Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

113
1 NAFS (JIWA) MENURUT KONSEP ALQUR’AN BAB I OLEH JAMRIDAFRIZAL, S.Ag.,M.HUM A. AlQur’aan dan Metode Tafsir Mawdlu’i Dalam bahasa Arab, nafs mempunyai banyak arti, dan salah satunya adalah jiwa. 1 Oleh karena itu, ilmu jiwa dalam bahasa Arab disebut dengan nama . 2 Nafs dalam arti jiwa telah dibicarakan para ahli sejak kurun waktu yang sangat lama. Dan persoalan nafs telah dibahas dalam kajian filsafat, psikologi dan juga ilmu tasawuf. Dalam filsafat, pengertian jiwa diklasifikasi dengan bermacammacam teori, antara lain: 1. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan substansi yang berjenis khusus, yang dilawankan dengan substansi materi, sehingga manusia dipandang memiliki jiwa dan raga. 2. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan suatu jenis kemampuan, yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam kegiatankegiatan. 3. Teori yang memandang jiwa sematamata sebagai sejenis proses yang tampak pada organismeorganisme hidup. 4. Teori yang menyamakan pengertian jiwa dengan pengertian tingkah laku. 3 Dalam psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku sehingga yang diselidiki oleh psikologipsikologi adalah perbuatanperbuatan yang dipandang sebagai gejalagejala dari jiwa. Teoriteori psikologi, baik psikoanalisa, Behaviorisme maupun Humanisme memandang jiwa sebagai suatu yang berada di belakang tingkah laku. 4 Sedangkan di kalangan ahli tasawuf, nafs diartikan sesuatu yang melahirkan sifat tercela. AlGhazali (w. 1111 M.) misalnya menyebut nafs sebagai 1 Bahasa Arab menggunakan term nafs untuk menyebut banyak hal, seperti: roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran samakan kulit, jasad, kedekatan, zat, mata, kebesaran dan perhatian (lihat Ibn Manzhur, lisan al- Arab, Dar al Ma’arif Jilid Vi, tt h. 4500-4501) 2 Misalnya judul buku ‘Ilm al-Nafs al-Islamii karangan Dr. Ramadlan Muhammad al- Qazzafi, (Tripoli: Mansyuran Shahifah al-Da’wah al-Islamiyah, 1990) 3 Louis O. Kattsoff, Elements of Philosophy, alih bahasa Soeyono Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), cet ke-1, h. 301 4 Teori psikoanalisa menempatkan keinginan bahwa sadar sebagai penggerak tingkah laku. Behaviorisme menempatkan manusia sebagai makhluk yang tidak berdaya menghadapi lingkungan sebagai stimulus, sedangkan teori Psikologi Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan baik dalam merespon lingkungan. Lihat Hassan Langgulung. Teori-teori kesehatan mental, perbandingan Psikologi modern dan pendekatan pakar-pakar pendidikan Islam (Kuala Lumpur: Pustaka Huda, 1983), cett. Ke-1, h. 9-26

description

Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs Konsep Nafs

Transcript of Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

Page 1: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

1

NAFS (JIWA) MENURUT KONSEP AL­QUR’AN BAB I

OLEH JAMRIDAFRIZAL, S.Ag.,M.HUM

A. Al­Qur’aan dan Metode TafsirMawdlu’i Dalam bahasa Arab, nafs mempunyai banyak arti, dan salah satunya

adalah jiwa. 1 Oleh karena itu, ilmu jiwa dalam bahasa Arab disebut dengan nama Nafs dalam arti 2 .علم النفس jiwa telah dibicarakan para ahli sejak kurun waktu yang sangat lama. Dan persoalan nafs telah dibahas dalam kajian filsafat, psikologi dan juga ilmu tasawuf.

Dalam filsafat, pengertian jiwa diklasifikasi dengan bermacam­macam teori, antara lain: 1. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan substansi yang berjenis

khusus, yang dilawankan dengan substansi materi, sehingga manusia dipandang memiliki jiwa dan raga.

2. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan suatu jenis kemampuan, yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam kegiatan­kegiatan.

3. Teori yang memandang jiwa semata­mata sebagai sejenis proses yang tampak pada organisme­organisme hidup.

4. Teori yang menyamakan pengertian jiwa dengan pengertian tingkah laku. 3

Dalam psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku sehingga yang diselidiki oleh psikologi­psikologi adalah perbuatan­perbuatan yang dipandang sebagai gejala­gejala dari jiwa. Teori­teori psikologi, baik psikoanalisa, Behaviorisme maupun Humanisme memandang jiwa sebagai suatu yang berada di belakang tingkah laku. 4

Sedangkan di kalangan ahli tasawuf, nafs diartikan sesuatu yang melahirkan sifat tercela. Al­Ghazali (w. 1111 M.) misalnya menyebut nafs sebagai

1 Bahasa Arab menggunakan term nafs untuk menyebut banyak hal, seperti: roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran samakan kulit, jasad, kedekatan, zat, mata, kebesaran dan perhatian (lihat Ibn Manzhur, lisan al- Arab, Dar al Ma’arif Jilid Vi, tt h. 4500-4501)

2 Misalnya judul buku ‘Ilm al-Nafs al-Islamii karangan Dr. Ramadlan Muhammad al- Qazzafi, (Tripoli: Mansyuran Shahifah al-Da’wah al-Islamiyah, 1990)

3 Louis O. Kattsoff, Elements of Philosophy, alih bahasa Soeyono Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), cet ke-1, h. 301

4 Teori psikoanalisa menempatkan keinginan bahwa sadar sebagai penggerak tingkah laku. Behaviorisme menempatkan manusia sebagai makhluk yang tidak berdaya menghadapi lingkungan sebagai stimulus, sedangkan teori Psikologi Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan baik dalam merespon lingkungan. Lihat Hassan Langgulung. Teori-teori kesehatan mental, perbandingan Psikologi modern dan pendekatan pakar-pakar pendidikan Islam (Kuala Lumpur: Pustaka Huda, 1983), cett. Ke-1, h. 9-26

Page 2: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

2

pusat potensi marah dan syahwat pada manusia 5 اجلامع لقوة الغضب والشهوة يف االنسان dan sebagai pangkal dari segala sifat tercela 6 أألصل اجلامع للصفات املذمومة مناألنسان pengertian ini antara lain dipahami dari hadits yang berbunyi 7 اعدى عدوك نفسك الىت بني جنبيك yang artinya musuhmu yang paling berat adalah nafsumu yang ada di dua sisimu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nafs (nafsu) juga dipahami sebagai dorongan hati yang kuta untuk berbuat kurang baik, 8 padahal dalam al­Qur’an nafs tidak selalu berkonotasi negatif.

Kajian tentang nafs merupakan bagian dari kajian tentan hakikat manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang bisa menempatkan dirinya menjadi subyek dan obyek sekaligus. Kajian tentang manusia selalu menarik, tercermin pada disiplin ilmu yang berkembang, baik ilmu murni maupun ilmu terapan. 9

Tentang manusia, al­Qur’an menggunakan tiga nama, yaitu (1) اناس – ناس –

menurut kebanyakan tafsir, manusia 10 . ذرية آدم atau بني آدم dan (3) بشر (2) انسان - انسsebagai basyar lebih menunjukkan sifat lahiriah serta persamaannya dengan manusia sebagai satu keseluruhan sehingga Nabi pun disebut sebagai basyar, 11 sama seperti yang lain, hanya saja beliau diberi wahyu oleh Tuhan, satu hal yang membuatnya berbeda dengan basyar yang lain, seperti dijelaskandalam surat al­ Kahfi/18: 110 كم يوحى ايل امنا انا بشر مثل .

Sedangkan nama insan yang berasal dari kata انس (‘uns) 12 yang berarti jinak, harmoni dan tampak, atau dari kata نسي (nasiya) 13 yang artinya lupa, atau dari ناس ينوس (nasa yanusu) 14 yang artinya berguncang, menunjuk kepada manusia

5 Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din (tt: kitab al-Syu’ab, tth), vol. II h. 1345 6 Ibid 7 ibid 8 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet ke­3, h.

679. 9 Dr. Muhammad Muhammad Jabir yang men­tashhih al­Munqizh min al­Dlalal­nya Imam

al­Ghazali mengatakan bahwa filsafat (sebagai ilmu dasar) sebenarnya merupakan symbol dari revolusi melawan manipulator yang mengarahkan manusia tanpa bendera kemanusiaan. Menurutnya, filsafat tidak bermaksud menghancurkan agama, tetapi keduanya berhubungan dalam hal mencari kebajikan bagi manusia (lihat Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Ibn Muhammad al­Ghazali, al­Munqizh min al­Dlala, wa Kimya al­Sa’adah wa al­Qawa’id al­Asyrah wa al­Adab fi al­Din (Beirut: al­Maktabah al­Saqafiyah, tth), h. 16

10 Al­Qur’an menyebut term insane sebanyak 65 kali, ins 12 kali, unas lima kali, nasiya satu kali, al­Nas 250 kali, basyar 37 kali, bani Adam tujuh kali dan dzurriyah Adam satu kali.

11 Ibn Kastsir menafsirkan basyar dari surat al­Kahfi 110 ini dengan menyebutkan bahwa Muhammad sebagai basyar tidak mengetahui hal­hal yang gaib, tidak mengetahui pula data sejarah masa lalu dari bangsa­bangsa yang disebut al­Qur’an. Apa yang disampaikan oleh Nabi bukan pengetahuannya karena beliau sebagai basyar pengetahuannya terbatas seperti keterbatasan pengetahuan basyar yang lain, hanya saja Allah memberi beliau informasi tentang hal tersebut melalui wahyu. (Muhammad Ali­al Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir (Beirut : Dar al­ Qur’an, 1981), jilid II, h. 440

12 Ibn Manzhur, Lisan al­Arab (Kairo: dar al­Ma’arif, tth), Jilid I, h. 147­150 13 ibid, h. 147. menurut Ibn Abbas, manusia disebut insane karena sifat pelupanya terhadap janji, li nisyanibi.

14 Ibid, jilid VI, h. 4575

Page 3: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

3

dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Perbedaan manusia antara yang satu dengan yang lain, bisa merupakan perbedaan fisik, bisa juga perbedaan mental dan kecerdasan. Kata nafs sendiri, dalam al­Qur’an mempunyai aneka makna. Dalam surat al­Maidah/5:32, berbunyi من قتل نفسا menunjuk pada arti totalitas manusia, sedang pada surat al­Ra’d/13/11 yang berbunyi ان اهللا ال يغري ما بقوم حىت يغريوا ما

menunjuk بأنفسهم pada apa saja yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku, dan pada surat al­An’am/ 6:12 yang berbunyi كتب على

menunjuk kepada diri Tuhan. Nafs نفسه الرمحة dalam konteks pembicaraan tentang manusia menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk.

Penelitian tentang hakikat manusia atau sekurang­kurangnya tentang sifat­ sifat manusia yang secara alami melekat pada manusia, atau hokum­hukum yang berlaku pada kejiwaan manusia dalam hal ini konsep nafs dalam al­Qur’an adalah sangat penting. Pentingnya penelitian tentang nafs bukan hanya terbatas pada kebutuhan pengetahuan, tetapi juga pada kepentingan mengurai, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku manusia, baik secara individual maupun secara kelompok, baik dalam kaitannya dengan bidang dakwah atau pendidikan maupun untuk kepentingan menggerakkan masyarakat dalam pembangunan nasional.

Al­Qur’an mengisyaratkan bahwa nafs sebagai sisi dalam manusia berhubungan dengan dorongan­dorongan tingkah laku, sikap dan dengan tingkah laku itu sendiri. Oleh karena itu kajian tentang nafs dalam al­Qur’an mencakup (1) makna yang dapat di pahami dari ungkapan nafs, (2) nafs sebagai penggerak atau dorongan tingkah laku dan (3) hubungan nafs dengan tingkah laku manusia.

B. Jiwa Menurut Term Nafs Al­Qur’an menyebut nafs dalam bentuk­bentuk kata jadian تنفس يتنالص متنا فسون

Dalam bentuk mufrad, nafs disebut 77 kali tanpa idlafah dan 65 kali .نفس نفوس أنفسdalam bentuk idlafah. Dalam bentuk jamak nufus disebut 2 kali, sedang dalam bentuk jamak anfus disebut 158 kali. Sedangkan kata tanaffasa, yatanaffasu dan al­ mutanaffisun masing­masing hanya disebut satu kali.

Dalam bahasa Arab, kata nafs mempunyai banyak arti, 15 tetapi yang menjadi obyek kajian Dallam tulisan ini adalah nafs seperti yang dimaksud dalam al­Qur’an. Term nafs dalam al­Qur’an semuanya disebut dalam benttuk ism atau kata benda, yakni nafs, nufus dan anfus. Sedangkan kata تنفسdalam surat al­Takwir/ 81:18 (والـصبح اذا تـنفس dan kata يتنـافس dalam surat al­Muthaffifin/ 83: 26 meskipun kata­kata itu berasal juga dari kata nafasa/ nafisa, dalam ( فالينافس املنافـسون)kata jadian seperti itu mempunyai arti yang tidak berhubungan dengan nafs.

Sastra Arab kuno menggunakan kata nafs untuk menyebut diri atau seseorang, sementara kata roh digunakan untuk menyebut nafas dan angina. Pada masa awal turunnya al­Qur’an, kata nafs di gunakan untuk menyebut jiwa

15 Bahasa Arab menggunakan term nafs untuk menyebut banyak hal, seperti roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran samakan kulit, jasad,kedekatan, zat, mata, kebesaran dan perhatian (lihat Ibn Manzhur, Lisan al­Arab (Ttp: dar al­ Ma'arif, tth), Jilid h. 4500­4501)

Page 4: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

4

atau sisi dalam manusia 16 , sementara roh digunakan untuk menyebut malaikat Jibril atau anugerah ketuhanan yang istimewa. 17 Baru pada periode sesudah al­ Qur’an secara keseluruhan memasyarakat di dunia Islam, kata nafs digunakan oleh literature Arab untuk menyebut jiwa danroh secara silang, dan keduanya digunakan untuk menyebut rohani, malaikat dan jin. Bahasa Arab juga menggunakan istilah nafsiyun (نفسي) dan nafsaniyun (نفساين) untuk menyebut hal­ hal yang berhubungan dengan nafs. 18

Dalam al­Qur’an, kata nafs mempunyai aneka makna: 1. Nafs, sebagai diri atau seseorang, seperti yang disebut dalam surat Alu

Imran/ 3: 61 (وانفسنا وانفسكم) , surat Yusuf /12: 54 ) وقال امللك ائتوين به أستخلصه لفسي ( dan surat al­Dzariyat / 51: 21 (وىف أنفسكم أفال تبصرون)

2. Nafs, sebagai diri Tuhan, surat al­An’am / 6: 12, 54 ( كتب على - كتب ربكم على نفسه الرمحن

(نفسه الرمحة3. Nafs, sebagai person sesuatu, dalam surat al­Furqon/ 25:3 واختدوا من دونه اهلاة الخيلقون

dan surat al­An’am/ 6:130 شيئا وهم خيلقون وال ميلكون ألنفسهم ضرا وال نفغا4. Nafs sebagia roh, surat al­An’am / 6: 93 ولو ترى اذ اظاملون ىف غمرات املوت وامللئكة باسطوا ايديهم

أخرجوا أنفسكم

5. Nafs sebagai jiwa, surat al­Syams/ 91: 7 ) ونفس وما سواها ( dan surat al­Fajr/ 89: 27 (يأيتها النفس املطمئنة)

6. Nafs sebagai totalitas manusia, surat al­Maidah/ 5:32 نفس او فساد ىف من قتل نفس بغري

dan surat al­Qashash/ 28: 19, 33 االرض فكامنا قتل الناس مجيعا7. Nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku, surat al­Rad/

أن اهللا ال يغري ما بقوم حىت يغريوا ما بانفسهم) 11 :13 ) dan al­Anfal/ 8: 53. Dalam konteks manusia, disamping penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia, banyak ayat al­Qur’an yang mengisyaratkan gagasan nafs sebagai sesuatu di dalam diri manusia yang mempengaruhi perbuatannya, atau nafs sebagai sisi dalam manusia, sebagai lawan dari sisi luarnya.

Ayat­ayat yang mengisyaratkan adanya sisi luar dan sisi dalam manusia antara lain adalah sebagai berikut:

16 Pada periode Mekkah, al­Qur'an sudah menyebut al­ruh al amin, al­ruh al qudus dan al­ malaikah wa al­ruh sepeti yang tersebut dalam Q.s al­Syuara/ 26:193, Q.s. al­Nahl/ 16:102,Q.s al­ Ma'arij/ 70:4, Q.s. al­Naba/ 78:38, Q.s al­Qadr/ 97:4

17 Misalnya surat al­Mujadilah/ 58: 22 (وأتدهم بروح منه) mengandung arti pertolongan Allah, dan surat al­Syura /42:52 (وكذلك اوحينا اليك روحا من امرنا) mengandung arti wahyu al­Qur'an. Lihat pula surat­ surat Q.s. al­Syuara/ 26:193, Q.s. al­Nahl/ 16:102, Q.s al­Maarij/ 70:4, Q.s al­Naba/ 78:38, Q.s al­ Qadr/ 97:4

18 Tentang penggunaan kalimat roh dan nafs dengan makna silang dapat dilihat antara lain pada kitab al­Afhanni­ kitab sastra masa Bani Umayyah, juga pada kitab­kitab hadits, al­Muwaththa, Musnad Ibn Hanbal, Shahih Bukhari pada kitab al_Farq bayn al­Firaq­nya al Baghdadi, al­Milal wa al­ Nihal­nya al Syahristani dan lain­lain. Lihat pula Ibn Manzhur, Lisan al­Arab, Dar al Ma'arif dan H.A.R Gibb & J.H. kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam (New York Cornell Uniersity Press, 1953), h. 433­436 dan Edward William Lanc, Arabic­English Lexion, (London: Islamic Texts Society Trust, 1984), volume II, h. 2826­2829

Page 5: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

5

!$# ãΝn=÷è tƒ $tΒ ã≅Ïϑøt rB ‘≅à2 4 s\Ρé& $tΒ uρ âÙ‹Éó s? ãΠ$ymö‘F $# $tΒ uρ ߊ#yŠ÷“ s? ( ‘≅à2uρ >ó x« …çν y‰ΨÏã A‘#y‰ ø)ÏϑÎ/ ∩∇∪ ÞΟ Î=≈ tã

É= ø‹tó ø9$# Íοy‰≈ pꤶ9 $#uρ ç Î7x6 ø9$# ÉΑ$yè tFßϑø9 $# ∩∪ Ö !#uθy™ Οä3Ζ ÏiΒ ô ¨Β §| r& tΑöθs)ø9 $# tΒ uρ tyγy_ ϵÎ/ ôtΒ uρ uθèδ ¥#÷‚ tGó¡ãΒ

È≅øŠ ©9$$Î/ 7>Í‘$y™ uρ Í‘$pκ]9 $$Î/ ∩⊇⊃∪ …çµs9 ×M≈ t7Ée)yè ãΒ . ÏiΒ È ÷ t/ ϵ÷ƒ y‰ tƒ ô ÏΒuρ ϵÏÿù=yz …çµtΡθÝà xÿøt s† ô ÏΒ ÌøΒ r& «!$# 3 χ Î) ©! $# ω

çÉi tó ム$tΒ BΘ öθs)Î/ 4 ®Lym (#ρ çÉi tó ム$tΒ öΝ ÍκŦ àÿΡr'Î/ 3 !#sŒ Î) uρ yŠ#u‘r& ª! $# 5Θöθs)Î/ #[þθß™ ξ sù ¨Š ttΒ …çµs9 4 $tΒ uρ Ο ßγs9 ÏiΒ ÏµÏΡρ ߊ ÏΒ

@Α#uρ

Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang Sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada sisi­ Nya ada ukurannya. Yang mengetahui semua yang ghaib dan yang nampak; yang Maha besar lagi Maha Tinggi. Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus­terang dengan Ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. Bagi manusia ada malaikat­malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali­kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.s. Al­Rad/ 13:8­11)

1. Nafs sebagai Totalitas Manusia Kata nafs digunakan al­Qur’an untuk menyebut manusia sebagai totalitas,

baik manusia sebagai makhluk yang hidup di dunia maupun manusia yang hidup di alam akhirat. Surat al­Maidah/5:32, misalnya menggunakan nafs untuk menyebut totalitas manusia di dunia, yakni manusia hidup yang bisa dibunuh, tetapi pada surat Yasin/ 36: 54, kata nafs digunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat.

ôÏΒ È≅ô_ r& y7Ï9≡sŒ $oΨö; tF2 4’ n?tã û Í_t/ ≅ƒÏℜuó Î) …çµΡr& tΒ ≅tFs% $G¡øÿtΡ Îö tó Î/ C§øÿtΡ ÷ρ r& 7Š$|¡sù ’ Îû ÇÚ ö‘F$# $yϑΡr'x6 sù

≅tFs% $Ζ9 $# $Yè‹Ïϑy_ ôtΒ uρ $yδ$uŠ ôm r& !$uΚ ¯Ρr'x6 sù $uŠ ômr& $Ψ9 $# $Yè‹Ïϑy_ 4 ...

Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi,

Page 6: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

6

Maka seakan­akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya]. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah­olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. … (Q.s al­Maidah:32)

tΠ öθu‹ø9 $$sù ω ãΝn=ôà è? Ó§ øÿtΡ $\↔ ø‹x© ωuρ χ÷ρ t“øgéB ωÎ) $tΒ óΟçFΖ à2 tβθè=yϑ÷è s? ∩∈⊆∪ Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.s Yasin/ 36:54)

Penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia juga dapat dijumpai pada surat al­Baqarah/2:61 dan 123, Yusuf / 12:54, al­Dzariyat / 51: 21, dan al­ Nahl/ 16: 111. Dari penggunaan term nafs untuk menyebut manusia yang hidup di alam dunia maupun di alam akhirat melahirkan pertanyaan tentang pengertian totalitas manusia. Sebagaimana yang sudah menjadi pemahaman umum bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu jiwa dan raga. Tanpa jiwa­dengan fungsi­fungsinya­manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasa, jiwa tidak dapat menjalankan fungsi­fungsinya. Surat Yasin/ 36: 54 mengisyaratkan adanya paham eskatologi dalam al­Qur’an, yakni bahwa di samping manusia hidup di alam dunia, ada dunia lain, yakni alam akhirat di mana manusia nanti harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Jadi totalitas manusia menurut al­Qur’an bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga sebagai makhluk akhirat, yakni manusia yang juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam akhirat.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana wujud kehidupan nafs di akhirat dibanding dengan kehidupan di alam dunia. Alam dunia bersifat materi, dan keberadaan manusia di alam dunia juga bisa didekati dengan ukuran­ ukuran materi dalam hal ini dengan panca indera­meski disisi lain manusia juga memiliki kehidupan spiritual. Alam akhirat bukan alam materi, oleh karena itu tolak ukur alam akhirat berbeda dengan tolak ukur alam dunia. Bagaimana manusia hidup di dunia sudah diketahui oleh ilmu pengetahuan, sedang bagaimana manusia hidup di alam akhirat hanya bisa didekati dengan keyakinan.

Menurut al­Qur’an, di alam akhirat nanti, nafs akan dipertemukan dengan badannya. Surat al­Takwir/ 81:7 berbunyi: واذ النفوس زوجت (dan ketika nafs­ nafs itu dipertemukan (dengan badannya).

Kebanyakan tafsir, misalnya tafsir al­Maraghi menafsirkan kalimat zuwwiyat dengan arti dipertemukan dengan badannya. 19 Penafsiran ini menunjukkan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan. Surat Yasin/ 36: 65, misalnya berbunyi:

tΠ öθu‹ø9 $# ÞΟ ÏFøƒ wΥ #’n?tã öΝ ÎγÏδ≡uθøù r& !$uΖ ßϑÏk=s3 è?uρ öΝ Íκ‰ É‰ ÷ƒ r& ߉ pκô¶ s?uρ Ν ßγè=ã_ ö‘r& $yϑÎ/ (#θçΡ%x. tβθç6 Å¡õ3 tƒ ∩∉∈∪

19 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, Tafsir al­Maraghi (Beirut: dar al­Ihya al Turas al­Arabiyah, 1985), jilid 10 Juz 30, h. 55

Page 7: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

7

Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (Q.s Yasin/ 36:65)

Demikian juga ayat­ayat yang menggambarkan keadaan sorga mengisyaratkan adanya bentuk­bentuk kehidupan yang menyerupai kehidupan manusia di alam dunia, seperti adanya mata air sebagai sumber minuman dan gelas yang diperuntukkan bagi al­abrar seperti yang terdapat dalam surat al­ Insan/76:5 (ان االبرار يشربون من كاس) serta adanya dipan­dipan dan bidadari seperti dijelaskan surat al­Thur/ 52: 20 ) مسكني على سرر مصفوفة وزوجناهم جمور عني (

Jika nafs di akhirat nanti akan dipertemukan dengan badannya, pertanyaan yang timbul apakah badan yang lama, yang telah hancur menjadi tanah, atau badan baru yang dirancang untuk hidup di alam rohani. Ditinjau dari kekuasaan Tuhan, maka mempertemukan nafs dengan badannya bukanlah masalah, karena seperti dipaparkan surat Yasin/36: 79 (قل حيبيها الذي أنشاها اول مرة) Tuhan berkuasa menghidupkan yang mati sebagaimana berkuasa menghidupkan pada kali pertama. Selanjutnya hal itu kembali kepada keimanan dan keyakinan.

Berbeda dengan al­Maraghi, Abdullah Yusuf Ali dalam The Meaning of the Glorius Quran mengartikan زوجن dengan dipilih. Jadi menurut Yusuf Ali, pada hari akhirat nanai nafs akan dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: nafs yang termasuk dekat dengan Tuhan ) املقربني ( dan dua selebihnya adalah golongan kanan dan golongan kiri (اصحاب الشمال). 20

Pendapat Yusuf Ali dalam hal ini sebenarnya merupakan tafsir al­Qur’an bi al­Qur’an, yakni bahwa surat al­Takwir/ 81:7 di tafsir dengan surat al­ Waqiah/56:7­10, bahwa kelak pada hari kiamat manusia akan dikelompokkan menjadi tiga golongan, 21 .كنتم ازواجا ثالثة Menurut Fakhr al­Razi, yang juga diikuti oleh Mohammad Arkoun, 22 kalimat zuwwiyat pada surat al­Takwir /81:7 dimungkinkan untuk banyak penafsiratn. Pendapat­pendapat yang idkutip Imam al­Razi, menegaskan prinsip bahwa yang dpertemukan dalam term zuwwijat haruslah di antara dua pihak yang sepadan, maka makna zuwwijat bisa berarti dipertemukan (a) nafs dengan jasadnya, (b) nafs­nya orang mukmin

20 Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of Glorious Qur'an (Beirut: Dar al­Kutub al­Lubhani, tth), h. 1694

­Q.s. al) وكنتم ازواجا ثالثة فأصحاب امليمنة ما اصحاب امليمنة واصحاب املشئمة مآ اصحاب املشئمة والسابقون الـسابقون اولئـك املقريـون 21Waqiah/ 56: 7­11)

22 Muhammad Arkoun, al­Fikr al­Islami, Naqa wa Ijtihad (London: dar al­Saqi, 1990), h. 75­ 105). Buku ini sebenarnyamerupakan kumpulan dari artikel dalam bahasa Prancis yang ditulis dalam rangka seminar Internasional bertema Intellectuels et Militans dans le monde islamique yang diselenggarakan oleh Universitas Ness bulan Desember 1988, tapi kemudian diterjemahkan dan dita'liq oleh Hasyim Saleh dengan judul tersebut di atas. Hasyim bekerja keras mengorek pemikiran Arkoun dengan mengajukan 21 topik pertanyaan kepada Arkoun. Hasyim juga secara khusus mewawancarai dan mengulas pemikiran Arkoun pada tiga seminar yang lain.

Page 8: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

8

dengan bidadari, (c) nafs­nya orang kafir dengan setan, (d) nafs­nya orang Yahudi dengan Yahudi dan Nasrani dengan Nasrani, (e) nafs dengan amalnya. 23

Pengertian totalitas manusia juga bermakna bahwa manusia memiliki sisi luar dan sisi dalam. Al­Qur’an mengisyaratkan bahwa nafs juga merupakan sisi dalam manusia.

2. Nafs Sebagai Sisi Dalam Manusia Surat al­Rad/ 13:10, mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sisi dalam

dan sisi luar. Ö !#uθy™ Ο ä3ΖÏiΒ ôΒ §| r& tΑöθs)ø9 $# tΒuρ tyγy_ ϵÎ/ ôtΒ uρ uθèδ ¥# ÷‚tGó¡ãΒ È≅øŠ ©9$$Î/ 7>Í‘$y™ uρ Í‘$pκ]9 $$Î/

Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus­terang dengan Ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Q.s al­Rad/ 13:10)

Kesanggupan manusia untuk merahasiakan dan berterus­terang (أسر وجهر) dengan ucapannya merupakan petunjuk adanya sisi dalam dan sisi luar dari manusia. Al­Qur’an juga menyebut hubungan antara sisi dalam dan sisi luarnya. Jika sisi luar manusia dapat dilihat pada perbuatan lahirnya, maka sisi dalam, menurut al­Qur’an berfungsi sebagai penggeraknya. Surat al­Syams/ 91:7 ونفس وما

secara tegas menyebut nafs sebagai jiwa. Jadi sisi dalama manusia adalah سواهاjiwanya.

Sekurang­kurangnya al­Qur’an dua kali menyebut nafs sebagai sisi dalam yang mengandung potensi sebagai penggerak tingkah laku, yaitu pada surat al­ Rad/13: 11 dalam surat al­Anfal / 8: 53

3 χ Î) ©!$# ω çÉi tó ム$tΒ BΘöθs)Î/ 4 ®Lym (#ρçÉi tó ム$tΒ öΝÍκŦ àÿΡr'Î/ Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada nafs mereka sendiri. (Q.s Al­Rad/ 13:11)

y7 Ï9≡sŒ χ r'Î/ ©!$# öΝs9 à7 tƒ #ZÉi tó ãΒ ºπyϑ÷è ÏoΡ $yγyϑyè ÷Ρr& 4’n?tã BΘ öθs% 4 ®Lym (#ρ çÉi tó ム$tΒ öΝ ÍκŦ àÿΡr'Î/ χr&uρ ©!$# ìì‹Ïϑy™ ÒΟŠÎ=tæ ∩∈⊂∪

(siksaan) yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya Allah sekali­kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang Telah dianugerahkan­Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa­apa yang ada pada diri mereka sendiri dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.s al­Anfal/ 8:53

23 Imam al­Fakhr al­Razi, al­Tafsir al Kabir, (Beirut Dar Ihya al­Turats al­Arabi, tth) juz XXXI, h. 69

Page 9: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

9

Pada surat al­Ra’d/ 13: 11 di atas, ada dua kalimat yang menunjukkan keadaan sesuatu pada kaum, yaitu kalimat مابقوم dan ما بأنفسهم. dalam kaidah bahasa Arab, huruf ما pada kalimat مابقوم dan ما بأنفسهم mengandung arti berita artinya مابأنفسهم artinya apa yang ada pada sesuatu kaum, dan مابقوم Jadi .(ماخربية)apa yang ada pada nafs atau sisi dalam mereka. Sedangkan apa kandungan huruf ma dapat dilihat pada konteks ayat terseubt atau munasabah dari ayat sebelum dan sesudahnya.

Surat al­Rad/ 13: 1­7 menyebutkan tentang kekuasaan Allah dan kesempurnaan ilmu­Nya pada system jagad raya, serta keheranannya terhadap orang kafir yang tidak percaya. Ayat 8­9 menyebutkan kesempurnaan pengetahuan Allah terhadap kapasitas dan proses kejadian manusia ketika masih dalam kandungan ibunya. Allah telah menetapkan kapasitas ) مقدار (

manusia satu persatu sejak dini. Ayat 10 mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sisi luar dan sisi dalam, sisi yang tampak dan sisi yang tidak tampak, yang keduanya tapak jelas bagi­Nya.Pada ayat 11, al­Qur’an menegaskan komitmen Tuhan dalam memberikan rahmat kepada manusia, yakni denganmengirimkan malaikat rahmat untuk selalu menyertai, mengawasi dan menjaganya. Meskipun demikian manusia tetap diberi ruang yang besar untuk menggapai apa yang diinginkan, sehingga apa yang dicapai bergantung usahanya. Tuhan tidak hanya memberikan anugerah berupa nikmat kepada manusia atau masyarakat, tetapi juga memberi kesempatan kepada mereka untuk serta dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Jadi ما بقوم pada surat al­Rad / 13:11 mengisyaratkan peluang keberhasilan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada surat al­Anfal/ 8: 53, secara lebih jelas disebutkan bahwa apa yang ada pada suatu kaum itu ialah nikmat Allah bagi manusia. Ayat sebelumnya (52) dan sesudahnya (54) secara jelas menceritakan pasang surut kejayaan dan keturunan Fir’aun dan orang­orang sebelumnya dimana siksaan Tuhan dating disebabkan oleh perbuatan meraka mendustakan­Nya. Jadi surat al­Anfal/8:53 mengisyaratkan bahwa kejayaan suatu kaum bergantung kepada apa yang ada dalam nafs mereka, karena Tuhan tidak akan mencabut atau mendatangkan suatu tingkat kesejahteraan begitu saja kepada suatu kaum tanpa peran mereka, dan peran itu bersumber dari apa yang ada dalam nafs mereka.

Dengan demikian kata مابأنفسهم mengisyaratkan bahwa nafs itu merupakan sisi dalam manusia yang juga merupakan wadah bagai suatu potensi, dan sesuatu itu sangat besar perannya bagi perbuatan manusia. Apa yang ada didalam nafs manusia berperan besar dalam mempertahankan, menambah atau mengurangi tingkat social ekonomi masyarakat. Baik surat al­Rad maupun al­ Anfal mengubungkan apa yang ada di dalam nafs dengan perubahan. Apa yang tersembunyai dalam nafs, dan dari sana lahir perbuatan akan dapat melahirkan perubahan­perubahan besar dalam kehidupan manusia di muka bumi ini.

Pekerjaan melakukan perubahan adalah pekerjaan yang melibatkan gagasan, perasaan dan kemauan. Oleh karena itu apa isi anfus seperti yang dimaksud dalam term مابأنفسهم pastilah suatu potensi, atau sekurang­kurangnya di antara muatan nafs adalah potensi, yakni potensi untuk merasa, berpikir dan

Page 10: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

10

berkemauan. Dari term ما بأنفسهم dapat dipahami bahwa nafs bukan alat, tetapi lebih merupakan wadah yang didalamnya terdapat aneka fasilitas. Ia merupakan ruang dalam atau rohani manusia yang sangat luas yang juga menampung aneka fasilitas, ibarat ruang besar yang berkamar­kamar, menampung seluruh aspek nafs manusia, yang diisi dari maupun yang tidak disadari.

Hal ini diisyaratkan dalam surat Thaha/ 20: 7 yang berbunyi:

βÎ) uρ öyγøgrB ÉΑöθs)ø9 $$Î/ …çµΡÎ* sù ãΝn=÷è tƒ §Åc£9 $# ’ s∀÷zr&uρ ∩∠∪ Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi

Menurut al­Maraghi, al­sirr atau rahasia adalah apa yang dirahasiakan seseorang kepada orang lain, sedangkan makna akhfa atau yang tersembunyi adalah apa yang terlintas di dalam hati tetapi sudah tidak disadari, mungkin sama dengan apa yang dalam istilah Ilmu Jiwa disebut alam bawah sadar. 24

a. Nafs sebagai Penggerak Tingkah Laku Surat al­Rad/ 13­11, disamping mengisyaratkan nafs sebagai wadah, ia

juga mengisyaratkan sebagai penggerak tingkah laku. Tuhan tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan kaum sampai mereka mengubah isi dari nafs mereka. Jadi nafs bisa dioptimalkan fungsinya untuk menggerakkan tingkahlaku manusia melakukan perubahan­perubahan. Sebagai wadah, nafs dapat menampung hal­hal yang baik maupun yang buruk, seperti terdapat pada surat al­Syams/ 91:8, (فأهلمها فجور ها وتقويها) selanjutnya menurut surat al­Naziat/ 79: 40 (ى النفس عن اهلوىو ), jika dijaga dari dorongan syahwat atau hawa nafsu, dan disucikan, seperti yang terdapat dalam Q. S al­Syams/ 91:9, ) قد أفلح من

nafs meningkatkan kualitasnya. Akan tetapi jia ia dikotori dengan perbuatan ) زكاهاmaksiat dan menjauhi kebajikan seperti yang disebut dalam surat Q.S. al­Syams/ maka nafs menjadi rendah kualitasnya. Kualitas nafs itu ,وقد خاب من دساها 91:10berpengaruh terhadap perbuatan. Jika kualitas nafs itu baik, maka kecenderungannya pada menggerakkan perbuatan baik, sebaliknya jika kualitasnya rendah, maka nafs cenderung mudah menggerakkan perbuatan buruk. Akan tetapi dalam menggerakkan tingkah laku dengan segala prosesnya, nafs tidak bekerja secara langsung, karena nafs bukanlah alat. Nafs bekerja melalui jaringan system yang bersifat rohani. Dalam system nafs terdapat sub system yang bekerja sebagai alat yang memungkinkan manusia dapat memahami, berpkir dan merasa, yaitu: qalb, bahirah, ruh dan aql, yang akan dibahas pada bagian lain di belakang.

b. Kualitas Nafs Al­Qur’an menegaskan bahwa pada dasarnya nafs diciptakan TUhan

dalam keadaan sempurna. Sebagai perangkat dalam (rohani) manusia, nafs

24 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, op.cit vol. Vi, h. 96

Page 11: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

11

dicipta secara lengkap, diilhamkan kepadanya kebaikan dan keburukan agar ia dapat mengetahuinya.

<§øÿtΡuρ $tΒ uρ $yγ1 §θy™ ∩∠∪ $yγyϑoλù; r'sù $yδu‘θègéú $yγ1 uθø)s?uρ ∩∇∪ ô‰s% yxn=øùr& tΒ $yγ8 ©.y— ∩∪ ô‰s% uρ z>% s tΒ $yγ9¢™ yŠ Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.s al­Syams/ 91: 7­11)

Nafs adalah al­jawhar atau substansi yang menyebabkan manusia berbeda kualitasnya dengan makhluk yang lain, yakni yang menyebabkan manusia mampu menggagas, berpikir dan merenung, kemudian dengan gagasan dan pikirannya itu manusia mengambil keputusan, dan dengan pikirannya itu manusia juga dapat menangkap rambu­rambu dan symbol­simbol yang membuatnya harus memilih jalan mana yang harus ditempuh.

Menurut al­Qur’an, nafs memiliki kemerdekaan dan memiliki peluang apakah kemudian cenderung kepada kebaikan dan alergi kepada keburukan atau sebaliknya, bergantung kepada faktor­faktor yang mempengaruhinya. Faktor terpenting dalam hal ini adalah bagaimana manusia mengendalikan kodrat fitriahnya, tabiat individualnya serta daya responnya terhadap lingkungan sebelum melakukan suatu perbuatan.

Menurut al­Qur’an, nafs memiliki kemerdekaan untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, dan dengan alat bantu yang tersedia, memungkinkan memilih jalan atau mengubah keputusan, sehingga suatu nafs memutuskan untuk memilih jalan yang menuju kepada martabat takwa, dan di waktu yang lain menyimpang ke jalan yang sesat.

Dalam surat al­Isra/ 17: 15 disebutkan:

ÇΒ 3“y‰ tF÷δ$# $yϑΡÎ* sù “ω tGöκu‰ ϵšøÿuΖ Ï9 ( tΒ uρ ¨≅|Ê $yϑΡÎ* sù ‘≅ÅÒtƒ $pκö n=tæ 4 ωuρ â‘Ì“s? ×οu‘Η# uρ u‘ø— Íρ 3“t÷zé& 3 $tΒ uρ $Ζ ä.

t Î/ Éj‹yè ãΒ 4®Lym y]yè ö6 tΡ Zωθß™ u‘ ∩⊇∈∪ Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul.

Sejalan dengan kemerdekaan yang diberi oleh Tuhan, nafs juga diberi tanggung jawab dan otonomi. Seperti dijelaskan ayat di atas, bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan Tuhan tidak akan memberi azab sebelum terlebih dahulu memberi rambu­rambu yang harus dipatuhi melalui rasul­Nya. Kemerdekaan dan tanggung jawab nafs itu diberikan sedemikian rupa hingga Tuhan mengingatkan bahwa Dia mengetahui sisi dalam yang disembunyikan manusia. Surat Qaf/ 50: 16 menyebutkan bahwa apa yang

Page 12: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

12

dibicarakan oleh nafs, yang tidak terdengar oleh panca indera manusia, diketahui oleh Tuhan.

ô‰ s)s9uρ $uΖ ø)n=yz z≈ |¡ΣM$# ÞΟ n=÷è tΡuρ $tΒ â¨ Èθó™ uθè? ϵÎ/ …çµÝ¡øÿtΡ ( ß øt wΥuρ Ü> tø% r& ϵø‹s9 Î) ô ÏΒ È≅ö7ym ωƒ Í‘uθø9 $# ∩⊇∉∪ Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (Q.s. Qaf/ 50:16)

Kualitas nafs seseorang bisa meningkat dan bisa menurut dan hal ini berkaitan dengan system yang melibatkan jaringan tabiat dan fitnah manusia. Kualitas nafs yang telah terbentuk pada seseorang membentuk system pengendalian oleh tiap­tiap individu, sehingga seseorang kuat dan yang lain ada yang lembah dalam menghadapi godaan yang dating dari luar. Hal ini diisyaratkan oleh al­Qur’an surat al­Naziat/ 79: 40­41:

$Β r&uρ ôtΒ t∃%s tΠ$s)tΒ ÏµÎn/ u‘ ‘yγtΡuρ §øÿΖ9$# Çtã 3“uθoλù; $# ∩⊆⊃∪ ¨βÎ* sù sπΨpgø:$# ‘Ïδ 3“uρ ù'yϑø9 $# ∩⊆⊇∪ Dan adapun orang­orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).

Surat al­Hasyr/ 59: 9 juga menghubungkan kualitas nafs dengan tingkat kecintaan kepada harta benda.

4 tΒuρ s−θム£xä© ÏµÅ¡øÿtΡ Í×≈ s9 'ρ é'sù ãΝ èδ χθßsÎ=øÿßϑø9 $# .....dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung

Fisik manusia, meski genetiknya sehat, tetapi proses kehamilan, kelahiran dan lingkungan hidup selanjutnya mempengaruhi tingkat kesehatannya. Demikian juga tingkatan nafs, meskipun pada dasarnya ia dicipta Tuhan dalam keadaan sempurna seperti yang disebut dalam surat al­Syams/ 91: 7­8, tetapi pemeliharaan dan pemupukannya seperti yang diisyaratkan dalam surat al­ Naziat/ 79:40, surat al­Hasyr/ 59:9, dan surat al­Syams/ 91: 9­10 di atas melahirkan tingkatan nafs yang berbeda­beda pada tiap orang. Pada orang dewasa yang berakal, tingkatan nafs disebut dalam al­Qur’an dalam beberapa tingkatan, seperti al­nafs al­Ammarah, al Nafs al­Lawwamah dan al­Nafs al­ Muthmainnah. Sedangkan pada anak­anak yang belum mukallaf, al­Qur’an menyebut nafs untuk mereka denggan nama nafs zakiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan jiwa yang suci.

c. Kapasitas Nafs

Page 13: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

13

Dihadapan Tuhan manusia bertanggung jawab secara perorangan. Sebagai khalifah Allah, setiap manusia telah dilengkapi perangkat untuk melaksanakan tugas­tugas kekhalifahannya. Perbuatan baik atau buruk kekecil apapun yang dilakukan manusia tidak ada yang tercecer dalam “administrasi” Tuhan (Q.S. al­Zilzalah/ 98: 8­7). 25 Perbuatan baik yang dilakukan oleh setiap orang akan tercatat sebagai amal yang pahalanya diberikan kepada yang bersangkutan. ) 26 ووفيت كل نفس ما كسبت Orang yang berdosa pun juga hanya menanggung akibat dari dosa yang dia lakukan. Tidak seorang pun yang teraniaya, yakni harus menanggung perbuatan dosa orang lain. وال تكسب كل نفس االعليها

27 (وال تزر وازر أخرى

Dihadapan Tuhan, nafs adalah otonom. Setiap nafs diberi peluang untuk berhubungan langsung dengan Allah swt. Jika badan manusia yang bersifat materi musnah bersama dengan kematian manusia, maka nafs manusia yang immateri dipanggil untuk kembali kepada Tuhannya, seperti yang dijabarkan dalam surat al­Fajr/ 89: 27:

$pκçJ−ƒ r'≈ tƒ ߧ øÿΖ9$# èπΖ Í×yϑôÜßϑø9 $# ∩⊄∠∪ û ÉëÅ_ö‘$# 4’ n<Î) Å7 În/ u‘ ZπuŠ ÅÊ#u‘ ZπŠ ÅÊó £∆ ∩⊄∇∪ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai­Nya.

