pengaturan kesehatan tidak lagi diatur dari atas (top down), tetapi

berdasarkan aspirasi dari bawah (bottom up).

14. Pengaturan kesehatan tidak lagi tersentralisasi, tetapi telah terdesantralisasi.

15. Pelayanan kesehatan tidak lagi bersifat birokratis tetapi entrepreneur.

16. Masyarakat tidak sekedar ikut berperan serta, tetapi telah berperan sebagai

mitra.

(Entjang,2000)

2.1.4 Dasar Pemikiran Paradigma Sehat

1. Hidup sehat adalah hak asasi manusia, artinya sehat merupakan sesuatu yang

sangat esensial dalam diri manusia yang perlu dipertahankan dan dipelihara.

Sehat merupakan suatu investasi untuk kehidupan yang produktif, bukanlah

hal yang konsumtif, melainkan prasyarat agar hidup kita menjadi berarti,

sejahtera dan bahagia.

2. Kesehatan merupakan salah satu dari tiga faktor utama yang sangat

menentukan kualitas sumber daya manusia, disamping pendidikan dan

pendapatan (ekonomi). Oleh karena itu, kualitas kesehatan perlu dipelihara

dan ditingkatkan.

3. Sehat juga merupakan karunia Tuhan yang perlu disyukuri. Mensyukuri

karunia dapat ditunjukan dengan perkataan, perasaan, dan perbuatan.

Bersyukur dengan perbuatan ditunjukan dengan memelihara kesehatan dan

berupaya untuk meningkatkannya.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan lebih efektif daripada mengobati

penyakit. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesehatan (promosi) dan

9

pencegahan penyakit (preventif) perlu ditekankan tanpa mengesampingkan

upaya penyembuhan dan pemulihan.

5. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan perilaku, pelayanan

kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku memiliki

konstribusi yang sangat besar terhadap kualitas derajat kesehatan. Di pihak

lain, faktor lingkungan dan perilaku terkait dengan banyak sektor di luar

kesehatan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dampak pembangunan semua

sektor dibidang kesehatan.

6. Adanya transisi demografis dan epidemologis, tantangan global dan regional,

perkembangan iptek, tumbuhya era desentralisasi, serta maraknya

demokratisasi disegala bidang, mendorong perlunya upaya peninjauan

kebijakan yang ada serta perumusan paradigma baru dibidang kesehatan.

Berdasarkan paradigma sehat, dirumuskan visi, misi dan strategi

pembangunan kesehatan.Visi Indonesia Sehat 2015

Visi:

1. Gambaran masyarakat di Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui:

2. pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan Negara yang ditandai

oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat,

3. memiliki kemampuan untuk mengjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu

secara adil dan merata,

4. serta memiliki derajat yang setinggi-tingginya di seluruh republic Indonesia.

Gambaran masyarakat di Indonesia di masa depan atau visi yang ingin

dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai:

INDONESIA SEHAT 2015. Dengan adanya rumsan visi tersebut, maka

lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah:

a) lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan

yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang

memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang

berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling

tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

10

b) Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2015 adalah perilaku proaktif untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya resiko

penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisifasi akif

dalam gerakan kesehatan masyarakat.

c) Selanjutnya masyarakat mempunyai kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu. Layanan yang tersedia adalah layanan

yang berhasil guna dan berdaya guna yang tersebar secara merata dindonesia.

Dengan demikian terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal

yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan

ekonomis.

Misi

Untuk dapat mewujudkan visi INDONESIA SEHAT 2015, ditetapkan empat misi

pembangunan kesehatan sebagai berikut:

1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan

Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh

hasil kerja keras sector kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja

keras serta kontribusi positif berbagai sector pembangunan lainnya. Untuk

optimalisasi hasil kotribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya

wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan. Dengan

perkataan lain untuk dapat terwujunya INDONESIA SEHAT 2015, para

penanggungjawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-

pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya.

Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan,

seyogyanya tidak diselenggarakan. Untuk dapat terlaksananya pembangunan

yang berwawsasankesehatan, adalah seluruh tugas yang berelemen dari

system kesehatan untuk berperan sebagai penggerak utama pembanguanan

nasional berwawasan.

