Penggerak Tingkah Laku Dalam Sistem Nafs

71
PENGGERAK TINGKAH LAKU DALAM SISTEM NAFS Jamridafrizal,S.Ag.S.S..M.Hum A. Makna Penggerak Tingkah laku Setiap manusia yang normal, setiap kali melakukan perbuatan memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tidak ada orang yang melakukan suatu pekerjaan jika tidak ada tujuan yang ingin dicapai dengan perbuatan itu. Pekerjaan sama yang dikerjakan oleh banyak orang belum tentu memiliki tujuan sama. Orang bisa berbeda-beda dalam sebagian tujuan yang ingin dicapai, tetapi mereka mungkin sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan-tujuan itu seringkali hanya sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan-tujuan itu seringkali hanya bersifat permuasan kebutuhan biologis, dan seringkali pemuasan kebutuhan psikologis, atau bisa juga untuk pencapaian nilai- nilai tertentu sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Tingkah laku manusia tidak mudah dipahami tanpa mengetahui apa yang mendorongnya melakukan perbuatan tersebut. Manusia bukan boneka yang digerakkan dari luar dirinya, tetapi di dalam dirinya ada kekuatan yang menggerakkan sehingga seseorang mengerjakan suatu perbuatan tertentu. Faktor-faktor yang menggerakkan tingkah laku manusia itulah yang dalam ilmu jiwa disebut sebagai motif. Motif (motive) yang berasal dari kata motion, memiliki arti gerakan atua sesuatu yang bergerak. Menurut istilah psikologi mengandung pengertian penyebab yang diduga untuk suatu tindakan; suatu aktivitas yang sedang

Transcript of Penggerak Tingkah Laku Dalam Sistem Nafs

PENGGERAK TINGKAH LAKU DALAM SISTEM NAFSJamridafrizal,S.Ag.S.S..M.Hum

A. Makna Penggerak Tingkah laku Setiap manusia yang normal, setiap kali melakukan perbuatan memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tidak ada orang yang melakukan suatu pekerjaan jika tidak ada tujuan yang ingin dicapai dengan perbuatan itu. Pekerjaan sama yang dikerjakan oleh banyak orang belum tentu memiliki tujuan sama. Orang bisa berbeda-beda dalam sebagian tujuan yang ingin dicapai, tetapi mereka mungkin sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan-tujuan itu seringkali hanya sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan-tujuan itu seringkali hanya bersifat permuasan kebutuhan biologis, dan seringkali pemuasan kebutuhan psikologis, atau bisa juga untuk pencapaian nilainilai tertentu sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Tingkah laku manusia tidak mudah dipahami tanpa mengetahui apa yang mendorongnya melakukan perbuatan tersebut. Manusia bukan boneka yang digerakkan dari luar dirinya, tetapi di dalam dirinya ada kekuatan yang menggerakkan sehingga seseorang mengerjakan suatu perbuatan tertentu. Faktor-faktor yang menggerakkan tingkah laku manusia itulah yang dalam ilmu jiwa disebut sebagai motif. Motif (motive) yang berasal dari kata motion, memiliki arti gerakan atua sesuatu yang bergerak. Menurut istilah psikologi mengandung pengertian penyebab yang diduga untuk suatu tindakan; suatu aktivitas yang sedang berkembang, dan suatu kebutuhan.1 Dalam bahasa Arab, faktor-faktor penggerak tingkah laku itu disebut yang artinya dorongan-dorongan yang bersifat psikologis.2 Buku-buku psikologi penuh dengan pembicaraan tentang pembagian motif. Sebagian pakar psikologi berbicara tentang motif utama yang tersembunyi di balik ativitas seseorang,Philip R. Harriman, Handbook of Psychological Term, terjemahan bahasa Indonesia oleh M.W. Husodo, dengan judul Panduan Untuk Memahami Istilah Psikologi, (Jakarta:Restu Agung, 1995), h. 147 2 Ramadlan Muhammad al-Qadzdzaf, Ilm al-Nafs al-Islami (Tripoli: Mansyurat al-Shahifah al-Dawah al-Islamiyah, 1990), cet. Ke-1 h. 391