Akan tetapi kapasitas nafs tiap orang berbeda­beda, maka disamping ada nafs yang dipanggil untuk kembali kepada Tuthan dengan ridha dan diridhoi, ada yang ditegur Tuhan karena tidak bisa mempertahankan kesucian nafs­nya. Dalam surat al­Infithar Allah berfirman

ôM yϑÎ=tã Ó§ øÿtΡ $Β ôMtΒ £‰ s% ôN tzr&uρ ∩∈∪ $pκš‰ r'≈ tƒ ß≈|¡ΡM$# $tΒ x8¡xî y7 În/ tÎ/ ÉΟƒÌx6 ø9 $# ∩∉∪ “Ï%©! $# y7s)n=yz y71§θ|¡sù y7 s9y‰ yè sù ∩∠∪

Setiap nafs mengetahui apa yang Telah dikerjakan dan yang dilalaikannya. Hai manusia, apakah yang Telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang Telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, (Q.s al­Infithar/ 82: 5­7)

Menurut al­Maraghi, kalimat فعدلك artinya membuatmu seimbang badannya. 28 Sedangkan menurut Abdullah Yusuf Ali dalam the Meaning of the Glorious Quran, kalimat tersebut artinya membuatmu berprasangka adil, adil sepanjang argument rasional dan perasaan spiritual. 29

Jadi pada dasarnya, meskipun nafs memiliki kemerdekaan, tetapi Tuhan memberikan kecenderungan kepada kebaikan dan keadilan. Dalam surat al­

فمن يعمل مثقال ذرة خريا يره ومن يعمل مثقال ذرة شرايره 2526 Surat al­Imran/ 3:25 lihat pula Q.s al­Imran/ 3:161 dan Q.s al­Isra/ 17:15 27 Surat al­An'am/ 6:164 lihat Pula Q.s al­Baqarah/ 2:281 28 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, op.cit Juz X, h. 66 29 Abdullah Yusuf Ali, op.cit h. 1701

Page 14: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

14

Baqarah/ 2: 286, disebutkan bahwa nafs akan memperoleh ganjaran sesuai dengan perbuatannya:

4 $yγs9 $tΒ ôMt6 |¡x. $pκö n=tãuρ $tΒ ôM t6 |¡tFø.$# 3 Nafs memperoleh pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (Q.s. al­Baqarah/ 2:286)

Dalam bahasa Arab, term كسبت menunjuk pada usaha yang dilakukan secara mudah, sedangkan term كسبت menunjuk pada usaha yang susah dan berat. 30 Jadi pada dasarnya nafs diciptakan Tuhan dalam system manusia berikut dengan segala fitrahnya, sebagai fasilitas untuk berbuat baik. Dengan kata lain pada dasarnyanya manusia diciptakan Tuhan untuk menjalankan kebaikan, yang kemudian diberi fasilitas dengan nafs yang memiliki kecenderungan kepada kebaikan. Akan tetapi kemerdekaan manusia memungkinkan ada orang yang mengabaikan perbuatan baik, sebaliknya malah melakukan keburukan, meskipun untuk itu harus bersusah payah melakukannya (iktasabat), yakni harus memenangkan konflik batin, karena batin atau nafs­nya tidak mendukung perbuatan buruk itu.

Ayat ini sebenarnya juga menegaskan apresiasi al­Qur’an terhadap manusia, yakni memandang manusia sebagai makhluk yang mulia (positif) sejak lahir, berbeda dengan agama Kristen yang menganggap manusia secara negatif, yakni manusia dipandang telah membawa dosa warisan sejak lahir. 31

Sejalan dengan pandangan positif al­Qur’an, nafs diperlakukan Tuhan secara adil dan tidak akan teraniaya, oleh karena itu Allah tidak membebani suatu kewajiban kepada seseorang kecuali pasti sesuai dengan kapasitas kesanggupannya, seperti yang dipaparkan dalam surat al­Baqarah/ 2­286: اليكلف

اهللا نفسا اال وسعها

C. Tingkatan Kualitas Nafs Seperti telah dijelaskan dalam surat al­Syams/ 91: 9­10 bahwa nafs itu

diciptakan Tuhan secara sempurna, tetapi ia harus tetap dijaga kesuciannya, sebab ia bisa rusak jika dikotori dengan perbuatan maksiat. Kualitas nafs tiap orang berbeda­beda berkaitan dengan bagaimana usaha masing menjaganya dari hawa (Q.s. Al­Naziat/ 79: 40), yakni dari kecenderungannya kepada syahwat, karena menuruti dorongan syahwat itu, seperti yang dikatakan oleh al­Maraghi, merupakan tingkah laku hewan yang dengan itu manusia telah menyia­nyiakan potensi akal yang menandai keistimewaannya. 32

Dalam bahasa Indonesia, syahwat yang menggoda manusia sering disebut dengan istilah hawa nafsu, yakni dorongan nafsu yang cenderung bersifat rendah.

30 Ibn Manzhur, op.cit jilid V, h. 3870­3871 31 Gereja mengenal tiga macam dosa, yaitu dosa asal yang diwaris dari kesalahan Adam,

dosa berat dan dosa ringan, masing­masing mengandung aspek Kristosentris, berhubungan dengan Tuhan, aspek social dan aspek eklesiologis, berhubungan dengan kegerejaan, lihat Vand den End, Dr. Th, Harta dalam Bejana (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, tth)

32 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, op.cit , vol. X Juz xxx, h. 168­169

Page 15: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

15

Al­Qur’an membagi tingkatan nafs pada dua kelompok besar, yaitu nafs martabat tinggi dan nafs martabat rendah. Nafs martabat tinggi dimiliki oleh orang­orang yang takwa, yang takut kepada Allah dan berpegang teguh kepada petunjuk­Nya serta menjauhi larangan­Nya. Sedangkan nafs martabat rendah dimiliki oleh orang­orang yang yang menentang perintah Allah dan yang menbaikan ketentuan­ketentuan­Nya, serta orang­orang yang sesat, yang cenderung berperilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta kemungkaran.

Secara ekplisit al­Qur’an menyebut tiga jenis nafs, yaitu: النسف املطمنة .1 (al­nafs al­muthma’innah) dan ,(al­nafs al­lawwamah) مة النفس اللوا .2 (al­nafs al­ammarah bi al­su) (النفس االمارة بالسوء .3

Ketiga jenis nafs tersebut merupakan tingkatan kualitas, dari yang terendah hingga yang tertinggi. Ayat­ayat yang secara eksplisit menyebut ketiga jenis nafs itu adalah sebagai berikut:

$pκçJ−ƒ r'≈ tƒ ߧ øÿΖ9$# èπΖ Í×yϑôÜßϑø9 $# ∩⊄∠∪ û ÉëÅ_ö‘$# 4’ n<Î) Å7În/ u‘ ZπuŠ ÅÊ#u‘ ZπŠ ÅÊó £∆ ∩⊄∇∪ ’ Í?ä ÷Š$$sù ’ Îû “ω≈ t6 Ïã ∩⊄∪ ’ Í?ä ÷Š$#uρ

ÉLΖ y_ ∩⊂⊃∪ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai­Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba­hamba­Ku, Masuklah ke dalam syurga­Ku. (Q.s al­Fajr/ 89: 27­30)

Iω ãΝ Å¡ø% é& ÏΘ öθu‹Î/ Ïπyϑ≈ uŠ É)ø9 $# ∩⊇∪ Iωuρ ãΝ Å¡ø% é& ħ øÿΖ9$$Î/ ÏπtΒ#§θ=9 $# ∩⊄∪ Aku bersumpah demi hari kiamat, Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri) (Q.s al­Qiyamah/ 75:1­2)

* !$tΒ uρ ä—Ìht/ é& û ŤøÿtΡ 4 ¨βÎ) § øÿΖ9$# 8ο u‘$Β V Ïþθ¡9 $$Î/ ωÎ) $tΒ zΟ Ïmu‘ þ’ În1 u‘ 4 ¨βÎ) ’ În1 u‘ Ö‘θàÿxî ×Λ Ïm §‘ ∩∈⊂∪ Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Q.s. Yusuf 12:53)

Disamping tiga penggolongan tersebut, al­Qur’an juga menyebut term pada anak yang belum dewasa, seperti tersebut dalam surat al­Khaf / 18: 73:

$s)n=sÜΡ$$sù # ¨Lym #sŒ Î) $u‹É)s9 $Vϑ≈ n=äñ …ã& s#tGs)sù tΑ$s% |M ù=tGs% r& $T¡øÿtΡ Oπ§‹Ï.y— Îö tó Î/ <§øÿtΡ ô‰ s)©9 |M÷∞Å_ $\↔ ø‹x© #[õ3 œΡ ∩∠⊆∪ Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan Karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu Telah melakukan suatu yang mungkar". (Q.s. Al­Kahf/ 18:74

Page 16: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

16

Dari keempat tingkatan itu dapat digambarkan bahwa pada mulanya, yakni ketika seorang manusia belum mukallaf, jiwanya masih suci (zakiyah). Ketika sudah mencapai mukallaf dan berinteraksi dengan lingkungan kehidupan yang menggoda, jika ia merespons secara positif terhadap lingkungan hidupnya maka nafs itu dapat meningkat menjadi nafs muthma’innah setelah terlebih dahulu berproses di dalam tingkatan nafs lawwamah. Setiap nafs yang telah mencapai tingkat muthma’innah pastilah ia menyandang predikat zakiyah pula. Akan tetapi jika nafs itu merespon lingkungan secara negatif, maka ia dapat menurun menjadi nafs ammarah dengan segala karakteristik buruknya.

a. Nafs Zakiyah dan Tazkiyah al­Nafs Term zakiyah disebut dalam al­Qur’an sebanyak 25 kali dalam berbagai

kata bentukan, dua kai dalam bentuk ism sebagai sifat نفاسا زكية dan,غالما زكياam bentuk af’al tafdil 33 ازكى dua belas kali dalam bentuk kata kerja 34 زكى يزكى satu kali dalam bentuk kata kerja زكاى empat kali dalam bentuk kata kerja تزكى يزكى dua kali dalam bentuk kata kerja يزكى disamping 32 kali dalam bentuk kalimat زكاة .

Menurut Isfahani, kalimat زكى pada dasarnya mengandung arti tumbuh karena berkat dari Tuhan, seperti yang terkandung dalam dalam arti zakat. Jika dihubungkan denganmakanan, mengandung arti halal, tetapi jika dihubungan dengan nafs makadi dalamnya terkandung arti sifat­sifat terpuji. 35 Terjemahan al­ Qur'an terbitan Departemen Agama RepublikIndonesia menggunakan istilah "jiwa yang suci" ketika menterjemahkan kalimat نفاسا زكية dengan demikian maka pengertian menyucikan jiwa atau tazkiyah al­nafs adalah membersihkan jiwa dari sifat tercela dan mengisinya dengan sifat­sifat terpuji.

Dari ayat­ayat yang berbicara tentang gagasan nafs zakiyah dapat disimpulkan bahwa konsep nafs zakiyah dalam al­Qur'an adalah sebagai berikut: a. Bahwa ada nafs yang suci secara fitri, yakni suci sejak mula kejadiannya,

yaitu nafs dari anak­anak yang belum mukallaf dan belum pernah melakukan perbuatan dosa seperti yang disebut dalam surat al­Kahf / 18: 74 dan surat Maryam/ 19: 19:

$s)n=sÜΡ$$sù # ¨Lym #sŒ Î) $u‹É)s9 $Vϑ≈ n=äñ …ã& s#tGs)sù tΑ$s% |M ù=tGs% r& $T¡øÿtΡ Oπ§‹Ï.y— Îö tó Î/ <§øÿtΡ ô‰ s)©9 |M÷∞Å_ $\↔ ø‹x© #[õ3 œΡ ∩∠⊆∪ Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan Karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu Telah melakukan suatu yang mungkar". (Q.s. Al­Kahf/ 18:74

tΑ$s% !$yϑΡÎ) O$tΡr& ãΑθß™ u‘ Å7 În/ u‘ |= yδL Å7 s9 $Vϑ≈ n=äñ $|‹Å2y— ∩⊇∪

33 Lihat Q.s. al­Kahf/ 18:74 dan Q.s. Maryam /19:19 lihat Q.s al­Baqarah/ 2:232 dan Q.s al­Nur/ 24:28, 30 dan Q.s. al­Kahf/ 18:19 ذلك ازكى لكم 3435 Lihat misalnya Q.s Al­Syams/ 91:9 dan Q.s. al­Najm/ 53:32

Page 17: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

17

Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya Aku Ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki­laki yang suci". (Q.s. Maryam/ 91:10

b. Bahwa nafs yang suci jika tidak dipelihara kesuciannya bisa berubah menjadi kotor seperti yang terdapat dalam surat al­Syams/ 91:10)

ô‰ s% uρ z>% s tΒ $yγ9¢™ yŠ ∩⊇⊃∪ Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.(Q.s. Syams/ 91:10)

c. Bahwa manusia bisa melakukan usaha penyucian jiwa ) تزكية النفس ( seperti yang disebut dalam surat al­Nazi'at / 79: 18, al Fathir/ 35: 18 dan surat al­A'la/ 87: 14:

4 tΒuρ 4’ ª1t“s? $yϑΡÎ* sù 4’ ª1u”tItƒ ϵšøÿuΖ Ï9 4 ’ n<Î) uρ «!$# ç ÅÁyϑø9 $# dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu). (Q.s. Fathir/ 35:18)

d. Proses penyucian jiwa itu bisa melalui usaha, yakni dengan mengeluarkan zakat seperti yang tertera dalam surat al­Taubah/ 9:103, dan menjalankan pergaulan hidup secara terhormat seperti yang disyaratkan dalam surat al­ Nur/ 24:28 dan 30.

õ‹ è ô ÏΒ öΝ ÏλÎ;≡uθøΒ r& Zπs% y‰ |¹ öΝ èδãÎdγsÜè? Ν Íκ Ïj.t“ è?uρ $pκÍ5 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (hati dari kekikiran dan cinta harta) dan mensucikan mereka (dengan tumbuhnya sifat­sifat terpuji dalam jiwa meraka) (Q.s. al­ Taubah/9:103)

βÎ* sù óΟ ©9 (#ρ߉ ÅgrB !$yγŠ Ïù #Y‰ ymr& ξ sù $yδθè=äzô‰ s? 4 ®Lym χ sŒ÷σムö/ä3 s9 ( βÎ) uρ ≅Š Ï% ãΝ ä3s9 (#θãè Å_ ö‘$# (#θãè Å_ö‘$$sù ( uθèδ

4’ s1ø— r& öΝ ä3s9 4 ª! $#uρ $yϑÎ/ χθè=yϑ÷è s? ÒΟŠ Î=tæ ∩⊄∇∪ Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s. al­Nur/ 24:28)

≅è% ÏΖ ÏΒ ÷σßϑù=Ïj9 (#θ‘Òäó tƒ ôÏΒ ôΜÏδÌ≈ |Áö/ r& (#θÝà xÿøt s†uρ óΟ ßγy_ρãèù 4 y7 Ï9≡sŒ 4’s1ø— r& öΝ çλm; 3 ¨βÎ) ©!$# 7 Î7yz $yϑÎ/

tβθãè oΨóÁtƒ ∩⊂⊃∪ Katakanlah kepada orang laki­laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Q.s al­Nur/ 24:30)

Page 18: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

18

e. Penyucian nafs juga bisa dilakukan dengan proses pendidikan seperti yang dilakukan para Nabi kepada umatnya. Hal ini ditegaskan al­Qur'an dalam surat al­Baqarah/ 2: 129, 151, surat Alu­Imran 164 dan surat Jumu'ah /62:2

uθèδ “Ï%©! $# y]yè t/ ’ Îû z↵Íh‹ÏiΒ W$# Zωθß™ u‘ öΝ åκ÷] ÏiΒ (#θè=÷Ftƒ öΝÍκö n=tã ϵÏG≈ tƒ#u öΝ Íκ Ïj.t“ ムuρ ãΝ ßγßϑÏk=yè ムuρ |=≈ tGÅ3 ø9$# sπyϑõ3 Ït ø: $#uρ

βÎ) uρ (#θçΡ%x. ÏΒ ã≅ö6 s% ’ Å∀s9 9≅≈n=|Ê & Î7•Β ∩⊄∪ Dia­lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat­ayat­Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar­benar dalam kesesatan yang nyata, (Q.s. al­Jumu’ah/ 62:2)

f. Disamping melalui usaha dan pendidikan, penyucian jiwa juga bisa terjadi karena manusia dan rahmat Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki oleh­Nya, seperti yang dijelaskan dalam surat al­Nur/ 24:21 dan surat al­Nisa/ 4:49

* $pκš‰ r'≈ tƒ tÏ%©! $# (#θãΖ tΒ#u ω (#θãè Î6 −Gs? ÏN≡uθäÜäz Ç≈ sÜø‹¤±9 $# 4 tΒuρ ôìÎ7®K tƒ ÏN≡uθäÜäz Ç≈sÜø‹¤±9 $# …çµΡÎ* sù âß∆ ù'tƒ

Ï !$t±ós xÿø9$$Î/ Ìs3Ζßϑø9 $#uρ 4 ωöθs9 uρ ã≅ôÒsù «!$# ö/ä3ø‹n=tæ …çµçGuΗ÷q u‘uρ $tΒ 4’ s1y— Νä3ΖÏΒ ôÏiΒ >‰tnr& #Y‰ t/ r& £ Å3≈s9 uρ ©! $# ’ Éj1t“ãƒ

tΒ â !$t±o„ 3 ª!$#uρ ìì‹Ïÿ xœ ÒΟŠ Î=tæ ∩⊄⊇∪ Hai orang­orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah­ langkah syaitan. barangsiapa yang mengikuti langkah­langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. sekiranya tidaklah Karena kurnia Allah dan rahmat­Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan­perbuatan keji dan mungkar itu) selama­lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki­Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.s. al­Nur/ 24:21)

g. Perbuatan mensucikan jiwa (tazkiyah al­nafs) merupakan perbuatan terpuji dan dihargai Tuhan seperti yang disebut dalam surat Thaha/ 20: 75­76, Q.S Al­Syams/ 91:9 Q.s al­A'la/ 87: 14, dan Q.S al­Layl/ 92: 18

àM≈ ¨Ζy_ 5βô‰ tã “ÌøgrB ÏΒ $pκÉJøt rB ã≈ pκ÷Ξ F$# tÏ$Î#≈ yz $pκ Ïù 4 y7 Ï9≡sŒ uρ â !#t“ y_ tΒ 4’ ª1t“ s? ∩∠∉∪ (yaitu) syurga 'Adn yang mengalir sungai­sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan). (Q.s. Thaha/ 20:76)

h. Bahwa perbuatan mengaku jiwanya telah suci itu merupakan hal yang tercela, seperti terdapat dalam surat al­Najm/ 53: 32, dan Q.s. Al­Nisa/ 4:49

Page 19: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

19

( ξ sù (#þθ’.t“ è? öΝ ä3 |¡àÿΡr& ( uθèδ ÞΟ n=÷æ r& ÇyϑÎ/ #’ s+?$# ...maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (Q. Al­Najm/ 53:32)

1) Fitrah Kesucian Nafs Pada dasarnya nafs itu diciptakan Tuhan dalam keadaan sempurna (Q.s.

al­Syams/91: 7­8), tapi ia dapat tercemar menjadi kotor jika tidak dijaga (Q.s. 91: 9­10). Tentang nafs yang masih suci disebutkan dalam surat al­Kahfi/ 18: 74, dalam rangkaian kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir yang teks ayatnya telah ditulis pada bagian depan.

Kalimat zakiyah pada ayat tersebut di atas ( merupakan sifat dari ( ) نفسا زكيةnafs, sehingga nafs zakiyah artinya jiwa yang suci. Dalam konteks ayat tersebut, pemilik nafs yang suci itu adalah seorang anak kecil, seperti yang juga disebut dalam surat Maryam/ 19:19 غالما زكيا . Jadi nafs yang secara fitri masih suci adalah nafs dari anak yang belum mukallaf, yang oleh karena itu belum berdosa.

Fakhr al­Razi mengutip perbedaan makna dari kalimat زكية dan زاكية

sebagian mufasir memandang sama arti dari dua kalimat itu, tetapi sebagian membedakannya, antara lain Abu Amr ibn al­A'la yang membedakan arti dari dua kalimat itu. Menurutnya, nafs zakiyah (dengan alif) adalah jiwa yang suci secara fitri, yakni belum pernah melakukan dosa, sedang nafs zakiyah adalahjiwa yang suci setelah melalui proses tazkiyah al­nafs dengan bertaubat dari perbuatan dosa. 36

Kesucian nafs bersifat maknawi, maka kotornyapunjuga bersifat maknawi. Seseorang dapat memelihara kesucian nafs­nya manakala ia konsisten dalam jalan takwa, sebaliknya nafs berubah menjadi kotor jika pemiliknya menempuh jalan dosa atau fujur surat al­Syams/ 91: 7­10 menyebutkan bahwa sungguh rugi orang yang telah mengotori jiwanya (وقد خاب من دساها). Kata dassa berasal dari kata دس - يدس yang arti lughawinya menyembunyikan sesuatu di dalam sesuatu. 37 Dalam kontek ayat ini, artinya orang mengotori jiwanya dengan perbuatan dosa yang dilakukan secara sumbunyi­sembunyi. Oleh karena itu sebagian mufasir berpendapat bahwa ayat Qur'an ini (Q.s. al­Syams/ 91:10) berkenaan dengan nafsnya orang soleh yang melakukan kefasikan, bukan jiwa orang kafir, karena orang saleh , meski ia melakukan perbuatan dosa, tetapi ia malu dengan perbuatannya itu sehingga ia lakukan dengan cara sembunyi­ sembunyi, berbeda dengan orang kafir yang melakukannya dengan terang­ terangan. 38

2) Usaha Penyucian Nafs (tazkiyah al­nafs) Al­Qur'an mengisyaratkan bahwa jia yang tercemar masih dapat

diusahakan untuk menjadi suci kembali, baik dengan usaha sendiri, melalui

36 Imam Fakhr al­Razi, al­Tafsir al­Kabir (Beirut dar Ihya al­Turats al Arabi, tth), cet III, juz XXI, h. 155

37 Ibn Manzhur, op.cit, jilid II, h. 1372­1373 38 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, juz xxxi, h. 193­194

Page 20: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

20

pendidikan atau karena anugerah dan rahmat Allah seperti yang diisyaratkan oleh surat Q.s. al­Taubah/ 9: 103, Q.s Al Imran/ 3: 164.

ô‰ s)s9 £ tΒ ª!$# ’ n?tã tÏΖ ÏΒ ÷σßϑø9 $# øŒÎ) y]yè t/ öΝÍκ Ïù Zωθß™ u‘ ôÏiΒ ôΜÎγÅ¡àÿΡr& (#θè=÷Gtƒ öΝ Íκö n=tæ ϵÏG≈ tƒ#u öΝ Íκ Åe2t“ムuρ ãΝ ßγßϑÏk=yè ムuρ

|=≈ tGÅ3 ø9$# sπyϑò6 Ït ø: $#uρ βÎ) uρ (#θçΡ%x. ÏΒ ã≅ö6 s% ’ Å∀s9 9≅≈n=|Ê A Î7•Β ∩⊇∉⊆∪ Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang­orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat­ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar­benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.s. al­Imran/3: 164

Ayat al­Qur'an tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang sesat masih dimungkinkan untuk dibersihkan jwianya. Usaha atau proses penyucian jiwa itu disebut tazkiyah al­nafs. 39

Tazkiyah bisa dilakukan karena dorongan sendiri, atau didorong oleh orang lain, melalui dakwah, pendidikan atau bahkan paksaan. Menurut al­ Qur'an surat Fathir/ 35: 18 manusia dapat secara sadar melakukan suatu perbuatan yang dimaksud untuk mensyucikan jiwanya, ومن تزكى فامنا يزكى لنفسه . Perbuatan yang dapat menyucikan jiwa seseorang menurut al­Qur'an adalah a). pengeluaran infak harta benda, surat Q.s al­Layl/ 92: 18

“Ï%©! $# ’ÎA ÷σム…ã& s!$tΒ 4’ ª1u”tItƒ ∩⊇∇∪

b). takut terhadap azab Allah dan menjalankan ibadah salat, surat Q.s Fathir/ 35: 18

3 $yϑΡÎ) â‘É‹Ζ è? tÏ%©! $# χöθt±øƒ s† Ν åκ®5 u‘ Í=ø‹tó ø9 $$Î/ (#θãΒ$s% r&uρ nο 4θn=¢Á9 $# 4 tΒuρ 4’ ª1t“s? $yϑΡÎ* sù 4’ ª1u”tItƒ ϵšøÿuΖ Ï9

c) menjaga kesucian kehidupan seksual, surat Q.s. al Nur/ 24­30

≅è% ÏΖ ÏΒ÷σßϑù=Ïj9 (#θ‘Òäó tƒ ôÏΒ ôΜÏδÌ≈ |Áö/ r& (#θÝà xÿøt s†uρ óΟßγy_ρãèù 4 y7 Ï9≡sŒ 4’ s1ø— r& öΝ çλm;

d) menjaga etika pergaulan, surat al­Nur/ 24: 28

( βÎ) uρ ≅Š Ï% ãΝ ä3s9 (#θãè Å_ö‘$# (#θãè Å_ ö‘$$sù ( uθèδ 4’s1ø— r& öΝä3 s9

39 Imam al­Ghazali lebih suka menyebut tazkiyah al­nafs sebagai riyadlah al Nafs diman apusat perhatian riyadlah ini pada mengobati penyakit hati dan membangun akhlak mulia. Dalam hal ini al­Ghazali menempatkan bahasan ini pada bagian dua dari rub al­Muhlikat. (lihat al­Ghazali, Ihya Ulum al­Din (Kairo, dar Ihya al Kutub al­Arabiyah, tth), jilid iv, h. 1426

Page 21: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

21

Al­Qur'an juga mengisyaratkan bahwa proses tazkiyah itu bisa terjadi melalui ajakan orang lain. Ada empat ayat yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan oleh para Rasul kepada umatnya dengan mengajarkan al­kitab dan al­ hikmah merupakan pekerjaan yang membuat umatnya tersucikan jiwanya, yakni surat al­Baqarah /2:129, 151, Q.s Al Imran/3:164, dan Q.s al­Jumuah/62:2

ô‰ s)s9 £ tΒ ª!$# ’ n?tã tÏΖ ÏΒ ÷σßϑø9 $# øŒÎ) y]yè t/ öΝÍκ Ïù Zωθß™ u‘ ôÏiΒ ôΜÎγÅ¡àÿΡr& (#θè=÷Gtƒ öΝ Íκö n=tæ ϵÏG≈ tƒ#u öΝ Íκ Åe2t“ムuρ ãΝ ßγßϑÏk=yè ムuρ

|=≈ tGÅ3 ø9$# sπyϑò6 Ït ø: $#uρ βÎ) uρ (#θçΡ%x. ÏΒ ã≅ö6 s% ’ Å∀s9 9≅≈n=|Ê A Î7•Β ∩⊇∉⊆∪

Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang­orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat­ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar­benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.s. al­Imran/ 3:164)

Tentang makna tazkiyah al­nafs, para mufassir mempunyai pandangan yang berbeda­beda:

1. Tazkiyah dalam arti para Rasul mengajarkan kepada manusia sesuatu yang jika dipatuhi, akan menyebabkan jiwa mereka tersucikan dengannya. 40

2. Tazkiyah dalam arti mensucikan manusia dari syirik, karena syirik itu oleh al­Qur'an dipandang sebagai sesuatu yang bersifat najis. 41

3. Tazkiyah dalam arti mensucikan manusia dari syirik dan sifat rendah lainnya. 42

4. Tazkiyah dalam arti mensucikan jiwa dari dosa. 43

5. Tazkiyah dalam arti mengangkat manusia dari amrtabat orang munafik ke martabat mukhlisin. 44

Disamping tazkiyah sebagai usaha, al­Qur'an juga mengisyaratkan adanya anugerah Allah kepada manusia berupa tazkiyah. Dalam surat al­Nur/ 24:21 disebutkan bahwa seandainya bukan karena anugerah Allah maka seseorang selamanya tidak bisa mensucikan jiwanya, dan Allah memberikan anugerah itu kepada orang yang dikehendakinyaولوال فضل اهللا عليكم مازكى منكم من احدا ولكن اهللا يزكى من يشاء ). Dalam surat al­Nisa/ 4: 49, ketika al­Qur'an mencela tingkah laku manusia yangmerasa dirinya telah suci, juga ditegaskan bahwa Allahlah yang membersihkan jia dari orang­orang yang dikehendaki­Nya.

40 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, jilid Iv. H. 67 41 Ibid, dan Ahmad Mushthfa al­Maraghi, op.cit, jilid II, h. 123 42 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, ibid, jilid VIII, h. 121 danjilid X h. 95 43 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, jilid IX, h. 80 44 Ibid, jilid IV, h. 143

Page 22: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

22

öΝs9 r& ts? ’n< Î) t Ï%©! $# tβθ’.t“ ãƒ Ν åκ|¦ àÿΡr& 4 È≅t/ ª!$# ’Éj1t“ ムtΒ â !$t±o„ ωuρ tβθßϑn=ôà ム¸ξ‹ÏGsù ∩⊆∪

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki­Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.

5). Keutamaan Tazkiyah al Nafs Sebagaimana telah disebutkan pada uraian terdahulu bahwa nafs

diciptakan Tuhan dalam keadaan sempurna, diilhami dengan kebaikan dan keburukan supaya menjadi dorongan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Perbuatan baik akan menjaga kesucian nafs dan dan perbuatan dosa akan mengotorinya, dan perbuatan melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan, keduanya merupakan aktivitas tazkiyah yang dipandang sebagai ibadah.

Dalam Q.s al­Syams/ 91:9 dan Q.s al­A'la/ 87:14 orang yang melakukan perbuatan tazkiyah al­nafs disebut sebagai orang yang beruntung dan bahagia قد

dan dalam , أفلح من تزكى surat Q.s Thaha/ 20:6 kepadanya diberikan pahala berupa derajat yang tinggi dan keabadian sorgawi جنات عدن تدرى من حتتها األار خالدين فيها وذلك جزاء

sebagaimana من تزكى halnya ibadah yang lain di man akualitas dari ibadah itu hanya diketahui oleh Tuhan, maka al­Qur'an (Q.s al Najm/ 53: 32, Q.s Al­Nisa/ 4:49) juga mencela orang yang seakan­akan telah mengetahui tingkat kesucian jiwanya, karena kesucian jiwa itu hanya diketahui oleh Allah saja فال تزكوا أنفسكم هو

أعلم مبن اتقى

b. Al­Nafs al­Lawwamah (Nafs yang Amat Menyesali Dirinya)

Term al­lawwamah hanya satu kali disebut dalam al­Qur'an, yaitu pada surat al­Qiyamah/ 75: 1­2

ω ãΝ Å¡ ø%é& ÏΘ öθ u‹ Î/ Ïπ yϑ≈ uŠÉ)ø9$# ∩⊇∪ Iωuρ ãΝ Å¡ ø%é& ħøÿΖ9$$Î/ Ïπ tΒ#§θ ¯=9$# ∩⊄∪ Aku bersumpah demi hari kiamat, Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri) (Q.s. al­Qiyamah/75:1­2)

Lawwamah adalah kata bentukan dari الم يلوم لوما الئم لوام yang artinya mencela. Secara lughawi, terma al lawwamah mangandung arti amat mencela. Jadi secara lughawi nafs lawwamah adalah nafs yang banyak mencela. 45 Nafs lawwamah termasuk kelompok nafs martabat tinggi, karena yang dicela oleh nafs ini adalah dirinya sendiri.

Menurut riwayat Ibn 'Abbas, setiap nafs kelak di hari kiamat akan mencela dirinya, baik nafs yang berbakti kepada Tuhan maupun nafs pendosa. Nafs yang taat kepada Tuhan mencela dirinya karena menyesal tidak memperbanyak amal

45 Al­Raghib al­Isfahani, Mu'jam Mufradat Alfazah al­Qur'an (Beirut Dar al Fikr, tth) h. 476­477

Page 23: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

23

baiknya, sedangkan nafs pendosa mencela dirinya karena menyesal tidak melakukan perbuatan takwa. 46

Jadi cirri nafs al­ lawwamah adalah selalu mengeluh, kecewa dan menyalahkan dirinya. Dalam Surat al­Zumar/ 39:56 dan juga surat al­Ma'arij/ 70:19­21 disebutkan bahwa nafs menyesali dirinya atas hilangnya peluang untuk berbuat amal baik.

β r& tΑθà)s? Ó§øÿtΡ 4’tA uô£ ys≈ tƒ 4’n? tã $tΒ àMÛ§ sù ’Îû É=/Ζy_ «!$# β Î) uρ àMΖä. zÏϑ s9 t Ì Ï‚≈ ¡¡9$#

∩∈∉∪ Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang Aku Sesungguhnya termasuk orang­orang yang memperolok­olokkan (agama Allah ), (Q.s. al­Zumar/39:56)

* ¨β Î) z≈ |¡ΣM$# t,Î=äz % ·æθ è=yδ ∩⊇∪ #sŒÎ) çµ ¡¡tΒ •¤³9$# $Yãρâ“ y_ ∩⊄⊃∪ #sŒÎ) uρ çµ ¡¡ tΒ çösƒø:$# $ãθ ãΖtΒ ∩⊄⊇∪ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (Q.s. al­Ma’arij/70: 19­21)

Menurut Imam Fakhr al­Razi dalam Tafsir al­Kabir­nya, prototype nafs al­ lawwamah dapat dicontohkan pada penyesalan Nabi Adam a.s.ketika harus meninggalkan sorga sebagai akibat kesalahannya melanggar larangan Tuhan. 47 Nafs lawwamah termasuk nafs yang mulia, karena hanya orang mukmin yang bisa menyesali dan menyalahkan dirinya. Adapun orang bodoh biasanya ia sudah merasa puas atau sekurang­kurangnya tidak merasa terganggu oleh perbuatan bodohnya.

Makna lawwamah, dapat pula dicari pada munasabah ayat tersebut. Satu hal yang menarik ialah bahwa nafs ini disebut al­Qur'an dalam uslub qasam (kalimat sumpah) dan disebut sejalan dengan hari kiamat.

Uslub qasam dalam al­Qur'an selalu menunjuk besarnya makna dari yang disumpahkan, misalnya; Demi matahari ,(والشمس) demi masa ,(والعصر) demi mala (والليل) dan lain­lainnya. Bahwa hari kiamat layak disebut dengan uslub qasam, para mufasir menyepakati bahwa hari kiamat memang besar dan dahsyat maknanya. Sedangkan nafs lawwamah, apakah ia sesuatu yang dahsyat sehingga disebutkan dalam uslub qasam dan bahkan disejajarkan dengan hari kiamat, para mufasir berbeda pendapat.

Kebanyakan mufasir menilai bahwa kedua haruf ال dalam الافسم pada surat al­Qiyamah/ 75: 1­2 ini adalah bermakna sumpah, sehingga arti dari ayat itu adalah Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan nafs lawwamah. Dua hal itu, hari kiamat dan nafs lawwamah dipandang sebagai hal besar yang perlu ditonjolkan dengan uslub qasam. Dengan demikian maka antara nafs lawwamah dengan hari kiamat memang ada munasabah makna. Nafs lawwamah dipandang sebagai sesuatu yang besar oleh sebagian mufasir karena

46 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, j.XXXI, h. 215 47 Ibid, h. 216

Page 24: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

24

nafs itu memiliki keunikan dan keajaiban. Nafs selamanya menarik dan memperdaya manusia ketika ia harus melaksanakan amanat yang diembannya, seperti yang tersirat dalam surat al­Ahzab/ 33:72 ... ومحلها االنسان انه كان ظلوما جهوال

Hanya sebagian mufasir yang memandang nafs tidak layak di sebut dengan uslub qasam karena terlalu kecil sehingga mereka berpendapat bahwa ال

pertama sebagai lam qasam dan ال kedua sebagai lam nafi. Dengan demikian maka ayat itu diterjemahkan menjadi Aku bersumpah dengan hari kiamat dan aku tidak bersumpah dengan nafs lawwamah. Dikalangan ahli tafsir, penafsiran dalam arti terakhir ini dipandang sebagai syadz, yakni menyimpang dan tidak lazim. 48

Menurut Imam Fakhr al­Razi, munasabah yamw al­qiyamah dengan al­ nafs al­lawwamah sehingga keduanya perlu disebut serempak adalah karena hari kiamat itu sangat ajaib, dan salah satu maksud adanya hari kiamat adalah untuk menunjukkan keadaan nafs lawwamah itu, yakni keberuntungan atau kerugiannya pada hari itu. Sedangkan uslub qasam atas nafs lawwamah menunjuk pada keajaiban nafs itu dalam merespon perintah Tuhan. 49

Jadi nafs lawwamah menurut al­Qur'an adalah nafs yang amat menyesali hilangnya peluang baik, dan untuk itu ia mencela dirinya sendiri. Nafs dalam tingkat ini merupakan keadaan batin yang bekerja mengawasi secara internal terhadap tingkah laku, satu kondisi di mana orang­orang mukmin yang berada pada tingkat ini selalu mempertanyakan dirinya, mengkalkulasi amalnya serta mencela kesalahan yang terlanjur dilakukannya, baik perkataan maupun perbuatan. Abdullah Yusuf Ali membandingkan tingkatan nafs lawwamah dengan tingkatan kata hati (conscience). 50

c. Al­Nafs al­Muthma'innah (Jiwa yang Tenang) Ayat al­Qur'an yang secara tegas menyebut al­Nafs al­Muthma'innah

adalah surat al­Fajr/ 89: 27­30: $pκçJ −ƒ r' ¯≈ tƒ ߧøÿΖ9$# èπ ¨ΖÍ× yϑ ôÜßϑ ø9$# ∩⊄∠∪ ûÉë Å_ö‘$# 4’n<Î) Å7În/ u‘ Zπ uŠÅÊ#u‘ ZπŠÅÊó£∆ ∩⊄∇∪ ’Í? ä÷Š$$ sù ’Îû

“ω≈ t6 Ïã ∩⊄∪ ’Í? ä÷Š$#uρ ÉLΖy_ ∩⊂⊃∪ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai­Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba­hamba­Ku, Masuklah ke dalam syurga­Ku. (Q.s. al­ Fajr/89:27­30)

Pengungkapan peringkat nafs al­ muthma'innah dalam al­Qur'an mengisyaratkan tentang adanya hubungan langsung antara pencapaian martabat muthma'innah dengan tingkat keimanan kepada Allah dan karakteristik dari nafs tersebut. Dari ayat surat al­Fajr di atas dapat ditarik permasalahan (1) siapa nafs

48 Ibid, 49 Ibid 50 Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of Gloriuos Qur'an, (Beirut: Dar al­Kutub al­Lubnani,

tth), h. 1649

Page 25: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

25

yang menjadi mukhathab dalam ayat tersebut, dan (2) kapan panggilan itu disampaikan. 1). Nafs yang Menjadi Mukhatab

Surat al­Fajr/ 89: 27­30 secara jelas menyebutkan bahwa yang dipanggil supaya kembali kepada Tuhannya, berkumpul bersamahamba­hamba­Nya danmasuk ke dalam sorga­Nya adalah nafs, yaitu al­nafs al­ muthma'innah. Sebagaimana telah diuraikan di bagian depan bahwa al­Qur'an menggunakan nafs terkadang untuk menyebut totalitas manusia, dan terkadang hanya untuk menyebut sisi dalamnya saja.

Menjawab tentang siapa nafs yang menjadi mukhatab, al­Zamakhsyari dalam Tafsir al­Kasysyaf menyebutkan bahwa nafs dalam يايها النفس املطمنة bukanlah sebagai substansi, tetapi nafs dalam arti orang mukmin yang jiwanya telah mencapai martabat muthma'innah. 51 Al­Maraghi menafsirkan bahwa nafs dimaksud adalah nafs sebagai substansi, yakni nafs yang sudah mencapai tingkat yakin kepada kebenaran, yang sduah tidak tergoyahkan lagi oleh syahwat dan kesenangan. 52 Sedangkan Ibn Katsir mengutip pendapat para sahabat yang juga berbeda­beda. Ibn 'Abbas misalnya berkata bahwa ayat itu berkenaan dengan 'Utsman ibn Affan, tetapi menurut Buraydah ibn al­Hasib ayat itu berkenaan dengan paman Nabi Hamzah ibn 'Abd al­Muthalib, dan dari sanad lain ibn Abbas mengatakan bahwa panggilan al­nafs al­ muthma'innah itu ditujukan kepada semua arwah yang muthma'innah di hari kiamat. 53

Al­Qur'an memang secara konsisten sering menyebut nafs secara mutlak seperti yang terdapat dalam ayat ونفس وما سواها (Q.s. al­Syams/91:7), tapi di tempat yang lain al­Qur'an menyebutkan sekaligus dengan sifat­sifatnya seperti sifat ammarah, (Q.s. Yusuf/ 12:53), sifat lawwamah (Q.s. al­Qiyamah/ 75:2) dan Zakiyah (Q.s al­Kahf/ 18: 74) dan muthma'innah (Q.s. al­Fajr/ 89:27)

Meskipun kata nafs juga mengandung arti sosok manusia, tetapi sebagaimana pandapat Fakhr al­Razi, nafs dalam ayat ini jelas bukan dalam arti sosok manusia, karena sosok manusia itu bernama, sedangkan nafs itu anonym, sosok manusia itu bersifat fisik, padahal keberdaan fisik terbatas hanya di dunia, tidak sampai masuk ke sorga­Ku seperti yang terdapat dalam al­Fajr/ 89:30. 54 Dengan demikian maka al­nafs yang dipanggil dalam surat al­Fajr/ 89:27 ini bukan nafs dalam pengertian totalitas manusia jiwa dan raga, tetapi nafs dalam pengertian substansi yang bersifat rohani.

2). Saat Disampaikan Panggilan Al­Qur'an tidak memberikan isyarat tentang kapan panggilan ini

disampaikan kepada manusia, apakah disampaikan ketika manusia menghembuskan nafasnya yang terakhir (saat berpindahnya nafs dari badan), atau pada hari kiamat nanti secara missal, ketika manusia bangkit dari "kuburnya",

51 Mahmud ibn Umar al­Zamakhsyari, al­Kasysyaf an Haqiqah al­Tanzil wa Uyun al­ Qaqawil fi Wujud al­Ta'wil, (tt: Dar al­Fikr, tth), jilid IV, h. 254

52 Ahmat Mushthafa al­Maraghi, Op.cit, v.x., h. 154 53 Ismail Ibn Katsir al­Qurasyi al Dimasyqi, Tafsir al­Qur'an al­Azbim (Beirut: dar al­

Ma'rifah, 1987), volume IV, h. 545 54 Imam Fkahr al­Razi, op.cit, h. 177

Page 26: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

26

akan tetapi. Fakhr al­Razi dalam Tafsir al­Kabir nya mengutip pendapat ulama yang berpendapat bahwa panggilan ini sebagaimana juga pendapat Ibn "Abbas di sampaikan Tuhan ketika hari kiamat nanti, sehingga ayat أدخلو ىف عبادى , masuklah ke dalam kelompok hamba­hamba­Ku, ditafsirkan dengan أدخلى ىف اجلسد الذى خرجت منه

yang artinya, masuklah kamu (wahai nafs) kembali ke dalam tubuh yang engkau telah keluar dari padanya. 55

Ibn Katsir mengutip hadits riwayat Ibn Jarir yang menyatakan bahwa ketika Sa'id ibn Jabir di dekat Rasul membaca ayat tersebut (يايها النفس املطمنه) dan ketika Abu Bakar memujinya, tiba­tiba Rasul berkata أما ان امللك سيقول لك هذا عند املوت رواه

sesungguhnya) ابن جرير malaikat akan mengucapkan kepadamu kalimat ini ketikamaut menjemputmu). 56

3). Kriteria Muthma'innah Menurut kaidah tafsir, kandungan suatu ayat dalam al­Qur'an bisa

diketahui dengan beberapa metode, antara lain: (1). Dengan mencari keterangan pada ayat­ayat lain, sehingga kemudian al­Qur'an

ditafsir oleh al­Qur'an (2). Dengan mencari keterangan pada sunnah Rasul, sehingga kemudian Sunnah

Rasul itu berfungsi sebagai tafsir dari al­Qur'an (3). Di samping langkah no. 1 dan no. 2 di atas, juga diusahakan mencari pendapat

para sahabat nabi tentang maksud ayat tersebut. Metode ketiga ini lazim di sebut tafsir bi al­matsur,

(4) dengan menggunakan kaidah­kaidah kebahasaan, dan (5) dengan menggunakan analisis logika. Dua metode terakhir ini lazim disebut

tafsir bi al­ray

Mthma'innah berasal dari kata طمن اطمئنان طمانينة yang artinya tenang setelah mengeluh dan gelisah, السكون بعد االنزعاج . Nafs muthma'innah dalam hal ini artinya adalah jiwa yang tenang, karena ia mantap dan kuat 57 ,(االستقرار والثبات) setelah mengalami proses interaksi dengan lingkungan yang membuatnya mengeluh dan gelisah. Makna muthma'innah dalam konteks al­nafs al­ muthma'innah dalam al­ Qur'an dapat diketahui maknanya dari keterangan yang ada pada ayat­ayat yang lain. Jadi dalam hal ini berlaku tafsir al­Qur'an bi al­Qur'an.

Menurut al­Qur'an, jiwa yang tenang ditandai dengan hal­hal sebagai berikut: (1) memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap kebenaran قلبه مطمئن باالميان

seperti tersebut dalam Q.s. al­Nahl/ 16:106, karena telah menyaksikan bukti­ bukti kebenaran itu, seperti yang dialami oleh pengikut­pengikut Nabi Isa a.s.