2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

Kesehatan adalah tanggungjawab bersama dari setiap individu, masyarakat,

pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan pemerintah, tanpa

kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan

11

mereka, hanya sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan

kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapat pelayanan kesehatan

yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh

karena itu, salah satu upaya kesehatan pokok atau misi sector kesehatan

adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata,

dan terjangkau

Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata

dan terjangkau mengandung makna bahwa salah satu tanggungjawab sector

kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang

bermutu,merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan tidak semata-mata berada ditangan pemerintah, melainkan

mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat

dan berbagai potensi swasta.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

beserta lingkungannya

Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

beserta lingkungannya mengandyng makna bahwa tugas utama sector

kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warga

negaranya, yakni setiap individu,keluarga dan masyarakat Indonesia, tanpa

meninggakan upaya menyembuhkan penyakit atau memulihkan kesehatan

penderita. Untuk terselenggaranya tugas ini penyelenggaraan upaya kesehatan

yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotif dan preventif yang

didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitative. Agar dapat memelihara dan

meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat diperlukan pula

terciptanya lingkungan yang sehat, dan oleh karena itu tugas-tugas

penyehatan lingkungan harus pula lebih dprioritaskan. (ilmu kesehatan

masyarakat, syafrudin).

12

2.1.5 Faktor Pendorong Paradigma Sehat :

a. Pelayanan kesehatan yang berfokus pada pelayanan orang sakit ternyata tidak

efektif

b. Konsep sehat mengalami perubahan, dimana dalam arti sehata dimasukkan

unsur sehat produktif sosial ekonomis.

c. Adanya transisi epidemiologi dari penyakit infeksi ke penyakit kronik

degenerative.

d. Adanya transisi demografi, meningkatnya Lansia yang memerlukan penangan

khusus.

e. Makin jelasnya pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi kesehatan

penduduk.

Program kesehatan yang menekankan upaya kuratif adalah merupakan

“Health program for survival”, sedangkan yang menekankan pada upaya promotif

dan preventif merupakan “Health Program for human development”. Paradigma

sehat dicanangkan Depkes pada tanggal 15 September 1998. Upaya pelayanan

kesehatan yang menekankan upaya kuratif-rehabilitatif kurang menguntungkan

karena :

a. Melakukan intervensi setelah sakit

b. Cenderung berkumpul di tempat yang banyak uang.

c. Dari segi ekonomi lebih cost effective

d. Melakukan tindakan preventif dari penyakit, agar tidak terserang penyakit.

Kebijakan upaya pelayanan kesehatan senantiasa berubah sesuai dengan

pemahaman dan pembuatat kebijakan tentang peran kesehatan sebagai modal

dasar “Human Capital” yang sangat penting untuk tercapainya kemandirian dan

ketahanan bangsa agar mampu bersaing dalam era globalisasi. (Setyawan, Febri

E.B,2010). Berdasarkan pemahaman tersebut, maka dapat disebutkan factor-faktor

yang mendorong perlunya Paradigma Sehat adalah:

a. Pelayanan kesehatan yang berfokus pada pelayanan orang sakit ternyata tidak

efektif.

b. Konsep sehat mengalami perubahan, dimana dalam arti sehat terkandung

unsure Sehat Produktif secara Sosial dan Ekonomis.

13

c. Adanya Transisi Epidemiologis dari penyakit infeksi ke penyakit Kronik-

Degeneratif, dimana untuk pencegahannya sangat diperlukan perubahan

perilaku.

d. Adanya Transisi Demografis yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk

usia lanjut yang memerlukan pendekatan yang berbeda dalam penangananya.

e. Makin jelasnya pemahaman tentang factor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan penduduk. (Setyawan, Febri E.B,2010)

Lalonde (1974) dan Hendrik L. Blum (1974) secara persamaan

mengemukakan bahwa status kesehatan penduduk/manusia bukan hanya hasil

pelayanan medis saja, melainkan factor-faktor lain seperti lingkungan, perilaku,

dan genetic justru lebih berpengaruh terhadap status kesehatan manusia.