sebagaian berbicara tentang motif untuk aktualisasi diri, sebagian lagi berbicara tentang motif pemeliharaan diri dan yang lain menyebut motif penghargaan diri. Ada juga pakar psikologi yang membagi motif menjadi dua kelompok, yaitu motif primer dan motif sekunder.3 Yang dimaksud dengan motif primer adalah motif yang berkaitan dengan struktur organic tubuh manusia, seperti motif kepada udara, kepada gerakan, kepada makanan minuman di mana terdapat sejumlah motif yang mendorong seseorang untuk mencari jenis-jenis makanan. Para ahli juga menempatkan motif seksual dalam kelompok motif primer. Motif primer ini bersifat naluriah, tidak dipelajari atau diperoleh seseorang, tetapi diciptakan bersama dengan penciptaan awal (fitrah) manusia, sehingga motif primer juga disebut motif fitri.4 Sedangkan motif sekunder adalah motif yang sampai sekarang belum dipastikan hubungannya dengan struktur organik,tetapi ia dibatasi oleh jenis aktivitas seseorang. Berbeda dengan motif primer yang universal, motif-motif sekunder manusia berbeda-beda sesuai dengan budaya dimana mereka hidup dan jenis-jenis kegiatan apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Di Antara motif sekunder antara lain motif persaingan, motif kejayaan, motif kebebasan, motif kerjasama, motif untuk masuk ke dalam suatu golongan dan sebagainya. Dimsaping pembagian dikotomis primer sekunder, ada pakar psikologi yang membagi motif menjadi tiga kelompok, yaitu motif biologis, emosi dan nilai-nilai.5 1. Hubungan Penggerak Tingkah Laku dengan Tujuan Motif dapat disimpulkan sebagai kedaan psikologis yang merangsang dan memberi arah terhadap aktivitas manusia. Motif inilah kekuatan yang menggerakkan dan mendorongMalnda Jo Levin, Psychology A. Biographical Approach (New York: Mc. Graw Hillbook Company, 1985), h. 159-197. lihat pula Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 5669 4 Hasan Langgulung , Teori-teori Kesehatan Mental, Perbandingan Psikologi Modern dan Pendekatan Pakar-pakar Pendidikan Islam (Selangor: Pustaka Huda, 1983), cet. Ke-1, h. 41-46 5 Ibid3

(faktor penggerak) aktivitas seseorang, yang membimbingnya ke arah tujuan-tujuannya. Tujuan dan aktivitas seseorang selalu berkaitan dengan motif-motif yang menggerakkannya. Sedangkan tujuan adalah apa yang terdapat pada alam sekitar yang mengelilingi seseorang, yang pencapaiannya membawa kepada pemuasan motif tertentu. Air adalah tujuan orang haus, makanan adalah tujuan orang lapar. Gengsi adalah tujuan dari orang yang membutuhkan harga diri. Jadi motif bekerja seringkali untuk pemuasan kebutuhan fisik seperti lapar, haus, lelah atau pemuasan seksual, oleh para ahli psikologi disebut motif primer, dan seringkali untuk memenuhi pemuasan kebutuhan sosial yang muncul dalam bentuk kecenderungan atau kesenangan tertentu, seperti cinta diri atau ingin memiliki supremasi dan dominasi atau untuk mempertahankan kedudukan sosialnya dan sebagainya, disebut motif sekunder. Dari sini jelaslah bahwa tujuan berkaitan erat dengan motif. Di samping istilah motif, dikenal pula istilah motivasi. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk kepada seluruh proses gerakan yang melahirkan tingkah laku, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari perbuatan yang dilakukan. Dalam Kamus Psikologi dijelaskan bahwa motivasi (motivation) adalah perangsang, baik intrinsik maupun ekstrinsik yang memprakarsai dan mendukung sikap aktivitas yang ada; suatu konsep yang kompleks dan dwi fungsi untuk menunjukkan (biasanya) tingkah laku yang didorong kearah tujuan.6 Pengetahuan tentang motif dari perbuatan manusia sangat penting untuk memahami tingkah laku mereka, karena satu perbuatan yang dilakukan oleh dua orang belum tentu satu makna. 2. Fungsi Penggerak Tingkah Laku Manusia ketika melakukan perbuatan, disadari atau tidak oleh yang bersangkutan, sebenarnya apa yang dilakukannya6