55 Ibid 56 Ismail Ibn Katsir al­Qurasyi al­Dimasyqi, Op.cit. 57 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit, h. 317. lihat pula Imam Fakhr al­Razi, Op.cit, h. 176

Page 27: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

27

(#θ ä9$s% ߉ƒ Ì çΡ βr& ≅à2ù' ¯Ρ $pκ÷]ÏΒ ¨È⌡ uΚ ôÜs?uρ $oΨ ç/θ è=è% zΝ n=÷ètΡuρ β r& ô‰s% $uΖtFø%y‰|¹ tβθ ä3 tΡuρ $uη øŠn=tæ

zÏΒ t ωÎγ≈¤±9$# ∩⊇⊇⊂∪ Mereka berkata: "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu Telah Berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang­orang yang menyaksikan hidangan itu". (Q.s. al­ Maidah/5:113)

(2) Memiliki rasa aman, terbesas dari rasa takut dan sedih di dunia فاذا اطمأننتم فأقيموا

:dan terutama nanti di akhirat (Q.s. Fushshilat/ 41 (Q.s. al­Nisa/ 4: 103) الصالة30)

(3) Hatinya tentram karena selalu ingat kepada Allah م بذكراهللا أال بذالذين أمنوا وتطمئن قلو

.(Q.s. al­Rad/ 13:28) كراهللا تطمئن القلوبJadi sifat orang yang jiwanya telah mencapai tingkat muthma'innah adalah

hatinya selalu tentram karena ingat kepada Allah, yakin seyakin­yakinnya terdapat apa yang diyakininya sebagai kebenaran, dan oleh karena itu ia tidak mengalmi konflik batin, tidak merasa cemas dan tidak pula takut. Sifat atau kondisi seperti inilah yang oleh Abdullah Yusuf Ali dalam The Meaning of the Glorious Quran disebut sebagai puncak kebahagiaan bagi seorang mukmin (the final stage of blessI. 58

Term tuma'ninah digunakan al­Qur'an bukan hanya dalam konotasi positif, tetapi juga yang mengandung konotasi negative. Dalam surat Yusuf/ 10:7 misalnya disebutkan bahwa orang kafir yang tidak percaya akan adanya akhirat dan berpuas diri dengan kehidupan dunia juga disebut tuma'ninah, yakni tuma'ninah terhadap kehidupan dunia (اان الذين ال ترحون لقائنا ورضوا باحلياة الدنيا واءطماتوا).

4). Hubungan Dzikir dengan Ketentraman Jiwa Surat al­Rad/ 13:28, menyebutkan bahwa dengan mengingat (dzikir)

kepada Allah maka hati menjadi tentram (أال بذكراهللا تطمئن القلوب). Dikalangan penganut tarekat tasawuf, dzikir sebagai metode mencapai ketenangan hati dilakukan dengan tata cara tertentu. Di kalangan tarekat Naqsyabandiyah, dzikir dipahami dan diajarkan dengan mengucapkan kalimat­kalimat thayyibah secara keras (dzikir jahr), dan dengan kalimat­kalimat yang memfokus, dari kalimat syahdat La ilaha illa Allah ke lafzh Allah dan sampai ke lafazh hu. Tarekat lain ada yang mengajarkan bukan hanya lafazh dzikir yang diucapkan tetapi juga disertai dengan gerakan tertentu. 59

58 Abdullah Yusuf Ali, op.cit, h. 1735 59 Di Turki terdapat seni yang berasal dari tarian para sufi, demikianjuga sebagian Tarikat

Sufi di Mesir, melakukan tarian ringan disertai musik ringan dalam dzikirnya. Di Amerika Seraikat, anggota tarekat Khalwati­Jarahi juga melaksanakan dzikir dengan nuansa seni. Menurut S.H. Nasr, para sufi adalah pengolah seni dalam kerangka memancarkan keindahan Tuhan sebagai Seniman Agung. Lihat S.H Nasr, living Sufisme, dan Ismail R. Al­Faruqi, The Cultural Atlas of Islam (New York, MMC, 1986), h. 298

Page 28: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

28

Sebenarnya hubungan dzikir dengan ketentraman jiwa dapat dianalisis secara ilmiah. Dzikir secara lughawi artinya ingat atau menyebut. Jika diartikan menyebut maka peranan lisan lebih dominant, tetapi jika diartikan ingat, maka kegiatan berpikir dan merasa (kegiatan psikologis) yang lebih dominant. Dari segi ini maka ada dua alur pikir yang dapat diikuti: (a).Manusia memiliki potensi intelektual. Potensi itu kecenderungan aktif bekerja

mencari jawab atas semua hal yang belum diketahuinya. Salah satu hal yang merangsang berfikir adalah adanya hokum kausalitas di muka bumi ini. Jika seseorang melharikan suatu penemuan baru, bahwa A disebabkan B, maka berikutnya manusia tertantang untuk mencari apa yang menyebkan B. Begitulah seterusnya sehingga setiap kebenaran yang ditemukan oleh potensi intelektual manusia akan diikuti oleh penyelidikan berikutnya sampai menemukan kebenaran baru yang mengoreksi kebenaran yang lama, dan selanjutnya kebenaran yang lebih baru akan ditemukan mengoreksi kebenaran yang lebih lama. Sebagai makhluk berpikirmanusia tidak pernah merasa puas terhadap "kebenaran ilmiah" sampai ia menemukan kebenaran perennial. 60 Melalui jalan supra rasionalnya. Jika orang telah sampai kepada kebenaran ilahiah atau terpadunya pikir dan dzikir, maka ia tidak lagi tergoda untuk mencari kebenaran yang lain, dan ketikaitujiwa menjadi tenang, tidak gelisah dan tidak ada konflik batin. Selama manusia masih memikirkan ciptaan Tuhan dengan segala hokum­hukumnya, maka hati tidak mungkin tenteram dalam arti tenteram yang sebenarnya, tetapi jika ia telah sampai kepada memikirkan Sang Pencipta dengan segala Keagungan­Nya, maka manusia tidak sempat lagi memikirkan yang lain, danketika itulah puncak ketenangan dan puncak kebahagiaan tercapai, dan ketika itulah tingkatan jiwa orang tersebut telahmencapai al­nafs al­muthma'innah.

(b). Manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas, tidak ada habis­habisnya, padahal apa yang dibutuhkan itu tidak pernah benar­benar dapat memuaskannya (terbatas) Oleh karena itu selama manusia masih memburu yang terbatas, maka tidak mungkin ia memperoleh ketentraman, karena yang terbatas (duniawi) tidak dapat memuaskan yang tidak terbatas (nafsu dan keinginan). Akan tetapi, jika yang dikejar manusia itu Tuhan yang tidak terbatas kesempurnaan­Nya, maka dahaganya dapat terpuaskan. Jadi jika orang telah dapat selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka jiwanya akan tentram, karena "dunia" manusia yang terbatas telah terpuaskan oleh rahmat

60 Isitilah filsafat perennial (philosophia perennis) yang artinya filsafat keabadian sudah dikenal pada tahun 1540, oleh Agustinus Steuchus, tetapi realitas filsfat penenial, masih tertutup oleh alifan filsfat keduniawian di Barat. Bgi mereka yang menggeluti telaah­telaah tradisional, filsfat perennial mengandung arti sebagai kebenaran kekal di pusat semua tradisi yang berkiatan dengan sanatana dharma, dalam agama hindu, dan al­hikmah al­khalidah ata al­hikmah al­ laduniyah dalam agama Islam. Filsafat perennial dimakud untuk menuntun manusia masa kini keluar dari kungkungan ketidakpedulian tempat dunia modern menemukan dirinya. Ia juga merupakan saluran bagi suatu berkah sesungguhnya yang mengungkapkan suatu kerohanian yang hidup di balik pemikiran­pemikiran dan kata­kata yang diucapkan suatu kerohanian yang hidup di balik pemikiran­pemikiran dan kata­kata yang diucapkan. Bagi mereka yang telah mendalami literature tasawuf. Pemikiran dalam filsafat perennial tidak terlalu asing. Lihat frithjof Schuon, Islam and the Perennial Philosophy, (Teheran: WIF PUlishing Company Ltd, 1976)

Page 29: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

29

Alah yang tidak terbatas. Hanya manusia pada tingkat inilah yang layak menerima panggilan­Nya untuk kembali kepada­Nya, dan untuk mencapai tingkat tersebut menurut al­Razi hanya memungkinkan bagi orang yang kuat potensinya dalam berpikir ketuhanan atua kuat dalam uzlah dan kontemplasi (tafakkur)­nya. 61

Jadi al­nafs al­ muthma'innah adalah nafs yang takut kepada Allah, yakin akan berjumpa dengan­Nya, ridha terhadap qadla­Nya, puas terhadap pemberian­ Nya, perasaannya tenteram, tidak takut dan sedih karena percaya kepada­Nya, dan emosinya stabil serta kokoh.

d. Nafs Ammarah dan Karakteristiknya Ketinggian dan kerendahan kualitas nafs diukur dengan tingkat

hubungannya dengan Tuhan. Nafs kualitas tinggi adalah nafs yang sudah sampai pada tingkat dipanggil oleh Tuhan untuk kembali kepada­Nya dengan senang dan diridhai, atau sekurang­kurangnya menyesali diri karena kurang menggunakan peluang. Sedangkan nafs kualitas rendah ditandai dengan sifat­sifat yang tercela. Ciri umum dari nafs kualitas rendah menurut al­Qur'an ada empat, yaitu (a) secara mudah melanggar apa­apa yang dilarang Allah, (b) menurut dorongan hawa nafsu, (c) menjalankan maksiat dan (d) tidak mau memenuhi panggilan kebenaran. Secara eksplisit al­Qur'an menyebut al­Nafs al­Ammarah bi al­Su (النفس األمارة بالسوء) sebagai nafs yang rendah kualitasnya. Al­Qur'an juga menyebut karakteristik­ karakteristik yang menjadi indicator dari nafs ammarah itu.

Term nafs ammarah secara implicit disebut dalam al­Qur'an surat Yusuf/ 12:53 dengan ungkapan al­nafs al­ammarah bi al­su.

* !$tΒuρ ä— Ìh t/ é& ûŤøÿtΡ 4 ¨β Î) §øÿΖ9$# 8ο u‘$ΒV Ï þθ ¡9$$Î/ ωÎ) $tΒ zΟ Ïmu‘ þ’În1 u‘ 4 ¨β Î) ’În1 u‘

Ö‘θ àÿxî ×ΛÏm§‘ ∩∈⊂∪ Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Q.s. Yusuf/ 12:53)

Ayat ini turun dalam rangkaian kisah Nabi Yusuf a.s. khususnya dalam konteks Zulaykha, ibu angkatnya, yakni istri seorang menteri di negeri Mesir. Para mufasir berbeda pendapat tentang siapa yang mengeluarkan pernyataan itu, apakah Yusuf, atau Zulaykha. Perbedaan pendapat itu berakibat juga pada bagaimana menafsirkan ayat sebelumnya.

Jika kalimat itu diucapkan oleh Yusuf, maka makna ungkapan dari ayat itu adalah dapat dipahami sebagai berikut: Yusuf berkata "aku tidak mengingkari bahwa aku juga mencintai Zulaykha, karena sesungguhnya nafsu itu memang cenderung menyuruh perbuatan yang buruk, yakni zina. Untuk Tuhan

61 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, h. 177

Page 30: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

30

menghindarkan aku dari melayani godaan Zulaykha, dan Tuhanku memang maha Pengampun lagi Penyayang.

Tetapi jika kalimat itu diyakini sebagai kata­kata yang diucapkan oleh Zulaykha, maka ungkapan dari ayat tersebut adalah sebagai berikut: Zulaikha mengaku, "dan aku tidak mengingkari bahwa aku memang merayu Yusuf (seperti yang dikatakan oleh Yusuf), karena sesungguhnya nafs (saya, perempuan muda yang bersuamikan orang tua) itu meledak­ledak menuntut hubungan biologis, tetapi untunglah Tuhan masih menghindarkan aku dari perbuatan dosa itu, karena Tuhan memang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Jika dilihat susunan kisah dan makna kalimat, maka lebih logis kalimat itu diucapkan oleh Zulaykha, tetapi penulis tidak bermaksud membahas perbedaan pendapat tersebut. Dari ayat tersebut yang penting dikaji sehubungan dengan tulisan ini ialah apa yang dimaksud dengan nafs ammarah, bagaimana konsep al­ su serta karakteristik dari nafs tersebut dan kapan rahmat Tuhan itu di berikan.

1). Karakteristik Nafs Ammarah Karena konotasi negative yang terbayang maka penyebutan nafs ammarah

dalam bahasa Indonesia menjadi nafsu amarah. Ada tiga kata yang harus diterjemahkan dalam pembahasan ini, yaitu نفس (nafs), dan (ammarah) أمارة .(su) سوءSecara lughawi, nafs artinya jiwa, ammarah artinya yang banyak menyuruh dan su artinya keburukan, atau kejahatan. Jadi al­nafs al­ammarah bi al­su atau dalam bahasa Indonesia sering disingkat menjadi nafsu amarah, adalahjiwa yang memiliki kecenderungan kepada keburukan. Dalam bahasa Arab, kalimat su yang berasal dari kata ساء يسوء dan أساء يسئ mempunyai banyak arti, antara lain su bermakna (1) keburukan sebagai lawan dari hasan atau kebaikan, (2) penyakit belang, (3) segala macam bencana dan penyakit, dan (4) sesuatu yang dipandang buruk jika terjadi atau buruk akibatnya. 62 Dalam konteks surat Yusuf/12:53, su dimaksudkan untuk menyebut dorongan hubungan kelamin. Jadi nafsu amarah dalam ayat ini dimaksudnya ialah nafs yang memiliki gejolak seksual, baik gejolak lelaki maupun perempuan secara alamiah memiliki keinginan yang kuat untuk menyalurkan tuntutan biologisnya berupa hubungan seksual. Dorongan kepada hubungan seks dalam perspektif ini dipandang sebagai sesuatu yang alami menjadi fitrah manusia. Yusuf yang masih muda dipandang wajar jika ia tertarik kepada Zulaikha yang cantik danmenggoda, dan ZUlaykha yang masih muda tetapi suaminya sudah tua, dan menurut sebagian mufasir menderita impotensi, 63 adalah wajar jikan nafs­nya bergelora setiap hari melihat yusuf, anak muda tampan yang tinggal serumah.

Meskipun demikian, al­su sebagai suatu keburukan, walau merupakan fitrah manusia, ia tetap dilarang, dan manusia harus menghindarinya. Dalam ayat tersebut disyaratkan bahwa dorongan nafsu yang rendah ini memang sangat kuat, dan hanya orang yang menerima rahmat Tuhan yang dapat menghindari godaan itu.

62 Ibn Munzhur, Op.cit, vol. III, h. 2138­2140 63 Imam Fakhr Razi, op.cit, juz XVIII, h. 112

Page 31: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

31

a. Rahmat Tuhan kepada Nafs Huruf ma dalam kalimat االما رحم ريب pada surat Yusuf/ 12:53 di atas adalah

bermakna man, artinya orang. Jadi ada orang tertentu yang diberi rahmat Allah sehingga terhindar perangkap nafs ammarah. Kalimat itu dipahami oleh para mufasir dengan dua pemikiran. Pertama bahwa ada makhluk Tuhan yang dianugerahi rahmat­Nya sehingga selamanya ia tidak dapat digoda oleh dorongan nafsu seks karena diberi penjagaan secara abadi. Mereka adalah para malaikat, yakni mereka yang dibebaskan dari godaan syahwat. Kedua, yang memahami bahwa yang dimaksud dengan seseorang yang terhindar dari jebakan nafsu karena rahmat Allah adalah orang mukmin yang setiap kali dilanda godaan, ia segera ingat kepada Tuhan, dan Tuhan kemudian menurunkan rahma­Nya kepadanya sehingga ia bisa menghindarkan diri dari godaan yang sedang menggebu­gebu. 64 b. Konsep al­Su' (Keburukan)

Pengertian nafs ammarah bi al­su' jika merujuk kepada surat Yusuf/ 12:53 mengandung arti dorongan nafsu seksual, tetapi al­Qur'an menggunakan term su' juga untuk menyebut keburukan yang lain. Sekurang­kurangnya al­Qur'an menggunakan predikat buruk atau al­su' pada limabelas hal di luar pengertian dorongan seksual, yaitu jalan yang buruk,ساء سبيال (Q.s. al­Nisa/ 4:22), teman yang buruk ساء قرينا (Q.s. al­Nisa/ 4:38), keputusan yang buruk,ساء ماحيكمون (Q.s. al­An'am/ 6:126), beban yang buruk ساء محال (Q.S. Thaha/20: 101), tempat kembali yang buruk, سائت مصريا (Q.s. al­Nisa/ 4:94), tempat tinggal yang buruk, سائت مستفر ومقاماا

(Q.s. al­Furqon/ 25:66), giliran yang buruk, دائرة السؤ (Q.s. al­Fath/ 48:6), siksaan yang buruk, سوء العذاب (Q.s. Ibrahim/ 14:6), rumah atau kampung yang buruk, سوء

perhitungan ,(Q.s al­Rad/ 13:25) االدار yang buruk, سوء احلساب (Q.s. al­Rad/ 13:18) amal yang buruk, سوء عملو (Q.s. al­Mukmin/ 40: 37), perbuatan serong من اراد باهلك سوا

(Q.s. Yusuf/ 12: 25) rekayasa jahat, مكرالسىي (Q.s. Fathir/ 35: 45) dan perlindungan yang buruk شفاعة سيئة (Q.s al­Nisa/ 4: 85)

Al­Qur'an juga menggunakan kata su dalam berbagai kata bentukannya untuk menyebut penyakit خترج بيضاء من غري سوء (Q.s. al­Qashahshsh/ 28: 22), dosa, .Q.s) فأصا م سيئات ما كسبوا ,dan hukuman ,(Q.s. Hud/ 11:10) وكفرعنا سيئاتنا al­Zumar/ 39: 51)

Dari penggunaan kata su' yang mengandung banyak arti, maka pengertian nafs ammarah dapat dirumuskan sebagai nafs yang memiliki kecenderungan kepada segala hal yang buruk.

c. Kecenderungan Nafs Ammarah Secara tersirat al­Qur'an menyebut banyak karakteristik buruk dari nafs

yang dapat digolongkan dalam rumpun nafs ammarah. Secara umum nafs ammarah itu memiliki kecenderungan kepada semua hal­hal yang buruk. Secara

64 ibid

Page 32: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

32

terperinci al­Qur'an menyebut jenis kecenderungan buruk itu, yaitu hasad, kecenderungan berbuat dosa, zalim, culas, mesum, sombong dan kikir. 1). Dengki (alh­Hasad)

Term hasad disebut dalam al­Qur'an sebanyak lima kali dalam empat ayat masing­masing surat Q.s. al­Baqarah/ 2:109, Q.s. al­Fath/ 48:15, Q.s. al­Nisa/ 4:54 dan Q.s. al­Falaq/ 113:5). Dalam bahasa Arab hasad artinya seseorang menginginkan hilangnya kesenangan yang dimiliki orang lain dan berusaha memindahkannya kepada dirinya, sebagaimana yang tersebut dalam lisan al­Arab Bahasa Indonesia menggunakan kata dengki dan rii hati 65 .( وال نعمة احملسود اليك أن تتمىن ز )untuk menyebut hasad. Hasad atau dengki banyak sekali dibahas dalam hadits Nabi maupun literature akhlak tasawuf.

Surat al­Baqarah/ 2:109 mengisyaratkan adanya kedengkian orang Yahudi madinah terhadap orang Islam setelah mereka tahu bahwa Muhammad secara menyakinkan memiliki bukti­bukti kenabian ( ود كثري من اهل الكتاب لو يردونكم من بعد اميا نكم

.(حسدا من عند أنفسهم من بعد ما تبني هلم احلق Surat al­nias/ 4:54, menyebutkan kedengkian orang Yahudi terhadap Nabi Muhammad (ام حيسدون الناس على ما اتاهم اهللا من فضله), surat al­ Fath / 48: 15, mengisyaratkan adanya tuduhan dengki orang munafik Madinah terhadap Nabi dan kaum muslimin yang ikut dalam perang Khaibar (فسيقولون بل وننا). Tingkat keburukan hasad juga disebut dalam hadits Nabi yang mengumpamakan sifat hasad sebagai kekuatan perusah, seperti merusaknya api terhadap kayu bakar, 66 dan seperti gunting yang dapat mencukur amal, dan sebagai penyakit umat. 67

Al­Qur'an mengidentifikasi karakter hasad dengan ungkapan yang sama mengena.

β Î) öΝ ä3 ó¡ |¡ øÿsC ×π uΖ|¡ ym öΝ èδ ÷σ Ý¡ s? β Î) uρ öΝ ä3 ö7 ÅÁ è? ×π t⁄ ÍhŠy™ (#θ ãmt øÿtƒ $yγÎ/ Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. (Q.s. Al­Imran/ 3:120)

Dalam rangkaian kisah Nabi Yusuf, al­Qur'an juga mengisyaratkan adanya hasad pada saudara­saudara Nabi Yusuf karena ia lebih diperhatikan oleh ayahnya, seperti yang dikisahkan dalam surat Yusuf/ 12: 8­17

Dari ayat­ayat al­Qur'an maupun dari hadits Nabi dapat dirumuskan bahwa hasad atau dengki adalah perasaan iri pada seseorang terhadap keberuntungan yang dimiliki oleh orang lain disertai keinginan untuk menghilangkan keberuntungan itu dan memindahkannya kepada dirinya.

Perasaan dan perbuatan seperti itu secara jelas dicela oleh al­Qur'an surat al­Nisa/ 4:32 وال تتمنوا ما فضل اهللا به بعضكم على بعض (Dan janganlah kamu iri hati terhadap

65 Ibn Munzhur, op.cit, jilid I, h. 868 66 رواه ابو داود وابيهقى ( اياكم والحسد فان الحسد بأكل الحسنات كما تأكل النار الحصب67 رواه البزار ( دب اليكم داء األمم قبلكم الحسد والبغضاء هي الحالقة أما اتى ال اقول تحليق الشعر ولكن تحليق الدين

) والبيهقى

Page 33: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

33

apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kau lebih banyak dari sebagian yang lain.)

Sedangkan iri hati terhadap hal yang dimiliki orang lain, tidaklah tercela, bahkan al­Qur'an menganjurkan manusia untuk berlomba memperoleh sesuatu yang diinginkan, seperti yang tersebut dalam surat­al­Muthaffifin/ 83: 26 فلينا فس

فاسبقوا اخلريات dan surat al Baqarah/ 2: 148 املنافسون

(1) Penyebab hasad Menurut al­Qur'an, ada hal­hal yang menyebabkan timbulnya rasa dengki

pada manusia, yaitu (a) rasa permusuhan dan kebencian seperti yang disebutkan dalam surat Ali­Imran/ 3: 118, (b) kagum diri dan merendahkan orang lain seperti yang disebut dalam surat al­Zukhruf/43:31 dan surat al­Mu'minun/ 23:33. (a) Rasa Permusuhan dan Kebencian

Surat al­Imran/ 3:118 secara tegas menyebutkan bahwa sebab­sebab kedengkian orang Yahudi terhadap Nabi dan kaum Muslimin adalah rasa permusuhan dan kebencian. Dijelaskan dalam ayat itu bahwa kaum muslimin dilarang mengambil teman kepercayaan dari kalangan orang Yahudi Madinah ketika itu, karena mereka sudah menampakkan secara jelas kebencian mereka kepada kaum muslimin.

(b). Kagum diri dan Merendahkan Orang Lain Al­Qur'an mengisyaratkan bahwa rasa dengki yang dimiliki oleh orang

kafir Quraysy Makkah kepada Nabi Muhammad dan oleh Kaum Ad kepada nabi Hud adalah disebabkan oleh factor ini, yakni mereka kagum kepada diri mereka sendiri sebagai orang kaya dan terhormat secara social sehingga mereka merasa lebih pantas menjadi pemimpin, sementara Muhammad hanyalah seorang yatim dan Miskin, yang menurut mereka tidak layak menduduki jabatan pemimpin. Dalam perasaan seperti inilah mereka berandai­andai sekiranya wahyu itu diturunkan kepada salah satu tokoh dari dua negeri; Makkah atau Tha'if, bukan kepada Muhammad, satu hal yang dinafikan oleh kewenangan Allah.

(#θ ä9$s%uρ ωöθ s9 tΑÌh“ çΡ #x‹≈ yδ ãβ#u ö à)ø9$# 4’n? tã 9≅ã_u‘ zÏiΒ È÷ tG tƒ ö s)ø9$# Dan mereka berkata: "Mengapa Al Quran Ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini...... (Q.s. al­ Zuhruf/ 43:31)

tΑ$s% uρ _| yϑ ø9$# ÏΒ ÏµÏΒöθ s% t Ï% ©!$# (#ρã xÿx. (#θ ç/ ¤‹x. uρ Ï !$s)Î=Î/ Íο tÅz Fψ$# öΝ ßγ≈oΨ øùt ø?r&uρ ’Îû Íο 4θ uŠptø:$#

$u‹ ÷Ρ‘‰9$# $tΒ !#x‹≈ yδ ωÎ) ×|³ o0 ö/ ä3 è=÷W ÏiΒ ã≅ä. ù' tƒ $£ϑ ÏΒ tβθ è=ä. ù' s? çµ ÷ΖÏΒ ÛU t ô± o„uρ $£ϑ ÏΒ tβθ ç/ uô³ n@

∩⊂⊂∪ Dan berkatalah pemuka­pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang Telah kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan

Page 34: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

34

dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. (Q.s. al­ Mu’minun/ 23:33)

Al­Qur'an surat al­Hijr/15: 7 juga mengisahkan bagaimana orang kafir merendahkan para Nabi Muhammad, karena status social Nabi yang tidak setara dengan status social mereka sehingga mereka menuntut agar rasul itu bukan orang miskin tetapi malaikat (لو ما تأتينا بامللئكة ان كنت من الصادقني )

(2). Logika Hasad Sebab mendasar dari timbulnya hasad atau dengki adalah perasaan

bermusuhan, dan permusuhan itu timbul karena ada persaingan untuk memperebutkan obyek yang sama. Karena obyeknya satu dan berada dalam ruangan yang sempit, maka para pesaing yang memperebutkan obyek tersebut berkumpul berdesakan di dalam ruangan yang sama. Akibat dari ruang yang sempit itu mereka harus berebut, bergesekan dan saling menjegal.

Penyebab sebenarnya dari persaingan ini adalah karena pada dasarnya manusia menyukai kesempurnaan, dan lawan dari kesempurnaan (kalah) pasti tidak disukai. Puncak dari kesempurnaan yang didambakan ialah apabila seseorang menjadi satu­satunya pemilik kesempurnaan itu (menjadi orang nomor satu). Oleh karena itu, orang yang merasa telah menjadi satu­satunya pemilik kesempurnaan itu memandang semua pesaing sebagai ancaman dan lawan. Demikian juga orang lain yang berkeinginan meraih kedudukan itu memandang orang yang telah mencapai tingkat itu sebagai lawan yang harus dimusnahkan, karena ia menghalangi keinginannya.

Tumbuh suburnya perasaan dengki di antara manusia adalah karena obyek yang diperebutkan terlalu sempit sehingga mereka harus berdesakan di dalamnya. Dalam perspektif ini, dunia dengan segala isinya adalah sempit, tidak mampu menampung keinginan semua orang. Oleh karena itu sifat dengki hanya muncul pada urusan keduaan, dengan fokus harta dan kekuasaan (حب اجلاه والرئاسة).

Adapun jika obyek yang diperebutkan itu luas, maka dengki tidak akan muncul, karena arena persaingan tidak ketat. Kehidupan akhirat dengan segala nilai­nilainya merupakan lapangan yang luas tidak terbatas, oleh karena itu tidak ada orang yang dengki dalam memperebutkan kesempurnaan bidang ini. Di antara orang yang ingin mencapai tingkat arif dan dekat (muqarrabin) dengan Tuhan, pasti tidak ada permusuhan dan dengki, karena ruangan untuk ma'rifat dan taqarrub kepada­Nya tidaklah sempit. Meskipun obyek yang ingin dituju itu hanya satu, yaitu ridha Allah, tetapi karena ridha Allah sangat luas tidak terbatas, maka betapa pun banyak manusia yang dapat mencapai tingkat itu merasa cukup puas (radliyatan mardliyah) tanpa terganggu oleh jumlah pesaing, bahkan sesama orang yang dekat dengan Tuhan terdapat rasa kemesraan yang luar biasa. Oleh karena itu di antara para ulama arifin tidak ada persaingan untuk menjadi pemilik satu­satunya kesempurnaan, karena hanya Allah­lah satu­satunya yang sempurna. Akan tetapi jika para ulama itu mengejar harta atau kekuasaan meski dengan bendera agama, maka persaingan dan benturan tidak bisa dihindari, dan tidak

Page 35: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

35

mustahil hasad berkembang di antara mereka, karena medan harta dan kekuasaan itu sangat sempit.

Dalam perspektif ini dapat dipahami ketika Nabi menggunakan term hasad yang tidak berkonotasi negatif, tetapi positif. Kata Nabi, iri dibolehkan kepada dua orang, yaitu (1) kepada orang yang dikaruniai banyak rizki tapi ia menggunakannya secara bertanggungjawab, dan (2) orang laim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya kepada orang lain.

حسد اال يف انني رجل اناه اهللا ماال فسلطه على هلكته يف احلق ال

رواه البخارى عن ابن ( ورجل اناه اهللا احلكمة فهو يقضى ا ويعلمها

) مسعودHasad tidak diperbolehkan kecuali dalam dua hal; pertama iri hati kepada seseorang yang dianugerahi Allah rizki banyak harta benda tetapi ia menggunakannya untuk kepentingan kebenaran, kedua iri hati kepada orang yang dianugerahi Allah banyak ilmu, dan ia mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya (kepada orang lain) (H.R. Bukhari). Harta atau pangkat, jika telah dimiliki oleh seseorang maka orang lain

kehilangan peluang, dan selama hati orang itu dipenuhi oleh kesenangannya kepada harta itu maka ia tidak sanggup menampung keinginan orang lain. Akan tetapi jika hati seseorang dipenuhi oleh kegembiraan bermakrifat kepada Allah, maka hatinya tetap terbuka untuk menerima hati orang yang menginginkan hal yang sama. Terhadap mereka yang tidak lagi memiliki sifat hasad, al­Qur'an menyebutkan:

$oΨ ôã t“ tΡuρ $tΒ ’Îû Ν Ïδ Í‘ρ߉߹ ôÏiΒ @e≅Ïî $ºΡ≡uθ ÷z Î) 4’n? tã 9‘ã ß™ t,Î#Î7≈ s)tG •Β ∩⊆∠∪ Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap­hadapan di atas dipan­ dipan. (Q.s. al­Maidah/5:30)

b. Mudah Berbuat Dosa Diantara karakteristik nafs ammarah adalah mudah berbuat dosa. Al­

Qur'an secara implisit mengisyaratkan adanya karakter nafs yang tidak ragu­ragu dalam melakukan dosa besar, dan tidak mau berhenti dari melakukan hal­hal yang dilarang Tuhan.

ôMtã §θ sÜsù … çµs9 … çµÝ¡ øÿtΡ ≅÷Fs% ϵŠÅz r& … ã& s#tG s)sù yxt6 ô¹ r' sù zÏΒ ÎÅ£≈ sƒø:$# ∩⊂⊃∪ Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara orang­orang yang merugi. (Q.s. al­Maidah/5:30)

Page 36: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

36

Ayat ini disebut dalam rangkaian kisah dua putra Nabi Adam, yaitu Qabil dan Habi. Dalam ayat itu dikisahkan bahwa kurban Habil diterima Tuhan, tetapi kurban Qabil tidak. Qabil merasa iri dan dengki atas keberuntungan saudaranya, dan didorong oleh rasa dengkinya ia mengancam akan membunuh Habil. Dari rangkaian ayat­ayat Q.s. al­Maidah/ 5:27­29 dapat dipahami bahwa ketika itu belum pernah ada peristiwa kematian, apalagi pembunuhan, sehingga membunuh adalah satu hal yang belum terbayangkan. Habil yang diancam akan dibunuh, menurut ayat­ayat itu mengingatkan kepada Qabil bahwa membunuh itu perbuatan dosa yang dilarang Tuhan, tetapi Qabil lebih mematuhi nafs­nya yang iri dan dengki sehingga ia memandang perbuatan membunuh itu sebagai perbuatan yang mudah, dan dengan tanpa ragu­ragu ia melakukannya.

Rangkaian ayat itu mengisyaratkan adanya dua tipe kejiwaan yang kontras, jiwa Qabil dan jiwa Habil. Qabil memiliki temperamen yang sangat labil sehingga dengan cepat ia dapat mengambil keputusan untuk membunuh tanpa memikirkan dosa yang dilarang Tuhan, dan bahkan tanpa membayangkan apa yang harus dilakukan setelahitu. Sedangkan Habil justru sebaliknya. Ketika diancam akan dibunuh, ia mengingatkan kepada Qabil pangkal persoalan, bahwa penerimaan kurban yang membuatnya iri dan dengki itu terpulang kepada keikhlasan orang yang berkurban, dan bahwa keberhasilan itu merupakan buah dari usaha masing­masing orang. Jiwanya yang halus menyebabkan ia tidak terpancing oleh ancaman, sebaliknya ia justru menyatakan tidak akan merespon perbuatan dosa (membunuh) itu dengan membalas atau melayani, semata­mata karena ia tahu bahwa membunuh itu perbuatan dosa yang dilarang Tuhan, dan ia merasa takut untuk melanggar larangan­Nya.

Sosok kejiwaan Habil adalah orang yang berusaha mengendalikan nafs­ nya dengan memperhatikan petunjuk Tuhan, sementara Qabil adalah orang yang tunduk kepada dorongan hawa nafsunya tanpa memperdulikan larangan­Nya, dan bahkan tanpa sempat membayangkan akibat langsung dari perbuatan dosanya. (1). Konsep Dosa

Dalam bahasa Arab, dosa disebut dengan ungkapan معصية - جرم - ذنب ذنوب امث اثام . Keempat term tersebut secara lughawi mengandung arti mengerjakan sesuatu yang tidak dibolehkan (ان يعمل ماال حيمل له). 68 Dan keempat term tersebut digunakan semuanya dalam al­Qur'an. 69 Selain itu, al­Qur'an menyebut jenis perbuatan dosa dengan term lain, yaitu فاحشة فحشاء seperti yang disebut dalam Q.s. al­Syura/ 42:37, Q.s al­Araf/ 7:33) yang mengandung arti perbuatan keji, ان (Q.s. al­Nisa/ 4:112) yang berarti kebohongan, dan كمان الشهادة yang artinya perbuatan menyembunyikan kesaksian (Q.s. al­Baqarah/ 2:283).

Termامث sendiri disebut dalam al­Qur'an sebanyak 48 kali dalam berbagai kata bentukannya. Para mufasir berbeda pendapat tentang perbedaan makna امث dan

68 Ibn Manzhur, Op.cit, jilid I, h. 28 69 Term jirm dalam berbagai kata bentuknya disebut 66 kali,, misalnya pada Q.s. Thaha/

20:73, Q.s. al­An'am/ 6:55, 147, term dzanb­dzunub disebut 37 kali seperti pada Q.s. al­Araf/ 7:100, Q.s. Al­Anfal/ 8:52­54, dan term mas'hiyah disebut 32 kali, misalnya pada Q.s. al­Tahrim/ 66:6, Q.s. al­Ahzab/ 33:36

Page 37: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

37

Dalam فاحشة konteks ayat 15 15 surat al­Nisa من نسائكم والىت يأتني الفاحشة , fakhisyah dapat dipahami sebagai perbuatan keji yang berhubungan dengan penyimpangan seksual seperti yang tersebut dalam surat Q.s. al­Nisa/ 4:22,25, Q.s. al­Isra/ 17:32, Q.s al­Naml/ 27:54 dan Q.s. al­Ankabut/ 29:28, sementara ism dipahami sebagai perbuatan dosa yang berhubungan dengan minuman keras seperti yang terdapat surat al­Baqarah/ 2:219 dan syirik (يسئلونك عن اخلمر وامليسر قل فيهما امث كبري) seperti dalam surat al­Nisa /4:48 .(ومن يشرك باهللا فقد افترى امثا عظيما) Al­Qur'an juga memberi sifat kepada dosa, seperti dosa besar, كبائر االمث dalam surat Q.s. al­Baqarah/2:219, Q.s. al­Syuraa/ 42:37, Q.s. al­Najm/ 53:32, dan dosa yang nyata امث عظيم dalam surat Q.s al­Nisa/ 4:48, dosa yang nyata امث مبينا dalam surat Q.s. al­Nisa/ 4:20, 50, 112, dan Q.s al­Ahzab/ 33:58), dosa luar dan dosa dalam ظاهر االمث وباطنه dalam surat Q.s al­ An'am/ 6:120.

Jadi term امث dalam al­Qur'an digunakan untuk menyebut semua jenis dosa besar, yang tampak maupun yang disembunyikan, yang berkaitan dengan manusia maupun dosa yang berkaitan dengan Tuhan. Sedangkan dosa kecil, al­Qur'an menyebutnya dengan istilah al­lamam ­seperti yang tersebut dalam surat al (اللمم)Najm/ 53:32.

Menunjuk kepada contoh karakter Qabil, maka orang yang memiliki nafs ammarah dengan karakter ini ia tidak ragu­ragu dalam melakukan dosa besar, tidak pula (apalagi) melakukan dosa­dosa kecil. Secara lebih rinci cirri­ciri nafs yang mudah melakukan perbuatan dosa itu diisyaratkan al­Qur'an dengan sebelas cirri yaitu: 1. Tidak mau mendengarkan nasihat (Q.s al­maidah/ 5: 27­29) 2. Patuh kepada bisikan hawa nafsu (فطوعة له نفسه) (Q.s al­Maidah/ 5:30). 3. Tidak memperdulikan larangan Tuhan .Q.s (يسمع ايات اهللا تلى عليه مث بصر مستكربا) al­

Jatsiyah/45:7) 4. Suka berdusta (تا وامثا مبينا أتأخذونه) Q.s. al­Nisa/ 4:20, 112 Q.s Al­Ahzab/ 33:58) 5. Suka bermusuhan ( والعدوان ويتنا جون باالمث ) Q.s. al Mujadalah/ 58:8) 6. Suka melakukan berbagia perbuatan dosa (Q.s. al­Furqan/ 25:68) 7. Suka melampau batas (معتد أثيم) (Q.s. al­Qalam/ 68:12) 8. Enggan berbuat baik (مناع للخري) (Q.s al­Qalam/ 68:12) 9. Suka berkhianat ( ثيما ان اهللا ال حيب من كان خوانا أ ) Q.s. al­Nisa/ 4:107). 10. Suka menyembunyikan kesaksian (ومن يكتمها فاته آمث قلبه) (Q.s. al Baqarah/ 2: 283,

Q.s al­Maidah/ 5:106) 11. Buruk sangka (أجنبوا كثريا من الظن ان بعض الظن امث) (Q.s al­Hujurat/ 49:12)

d. Berbuat Zalim Karakteristik keempat dari nafs ammarah adalah zalim. Dalam bahasa

Indonesia, zalim digunakan untuk menyebut perbuatan aniaya atau sewenang­

Page 38: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

38

wenang. 70 Dalam bahasa Arab, kalimat zhalim mengandung arti meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, 71 .وضع الشئ ىف غري حمله Penggunaan kata zalim pada manusia mengandung konotasi negative, yaitu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Pengertian yang mendasar dari kata zalim adalah menyimpang dan melampau batas. Dalam pengertian inilah maka orang Arab menyebut perbuatan melenceng ke kiri dank e kanan dari jalan yang sedang ditempuh juga dengan kata zalim. Demikian juga perbuatan memelihara binatang buas (yang membahayakan manusia) juga disebut dengan kata zalim. 72

Dalam al­Qur'an term yang menyebutkan kalimat zalim pada nafs hanya satu ayat, yaitu surat Yunus /10:54 (ولو أن لكم نفس ظلمت) selebihnya banyak ayat yang menyebut bentuk­bentuk kezaliman.

Ayat itu diturunkan dalam rangkaian pernyataan Tuhan bahwa meskipun Rasul itu jelas­jelas membawa kebenaran dari Tuhan tetapi orang­orang zalim tetap saja tidak eprcaya, sampai mereka menyesali diri ketika mereka melihat siksaat di alam akhirat.

Selanjutnya al­Qur'an lebih banyak menyebut konsep­konsep dan bentuk­ bentuk kezaliman, antara lain: 1. Bahwa manusia suka berbuat zalim kepada diri sendiri (Q.s. al­Baqarah/

2:231, Q.s al­Naml/ 27:44, Q.s al Qashahsh/ 28:16) 2. Bahwa Allah tidak menzalimi manusia (Q.s. Hu/ii:101, Q.s Al­Zukhruf/

43:26, Q.s Al­Imran / 3: 117, Q.s al­Nahl/ 16:32) 3. Bahwa dilarang percaya dan condong kepada orang zalim (Q.s Hud/ 11:113) 4. Bahwa orang yang dizalimi boleh membuka kezaliman orang yang

menzaliminya (Q.s. al­Nisa/ 4:148) 5. Orang yang dizalimi boleh membela diri dengan angkat senjata melawan si

zalim (Q.s al­Hajj/ 22:39) Adapun bentuk­bentuk kezaliman yang disebut dalam al­Qur'an adalah

sebagai berikut: a. Perbuatan yang melampau batas­batas yang ditetapkan Allah (Q.s. al­

Thalaq/65:1) b. Syirik atau menyembah kepada selain Allah (Q.s al­Baqarah/2:54, Q.s al­

An'am/ 6:82) c. Kufur (Q.s al­Nisa/ 4:168) d. Melecehkan mu'jizat Nabi dan ayat­ayat Allah (Q.s al­Isra/ 17:59, Q.s al­

Furqon/ 25:4) e. Mengikuti hawa nafsu tanpa pijakan ilmu (Q.s al Rum/30:29) f. Merugikan orang lain secara material (Q.s al­Baqarah/ 2: 279) g. Mengingkari ayat Allah (Q.s al­A'raf/7:9) h. Melakukan kejahatan (Q.s al­Hajj/ 22:25) i. Curang dalam urusan harta (Q.s al­Nisa/ 4:10) j. Perlakuan tidak adil (Q.s. Thaha/ 20:112) k. Berdusta dengan mengatasnamakan Allah (Q.s al Imran/3:94)

70 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet. Ke­3 71 Ibn Manzhur, op.cit, jilid IV, h. 2756 72 Ibid,

Page 39: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

39

l. Tidak menjalankan hokum Allah (Q.s. al­Maidah/5:45) m. Mengangkat orang kafir sebagai pemimpin (Q.s al­Tawbah/ 9:23) n. Enggan bertaubat (Q.s al­Hujurat/ 49:11) o. Melanggar perintah Tuhan (Q. 2:35) p. Mengusir orang dari tempat tinggalnya (Q.s al­an'am/ 6:52) q. Nifaq (Q. al­Taubah/ 9:47) r. Mencuri (Q.s Yusuf/ 12:75) s. Menghalangi orang menggunakan masjid untuk zikir t. Berpura­pura tidak tahu terhadap ayat Allah (Q.s al­anbiya/ 21:140) u. Mendustakan kebenaran (Q.s al­Ankabut/ 29:68) v. Tidak mensyukuri nikmat (Q.s Ibrahim /14:34 w. Tidak jujur/tidak amanah (Q.s. al­Ahzab/ 33:72). Disamping kata zhalim dalam berbagai kata bentuknya, al­Qur'an juga menyebut kalimat ظلمات yang artinya kegelapan. Dalam bahasa Arab, antara kalimat zhulm (dalam arti menyimpang jalan) dengan zhulumat (dalam arti gelap) mempunyai hubungan arti, yaitu bahwa orang zalim itu seperti orang yang berjalan dalam kegelapan, sehingga ia menyimpang dari jalan yang seharusnya, atau menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. f. Al­Khi'ah (culas)

Karakter nafs ammarah berikutnya adalah al­khd'ah. Dalam bahasa Arab ,خدعة artinya menempatkan orang lain pada posisi yang dikatakan, yang sebenarnya berbeda dengan maksud yang disembunyikan. 73 Menurut al­ Qadzdzafi, tanda­tanda khd'ah itu ada tiga; (1) tidak segan melakukan perbuatan yang renda, (2) mudah memusuhi orang, (3) jika ingin menggapai suatu tujuan, ia menempuh dengan cara yang melingkar­lingkar, yang merupakan perbuatan makar dan tipuan. 74 Kata khid'ah dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi tipu daya, memperdayakan atau culas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, culas itu mengandung pengertian curang, tidak jujur, tidak lurus hati. Keculasan mengandung arti penuh kepalsuan dan ketidak jujuran. 75

Isyarat adanya keculasan nafs dapat dilihat pada surat Yusuf: 18 >>>>>>4 tΑ$s% ö≅t/ ôMs9§θ y™ öΝ ä3 s9 öΝ ä3 Ý¡àÿΡr& #\ øΒr&

Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; (Q.s. Yusuf/ 12:18)

Ayat ini disebut dalam rangkaian kisah Nabi Yusuf a.s. yaitu ketika saudara­saudara Yusuf merasa iri kepadanya karena lebih disayang oleh ayahnya (Nabi Ya'qub) mereka secara culas bersekongkol mengyingkirkan Yusuf dan melaporkan kepada ayahnya bahwa Yusuf meninggal dimakan serigala. Kisah keculasan saudara­saudara Yusuf telah disebutkan terdahulu pada uraian karakter

73 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit, h. 144 74 Ramadlan Muhammad al­Qadzdzafi, Ilm al­nafs al Islami (Tripoli: mansyurah Shahifah

al­da'wah al­Islamiyah, 1990), cet. Ke­1 h. 13 75 Depdikbud, op.cit h. 198

Page 40: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

40

hasad. Karakter khid'ah memang berada pada orang yang memiliki karakter munafik dan hasad.