(Setyawan, Febri E.B,2010)

Upaya kesehatan yang selama ini dilakukan masih berorientasi pada upaya

penanggulangan penyakit secara episodic dan upaya penyembuhan saja. Upaya

kesehatan yang demikian ini sering kali menyesatkan pola piker kita bahwa

seolah-olah apabila semua orang sakit bisa diobati, maka masyarakat menjadi

sehat. Upaya kesehatan harusnya diarahkan untuk dapat membawa setiap

penduduk memiliki kesehatan yang optimal agar bisa hidup produktif.

Orientasi baru upaya kesehatan adalah orientasi memelihara dan

meningkatkan kesehatan penduduk, yang merupakan suatuorientasi sehat posistif

sabagai kebalikan dari orientasi pengobatan penyakit yang bersifat kuratif-

responsif. Dengan kata lain, program kesehatan yang berorientasi pada upaya

kuratif merupakan “Health Program for Survival”, sedangkan program kesehatan

yang berorientasi pada upaya promotif dan preventif merupakan “Health Program

for Human Development”. (Setyawan, Febri E.B,2010)

2.1.6 Strategi Pembangunan Kesehatan

Pembangunan di bidang kesehatan memiliki strategi :

1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan. Semua kebijakan nasional

yang diselenggarakan harus berwawasan kesehatan, setidak-tidaknya harus

memberi kontribusi positif terhadap pengembangan lingkungan dan perilaku

sehat.

14

2. Profesionalisme. Pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukung dengan

penerapan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

penerapan nilai-nilai agama, moral, dan etika.

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Penataan sistem

pembiayaan kesehatan yang menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat

luas.

4. Desentralisasi. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus didasarkan pada

masalah dan potensi spesifik daerah tertentu, yaitu pengaturannya disesuaikan

dengan rumah tangga masing-masing daerah. (Entjang,2000)

2.1.7 Tiga Pilar Indonesia Sehat

Tiga pilar Indonesia sehat, antara lain :

1. Lingkungan sehat, adalah lingkungan yang kondusif untuk hidup yang sehat,

yakni bebas polusi, tersedia air bersih, lingkungan memadai, perumahan-

pemukiman sehat, perencanaan kawasan sehat, terwujud kehidupan yang

saling tolong-menolong dengan tetap memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

2. Perilaku sehat, yaitu bersikap proaktif memelihara dan meningkatkan

kesehatan (contih: aktifitas fisik, gizi seimbang), mencegah resiko terjadinya

penyakit (contoh: tidak merokok), melindungi diri dari ancaman penyakit

(contoh: memakai helm dan sabuk pengaman, JPKM), berperan aktif dalam

gerakan kesehatan (contoh: aktif di posyandu).

3. Pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, yang menjangkau

semua lapisan masyarakat tanpa adanya hambatan ekonomi, sesuai dengan

standar dan etika profesi, tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, serta

memberi kepuasan kepada pengguna jasa. (Entjang,2000)

2.1.8 Indikator Utama Indonesia Sehat

Indikator utama Indonesia sehat, yaitu :

1. Lingkungan sehat: 80% rumah sehat, 90% keluarga menggunakan air bersih,

85% keluarga menggunakan jamban sehat, 80% sekolah sehat, 80%

Kabupaten/kota sehat.

15

2. Perilaku sehat: 80% penduduk berperilaku sehat (aktivitas fisik, makan

dengan gizi baik, dan tidak merokok); 80% tatanan keluarga sehat.

3. Pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau: Setiap kecamatan

memiliki 1,5 puskesmas; pemanfaatan sarana yankes 80%;

pengunjung/pasien puas akan pelayanan kesehatan; rasio desa terhadap

posyandu adalah 1:5 (minimal salah satunya purnama/mandiri); 100% balita

telah diimunisasi.