Philip L. Harriman. Loc.cit

itu digerakkan suatu sistem di dalam dirinya, yakni oleh sistem nafs. Di samping mampu memahami dan merasa, sistem nafs juga mendorong manusia untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkan. Jika penggerak tingkah laku atau motif kepada sesuatu itu telah mulai bekerja secara kuat pada seseorang, maka ia mendominasi orang itu dan mendorongnya melakukan suatu perbuatan. Ketika motif kepada sesuatu itu bekerja pada puncaknya, ketika itu orang tidak lagi bebas untuk mengarahkan atau mengendalikan tingkah lakunya, karena ia harus memenuhi tuntutan motif itu dalam memperoleh pemuasannya. Dalam keadaan seperti ini seseorang seperti didesak untuk secepatnya mencapai tujuannya tanpa memperdulikan risiko atau akibat samping dari perbuatannya. Dalam merespon dorongan dari dalam dirinya itu manusia ada yang sanggup mengendalikannya secara proporsional sehingga motifnya memperoleh pemuasan tetapi tingkah lakunya tetap dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi lain ada orang yang tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan itu sehingga hal itu dapat menghilangkan keseimbangan kepribadian, atau menimbulkan keguncangan dan juga membuat seseorang tidak mampu melihat masalah secara teliti. Isyarat-isyarat tentang adanya faktor penggerak tingkah laku dalam al-Quran akan dibahas dalam uraian selanjutnya. 3. Personivikasi Penggerak Tingkah Laku Dalam system nafs, motif itu bersifat fitri, dalam arti bahwa manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan dan potensi-potensi yang berlaku secara unvirsal, meski setiap orang memiliki keunikan pada dirinya. Di dalam system nafs juga terdapat naluri instink yang memiliki kecenderungankecenderungan tertentu, yang dalam bahasa Arab disebut .Secara lugawai, gharizah artinya sesuatu yang masuk. Orang Arab menggunakan kata ghazirah ini untuk menyebut tabiat, tabiat buruk maupun tabiat baik. Umar ibn Khattab misalnya pernah mengutip sabda Nabi yang mengatakan bahwa sifat pengecut dan sifat pemberani itu sebagai

ghazirah ( 7.) Dorongan-dorongan nafs itu ada yang disadari. Dorongan akan kebutuhan yang ada dalam instink tidak tampak dalam bentuk yang langusnd dapat dilihat oleh mata, karena ia merupakan integrasi dari faktorfaktor yang ada dalam system yang saling berkaitan, yang baru tampak jika ada stimulus tertentu. Jika manusia menjumpai stimulus tertentu maka motif mendorongnya untuk merespon dengan respon tertentu pula, dan kapasitas responitu sesuai dengan besar kecilnya tataran motif. Jika tujuan tercapai maka motif mengendor, tetapi jika agar maka motif tidak henti-hentinya bekerja mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang diperlukan. Pada orang tertentu semakin sulit tujuan dicapai mak asemakin besar pula motif mendorong untuk melakukannya. Kesungguhan seseorang dalam mencapai tujuan adakalanya justru meningkat ketika tantangannya besar. Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia dalam system nafs dipaparkan al-Quran dalam surat Yusuf/ 12: 53, surat al-Baqarah/ 2:30 dan surat al-Nisa/ 114:4-5

Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Q.s. Yusuf/12:53)