Karakteristik keculasan (al­khid'ah) diuraikan al­Qur'an dalam kaitannya dengan tingkah laku orang munafik yang menipu Nabi dan kaum muslimin dengan pura­pura beriman. Surat al­Baqarah/ 2:13 secara berturut­turut memaparkan karakteristik orang munafik secara berturut­turut:

1. Mereka mengaku berimana kepada Allah dan hari akhir, padahal sebenarnya tidak (Q.s. al­Baqarah/2:8)

2. Pada hakekatnya mereka menipu diri sendiri, bukan menipu Nabi (Q.s. Al­ Baqarah/2:9)

3. Penyebab kemunafikan mereka disebabkan adanya "penyakit" di dalam hati mereka (Q.s al­Baqarah/2:10)

4. Mereka selalu mengklaim bahwa mereka berbuat konstruktip, padahal yang sebenarnya mereka destruktif (Q.s al­Baqarah/2: 11­12)

5. Mereka menilah bahwa iman kepada Allah tiu merupakan bentuk kebodohan (Q.s. al­Baqarah/2:13)

6. Mereka bermuka dua (Q.s. al­Baqarah/2:14) 7. Mereka terombang ambing oleh keculasannya (Q.s. al­Baqarah/2:15) 8. Mereka menjual barang berharga dengan bayaran yang tidak berharga

(Q.s. al­Baqarah/2:16) 9. Mereka mengalami kegelapan rohaniah sehingga mereka kebingungan

(Q.s. al­Baqarah/2:17­20) Menurut Fakhr al­Razi, orang­orang munafik itu menipu Nabi dan kaum

muslimin dengan pura­pura beriman, dengan target­target sebagai berikut 1. Mengharapkan penghargaan sosial dari Nabi seperti yang diterima oleh

kaum muslimin lainnya 2. Dengan berdekatan dengan Nabi dan kaum muslimin, mereka mengharap

menemukan kelemahan­kelemahan Islam, untuk disampaikan kepada musuh­musuh Nabi

3. Menghindarkan diri dari ancaman serangan, karena adanya perintah al­ Qur'an untuk memerangi orang yang belum beriman

4. Mengharap memperoleh bagian dari rampasan perang (ghanimah) 76 Karakteristik munafik itu oleh Nabi disebut dengan tiga tanda, seperti yang tersebut dalam hadits riwayat Bukhara:

- ا أومتن خان آية املنافق ثالث اذا حدث كذب واذا وعد اخلف واذ

رواه البخارى عن اىب هريرةTanda­tanda orang munafik itu ada tiga yaitu (a) jika berbicara berdusta, (b) jika berjanji ingkar dan (c) jika dipercaya khianat. (H.R. Bukhari)

f. MesumMesum dalam bahasa Indonesia seperti yang tersebut dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia mengandung pengertian perbuatan tidak senonoh, tidak patut

76 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, jilid II, h. 63

Page 41: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

41

dan cabul. 77 Lazimnya ungkapan tersebut digunakan berhubungan dengan tingkah laku seks menyimpang. Al­Qur'an mengisyaratkan adanyamanusia yang tunduk kepada dorongan untuk hubungan seks dengan cara menyimpang, baik menyimpang dari norma hokum maupun menyimpang dari tatacara yang lazim. Dorongan kepada tingkah laku mesum ini merupakan salah satu karakteristik dari nafs ammarah. Kalimat ان النفس ألماوة بالسوء dalam surat Yusuf/ 12:53 jika dilihat munasabah­nya dengan ayat­ayat lain yang menyebutkan hubungan Yusuf dengan Zulaykha adalah hubungan dengan dorongan kepada perbuatan mesum. Surat Yusuf/12:23 misalnya mengambarkan betapa kuatnya dorongan untuk berbuat mesum hingga mengalahkan kejernihan akal seseorang.

çµ ø?yŠuρ≡u‘uρ ÉL©9$# uθ èδ † Îû $yγÏF÷ t/ tã ϵ Å¡ øÿΡ ÏMs)=yñuρ U≡uθ ö/ F $# ôMs9$s%uρ |Mø‹ yδ

s9 4 tΑ$s% sŒ$yètΒ «!$# ( … çµΡÎ) þ’În1 u‘ z|¡ ômr& y“#uθ ÷W tΒ ( … çµΡÎ) ω ßxÎ=øÿムχθ ßϑ Î=≈ ©à9$#

∩⊄⊂∪ Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu­pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku Telah memperlakukan Aku dengan baik." Sesungguhnya orang­orang yang zalim tiada akan beruntung. (Q.s. Yusuf/12:23)

Dalam bahasa Arab, kalimat راود مراودة mengandung arti usaha berulang­ ulang dan lemah lembut kepada orang untuk melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh orang itu, dengan cara­cara tipuan dan kecurangan. 78 Sedangkan kalimat هيت لك dalam bahasa Arab bermakna هلم اقبل yang merupakan bentuk kata ajakanyang dipenuhi dengan nuansa perasaan malu. 79

Rangkaian kisah Yusuf pada ayat­ayat tersebut menceritakan bahwa Yusuf yang memiliki kejujuran dan kesetiaan kepada tuannya (al­Aziz) tidak membayangkan dalam dirinya untuk membalas kebaikan tuannya dengan melayani godaan Zulaykha, istri tuannya Zulaikha merayu yusuf bukan hanya dengan ajakan, tetapi juga dengan meniupkan logika bahwa Yusuf yang hanya seorang anak angkat yang berasal dari budak yang dibeli harus mematuhi kemauan tuan putrinya.

Tentang hubungan cinta Yusuf­Zulaykha, Q.s. Yusuf/ 12:24 menyebutkan.

77 Depdikbud, op.cit, h. 651 78 Al­Raghib al­Isfahani, Op.cit, h. 212 79 Ibn Manzhur, op.cit, jilid VI, h. 4731

Page 42: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

42

ô‰s)s9uρ ôM£ϑ yδ ϵ Î/ ( §Ν yδ uρ $pκÍ5 Iωöθ s9 β r& #u §‘ z≈ yδ ö ç/ ϵ În/ u‘ 4 y7Ï9≡x‹2 t∃ÎóÇuΖÏ9 çµ÷Ζtã

u þθ ¡9$# u !$t± ósxÿø9$#uρ 4 … çµΡÎ) ôÏΒ $tΡÏŠ$t6 Ïã ÅÁ n=ø⇐ßϑ ø9$# ∩⊄⊆∪ Sesungguhnya wanita itu Telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu Andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba­hamba kami yang terpilih. (Q.s. Yusuf/ 12:24)

Kebanyakan mufasir membedakan makna مهت به dan ا هم pada surat Yusuf/12:24. Kalimat pertama dipahami bahwa Zulaykha memang memendam cinta birahi kepada Yusuf, yang oleh karena itu ia merasa sangat kesal dan merasa terhina ketika Yusuf menolak rayuannya. Sedangkan kalimat yang kedua (هم ا)dipahami bahwa Yusuf merasa kesulitan menghindar dari jeratan godaan Zulaykha. Hanya sedikit mufasir yang mengartikan sama kalimat hammat bihi dan hamma biha, yakni bahwa baik Yusuf maupun Zulaykha keduanya dilanda asmara, hanya saja Yusuf dijaga Tuhan, sedangkan Zulaykha, karena ia memiliki jiwa mesum justru menuruti dorongan penyimpangannya. 80

Tingkah laku seks menyimpang bukan hanya penyimpangan dari kelaziman norma hokum (perzinahan), tetapi juga dari kelaziman teknis. Jika sekarang masyarakat mengenal tingkah laku seks menyimpang berupa seks sejenis atau homo/lesbi, sodomi dan seks sadis, al­Qur'an juga telah mengisyaratkan bahwa masyarakat pada zaman Nabi Luth juga telah melakukan penyimpangan kehidupan seksual seperti yang disebut dalam surat al­Araf/ 7:80­81. Pandangan bahwa penyimpangan kehidupan seksual itu bersumber dari nafs atau jiwa, diperkuat oleh pendapat para ahli ilmu jiwa modern. Pada zaman modern sekarang, kehidupan seksual menyimpang terungkap secara jelas dan sangat beragam, sebagian orang memandangnya sebagai kewajaran, tetapi para ahli memandangnya sebagai penyakit dan gangguan kejiwaan. Zakiah Daradjat, misalnya mengkategorikan tingkah laku seks menyimpang sebagai gangguan jiwa. 81 i. Sombong (Takabbur)

Diantara karakter nafs ammarah adalah sombong atau takabbur. Konsep takabbur dalam al­Qur'an berpusat pada konsep hubungan manusia sebagai makhluk (yang kecil) dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta (Yang Maha Besar). Sifat takabbur jika dihubungkan dengan Tuhan maka hal itu tidak berkonotasi negative, karena takabbur bagi Tuhan memang sesuai dengan kebenaran dan kenyataan, oleh karena itu dalam al­Qur'an juga disebutkan bahwa salah satu nama dari االمساء احلسىن adalah املكرب seperti yang tersebut dalam surat al­Haysr/ 59:23 .(هو امللك القدوس السالم املؤمن املهيمن العزيز اجلبار املتكرب) Dalam konteks Tuhan, al­mutakabbir

80 Imam Fakhr al­Razi, op.cit, juz XVIII, h. 114­120. lihat pula Ahmad Mushthafa al­ Maraghi, op.cit jilid IV, h. 131

81 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: CV. Masagung, 1980), cet ke 20

Page 43: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

43

mengandung arti yang memiliki keagungan dan kekuasaan ) 82 .( العظيم ذوالكربياء

Adapun manusiayang memiliki status sebagai hama Allah pastilah tidak besar, oleh karena itu, sombong, membesarkan diri atau takabbur yang ada pada manusia merupakan sifat tercela dan tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam bahasa Arab, kalimat استكبار - تكرب - كرب mempunyai arti yang berdekatan, dan al­Qur'an menggunakan ketiga kalimat itu. Dalam surat al­ Mu'min/40:56 disebutkan bahwa di dalam "dada" manusia ada kibr (ان يف ورهم االكرب). Kibr dalam ayat ini dihubungkan dengan manusia yang memiliki sifat عجب (ujub), kagum diri, sehingga mereka memandang rendah orang lain (Nabi) yang membawa kebenaran, dan oleh karena itu mereka berani menentang dakwah Nabi (ayat­ayat Allah), meskipun mereka tidak memiliki argument yang memadai. 83 PUncak takabbur adalah takabbur kepada Tuhan, yakni menolak menerima kebenaran dari Alah dan menolak perintahnya seperti yang dilakukan Iblis, tersebut dalam surat al­Baqarah/2:34 (اىب واستكرب وكان من الكافرين). 84

Kesombongan manusia pada umumnya berhubungan dengan status social tinggi, yang dimiliki oleh mereka, satu sikap yang menyebabkan mereka memandang rendah orang lain yang status sosialnya lebih rendah, termasuk kepada nabi dan Rasul yang berasal dari kalangan status social rendah. Kesombongan jenis inilah yang dimiliki Fir'aun 85 dan kaumnya Nabi Shalih 86 serta kaum 'Ad dan Tsamud. 87

Kesombongan tingkah laku bersumber dari nafs yang sombong. Pada surat al­Furqon/25:21 diungkapkan karakteristik kejiwaan dari orang yang sombong.

* tΑ$s%uρ t Ï% ©!$# ω χθ ã_ö tƒ $tΡu !$s)Ï9 Iωöθ s9 tΑÌ“Ρé& $uΖøŠn=tã èπs3 Í× ¯≈ n=yϑ ø9$# ÷ρr& 3“t tΡ $oΨ −/ u‘ 3

ωs)s9 (#ρç y9õ3 tG ó™$# þ’Îû öΝ ÎγÅ¡ àÿΡr& öθ tG tã uρ #vθ çG ãã #ZÎ7 x. ∩⊄⊇∪ Berkatalah orang­orang yang tidak menanti­nanti pertemuan(nya) dengan Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar­benar Telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman". (Q.s. al­Furqon/ 25:21)

j. Kikir Kikir merupakan salah satu karakter dari nafs ammarah. Al­Qur'an

menggunakan term dalam menyebut sifat kikir, yaitu البخل - الشح - قتور . Dalam bahasa Arab, term bukhl­bakhil dan syuhh­syahih menunjuk pada perbedaan tingkat

82 Ibn Manzhur, Op.cit jilid 5, h. 3807. lihat pula Ismai'il Ibn Katsir al­Qurasyi al­Dimasyqi, op.cit jilid IV, h. 367

83 Isma'il Ibn Katsir al­Qurasyi al­Dimasyqi, op.cit. h. 91 84 Lihat pula Q.s. al­Baqarah/2:76, Q.s al­Araf/ 7:40 dan Q.s al­Jatsiyat/ 45:31 85 LIhat .Q.s al­Ankabut/29:39 dan surat Q.s. Al­Mu'minun/ 23:46 86 LIhat Q.s. al­A'raf/7:75 dan 77 87 Lihat Q.s. Fushshilat/ 41:15 dan 17

Page 44: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

44

kekikiran. Bakhil adalah lawan dari اجلود yang artinya pemurah. Orang bakhil adalah orang yang menggenggam erat­erat harta miliknya dan sama sekali tidak mau memberikan kepada orang lain sampai pada barang­barang yang sudah tidak dibutuhkannya. Sedangkan kikir pada term syuhh­syahih mengandung kadar yang lebih tinggi, yaitu kikir yang disertai ketamakan. 88 disamping al­bukhl dan syuhh, al­Qur'an dalam surat al­Isra/ 17:100 juga menggunakan term qatur وكان االنسان )

.(قتورا Term qatur dalam Bahasa Arab mengandung arti kikir dalam pengertian berat mengeluarkan uang untuk keperluan sebagai lawan dari boros. 89 Dalam perspektif al­Qur'an, kikir ada dua macam, pertama, kikir atas milik sendiri, dan kedua kikir atau milik sendiri dan milik orang lain. Orang bakhil tipe kedua tersebut menurut surat al­Nisa/ 4:36­37 memiliki kecenderungan sombong, membanggakan diri dan menyebarluaskan kekikiran. Ia bukan hanya tidak malu memiliki sifat kikir, tetapi malah mengajak orang lain untuk kikir ( الذين يبخلون ويأمرون

Ia merasa senang jika orang .(الناس بالبخل ويكتمون ما آتاهم اهللا من فضله lain kikir, dan tidak suka kepada orang yang memiliki sifat pemurah meski ia tidak dirugikan sedikit pun.

Dalam perspektif al­Qur'an, kekikiranmerupakan tabiat manusia, dan bahkan sifat itu melekat di dalam jiwanya, seperti yang tersebut dalam surat­al­ Nisa/4:128 وأحضرت األنفس الشح (bahwa manusia itu menurut tabiatnya kikir). Sebagaimana halnya nafs itu bisa disucikan, demikian juga sifat kikir bisa ditekan dan bahkan bisa diubah. Hadits Rasulullah mengisyaratkan bahwa sifat kikir tidak membahayakan sepanjang tidak dipatuhi. Kekikiran yang merusak adalah kikir yang dipatuhi ) 90 . ) شح مطاع Al­Qur'an surat al­Nisa/17:100 mengingatkan bahwa seandainya seluruh perbendaharaan bumi ini telah dikuasai, terasa belum mencukupi, karena pada dasarnya manusia itu bertabiat amat kikir:

≅è% öθ ©9 öΝ çFΡr& tβθ ä3 Î=ôϑ s? tÉ !#t“ yz Ïπyϑ ômu‘ þ’În1 u‘ #]ŒÎ) ÷Λäõ3 |¡ øΒ sπ u‹ ô± yz É−$xÿΡM$# 4 tβ% x. uρ

ß≈ |¡ΡM$# #Y‘θ çG s% ∩⊇⊃⊃∪ Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan­ perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, Karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat kikir. (Q.s. al­Isra/ 17:100)

88 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit, h. 35 dan 262 89 Ibid, h. 407 90 Lihat teks hadits pada catatan kaki no. 40 dari bab ini

Page 45: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

45

Page 46: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

1

NAFS (JIWA) MENURUT KONSEP AL­QUR’AN ( BAB II) OLEH JAMRIDAFRIZAL, S.Ag.,M.HUM

PENGGERAK TINGKAH LAKU DALAM SISTEM NAFS

A. Makna Penggerak Tingkah laku Setiap manusia yang normal, setiap kali melakukan perbuatan

memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tidak ada orang yang melakukan suatu pekerjaan jika tidak ada tujuan yang ingin dicapai dengan perbuatan itu. Pekerjaan sama yang dikerjakan oleh banyak orang belum tentu memiliki tujuan sama. Orang bisa berbeda­beda dalam sebagian tujuan yang ingin dicapai, tetapi mereka mungkin sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan­ tujuan itu seringkali hanya sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan­tujuan itu seringkali hanya bersifat permuasan kebutuhan biologis, dan seringkali pemuasan kebutuhan psikologis, atau bisa juga untuk pencapaian nilai­nilai tertentu sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya.

Tingkah laku manusia tidak mudah dipahami tanpa mengetahui apa yang mendorongnya melakukan perbuatan tersebut. Manusia bukan boneka yang digerakkan dari luar dirinya, tetapi di dalam dirinya ada kekuatan yang menggerakkan sehingga seseorang mengerjakan suatu perbuatan tertentu. Faktor­faktor yang menggerakkan tingkah laku manusia itulah yang dalam ilmu jiwa disebut sebagai motif. Motif (motive) yang berasal dari kata motion, memiliki arti gerakan atua sesuatu yang bergerak. Menurut istilah psikologi mengandung pengertian penyebab yang diduga untuk suatu tindakan; suatu aktivitas yang sedang berkembang, dan suatu kebutuhan. 1 Dalam bahasa Arab, faktor­faktor penggerak tingkah laku itu disebut الدوافع النفسية yang artinya dorongan­dorongan yang bersifat psikologis. 2

Buku­buku psikologi penuh dengan pembicaraan tentang pembagian motif. Sebagian pakar psikologi berbicara tentang motif utama yang tersembunyi di balik ativitas seseorang, sebagaian berbicara tentang motif untuk aktualisasi diri, sebagian lagi berbicara tentang motif pemeliharaan diri dan yang lain menyebut motif penghargaan diri. Ada juga pakar

1 Philip R. Harriman, Handbook of Psychological Term, terjemahan bahasa Indonesia oleh M.W. Husodo, dengan judul Panduan Untuk Memahami Istilah Psikologi, (Jakarta:Restu Agung, 1995), h. 147

2 Ramadlan Muhammad al­Qadzdzaf, Ilm al­Nafs al­Islami (Tripoli: Mansyurat al­ Shahifah al­Da’wah al­Islamiyah, 1990), cet. Ke­1 h. 39

Page 47: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

2

psikologi yang membagi motif menjadi dua kelompok, yaitu motif primer dan motif sekunder. 3

Yang dimaksud dengan motif primer adalah motif yang berkaitan dengan struktur organic tubuh manusia, seperti motif kepada udara, kepada gerakan, kepada makanan minuman di mana terdapat sejumlah motif yang mendorong seseorang untuk mencari jenis­jenis makanan. Para ahli juga menempatkan motif seksual dalam kelompok motif primer. Motif primer ini bersifat naluriah, tidak dipelajari atau diperoleh seseorang, tetapi diciptakan bersama dengan penciptaan awal (fitrah) manusia, sehingga motif primer juga disebut motif fitri. 4

Sedangkan motif sekunder adalah motif yang sampai sekarang belum dipastikan hubungannya dengan struktur organik,tetapi ia dibatasi oleh jenis aktivitas seseorang. Berbeda dengan motif primer yang universal, motif­motif sekunder manusia berbeda­beda sesuai dengan budaya dimana mereka hidup dan jenis­jenis kegiatan apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Di Antara motif sekunder antara lain motif persaingan, motif kejayaan, motif kebebasan, motif kerjasama, motif untuk masuk ke dalam suatu golongan dan sebagainya. Dimsaping pembagian dikotomis primer sekunder, ada pakar psikologi yang membagi motif menjadi tiga kelompok, yaitu motif biologis, emosi dan nilai­nilai. 5 1. Hubungan Penggerak Tingkah Laku dengan Tujuan

Motif dapat disimpulkan sebagai kedaan psikologis yang merangsang dan memberi arah terhadap aktivitas manusia. Motif inilah kekuatan yang menggerakkan dan mendorong (faktor penggerak) aktivitas seseorang, yang membimbingnya ke arah tujuan­tujuannya. Tujuan dan aktivitas seseorang selalu berkaitan dengan motif­motif yang menggerakkannya. Sedangkan tujuan adalah apa yang terdapat pada alam sekitar yang mengelilingi seseorang, yang pencapaiannya membawa kepada pemuasan motif tertentu. Air adalah tujuan orang haus, makanan adalah tujuan orang lapar. Gengsi adalah tujuan dari orang yang membutuhkan harga diri. Jadi motif bekerja seringkali untuk pemuasan kebutuhan fisik seperti lapar, haus, lelah atau pemuasan seksual, oleh para ahli psikologi disebut motif primer, dan seringkali untuk memenuhi pemuasan kebutuhan sosial yang muncul dalam bentuk kecenderungan atau kesenangan tertentu, seperti cinta diri atau ingin memiliki supremasi dan dominasi atau untuk

3 Malnda Jo Levin, Psychology A. Biographical Approach (New York: Mc. Graw Hillbook Company, 1985), h. 159­197. lihat pula Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 56­69

4 Hasan Langgulung , Teori­teori Kesehatan Mental, Perbandingan Psikologi Modern dan Pendekatan Pakar­pakar Pendidikan Islam (Selangor: Pustaka Huda, 1983), cet. Ke­1, h. 41­46

5 Ibid

Page 48: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

3

mempertahankan kedudukan sosialnya dan sebagainya, disebut motif sekunder. Dari sini jelaslah bahwa tujuan berkaitan erat dengan motif.

Di samping istilah motif, dikenal pula istilah motivasi. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk kepada seluruh proses gerakan yang melahirkan tingkah laku, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari perbuatan yang dilakukan. Dalam Kamus Psikologi dijelaskan bahwa motivasi (motivation) adalah perangsang, baik intrinsik maupun ekstrinsik yang memprakarsai dan mendukung sikap aktivitas yang ada; suatu konsep yang kompleks dan dwi fungsi untuk menunjukkan (biasanya) tingkah laku yang didorong kearah tujuan. 6

Pengetahuan tentang motif dari perbuatan manusia sangat penting untuk memahami tingkah laku mereka, karena satu perbuatan yang dilakukan oleh dua orang belum tentu satu makna.

2. Fungsi Penggerak Tingkah Laku Manusia ketika melakukan perbuatan, disadari atau tidak oleh yang

bersangkutan, sebenarnya apa yang dilakukannya itu digerakkan suatu sistem di dalam dirinya, yakni oleh sistem nafs. Di samping mampu memahami dan merasa, sistem nafs juga mendorong manusia untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkan. Jika penggerak tingkah laku atau motif kepada sesuatu itu telah mulai bekerja secara kuat pada seseorang, maka ia mendominasi orang itu dan mendorongnya melakukan suatu perbuatan. Ketika motif kepada sesuatu itu bekerja pada puncaknya, ketika itu orang tidak lagi bebas untuk mengarahkan atau mengendalikan tingkah lakunya, karena ia harus memenuhi tuntutan motif itu dalam memperoleh pemuasannya. Dalam keadaan seperti ini seseorang seperti didesak untuk secepatnya mencapai tujuannya tanpa memperdulikan risiko atau akibat samping dari perbuatannya. Dalam merespon dorongan dari dalam dirinya itu manusia ada yang sanggup mengendalikannya secara proporsional sehingga motifnya memperoleh pemuasan tetapi tingkah lakunya tetap dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi lain ada orang yang tidak mampu mengendalikan dorongan­dorongan itu sehingga hal itu dapat menghilangkan keseimbangan kepribadian, atau menimbulkan keguncangan dan juga membuat seseorang tidak mampu melihat masalah secara teliti.

Isyarat­isyarat tentang adanya faktor penggerak tingkah laku dalam al­Qur’an akan dibahas dalam uraian selanjutnya.

3. Personivikasi Penggerak Tingkah Laku

6 Philip L. Harriman. Loc.cit

Page 49: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

4

Dalam system nafs, motif itu bersifat fitri, dalam arti bahwa manusia memiliki kecenderungan­kecenderungan dan potensi­potensi yang berlaku secara unvirsal, meski setiap orang memiliki keunikan pada dirinya. Di dalam system nafs juga terdapat naluri instink yang memiliki kecenderungan­kecenderungan tertentu, yang dalam bahasa Arab disebut .غريزة Secara lugawai, gharizah artinya sesuatu yang masuk. Orang Arab menggunakan kata ghazirah ini untuk menyebut tabiat, tabiat buruk maupun tabiat baik. Umar ibn Khattab misalnya pernah mengutip sabda Nabi yang mengatakan bahwa sifat pengecut dan sifat pemberani itu sebagai ghazirah Dorongan­dorongan 7 .( اجلنب واجلرأة غرائز ) nafs itu ada yang disadari. Dorongan akan kebutuhan yang ada dalam instink tidak tampak dalam bentuk yang langusnd dapat dilihat oleh mata, karena ia merupakan integrasi dari faktor­faktor yang ada dalam system yang saling berkaitan, yang baru tampak jika ada stimulus tertentu. Jika manusia menjumpai stimulus tertentu maka motif mendorongnya untuk merespon dengan respon tertentu pula, dan kapasitas responitu sesuai dengan besar kecilnya tataran motif. Jika tujuan tercapai maka motif mengendor, tetapi jika agar maka motif tidak henti­hentinya bekerja mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang diperlukan. Pada orang tertentu semakin sulit tujuan dicapai mak asemakin besar pula motif mendorong untuk melakukannya. Kesungguhan seseorang dalam mencapai tujuan adakalanya justru meningkat ketika tantangannya besar.

Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia dalam system nafs dipaparkan al­Qur’an dalam surat Yusuf/ 12: 53, surat al­ Baqarah/ 2:30 dan surat al­Nisa/ 114:4­5

!$tΒ uρ ä—Ìht/é& û ŤøÿtΡ 4 ¨βÎ) §øÿ ¨Ζ9 $# 8οu‘$ ¨ΒV Ï þθ¡9 $$ Î/ ωÎ) $tΒ zΟ Ïmu‘ þ’În1u‘ 4 ¨βÎ) ’În1u‘ Ö‘θàÿ xî

×ΛÏm§‘ ∩∈⊂∪ Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Q.s. Yusuf/12:53)

Surat Yusuf/ 12:53 diatas, secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu di dalam system nafs yang menggerakkan tingkah laku, dalam konteks ayat ini penggerak tingkah laku kejahatan (ان النفس المارة بالسوء). Secara rinci, ayat tersebut di atas mengisyaratkan adanya tiga hal. 1). Bahwa di dalam system nafs manusia ada potensi yang

menggerakkannya pada tingkah laku tertentu. Dalam ayat ini tingkah

7 Ibn Manzhur, Lisan al­Arab, (tt: Dairah al­Ma’arif, tth), jilid V, h. 3239­3240

Page 50: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

5

laku yang dicontohkan adalah tingkah laku keburukan atau pada selera rendah, yakni bisikan­bisikan yang datangnnya dari dalam diri sendiri untuk melakukan perbuatan yang memberi kepuasan tetapi buruk nilainya.

2). Meskipun manusia memiliki kecenderungan kepada keburukan tetapi di sisinya dibuka pintu rahmat yang mengisyaratkan bahwa manusia jika mau, bisa mengendalikan kecenderungan­kecenderungannya, menekan dorongan­dorongannya dan bisa juga tidak memenuhi dorongan buruk itu. Meskipun manusia memiliki dorongan­dorongan negatif, tetapi ia tidak harus memenuhinya, sebaliknya dengan akalnya ia bisa memilih mana yang baik dan berguna untuk dirinya dan untuk orang lain.

3) Pengertian rahmat Allah pada ayat ini harus dipahami bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan keseimbangan potensi­potensi positif dan potensi negatif sekaligus di mana manusia diberi peluang untuk memilih. Manusia bisa menunda tuntutan selera rendahnya dengan kegiatan yang bia melemahkannya, yaitu kegiatan pada bidang­bidang kebaikan, atau mengalahkannya sekaligus dengan kegiatan yang konstruktif.

øŒ Î)uρ tΑ$ s% •/u‘ Ïπs3Í× ¯≈ n=yϑ ù=Ï9 ’ ÎoΤÎ) ×≅ Ïã% y ’ Îû ÇÚ ö‘ F$# Zπxÿ‹ Î=yz ( (#þθä9$ s% ã≅ yè øgrBr& $pκ Ïù tΒ ß‰Å¡øÿム$ pκ Ïù

à7Ïÿó¡o„ uρ u!$ tΒÏe$!$# ßøtwΥ uρ ßxÎm7 |¡çΡ x8ωôϑ pt¿2 â Ïd‰s)çΡ uρ y7s9 (..... Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau......(Q.s al­Baqarah/2:30)

Dalam ayat ini malaikat mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki instink atau naluri merusak, meskipun manusia memiliki predikat khalifah di bumi. Sebagian mufasir memahami makhluk yang disebut karakteristiknya oleh malaikat itu bukan Adam, tetpaimakhluk sebelumnya dari bangsa jin, sebagaimana mufasir lain menunjuk pada anak cucu Adam, tetapi al­Maraghi mengutip penafsiran mutakhir yang menyebutkan bahwa dialog malaikat dengan Tuhan itu lebih bermakna isyarat, bukan pada makna lahir, karena malaikat tidak memiliki tabiat menentang kepad Tuhan. 8

Pertanyaan malaikat yang terkesan kurang sopan, menurut al­ Maraghi, bukan sebagai informasi, tetapi dialog itu merupakan metode dan dan model penyampaian petunjuk al­Qur’an kepada manusia. Kesimpulan

8 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, Tafsir al­Maraghi, (tt: Dar al­Fikr, tth), jilid I, h. 77­79

Page 51: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

6

dari pesan dialog itu dijawab dengan pembuktian bahwa Adam ternyata berbeda dengan yang diduga oleh para malaikat seperti yang dapat dipahami dari munasabah­nya dengan ayat selanjutnya (ayat 31­33). 9

Kesan tidak sopan pada pertanyaan malaikat itu sebenarnya berangkat dari penafsiran kalimat أجتعل. Terjemah al­Qur’an terbitan Departemen Agama R.I. menerjemahkan kalimat tersebut dengan “mengapa” engkau hendak menjadikan khalifah dan seterusnya. Padahal arti sebagai kalimat istifham itu artinya apakah, bukan mengapa. Jadi malaikat bukan mempertanyakan kebijaksanaan Tuhan, tetapi bertanya.

Meski demikian, karena sebagaimana yang diyakini oleh para ulama bahwa al­Qur’an adalah firman Allah yang di dalamnya tidak ada sedikitpun yang tidak bermakna, 10 maka betapa pun, pertanyaan para malaikat itu mengandung informasi tentang karakter manusia, yaitu bahwa sebagaimana juga dapat dijumpai pada realita kehidupan manusia, manusia memang memiliki tabiat destruktif, tebal ataupun tipis.

Jadi ayat ini mengisyaratkan bahwa manusia memang memiliki dorongan jahat yang dapat menggerakannya pada perbuatan merusak dan pertumpahan darah.

Selanjutnya surat al­Nas mengisyaratkan adanya penggerak tingkah laku pada manusia, yang disebut waswas. ÏΒ Ìhx© Ĩ#uθ ó™uθ ø9 $# Ĩ$Ψsƒø: $# ∩⊆∪ “ Ï%©!$# ⨠Èθó™ uθ ム†Îû Í‘ρ߉ ß¹ ÄZ$Ψ9 $# ∩∈∪ Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. (Q.s. al­Nas/114:4­5)

Sebagian mufasir mengartikan waswas sebagai setan, atau bisikan halus setan kepada manusia, baik setan yang berwujud jin maupun yang berwujud manusia, seperti yang dapat dipahami dari ayat selanjutnya ( من اجلنة

,Terlepas dari perbedaan pendapat para mufasir .( ناس وال jika dilihat dengan pespektif nafs, waswas bekerja sebagai stimulus yang dating dari Dallam untuk menggerakkan motif fitri yang dimiliki manusia guna melepaskan diri dari ikatannya atau sebagai kekuatan penggerak yang mendorong orang melakukan kegiatan negatif dan melakukan dosa.

Jadi ayat ini dapat disebut mengandung penjelasan tentang hubungan stimulus dan respons. Dalam hal ini stimulus pertama berupa was­was, yaitu bisikan halus dan jahat yang ditiupkan oleh setan. Ia bekerja menggelitik naluri instink (motif fitri) yang memiliki kekuatan penggerak agar ia melepaskan diri dari ikatannya agar memperoleh pemuasan.

9 Ibid 10 Imam Fakhr al Razi, al­Tafsir al­Kabir, (Beirut Dar Ihya al­Turats al­Arabi, tth),

jilid I, h. 159

Page 52: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

7

Stimulus bisikan yang berhasil menggelitik instrinsik itulah yang membuat orang merespons dengan perbuatan maksiat, yang memberikan kepuasan kepada motif yang mendorong kepada kejahatan ( أمارة بالسوء )

Respons menjadi positif jika orang dalam memenuhi pemuasan motif fitrinya tetap ingat kepada Allah, berpegang teguh kepada tuntunan agama (syariat) dan tuntutan akhlak, dan jika hal itu dikerjakan maka orang dapat mengendalikan motif jahatnya dengan respons yang seimbang. Kemampuan seseorang mengalahkan stimulus negatif, secara bertahap akan melemahkan kekuatan negatif motif fitri itu sendiri. Tingkah laku yang secara lahir tampak positif menjadi negatif jika hal itu dilakukan sekadar merespons motif kepada kejahatan dan mengikuti bisikan waswasnya atua menempuh jalan yang tidak benar. Motif sebagai penggerak tingkah laku berada dalam system nafs manusia, sedangkan manusia bersifat unik, oleh karena itu manusia berbeda­beda pula motif yang mendominasi dirinya. Lingkup kerja faktor­faktor penggerak tingkah laku dalam nafs seseorang sangat luas dan rumit. Isyarat tentang luas dan rumitnya system kerja nafs dengan waswanya tergambar pada surat Qaf/./ 50:16 ô‰s) s9 uρ $ uΖø) n=yz z≈|¡ΣM$# ÞΟn= ÷ètΡuρ $ tΒ â¨ Èθ ó™uθ è? ϵÎ/ …çµ Ý¡øÿ tΡ ( ßøtwΥuρ Ü>tø%r& ϵ ø‹s9 Î) ôÏΒ

È≅ ö7ym ωƒÍ‘uθ ø9 $# ∩⊇∉∪ Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat leher mereka. (Q.s. Qaf/ 50:16)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia yang telah diciptakan Tuna itu memiliki sisi dalam yang rumit, di mana manusia memiliki aktivitas yang tersembunyi dari pengamatan lahir, seperti bisikan hati. Ayat itu juga menyebutkan bahwa meskipun manusia memiliki aktivitas batin yang tersembunyi tetapi Allah mengetahuinya. Dalam perspektif nafs, pengertian bisikan nafs dari kalimat ماتوسوس به نفسه bisa dipahami sebagai ragam dari dorongan­dorongan psikologis yang sangat luas yang ada dalam system nafs dari manusia yang memiliki keunikan. Tentang pengetahuan Allah atas bisikan nafs manusia dapat dipahami bahwa Allah Maha Mengetahui, apakah bisikan itu diorientasikan kepada kebaikan atau keburukan. Dari ayat ini juga dapat disimpulkan bahwa waswas atau bisikan halus merupakan tabiat dari motif kepada kejahatan, dan ia merupakan system yang bersifat fitrah yang bekerja tidak secara langsung tetapi melalui mekanisme dalam system nafs, yang tidak mudah dianalisis jika hanya melihat tingkah laku lahir manusia.

Page 53: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

8

Kedudukan waswas sebagai faktor penggerak tingkah laku dalam perspektif manusia sebagai khalifah Allah yang memiliki akal, qalb dan bashirah adalah sebagai berikut. Manusia diberi peluang untuk memilih salah satu dari dua jalan (al­najdayn) yang disediakan Tuhan, seperti yang dipaparkan surat al­Balad/ 90:10 Untuk mengantar .(وهد يناه النجدين ) sampai kepada keputusan untuk menentukan pilihannya, manusia dipengaruhi oleh dua kekuatan, yakni personifikasi kebaikan dan kekuatan kebaikan dan kekuatan kejahatan. Kekuatan kebaikan di personifikasi dengan malaikat, yakni malaikat yang membantu manusia menempuh jalan kebenaran seperti tertera dalam Q.s. al­Ahzab/ 33:43 dan Q.s Al­Anfal/8:9

uθ èδ “Ï%©! $# ’ Ìj?|ÁムöΝ ä3ø‹n= tæ …çµ çGs3 Í×≈n= tΒuρ / ä3y_Ì÷‚ã‹Ï9 zÏiΒ ÏM≈yϑ è=—à9$# ’n<Î) Í‘θ –Ψ9 $# 4

tβ%2uρ tÏΖÏΒ ÷σßϑ ø9 $$ Î/ $ VϑŠÏmu‘ ∩⊆⊂∪ Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat­Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang­orang yang beriman. (Q.s. al­ Ahzab/33:43)

Sedangkan kekuatan kejahatan dipersonifikasi dengan setan, yakni untuk mengiring manusia pada jalan kesesatan seperti dijelaskan surat al­ Baqarah/2:268

ß≈sÜø‹¤±9 $# ãΝ ä.߉ Ïètƒ tø) xÿø9 $# Νà2ããΒ ù'tƒuρ Ï !$t±ósxÿø9 $$ Î/ ( ª!$# uρ Νä.߉Ïè tƒ Zο tÏÿ øóΒ çµ ÷ΖÏiΒ WξôÒsùuρ....

Syaitan menjanjikan (menakut­nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada­Nya dan karunia....(Q.s. al­Baqarah/2:268)

Karena al­Qur’an selalu mempersonifikasi kekuatan kebaikan dan keburukan dengan malaikat dan setan, maka waswas sebagai faktor penggerak tingkah laku manusia juga dihubungkan dengan seta. Faktor penggerak tingkah laku yang tidak dipersonifikasi dalam al­Qur’an adalah fitrah, hawa dan syahwat.

B. Fitrah, Hawa dan Syahwah dalam Sistem Nafs Dalam nafs manusia ada potensi yang dicipta secara fitri, berfungsi

sebagai penggerak tingkah laku manusia. Penggerak tingkah laku

Page 54: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

9

mempunyai peranan penting dalam kegiatan manusia sekurang­kurangnya dalam dua hal. (1) mewarnai corak tingkah laku manusia, dan (2) menentukan makna atau nilai dari perbuatan yang dilakukan orang dalam hidupnya.

Penggerak tingkah laku seseorang tidak dapat diketahui secara langsung melalui perbuatan yang dilakukan, karena ia bekerja dalam system nafs pada sisi dalam manusia. Di dalam diri manusia terdapat dorongan­ dorongan yang menuntut memperoleh pemuasan, dan dorongan­dorongan itu akan tampak jika bertemu dengan stimulus yang sesuai, dan selanjutnya dorongan­dorongan itu bersama dengan tabiat nafs lainnya menentukan bagaimana merespons atas stimulus tersebut. Nafs yang sehat dimungkinkan untuk bisa mengendalikan dorongan­dorongan itu sehingga berwujud pada tingkah laku yang terkendali. Dalam keadaan motif mendorong pada tingkah laku yang terkendali. Dalam keadaan motif mendorong pada tingkah laku negatif, ia berpotensi untuk mempengaruhi seseorang hingga berwujud pada tingkah laku yang tidak terkendali. Pertentangan antara keinginan untuk memuaskan dorongan buruk dengan dorongan untuk bertindak adil bisa menyebabkan seseorang kehilangan integritas dirinya sedemikian rupa. Dalam keadaan demikian orang dapat terbalik pikirannya sehingga apa yang mustahil sebagai suatu hal yang mungkin, masalah yang bernilai buruk dapat diterima oleh logika dan system nilai jiwanya, dan apa yang tidak wajar tampak menjadi sesuatu yang wajar.

Dalam al­Qur’an, gagasan tentang faktor­faktor penggerak tingkah laku (motif) berhubungan dengan apa yang disebut syahwah, hawa dan fithrah. Motif dalam al­Qur’an tidak disebut secara langsung denggan term

tetapi dengan term دوافع - دافع syahwah, hawa, fitrah dan uslub lainnya.

a. Fitrah Manusia Dalam bahasa Arab, fitrah ( فطرة - فطر ) mempunyai arti belaah,

muncul, kejadian dan penciptaan. Jika fitrah dihubungkan dengan manusia maka yang dimaksud dengan fitrah ialah apa yang menjadi kejaian atau bawaannya sejak lahir atau keadaan semula jadi. 11 Dalam al­Qur’an kata fitrah dengan berbagai kata bentukannya disebut 28 kali, 14 kali disebut dalam konteks uraian tentang bumi atau langit, sisanya disebut dalam konteks pembicaraan tentang manusia, baik yang berhubungan dengan fitrah penciptaan maupun fitrah keagamaan yang dimiliknya.

11 Ibn Manzhur, op.cit jilid V, h. 3432­3435

Page 55: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

10

óΟÏ%r'sù y7 yγô_uρ ÈÏe$#Ï9 $ Zÿ‹ÏΖym 4 |N tôÜÏù «!$# ÉL ©9$# tsÜsù $Ζ9 $# $pκön= tæ 4 ω ≅ƒÏ‰ö7s?