Derajat kesehatan: Angka harapan hidup 67,9 tahun, angka kematian bayi

35 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian ibu 125 per 100.000 kelahiran,

angka kematian kasar 7,5 per 1000 penduduk. (Entjang,2000)

2.2 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan

2.2.1 Latar Belakang Munculnya Promosi Kesehatan

Kesehatan merupakan totalitas dari faktor lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan, dan faktor keturunan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Status

kesehatan akan tercapai secara optimal, jika keempat faktor secara bersama-sama

memiliki kondisi yang optimal pula. (Heri D. J Maulana, 2009)

Upaya pendidikan kesehatan masyarakat berkembang pada tahun 1960 an,

sampai kemudian mengalami perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi

“Penyuluhan Kesehatan”. Meski fokus dan caranya sama, tetapi istilah

“Pendidikan kesehatan” itu berubah menjadi “Penyuluhan Kesehatan”, karena

pada waktu itu istilah “pendidikan” khusus dibakukan di lingkungan Departemen

Pendidikan. (Tim Penulis FKM UA, 2011)

Telah banyak hal yang diperdebatkan sejak awal tahun 70-an tentang

kepentingan relative dari berbagai faktor determinan kesehatan. Satu perhatian

sentral adalah peningkatan kesadaran bahwa kedokteran, sebagai praktik

professional, secara mengagetkan dan mengecewakan telah memberikan pengaruh

yang kecil (hanya 5%) terhadap kesehatan penduduk (Ewles dan Simnet, 1994).

Lebih lanjut, diungkapkan bahwa praktik kedokteran barat sesungguhnya

mengandung ancaman yang berbahaya. Efek samping pengobatan, komplikasi

yang terjadi setelah pembedahan, dan ketergantungan pada obat yang diresepkan

merupakan contoj untuk hal ini.

16

Sejalan dengan ini, di Inggris diterbitkan buku “the Black Report” tahun

1980, yang memperlihatkan bahwa masyarakat lapisan sosio-ekonomi atas

memiliki kesempatan lebih besar untuk menghindari penyakit dan tetap sehat

dibanding dengan dengan lapisan social dibawahnya. Semua ini menjadi fakta

bahwa determinan pokok kesehatan sehubungan dengan lapisan social, pekerjaan,

kondisi ekonomi, letak geografis, dan jenis kelamin. Walaupun kesehatan secara

keseluruhan mungkin bertambah baik, perbaikannya tidak sama diantara lapisan-

lapisan social sehingga menciptakan kesenjangan yang terus membesar. Menurut

Ewles dan Simnett (1944), akar penyebab kesenjangan ini adalah

ketidakberuntungan social dan ekonomi, pada gilirannya berkaitan dengan

perumahan yang jelek, pengangguran, stress, gizi buruk, dan kecilnya dukungan

social.

Pada tahun 1990-an muncul pendekatan yang lebih luas tidak hanya

mencakup pendidikan kesehatan, tetapi juga membahas kebutuhan terhadap aksi

politik dan social. Hal yang lebih penting adalah keterlibatan langsung masyarakat

dalam menetapkan tujuan kesehatan mereka sendiri. Pendekatan ini disebut

promosi kesehatan. Hal ini menunjukkan antara promosi kesehatan (dengan

perilaku dan pendidikan kesehatan didalamnya) dan status kesehatan masyarakat

berada dalam suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi. (Heri D. J

Maulana. 2009).

2.2.2 Istilah Promosi Kesehatan

Mengenai istilah Promosi Kesehatan sendiri juga mengalami

perkembangan. Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986

(dikenal dengan “Ottawa Charter”), oleh WHO promosi kesehatan didefinisikan

sebagai: “the process of enabling people to control over and improve their

health”. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi :

“Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan

melindungi kesehatannya”. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian

mengalami revisi pada konferensi dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005,

menjadi: “Health promotion is the process of enabling people to increase control

over their health and its determinants, and thereby improve their health” (dimuat

17

dalam The Bangkok Charter). Definisi baru ini belum dibakukan bahasa

Indonesia. Selain istilah Promosi Kesehatan, sebenarnya juga beredar banyak

istilah lain yang mempunyai kemiripan makna, atau setidaknya satu nuansa

dengan istilah promosi kesehatan, seperti : Komunikasi, Informasi dan Edukasi

(KIE), Pemasaran sosial, Mobilisasi sosial, Pemberdayaan masyarakat, dan yang

lainnya (Tim Penulis FKM UA, 2011)