Surat Yusuf/ 12:53 diatas, secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu di dalam system nafs yang menggerakkan tingkah laku, dalam konteks ayat ini penggerak tingkah laku kejahatan ( .) Secara rinci, ayat tersebut di atas mengisyaratkan adanya tiga hal. 1). Bahwa di dalam system nafs manusia ada potensi yang menggerakkannya pada tingkah laku tertentu. Dalam ayatIbn Manzhur, Lisan al-Arab, (tt: Dairah al-Maarif, tth), jilid V, h. 3239-32407

ini tingkah laku yang dicontohkan adalah tingkah laku keburukan atau pada selera rendah, yakni bisikan-bisikan yang datangnnya dari dalam diri sendiri untuk melakukan perbuatan yang memberi kepuasan tetapi buruk nilainya. 2).Meskipun manusia memiliki kecenderungan kepada keburukan tetapi di sisinya dibuka pintu rahmat yang mengisyaratkan bahwa manusia jika mau, bisa mengendalikan kecenderungan-kecenderungannya, menekan dorongan-dorongannya dan bisa juga tidak memenuhi dorongan buruk itu. Meskipun manusia memiliki dorongan-dorongan negatif, tetapi ia tidak harus memenuhinya, sebaliknya dengan akalnya ia bisa memilih mana yang baik dan berguna untuk dirinya dan untuk orang lain. 3) Pengertian rahmat Allah pada ayat ini harus dipahami bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan keseimbangan potensi-potensi positif dan potensi negatif sekaligus di mana manusia diberi peluang untuk memilih. Manusia bisa menunda tuntutan selera rendahnya dengan kegiatan yang bia melemahkannya, yaitu kegiatan pada bidang-bidang kebaikan, atau mengalahkannya sekaligus dengan kegiatan yang konstruktif. .....

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau......(Q.s al-Baqarah/2:30)

Dalam ayat ini malaikat mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki instink atau naluri merusak, meskipun manusia memiliki predikat khalifah di bumi.

Sebagian mufasir memahami makhluk yang disebut karakteristiknya oleh malaikat itu bukan Adam, tetpaimakhluk sebelumnya dari bangsa jin, sebagaimana mufasir lain menunjuk pada anak cucu Adam, tetapi al-Maraghi mengutip penafsiran mutakhir yang menyebutkan bahwa dialog malaikat dengan Tuhan itu lebih bermakna isyarat, bukan pada makna lahir, karena malaikat tidak memiliki tabiat menentang kepad Tuhan.8 Pertanyaan malaikat yang terkesan kurang sopan, menurut al-Maraghi, bukan sebagai informasi, tetapi dialog itu merupakan metode dan dan model penyampaian petunjuk alQuran kepada manusia. Kesimpulan dari pesan dialog itu dijawab dengan pembuktian bahwa Adam ternyata berbeda dengan yang diduga oleh para malaikat seperti yang dapat dipahami dari munasabah-nya dengan ayat selanjutnya (ayat 31-33).9 Kesan tidak sopan pada pertanyaan malaikat itu sebenarnya berangkat dari penafsiran kalimat .Terjemah al-Quran terbitan Departemen Agama R.I. menerjemahkan kalimat tersebut dengan mengapa engkau hendak menjadikan khalifah dan seterusnya. Padahal arti sebagai kalimat istifham itu artinya apakah, bukan mengapa. Jadi malaikat bukan mempertanyakan kebijaksanaan Tuhan, tetapi bertanya. Meski demikian, karena sebagaimana yang diyakini oleh para ulama bahwa al-Quran adalah firman Allah yang di dalamnya tidak ada sedikitpun yang tidak bermakna, 10 maka betapa pun, pertanyaan para malaikat itu mengandung informasi tentang karakter manusia, yaitu bahwa sebagaimana juga dapat dijumpai pada realita kehidupan manusia, manusia memang memiliki tabiat destruktif, tebal ataupun tipis.

Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (tt: Dar al-Fikr, tth), jilid I, h. 77-79 9 Ibid 10 Imam Fakhr al Razi, al-Tafsir al-Kabir, (Beirut Dar Ihya al-Turats alArabi, tth), jilid I, h. 1598

Jadi ayat ini mengisyaratkan bahwa manusia memang memiliki dorongan jahat yang dapat menggerakannya pada perbuatan merusak dan pertumpahan darah. Selanjutnya surat al-Nas mengisyaratkan adanya penggerak tingkah laku pada manusia, yang disebut waswas.

Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. (Q.s. al-Nas/114:4-5)

Sebagian mufasir mengartikan waswas sebagai setan, atau bisikan halus setan kepada manusia, baik setan yang berwujud jin maupun yang berwujud manusia, seperti yang dapat dipahami dari ayat selanjutnya ( .) Terlepas dari perbedaan pendapat para mufasir, jika dilihat dengan pespektif nafs, waswas bekerja sebagai stimulus yang dating dari Dallam untuk menggerakkan motif fitri yang dimiliki manusia guna melepaskan diri dari ikatannya atau sebagai kekuatan penggerak yang mendorong orang melakukan kegiatan negatif dan melakukan dosa. Jadi ayat ini dapat disebut mengandung penjelasan tentang hubungan stimulus dan respons. Dalam hal ini stimulus pertama berupa was-was, yaitu bisikan halus dan jahat yang ditiupkan oleh setan. Ia bekerja menggelitik naluri instink (motif fitri) yang memiliki kekuatan penggerak agar ia melepaskan diri dari ikatannya agar memperoleh pemuasan. Stimulus bisikan yang berhasil menggelitik instrinsik itulah yang membuat orang merespons dengan perbuatan maksiat, yang memberikan kepuasan kepada motif yang mendorong kepada kejahatan ( ) Respons menjadi positif jika orang dalam memenuhi pemuasan motif fitrinya tetap ingat kepada Allah, berpegang teguh kepada tuntunan agama (syariat) dan tuntutan akhlak, dan jika hal itu dikerjakan maka orang dapat mengendalikan motif jahatnya dengan respons yang seimbang. Kemampuan

seseorang mengalahkan stimulus negatif, secara bertahap akan melemahkan kekuatan negatif motif fitri itu sendiri. Tingkah laku yang secara lahir tampak positif menjadi negatif jika hal itu dilakukan sekadar merespons motif kepada kejahatan dan mengikuti bisikan waswasnya atua menempuh jalan yang tidak benar. Motif sebagai penggerak tingkah laku berada dalam system nafs manusia, sedangkan manusia bersifat unik, oleh karena itu manusia berbeda-beda pula motif yang mendominasi dirinya. Lingkup kerja faktor-faktor penggerak tingkah laku dalam nafs seseorang sangat luas dan rumit. Isyarat tentang luas dan rumitnya system kerja nafs dengan waswanya tergambar pada surat Qaf/./ 50:16

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat leher mereka. (Q.s. Qaf/ 50:16)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia yang telah diciptakan Tuna itu memiliki sisi dalam yang rumit, di mana manusia memiliki aktivitas yang tersembunyi dari pengamatan lahir, seperti bisikan hati. Ayat itu juga menyebutkan bahwa meskipun manusia memiliki aktivitas batin yang tersembunyi tetapi Allah mengetahuinya. Dalam perspektif nafs, pengertian bisikan nafs dari kalimat bisa dipahami sebagai ragam dari dorongan-dorongan psikologis yang sangat luas yang ada dalam system nafs dari manusia yang memiliki keunikan. Tentang pengetahuan Allah atas bisikan nafs manusia dapat dipahami bahwa Allah Maha Mengetahui, apakah bisikan itu diorientasikan kepada kebaikan atau keburukan. Dari ayat ini juga dapat disimpulkan bahwa waswas atau bisikan halus merupakan tabiat dari motif kepada kejahatan, dan ia merupakan system yang bersifat fitrah yang bekerja tidak secara langsung tetapi melalui mekanisme