È,ù= y⇐Ï9 «!$# 4 Ï9≡sŒ ÚÏe$!$# ÞΟ ÍhŠ s)ø9 $# ∅Å3≈ s9 uρ u sYò2r& Ĩ$Ζ9 $# ω tβθßϑn=ôè tƒ ∩⊂⊃∪ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.s. al­ Rum/30:30)

Ayat di atas memperlihatkan bahwa manusia diciptakan dengan membawa fitrah (potensi) keagamaan yang hanif,yang benar, dan tidak bisa menghindar meskipun boleh jadi ia mengabaikan atau tidak mengakuinya. Berbeda dengan teologi Kristen yang memandang manusia berfitrah negatif dengan menyandang dosa warisan Adam, 12 al­Qur’an memandang manusia mempunyai potensi positif lebih besar dibanding potensi negatifnya. Surat al­Baqarah/2:226, seperti yang telah dibahas pada bab II mengisyaratkan bahwa manusia lebih mudah untuk berbuat baik daripada berbuat jahat, ( هلاما

.(كسبت وعليها ما اكتسبت Nafs manusia memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya dan memperoleh siksa dari apa yang diusahakannya. Dalam bahasa Arab kata kasabat digunakan untuk mengambarkan pekerjaan yang dilakukan dengan mudah, sedangkan kata iktasabat menunjuk pada hal­hal yang lebih sulit dan berat. Jadi ayat ini mengisyaratkan bahwa fitrah manusia itu cendrung kepada kebaikan. Jika ada orang yang melakukan keburukan, sebenarnya ia harus bersusah payah melawan fitrah dirinya, Melawan bashirah­nya. Meskipun demikian, karena daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya kebaikan, 13 maka dorongan kepada keburukan ( .lebih cepat merespons stimulus negatif yang dijumpainya ( امارة بالسوء

b. Syahwah Kalimat syahwah disebut al­Qur’an dalam berbagai kata bentuknya

sebanyak tiga belas kali, lima kali di antaranya dalam bentuk masdar, yakni dua kali dalam bentuk mufroh dan tiga kali dalam bentuk jama. Al­Qur’an menggunakan term syahwat untuk beberapa arti. Pertama, dalam kaitannya dengan pikiran­pikiran tertentu, yakni mengikuti pikiran orang karena mengikuti hawa nafsu (Q.s. al­Nisa/4:27).Kedua, dihubungkan dengan keinginan manusia terhadap kelezatan dan kesenangan (Q.s. al­Imran//3:14,

12 Vand de End, Harta dalam Bejana, (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, tth) 13 Hadits riwayat Thabrani menyebutkan bahwa kemuliaan ukhrawi dikelilingi oleh

hal­hal yang tidak menarik, sementara kesenangan duniawi justru dikelilingi oleh hal­hal yang menarik ( )

Page 56: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

11

Q.s Maryam/19:59). Ketiga berhubungan dengan perilaku seks menyimpang (Q.s. al­Araf/7:81, Q.s. al­Naml/27:55). ߉ƒÌãƒuρ Ï%©! $# tβθãèÎ7−G tƒ ÏN≡uθ pꤶ9$# β r& (#θè=Š ÏÿsC ¸ξøŠ tΒ $ VϑŠÏà tã ∩⊄∠∪ sedangkan orang­orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh­jauhnya (dari kebenaran). (Q.s. al­Nisa/4:27) zÎiƒã— Ĩ$Ζ= Ï9 =ãm ÏN≡uθ yγ ¤±9$# ∅ÏΒ Ï !$ |¡ÏiΨ9 $# tÏΖt6ø9 $# uρ ÎÏÜ≈oΨs) ø9 $# uρ Íο tsÜΖs) ßϑ ø9$# ∅ÏΒ É=yδ ©%!$# Ïπ ÒÏÿ ø9 $#uρ È≅ ø‹y‚ø9$# uρ ÏπtΒ§θ |¡ßϑ ø9 $# ÉΟ≈ yè÷ΡF$# uρ Ï öysø9 $# uρ 3 Ï9≡sŒ ßì≈tF tΒ Íο 4θ u‹ysø9$#

$ u‹÷Ρ‘‰9$# ( ª!$# uρ …çν y‰ΨÏã Ú∅ó¡ãm É>$t↔ yϑ ø9 $# ∩⊇⊆∪ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa­apa yang diingini, yaitu: wanita­wanita, anak­anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang­binatang ternakdan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah­lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.s. al­Imran/3:14)

öΝà6ΡÎ) tβθ è?ù'tG s9 tΑ$y_Ìh9 $# Zο uθ öκy− ÏiΒ Âχρߊ Ï !$|¡ÏiΨ9 $# 4 ö≅ t/ óΟ çFΡr& ×Π öθ s% χθèùÌó¡•Β ∩∇⊇∪ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu Ini adalah kaum yang melampaui batas. (Q.s. al­Araf/ 7:81

Dalam bahasa Arab, syahwah yang berasal dari kata يشهى - شهي - شها -

mengandung arti menyukai atau menyenangi. Jika dihubungkan dengan شهوةmanusia, maka syahwah artinya kerindungan nafs terhadap apa yang dikehendakinya 14 . نزوع النفس اىل ما تريده dalam al­Qur’an, maksud syahwah adalah obyek yang diinginkan seperti yang termaktub dalam surat al­ Imran/3:14 di atas, dan juga syahwat seringkali untuk menyebut potensi keinginan manusia seperti dijelaskan surat Maryam/ 19:59 dan Q.s. al­Nisa/ 4:27

14 Al­Raghib al­Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al­Qur’an, (Beirut: Dar al Fikr, tth), h. 227

Page 57: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

12

* y#n= sƒmú .ÏΒ öΝ Ïδω÷è t/ ì#ù= yz (#θ ãã$|Êr& nο4θ n= ¢Á9$# (#θ ãèt7?$# uρ ÏN≡uθ pꤶ9$# ( t∃ öθ |¡sù tβ öθ s)ù= tƒ

$ †‹xî ∩∈∪ Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia­nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (Q.s. Maryam/19:59)

Surat Maryam/19:59 di atas menyebutkan bahwa ada satu generasi sesudah Nabi yang bertingkah laku salat dan mengikuti syahwatnya. Para mufasir memahami syahwat dalam ayat ini sebagai potensi manusia untuk mengikuti dorongan syahwatnya, yakni mendahulukan dorongan syahwat daripada mematuhi perintah Tuhan. 15 Sedangkan surat al­Imran/3:14 menyebutkan obyek syahwat manusia berupa wanita (seksual), anak­anak (kebanggaan), harta kekayaan, benda berharga (kebanggaan, kesombongan, kemanfaatan),kendaraan yang bagus (kebanggaan, kenyamanan, kemanfaatan), binatang ternak (kesenangan, kemanfaatan) dan sawah lading (kesenangan, kemanfaatan). Sementara itu surat al­ Ar’raf/7:81mengisyaratkan adanya dorongan untuk melakukan pemuasan seksual secara menyimpang dari kelaziman. Dari ayat­ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut al­Qur’an, di dalam diri manusia terkandung dorongan­dorongan yang mendesak manusia untuk melakukan hal­hal yang memberikan kepada kepuasan seksual, kepuasan kepemilikan, kepuasan kenyamanan dan kepuasan harga diri.

c. Hawa Dalam bahasa Arab, hawa (هوى ) adalah kecenderungan nafs kepada

syahwat, ( ميل النفس اىل الشهوة) kata hawa dalam bahasa Arab juga mengandung arti turun dari atas ke bawah, tetapi lebih mengandung konotasi negatif, dan menurut al­Isfahani, penyebutan term hawa mengandung arti bahwa pemiliknya akan jatuh ke dalam keruwetan besar ketika hidup di dunia, dan di akhirat dimasukkan ke dalam neraka Hawiyah. 16

Al­Qur’an menyebut hawa dalam berbagai kata bentukan sebanyak 36 kali, sebagian besar untuk menyebut cirri tingkah laku, negatif, seperti: 1. Perbuatan orang zalim mengikuti hawa nafsu بل اتبع الذين ظلموا أهوآئهم بغري علم

(Q.s.al Rum/ 30:29) 2. Perbuatan orang sesat mengikuti hawa nafsu وال تبعوا أهواء قوم قد ضلوا من قبل

(Q.s al­Maidah/ 5:77)

15 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, Op.cit, juz XVI, h. 66­67 16 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit, h.545

Page 58: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

13

3. Perbuatan orang yang mendustakan ayat­ayat Tuhan وال تتبع أهواء الذين كذبوا

seperti yang tersebut dalam surat (Q.s. al­An’am/6:150), dan باياتنا4. Perbuatan orang yang tidak berilmu وال تتبع أهواء الذين ال يعلمون (Q.s. al­

Jatsiyah/ 45:18 Pada surat al­Nazi’at/ 79:40­41 disebutkan hubungan hawa dengan

nafs: $ ¨Βr&uρ ôtΒ t∃%s tΠ$s) tΒ ÏµÎn/u‘ ‘yγ tΡuρ §øÿ ¨Ζ9 $# Çtã 3“uθ oλ ù;$# ∩⊆⊃∪ ¨βÎ* sù sπ ¨Ψpgø: $# ‘ Ïδ

3“ uρù'yϑ ø9$# ∩⊆⊇∪ Dan adapun orang­orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).(Q.s. al­ Naziat 79:40­41)

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada nafs dan ada komponen hawa. Menurut al­Maraghi hawa merupakan keadaan kejatuhan nafs ke dalam hal­ hal yang dilarang oleh Tuhan ( وقوع النفس يف حمارمه ) 17 . Jika hawa itu merupakan kecenderungan kepada syahwat, maka kalau dibandingkan dengan motif, hawa adalah motif kepada hal­hal yang rendah dan batil. Dalam surat al­ Mu’minun/23:71 diisyaratkan, jika kebenaran tunduk kepada desakan hawa, maka tata kehidupan manusia akan rusak binasa ( ولو اتبع احلق أهواهم لفسدت

Al­Qur’an banyak sekali mengingatkan manusia agar .(السماوات واألرض ومن فيهنjangan mengikuti hawa sendiri ataupun hawa orang lain, karena mengikuti dorongan hawa dapat menyesatkan, seperti yang dijelaskan dalam surat­al­ An’am/6:119 ( وان كثريا ليضلون بأهوائهم بغري علم ) dan Q.s. Shad//38:26), dan dapat mendorong bertindak menyimpang dari kebenaran .Q.s]( فال تتبعوا اهلوى انتعدلوا)al­Nisa//4:135]. Hawa yang selalu diikuti, menurut al­Qur’an menjadi sangat dominant pada seseorang hingga orang itu menjadikan hawa­nya sebagai tuhan, seperti yang dipaparkan surat al­Furqon/29:43 ( أرايت من اختذ اهله

( هواهSikap mental orang yang mampu menekan hawa nafsunya seperti

yang termaktub dalam surat al­Nazi'at/ 79:40­41 adalah mental orang yang takut kepada Tuhan, dan perasaan takut kepada Tuhan itu didahului oleh ilmu sehingga menurut al­Qur'an surat Fathir/35:28, hanya orang yang berilmu (ulama)­lah yang memiliki rasa takut kepada Tuhan ( امنا خيش اهللا من عباده

.(العلماء Jika melihat munasabah dengan ayat sebelumnya (Q.s. al­Naziat/ 79:37­38), maka sikap mental ini merupakan kebalikan dari sikap mental

17 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, op.cit, juz XXX, h. 34

Page 59: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

14

orang yang melampaui batas, ,(فأما من طغى) yaitu orang yang menurut Fakhr al­Razi, mengalami distorsi pemikiran, 18 dan kebalikan dari menekan hawa nafsu, orang yang melampaui batas itu, justru lebih mengutamakan kesenangan dunia (واثر احليوة الدنيا).

C. Karakteristik Penggerak Tinglah Laku Hubungan antara tingkah laku yang tampak dengan faktor

penggeraknya yang tersembunyi sangat rumit. Al­Qur'an memberi contoh pada kisah Nabi Yusuf, yaitu perbuatan saudara­saudara Yusuf menipu ayah mereka dan menyingkirkan Yusuf itu sendiri. Mekanisme kerja penggerak hingga menjadi tingkah laku yang dilakukan oleh saudara­ saudara Yusuf seperti dkisahkan dalam surat Yusuf ayat 7­18 itu, dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Anak­anak Nabi Ya'qub berjumlah 12 orang, 19 sebagian besar dari mereka terutama yang sudah dewasa merasa kesal karena merasa kurang mendapat perhatian dari ayahnya. Setan membisikkan waswasnya kepada mereka bahwa penyebab kurang perhatian Ya'qub kepada meraka itu adalah karena kasih sayang Ya'qub sudah bertumpah kepada Yusuf yang menjadi anak kesayangannya sejak kecil. Bisikan itu mengatakan bahwa selama masih ada Yusuf disisi ayahnya, jangan berharap ayah akan memperhatikan mereka. Bisikan itu mengusik dorongan­dorongan yang ada dalam nafs mereka, yaitu motif ingin dicintai, ingin diperhatikan, dan ingin memperoleh kesenangan dan juga motif benci. Didorong oleh rasa ingin memuaskan motifnya, waswas setan memberikan stimulus berupa gagasan­ gagasan yang jitu, yaitu menyingkirkan Yusuf. Ketika nafsnya menjawab bahwa tidak mungkin menyingkirkan Yusuf karena selalu ada dalam pengawasan ayahnya, was­was mebisikkan gagasan yang tepat, yaitu merayu ayahnya agar diperbolehkan mengajak Yusuf bermain­main di obyek pariwisata. Gagasan itu juga sekaligus dilengkapi skenario bagaimana membuang Yusuf dan bagaimana menyusun alasan yang masuk akal untuk disampaikan kepada ayahnya.

Sebenarnya bashirah mereka menafikan gagasan gila itu, bagaimana mungkin membohongi ayah dan bagaimana mungkin membunuh atau menyingkirkan saudara kandung sendiri. Akan tetapi kuatnya motif benci dan motif ingin diperhatikan menyebabkan integritas diri mereka terganggu, hilang keseimbangan dan tidak mampu mendudukkan masalah secara proporsional. Demikianlah kondisi mental saudara­saudara Yusuf. Dominasi motif benci itu sedemikian rupa sampai mereka melakukan apa

18 Imam Fakhr al­Razi, op.cit juz XXX 19 Menurut kitab kejadian 35, Keduabelas anak­anak Yaqub adalah Rubin, Simeon,

Lewi, Yehuda, Zebulon, Isachar, Yusuf, Benyamin, Dan, Naftali, Gad dan Asier. Lihat al­kitab (Jakarta: Lembaga Al kitab Indonesia, 1970), h. 48

Page 60: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

15

yang menurut Utsman Najati disebut helat mental pengingkaran (حيلة النفسية)terhadap perasaan, dan sifat­sifat buruk yang ada pada dirinya untuk kemudian menimpakan kesalahan itu pada orang lain, dan setelahitu merasa terbebas dari kesalahan. 20 Mereka menyusun rencana secara cermat dan memandang yangmustahil menjadi mungkin, yang tidak wajar menjadi wajar, yang buruk menjadi logis. Ketika Ya'qub tidak mengizinkan Yusuf diajak pergi, mereka melakukan helah mental dengan berkata: (#θä9$ s% $tΡ$ t/r'≈tƒ $tΒ y7 s9 ω $ ¨Ζ0Βù's? 4’ n?tã y#ß™θム$ ¯ΡÎ)uρ …ã&s! tβθßsÅÁ≈oΨs9 ∩⊇⊇∪ ã&ù#Å™ ö‘r& $ oΨyètΒ

# Y‰xî ôìs?ötƒ ó=yèù= tƒuρ $ΡÎ)uρ …çµ s9 tβθÝà Ïÿ≈yss9 ∩⊇⊄∪ Mereka berkata: "Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal Sesungguhnya kami adalah orang­orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang­senang dan (dapat) bermain­main, dan Sesungguhnya kami pasti menjaganya." (Q.s. Yusuf/12: 11­12)

Demikianlah kesepakatan persekongkolan yang diambil oleh saudara­saudara Yusuf. Perbuatan mereka dilatarbelakangi oleh motif permusuhan yang bersumber dari keinginan pemuasan sosial. Mereka menipu mentah­mentah ayahnya dan dengan mudahnya mempermainkan nilai­nilai kepatutan. Jika dianalisis sebenarnya ada satu pertanyaan; seberapa jauh jarak antara motif kepada permusuhan dan bashirah dalam sistem nafs manusia ketika tingkah laku manusia berada dalam dominasi motif kepada permusuhan atau ketika kebencian memenuhi sepenuhnya mengendalikan hawa nafsunya, sehingga qalb dan akal hanya digunakan sebagai alat permainan. Apa yang terjadi pada Yusuf, terjadi pula sekarang pada orang lain dan berulang­ulang, karena sesungguhnya motif kepada permusuhan dan bashirah berada dalam satuan sistem nafs. Contoh yang jelas dari hal itu ialah bahwa penipu akan menggunakan segala cara yang mungkin dalam memperdayakan korbannya, pencuri atau perampok juga suka menampilkan tingkah laku sopan dan hormat sebagai strategi untuk mengelabui korbannya.

Al­Qur'an memberi contoh lain dari tingkah laku helah mental, pada tingkah laku orang munafik yang mengaku beriman seperti yang diisyaratkan surat al­Baqarah/2:8­10. Mereka bermuka manis untuk menyembunyikan kebencian mereka dan helah mental orang munafik lebih rumit lagi karena di dalam hati mereka bersemayam penyakit nifaq.

1. Pengaruh Lingkungan terhadap Penggerak Tingkah Laku

20 Utsman Najati, Al­Qur'an wa Ilm al­Nafs (Kairo: Dar al­Syuruq, 1982(, h. 19

Page 61: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

16

$ yϑßγ ©9 y—r'sù ß≈sÜø‹¤±9 $# $pκ÷] tã $ yϑ ßγy_t÷zr'sù $ £ϑ ÏΒ $ tΡ%x. ϵŠ Ïù ( $uΖù= è%uρ (#θäÜÎ7÷δ $# ö/ä3 àÒ÷èt/

CÙ÷è t7Ï9 Aρ߉tã ( ö/ä3 s9uρ ’Îû ÇÚö‘F$# @s) tGó¡ãΒ ìì≈tFtΒ uρ 4’ n<Î) &Ïm ∩⊂∉∪ Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (Q.s. al­Baqarah/2:36)

Surat al­Baqarah/2:36 merupakan bagian dari rangkaian ayat­ayat (30­38) yang mengisahkan penciptaan Adam dan bagaimana akhirnya Adab dan Hawa terpedaya oleh godaan setan untuk memakan syajarah yang dilarang Tuhan sehingga mereka dikeluarkan dari sorga dan diturunkan ke muka bumi ini. Dari ayat tersebut timbul pertanyaan, mengapa Adam yang Nabi bisa tergoda oleh Iblis. Dari rangkaian ayat 30­38 itu (dan tafsirnya) dapat diketahui jawabannya, bahwa Iblis bukan hanya sekali mendatangi Adam, dan bahkan jika gagal mempengaruhi Adam, ia akan segera mempengaruhi Hawa. Demikianlah usaha Iblis tidak henti­hentinya mempengaruhi Adam dengan menawarkan logika bahwa di balik larangan Tuhan itu ada rahasia keabadian, dan melanggar perintah Tuhan memakan syajarah justru akan menghasilkan keabadian.

Kehadiran Iblis kepada Adam dan Hawa secara terus menerus dalam perspektif psikologi seperti yang dikatakan oleh Dr. Ramadhan al­ Qadzdzafi adalah menempati posisi lingkungan. 21 Iblis dalam hal ini menjadi faktor lingkungan. Lingkungan adalah ruang di mana seseorang hidup, baik ruangan fisik, mental maupun spiritual. Lingkungan itu sendiri sebenarnya netral, tidak mempengaruhi apa­apa jika hanya dilalui sepintas kilas. Ia baru mempengaruhi manusia ketika menstimuli manusia secara berulang­ulang, terus menerus dalam waktu yang lama. Pengaruh lingkungan terhadap manusia bisa berupa membentuk atau mengubah tingkah laku, bisa positif bisa juga negatif bergantung kepada faktor­faktor apa yang relevan dengan kegiatan atau dengan perhatian manusia. Adam tergoda Iblis karena Iblis selalu menawarkan keabadian, satu hal yang dirindukan oleh Adam dan Hawa sebagai manusia.

Manusia adalah makhluk sosial yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimanaia berada. Seringkali pengaruh lingkungan itu sangat besar sehingga bukan hanya mengubah atau meluruskan, tetapi sampai mengalahkan tabiat asal seseorang. Hadits Nabi yang berbicara tentang Fitrah manusia sejalah dengan pandangan tersebut. Kata Rasul

21 Ramadhan Muhammad al­Qadzdzafi, op.cit,h. 45

Page 62: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

17

كل مولد يولد على الفطرة البواه يهودانه او ينصرانه او ميجسانهSetiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.

Meskipun demikian, jika seseorang dalam merespons lingkungan itu tetap berpegang teguh kepada tuntunan agama dan taat kepada Allah, maka orientasinya itu akan mengarahkan tingkah lakunya ke arah kebaikan dirinya, baik kebaikan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika dalam merespons lingkungan itu ia mengikuti dorongan syahwat dan pikiran rendahnya, maka ia akan terbawa kepada tingkah laku yang mencelakakan dirinya, terutama jika dilihat dari ukuran orang beragama. Jadi lingkungan tertentu mempersubur motif yang sudah ada dalam nafs manusia untuk memperoleh pemuasannya. Seseorang yang memiliki motif kepada kejahatan akan mudah terangsang untuk melakukan perbuatan jahat jika lingkungan dimana ia hidup memberikan situasi yang kondusif untuk melakukannya. Jika lingkungannya tidak kondusif untuk itu, maka motif kepada kejahatan itu mengendur atau tertekan. Selanjutnya motif jahat yang sudah menguat mudah menggerakkan manusia untuk melaksanakan kejahatan.

2. Kekuatan Penggerak Tingkah Laku Motif bekerja mengarahkan tingkah laku manusia pada tujuan yang

diinginkan. Motif kepada kejahatan bekerja mengarahkan manusia pada tingkah laku jahat, dan motif kepada pemilikan mengarahkan manusia untuk bekerja memperoleh apa yang ia inginkan. Tanpa motif manusia bagaikan perahu tanpa kompas, berlayar tidak tentu arah. Bagi manusia, motif bagaikan kompas hidup. Al­Qur'an surat Yunus/10:108 mengisyaratkan adanya hubungan erat antara motif dengan tingkat dan warna kegiatan manusia. ö≅ è% $ pκš‰r'≈tƒ â¨$Ζ9 $# ô‰s% ãΝ à2u !%y ‘,ysø9 $# ÏΒ öΝä3În/§‘ ( Çyϑsù 3“y‰ tF ÷δ$# $ yϑΡÎ* sù “ωtG öκu‰

ϵšøÿ uΖÏ9 ( tΒuρ ¨≅|Ê $yϑ ¯ΡÎ* sù ‘≅ ÅÒtƒ $ pκön= tæ ( !$ tΒuρ O$ tΡr& Νä3 ø‹n=tæ 9≅‹Å2uθ Î/ ∩⊇⊃∇∪ Katakanlah: "Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa yang sesat, Maka Sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan Aku bukanlah seorang Penjaga terhadap dirimu". (Q.s. Yunus/10:108)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa barangsiapa telah memiliki kesiapan atau memiliki dorongan untuk menerima petunjuk al­Qur'an, maka

Page 63: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

18

kecenderungannya tertuju pada melaksanakan kebaikan seperti yang diajarkan al­Qur'an, dan ia selalu merindukan datangnya kebaikan bagi dirinya. Sebaliknya barang siapa di dalam dirinya telah ada dorongan untuk menolak kebenaran al­Qur'an, maka ia tidak mampu menangkap kebaikan al­Qur'an, dan karena faktor penolakan tersebut, ia tidak tertarik untuk mengikuti petunjuk­petunjuk al­Qur'an. $ tΒuρ ßìÎ7−G tƒ óΟèδ çsYø.r& ωÎ) $‡Ζsß 4 ¨β Î) £©à9$# ω Í_øó ムzÏΒ Èd,ptø:$# $ º↔ø‹x© 4 ¨β Î) ©!$# 7ΛÎ=tæ $yϑ Î/

tβθè= yèøÿ tƒ ∩⊂∉∪ Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Q.s Yunus/10:36)

....3 ö≅t/ zÎiƒã— tÏ%©#Ï9 (#ρãxÿ x. öΝèδ ãõ3tΒ (#ρ‘‰ß¹uρ Çtã È≅‹Î6¡¡9 $# 3...

......Sebenarnya orang­orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). ....(Q.s. al­Rad/13:33)

Al­Qur'an surat Yunus/10:36 di atas, mengisyaratkan adanya orang (musyrik) yang tunduk pada motif penentangannya kepada kebenaran (al­ Qur'an) sampai akalnya terdistorsi. Motif ingkarnya kepada Tuhan membuatnya tidak bisa memahami argumen logis ataupun kebenaran yang berasal dari wahyu untuk memahami keesaan Tuhan. Ia merasa cukup dengan berpegang pada penolakan emosinya yang meperkuat pendapat pribadinya dan arahnya yang keliru yang kemudian membawanya pada sikap menolak dan sombong, padahal apa yang mereka pegang teguh tidak lebih hanyalah dugaan atau persangkaan yang belum terjamin kebenarannya. Sedangkan surat al­Rad/ 13:33 di atas mengisyaratkan bahwa orang kafir yangmemang memiliki motif menentang, motif kufur, justru merasakan adanya keindahan dalam perbuatan mereka yang keliru. Perbuatan tipu daya mereka terasa indah dan benar, karena motif menentang kebenaran mendominasi mereka sehingga mereka salah persepsi terhadap jalan kebenaran. Dorongan­dorongan dalam nafs yang mendesak untuk memperoleh pemuasannya itu di dalamnya terkandung tipuan yang menyesatkan dan terkandung juga potensi yang menggerakkan tingkah laku ke arah memperoleh kelezatan dan kesenangan, atau ke arah mencapai kemanfaatan yang sifatnya individual, baik kemanfaatan materi maupun maknawi.

Menunuuk surat Yunus/10:36 yang menyebutkan bahwa orang kafir dikuasai oleh dugaan, persangkaan atau zhann yang tidak jelas dasarnya, sebenarnya ayat itu secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa motif itu

Page 64: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

19

merupakan keadaan emosi yang berhubungan dengan susunan biologi tubuh manusia, atau sekurang­kurangnya bahwa di dalam motif terdapat dimensi emosi yang sangat dominan bagikan dinding yang menghalangi pandangan, sehingga orang yang sedang didorong oleh motif menolak yang kuat tidak bisa menengok kebaikan yang berlawanan dengan tuntutan motifnya. Dominasi motif ingkar itu menyebabkan orang tidak bisa melihat dan menganalisa sesuatu secara teliti.

Al­Qur'an memberi contoh misalnya, apa yang dimohonkan orang kepada Tuhan ketika dalam keadaan terjepit terlupakan begitu saja ketika Tuhan telah membebaskan mereka dari keterjepitan itu. Kondisi yang demikian diisyaratkan oleh al­Qur'an surat Yunus/10:23 dan 12 # sŒÎ)uρ ¡§tΒ z≈|¡ΡM$# • ‘Ø9$# $tΡ%tæyŠ ÿ ϵ Î7/ΨyfÏ9 ÷ρr& #‰ Ïã$ s% ÷ρr& $ VϑÍ←!$ s% $ £ϑn= sù $ uΖøÿ t±x. çµ ÷Ζtã …çν §àÑ §tΒ βr(2 óΟ©9 !$ oΨãã ô‰tƒ 4’n<Î) 9h àÑ …çµ ¡¡Β 4 y7Ï9≡x‹x. zÎiƒã— tÏùÎ ô£ßϑ ù=Ï9 $ tΒ (#θçΡ%x.

χθè=yϑ ÷ètƒ ∩⊇⊄∪ Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah­olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang Telah menimpanya. begitulah orang­orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (Q.s. Yunus/10:12)

!$ £ϑn= sù öΝ ßγ8pgΥr& # sŒÎ) öΝ èδ tβθ äóö7tƒ ’Îû ÇÚö‘F$# Î ö tóÎ/ Èd,ysø9 $# 3... Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba­tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar (Q.s. Yunus/10:23)

Motif kepada hal­hal yang disukainya, besar sekali pengaruhnya kepada tingkah laku sampai banyak orang yang terbelenggu oleh persangkaannya, khayalannya dan angan­angannya hanya sekadar memuaskan motifnya atua merespons desakannya terutama dalam kondisi emosi memuncak seperti marah, sedih, takut atau putus asa, satu keadaan yang membuat keputusannya tidak tepat dan pikirannya tidak cermat. Oleh karena itu motif kepada kejahatan hanya bisa dikendalikan dengan akal dan latihan.

3. Kekuatan Motif kepada Keburukan Motif kepada keburukan sangat kuat pengaruhnya dalam mendorong

manusia melakukan perbuatan buruk yang dilakukan secara demonstratif, seperti tingkah laku sombong, melawan, tidak mau mengambil pelajaran

Page 65: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

20

dari pengalaman dan dari kebiasaan masa lalu. Meskipun seseorang telah berkali­kali mengalami kesulitan karena perbuatannya yang keliru, tapi karena motifnya kepada keburukan sangat kuat menyebabkan ia lebih mengutamakan memenuhi dorongan untuk memuaskan motif kepada keburukan itu dengan mengulangi kesalahan yang lalu, dibanding berpikir jernih memilih tindakan yang benar. Bagi orang yang memiliki motif kepada keburukan, kebenaran tidak memuaskan nafs­nya, sebaliknya kejahatanlah yang membuatnya puas karena ia berada di bawah dominasi motif kepada kejahatan. Selama seseorang tidak bisa menolak desakan motif kepada keburukan yang ada di dalam nafs­nya, maka akal sehatnya seperti yang dimaksud oleh Fakhr al­Razi 22 (العقل السليم) tidak berfungsi.

Al­Qur'an surat al­Mu'minun/23:105­106 mengisyaratkan kuatnya pengaruh motif kepada keburukan terhadap tingkah laku. öΝs9 r& ôä3 s? ÉL≈tƒ# u 4’n?÷G è? ö/ ä3ø‹n= tæ ΟçFΖä3 sù $pκÍ5 χθç/Éj‹ s3è? ∩⊇⊃∈∪ (#θ ä9$s% $ uΖ−/u‘ ôM t7n= xî $ uΖøŠ n=tã $ uΖè?uθ ø)Ï© $Ζà2uρ $ YΒöθ s% Ïj9 !$ |Ê ∩⊇⊃∉∪ Bukankah ayat­ayat­Ku Telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang­orang yang sesat. (Q.s. al­Mu’minun/23:105­106)

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang kafir itu mengaku dikalahkan oleh kejahatan mereka (غلبت علينا شقوتنا) sehingga mereka menjadi orang­orang yang sesat. Dalam perspektif nafs, maka kejahatan yang dimaksud adalah dorongan jahat yang ada dalam diri mereka yang mendesak menuntut pemuasan. Pengingkaran orang kafir kepada Tuhan menyebabkan galb dan bashirah mereka terhalang untuk dapat memahami ayat­ayat Allah, sehingga desakan motif kepada kejahatan justru menjadi tidak terelakkan.

Kuatnya pengaruh motif untuk mengingkari Tuhan pada orang kafir menyebabkan mereka tidak bisa mengambil pelajaran. Hal itu ditegaskan oleh Tuhan dalam surat al­An'am/6:27­28: öθ s9 uρ #“ ts? øŒÎ) (#θàÿÏ%ãρ ’ n?tã Í‘$ ¨Ζ9$# (#θä9$s) sù $uΖoKø‹n=≈tƒ –ŠtçΡ ω uρ z>Éj‹ s3çΡ ÏM≈tƒ$ t↔ Î/ $oΨÎn/u‘

tβθä3 tΡuρ zÏΒ tÏΖÏΒ ÷σçRùQ$# ∩⊄∠∪ ö≅ t/ # y‰t/ Μ çλ m; $Β (#θçΡ%x. tβθ àÿøƒä† ÏΒ ã≅ ö6s% ( öθs9 uρ (#ρ–Šâ‘ (#ρߊ$yès9 $ yϑ Ï9 (#θåκçΞ çµ ÷Ψtã öΝåκΞÎ)uρ tβθç/É‹≈s3 s9 ∩⊄∇∪

22 Lihat catatan kaki no. pada bab II dari tulisan ini

Page 66: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

21

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat­ayat Tuhan kami, serta menjadi orang­orang yang beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) Telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya[466]. sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka Telah dilarang mengerjakannya. dan Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.(Q.s. al­An’am/6:27­28)

Ayat di atas, seakan Tuhan mengatakan, sesungguhnya kamu tidak mempunyai maksud baik, kata­katamu itu diucapkan hanya karena takut kepada siksa neraka, tetapi jika kamu diberi kesempatan, kamu juga mengulangi kesalahanmu, karena kamu tidak bisa mengambil pelajaran (disebabkan kuatnya motif kufurmu).

Kuatnya pengaruh motif kepada keburukan sama seperti pengaruh minuman keras dan obat terlarang kepada pecandunya. Orang yang sedang berada di bawah pengaruh minuman keras dan obat terlarang, akalnya tidak berfungsi dalam membimbing tingkah lakunya. Ketika itu ia juga tidak mampu menggunakan indra dan pengamatannya secara akurat, satu keadaan mental yang dapat menjerumuskannya pada perbuatan sesat yang merusak dan khayalan yang menipu, dan ketika itu ia tidak bisa menolak dan melepaskan dari cengkeraman rasa percaya dirinya yang sedang kacau. Kekacauan daya tangkap orang yang berada dalam pengaruh motif kepada keburukan diungkapkan al­Qur'an dalam surat al­Hijr/15:14­15: öθ s9 uρ $ oΨóstF sù ΝÍκön= tã $ \/$ t/ zÏiΒ Ï !$ yϑ¡¡9 $# (#θ= sàsù ϵŠÏù tβθã_ã÷ètƒ ∩⊇⊆∪ (# þθ ä9$s) s9 $ yϑΡÎ) ôNtÅj3 ß™

$ tΡã≈|Áö/r& ö≅t/ ßøtwΥ ×Πöθ s% tβρâ‘θ ßsó¡Β ∩⊇∈∪ Dan jika seandainya kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu­pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, Tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir". (Q.s. al­Hijr/15:14­15)

Motif yang berasal dari struktur organik tubuh manusia menurut al­ Qur'an dapat dikendalikan. Al­Qur'an mengakui bahwa motif untuk melakukan hubungan seks itu sangat kuat, tetapi ia bisa dilatih dan dikenalikan. Beratnya tekanan motif untuk melakukan hubungan seks diakui al­Qur'an pada kasus orang menjalankan ibadah puasa pada kali yang pertama:

...zΝ Î=tæ ª!$# öΝà6 ¯Ρr& óΟ çGΨä. χθçΡ$ tF øƒrB öΝà6|¡àÿΡr& z>$tGsù öΝä3 ø‹n= tæ $xÿ tã uρ öΝ ä3Ψtã...

…..Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. ...(Q.s. al­Baqarah/2:187)

Page 67: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

22

Puasa termasuk tuntunan al­Qur'an untuk melatih motif, baik motif primer maupun motif sekunder. Pelatihan motif primer dalam puasa berupa pengaturan waktu kapan boleh menyalurkan dan kapan dilarang, sedangkan efek dari pengendalian motif primer merupakan kekuatan untuk mengendalikan motif sekunder. Pada orang yang lemah, memuncaknya tekanan motif kepada kejahatan dapat mendorongnya melakukan perbuatan bodoh, seperti yang dilakukan oleh kaum Bani Israil ketika menerima stimulus dari Rasul berupa ajaran yang tidak berkenan di hatinya.Menerima ajakan kebenaran, mereka bukan hanya tidak menerima, tetapi bahkan merespon dengan kesombongan, seperti yang diisyaratkan surat al­ Baqarah/2:87 (وى أنفسكم استكرب مت أفكما جاءكم رسول مبا ال). Demikian juga apa yang dilakukan oleh Zulaykha seperti yang dikisahkan surat Yusuf/12:32, yakni ketika ia gagal merayu Yusuf untuk melakukan perbuatan pengkhianatan yang dapat memuaskan motifnya kepada hubungan seks, ia menghinakannya dengan memasukkan ke dalam penjara وملن مل تفعل ما آمره )

.(ليسجى

D. Jenis­jenis Penggerak Tingkah Laku Manusia sebagai basyar memiliki motif fitri yang relatif sama, tetapi

sebagai insan dan sebagai makhluk sosial manusia memiliki motif sekunder yang berbeda­beda dan banyak. Ragam motif sekunder manusia sebagai insan sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri, baik kebutuhan materi maupun kebutuhan akan nilai, kebutuhan lahir maupun kebutuhan batin. Dunia manusia itu penuh dengan kesenangan, keinginan dan keperluan. Di dalam diri manusia itu sendiri sudah terdapat dorongan­dorongan yang bersifat psikologis yang merupakan faktor penggerak dari tingkah lakunya. Faktor­faktor penggerak itu siap mendorong manusia untuk bertindak menggapai tujuan setiap kali menjumpai stimulus yang mampu mempengaruhinya untuk keluar dari sarangnya untuk melepaskan diri dari ikatannya dan memperoleh pemuasannya.

Motif utama yang ada dibalik aktivitas manusia dapat diklasifikasi dengan motif untuk aktualisasi diri, motif pemeliharaan diri, motif penghargaan diri di samping pembagian motif primer dan motif sekunder.

Al­Qur'an mengisyaratkan bahwa manusia memiliki berbagai penggerak tingkah laku seperti penggerak kepada pemilikan, penggerak kepada kebaikan, penggerak untuk mengetahui, penggerak untuk menjaga diri, penggerak untuk mati syahid, penggerak kepada seks, penggerak kepada permusuhan dan penggerak untuk membantah.

1. Penggerak kepada Pemilikan

Page 68: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

23

Surat al­Baqarah/2:212, dan al Imran/3:14, mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dorongan psikologis untuk memiliki sesuatu untuk kesenangan dirinya. t Éiã— t Ï%©#Ï9 (#ρãxÿ x. äο4θ uŠ ysø9$# $ u‹÷Ρ‘‰9$# tβρãy‚ó¡o„uρ zÏΒ zƒÏ%©! $# (#θ ãΖtΒ#u ¢ zƒÉ‹©9 $#uρ (#öθ s) ¨?$#

óΟßγ s%öθ sù tΠ öθtƒ Ïπyϑ≈uŠ É)ø9 $# 3 ª!$# uρ ä−ã— ötƒ tΒ â !$t±o„ Îö tó Î/ 5>$|¡Ïm ∩⊄⊇⊄∪ Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang­orang kafir, dan mereka memandang hina orang­orang yang beriman. padahal orang­orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. dan Allah memberi rezki kepada orang­orang yang dikehendaki­Nya tanpa batas. (Q.s. al­Baqarah/2:212)

zÎiƒã— Ĩ$Ζ= Ï9 =ãm ÏN≡uθ yγ ¤±9$# ∅ÏΒ Ï !$ |¡ÏiΨ9 $# tÏΖt6ø9 $# uρ ÎÏÜ≈oΨs) ø9 $# uρ Íο tsÜΖs) ßϑ ø9$# ∅ÏΒ

É=yδ ©%!$# Ïπ ÒÏÿ ø9 $#uρ È≅ ø‹y‚ø9$# uρ ÏπtΒ§θ |¡ßϑ ø9 $# ÉΟ≈ yè÷ΡF$# uρ Ï öysø9 $# uρ 3 Ï9≡sŒ ßì≈tF tΒ Íο 4θ u‹ysø9$# $ u‹÷Ρ‘‰9$# ( ª!$# uρ …çν y‰ΨÏã Ú∅ó¡ãm É>$t↔ yϑ ø9 $# ∩⊇⊆∪ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa­apa yang diingini, yaitu: wanita­wanita, anak­anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang­binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah­lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.s. al­Imran/3:14)

Dalam bahasa Arab kata زين yang berasal dari kata زينة - يزين - وين menurut Isfahani mengandung arti keindahan hakiki, yakni sesuatu yang tidak memiliki cela pada manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Secara global pengertian keindahan itu menurut Isfahani dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu keindahan psikologis, keindahan fisik dan keindahan faktor luar. 23

Dalam al­Qur'an term زين - تزين seringkali dinisbahkan dengan Tuhan seperti ayat وزينه ىف قلوبكم dan adakalanya dinisbahkan dengan setan seperti terdapat dalam ayat م الشيطان اعماهلم واذ زين هل dan juga seringkali tidak dinisbahkan dengan fa'il tertentu karena dalam bentuk mabni majhul seperti dalam surat al­Baqarah/2:212 dan surat al­Imran/3:14 di atas.

Dua ayat di atas mengisyaratkan bahwa di mata manusia, dunia dengan simbol­simbol benda berharga adalah sesuatu yang indah secara hakiki, yang kemudian mereka menginginkannya dan memandang perlu untuk memilikinya. Dorongan untuk memiliki itulah yang menggerakkan

23 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit, h. 223

Page 69: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

24

seseorang untuk melakukan sesuatu dalam upaya memiliki apa yang diinginkannya.

Dorongan psikologis atau motif memiliki diperlukan oleh manusia untuk mendorongnya melakukan sesuatu yang diperlukan. Motif kepada pemilikan itulah yang menyebabkan manusia memenuhi kebutuhan hidup sementaranya, dan motif itu pula yang menyebabkan manusia berbuat benda­benda yang bersifat kesenangan duniawi yang tidak abadi. Dalam batas­batas tertentu, apa yang dilakukan manusia tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh hewan, yakni mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk hidup di muka bumi. Karena manusia bukan sekadar hewan tetapi hewan yang berpikir, maka manusia dalam merespon dorongan untuk memiliki dapat menetapkan tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, yakni untuk mencapai kebahagiaan dan kenikmatan abadi di akhirat, karena tujuan dapat mengendalikan tuntutan dari dorongan itu. Manusia memang bebas memilih, dan keputusan pilihannya itu akan berpengaruh pada arah hidupnya, dan akibat dari keputusan yang tidak tepat harus ditanggung oleh manusia itu sendiri. Al­Qur'an menegaskan bahwa manusia diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya tetapi dengan mengingatkan resikonya: tΒ tβ%x. ߉ƒÌムnο4θ uŠ ysø9$# $ u‹÷Ρ‘‰9 $# $uη tF t⊥ƒÎ—uρ Åe∃ uθ çΡ öΝ Íκös9 Î) öΝ ßγn=≈yϑ ôãr& $ pκÏù óΟèδ uρ $pκÏù ω tβθÝ¡y‚ö7ム∩⊇∈∪ y7Í×≈s9 'ρé& t Ï%©! $# §øŠ s9 öΝ çλ m; ’Îû Íο tÅzFψ$# ωÎ) â‘$ ¨Ψ9 $# ( xÝÎ7ymuρ $ tΒ (#θãè uΖ|¹

$ pκÏù ×≅ ÏÜ≈t/uρ $Β (#θçΡ$ 2 tβθ è=yϑ ÷ètƒ ∩⊇∉∪ Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang­orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan sia­ sialah apa yang Telah mereka kerjakan. (Q.s. Hud/ 11:15­16)

Ayat di atas menyodorkan kepada manusia pilihan yang harus diambil, apakah kesenangan hidup duniawi seperti yang diinginkan oleh dorongan psikologisnya tetapi dengan resiko tidak memperoleh sesuatu di akhirat, atau menekan keinginan yang bersifat duniawiah dengan harapan memperoleh kebahagiaan di akhirat sesuai dengan kemuliaan martabatnya sebagai manusia. Tuhan telah menciptakan manusia dan melengkapinya dengan perangkat yang memungkinkannya memperoleh kemudahan dan kenyamanan dalam hidupnya. Orang bijak akan memilih menekan dan mengendalikan dorongan­dorongan kepada hal yang bersifat rendah, untuk kemudian melakukan perbuatan yang dapat merangsang dorongan kepada kebaikan. Sedangkan orang yang celaka, ia bahkan bertekuk lutut kepada

Page 70: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

25

dorongan kepada hal­hal yang bersifat kebendaan dan melayani seluruh keinginannya.

Karakter dari motif memiliki ini adalah mendorong manusia untuk berusaha memperoleh hal­hal yang bersifat duniawi, dan dalam tingkatan tertentu untuk serakah terhadap harta benda. Jika tujuan yang ditetapkan oleh manusia sekadar untuk memenuhi tuntutan hidup atau memfasilitasi kehidupan yang mulia, maka motif memiliki ini mendorongnya melakukan hal­hal yang baik dan pantas. Akan tetapi jika motif ini dimiliki oleh orang serakah yang bertujuan menumpuk harta dan menduduki kekuasaan didepan manusia, maka motif ini mendorongnya melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, mendorongnya untuk kikir dan bermusuhan dengan rivalnya, sementara hal­hal yang bermakna ridla Tuhan tidak menarik perhatiannya.

Karakter motif memiliki itu temperamental dan sungguh­sungguh, hingga ia ingin segera memperoleh pemuasan dan tidak mau menunda. Motif memiliki yang sedang bekerja kuat senantiasa mendorong pemiliknya untuk berbuat maksimal bahkan melebihi kapasitas, dengan segala cara hanya demi memuaskan kebutuhan duniawiahnya. Ia memilih yang dekat daripada yang jauh, memilih yang fana daripada yang kekal. Sedangkan orang yang mampu menggunakan akalnya secara optimal, memilih yang kekal dibanding yang fana, menyibukkan diri dengan hal­hal yang penting daripada mengejar "buih". Orang yang tunduk kepada motif memiliki hal­ hal yang bersifat duniawi, ia seperti yang diisyaratkan surat al­A'la/ 87:16­ 17, selalu mengutamakan kehidupan duniawi meskipun sebenarnya kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih abadi بل توثرون احليوة الدنيا واألخرة خري )

(وأبقىDalam kondisi yang menyimpang atua dalam kualitasnya yang

rendah, motif memiliki dapat mendorong pemiliknya untuk bertindak serakah, melakukan kecurangan, menggunakan cara­cara yang kotor, atau bahkan merampas hak­hak orang lain dalam praktik­praktik usahanya. Kecenderungan bertindak menyimpang dan zalim dalam memenuhi keinginan memiliki harta dengan segala cara itu dapat dipahami dari bimbingan al­Qur'an agar manusia tidak diperbudak oleh hawa nafsunya, seperti: (1). Larangan usaha menguasai harta yang bukan haknya melalui

pengadilan yang direkayasa seperti yang dipaparkan dalam surat al­ Baqarah/2:1888

ω uρ (#þθ è= ä.ù's? Νä3 s9≡uθ øΒ r& Νä3 oΨ÷t/ È≅ÏÜ≈t6ø9 $$ Î/ (#θä9 ô‰ è?uρ !$ yγÎ/ ’n<Î) ÏΘ$¤6çtø:$# (#θè= à2ù'tG Ï9

$ Z)ƒÌsù ôÏiΒ ÉΑ≡uθ øΒr& Ĩ$Ψ9 $# ÉΟ øOM$$ Î/ óΟ çFΡr&uρ tβθ ßϑn= ÷ès? ∩⊇∇∇∪

Page 71: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

26

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (Q.s. al­ Baqarah/2:188)

(2). Bahwa mengambil keuntungan melalui jual beli yang tanpa paksaan itu dibolehkan, seperti yang dijelaskan dalam surat al­Nisa/ 4:29

$ y㕃r'≈tƒ Ï%©! $# (#θãΨtΒ#u ω (# þθè= à2ù's? Νä3 s9≡uθ øΒr& Μà6oΨ÷t/ È≅ ÏÜ≈t6ø9 $$ Î/ Hω Î) β r& χθä3s? ¸ο t≈pgÏB tã <Ú#ts? öΝä3ΖÏiΒ....