2.2.3 Perkembangan Promosi Kesehatan Di Indonesia

Perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan sejarah

Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh perkembangan

Promosi Kesehatan International, yaitu secara seremonial di Indonesia di mulai

program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975,

dan tingkat Internasional Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang Primary Health

Care (Departemen Kesehatan, 1994). Kegiatan Primary Helath Care tersebut

sebagai tonggak sejarah cika-lbakal Promosi Kesehatan.

Khusus konvesi yang membahas tentang Promosi Kesehatan di mulai dari

Konvesi Promosi Kesehatan di Ottawa, Kanada dengan melahirkan The Ottawa

Charter tahun 1986 sampai Konvesi Promosi Kesehatan yang dilaksanakan di

Jakarta tahun 1997 dengan melahirkan The Jakrata Declaration. Selanjutnya

perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia adalah seperti berikut dibawah

ini.

Dalam tulisan Ta’aliyah Nurul Islami yang berjudul Sejarah Dan

Perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat, perkembangan promosi kesehatan di

Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:

a) Sebelum tahun 1965 (sebelum sampai awal kemerdekaan)

Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene.

Kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah

Banten. Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk membuat

kakus/jamban sederhana dan mempergunakannya. Upaya-upaya ini kemudian

berlanjut dan kemudian dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”.

Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR).

Dalam program-program kesehatan, pendidikan kesehatan hanya sebagai

pelengkap pelayanan kesehatan terutama pada saat terjadi keadaan kritis

18

seperti wabah penyakit, bencana, dsb. Sasarannya perseorangan, dengan

sasaran program lebih kepada perubahan pengetahuan seseorang.

b) Periode tahun 1965-1975

Pada periode ini mulai perhatiannya kepada masyarakat. Saat itu juga

mulai muncul peningkatan dalam professionalitas tenaga melalui program

Health Educational Servise (HES). Tetapi intervensi program masih banyak

yang bersifat individual walau sudah mulai aktif ke masyarakat. Sasaran

program adalah perubahan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

c) Periode 1975-1985

Istilahnya mulai berubah menjadi penyuluh kesehatan. Saat itu program

UKS di SD diperkenalkannya dokter kecil. Saat itu juga posyandu lahir

sebagai pusat pemberdayaan dan mobilisasi masyarakat. Sasaran program

adalah perubahan perilaku masyarakat tentang kesehatan.

d) Periode 1985-1995

Dibentuklah direktoral peran serta masyarakat, yang diberi tugas

memberdayakan masyarakat. Direktoral PMK berubah menjadi pusat PKM,

yang tugasnya penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran

sosial bidang kesehatan. Saat itu pula PKMD menjadi posyandu.

e) Periode 1995 sampai sekarang

Istilah PKM menjadi promosi kesehatan. Promosi kesehatan bukan saja

perubahan perilaku, tetapi perubahan kebijakan atau perubahan menuju

perubahan system atau faktor lingkungan kesehatan. Pada tahun 1997

diadakan konvensi internasional promosi kesehatan dengan tema “Health

Promotion Towards The ‘st Century, Indonesian Policy for The Future”

dengan melahirkan “The Jakarta Declaration”.

2.2.4 Promosi Kesehatan Di Era Reformasi Dan Desentralisasi

Lahirnya semangat reformasi yang ditingkahi dengan terjadinya pergantian

pemerintahan pada tahun 1998 telah membawa perubahan fundamental dalam

kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Angin reformasi yang bertiup kencang

sejak lengsernya Presiden Soeharto memperoleh wadahnya dalam sidang-sidang

MPR, yang merupakan lembaga tertinggi negara. Akhirnya dilakukan amandemen

terhadap UUD 1945, sesuatu yang “diharamkan” pada era sebelumnya.

19

Amandemen tersebut bahkan dilakukan beberapa kali, antara lain menyangkut

tentang penghapusan lembaga Dewan Pertimbangan Agung, dibentuknya

Mahkamah Konstitusi, ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden RI secara langsung oleh rakyat, dll.