dalam system nafs, yang tidak mudah dianalisis jika hanya melihat tingkah laku lahir manusia. Kedudukan waswas sebagai faktor penggerak tingkah laku dalam perspektif manusia sebagai khalifah Allah yang memiliki akal, qalb dan bashirah adalah sebagai berikut. Manusia diberi peluang untuk memilih salah satu dari dua jalan (al-najdayn) yang disediakan Tuhan, seperti yang dipaparkan surat al-Balad/ 90:10 ( .) Untuk mengantar sampai kepada keputusan untuk menentukan pilihannya, manusia dipengaruhi oleh dua kekuatan, yakni personifikasi kebaikan dan kekuatan kebaikan dan kekuatan kejahatan. Kekuatan kebaikan di personifikasi dengan malaikat, yakni malaikat yang membantu manusia menempuh jalan kebenaran seperti tertera dalam Q.s. al-Ahzab/ 33:43 dan Q.s Al-Anfal/8:9

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.s. al-Ahzab/33:43)

Sedangkan kekuatan kejahatan dipersonifikasi dengan setan, yakni untuk mengiring manusia pada jalan kesesatan seperti dijelaskan surat al-Baqarah/2:268

....

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia....(Q.s. al-Baqarah/2:268)

Karena al-Quran selalu mempersonifikasi kekuatan kebaikan dan keburukan dengan malaikat dan setan, maka waswas sebagai faktor penggerak tingkah laku manusia juga dihubungkan dengan seta. Faktor penggerak tingkah laku yang tidak dipersonifikasi dalam al-Quran adalah fitrah, hawa dan syahwat. B. Fitrah, Hawa dan Syahwah dalam Sistem Nafs Dalam nafs manusia ada potensi yang dicipta secara fitri, berfungsi sebagai penggerak tingkah laku manusia. Penggerak tingkah laku mempunyai peranan penting dalam kegiatan manusia sekurang-kurangnya dalam dua hal. (1) mewarnai corak tingkah laku manusia, dan (2) menentukan makna atau nilai dari perbuatan yang dilakukan orang dalam hidupnya. Penggerak tingkah laku seseorang tidak dapat diketahui secara langsung melalui perbuatan yang dilakukan, karena ia bekerja dalam system nafs pada sisi dalam manusia. Di dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan yang menuntut memperoleh pemuasan, dan dorongan-dorongan itu akan tampak jika bertemu dengan stimulus yang sesuai, dan selanjutnya dorongan-dorongan itu bersama dengan tabiat nafs lainnya menentukan bagaimana merespons atas stimulus tersebut. Nafs yang sehat dimungkinkan untuk bisa mengendalikan dorongan-dorongan itu sehingga berwujud pada tingkah laku yang terkendali. Dalam keadaan motif mendorong pada tingkah laku yang terkendali. Dalam keadaan motif mendorong pada tingkah laku negatif, ia berpotensi untuk mempengaruhi seseorang hingga berwujud pada tingkah laku yang tidak terkendali. Pertentangan antara keinginan untuk memuaskan dorongan buruk dengan dorongan untuk bertindak adil bisa menyebabkan seseorang kehilangan integritas dirinya sedemikian rupa. Dalam keadaan demikian orang dapat terbalik pikirannya sehingga apa yang mustahil sebagai suatu hal yang mungkin, masalah yang bernilai buruk dapat diterima oleh logika dan system nilai

jiwanya, dan apa yang tidak wajar tampak menjadi sesuatu yang wajar. Dalam al-Quran, gagasan tentang faktor-faktor penggerak tingkah laku (motif) berhubungan dengan apa yang disebut syahwah, hawa dan fithrah. Motif dalam al-Quran tidak disebut secara langsung denggan term -tetapi dengan term syahwah, hawa, fitrah dan uslub lainnya. a. Fitrah Manusia Dalam bahasa Arab, fitrah ( ) -mempunyai arti belaah, muncul, kejadian dan penciptaan. Jika fitrah dihubungkan dengan manusia maka yang dimaksud dengan fitrah ialah apa yang menjadi kejaian atau bawaannya sejak lahir atau keadaan semula jadi.11 Dalam al-Quran kata fitrah dengan berbagai kata bentukannya disebut 28 kali, 14 kali disebut dalam konteks uraian tentang bumi atau langit, sisanya disebut dalam konteks pembicaraan tentang manusia, baik yang berhubungan dengan fitrah penciptaan maupun fitrah keagamaan yang dimiliknya.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.s. al-Rum/30:30)