Hai orang­orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama­suka di antara kamu... (Q.s. al­Nisa/4:29)

(3) Bahwa harta anakyatim yang berada dalam pengawasan seseorang harus dijaga sebaik­baiknya sebelum diserahkan kepada pemiliknya setelah ia dewasa seperti yang ada dalam surat al­Nisa/4:6

(4) Al­Qur'an mengancam keras orang yang berusaha memiliki harta orang lain dengan cara sewenang­wenang dengan hukuman neraka (Q.s. al­Nisa/ 4:10)

¨β Î) t Ï%©!$# tβθ è=à2ù'tƒ tΑ≡uθ øΒr& 4’yϑ≈tG uŠ ø9$# $ ¸ϑ ù=àß $ yϑΡÎ) tβθ è=à2ù'tƒ ’Îû öΝ ÎγÏΡθäÜç/ #Y‘$ tΡ

( χöθ n=óÁu‹y™ uρ #ZÏè y™ ∩⊇⊃∪ Sesungguhnya orang­orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala­nyala (neraka). (Q.s. al­Nisa/4:10)

2. Penggerak kepada Kebaikan Seperti yang dijelaskan dalam surat al­Syams/91:8 (فأهلما فجورها وتقواها)

bahwa manusia secara fitri diciptakan Tuhan dengan memiliki perangkat untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, dan surat al­Balad/90:10 ( وهديناه

menyebutkan bahwa (النجدين kepada manusia diberi peluang untuk memilih satu di antara dua jalan hidup yang telah disediakan, jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Untuk itu, pada setiap manusia terdapat faktor­faktor penggerak untuk menuju ke dua jalan itu. Jika penggerak atau motif kepada kejahatan bersumber dari hawa nafsu yang digelitik oleh waswas setan

Page 72: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

27

untuk segera mencari jalan pemuasannya, maka penggerak kepada kebaikan sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai motif yang diorganisir oleh 'aql dan qalb

Meskipun manusia telah memiliki potensi kebaikan, tetapi penggerak kepada kebaikan tidak muncul dari ruang kosong, melainkan dari pengalaman perjalanan hidup seseorang, dari budaya dimana orang itu hidup, dan dari kegiatan yang dilakukan oleh masing­masing orang. Orang yang berada dalam lingkungan maksiat tanpa ada stimulus kebaikan yang mengimbanginya, maka penggerak kepada keburukan akan lebih subur pada orang itu. Sebaliknya orang yang hidup di tengah lingkungan yang sehat dan baik, dan ia sendiri menempuh cara hidup yang baik seperti yang dilakukan oleh orang lain, maka penggerak kepada kebaikan akan muncul dan terpelihara. Dalam lingkungan yang kondusif pada kebaikan, akal dan qalb dapat mengorganisir tuntutan berbagai dorongan psikologis dalam dirinya untuk diarahkan sesuai dengan iklim psikologis dimana orang itu hidup.

Orang yang mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, jika dorongan kepada kejahatan (negatif)­nya yang lebih dominan, maka dorongan psikologis yang berkembang pada orang itu adalah motif balas dendam. Sedangkan bagi orang yang potensi kebaikan (positif)­nya lebih kuat, ketika mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, maka dorongan psikologis yang tumbuh dalam dirinya adalah motif untuk membela sesama orang tertindas. Orang yang memiliki motif balas dendam, tingkah lakunya destruktif dan tidak terkendali, dan kepuasannya tercapai jika melihat lawannya menderita. Sedang orang yang menuruti motif membela sesama kaum tertindas, tingkah lakunya tetap terkendali dan pemuasannya bukan pada melihat kekalahan lawan, tetapi pada kemenangan orang yang dibela.

Muncul dan suburnya penggerak atau motif kepada kebaikan juga berhubungan dengan cara hidup. Jika seseorang menempuh jalan hidup yang sesat, jauh dari petunjuk agama, maka penggerak kepada kebenaran terhalang pertumbuhannya, tetapi jika jalan hidupnya mengikuti petunjuk agama, beriman dan melakukan amal saleh, maka seperti yang diisyaratkan surat Yunus/10­9, potensi iman yang ada di dalam hatinya mendesak dan mempengaruhinya untuk melakukan kebaikan. ¨β Î) Ï%©! $# (#θãΖtΒ#u (#θ è=Ïϑtã uρ ÏM≈ysÎ=≈ ¢Á9$# óΟÎγƒÏ‰öκu‰ Ν åκ›5u‘ öΝÍκÈ]≈ yϑƒÎ* Î/....

Sesungguhnya orang­orang yang beriman dan mengerjakan amal­amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka Karena keimanannya....(Q.s. Yunus/10:9)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa antara motif dan perbuatan terdapat hubungan saling isi mengisi. Motif kepada kebaikan

Page 73: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

28

yang direspons dengan perbuatan baik, akan menyuburkan motif kepada kebaikan. Sebaliknya amal saleh yang dilakukan terus menerus juga akan menumbuhkan motif­motif baru kepada kebaikan. Seperti orang yang melakukan kemaksiatan dapat tenggelam dalam lumpur kemaksiatan, sehingga ia tidak bisa bangkit kembali, maka terbang melayang­layang di langit kebajikan akan memperluas wilayah dan memperkuat daya jelajah dorongan kepada kebajikan.

Sejalan dengan itu, Rasulullah pernah mengatakan bahwa menempuh jalan ilmu akan memudahkan seseorang mencapai sorga.

رواه ( جلنة من سلك طريقا يلمس فيه علما سهل اهللا له طريقا اىل ا

) الرمذى عن اىب هريرة

Orang yang berbahagia adalah orang yang merespons secara positif dorongan psikologis kepada kebaikan yang ada dalam dirinya, selanjutnya ia merasa tenang dengan pilihannya, patuh kepada perintah Allah dan melakukan secara maksimal perbuatan kebajikan. Orang­orang yang mencapai tingkatan ini diterangkan oleh al­Qur'an dalam surat al­ Taubah/9:112 χθç6Í≥≈ −F9$# χρ߉ Î7≈yèø9 $# χρ߉Ïϑ≈ptø: $# χθßsÍ×≈ ¡¡9 $# χθãèÅ2≡§9 $# χρ߉Éf≈ ¡¡9 $# tβρãÏΒ Fψ$# Å∃ρã÷èyϑ ø9 $$Î/ χθèδ$Ψ9 $# uρ Çtã Ìx6Ψßϑø9 $# tβθÝà Ïÿ≈ysø9 $#uρ

ÏŠρ߉çtÎ: «!$# 3 Î Åe³o0uρ ÏΖÏΒ÷σßϑ ø9 $# ∩⊇⊇⊄∪ Mereka itu adalah orang­orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum­hukum Allah. dan gembirakanlah orang­orang mukmin itu. (Q.s. al­Taubah/9:112) 3. Penggerak untuk Mengetahui

Manusia sebagai makhluk yang berpikir, jika melihat sebuah kejadian, maka dalam dirinya timbul pertanyaan tentang kejadian yang dilihatnya, apa yang terjadi, apa penyebabnya dan apa akibatnya, dan dalam dirinya muncul dorongan­dorongan psikologis untuk mengetahui hakikat dari kejadian yang dilihatnya itu. Dorongan inilah yang disebut motif ingin tahu. Motif ingin tahu yang merupakan tabiat manusia itu menggerakkan manusia untuk meneliti, mengungkap dan mencari sebab akibat dari apa saja fenomena yang menarik perhatiannya. Karena perhatian manusia berbeda­beda. Ada orang yang berusaha mengetahui secara detail tentan

Page 74: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

29

benda­benda kecil, yang lain tertarik untuk mengetahui secara detail tentang sistem jagad raya sampai kepada hubungan dengan sang Pencipta.

Besar kecilnya motif ingin tahu ini berhubungan dengan kapasitas intelektual seseorang. Semakin tinggi kapasitas intelektual seseorang maka semakin kuat motivasinya untuk mempelajari bidang­bidang yang menjadi perhatiannya, dan pada akhirnya orang yang kuat kecerdasannya memungkinkannya untuk selalu menambah pengetahuannya dan menonjol dibanding orang lain.

Motif ingin tahu manusia tampak dalam beberapa bentuk, antara lain, banyak bertanya tentang suatu hal karena ia ingin mengatasi kesulitan pemahamannya, atua ingin menjelaskan tentang hal itu. Wujud lain dari motif ingin tahu adalah keinginan untuk mengetahui realitas baru, atau untuk menghilangkan keraguan tentang hal yang sudah diketahuinya.

Contoh motif ingin tahu yang disebutkan al­Qur'an adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim seperti yang dijelaskan surat al­ Baqarah/2:260. øŒÎ)uρ tΑ$s% ÞΟ↵Ïδ≡tö/Î) Éb>u‘ ‘ ÏΡÍ‘r& y#ø‹2 Ç‘ósè? 4’ tAöθ yϑ ø9$# ( tΑ$s% öΝs9 uρr& ÏΒ÷σè? ( tΑ$s% 4’ n?t/

Å3≈s9 uρ £Í≥yϑ ôÜuŠ Ïj9 É<ù=s% ( tΑ$s% õ‹ ã‚sù Zπ yèt/ö‘r& zÏiΒ Îö ©Ü9 $# £èδ÷ ÝÇsù y7ø‹s9 Î) ¢ΟèO ö≅ yèô_$# 4’n?tã Èe≅ ä. 9≅t6y_ £åκ÷] ÏiΒ # [ ÷“ã_ ¢ΟèO £ßγãã ÷Š$# y7oΨÏ?ù'tƒ $ \Š ÷èy™ 4 öΝn= ÷æ$#uρ ¨βr& ©!$# ͕tã ×ΛÅ3ym ∩⊄∉⊃∪ Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang­orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap­tiap satu bukit satu bagian dari bagian­bagian itu, Kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.s. al­Baqarah/2:260)

Ayat di atas diisyaratkan bahwa sebenarnya Nabi Ibrahim sudah percaya bahwa Allah Maha Kuasa, hingga bisa mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati. Akan tetapi yang mengelitik dorongan ingin tahu Ibrahim adalah bagaimana proses penghidupan yang telah mati itu berlangsung. Ibrahim menanyakan hal itu kepada Tuhan bukan karena tidak percaya kekuasaan Tuhan, tetapi dengan pengetahuan yang lebih detail ia berharap hatinya menjadi tenang, karena pengetahuannya bukan lagi ilm al yaqin tetapi sudah ayn al­yaqin. Tuhan mengabulkan permintaan Ibrahim untuk mendemontrasikan proses penghidupan burung yang mati seperti yang disebut dalam surat al­Baqarah/2:260 di atas.

Page 75: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

30

Dorongan ingin tahu yang dimiliki Ibrahim memang sangat kuat, menyangkut hal yang sangat tinggi. Surat al­An'am /6:75­79 berisi kisah Ibrahim ketika masih muda. Dalam usia muda, Ibrahim sudah sangat tergelitik hatinya untuk ingin tahu siapa Tuhan yang sebenarnya, yakni ketika memperhatikan fenomena alam, bintang, bulan dan matahari.

Dorongan ingin tahu Ibrahim itu, akhirnya mengatarnya pada keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan alam yang semula menarik perhatiannya itu. Pertanyaan Ibrahim di seputar bintang, bulan dan matahari seperti yang dijelaskan dalam surat al­An'am/6:75­79, sebenarnya bukan dialog yang berlangsung dalam satu hari munculnya bintang, bulan dan matahari, karena pertanyaan tersebut sebenarnya merupakan perenungan panjang seorang pemikir.

4. Penggerak untuk Tetap Hidup Gerakan manusia yang secara konsisten menghindar dari sengatan

panas, dari kebekuan dingin, dari kekurangan oksigen sebenarnya merupakan wujud dari adanyamotif ingin tetap hidup. Gerakan menghindar itu berkembang menjadi usaha aktif mempesiapkan diri mengantisipasi kebutuhan­kebutuhan yang diperlukan di berbagai medan dan cuaca, dan kebutuhan itupun berkembang dari kebutuhan primer ke kebutuhan­ kebutuhan yang bersifat sekunder dan penunjang. Itu semua dilakukan karena adanya dorongan untuk tetap eksis.

Jadi motif untuk tetap hidup adalah dorongan pada diri manusia yang menggerakkannya untuk selalu menjaga keberadaan dirinya dan menjauhi hal­hal atua tempat­tempat yang membahayakan dirinya serta mempersiapkan diri dengan latihan­latihan agar dapat mengatasi keadaan dan memenuhi kebutuhan­kebutuhan yang diperlukan dalam hidupnya.

Dalam keadaan normal, usaha manusia dalam mempertahankan hidupnya bersifat wajar dan positif, tetapi dalam keadaan kritis di man aterdapat konflik interest, maka motif ingin tetap hidup ini bisa bekerja secara negatif. Dalam keadaan perang misalnya, di mana negara dan bangsa membutuhkan pengorbanan prajurit, usaha untuk tetap hidup bagi prajurit bisa berwujud keberanian berperang habis­habisan melawan musuh sampai menang (positif), atau didorong oleh rasa takut kemudian lari dari medan perang (negatif).

Al­Qur'an surat al­Taubah/9:86­87, memberikan contoh bentuk negatif dari perbuatan orang yang berusaha tetap hidup tetapi dengan cara yang bertentangan dengan kemaslahatan bersama, yaitu apa yang dilakukan oleh orang munafik Madinah. Mereka takut mati dan ingin tetap hidup, oleh karena itu mereka memilih dipersamakan dengan wanita, anak­anak dan orang tua yang tidak memiliki kemampuan berperang membela tanah air.

Page 76: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

31

!# sŒÎ)uρ ôMs9 Ì“Ρé& îοu‘θ ß™ ÷β r& (#θ ãΖÏΒ#u «!$$ Î/ (#ρ߉ Îγ≈y_uρ yìtΒ Ï&Î!θ ß™u‘ y7tΡx‹ ø↔ tGó™ $# (#θä9 'ρé&

ÉΑöθ ©Ü9 $# óΟ ßγ÷ΖÏΒ (#θä9$s%uρ $tΡö‘sŒ ä3tΡ yìΒ tωÏè≈s)ø9 $# ∩∇∉∪ (#θ àÊu‘ βr'Î/ (#θçΡθä3tƒ yìtΒ

É#Ï9#uθ y‚ø9$# yìÎ7èÛ uρ 4’ n?tã öΝ ÍκÍ5θè= è% óΟ ßγsù ω χθßγs) øÿ tƒ ∩∇∠∪ Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul­Nya", niscaya orang­ orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang­orang yang duduk". Mereka rela berada bersama orang­orang yang tidak berperang[653], dan hati mereka Telah dikunci mati Maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (Q.s. al­ Taubah/9:86­87)

Contoh lain yang diberikan al­Qur'an adalah apa yang dilakukan oleh kaum Bani Israil ketika diajak memasuki tanah (Palestina) yang dijanjikan Tuhan setelah mereka dibebaskan dari penjajahan Firaun. Dalam surat al­ Maidah/5:21 dikisahkan bahwa Nabi Musa sudah mengingatkan kaum Bani Israil agar tidak lari dari medan perang, karena takut kepada musuh ( وال ترتدوا

Akan .(على أدباركم tetapi keinginan mereka untuk tetap hidup dan takut mati menyebabkan mereka menolak ikut berperang menaklukkan penguasa Palestina, sebaliknya mereka bahkan dengan tanpa malu menyuruh Musa bekerja dan mereka tinggal memetik buahnya. (#θä9$ s% #y›θ ßϑ≈tƒ ¨β Î) $ pκÏù $ YΒöθ s% t Í‘$¬7y_ $ ¯ΡÎ)uρ s9 $ yγn= äzô‰Ρ 4 ®L ym (#θã_ãøƒs† $ yγ ÷ΖÏΒ β Î*sù

(#θã_ãøƒs† $yγ ÷ΖÏΒ $ ¯ΡÎ* sù χθè=Åz≡yŠ ∩⊄⊄∪ Mereka berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya dalam negeri itu ada orang­orang yang gagah Perkasa, Sesungguhnya kami sekali­kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya". (Q.s. al­ Maidah/5:22)

(#θä9$ s% #y›θ ßϑ≈tƒ $ ¯ΡÎ) s9 !$yγ n= äzô‰Ρ # Y‰t/r& $Β (#θ ãΒ#yŠ $ yγŠÏù ( ó= yδøŒ$$ sù |MΡr& š/u‘uρ

IξÏG≈s)sù $ ¯ΡÎ) $ oΨßγ≈yδ χρ߉Ïè≈s% ∩⊄⊆∪ Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama­ lamanya, selagi mereka ada didalamnya, Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami Hanya duduk menanti disini saja". (Q.s. al­Maidah/5:24)

Page 77: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

32

Dorongan ingin tetap hidup dapat direspons secara positif maupun secara negatif. Respons secara negatif terhadap dorongan ingin tetap hidup adalah seperti yang dilakukan oleh prajurit yang lari dari medan perang, atau demi keselamatan dirinya sanggup mengkhianati bangsa sendiri dengan bersekongkol dengan musuh. Dorongan yang kuat untuk tetap hidup juga dapat mendistorsi pandangan. Di mata seorang pengkhianat, kehinaan itu tidak terasa, dan nyawa orang lain sangat murah harganya, tapi ia sendiri takut mati, dank arena distorsi pandangan, maka ia tidak melihat nilai lebih dari keberanian seorang pejuang. Orang­orang Yahudi seperti yang diceritakan dalam surat al­Maidah/5:24 di atas, meskipun sudah mendengar janji Musa bahwa mereka akan dimenangkan oleh Allah, tetapi kekuatan mereka akan mati dan keinginan mereka untuk tetap hidup mendistorsi pandangan pandangan mereka terhadap kemenangan, sehingga mereka tidak memenuhi panggilan jihad yang dikumandangkan oleh Musa, padahal mereka telah melihat bukti bahwa Musa sebelumnya telah berhasil membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Firaun.

Pada masa Nabi, kaum Yahudi Madinah juga mengalami distorsi pandangan terhadap apa yang telah mereka saksikan sendiri pada diri Nabi dan kaum Muslimin. !$ £ϑs9 uρr& Ν ä3÷G u;≈|¹r& ×π t7Š ÅÁ•Β ô‰ s% Λä ö6|¹r& $ pκön= ÷VÏiΒ ÷Λä ù=è% 4’Τr& # x‹≈yδ ( ö≅è% uθ èδ ôÏΒ Ï‰ΨÏã öΝä3 Å¡àÿΡr& 3 ¨βÎ) ©!$# 4’ n?tã Èe≅ä. & óx« փω s% ∩⊇∉∈∪ !$ tΒuρ öΝä3 t7≈|¹r& tΠ öθ tƒ ‘ s)tG ø9 $# Èβ$ yèôϑpgø:$#

Èβ øŒÎ* Î6sù «!$# zΝ n=÷è u‹Ï9 uρ tÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# ∩⊇∉∉∪ zΝ n=÷èu‹Ï9 uρ tÏ%©! $# (#θ à)sù$ tΡ 4 ≅ŠÏ%uρ öΝ çλ m; (#öθ s9$ yès? (#θè=ÏG≈s% ’Îû È≅‹Î6y™ «!$# Íρr& (#θ ãèsù÷Š $# ( (#θ ä9$s% öθ s9 ãΝn= ÷ètΡ Zω$tF Ï% öΝä3≈oΨ÷è t7?ω 3 öΝèδ Ìøÿ à6ù= Ï9 >‹ Í≥tΒöθ tƒ

Ü>tø%r& öΝåκ÷] ÏΒ Ç≈yϑƒM∼Ï9 4 χθä9θ à)tƒ ΝÎγ Ïδ≡uθ øùr'Î/ $ ¨Β §øŠ s9 ’Îû öΝ ÍκÍ5θè= è% 3 ª!$#uρ ãΝn= ÷ær& $ oÿÏ3 tβθßϑ çF õ3tƒ ∩⊇∉∠∪ t Ï%©!$# (#θä9$ s% öΝÍκÍΞ≡uθ ÷z\ (#ρ߉ yès%uρ öθs9 $ tΡθãã$sÛr& $ tΒ (#θè= ÏF è% 3 ö≅ è% (#ρâ u‘÷Š$$ sù

ôtã ãΝà6Å¡àÿΡr& |Nöθ yϑ ø9 $# β Î) ÷ΛäΖä. tÏ%ω≈|¹ > Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh­musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, Maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang­orang yang beriman.

Page 78: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

33

Dan supaya Allah mengetahui siapa orang­orang yang munafik. kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu”. mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. Orang­orang yang mengatakan kepada saudara­saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah: "Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang­orang yang benar". (Q.s. al­Imran/3:165­169)

Surat al­Imran/ 3:165­169, juga mengisyaratkan adanya distorsi pandangan pada orang munafik terhadap apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Orang­orang munafik pada zaman Rasul, meskipun berkali­ kali mereka membuktikan kebenaran yang disampaikan oleh Rasul dan berkali­kali kebusukan hati mereka itu dibongkar, tetapi keinginan untuk tetap hidup dan takut mati mendistorsi pandangan mereka terhadap kebenaran, baik kebenaran ajaran maupun kebenaran sejarah, sehingga mereka tetap tidak bisa belajar dari sejarah. Surat al­Imran/ 3:167 di atas, mengisyaratkan bagaimana orang Yahudi mengejek Nabi dan kaum mukminin sebagai orang yang tidak tahu taktik perang setelah melihat kekalahan kaum muslimin dalam perang uhud, meskipun mereka mengetahui kemenangan yang lebih dahsyat oleh nabi dan kaum muslimin pada perang sebelumnya (perang Badar).

5. Penggerak kepada Kematian sebagai Syahid Meskipun manusia takut mati dan ingin tetap hidup, tetapi semua

manusia mati, suka atau tidak suka. Bagi orang yang ingin tetap hidup, mati adalah sesuatu yang menakutkan, oleh karena itu ia bersedia melakukan apapun demi menghindarkan diri dari mati. Sedangkan bagi orang yang mengutamakan makna hidup, mati tidak harus menakutkan, tergantung bagaimana caranya mati, apakah sejalan dengan makna hidup yang diperjuangkan atau tidak.

Orang kafir yang tidak mempercayai adanya kehidupan akhirat, takut kepada kematian karena ia tidak tahu apa yang ada di balik kematian. Ketakutan orang kafir kepada mati seperti ketakutan orang kepada kegelapan, yakni takut kepada hal­hal yang tidak diketahuinya. Perasaan takut kepada hal yang diketahui dapat dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya, tetapi takut kepada hal yang tidak diketahui hanya bisa diatasi dengan pengetahuan. Dalam satu perspektif, orang mukmin memandang dunia ini sebagai penjara ) سجن املؤمنني ( , oleh karena itu ia merindukan untuk segera keluar kea lam bebas (hidup di akhirat), sementara orang kafir memandang dunia sebagai sorga, ,(جنة الكافرين) oleh karena itu mereka takut dikeluarkan dari tempat yang menyenangkan itu

Page 79: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

34

(mati). Orang kafir memandang mati sebagai kematian yang gelap, sedangkan orang mukmin memandang kematian sebagai kehidupan di alam lain yang lebih menjanjikan. Oleh karena itu orang mukmin justru merindukan datangnya mati syahid, karena kesyahidan merupakan pintu kehidupan akhirat yang lebih menyenangkan disbanding kehidupan di dunia.

Term syahid disebut al­Qur'an dalam berbagai kata bentukannya sebanyak 160 kali, 24 hampir semuanya mengandung makna kesaksian ( احلضور

25 ,(مع املشاهدة baik yang berkenaan dengan Tuhan maupun yang berkenaan dengan manusia. Kata شهداء yang berkenaan dengan mati hanya terdapat dalam surat al­Nisa/ 4:69, yang menyatakan bahwa orang yang mati syahid kelak akan dikumpulkan bersama para Nabi dan orang­orang salih; tΒuρ ÆìÏÜム©!$# tΑθß™§9 $# uρ y7 Í×≈s9 'ρé'sù yìtΒ t Ï%©! $# zΝyè ÷Ρr& ª!$# ΝÍκön= tã zÏiΒ z↵ ÍhŠÎ; ¨Ψ9 $# tÉ)ƒÏd‰ Å_Á9$# uρ Ï !# y‰pκ’¶9$# uρ tÅsÎ=≈¢Á9 $#uρ 4 zÝ¡ymuρ y7Í×≈s9 'ρé& $Z)Š Ïùu‘ ∩∉∪ Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama­sama dengan orang­orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi­nabi, para shiddiiqiin orang­orang yang mati syahid, dan orang­orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik­baiknya. (Q.s al­Nisa/4:69)

Dari kata syahid yang bermakna kesaksian itu, maka para mufasir tidak memberi kepastian bahwa orang mati syahid itu hanya yang gugur dalam memerangi orang kafir. Imam Fakhr al­Razi misalnya lebih menekankan bahwa orang mati syahid adalah orang yang mati dalam rangka kesaksiannya atas kebenaran Islam. 26 Dalam bahasa Arab, ijazah atau diploma juga disebut syahadah karena lembaran kertas itu memberikan kesaksian atas tingkatan keilmuan pemiliknya. 27

Mati syahid juga disebut al­Qur'an dengan ungkapan gugur dalam peperangan di jalan Allah atau jihad fi sabilillah seperti yang dijelaskan dalam surat al­Imaran/3:169, (وال حتسن الذين قتلوا يف سبيل اهللا أمواتا) yang mempunyai arti janganlah kamu mengira orang­orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Motif orang mukmin untuk berani mati syahid adalah karena kesaksiannya (syahada dengan mata hati) dan keyakinannya atas apa yang

24 Lihat misalnya Q.s. al­Ma'arij/70:33, Q.s. al­Nur/ 24:6,8 Q.s. al Maidah/ 5:107, Q.s al­Hasyr/ 59:22, Q.s. al­Rad/ 13:9, Q.s. al­Maidah/5:108, Q.s. al­Baqarah/ 2:23 dan Q.s. al­Nur/ 24:13

25 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit h. 274­275 26 Imam Fakhr al­Razi, op.cit juz X, h. 174 27 Ahmad Warson Munawwir, al­Munawir, Qamis Arabi Indunisi, (Yogyakarta:

Pesantren al Munawir, 1984), h. 799

Page 80: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

35

akan diperoleh di alam akhirat, yakni apa yang dinilainya lebih baik disbanding yang ada dalam kehidupan di dunia. Dalam hadits Nabi disebutkan bahwa hidup di dunia bagi orang mukmin itu bagaikan berada di penjara, sementara bagi orang kafir mereka merasa berada di sorga ( الدين سجن

Hadits .(املؤمنني وجنة الكافرين رواه مسلم عن اىب هريرة ini mengisyaratkan bahwa orang mukmin itu merindukan keindahan yang berada di luar dunianya (akhirat), sementara orang kafir takut kehilangan kesenangan duniawi yang sedang dinikmatinya. Al­Qur'an menginformasikan kepada orang mukmin calon­ calon syahid bahwa orang yang gugur syahid di jalan Allah sebenarnya tidak mati, tetapi tetap hidup (وال تقولوا ملن يقتل يف سبيل اهللا أموات بل أحياء ولكن ال تشعرون), 28

dan tetap memperoleh rizki dari Allah ل أحياء عند رم يرزقون ب ) ). 29 Dalam al­ Qur'an srat Muhammad/47:4, Allah menjanjikan kepada mereka bahwa amal mereka tidak akan sia­sia 30 ,(والذين قتلوا يف سبيل اهللا فلن يضل أعماهلم) diampuni dosanya 31 ,(الكفرن عنهم سيئام) memperoleh pahala yang besar تيه اجرا فسوف يؤ )

Orang yang 33 .(ان اهللا اشترى من املؤمنني أنفسهم وأمواهلم بأن اجلنة ) dan masuk sorga 32 ,(عظيماberperang di jalan Allah menunjukkan keberanian yang luar biasa karena disamping merindukan pahala dan keberuntungan ukhrawi juga karena dijanjikan akan memperoleh bantuan dari Tuhan.

Analisis tentang keberanian kaum Muslimin dalam perang Badar yang sebenarnya tidak imbang, dapat diuraikan suasana batin mereka sebagai berikut: a. Mereka telah lama hidup menderita kekurangan di Madinah, padahal

mereka memiliki harta yang tertinggal di Makkah tetapi tidak dapat diambil karena diblokadi orang kafir Makkah. Ketika secara tidak terduga berhadapan dengan tentara kafir Makkah yang menyusul untuk menyelematkan kafilah dagang mereka dari cegatan kaum muslimin, mereka tidak punyai pilihan lain kecuali harus menghadapinya.

b. Mereka merasa yakin keputusan untuk berperang itu benar karena dipimpin langsung oleh Rasul.

c. Rasul selalu memompa semangat prajuritnya dengan janji pertolongan Allah bagi orang yang sabar.

d. Rasul menggambarkan keindahan sorga sebagai sesuatu yang sangat dekat, yang cepat diraih karena ia ada dibalik kesyahidan, sehingga suasana batin prajurit Islam adalah akan masuk sorga yang lebih baik

28 Lihat Q.s. al­Baqarah/ 2:154 dan Q.s. al­Imran/ 3:169 29 Lihat surat al­Hajj/22:58 dan surat al­Imran /3:169 30 Q.s. Muhammad/ 47:4 31 Q.s. All­Imran/3:195 32 Q.s. al­Nisa/ 4:74 33 Q.s. al­Taubah/ 9:111 dan Q.s. al­Imran/ 3:195

Page 81: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

36

disbanding hidup di dunia. Mereka menyongsong maut dengan gembira seperti gembiranya orang menuju tempat yang menyenangkan.

e. Pada saat­saat akhir menjelang perang missal, setelah Rasul melihat tanda­tanda pertolongan Tuhan dengan datangnya malaikat Jibril, atas perintah Rasul disebarkan kepada para prajurit bahwa para malaikat telah datang untuk membantu kaum muslimin. 34

Gabungan dari informasi dan sugesti itu memenuhi batin para prajurit, sehingga hati mereka merasa longgar, ancaman maut terasa sebagai kompetisi yang menantang, motif untuk membunuh orang kafir bergabung dengan motif untuk memperoleh kesyahi­an sehingga suasana batin kaum muslimin yang sedikit itu benar­benar padu, utuh dan kental tanpa memberi celah sedikitpun ke­pada keraguan dan kebimbangan.

Motif mati syahid berbeda dengan instink thanatos dalam teori Psikoanalisa, karena karakter thanatos itu agressif yang bersifat destruktif. 35 , sementara motif mati syahid, meskipun sama­sama agresif tetapi tidak destruktif. Ia berdiri di atas nilai­nilai mulia, yaitu menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran, sementara thanatos bekerja hanya untuk mencari pemuasan motif kebencian.

6. Penggerak kepada Hubungan Seks

34 Perang Badar adalah peperangan yang terjadi antara kaum Muslimin Madinah dibawah komando Rasul melawan kaum Quraysy Makkah. Peperangan ini termasuk tidak direncanakan, karena yang menjadi pemicu adalah pencegatan oleh kaum muslimin Madinah atas kafilah dagang Quraysy. Kaum muslimin melakukan pencegatan itu karena mereka memiliki harta di Makkah, tetapi tidak dapat diambil karena dihalangi oleh orang kafir Makkah. Dalam keadaan tidak berencana itulah akhirnya berhadapan dua kekuatan yang tidak berimbang jumlahnya. Akan tetapi dalam peperangan itu kaum Muslimin yang kekuatannya hanya sepertiga lawan justru memperoleh kemenangan besar. Kemenangan itu antara lain disebabkan karena taktik strategi yang jitu, ditambah kerinduan kaum muslimin menggapai syahadah. Faktor yang secara psikologis sangat mendorong motivasi para sahabat Nabi ketika itu adalah pemberitahuan kepada mereka pada saat­saat genting tentang datangnya malaikat Jibril memantu kaum muslimin. Nabi memberi tugas kepada Abu Bakar untuk menyebarluaskan berita tersebut kepada prajurit, absyir ya Aba Bakr, ataka nashrullah, hadza Jibril akhidzun bi'inani farshi yaquduhu 'ala al­Naqa (H.R. Bukhari). Lihat Muhammad Said Ramadlan al Buwaythi, Fiqh al­SIrah, Dirasah Manhajiyah Ilmiyah li Sirah al Musthafa wama Tanthawi alaybi min idzat wa mabadi wa ahkam (tt. Dar al Fikr, 1990), h. 1999­2333. LIhat juga Ibn Hisyam, al­Sirah al­ Nabawiyah, (Beirut, Dar al­Jayl, 1987), jilid II, h. 186­199)

35 Menurut teori Psikoanalisa, tingkah laku manusia berkisar pada pengaruh motif kehidupan (eros) dan motif kematian (thanatos). Eros mendorong manusia untuk mempertahankan eksistensinya, sementara thanatos justru mendorong untuk nekat meski harus menemui kematian. Lihat Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Karya, 1986), h. 22­39. Lihat pula Sigmund Freud Sekelumit Sejarah Psikoanalisa, terjemahan K. Bertens (Jakarta: Gramedia, 1986)

Page 82: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

37

$ pκš‰r'≈tƒ â¨$ ¨Ζ9$# (#θ à)®?$# ãΝä3 −/u‘ “Ï%©! $# /ä3 s)n= s ÏiΒ <§øÿ ¯Ρ ;οy‰ Ïn≡uρ t,n= yzuρ $ pκ÷] ÏΒ $ yγ y_÷ρy—

£]t/uρ $ uΚåκ÷] ÏΒ Zω%y Í‘ #Z ÏWx. [ !$ |¡ÎΣuρ 4 (#θ à)?$# uρ ©!$# “ Ï%©! $# tβθ ä9u !$ |¡s? ϵÎ/ tΠ%tnö‘F$# uρ 4 ¨β Î)

©!$# tβ%x. öΝä3ø‹n= tæ $ Y6Š Ï%u‘ ∩⊇∪ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan­mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki­laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama­Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Q.s. al­Nisa/4:1)

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia diciptakan Tuhan bermula hanya laki­laki seorang diri, kemudian daripadanya diciptakan istrinya, dan dari pasangan suami istri inilah berkembang biak ummat manusia. Proses pengembangbiakan manusia melalui proses yang dewasa ini dikenal dengan istilah reproduksi manusia, yakni satu proses yang didahului oleh pertemuan spermatozoa laki­laki dengan sel tulur wanita yang kemudian berkembang menjadi janin, dan seterusnya lahir manusia baru ke dunia. Proses pertemuan sperma dengan indung telur bukan semata­ mata kejadian pertemuan dua unsure, tetapi dikemas dalam suatu tingkah laku manusia yang disebut persetubuhan atau hubungan seks. Secara social, pengembangbiakan manusia itu didahului dengan adanya ketertarikan hubungan antara laki­laki dan perempuan yang kemudian setelah melalui prosedur yang diperlukan dalam system nilai social, keduanya melakukan kontak badan yang disebut dengan hubungan seks itu. Bagi manusia, hubungan seks merupakan hal yang menyenangkan dan penuh dengan suasana, berkaitan dengan reproduksi maupun tidak, karena manusia memiliki dorongan untuk berhubungan seks yang memutuhkan pemuasannya.

Jadi motif kepada hubungan seks merupakan dorongan biologis yang bersifat fitri, yang selalu menuntut untuk dipuaskan. Pengaruh dari dorongan itu menyebabkan manusia menyukai lawan jenisnya, dan mereka merasa terpuaskan ketika mereka melakukan hubungan badan. Motif kepada hubungan seks yang ada dalam diri manusia relatif konstan, oleh karena itu jika tidak memperoleh penyaluran yang memuaskan, dapat mendatangkan ketidakseimbangan tingkah laku. Dalam rangkaian ibadah puasa misalnya, al­Qur'an dalam surat al­Baqarah/ 2:185, mengikuti bahwa dorongan kepada seks itu sangat kuat (علم اهللا اتكم كنتم ختتانون انفسكم) sehingga al­ Qur'an memberikan kelonggaran untuk menyalurkannya pada malam hari bulan Ramadhan. Surat Yusuf/ 12:53, juga mengisyaratkan kuatnya motif

Page 83: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

38

kepada hubungan seks, karena jika dilihat konteks kisah dalam ayat itu maka kalimat ان النفس ألمارة بالسوء menunjuk pada motif kepada hubungan seks yang dimiliki Zulaykha.

Karena motif kepada hubungan seks itu bersifat fitri, maka al­Qur'an bukan hanya tidak melarang, tetapi mengaturnya agar pemuasan dorongan kepada seks itu tidak bertentangan dengan kemaslahatan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, al­Qur'an mencela tingkah laku seksual menyimpang, baik menyimpang dari norma maupun menyimpang dari kelaziman.

Al­Qur'an memberikan pedoman bagaimana merespons motif kepada hubungan seks dengan cara­cara yang benar dalam bentuk­bentuk sebagai berikut: a. Hubungan seks hanya dibenarkan bagi orang yang terikat tali

perkawinan, oleh karena itu manusia yang sudah memenuhi syarat dianjurkan untuk menikah atau diberi peluang untuk menjalani hidup dalam ikatan pernikahan, seperti yang dipaparkan dalam surat al­Nur/ (وانكحوا األيامى منكم والصاحلني من عبادكم 24:32

b. Dalam keadaan tertentu, demi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku seks menyimpang, poligami diizinkan tetapi dibatasi hanya maksimal empat, meskipun pernikahan yang ideal menurut al­Qur'an adalah monogamy, seperti yang dipaparkan dalam surat al­Nisa/4:3

÷β Î)uρ ÷Λä øÿ Åz ωr& (#θäÜÅ¡ø) è? ’Îû 4‘ uΚ≈tG u‹ø9 $# (#θßsÅ3Ρ$$ sù $ tΒ z>$sÛ Ν ä3s9 zÏiΒ Ï!$ |¡ÏiΨ9 $# 4 o_÷WtΒ y]≈n=èO uρ yì≈t/â‘uρ ( ÷βÎ* sù óΟ çFøÿ Åz ω r& (#θ ä9 ω÷ès? ¸ο y‰Ïn≡uθ sù c. Bagi orang yang karena suatu hal tidak atau belum menikah, tetap

diharuskan memelihara kesucian hidup seksualnya, seperti yang terdapat dalam surat al­nur/ 24:33

É#Ïÿ÷è tGó¡uŠ ø9 uρ t Ï%©!$# ω tβρ߉Ågs† %·n% s3ÏΡ 4 ®L ym ãΝ åκuÏΖøó ムª!$# ÏΒ Ï&Î#ôÒsù

d. Perbuatan zina dipandang sebagai tingkah laku menyimpang dan perbuatan dosa yang harus dihukum secara amat keras, seperti yang terdapat dalam surat al­Nur/ 24:2­3, dan Q.s. al­Furqon/ 25:68).

èπ u‹ÏΡ#“9 $# ’ÎΤ# ¨“9$# uρ (#ρà$Î#ô_$$ sù ¨≅ ä. 7‰Ïn≡uρ $ yϑ åκ÷] ÏiΒ sπs($ ÏΒ ;ο t$ù#y_ ( ω uρ /ä.õ‹ èù's? $ yϑÍκÍ5 ×π sùù&u‘ ’ Îû ÈÏŠ «!$#

Page 84: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

39

e. Meskipun pernikahan menghalalkan hubungan seksual, tetapi etika dan kesehatan hubungan seksual harus tetap dipelihara, seperti dilarang melakukan hubungan seks kecuali istri sedang dalam keadaan suci, seperti yang dijelaskan dalam surat al­Baqarah/2:222­2333 ( فاذا تطهرن فأتوهن

(من حيث أمركم اهللاf. Hubungan seks sejenis, homo dan lesbi dipandang sebagai tingkah laku

seksual menyimpang yang dilarang seperti yang diisyaratkan surat al­ Naml/ 27: 54­55, dan surat al­Syuara/ 26: 165­166 (أتأتون الذكران من العاملني)

g. Untuk tidak merangsang motif kepada hubungan seks secara tidak benar, al­Qur'an melarang mendekati hal­hal yang merangsang perbuatan zina, seperti diisyaratkan surat al­Isra/ 17:32, ,(وال تقربوا الزىن) dan Nabi menganjurkannya dengan menjalankan puasa, karena puasa dapat menekan dorongan kepada seks (فانه له وجاء). 36

8. Penggerak kepada Permusuhan Isyarat bahwa manusia memiliki motif kepada permusuhan antara

yang satu dengan yang lain dapat dilihat pada surat al­Baqarah/2:30, yang menyebutkan pertanyaan malaikat kepada Tuhan atas diciptakannya Adam sebagai khalifah di bumi. Malaikat berkata kepada Tuhan: Apakah Engkau menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah Perbuatan .(قالوا أجتعل فيها من يفيها ويسفك الدماء)menimbulkan kerusakan dan menumpahkan darah merupakan wujud dari adanya permusuhan. Adanya motif permusuhan pada manusia dijelaskan lagi oleh al­Qur'an sebagai berikut: tΑ$s% (#θäÜÎ7÷δ $# ö/ä3 àÒ÷è t/ CÙ÷èt7Ï9 Aρ߉tã ( ö/ ä3s9 uρ ’Îû ÇÚö‘F$# @s) tGó¡ãΒ ìì≈tF tΒuρ 4’n<Î) &Ïm ∩⊄⊆∪ Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang Telah ditentukan". (Q.s. al­ A’raf/7:24)

Surat al­A'raf/ 7:24, dan juga al­Baqarah/2:36, secara tegas menyatakan bahwa setelah manusia diturunkan ke bumi sebagai khalifah Allah, di antara mereka terlibat permusuhan. Ayat ini juga dapat menjadi informasi bahwa pada setiap manusia memang memiliki dorongan

مل يستطع فعليه بالصوم فانه له وجاء يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فانه أغض للبصن واحصن للفرج ومن 36

رواه اجلما عة عن ابن مسعود (

Page 85: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

40

permusuhan. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa bumi merupakan tempat kediaman dan tempat kesenangan (مستقر ومناع) bagi manusia. Dari keterangan itu maka dapat disimpulkan bahwa permusuhan manusia antara yang satu dengan yang lain ada hubungannya dengan problem tempat kediaman dan kesenangan mereka.

Menurut al­Qur'an, motif kepada permusuhan itu timbul karena digelitik oleh setan. Lebih dari sebelas kali, al­Qur'an menyebutkan bahwa setan adalah musuh manusia yang tidak boleh diremehkan وال تتبعوا خطوات )

37 ,(الشيطان انه لكم عدو مبني baik setan yang berwujud jin maupun yang berwujud manusia (وكذلك جعلنا لكل نيب عدوا شياطني االنس واجلن). 38 Al­Qur'an juga menegaskan bahwa tugas utama setan antara lain mengobarkan permusuhan dan kebencian di antara manusia 39 ,(امنا يريد الشيطان ان يوقع بينكم العداوة والبغظاء) oleh karena itu sepanjang masa selalu terjadi permusuhan dan kebencian di antara manusia 40 ,(والقينا بينهم العداوة والبغضاء اىل يوم القيامة) baik permushan tersembunyai 41 ,( وان ومعصية الرسول ويتنا جون باالمث والعد ) maupun permusuhan yang segera dilakukan 42 ,(وترى كثريا منهم يسارعون ىف االمث والعدوان) atau permusuhan yang direkayasa bersama (تظاهرون عليهم باالمث والعدون), 43 meskipun kerjasama dalam hal permusuhan itu dilarang oleh agama ( على االمث والعدوان وال تعاونوا ). 44

Al­Qur'an mengisyaratkan bahwa motif kepada permusuhan itu bisa timbul karena sebab yang berbeda­beda, misalnya: a. Disebabkan karena iri hati, seperti yang dialami oleh Qabil kepada

Habil, yakni Qabil, seperti yang dikisakan dalam surat al­Maidah/5:27­ 29 iri hati kepada Habil karena kurban Habil diterima Allah, sementara kurban dipersembahkan Qabil ditolak. Iri hati Qabil itu menggelitik motif permusuhannya, dan Qabil kemudian merespons motif itu dengan melakukan pembunuhan terhadap Habil (فطوعت له نفسه قتل أخيه).

b. Motif permusuhan juga bisa timbul karena merasa dihalangi pencapaian tujuan­tujuannya, seperti permusuhan sudaha­saudara Yusuf terhadapnya. Hal ini dipaparkan dalam kisah Yusuf pada Q.s. Yusuf/ 12:7­18). Mereka memandang bahwa kisah saying Nabi Ya'qub kepada Yusuf dan Bunyamin terlalu berlebihan, hingga mereka merasa kurang

37 Lihat surat al­Baqarah/2:168 dan 208 38 Lihat surat al­An'am/ 6:112 39 Lihat surat al­Maidah/ 5:91 40 Lihat surat al­Maidah/5:14 dan 64 serta surat al­Mumtahahan/ 60:4 41 LIhat surat al­Mujadalah/ 58: 8­9 42 Lihat surat al­Maidah/ 5:62 43 Lihat surat al­Baqarah/ 2:85 44 Surat –al­Maidah/ 5:2

Page 86: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

41

diperhatikan oleh ayahnya, padahal mereka merasa lebih berhak. ( اذ قالوا (ليوسف وأخوه أحب اىل أبينا منا وحنن عصبة

c. Karena merasa terancam kedudukan dan kepentingannya seperti yang dirasakan oleh orang kafir Quraysy Makkah kepada Nabi Muhammad. Mereka memusuhi Rasul seperti yang diisyaratkan surat Q.s. Muhammad/ 47:32 ( ان الذين كفروا وصدوا عن سبيل اهللا وشاقوا الرسول) karena kehadiran Rasul mengubah tatanan social yang berdampak merugikan status social orang Quraysy sebagai kelompok yang sudah mapan.

d. Karena mempertahankan harga diri secara keliru seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi dan orang­orang musyrik kepada Nabi dan kaum mukminin, seperti terlihat dalam pemaparan Tuhan pada surat al­ Maidah/ 5:82 (لتجدن أشد الناس عداوة للذين آمنوا اليهود ولذين أشركوا)

e. Karena salah paham atau berbeda pandangan sepertiyang terjadi antara suami istri atau antara orang tua dan anak, dalam Q.s. al Taqhabun/ (يايها الذين آمنوا ان من ازواجكم و اوالدكم عدوا لكم) 64:14

f. Karena sombong, seperti dorongan permusuhan setan kepada manusia setelah ia menolak perintah Tuhan untuk sujud kepada Adam, seperti yang terdapat dalam surat al­A­raf/5:11­12 ( قال انا خري منه خلقتىن من نار وخلبته من

(طنيDari kisah­kisah al­Qur'an dapat disimpulkan bahwa motif

permusuhan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingkah laku manusia. Orang yang berada dibawah pengaruh motif permusuhan dapat melakukan perbuatan­perbuatan yang sangat menyimpang dari ukuran­ ukuran moral yang lazim. Orang yang sedang melakukan perbuatan permusuhan sebagai respons terhadap motif permusuhan yang ada dalam nafs­nya dapat melakukan hal yang tidak masuk akal, seperti menyakiti atau bahkan menyiksa orang tuanya, memutuskan tali silaturahmi, melupakan rasa kasih sayang dan tidak takut kepada dosa. Motif kepada permusuhan juga dapat menumbuhkan perasaan berani melakukan perbuatan criminal sekadar untuk memuaskan motif permusuhannya, meskipun sebenarnya untuk melampiaskan permusuhannya itu terbatas jalan lain yang lebih terhormat, yang lebih masuk akal dan logis ketika motif permusuhan itu memuncak, ia mendorong untuk melakukan perbuatan yang tidak baik, yang tidak logis, dan mendorong untuk tidak memperdulikan pertimbangan akal, perasaan dan pendapat orang lain.