Salah satu perubahan yang mendasar adalah bergantinya sistem

pemerintahan sentralisasi menjadi desentralisasi, atau otonomi daerah. Semangat

inilah yang mengilhami diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan pada tahun 2001.

Sesuai dengan UU tersebut, maka Gubernur, Bupati dan Walikota kini dipilih

langsung oleh rakyat dan karenanya mempunyai kewenangan yang sangat

menentukan, termasuk dalam penentuan organisasi daerah, jabatan dan

personilnya. Sementara itu lembaga legislatif, baik DPR di Pusat maupun DPRD

di daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar (bahkan sangat besar) dalam

penyusunan anggaran keuangan baik Pusat maupun Daerah. Berkaitan dengan itu,

partai-partai politik mempunyai peranan yang sangat menentukan, melalui wakil-

wakilnya yang duduk di pemerintahan (ekskutif) dan lembaga perwakilan

(legislatif), baik di Pusat maupun di daerah.

Untuk mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan dalam hal ini Promosi

Kesehatan menyelenggarakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota seluruh

Indonesia pada bulan Juli 2000 yang menyepakati tentang perlunya perhatian

Daerah secara lebih sungguh-sungguh terhadap program kesehatan, kelembagaan,

ketenagaan serta anggaran yang mendukungnya. Berbagai pertemuan khusus

untuk menjelaskan dan mendiskusikan tentang Paradigma Sehat dan Visi

Indonesia sehat 2010 juga diselenggarakan kepada partai-partai politik dan

anggota DPR kkhususnya komisi yang mengurusi bidang kesehatan.

Demikian pula dengan tujuan yang sama beberapa kali pertemuan khusus

juga digelar di daerah, paling tidak di beberapa propinsi, seperti Banten, Sumatera

Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dll. Belum lagi panduan tertulis

tentang penanganan program-program kesehatan termasuk promosi kesehatan di

daerah.

20

Selanjutnya dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah, setelah

dilakukan pembahasan dan sosialisasi dengan daerah, telah ditetapkan Keputusan

Menteri Kesehatan tentang Stándar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan

di Kabupaten/Kota. Salah satu SPM bidang kesehatan tersebut adalah tentang

Penyuluhan perilaku sehat, yang harus mencakup setidaknya: Rumah tangga sehat

(65%) dan Desa Posyandu Purnama (40%). Selain itu juga ditetapkan bahwa

promosi kesehatan merupakan salah satu pelayanan yang wajib dilakukan di

Puskesmas.

2.2.5 Konferensi Internasional Health Promotion

a.) Konferensi I

Konferensi I dilaksanakan di Ottawa, Canada (1986) menghasilkan ”Ottawa

Charter”. Ottawa Charter memuat 5 strategi pokok Promosi Kesehatan, yaitu :

(1) Mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public

policy);

(2) Menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment,);

(3) Memperkuat gerakan masyarakat (community action,);

(4) Mengembangkan kemampuan perorangan (personnal skills) ;

(5) Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services).

b.) Konferensi II

Konferensi II bertempat di Adelaide, Australia (1988), membahas lebih lanjut

tentang pengembangan kebijakan yang berwawasan kesehatan, dengan

menekankan 4 bidang prioritas, yaitu:

(1) Mendukung kesehatan wanita;

(2) Makanan dan gizi;

(3) Rokok dan alkohol;

(4) Menciptakan lingkungan sehat.

Pada tahun 1989 diadakan pertemuan Kelompok Promosi Kesehatan negara-

negara berkembang di Geneva, sebagai seruan untuk bertindak (A call for action).