Ayat di atas memperlihatkan bahwa manusia diciptakan dengan membawa fitrah (potensi) keagamaan yang hanif,yang benar, dan tidak bisa menghindar meskipun boleh jadi ia mengabaikan atau tidak mengakuinya. Berbeda dengan11

Ibn Manzhur, op.cit jilid V, h. 3432-3435

teologi Kristen yang memandang manusia berfitrah negatif dengan menyandang dosa warisan Adam,12 al-Quran memandang manusia mempunyai potensi positif lebih besar dibanding potensi negatifnya. Surat al-Baqarah/2:226, seperti yang telah dibahas pada bab II mengisyaratkan bahwa manusia lebih mudah untuk berbuat baik daripada berbuat jahat, ( .) Nafs manusia memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya dan memperoleh siksa dari apa yang diusahakannya. Dalam bahasa Arab kata kasabat digunakan untuk mengambarkan pekerjaan yang dilakukan dengan mudah, sedangkan kata iktasabat menunjuk pada hal-hal yang lebih sulit dan berat. Jadi ayat ini mengisyaratkan bahwa fitrah manusia itu cendrung kepada kebaikan. Jika ada orang yang melakukan keburukan, sebenarnya ia harus bersusah payah melawan fitrah dirinya, Melawan bashirah-nya. Meskipun demikian, karena daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya kebaikan,13 maka dorongan kepada keburukan ( ) lebih cepat merespons stimulus negatif yang dijumpainya. b. Syahwah Kalimat syahwah disebut al-Quran dalam berbagai kata bentuknya sebanyak tiga belas kali, lima kali di antaranya dalam bentuk masdar, yakni dua kali dalam bentuk mufroh dan tiga kali dalam bentuk jama. Al-Quran menggunakan term syahwat untuk beberapa arti. Pertama, dalam kaitannya dengan pikiran-pikiran tertentu, yakni mengikuti pikiran orang karena mengikuti hawa nafsu (Q.s. al-Nisa/4:27).Kedua, dihubungkan dengan keinginan manusia terhadap kelezatan dan kesenangan (Q.s. al-Imran//3:14, Q.s Maryam/19:59). Ketiga berhubungan dengan perilaku seks menyimpang (Q.s. al-Araf/7:81, Q.s. al-Naml/27:55).

12

Vand de End, Harta dalam Bejana, (Jakarta: Badan Penerbit Kristen,

tth) Hadits riwayat Thabrani menyebutkan bahwa kemuliaan ukhrawi dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menarik, sementara kesenangan duniawi justru dikelilingi oleh hal-hal yang menarik ( )13

sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (Q.s. alNisa/4:27)

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternakdan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.s. al-Imran/3:14)

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu Ini adalah kaum yang melampaui batas. (Q.s. al-Araf/ 7:81

Dalam bahasa Arab, syahwah yang berasal dari kata - --mengandung arti menyukai atau menyenangi. Jika dihubungkan dengan manusia, maka syahwah artinya kerindungan nafs terhadap apa yang dikehendakinya

41. dalam al-Quran, maksud syahwah adalah obyek yang diinginkan seperti yang termaktub dalam surat alImran/3:14 di atas, dan juga syahwat seringkali untuk menyebut potensi keinginan manusia seperti dijelaskan surat Maryam/ 19:59 dan Q.s. al-Nisa/ 4:27

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyianyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (Q.s. Maryam/19:59)