9. Penggerak untuk Membantah Surat al­Kahfi/18:54, secara jelas menegaskan bahwa manusia

adalah makhluk paling banyak membantah (وكان االنسان أكثر شيئ جدال). Lanjutan

Page 87: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

42

dari ayat itu mengkhisahkan bagaimana umat­umat terdahulu selalu membantah seruan Rasul­rasul Allah.

Manusia adalah makhluk social, oleh karena itu dalam pergaulan sosialnya manusia memiliki ketergantungan antara yang satu dengan yang lain. Secara social, manusia menjadi manusia karena ia bergaul dengan manusia. Jika suatumasa di suatu komunitas lahir seorang pemimpin, maka ia pun sebenarnya dilahirkan oleh system social di man aia hidup, oleh karena itu seorang pemimpin sering disebut sebagai anak zamannya. Meskipun demikian setiap manusia memiliki tingkat kepuasan individual yang berbeda­beda, berhubungan dengan system social di mana seseorang hidup. Seseorang dengan pengalaman yang dilaluinya, dimungkinkan untuk mampu mengendalikan sifat egoisnya sehingga ia tetap menempuh jalan yang benar.

Sifat egois seseorang biasanya muncul ketika ia harus berhadapan dengan situasi di mana ia merasa harus menunjukkan jati dirinya kepada orang lain, seperti angina menunjukkan bahwa ia mempunyai pandangan tertentu, atau ia ingin memperkuat pendapatnya, atau ingin menyatakan bahwa ia tidak mau bergeser dari sikapnya, meskipun sebenarnya ia tahu bahwa pendiriannya itu keliru.

Sifat egois inilah yang menyebabkan manusia suka berseteru, berdebat dan saling menentang, dalam hal kebenaran maupun dalam hal kebatilan. Jika seseorang sedang dikuasai oleh motif untuk membantah, maka ia cenderung membela mati­matian pendiriannya dan menentang habis­habisan dengan segala cara terhadap siapa saja yang berbeda pandangannya. Orang yang sedang dikuasai sifat egois, tidak sempat menggunakan akalnya secara cermat untuk menilai apa yang dibawa oleh orang yang tidak disukainya, oleh karena itu dalam kontak pertama biasanya ia langsung mebantah dan menolak dan bahkan setelah kebenaran berulang­ulang terbukti.

Menurut teori psikologi kepribadian, manusia berbeda­beda kepribadian dan wataknya, ada yang berkepribadian bijak dan harmoni, ada yang selalu gelisah dan goyah, yang menuruti setiap dorongan yang muncul dan selalu gundah­gulana. 45 Orang yang memiliki kepribadian terakhir ini tidak kuat pendiriannya danmudah berubah pikiran. Di samping dua kepribadian tersebut, ada orang yang dianugerahi Allah sebuah kepribadian yang stabil dan lurus, yang jika berhadapan dengan suatu fenomena, ia berusaha mencari hokum sebab akibat pada fenomena itu dan menyimpulkannya dengan menggunakan hati nuraninya, dengan akal yang matang dan dengan pikiran yang dalam. Orang yang lurus dan stabil

45 Tentang teori psikologi kepribadian, lihat Hassan Langgulung, Manusia dan pendidikan, Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan (Jakarta: Pustaka al­Husna, 1986, h. 303­305, dan Malinda Jo Levin, Op.cit, h. 419­455 dan Utsman Najati, op.cit h. 21

Page 88: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

43

kepribadiannya tidak memiliki dorongan egois selain kepada kebenaran, oleh karena itu jika stimuli dari luar memperkuat pendiriannya maka ia terima, tetapi jika ternyata stimuli dari luar itu yang benar maka ia tidak merasa harus membela pendiriannya yang keliru.

Adapun orang yang berkpribadiannya tidak stabil, perhatiannya terpusat pada bagaimana memelihara kepribadiannya yang bergejolak dan pada pendapatnya yang tidak berimbang. Ia berusaha menutupi kelemahan dan ketidakbenaran pendapatnya dengan helah mental 46 ,(احليلة النفسية) dalam bentuk membantah dan menyombongkan diri, atau buru­buru beraksi untuk menutupi kelambatan pikirnya, atau bahkan bergantung kepada kekeliruannya, serta tidak mau mengakui kecuali terhadap pendapat sendiri. Semakin banyak diajukan kepadanya bukti­bukti baru atau argument baru yang menunjukkan kekeliruan mereka, maka semakin bertambah bantahan dan penolakannya.

Diantara orang yang suka membantah adalah penderita gangguan jiwa yang berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan cara­cara mistik atau pedukunan. Upaya penyebuhan yang tidak logis itu menyebabkan pasien sangat bergantung kepada pola berpikir mistik, maka ketika itu segala sesuatu diukur dengan paradigma mistik sehingga ia tidak dapat menerima pandangan lain meskipun masuk akal.

Al­Qur'an memberi contoh adanya orang yang memiliki sterotip terhadap kelompok tertentu, yakni orang kafir Quraiysy terhadap Nabi Muhammad dan kaum mukminin. Apapun yang disampaikan Nabi Muhammad s.a.w bahkan mukjijat yang sudah terbukti tidak terkalahkan, orang­orang kafir musyrik Makkah tetap menolaknya, seperti yang dijelaskan pada surat al­An'am/ 6:4­7 $ tΒuρ ΟÎγŠÏ?ù's? ôÏiΒ 7π tƒ#u ôÏiΒ ÏM≈tƒ# u öΝÍκÍh5 u‘ ω Î) (#θ çΡ%x. $pκ÷] tã tÅÊÍ÷è ãΒ ∩⊆∪ Dan tidak ada suatu ayatpun dari ayat­ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya (mendustakannya). (Q.s. al­An’am/6:4) öθ s9 uρ $ uΖø9 ¨“tΡ y7 ø‹n= tã $ Y7≈tF Ï. ’Îû <¨$sÛ öÏ% çνθÝ¡yϑn= sù öΝÍκ‰Ï‰÷ƒr'Î/ tΑ$s) s9 tÏ%©! $# (#ÿρãxÿ x. ÷β Î) !# x‹≈yδ ω Î) ÖósÅ™ ×Î7•Β ∩∠∪ Dan kalau kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang­orang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata." (Q.s al­An’am/6:7)

Motif untuk membantah yang ada pada orang kafir itu mendorongnya untuk banyak mempertanyakanhal­hal yang berada di luar

46 Ustsman najati, ibid

Page 89: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

44

pengetahuan mereka, seperti mempertanyakan kenapa Rasul itu manusia, bukan dari malaikat, tetapi menurut surat al­An'am 8­9 seandainya malaikat yang dirunkanpun mereka tetap ragu. Mereka mengajukan persyaratan untuk menerima kebenaran al­Qur'an itu dengan meminta kepada Nabi untuk memancarkan mata air, meruntuhkan langit, dan membangun mahligai dari emas seperti yang diceritakan surat al­Kahfi/ 17: 90­93, tetapi permintaan itu sebenarnya hanya cemoohan yang bermakna menolak keberadaan Rasul. Penolakan seperti yang dilakukan oleh kaum kafir Makkahitu bukan barang baru, tetapi menurut surat al­An'am/ 6:10 ولقد )

(استهرى برسل من قبلك sudah dilakukan juga oleh orang­orang kafir pada masa nabi­nabi sebelum Muhammad, seperti penolakan orang kafir untuk menjamu Nabi Khidir dan Musa (Q.s. Thaha/ 20:56). Karakter penolakankepada kebenaran sebenarnya merupakan perwujudan dari pembangkangan Iblis terhadap perintah Tuhan seperti yang disebutkan dalam rangkaian ayat 30­39 pada surat Hud/ 15.

Disamping membantah yang bersifat negative, dalamal­Qur'an juga disebutkan contoh penolakan yang bersifat positif, seperti: a. Menolak perintah orang tua yang menyuruh berbuat syirik seperti yang

disebutkan dalam surat Luqman/ 29:8 ( وان جاهداك على ان تشرك ىب ماليس لك به علم

(فال به علم فال تطعهماb. Menolak mematuhi perintah pendusta agama (فال تطع املكدبني) dalam surat

Q.s. al­Qalam/ 68:8 c. Menolak mematuhi perintah orang yang banyak bersumpah وال تطع كل )

dalam surat Q.s al­Qalam/ 68:10 (حالف مهنيd. Menolak mematuhi kemauan orang kafir dan orang munafik ( وال تطع الكفرين

dalam surat Q.s al­Ahzab/ 33:1 dan (واملنافقنيe. Menolak mengikuti orang yang lalai kepada Tuhan dan orang yang

lebih mengikuti hawa nafsu ( لبه عن ذكرنا واتبع هواه وال تطع من أغفلنا ق ) seperti terdapat dalam Q.s. al­Kahf/ 18:28

B. Pendekatan dan Bahasa Dakwah í÷Š $# 4’ n< Î) È≅‹ Î6y™ y7În/u‘ Ïπyϑ õ3Ïtø:$$ Î/ ÏπsàÏã öθyϑ ø9 $#uρ ÏπuΖ|¡ptø:$# ( Οßγø9 ω≈ y_ uρ ÉL©9 $$ Î/ ‘Ïδ ß|¡ômr& 4 ¨β Î) y7−/u‘ uθèδ

ÞΟn=ôã r& yϑ Î/ ¨≅|Ê tã Ï&Î#‹Î6y™ ( uθèδ uρ ÞΟn=ôã r& tωtG ôγßϑ ø9 $$ Î/ ∩⊇⊄∈∪ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan­mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan­Nya dan

Page 90: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

45

dialah yang lebih mengetahui orang­orang yang mendapat petunjuk. (Q.s Al­Nahl/ 16: 125)

Surat al­Nahl/ 16:125 di atas, mengajarkan tentang pendekatan dakwah yang harus dilakukan oleh dai sesuai dengan lapisan masyarakat yang menjadi obyek dakwahnya­selanjutnya disebut mad’u, yakni dengan al­hikmah, dengan nasihat (موعظة) dan dengan berdebat (جمادلة). Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan al­ hikmah dengan syariat Islam, yakni mengajak manusia mengikuti syariat agama seperti yang diwahyukan Allah. Latar belakang dari perintah menggunakan beberapa pilihan pendekatan dalam berdakwah adalah karena pengalaman utusan­ utusan Nabi yang dakwahnya ditentang oleh masyarakat mad’u, bahkan ada yang disiksa dan di bunuh. 47 Tentang pendekatan dakwah secara persuasif, ada hadits Nabi yang menyebutkan secara lebih tegas bahwa berbicara kepada manusia itu harus mempertimbangkan tingkatan akal mereka (خاطب الناس على قدر عقوهلم). 48 Ayat al­ Qur’an dan hadits tersebut di atas mengisyaratkan bahwa manusia memiliki kapasitas nafs yang berbeda­beda, yang oleh karena itu untuk berdakwah kepada mereka memerlukan pendekatan yang berbeda­beda pula. Manusia dengan temperamen dan karakter tertentu hanya cocok didekati dengan pendekatan tertentu pula, dan pendekatan itu tidak bisa digunakan untuk orang dengan temperamen dan karakter lain.

Fakhr al­Razi menafsirkan al hikmah itu dengan argumen yang benar dan logis (hujjah haqiqiyah yaqiniyah qhat’iyah), dan berdakwah dengan al­hikmah itu diperlukan untuk mad’u dari kalangan cerdik cendikia. Sedangkan untuk mad’u yang terdiri dari lapisan masyarakat yang belum sampai tingkat cerdik cendekia, tetapi mereka memiliki tingkat kecerdasan dan tingkah laku yang wajar, maka dakwah yang tepat untuk mereka adalah dengan pendekatan nasihat (maw’izhah hasanah). Sedangkan mujadalah sebenarnya tidak termasuk metode atau pendekatan yang diperlukan dalam berdakwah, tetapi merupakan cara meladeni dan membangun “mulut” orang yang memang tidak berminat untuk mencari kebenaran. Oleh karena itu perintah menggunakan mujadalah tidak disebut seirama (athf) dengan perintah menggunakan al­hikmah dan mau’ihzah), misalnya: (bi al­hikmah wa al­maw’izhah al­hasanah wa al­mujadalah), tetapi dengan kalimat baru, karena mujadalah memang bukan untuk berdakwah. Ayat tersebut juga mengingatkan dai agar tidak usah terlalu ambisi untuk menjadikan mad’u menerima petunjuk,­meski berdakwah itu wajib karena sebenarnya Allah lebih mengetahui kapasitas setiap nafs yang siap menerima petunjuk dan yang tetap sesat jalan.

Dakwah bisa dilakukan secara lisan, tulisan ataupun dengan contoh teladan, tetapi kata­kata merupakan cara yang paling banyak digunakan. Dalam keadaan tertentu manusia dapat dipengaruhi oleh kata­kata tertentu, sehingga ia mengubah tingkah lakunya, atau kata­kata tertentu mempunyai kekuatan tertentu dalam mengubah tingkah laku manusia. Kata­kata juga dapat menyebabkan

47 Ahmad Mushthafa al­Maraghi, Tafsir al­Maraghi (Beirut: dar Ihya al Turats al­Arabiyah, 1985) Jilid V, h. 161­163, dan Ismail ibn Katsir al­Quraysyi al­Dimasyqi, Tafsir al­Qur’an al Azhim(Beirut: dar al­Ma’arif, 1987), jilid II, h. 613 48 Hadits marfu riwayat Ibn Umar Berbunyi مرنا معاشر األنبياء أن نكلم الناس بقدر عقو لهم

Page 91: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

46

timbulnya kebencian, iri hati, dengki dan salah paham. Tidak jarang kalimat singkat dapat memicu terjadinya pertumpahan darah antara dua orang atau bahkan dua bangsa. Secara psikologis bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan tingkah laku manusia. Bahasa dapat diibaratkan sebagai alat kendali (remote control) yang dapat digunakan untuk mengontrol manusia menjadi tertawa, menangis, sedih, marah atau semangat. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan­gagasan baru ke dalam pikiran manusia.

Al­Qur’an yang ditujukan untuk seluruh manusia dengan ragam temperamen dan karakternya, di dalamnya terkandung beragam tuntunan yang secara sepintas nampaknya ada yang bertentangan satu sama lain, tetapi sebenarnya justru merupakan hikmah 49 . Bagi orang alim yang bijak, al­Qur’an merupakan khazanah yang tidak kering­keringnya digali untuk mencari pendekatan yang tepat kepada manusia yang tepat pula.

Di samping pendekatan al­hikmah, maw’izhah hasanah dan penggunaan mujadalah al­ahsan seperti diisyaratkan surat al­Nahl 125 di atas, al­Qur’an juga memperkenalkan istilah yang dapat dipandang sebagai bahasa dakwah, yaitu qawlan) قوال لينا(1) layyina) qawlan) قوال بليغا (2) baligha), qawlan) قوال ميسورا (3)maysura), (4) .(5) ,(qawlan karima) قوال كرميا .(qawlan sadida) قوال سديدا

1. Qawlan Layyina (Perkataan yang lembut) Term qawlan layyina terdapat dalam surat Thaha/ 20:44 dalam rangkaian

kisah Nabi Musa ketika menghadapi Firaun. !$t6 yδøŒ$# 4’ n<Î) tβöθ tãö Ïù … çµΡÎ) 4 xösÛ ∩⊆⊂∪ ωθà) sù … çµs9 Zωöθ s% $YΨ Íh‹©9 … ã&©# yè©9 ã ©.x‹tFtƒ ÷ρr&

4 y øƒs† ∩⊆⊆∪ Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata­kata yang lemah lembut, Mudah­mudahan ia ingat atau takut". (Q.s. Thaha/ 20: 43­44)

Dalam rangkaian panjang ayat­ayat dalam surat Thaha/ 20:9­98 dijelaskan bahwa Nabi Musa diberi tugas untuk mendatangi Raja Firaun, mengingatkannya agar mengubah tingkah lakunya yang sewenang­wenang dan melampaui batas. Firaun adalah seorang raja mesir yang telah sangat lama memerintah kerajaan Mesir sehingga cenderung menjadi tiran. Dalam perspektif nafs, Firaun memiliki nafs amarah, terutama sifat­sifat takabur dan zalim. Musa sendiri adalah orang yang dibesarkan di dalam istana Firaun, sebelum melarikan diri karena terlibat perkelahian yang menyebabkan tewasnya keluarga raja (Q.s Thaha/ 20:40). Settelah Musa menerima wahyu dari Tuhan, Musa disertai saudaranya, Harun, diperintah Tuhan berdakwah kepada Firaun yang tiran itu, dan Tuhan memberikan

49 Sebagai contoh al­Qur’an berkali­kali mengajar manusia untuk berfikir kritis dengan ungkapan­ ungkapan afala ta’qilun, afala tatafakkarun, afala tatadahbarun, tetapi pada surat al­Maidah 101 al­Qur’an melarang banyak bertanya, la tas’alu an asyya in tubda lakum tasu’kum

Page 92: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

47

kiat bagaimana berhadapan dengan orang dengan temperamen dan karakter model Fir’aun, yaitu dengan pendekatan qawlan layyina.

Ketika itu posisi Musa sebagai da’i dan Firaun sebagai mad’u secara psikologis seimbang, yakni sama­sama memiliki rasa percaya diri. Firaun memiliki kekuasaan besar dan memandang Musa sebagai orang bersalah yang tiba­tiba datang dengan membawa sesuatu yang baru untuk disombongkan kepadanya. Sementara Musa, meskipun mengakui keterlibatannya dalam perkelahian yang menyebabkan tewasnya keluarga Firaun, tetapi kini ia mengemban tugas kerasulan dari Tuhan yang Maha Kuasa, Tuhannya Firaun juga, dengan membawa bukti­bukti seperti dipaparkan surat Thaha/ 20:42. 50

Dalam perspektif ini maka surat Thaha/ 20:44 di atas mengisyaratkan bahwa berdakwah kepada penguasa tiran modal Firaun hendaknya menggunakan bahasa dakwah qawlan layyina. Dalam bahasa Arab, seperti yang disebut oleh al­ Isfahani, kata لني (layyin) mengandung arti lawan dari kasar, yakni halus dan lembut. 51 Kata layyin dalam bahasa Arab pada dasarnya digunakan untuk menyebut sifat benda yang bisa diraba, kulit misalnya­tetapi kemudian juga digunakan untuk menyebut akhlak dan perangai manusia. 52 Dengan demikian maka dakwah qawlan layyina dapat dipahami sebagai dakwah dengan kata­kata yang lemah lembut, yakni kata­kata yang dirasakan oleh mad’u sebagai sentuhan yang halus, tanpa mengusik atau menyentuh kepekaan perasaannya.

Dengan perkataan yang lemah lembut, orang yang zalim dan kasar tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan kekasarannya, sehingga sekurang­ kurangnya ada waktu untuk berkomunikasi dengan da’i. Kekuatan pendekatan lemah lembut yang sejuk, sekurang­kurangnya tidak membuat gusar penguasa zalim yang sedang menjadi mad’u. Jika pada kesempatan pertama belum berhasil menyadarkannya, sekurang­kurangnya memberi waktu kepada penguasa itu untuk merenungkannya. Dalam perspektif nafs, tokoh seperti Firaun memiliki nafs jenis amarah, terutama dengan karakteristik takabur dan zalim.

Mengubah tingkah laku penguasa zalim seperti Fir’aun haruslah dengan pendekatan lemah lembut. Dengan ungkapan yang lemah lembut, teguran da’i diterimanya dengan senyum. Ia sadar bahwa dirinya sedang menjadi obyek teguran dan nasihat, tetapi karena lemah lembutnya ungkapan, telinganya tidak sempat memerah, sebaliknya hatinya justru tergelitik. Dialog panjang antara Musa dan Firaun yang terekam dalam surat Thaha/ 20: 42­69, menggambarkan tajamnya sikap lemah lembut seruan Musa, sehingga tidak memberi peluang kepada Fir’aun untuk bermain terlebih dahulu dengan melakukan kezaliman, tetapi harus mengikuti permainan Nabi Musa.

b. Qawlan Baligha Term qawlan baligha (قوال بليغا) yang dapat diterjemahkan menjadi

perkataan yang membekas di jiwa terdapat dalam surat al­Nisa/ 4:63:

اذهب أنت وأخوك بأياتي وال تنيا في ذكري 5051 Al­Raghib al­Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al­Qur’an (Beirut Dar al­Fikr, tth), h. 478 52 ibid

Page 93: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

48

y7Í× ¯≈ s9'ρé& É‹©9$# ãΝ n= ÷ètƒ ª!$# $tΒ ’ Îû óΟÎηÎ/θè= è% óÚÌ ôãr' sù öΝ åκ÷]tã öΝ ßγôàÏãuρ

≅ è%uρ öΝ çλ°; þ_Îû öΝ ÎηÅ¡ àÿΡr& Kωöθ s% $ZóŠÎ= t/ ∩∉⊂∪ Mereka itu adalah orang­orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (Q.s Al­Nisa/ 4:63)

Ayat di atas berkenaan dengan orang munafik yang di hadapan Nabi berpura­pura baik, tetapi dibelakang, mereka menentang dakwah Nabi. Karakteristik orang munafik seperti diterangkan oleh Rasul adalah berdusta jika berbicara, ingkar jika berjanji dan berkhianat jika dipercaya. Bagi manusia dengan karakteristik demikian, perkataan lemah lebutnya tidak akan membekas ke dalam jiwanya. Pesan dakwah yang tepat untuk orang munafik bukan yang indah dan lembut tetapi yang baligh.

Menurut al­Isfahani dalam mu’jam­nya, perkataan yang baligh mempunyai dua arti. 1). Pertama, suatu perkataan dianggap baligh ketika dalam diri seseorang

terkumpul tigas sifat (a) memiliki kebenaran dari sudut bahasa صوابا يف موضوع )

طبقا للمعىن املقصود ) mempunyai kesesuaian dengan apa yang dimaksudkan (b) ,(لغته

.(صدقا يف نفسه) dan (c) mengandung kebenaran secara substansial ,(لغته2). Kedua, perkataan dianggap baligh ketika perkataan itu dipersepsi oleh yang

mendengar seperti yang dimaksud oleh yang berkata. 53

Kalimat dakwah yang persuasif bagi orang munafik adalah kalimat yang tajam, pedas tetapi benar, baik dari segi bahasa maupun substansinya. Sebenarnya tingkah laku munafik sangat sulit untuk diubah, karena ia bersumber dari karakteristik nafs amarah yang suka melakukan helah mental. Meskipun demikian dengan qawlan baligh sekurang­kurangnya orang munafik dibuat tidak berkutik di depan da’i, meskipun di belakang mereka mencari­cari celah yang dapat digunakan untuk menyerang balik. Serangan itu boleh jadi tidak akan disampaikan langsung kepada da’i tetapi disebarluaskan dan dihembuskan kepada masyarakat mad’u.

Jika melihat sifat­sifat orang munafik seperti yang digambarkan al­Qur’an dan Hadits Nabi, 54 maka urgensi qawlan baligh bagi mad’u orang munafik bukan hanya untuk membelenggu tingkah laku mereka, tetapi juga untuk konsumsi mad’u secara umum agar mereka tidak mudah dirongrong oleh hasutan orang munafik. Surat al­Baqarah ayat 8 sampai 20 merupakan contoh statemen yang sangat tajam tetapi benar menyangkut orang munafik. Perintah al­Qur’an untuk

53 Ibid, h. 58­59 54 Lihat uraian tentang karakteristik nifak dari nafs ammarah dalam bab II

Page 94: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

49

bersikap keras kepada orang kafir dan munafik secara tegas disebut dalam surat al­Taubah, 73:

$pκš‰r' ¯≈ tƒ É<Ζ9$# ωÎγ≈y_ u‘$¤ÿà6ø9$# tÉ) Ïÿ≈oΨ ßϑø9$# uρ õá è=øñ $# uρ öΝ Íκön= tã 4 öΝ ßγ1uρù' tΒuρ ÞΟΨ yγ y_ (

§ø♥Î/ uρ çÅÁ yϑø9$# ∩∠⊂∪ Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang­orang kafir dan orang­orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk­buruknya. (Q. S. Al­Taubah/ 9:73)

c. Qawlan Masyura Term qawlan masyura yang terdapat dalam surat al­Isra/ 17:28

$ΒÎ)uρ £ |ÊÌ÷èè? ãΝåκ÷]tã u !$tóÏGö/ $# 7πuΗ÷q u‘ ÏiΒ y7Îi/ ¢‘ $yδθ ã_ös? ≅à) sù öΝ çλ°; Zω öθ s% # Y‘θÝ¡ øŠΒ ∩⊄∇∪

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas (Q.s. Al­Isra/ 17:28)

Dalam bahasa Arab, term ميسورا (masysura) yang berasal dari kata يسر

mengandung arti mudah, lawan dari معسورا (ma’sura) yang artinya sulit. Jika masyura menjadi sifat dari qawl, ,(قوال ميسورا) maksudnya adalah perkataan yang mudah diterima dan yang pantas didengar. 55

Jika melihat munasabah ayat tersebut dengan ayat sebelum dan sesudahnya (ayat 26­30), maka term qawlan masyura berhubungan dengan tata karma pergaulan dengan kerabat, orang miskin dan musafir, menyangkut pemenuhan kebutuhan materi. Ayat 26­27 misalnya mengingatkan agar jangan melakukan kemubazir itu merupakan perbuatan setan. Dalam perspektif kebutuhan pokok bagi orang miskin, perbuatan mubazir yang dilakukan orang di depan mereka adalah sangat menyakitkan dan bisa dianggap sebagai bentuk penghinaan. Sedangkan ayat 28 di atas mengisyaratkan bahwa jika seseorang merasa belum mampu memenuhi kewajiban menolong membantu ekonomi kerabat, orang miskin dan ibn sabil, dan oleh karena itu ia bermaksud pergi untuk berusaha supaya memiliki kemampuan, maka ketika ia pergi meninggalkan orang­ orang yang mungkin kecewa, hendaknya berkata dengan perkataan yang mudah dipahami, yang tidak menyakitkan dan tidak menimbulkan salah paham.

Jadi term qawlan masyura ditujukan kepada orang­orang yang sedang dalam keadaan membutuhkan pertolongan, baik karena kemiskinan atau kesulitan tertentu. Nafs manusia yang sedang didesak oleh kebutuhan sering tidak mampu

55 Ibid, h. 576 dan Ibn Manzhur, Lisan al­Arab (tt: dar al­Ma’arif, tth), jilid VI, h. 4958

Page 95: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

50

mencermati secara cermat informasi yang diterimanya. Dalam keadaan terdesak, dorongan syahwat boleh jadi lebih dominant sehingga qalb tidak mampu memahami realitas secara cermat. Rentannya nafs orang yang sedang dalam keadaan terdesak oleh kebutuhan dijelaskan oleh Nabi dalam hadits yang berbunyi yang artinya kefakiran seseorang itu nyaris mendorongnya pada كاد الفقر ان يكون كفراkekufuran. Bagi orang yang berada dalam kedaan demikian, perkataan yang sulit bisa dipersepsi secara keliru dan bisa menimbulkan reaksi yang keliru pula.

Dengan demikian maka term qawlan masyura dalam ayat ini lebih tepat disebut untuk megendalikan tingkah laku dibanding untuk mengubahnya, yakni mengendalikan tingkah laku orang­orang yang sedang dalam kefakiran (kesulitan) agar mereka tidak terdorong melakukan perbuatan kufur.

d. Qawlan Karima Term qawlan karima terdapat dalam ayat yang mengajarkan etika

pergaulan manusia kepada orang tuanya yang sudah usia lanjut, yaitu pada surat al­Isra/ 17: 23

* 4|Ó s%uρ y7•/ u‘ ωr& (#ÿρ߉ç7 ÷ès? HωÎ) çν$−ƒ Î) Èø t$Î!≡uθ ø9$$Î/ uρ $·Ζ≈ |¡ ômÎ) 4 $ΒÎ) £tóè=ö7 tƒ x8 y‰Ψ Ïã uy9Å6 ø9$#

!$yϑ èδ ߉tnr& ÷ρr& $yϑ èδ ξ Ï. ξ sù ≅à)s? !$yϑ çλ°; 7e∃é& ωuρ $yϑ èδ ö pκ÷]s? ≅è%uρ $yϑ ßγ©9 Zωöθ s% $Vϑƒ Ì 2 ∩⊄⊂∪ Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik­baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua­duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali­kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Q.s Al­Isra/ 17:23)

Dalam bahasa Arab, term karima mengandung arti kata­kata yang penuh kabajikan, 56 .(كثري اخلري) Jika dihubungkan dengan qawl, (قوال كرميا) maka artinya sahlan wa layyinan, yakni perkataan yang mudah dan lembut. 57 Surat al­Isra 23 dan juga dua ayat sesudahnya berisi tata karma pergaulan dengan orang tua. Seorang anak diperintah untuk berbuat baik kepada orang tuanya, dan jika sempat mendapatkan salah satu atau keduanya berusia lanjut dalam perawatannya, maka ia tidak boleh berbuat kasar kepada mereka. Jika terpaksa harus menegur, maka ia harus menegur dengan qawlan karima, yakni dengan perkataan yang mudah dan lembut.

Manusia dalam usia lanjut sering melakukan hal­hal yang tidak logis. Hal ini disebabkan karena terjadinya distorsi­distorsi pengamatan yang diakibatkan oleh melemahnya fisik. Manusia dalam usia amat lanjut dapat mengalami kepikunan, yakni kembali tidak memiliki pengetahuan setelah pernah mengetahuinya. Hal ini disebut dalam surat an­Nahl/ 16: 70

56 Ibn Manzhur, Op.cit, jilid V, h. 3861 57 Ibid h. 3863

Page 96: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

51

ª!$#uρ ö/ ä3 s)n=s ¢Ο èO öΝ ä39 ©ùuθ tG tƒ 4 Ν ä3ΖÏΒuρ Β –Št ム#’n<Î) ÉΑsŒö‘r& Ìßϑ ãèø9$# ö’s5 Ï9 ω zΟ n=÷ètƒ y‰÷è t/ 5Ο ù=Ïæ

$º↔ø‹ x© 4 ¨β Î) ©!$# ÒΟŠÎ=tæ Öƒ ωs% ∩∠⊃∪ Allah menciptakan kamu, Kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.s. Al­Nahl/16:70)

Jadi dari ayat­ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tingkah laku orang yang sudah lanjut usia tidak mudah untuk diubah. Oleh karena itu berdakwah kepada mereka harus dengan penuh kelembutan. Jika orang kafir mudah menentang dakwah karena didorong oleh keingkarannya, maka lanjut usia tidak mudah menerima teguran keras karena melemahnya kemampuan respon psikologis yang disebabkan karena usia lanjut. e. Qawlan Sadida

Manusia di samping memiliki temperamen dan karakter yang berbeda­ beda, juga memiliki kesamaan­kesamaan yang bersifat universal. Pendekatan kepada manusia bisa dilakukan dengan pendekatan khusus jika manusia itu memiliki kekhususan yang menonjol, tetapi manusia sebagai kesatuan yang berbeda dengan kesatuan hewan adalah sebuah kesatuan entitas yang memiliki kesamaan ciri umum. Di antara ciri­ciri umum itu adalah kemampuannya berpikir logis. Manusia dalam pengertian di atas dapat diubah tingkah lakunya dengan pendekatan­pendekatan yang logis.

Dalam perspektif ini al­Qur’an menyebut istilah قوال سديدا (qawlan sadida), yang dapat diterjemahkan menjadi perkataan yang harus atau yang benar. Term qawlan sadida disebut dua kali dalam al­Qur’an, yaitu dalam surat al­nisa/ 4:9 dan al­Ahzab/ 33: 70­71

$pκš‰ r' ¯≈ tƒ t Ï% ©!$# (#θ ãΖtΒ#u (#θ à)®?$# ©!$# (#θ ä9θ è%uρ Zωöθ s% #Y‰ƒ ωy™ ∩∠⊃∪ ôxÎ=óÁ ムöΝ ä3 s9 ö/ ä3 n=≈ yϑ ôã r& ö Ïÿøótƒ uρ

öΝ ä3 s9 öΝ ä3 t/θ çΡèŒ 3 tΒuρ ÆìÏÜム©!$# … ã&s!θ ß™u‘uρ ô‰s)sù y—$sù #·— öθ sù $ϑŠÏà tã ∩∠⊇∪ Hai orang­orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan­amalanmu dan mengampuni bagimu dosa­ dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul­Nya, Maka Sesungguhnya ia Telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.s Al Ahzab: 33:70­71)

Perintah untuk berkata benar dalam ayat di atas didahului oleh perintah bertakwa, dan ayat 71 merupakan janji keberhasilan jika pendekatan itu dipergunakan. Jadi pelaksanaan dakwah dengan qawlan sadida itu harus berdiri di atas landasan takwa. Pesan dari ayat tersebut adalah bahwa barangsiapa yang berdakwah dengan qawlan sadida dan dakwahnya berdiri di atas landasan takwa maka dakwahnya bukanhanya memiliki daya panggil terhadap mad’u tetapi juga akan membangun diri da’i. Aktivitas da’i yang benar itu atas pertolongan Allah akan menyebabkan perbuatannya menjadi konstruktif, karena suatu perbuatan yang didasari oleh kepatuhan kepada Allah dan Rasul­Nya, perbuatan itu sendiri sudah merupakan keberuntungan.

Page 97: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

52

Menurut Ibn Manzhur dalam lisan al­Arab, kata sadid yang dihubungkan dengan qawl mengandung arti mengenai sasaran, (يصيب القصد). 58 Jadi pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’u siapapun mad’u­nya adalah jika materi yang disampaikan itu benar, baik dari segi logika maupun bahasa, dan disampaikan dengan pijakan takwah. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral. 59 Takwa adalah perbuatan kebaikan yang dilakukan sebagai perwujudan kepatuhan nafs kepada Tuhan. Jadi dakwah yang benar adalah dakwah yang mempunyai bobot moral, moral force, dan keluar dari orang yang bermoral, orang yang bertakwa. Pesan moral yang disampaikan oleh orang yang tidak bermoral tidak mempunyai daya panggil, tidak akan mengubah tingkah laku mad’u, karena kebenaran dakwahnya digugurkan oleh da’i itu sendiri.

Seseorang da’i yang konsisten dengan pesan kebenaran dan didukung oleh integritas pribadinya yang mulia dijamin al­Qur’an bahwa dakwahnya bukan hanya mengubah tingkah laku mad’u tetapi juga membangun integritas dirinya, (يصلح لكم أعمالكم) dan karena motivasi takwanya yang kuat, maka kekeliruan­ kekeliruan yang dilakukan menyangkut hal teknis, metode dan strategi, akan dimaklumi oleh manusia dan diampuni oleh Tuhan, .(يغر لكم ذنوبكم) Selanjutnya komitmen da’i kepada kebenaran universal, (al­Qur’an dan hadits) sudah merupakan keberuntungan tersendiri (فوزا عظيم)

D. Subsistem Nafs Seperti dikupas dalam bab terdahulu, bahwa al­Qur'an tidak selalu

menyebut nafs dalam pengertian jiwa, hal tersbut juga berlaku bagi pengertian jiwa tidak selalu signifikan dengan term nafs. Term­term yang digunakan untuk menyebut atau mengisyaratkan dan yang berhubungan dengan fungsi­fungsi jiwa, disamping kalimat nafs adalah qalb' aql, ruh dan bashirah. Keempat term tersebut sebagai subsistem dalam system nafs atau system nafsani.

1. Qalb (hati) Fungsi, Kandungan dan Sifatnya Dalam bahasa Indonesia, kalbu digunakan untuk menyebut hati, baik

dalam arti fisik (liver) maupun secara maknawi, tetapi dalam bahasa Arab, term qalb digunakan untuk menyebut banyak hal, seperti jantung, akal, semangat keberanian, bagian dalam, bagian tengah, untuk menyebut sesuatu yang murni. 60 Bukan untuk menyebut organ tubuh yang disebut hati, sementara untuk hati digunakan term al­kabid. 61

Al­Qur'an menggunakan term قلب (qalb) dan فؤاد (fu'ad) untuk menyebut hati manusia seperti yang disebut dalam surat al­Isra/17:36 (ان السمع والبصر والفؤاد) dan surat al­Syu'ara/ 26:89 (اال من اتى اهللا بقلب سليم). Al­Qur'an juga menggunakan kata صدر

58 Ibid, jilid III, h. 1970 59 Fazlur Rahman, Mayor Themes of the Qur’an, (Chicago: Bibliotika Islamica, 1980), h. 43

60 Lihat Ahmad Warson Munawwar, al­munawwar, Qamus Arabi Indonisi,(Yogyakarta: Pesantren Al­Munawwir, 1984), h. 1232. Lihat pula Ibn Manzhur, Op.cit,jilid V, h. 3713­3715

61 Ahmad Warson, ibid, h. 1271 dan Ibn Manzhur, ibid, h. 3806­3807

Page 98: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

53

(shard) yang dalam bahasa Arab berarti dada atau depan untuk menyebut suasana hati dan jiwa sebagai satu kesatuan psikologis seperti dalam surat al­Insyirah/ 94:1

. ) أمل نشرح لك صدرك ( Tetapi al­Qur'an juga menggunakan term qalb untuk menyebut akal seperti yang tercantum dalam surat al­Hajj/22:46 .(هلم قلوب يعقلون ا) Dalam bahasa Arab ada kemungkinan menggunakan kalimat اين ذهب قلبك؟ untuk mengatakan 62 اين ذهب عقلك Dalam konteks nafs manusia, qalb atau hati bukanlah sepotong organ tubuh, tetapi sebagaimana juga 'aql dan bashirah merupakan elemen atau subsistem dalam system nafs yang bersifat ruhani. Oleh karena itu pembicaraan tentang qalb, sebagaimana juga tentang nafs merupakan pembicaraan yang sangat luas cakupannya.

Secara lughawi, qalb artinya bolak­balik, danini menjadi karakteristik dari qalb itu sendiri, yaitu memiliki sifat tidak konsisten, bolak­balik, sehingga pengertian qalb juga merujuk pada karakter ini. Ungkapan popular tentang qalb adalah مسيت القلب قلب لتقلبه yang artinya kalbu disebut qalb karena sifatnya yang tidak konsisten. 63

Gagasan tentang qalb dalam al­Qur'an dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (a) fungsi dan potensinya, (b) kandungannya, dan (c) sifat­sifatnya.

a. Fungsi dan Potensi Qalb Fungsi yang utama dari qalb adalah sebagai alat untuk memahami realitas

dan nilai­nilai seperti yang tersebut dalam surat al­Hajj/ 22:46, atau pada surat al­ Araf/7:179

óΟ n=sùr& (#ρçÅ¡ o„ ’Îû ÇÚö‘F $# tβθ ä3 tG sù öΝ çλm; Ò>θ è=è% tβθ è=É)÷ètƒ !$pκÍ5 ÷ρr& ×β#sŒ#u tβθ ãèyϑ ó¡ o„ $pκÍ5 (

$pκΞ Î*sù ω ‘yϑ ÷ès? ã≈ |Á ö/ F$# Å3≈ s9uρ ‘yϑ ÷ès? Ü>θè=à)ø9$# ÉL©9$# ’Îû Í‘ρ߉Á9$# ∩⊆∉∪ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Q.s. al­Hajj/ 22:46)

Pada ayat ini, qalb mempunyai potensi yang sama dengan akal, atau yang dimaksud qalb di sini adalah akal. Berangkat dari fungsi utama inilah maka qalb secara sadar dapat memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu, dan dari potensi inilah maka yang harus bertanggungjawabkan manusia kepada Tuhan adalah apa yang disadari oleh qalb seperti yang disebut dalam surat al­Baqarah/2:225 dan oleh fu'ad seperti yang disebutkan dalam surat al­Isra/17:36

62 Ibn Manzhur, ibid, h. 3714 63 Ibid,

Page 99: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

54

ω ãΝä. ä‹Ï#xσ ムª!$# Èθ øó=9$$Î/ þ’Îû öΝ ä3 ÏΨ≈ yϑ ÷ƒ r& Å3≈ s9uρ Ν ä. ä‹Ï#xσ ム$oÿÏ3 ôMt6 |¡ x. öΝ ä3 ç/θ è=è% 3

ª!$#uρ î‘θ àÿxî ×ΛÎ=ym ∩⊄⊄∈∪ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.(al­Baqarah/2:225)

ωuρ ß# ø)s? $tΒ §øŠs9 y7s9 ϵ Î/ íΟ ù=Ïæ 4 ¨β Î) yìôϑ ¡¡9$# u|Çt7 ø9$#uρ yŠ#xσ àÿø9$#uρ ‘≅ä. y7Í× ¯≈ s9'ρé& tβ% x.