Dalam pertemuan ini ditekankan bahwa 3 strategi pokok promosi kesehatan untuk

pembangunan kesehatan: (1) Advokasi Kebijakan; (2) Pengembangan aliansi yang

21

kuat dan sistem dukungan sosial ;dan (3) Pemberdayaan masyarakat

(empowerment).

c.) Konferensi III

Selanjutnya pada tahun 1991 diselenggarakan Konferensi ke III di Sundval,

Swedia. Konfrensi ini menghasilkan pernyataan perlunya dukungan lingkungan

untuk kesehatan. Untuk dukungan ini diperlukan 4 strategi kunci, yakni:

(1) Memperkuat advokasi diseluruh lapisan masyarakat;

(2) Memberdayakan masyarakat dan individu agar mampu menjaga kesehatan

dan lingkungannya melalui pendidikan dan pemberdayaan;

(3) Membangun aliansi;

(4) Menjadi penengah diantara berbagai konflik kepentingan di tengah

masyarakat.

d.) Konferensi IV

Ketiga konferensi internasional sebelumnya diselenggarakan di negara maju.

Timbul pertanyaan apakah promosi kesehatan itu hanya sesuai untuk negara maju

saja dan tidak cocok untuk negara berkembang? Untuk membantah keraguan itu,

maka konferensi yang ke IV ini diselenggarakan di salah satu negara sedang

berkembang. Indonesia memperoleh kehormatan untuk menjadi penyelenggaranya

yang pertama.

Konferensi ke IV di Jakarta ini dihadiri oleh sekitar 500 orang dari 78 negara,

termasuk sekitar 150 orang Indonesia, khususnya dari daerah. Ini karena

konferensi tersebut juga merupakan konferensi nasional promosi kesehatan yang

pertama (Selanjutnya nanti ada konferensi nasional kedua di Hotel Bidakara,

Jakarta, tahun 2000, dan konferensi nasional ketiga di Yogyakarta, tahun 2003).

Konferensi dibuka oleh Presiden RI, Bapak Soeharto, di Istana Negara. Selain

pembicara-pembicara internasional, juga tampil pembicara Indonesia, yaitu Prof

Dr. Suyudi selaku Menteri Kesehatan, dan Prof. Dr. Haryono Suyono, selain

selaku Menteri Kependudukan juga sebagai pakar komunikasi. Pada acara

Indonesia Day, tampil pembicara-pembicara dari berbagai program, sektor dan

daerah, menyampaikan pengalamannya dalam berbagai kegiatan promosi

22

kesehatan atau pendidikan kesehatan dalam program atau daerah masing-masing

(diselenggarakan dalam sidang-sidang yang berjalan secara serentak/pararel).

Konferensi ini bertema: “New players for a new era: Leading Health

Promotion into the 21st century” dan menghasilkan Deklarasi Jakarta, yang diberi

nama: “The Jakarta Declaration on Health Promotion into the 21st Century”.

Selanjutnya Deklarasi Jakarta ini memuat berbagai hal, antara lain sebagai

berikut:

i. Bahwa Konferensi Promosi Kesehatan di Jakarta ini diselenggarakan hampir

20 tahun setelah Deklarasi Alma Ata dan sekitar 10 tahun setelah Ottawa

Charter, serta yang pertama kali diselenggarakan di negara sedang

berkembang dan untuk pertama kalinya pihak swasta ikut memberikan

dukungan penuh dalam konferensi.

ii. Bahwa Promosi Kesehatan merupakan investasi yang berharga , yang

mempengaruhi faktor-faktor penentu di bidang kesehatan guna mencapai

kualitas sehat yang setinggi-tingginya.

iii. Bahwa Promosi Kesehatan sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai

tantangan dan perubahan faktor penentu kesehatan. Berbagai tantangan

tersebut seperti: adanya perdamaian, perumahan, pendidikan, perlindungan

sosial, hubungan kemasyarakatan, pangan, pendapatan, pemberdayaan

perempuan, ekosistem yang mantap, pemanfaatan sumber daya yang

berkelanjutan, keadilan sosial, penghormatan terhadap hak-hak azasi

manusia, dan persamaan, serta kemiskinan yang merupakan ancaman terbesar

terhadap kesehatan, selain masih banyak ancaman lainnya.

iv. Bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul terhadap

kesehatan diperlukan kerjasama yang lebih erat , menghilangkan sekat-sekat

penghambat, serta mengembangkan mitra baru antara berbagai sektor, di

semua tingkatan pemerintahan dan lapisan masyarakat.