çµ ÷Ψ tã Zωθ ä↔ó¡ tΒ ∩⊂∉∪ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.s al­ Isra/17:36)

Dalam bahasa Arab, qalb dan fu'ad mempunyai arti yang sangat dekat persamaannya. Sebuah Hadits Nabi mengisyaratkan kedekatan dari makna kedua term tersebut, yakni ungkapan kelembutan qalb (هم أرف قلوبا) dan kehalusan fu'ad 64 .(وألني أفئدة)

Selanjutnya potensi­potensi dari qalb yang disebutkan al­Qur'an adalah: 1. Bahwa qalb itu bisa berpaling, seperti yang ada dalams urat al­Taubah/ 9:117

(كاد يزيغ قلوب فريق منهم )2. Merasa kecewa dan kesal, seperti yang dipaparkan dalam surat al­Zumar/

(امشازت قلوب الذين اليؤمنون) 39:453. Secara sengajar memutuskan untuk melakukan sesuatu, tertera surat al­Ahzab/

dan surat al­Baqarah/ 2:225 ,(ولكن ما تعمد قلوبكم) 33:54. Berprasangka, terdapat dalam surat al­Fath/ 48:12 (وزين ذلك قلوبكم وظننتم ظن السوء) 5. Menolak sesuatu, ada dalam surat al­Taubah/9:8 (موتأىب قلو) 6. Mengingkari, seperti yang ada dalam surat al­Nahl/ 16:22 (م منكرةقلو) 7. Dapat diuji, seperti tercantum dalam surat al­Hujurat/ 49:3 أولئك الذين امتحن اهللا )

لوم ق ) 8. Dapat ditundukkan, ada dalam surat al­Hajj/ 22:54 (مفتخبت له قلو) 9. Dapat diperluas dan dipersempit diuraikan pada surat al­An'am/ 6:125 ( فمن يرد

(اهللا ان يهديه يشرح صدره لالسالم ومن يرد ان يضله جيعل صدره ضيقا حرجا10. (Bahkan) bisa ditutup rapat, seperti yang terdapat dalam surat al­Baqarah/ 2:7

(ختم اهللا على قلوم)

64 لوبا وألين أقئدة هم أرف ق , م أته قال أتاكم اهل اليمن . روي عن النبي ص

Page 100: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

55

Tentang bagaimana qalb bisa berbalik, berpaling, berubah, menolak, memutuskan dan sebagainya, juga diisyaratkan oleh sebuah Hadits:

اللهم يا مقلوب تبت قليب على دينك اللهم مصرف القلوب صرف

وبنا على طاعتك قلWahai Tuhan yang membolak­balikkan hati, kokohkanlah hati kami pada agama­Mu untuk taat kepada­Mu (H.R. Muslim dari Amr Ibn Ashsh)

b. Kandungan Qalb Sebagai subsistem yang bekerja dalam system dimana qalb mempunyai

fungsi yang sangat penting, yakni sebagai alat untuk memahami realitas dan mempertimbangkan nilai­nilai serta memutuskan suatu tindakan, qalb di samping memiliki potensi yang banyak, ia juga bagaikan wadah yang didalamnya terdapat muatan­muatan yang memperkuat potensi­potensi itu. Al­Qur'an memaparkan bahwa di dalam al­Qalb, terkandung muatan­muatan berupa: 1). Penyakit, seperti yang ada dalam surat al­Baqarah/ 2:10 (م مرضىف قلو) dan surat

al­Ahzab/ 33:32 Dalam konteks .(فيطمع الذي ىف قلبه مرض) dua ayat tersebut, yang pertama merupakan penyakit lemah keyakinan, sedang ayat kedua berkaitan dengan makna penyakit "kenakalan"

2) Perasaan takut, surat al­Imran/ 3:151 ( قى ىف قلوب الذين كفروا الرعب سنل ) 3) Getaran, surat al­Anfal/ 8:2 (موجلت قلو) 4) Kedamaian, surat al­Fath/48:4 (هو الذى أنزل السكينة ىف قلوب املؤمنني) 5) Keberanian, surat al­Imran/ 3:126 yang berkenaan dengan perang Badar وما )

( قلوبكم به جعله اهللا االبشرى لكم ولتطمئن6) Cinta dan kasih saying, surat al­Hadid/ 57:27 (وجعلنا ىف قلوب الذين أتبعوه رأفة ورمحة) 7) Kebaikan, surat al­Anfal/ 8:70 (ان يعلم اهللا ىف قلوبكم خريا) 8) Imam, surat al­Hujurat/ 49: 7,14 (ولكن اهللا خبب اليكم االميان وزينه ىف قلوبكم) 9) Kedengkian, surat al­Hasyr/ 59:10 (وال جتعل ىف قلوبنا غال) 10) Kufur, surat al­Baqarah/ 2:93 (م العجل بكفرهموأشربوا ىف قلو) 11) Kesesatan, surat al­Imran/ 3:7 (م زيغفاما الذين ىف قلو) 12) Penyesalan, surat al­Imran/ 3:156 (مذلك حسرة ىف قلو) 13) Panas hati, surat al­Taubah/ 9:15 (مويذهب غيظ قلو) 14) Keraguan, surat al­Taubah/ 9:45 (موارتابت قلو) 15) Kemunafik, surat al­Taubah/ 9:77 (مفأعقبهم نفاقا ىف قلو), dan 16)Kesombongan, dalam surat al­Fath/ 48:26 ( م احلمية محية اجلاهلية اذ جعل الذين كفروا ىف قلو )

Sesuai dengan karakternya yang bolak­balik, maka kadar kandungan hati dapat berubah­ubah, seringkali didominasi oleh satu atau dua hal, dan di lain waktu didominasi oleh satu atau dua hal yang lain dan suatu saat bisa dipenuhi

Page 101: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

56

oleh berbagai hal yang tidak dominant atua bahkan kosong. Hati manusia dapat berpindah dari satu titik ekstrem ke titik ekstrem lainnya.

c. Sifat dan Keadaan Qalb Qalb mempunyai karakter tidak konsisten, oleh karena itu ia bisa terkena

konflik batin. Interaksi yang terjadi antara pemenuhan fungsi memahami realita dan nilai­nilai (positif) dengan tarikan potensi negative yang berasal dari kandungan hatinya, melahirkan satu keadaan psikologis yang menggambarkan kualitas, tipe dan kondisi dari qalb itu. Proses pencapaian kondisi qalb itu melalui tahap­tahapan perjuangan rohaniah, dan dalam prose situ, menurut al­Qur'an, manusia mempunyai sifat tergesa­gesa, seperti yang dipaparkan dalam surat al­ Anbiya/ 21:37 dan Q.s. al­Isra/ 17:11 (خلق االنسان من عجل) dan berkeluh kesah, seperti terdapat dalam surat al­Ma'arij/ 70:19­20 (ان االنسان خلق هلوعا واذا مسه الشر جزوعا)

Proses interaksi psikologis itu mengantar hati pada kondisi dan kualitas hati yang berbeda­beda, yaitu: 1). Kers dan kasar hati, surat al­Imran/3:159 ) غليظ القلب (2). Hati yang bersih, surat al­Syuara/26:89) ) فلب سليم (3). Hati yang terkunci mati, surat al­Syura/ 42:24 ) فان يشاء اهللا يختم ( dan surat al­

Mu’min/40:35 ) كذلك يطبع اهللا على كل قلب متكبر جبار (4) Hati yang bertaubat, surat Qaf/50:33 ) قلب منيب (5) Hati yang berdosa, surat al­Baqarah/ 2:283 ) آثم قلبه (6) Hati yang terdinding, surat al­Anfal/ 8:283 ) واعملوا ان اهللا يحول بين المرء وقلبه (7) Hati yang tetap tenang, surat al­Nahl ) االمن اكره وقلبه مطمئن بااليمان (8) hati yang lalai, surat al­Anbiya ) الهية قلوبهم (9) Hati yang menerima petunjuk Tuhan, surat al­Taghabun/64:11 ومن يؤمن باهللا (

) يهدقلبه10). Hati yang teguh, surat al­Qashahsh/28:10 ) لوال ان ربطن على قلبها ( dan surat

Hud/ 11:120 ) ما نتبت به فؤادك (11). Hati yang takwa, surat al­Hajj/22:32 ) ى القلوب فاتها من تقو (12) Hati yang buta, surat al­Hajj/ 22:46 ) ولكن تعمى القلوب التى فى الصدور (13). Hati yang terguncang, surat al­Nur/24:37 ) يخافون يوم تتقلب فيه الصدور (14) Hati yang sesak, surat al­Mu’min/ 40:18 ) اذ القلوب لدى الحناجر كاظمين (15) Hati yang tersumbat, surat al­Baqarah/ 40:18 ) قلوبنا غلف (16). Hati yang sangat takut, surat al­Naziat/ 79:8 ) قلوب يومئذ واجفة (17) Hati yang condong kepada kebaikan, surat al­Tahrim/ 66:4 ان تتوبا الى اهللا فقد (

) صغت قلوبكم18)Hati yang keras membantu, surat al­Baqarah/2: 74 ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهو (

) كالحجارة19). Hati yang lebih suci, surat al­Ahzab/33:53 ) ذلكم اطهر لقوبكم وقلوبهنى (20). Hati yang hancur, surat at­Taubah/9:110 ) اال ان تقطع قلوبهم (21). Hati yang ingkar, surat al­Nahl/ 16:22 ) قلوبهم منكرة (22). Hati yang takut, surat al­Mu’minun/23:60 ) وقلوبهم وجلة (23) Hati yang kosong, surat Ibrahim/14:43, ) وأفئدتهم هواء ( Surat al­Qashashsh/

28:10 ) وأصجفؤاد أم موس فارغا (24). Hati yang terbakar, surat al­Humazah/ 104: 6­7 ) فئدة نار اهللا الموقدة التى تطلع على األ (

Page 102: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

57

Dari keterangan di atas, yang berkaitan dengan fungsi, potensi, kandungan dan kualitas hati yang disebut dalam al­Qur’an, dapat disimpulkan bahwa qalb memiliki kedudukan yang sangat menentukan dalam system nafsani manusia. Qalb lah yang memutuskan dan menolak sesuatu, dan qalb juga yang memikul tanggung jawab atas apa yang diputuskan. Dalam perspektif inilah tampaknya Nabi menyatakan bahwa qalb lah penentu kualitas manusia, seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari Muslim. Dalam hadits yang menyebutkan tentang kejelasan sesuatu yang halal dan haram serta kesamaran sesuatu yang syubhat itu digambarkan bahwa qalb memiliki kedudukan yang sangat menentukan kualitas keputusan seorang manusia.

ان احلالل بني وان احلرام بني وبينهما أمور متشاات ال يعلمن كثري من الناس فمن اتقى الشبهات فقد اسربأ لدينه وعرضه ومن وقع ىف الشبهات وقع ىف احلرام كا الراعى يرعى حول احلمى يوشك ان يرتع فيه اال وان

سد مضغة اذا صلحت صلح اجلسد كله واذ فسدت لكل ملك محى اال وان محى اهللا حمارمه اال وان ىف اجل رواه البخارى ومسلم - اجلسد كله اال وهي القلب

Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas, tetapi diantara yang halal dan haram itu banyak perkara syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Maka barang siapa menjaga diri dari yang syubhat berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus ke dalam syubhat berarti ia telah terjerumus ke dalam yang haram, seperti seorang pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekeliling tanah larangan, dikhawatirkan akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai daerah larangan, dan ketahuilah bahwa dalam setiap tubuh manusia ada sepotong organ yang jika ia sehat maka seluruh tubuhnya juga sehat, tetapi jika ia rusak, maka seluruh tubuhnya terganggu, ketahuilah bahwa organ itu adalah qalb (HR Bukhari Muslim)

Jika berfungsi tidaknya akal pada manusia diungkapkan al­Qur’an dengan kalimat Tanya تعقلون أفال atau yang sebangsanya, maka besarnya peranan qalb dalam pengambilan keputusan diungkapkan oleh hadits riwayat Ahmad dan al­ Darimi dengan kalimat perintah, yang artinya mintalah fatwa kepada 65 استفت قلبكqalb­mu. Qalb di sini adalah tempat bertanya bagi seseorang jika ia harus memutuskan sesuatu yang sangat penting.

Rasyid Ridla dalam Ta’liq Kitab Hadits Arba’in menyebutkan bahwa qalb itu ada dua macam, yaitu sepotong organ tubuh yang menjadi pusat peredaran darah, dan qalb merupakan subsistem nafs ) قلب البدن ( yang menjadi pusta perasaan. Bagian pertama memiliki pengaruh yang besar terhadap kesehatan badan dan bagian kedua memiliki pengaruh terhadap kesehatan jiwa. 66

2. Akal (al­Aql) dan Kapasitanya Kata akal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab (al­‘aql)العقل

yang mengandung arti mengikat atau menahan, tapi secara umum akal dipahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan القوة المهيئة لقبول

قال استقت قلبك البر ما اطأتت اليه النفس واطمأن اليه القلب واالثم ما جاك فى النفس ونرد في الصدور وان أفتاك 65 النس وافتوك

66 Rasyid Ridla, Syarh al­Arba’in Hadits al­Nabawiyah (Kairo: Markaz al­Salaf li al­Kitab, tth), h. 30

Page 103: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

58

العلم . 67 Dalam psikologi modern akal dipahami sebagai kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity). 68

Berbeda dengan kalimat al­qalb, dalam al­Qur’an kalimat al­‘aql tidak pernah disebut dalam bentuk kata benda, tetapi selalu dalam bentuk kata kerja, baik kata kerja fi’l madly maupun fi’l mudhari. Dalam al­Qur’an, kalimat ‘aql disebut dalam 49 ayat, satu kali dalam bentuk kalimat عقلوه 69 24 kali dalam bentuk kalimat 70 تعقلون satu kali 71 نعقل satu kali 72 يعقلها dan 22 kali dalam benttuk kalimat يعقلون 73 . Sebagai contoh, penyebutan al­‘aql dalam al­Qur’an adalah seperti yang ada pada surat al­Baqarah/ 2:75:

$# ¢Ο èO … çµ tΡθ èùÌh ptä† .ÏΒ Ï‰÷èt/ $tΒ çνθ è=s)tã öΝ èδ uρ χθ ßϑ n=ôètƒ ∩∠∈∪ lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui

óΟ n=sùr& (#ρçÅ¡ o„ ’Îû ÇÚö‘F $# tβθ ä3 tG sù öΝ çλm; Ò>θ è=è% tβθ è=É)÷ètƒ !$pκÍ5 ÷ρr& ×β#sŒ#u tβθ ãèyϑ ó¡ o„ $pκÍ5 (

$pκΞ Î*sù ω ‘yϑ ÷ès? ã≈ |Á ö/ F$# Å3≈ s9uρ ‘yϑ ÷ès? Ü>θ è=à)ø9$# ÉL©9$# ’Îû Í‘ρ߉Á9$# ∩⊆∉∪ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Q.s al­Hajj/ 22:46)

Ï9≡x‹x. ßÎi t7ムª!$# öΝ à6 s9 ϵ ÏG≈ tƒ#u öΝ ä3 ª=yès9 tβθ è=É)÷ès? ∩⊄⊆⊄∪ Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat­ayat­Nya (hukum­ hukum­Nya) supaya kamu memahaminya. (Q.s al­Baqarah/2:245)

Menurut Lisan al­Arab, al­‘aql juga berarti الحجر yang artinya menahan, sehingga yang dimaksud dengan orang berakal, العاقل adalah ذى حجر , orang

67 Al­Raghib al­Isfahani, op.cit, h. 354 68 Psikologi Modern bukan hanya membahas tentang fungsi psikolgis akal, tetapi juga

anatomi otak sebagai alat berpikir. Disebutkan bahwa brain dibagi menjadi tiga bagian: otak depan (forebrain), otak tengah (midbrain) dan otak belakang (hindbrain), disamping pembagian kiri dan kanan (left brain and Right Brain). Bagaimana aktivitas mental diurai mekanisme kerjanya dalam otak itu. Lihat Malinda Jo Levin, Psychology, A Biographical Approach (New York: Mc Graw­ Hill Book Company, 1978) h. 101­112

69 75 البقرة ­ ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون70 Misalnya dalam Q.s. al­Baqarah/ 2:44, 73, 76, 242 dan Q.s Al­Imran/ 3:65, 118 71 10 وقالوا لو كنا نسمع او نعقل ما كان في أصحاب السعير الملك72 43 وما يعقلها اال العالمون العنكبوت73 Antara lain Q.s. al­Baqarah/ 2:164, 170, 171, Q.s al­Maidah/ 5:58, 103, Q.s al­Anfal/

8:22, Q.s. Yunus/ 10:42, 100

Page 104: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

59

yang menahan diri dan mengekang hawa nafsu. 74 Al­Qur’an juga menyebut orang berakal dengan beberapa istilah, seperti اولى النهى (uli al­nuba) yang berarti orang yang memiliki pencegah العقل الناهية atau akal yang mencegah dari keburukan. 75 orang yang berilmu, 76 ,(ulu al­ilm)اولو العلم اولو األلباب (ulu al­albab) orang yang mempunyai saripati akal, 77 األبصار اولى (ulu al­abshar) orang yang mempunyai pandangan tajam, 78 dan ذى حجر (dzi’hijr), orang yang mempunyai daya tahan. 79

Dari ayat yang menyebut al­‘aql, kata ‘aql mengandung pengertian mengerti, memahami dan berpikir. Tetapi pengertian berpikir juga diungkap al­ Qur’an dengan kata yang lain, seperti mazhara ( نظر ) yang artinya melihat secara abstrak seperti tercantum pada surat­surat (Q.s. Qaf/ 50:6­7, Q.s al­Thariq/ 86:5­7, Q.s al­Ghasyiyah/ 88:17­20), tadabbaru ( تدبر ) yang artinya merenungkan seperti terdapat dalam surat (Q.s. Shad/ 38:29, Q.s Muhammad/ 47:24), tafakkara ( تفكر ) yang artinya berpikir seperti yang ada dalam surat (Q.s al­Nahl/ 16:68­69), Q.s al—Jatsiyah/ 45:12­13), faqihatafaqqaha, ( تفقه ­ فقه ) yang artinya mengerti, Q.s. al­Isra/ 17:44, Q.s al­Nahl/ 16:97­98, Q.s al­Taubah/ 9:12, tadzakkara تذكر) ) yang artinya, mengingat, memperoleh pengertian, mendapatkan pelajaran, memperhatikan dan memelajari, terdapat pada surat (Q.s. al­Nahl/ 16:17, Q. al Zumar/39:9, Q.s al­Dzariyat/ 51:47­49), dan kalimat fahima ( فهم ) yang artinya memahami, terdapat pada surat (Q.s. al­Anbiya/ 21:78­79).

Meskipun banyak istilah dalam al­Qur’an yang berhubungan dengan aktivitas akal, tetapi kata ‘aqala mengandung arti yang pasti, yaitu mengerti, memahami dan berpikir. Hanya saja al­Qur’an tidak menjelaskan bagaimana proses berpikir seperti yang dibahas dalam psikologi, 80 tidak juga membedakan dimana letak daya berpikir dan dimana letak alat berpikir seperti yang dibicarakan oleh filsafat, 81 tidak juga menyebut pusat kegiatan berpikir itu di dada atau di

74 Ibn Manzhur, op.cit jilid IV, h. 3046 75 54 ان في ذلك اليات االولى النهر طه76 18 شهد اهللا انه ال اله اال هو والمئكة واولوا العلم فائما بالقسط ال عمران77 lihat misalnya Q.s al­Baqarah/ 2:269, Q.s Al­Imran/ 3:7, Q.s al­Rad/13:19, Q.s Ibrahim/

14:52, Q.s Shad/ 38:29 dan Q.s al­Zumr/39:9 78 13 ان في ذلك لعبرة ألوليى االصار ال عمران هل في ذلك قسم لذي حجر الفجره 7980 Psikologi antara lain membahas system komunikasi intrapersonal, yakni proses

bagaimana manusia menangkap stimulasi hingga mengambil keputusan, satu proses yang melibatkan sensasi, persepsi, memori dan berpikir.

81 Filsfat merupakan pemikiran secara sistematis. Kegiatan kefilsfatan ialah merenung, tetapi bukan melamun, bukan juga berpikir secara untung­untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu system pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahmi duni tempat manusia hidup, maupun untuk memahami diri manusia itu sendiri. Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun bagan konsepsionil. Filsafat merupakan pemikiran tentang hal­hal serta proses­proses dalam hubungan yang umum, baik tentang pemikiran maupun si pemikir itu sendiri. Filsfat merupakan hasil menjadi­sadarnya manusia mengenai diri sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang dipikirkannya. Penalaran merupakan proses penemuan kebenaran di mana tiap­tiap jenis penalaran merupakan masing­masing. Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran mempunyai cirri­ciri tertentu, yaitu pertama, pola berpikir yang disebut logika atau proses berpikir logis, dan kedua, sifat analitik dari proses berpikirnya. Lihat Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988), h. 39­59, dan Louis O. Kattsoff, elements of Philosophy, terjemahan Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 3­27

Page 105: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

60

kepala, tapi menyebut bahwa qalb yang di dada juga berpikir ( يفقه ) seperti akal. Hal itu disebutkan antara lain dalam surat al­A’raf/7:179 لهم قلوب ال يفقهون بها ولهم اذان ال يسمعون بها ولهم أعين ال يبصرون بها dan diisyaratkan dalam surat al­Taubah/ 9:93 dan surat Muhamamd/47:24. Jadi menurut al­Qur’an, aktivitas berpikir atau merasa, bukan hanya menggunakan akal atua hati saja, tetapi kesemuanya, akal, nafs, qalb dan bashirah, yang bekerja dalam system nafs. Hanya saja al­Qur’an tidak membicarakan teknis kerja system nafs secara rinci.

Sementara itu psikologi membahas teknis kerja system jiwa dengan kejian yang sudah sangat rinci. Tentang otak misalnya, psikologi membahas anatomi otak sebagai alat berpikir dengan sangat rinci, lengkap dengan pembagian kerjanya. Otak kiri misalnya bekerja untuk hal­hal yang bersifat logis, seperti berbicara, bahasa, hitungan matematik, menulis dan ilmu pengetahuan, sementara otak kanan bekerja untuk hal­hal yang bersifat emosi, seperti seni, apresiasi, intuisi dan fantasi. 82 a. Perkembangan dan Kapasitas Akal

Manusia adalah makhluk yang mengalami pertumbuhan sangat lambat disbanding hewan yang lain. jika kuda yang baru lahir bisa langsung berdiri dan berjalan, maka manusia membutuhkan waktu yang panjang untuk memfungsikan alat­alat tubuhnya secara optimal, apalagi fungsi­fungsi jiwanya. Meskipun lambat tetapi pertumbuhan dan kapasitas jiwa dan akal manusia pada akhirnya dapat mencapai satu tingkatan yang sangat tinggi disbanding hewan yang berhenti pada sempurnanya pertumbuhan fisik. Tentang pertumbuhan dan kapasitas akal, al­Qur’an menjelaskan sebagai berikut: 1. Bahwa akal didisain sebagai sesuatu yang ada di dalam system sempurna.

Surat al­Sajdah/ 32:7­9 menyebutkan bagaimana Allah menciptakan manusia dengan sebaik­baiknya, serta bagaimana proses penyempurnaan penciptaan manusia hingga sempurnanya fungsi­fungsi jiwa ) وجعل لكم السمع واألبصار واألفئدة (

2. Ketika manusia lahir, akal belum berfungsi, sehingga ketika itu manusia belum memiliki pengetahuan apapun bagaikan kertas kosong yang belum ditulis, seperti yang diisyaratkan surat al­Nahl/16:78 واهللا أخرجكم من بطون أمها تكم ( ) ال تعلمون شيئا

3. Pertumbuhan akal itu terjadi melalui proses belajar, seperti yang diisyaratkan surat al­Alaq/ 96:4­5 ) لم علم االنسان ما لم يعلم الذى علم بالق (

4. Dengan akal, manusia dimungkinkan untuk menemukan dan mengikuti kebenaran, sebaliknya kekeliruan cara berpikir dapat menempatkan manusia sejajar dengan mahkhluk yang tidak berakal. Hal ini diisyaratkan surat al­ Furqan/ 25:44 كثرهم يسمعون او يعلون ان هم اال كا النعام بل هم أضل سبيال ان أ (

5. Kemampuan akal bisa ditingkatkan melalui pengalaman kegiatan intelektual, seperti meneliti fenomena alam berupa penggantian siang dan malam, proses turunnya hujan dan bagaimana air menghidupkan tanaman serta fungsi perkisaran angina, seperti yang diisyaratkan dalam surat al­Jatsiyah/45:5 واختالف اليل والنهار وما انزل اهللا من السماء من رزق فأحيا به األرض بعد موتها وتصريف الرياح ايات لقوم يعقلون

82 Malinda Jo Levin, Op.cit, h. 109

Page 106: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

61

6. Pengalaman berstruktur dapat meningkatkan kecerdasan akal, seperti berusaha memilah­milah dan menangkap pesan al­Qur’an. Hal ini diisyaratkan surat al­ Zukhruf/ 43:1­3 dan surat Fuhshilat/ 41:3­4 حم والكتاب المبين اتا جعلناه قرانا عربيا ( ) لعكم تعقلون

7. Bahwa kapasitas akal tiap orang berbeda­beda. Al­Qur’an banyak mengisyaratkan adanya orang­orang yang tidak mampu secara optimal menggunakan akalnya, seperti yang diisyaratkan surat al­Ankabut/ 29:63 بل dan surat Yunus/ 10:42 اكثرهم ال يعقلون ) ولوكانوا ال يعقلون (

8. Penggunaan panca inder secara optimal dapat membantu meningkatkan kecerdasan akal, seperti yang diisyaratkan surat al­Anfal/8:22 ان شر الدواب عند ( ) اهللا الصم البكم الذين ال يعقلون

b. Tanda­tanda Kecerdasan Akal Dalam filsafat, kebenaran bisa dibuktikan dengan argument logika, maka

kecerdasan akal dalam perspektif ini dapat dilihat dari kemampuannya berpikir logis. Di dunia pendidikan juga dikenal adanya tes IQ, yang mempunyai tujuan agar dapat mengetahui tingkat kecerdasan murid, demikian juga di lingkungan pendidikan tinggi dikenal adanya Test Potensi Akademik. Al­Qur’an tidak berbicara tentang logika, tetapi sebagai wahyu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Mengetahui dan ditujukan untuk manusia yang berakal, maka kebenaran logis juga terkandung di dalamnya. Dalam hal kecerdasan akal, al­Qur’an mengisyaratkan adanya tolak ukur kecerdasan, seperti yang terdapat dalam ayat al­Qur’an, dengan criteria­kriteria sebagai berikut: 1) Mampu Memahami Hukum Kausalitas

uθ èδ uρ “Ï% ©!$# Ç‘øtä† àM‹ Ïϑ ムuρ ã& s!uρ ß#≈ n=ÏG ÷z $# È≅ø‹ ©9$# Í‘$yγΖ9$#uρ 4 ξ sùr& χθ è=É)÷ès? ∩∇⊃∪ Dan dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya. (Q.s. al­Mu’minun/23:80)

Dari ayat di atas, diisyaratkan bahwa dibalik kehidupan dan kematian ada faktor­faktor yang menyebabkannya. Demikian juga di balik fenomena pergantian malam dengan siang ada system­sisttem yang mengendalikannya. Orang yang tidak mampu memahami fenomena­fenomena yang dapat disebut sebagai hokum sebab akibat tersebut adalah termasuk orang yang kurang cerdas. 2) Mampu Memahami Adanya Sistem Jagad Raya

Dialog panjang antara Nabi Musa dengan Firaun yang dikisahkan dalam surat al­Syu’ara/ 26:18­668, menggambarkan ketidakmampuan akal firaun memahami fenomena jagad raya dimana di balik itu pasti ada Sang Pengatur Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dalam hal ini Firaun dipandang tidak cerdas karena ufuknya sempit sehingga ia merasa dirinya sebagai Tuhan. Firaun tidak mampu memahami pernyataan Musa yang mengatakan bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah yang menguasai seluruh alam semesta.( قال رب المشرق والمغرب وما (بينها ان كنتم تعقلون3) Mampu Berpikir Distinkif

Page 107: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

62

Kemampuan berpikir distinkif, yakni mampu memilah­milah permasalahan dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui, seperti yang diisyaratkan surat al­Rad/ 13:4

’Îû uρ ÇÚö‘F $# ÓìsÜÏ% ÔN≡u‘Èθ≈ yftG •Β ×M≈ ¨Ζy_uρ ôÏiΒ 5=≈ uΖôã r& ×íö‘y— uρ ×≅ŠÏƒwΥ uρ ×β#uθ ÷ΖϹ çöxî uρ

5β#uθ ÷ΖϹ 4’s+ ó¡ ç„ &!$yϑ Î/ 7‰Ïn≡uρ ã≅ÅeÒ xÿçΡuρ $pκ|Õ ÷èt/ 4† n? tã <Ù ÷èt/ ’Îû È≅à2W $# 4 ¨β Î) ’Îû Ï9≡sŒ

;M≈ tƒ Uψ 5Θ öθs)Ïj9 χθ è=É)÷ètƒ ∩⊆∪ Dan di bumi Ini terdapat bagian­bagian yang berdampingan, dan kebun­kebun anggur, tanaman­ tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. kami melebihkan sebahagian tanam­tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda­tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.s. 13:4)

4) Mampu Menyusun Argumen yang Logis Hal ini siisyaratkan surat al­Imran/ 3:65­68 yang berisi teguran kepada

kaum ahl al­kitab yang saling berbantah tanpa argument yang logis. Ayat 65 dalam surat al­Imran misalnya berbunyi.

≅÷δ r' ¯≈ tƒ É=≈ tG Å6 ø9$# zΝ Ï9 χθ • !$ysè? þ’Îû tΛÏδ≡t ö/ Î) !$tΒuρ ÏMs9Ì“Ρé& èπ1 u‘öθ −G9$# ã≅‹ ÉfΡM$#uρ ωÎ) .ÏΒ

ÿÍν ω÷è t/ 4 ξsùr& χθ è=É)÷ès? ∩∉∈∪ Hai ahli kitab, Mengapa kamu bantah membantah[198] tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir. (Q.s. Al­Imran/ 3:65)

5). Mampu Berpikir Kritis Berpikir kritis terhadap pendapat dan gagasan yang disampaikan orang

lain yang tidak mempunyai pijakan kebenaran dipaparkan surat al­Maidah/ 5:103 misalnya menyebut tradisi jahiliah yang menetapkan aturan berupa perlakuan tertentu yang harus dilakukan terhadap binatang ternak unta dan domba tersebut. Mematuhi tradisi yang tidak mempunyai pijakan kebenaran itu oleh al­Qur’an dipandang sebagai perbuatan bodoh.

$tΒ ≅yèy_ ª!$# .ÏΒ ;ο uÏtr2 ωuρ 7π t6Í←!$y™ ωuρ 7' s#‹ Ϲ uρ ωuρ 5Θ% tn £Å3≈ s9uρ t Ï% ©!$# (#ρã xÿx. tβρçtIøÿtƒ

’n? tã «!$# z> É‹s3 ø9$# ( öΝ èδ çsYø. r&uρ ω tβθ è=É)÷ètƒ ∩⊇⊃⊂∪ Allah sekali­kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. akan tetapi orang­orang kafir membuat­buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.(Q.s al­Maidah/ 5:103)

6). Mampu Mengatur Taktik dan Strategi

Page 108: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

63

Perlunya kemampuan untuk mengatur taktik dan strategi perjuangan sehingga tidak terjebak pada strategi lawan, adalah sangat dibutuhkan. Hal ini diisyaratkan dalam surat al­Imran/ 3:118­120. dalam ayat ini kaum mukminin diingatkan Tuhan agar tidak mempercayakan tugas­tugas strategis kepada orang­ orang yang mempunyai indikasi memusuhi Islam.

$pκš‰ r' ¯≈ tƒ t Ï%©!$# (#θ ãΨ tΒ#u ω (#ρä‹Ï‚−G s? ZπtΡ$sÜÎ/ ÏiΒ öΝ ä3 ÏΡρߊ ω öΝ ä3 tΡθ ä9ù' tƒ Zω$t6 yz

7) Mampu Mengambil Pelajaran dari Pengalaman Surat al­A’raf/ 5:164­169 menegur kaum Yahudi yang tidak bisa

mengambil pelajaran dari sejarah yang mereka lalui. Ayat ini diakhiri dengan pertanyaan apakah mereka tidak mengerti افال تعقلون

3. Roh Dalam bahasa Arab kalimat roh mempunyai banyak arti. Disamping kata

(ruh)روح ada kata ريح (rih) yang berarti angina dan روح (rawh) yang berarti rahmat. Roh dalam bahasa Arab juga digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, perintah dan rahmat. 83 Jika kata rohani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut lawan dari dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab, kalimat ( روحاني ­ روحانيون ) (ruhaniyun­ruhani) digunakan untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat dan jin. 84

Dalam al­Qur’an, roh, juga digunakan bukan hanya satu arti. Term­term yang digunakan al­Qur’an dalam menyebut roh, bermacam­macam. Pertama roh disebut sebagai sesuatu:

tΡθ è= t↔ó¡ o„uρ Çtã Çyρ”9$# ( È≅è% ßyρ”9$# ôÏΒ Ì øΒr& ’În1 u‘ !$tΒuρ Ο çF Ï?ρé& zÏiΒ ÉΟ ù=Ïèø9$# ωÎ) WξŠÎ=s% ∩∇∈∪ Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan­ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(Q.s. al­Isra/ 17:85)

Melihat latar belakang turunnya ayat di atas, yaitu pertanyaan orang tentang roh yang belum bisa dijawab secara memuaskan oleh manusia, ketika itu adalah roh manusia yang menjadikan seseorang masih tetap hidup به ( الروح اته ما ) حياة النفس , atau seperti yang dikatakan oleh al­Farra ) الروح هو الذى يعيش به االنسان (85 . Jawaban singkat al­Qur’an atas pertanyaan itu menunjukkan bahwa roh akan tetap menjadi rahasia yang hanya diketahui oleh Tuhan. Kebanyakan penyebutan roh dalam al­Qur’an seperti dalam surat al­Anbiya/ 21:91 ) فنفخنا فيها من روحنا ( , dan surat al­Sajdah/ 32:9 ( ) يه من روحه ونفخ ف ) juga Q.s. al­Tahrim/ 66:12, Q.s. al­Hijr/ 15:29, Q.s. Shad/ 38:72 adalah menunjuk pada roh yang dimaksud oleh teks di atas.

Selanjutnya al­Qur’an juga banyak menggunakan kalimat roh untuk menyebut hal lain, seperti:

83 Ibn Manzhur, op.cit, jilid II, h. 1763­1771 84 ibid, lihat pula E.W. Lane, op.cit, Volume, I ,.1182 85 ibid, h. 1768

Page 109: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

64

1. Malaikat Jibrih. Atau jenis malaikat lain, القدس والروح – روح المئكة الروح األمينSurat Q.s. al­Syuara/ 26:193, Q.s al­Baqarah 2: 87, Q.s. al­Nahl/ 16:102, Q.s. al­Ma’arij/ 70:4, Q.s. al­Naba/ 78:38, Q.s. al­Qadr/ 97:4

2. rahmat Allah kepada kaum mukminin ) وأيدهم بروح منه ( al Mujadalah/ 58:22 3. Kitab suci al­Qur’an ( al­Syura/42:52 ( وكذلك أوحينا اليك روحامن أمرنا

Penyebutan roh untuk al­Qur’an menurut para mufasir dinisbatkan kepada roh kebenaran. 86 Yakni bahwa al­Qur’an merupakan penyebab adanya kehidupan akhirat seperti yang disifatkan dalam surat al­Ankabut/ 29:664 bahwa akhirat itu adalah kehidupan yang sebenarnya لهى الحيوان ( ) وان الدار االخرة . Sedangkan roh dalam hubungannya dengan Nabi Isa, seperti yang tersebut dalam surat al­Nisa/ 4:171 مريم ( ابن عيس المسيح منه انما وروح مريم الى القاها وكلمته اهللا ) رسول sebagian mufasir menyebut bahwa kalimat وروح منه bukan dalam arti ditiupkan roh dari Allah tetapi Isa itu sendiri adalah wujud rahmat dan cinta­Nya. 87

Dalam perspektif system nafs, roh menjadi faktor penting bagi aktivitas nafs manusia ketika hidup dimuka bumi ini, sebab tanpa roh, manusia sebagai totalitas tidak lagi dapat berpikir dan merasa.

Tentang bagaimana hubungan roh dengan nafs, para ulama berbeda pendapat justru pada pangkal masalahnya, yaitu pada pengertian roh. Ibn Manzhur mengutip pendapat Abu Bakar al­Anbari yang menyatakan bahwa bagi orang Arab roh dan nafs itu merupakan dua nama untuk satu hal, yang satu dipandang mu’annats dan yang lainnya mudzakar الروح والنفس واحد غير أن الروح مذكر ث والنفس مؤن Para filosof muslim dan teolog juga banyak yang berusaha memuaskan 88 .عند العربhubungan nafs dengan roh, tapi menurut Majid Ali­Khan, mereka dipandang gagal dalam mendefinisikan konsep kehidupan karena kegagalannya mendefinisikan roh dan nafs. 89 Pendapat tentang kesamaan roh dan nafs itu didasarkan pada ayat Qur’an surat al­Zumar 42:

ª!$# ’®û uθ tG tƒ §àÿΡF $# t Ïm $yγÏ?öθ tΒ ÉL©9$#uρ óΟ s9 ôMßϑ s? ’Îû $yγÏΒ$oΨ tΒ ( Û Å¡ ôϑ çŠsù ÉL©9$# 4|Ó s%

$pκö n=tæ |Nöθ yϑ ø9$# ã≅Å™ö ムuρ #“t ÷z W $# #’n<Î) 9≅y_r& ‘‡Κ |¡ •Β 4 ¨β Î) ’Îû Ï9≡sŒ ;M≈ tƒ Uψ 5Θ öθ s)Ïj9

χρã ©3 xÿtG tƒ ∩⊆⊄∪ Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda­ tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.(Q.s. al­ZUmar/ 39:42)

86 Imam Fakhr al­Razi, op.cit juz XXVII, h. 190 87 ibid, juz XI, h. 115 dan Ismail Ibn Katsir al­Quraysyi al­Dimasyqi, op.cit, jilid I, h. 605 88 Ibn Manzhur, Op.cit, h. 1768 89 dr. Majid Ali Khan, Islam and Evolution Theory, terjemahan Indonesia oleh Cuk Susanto,

SH dengan judul Konsepsi Islam tentang Asal Usul dan Evolusi Manusia, (Yogyakarta: PLP2M, 1987), h. 81­99

Page 110: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

65

Ayat tersebut secara jelas mengisyaratkan bahwa nafs dalam konteks ayat di atas adalah roh yang berhubungan dengan hidup dan matinya manusia, bukan nafs yang berhubungan dengan kegiatan berpikir dan merasa. a. Proses Datangnya Roh

Secara fenomenal, hilangnya roh dari seseorang dapat dilihat, dan bahkan secara teknis dapat dilakukan suatu usaha untuk memisahkan roh dari jasadnya, misalnya dengan menutup saluran oksigen, melumpuhkan organ tubuh yang vital atau menghentikan suplaai makanan dan minuman. Akan tetapi proses masuknya roh kedalam jasad, ilmu pengetahuan belum banyak berbicara selain pengetahuan tentang kapan kehidupan jasad (janin) mulai terdeteksi.

Al­Qur’an secara tegas menyatakan bahwa roh ditiupkan kedalam jasad setelah jasad itu sempurna, seperti yang disebut dalam surat al­Sajdah/32:7­9

ü“Ï% ©!$# z|¡ ômr& ¨≅ä. >óx« … çµ s)n=yz ( r&y‰t/ uρ t, ù=yz Ç≈ |¡ΣM$# ÏΒ & ÏÛ ∩∠∪ ¢Ο èO ≅yèy_ … ã& s#ó¡ nΣ

ÏΒ 7' s#≈ n=ß™ ÏiΒ & !$Β & ÎγΒ ∩∇∪ ¢Ο èO çµ1 §θ y™ y‡ xÿtΡuρ ϵŠÏù ÏΒ Ïµ Ïmρ•‘ ( ≅yè y_uρ ãΝ ä3 s9 yìôϑ ¡¡9$#

t≈ |Á ö/ F$#uρ nο y‰Ï↔øùF $#uρ 4 Wξ‹Î=s% $Β χρã à6 ô± n@ ∩∪ Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik­baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)­Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (Q.s. al­ Sajdah/32: 7­9)

Ayat di atas menyebutkan proses kejadian manusia, dari konsep penciptaan yang sempurna, kemudian proses reproduksi manusia dari sperma dan tahapan­tahapannya hingga janin sebagai jasad manusia mencapai kelengkapan untuk hidup dengan ditupkannya roh, dan setelah manusia berada dalam alam kehidupan diluar rahim, proses penyempurnaan jasad itu diikuti oleh proses penyempurnaan kapasitas kejiwaan (pendengaran, penglihatan dan hati).

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa roh hanya mungkin bersemayam dalam jasad manusia jika jasad itu telah mencapai kesempurnaan, dan selanjutnya roh akan meninggalkan jasad ketika organ­organ jasad itu tidak mampu menjalankan mekanisme kehidupan. Kenyataannya memperlihatkan bahwa tidak ada manusia yang dapat bertahan hidup tanpa oksigen, atau tanpa organ vital, seperti jantung, kepala dan sebagainya. Disinilah roh sebenarnya dapat diandaikan sebagai sinergi (synergy) 90 Dari unsure­unsur yang ada dalam system tubuh. Jika janin dalam kandungan berada dalam kondisi sempurna, maka roh akan dating menempatinya. Proses peniupan roh oleh Tuhan bisa dipahami sebagai pekerjaan khusus, tetapi bisa juga dipahami sebagai system penciptaan yang merupakan sunnatullah, sehingga bisa dirumuskan jika x maka y, dan dalam lingkup inilah dunia kedokteran bekerja meningkatkan tingkat keselamatan

90 Dalam teori system, sinergi adalah kondisi dimana efek terpadu (cambined effect) dari dua macam elemen system akan berinteraksi dan menghasilkan nilai lebih disbanding gabungan dari dua element tersebut. Lihat Togar M. Simatupang, Teori Sistem (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h. 1­46

Page 111: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

66

kelahiran anak. Prinsip kehidupan ini juga bisa dibawa pada kehidupan hewan dan tumbuh­tumbuhan.

4. Bashirah (Hati Nurani) Bahasa mengenal istilah hati nurani atau kata hati atau hati kecil untuk

menyebut kejujuran seseorang atas diri sendiri. Kata nurani diduga berasal dari bahasa Arab yang artinya cahaya, dan نور نوراني (nurani) artinya sejenis cahaya atau yang bersifat cahaya, sehingga hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati atau lubuk hati yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati nurani dalam konteks tersebut disebut bashirah ) بصيرة ( yang berasal dari kata ابصر ­ بصر

Dalam bahasa Arab, بصر berarti jendela hati, نفاذ فى القلب ( jika disebut artinya pandangan dan lintasan hati. Sedangkan kata القلب بصر jika dikaitkan dengan nama Tuhan الحسنى األسماء maka artinya Allah mampu melihat sesuatu secara total, yang tampak maupun yang tidak tampa memerlukan alat. 91 Jika dihubungkan dengan manusia, maka mempunyai empat arti, yaitu (a) ketajaman hati, المدركة ( القلب ) قوة (b) kecerdasan (c) kemantapan dalam agama, dan (d) keyakinan hati dalam hal agama dan realita. Meskipun بصر juga mengandung arti melihat, tetapi jarang sekali kalimat tersebut digunakan dalam literature Arab untuk indra penglihatan tanpa disertai pandangan hati. 92 Dengan demikian, maka hati nurani dapat dipahami sebagai pandangan mata hati sebagai lawan dari pandangan mata kepala.

Bashirah dalam arti hati nurani diisyaratkan dalam surat al­Qiyamah 14:15 È≅t/ ß≈ |¡ΡM$# 4’n? tã ϵ Å¡ øÿtΡ ×ο uÅÁ t/ ∩⊇⊆∪ öθ s9uρ 4’s+ ø9r& …çν tƒ ÏŒ$yètΒ ∩⊇∈∪

Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan­ alasannya. (Q.s. al­Qiyamah/7:14­15)

Sebagian mufasir, antara lain al­Farra, ibn Abbas, Muqatil dan Said ibn Jabir menafsirkan bashirah pada ayat ini sebagai mata batin( عين بصيرة ) 93 Seperti yang dikutip oleh al­Maraghi, dan Fakhr al Razi menafsirkannya dengan م العقل السلي, akal sehat. 94 Menurtu Ibn Qayyim al­Jawzi, bashirah adalah cahaya yang ditiupkan Allah ke dalam qalb ( oleh karena itu ia mampu ,( نور يقذفه اهللا فى القلبmemandang hakikat kebenaran seperti pandangan mata. 95

Jika dikaitkan dengan system nafs manusia, maka arti bashirah yang tepat adalah seperti yang dipaparkan al­Farra dan Fakhr al Razi, yaitu mata batin atau akal sehat. Akan yang sehat jika digunakan secara optimal memungkinkannya mencapai kebenaran, karena ia memiliki kekuatan yang sama dengan pandangan mata batin, dan بصيرة عين itu akan muncul secara optimal pada orang yang memiliki.العقل السليم

91 Ibn Manzhur, op.cit .jilid I, h. 291 92 Ibid, h. 290 93 Imam Fakhr al­Razi, op.cit Juz XXX, h. 222 dan Ahmad Mushthafa al­Maraghi, op.cit ,

jilid X, h. 150 94 Imam Fakhr al­Razi, ibid 95 Ibn Qayyim al­Jauzi, Madarij al­Salikin (Beirut: Dar al­Kutub al­Ilmiyah, 1988), jil I, h.

139

Page 112: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

67

Jika dibandingkan dengan qalb, maka hati nurani memiliki pandangan yang lebih tajam dan konsisten. Pada surat l­Qiyamah/ 75: 14­15 di atas disebutkan bahwa bashirah itu tetap bekerja melihat meskipun manusia masih mengemukakan alas an­alasannya. Ayat ini sebenarnya juga mengisyaratkan karakter qalb yang tidak konsisten, yang meskipun mengerti kebenaran tetapi masih berusaha mengelak dengan mengemukakan alasan­alasan ( معاذير ). Jadi hati nurani ( بصيرة ) tetap jujur dan konsiten meskipun hati ( manusia masih ( قلبberusaha untuk menutup­nutupi kesalahannya atau berdalih dengan berbagai alas an. Kekuatan konsistensi bashirah adalah sangat wajar, karena seperti dikatakan oleh Ibn al­Qayyim al­Jawzi bahwa bashirah itu adalah nur Allah yang ditiupkan ke dalam qalb.

Bashirah atau hati nurani bukan hanya diperlukan untuk intropeksi diri, tetapi juga untuk secara jujur memahami dan mengakui kebenaran agama. Dalam surat Yusuf/ 12: 108 disebutkan:

ö≅è% Íν É‹≈ yδ þ’Í?ŠÎ6 y™ (#þθ ãã ÷Šr& ’n<Î) «!$# 4 4’n? tã >ο uÅÁ t/ O$tΡr& ÇtΒuρ Í_yèt6 ¨?$# ( Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang­orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. (Q.s. Yusuf/ 12:108

Ibn katsir menafsirkan bashirah dalam ayat ini dengan mengatakan bahwa kebenaran agama Allah itu merupakan keyakinan yang bisa diuji dengan bashirah, baik degnan pendekatan syar’I maupun ‘aqli. 96

Dari keterangan al­Qur’an menyangkut nafs maka struktur bashirah dalam system nafs dapat digambarkan sebagai erikut: manusia memiliki dimensi rohani yang terdiri dari nafs, ‘aql, qalb, ruh dan bashirah. Nafs diibarkan sebagai ruangan yang sangat luas dalam alam rohani manusia. Dari dalam nafs itulah manusia digerakkan untuk menangkap fenomena yang dijumpai, menganalisisnya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan melalui jaringan qalb, ‘aql, dan bashirah, tetapi semua itu baru berfungsi ketika roh berada Dallam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna.

Qalb merupakan bagian dalam nafs yang bekerja memahami, mengolah, menampung realitas sekelilingnya dan memutuskan sesuatu. Sesuai dengan potensinya maka qalb merupakan kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia temperamental, fluktuatif, emosional dan pasang surut. Untuk memecahkan masalah­masalah yang dihadapi, qalb bekerja dengan jaringan akal, tetapi kondisi qalb dan akal seringkali tidak optimal sehingga masih dimungkinkan terkontaminasi oleh pengaruh syahwat, atau dorongan kepada hal­hal yang bersifat negatif, dan dalam keadaan demikian, ‘aql dan qalb dapat melakukan belah mental,yakni memandang sesuatu yang salah, dengan alasan­alasan ( معاذير ) yang dibuatnya, seakan­akan yang salah itu wajar. Bashirah bekerja mengoreksi penyimpangan yang dilakukan oleh qalb dan ‘aql.Dapat juga disebutkan bahwa kondisi qalb dan ‘aql tingkat kesehatannya optimum itulah yang disebut hati nurani atau bashirah.

96 Ismail Ibn Katsir al­Qurasyi al­DImasqi, op.cit,jilid II h. 513­514

Page 113: Konsep Nafs (Jiwa Menurut Al-qur'an)

68