v. Bahwa prioritas Promosi Kesehatan abad 21 adalah :

a. Meningkatkan tanggungjawab sosial dalam kesehatan;

b. Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan;

c. Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan;

d. Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan masyarakat;

23

e. Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.

vi. Selanjutnya menyampaikan himbauan untuk bertindak, dengan menyusun

rencana aksi serta membentuk atau memperkuat aliansi promosi kesehatan di

berbagai tingkatan, mencakup a.l. : (1) Membangkitkan kesadaran akan

adanya perubahan faktor penentu kesehatan; (2) Mendukung pengembangan

kerjasama dan jaringan kerja untuk pembangunan kesehatan; (3) Mendorong

keterbukaan dan tanggungjawab sosial dalam promosi kesehatan.

24

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan

kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah

kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis

dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan

pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan

hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Untuk itu diterapkan konsep hidup

sehat H.L Blum. Yakni derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi faktor

lingkungan, gaya hidup, pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Dengan tujuan

menc apai derajat sehat yang optimal, sehingga perlu adanya suatu indikator untuk

menilai derajat kesehatan masyarakat, yang telah dirumuskan dalam keputusan

menteri kesehatan Nomor 1202/ MENKES/SK/VIII/2003.

Dari perjalanan sejarah, dari masa penjajahan sampai sekarang, Promosi

Kesehatan telah mengalami pasang surut. Banyak yang telah dicapai, tetapi lebih

banyak lagi yang belum dilakukan. Di antara semuanya itu, yang paling penting

adalah pengambilan hikmah, makna, nilai atau “wisdom” yang dapat ditarik dari

rentetan perjalanan sejarah itu. Kemudian belajar dari semuanya itu kita dapat

menjalani masa kini dan menghadapi masa depan dengan lebih terarah dan

mantap. Beberapa hikmah, makna atau nilai yang dapat dipetik dari perjalanan

sejarah Promosi Kesehatan itu adalah sebagai berikut: Bahwa Promosi Kesehatan

(atau apapun namanya waktu itu: Propaganda, Pendidikan, Penyuluhan atau nama

lainnya lagi) merupakan kebutuhan mutlak baik bagi masyarakat maupun bagi

penyelenggara kesehatan.

25

3.2 Saran

1) Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu pembaca dalam

memahami konsep paradigma sehat dan sejarah perkembangan promosi

kesehatan.

2) Perlu diadakan penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai kajian ini.

26

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Dodiet. 2008. Paradigma Sehat. Surakarta

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti

Ewles dan Simnet, 1994, dalam Maulana, Heri D.J,. 2009. Promosi Kesehatan.

Jakarta: EGC

Hudaya, Isna. 2010. Paradigma Sehat. http://fik.unissula.ac.id. Diakses pada 10

Januari 2010.

Maulana, Heri D.J,. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC

Nafsiah, Siti. 2000. Prof. Hembing Pemenang The Star of Asia Award Pertama di

Asia Ketiga di Dunia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia.

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Ed.2. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

Setyawan, Febri E.B,. (2010). Paradigma Sehat. 6 (12). http://ejournal.umm.ac.id

/index.php/sainmed/article/view/1012. Diakses pada 10 Januari 2015.

Siswanto, Hadi. 2002. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Syarifudin & Hamidah. 2007. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC

Ta’aliyah Nurul Islami . 2013. Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Kesehatan

Masyarakat, (Online), (http://perpustakaan.stik-avicenna.ac.id/wp-content/

uploads/2014/07/SEJARAH-DAN-PERKEMBANGAN-KESEHATAN-

MASYARAK.pdf), diakses pada 9 Januari 2015.

Tim Penulis FKM UA.2011. Perkembangan Dan Tantangan Masa Depan

Promosi Kesehatan Di Indonesia: Dari Propaganda, Pendidikan dan

27

Penyuluhan Sampai Promosi Kesehatan, (Online), (https://ikma10fkmua.

files.wordpress.com/2011/09/sejarah-promosi-kesehatan.docx),diakses pada

9 Januari 2015.