Surat Maryam/19:59 di atas menyebutkan bahwa ada satu generasi sesudah Nabi yang bertingkah laku salat dan mengikuti syahwatnya. Para mufasir memahami syahwat dalam ayat ini sebagai potensi manusia untuk mengikuti dorongan syahwatnya, yakni mendahulukan dorongan syahwat daripada mematuhi perintah Tuhan.15 Sedangkan surat al-Imran/3:14 menyebutkan obyek syahwat manusia berupa wanita (seksual), anak-anak (kebanggaan), harta kekayaan, benda berharga (kebanggaan, kesombongan, kemanfaatan),kendaraan yang bagus (kebanggaan, kenyamanan, kemanfaatan), binatang ternak (kesenangan, kemanfaatan) dan sawah lading (kesenangan, kemanfaatan). Sementara itu surat al-Arraf/7:81mengisyaratkan adanya dorongan untuk melakukan pemuasan seksual secara menyimpang dari kelaziman. Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut al-Quran, di dalam diri manusia terkandung dorongan-dorongan yang mendesak manusia untuk melakukan hal-hal yang memberikan kepada kepuasan seksual, kepuasan kepemilikan, kepuasan kenyamanan dan kepuasan harga diri.Al-Raghib al-Isfahani, Mujam Mufradat Alfazh al-Quran, (Beirut: Dar al Fikr, tth), h. 227 15 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Op.cit, juz XVI, h. 66-6714

c. Hawa Dalam bahasa Arab, hawa ( ) adalah kecenderungan nafs kepada syahwat, ( ) kata hawa dalam bahasa Arab juga mengandung arti turun dari atas ke bawah, tetapi lebih mengandung konotasi negatif, dan menurut alIsfahani, penyebutan term hawa mengandung arti bahwa pemiliknya akan jatuh ke dalam keruwetan besar ketika hidup di dunia, dan di akhirat dimasukkan ke dalam neraka Hawiyah.16 Al-Quran menyebut hawa dalam berbagai kata bentukan sebanyak 36 kali, sebagian besar untuk menyebut cirri tingkah laku, negatif, seperti: 1. Perbuatan orang zalim mengikuti hawa nafsu ( Q.s.al Rum/ 30:29) 2. Perbuatan orang sesat mengikuti hawa nafsu ( Q.s al-Maidah/ 5:77) 3. Perbuatan orang yang mendustakan ayat-ayat Tuhan seperti yang tersebut dalam surat (Q.s. al-Anam/6:150), dan 4. Perbuatan orang yang tidak berilmu (Q.s. al-Jatsiyah/ 45:18 Pada surat al-Naziat/ 79:40-41 disebutkan hubungan hawa dengan nafs:

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).(Q.s. al-Naziat 79:40-41)

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada nafs dan ada komponen hawa. Menurut al-Maraghi hawa merupakan keadaan kejatuhan nafs ke dalam hal-hal yang dilarang oleh16

Al-Raghib al-Isfahani, op.cit, h.545

Tuhan ( .71) Jika hawa itu merupakan kecenderungan kepada syahwat, maka kalau dibandingkan dengan motif, hawa adalah motif kepada hal-hal yang rendah dan batil. Dalam surat al-Muminun/23:71 diisyaratkan, jika kebenaran tunduk kepada desakan hawa, maka tata kehidupan manusia akan rusak binasa ( .) Al-Quran banyak sekali mengingatkan manusia agar jangan mengikuti hawa sendiri ataupun hawa orang lain, karena mengikuti dorongan hawa dapat menyesatkan, seperti yang dijelaskan dalam surat-alAnam/6:119 ( ) dan Q.s. Shad//38:26), dan dapat mendorong bertindak menyimpang dari kebenaran ( [) Q.s. al-Nisa//4:135]. Hawa yang selalu diikuti, menurut al-Quran menjadi sangat dominant pada seseorang hingga orang itu menjadikan hawa-nya sebagai tuhan, seperti yang dipaparkan surat al-Furqon/29:43 ( ) Sikap mental orang yang mampu menekan hawa nafsunya seperti yang termaktub dalam surat al-Nazi'at/ 79:40-41 adalah mental orang yang takut kepada Tuhan, dan perasaan takut kepada Tuhan itu didahului oleh ilmu sehingga menurut al-Qur'an surat Fathir/35:28, hanya orang yang berilmu (ulama)-lah yang memiliki rasa takut kepada Tuhan ( .) Jika melihat munasabah dengan ayat sebelumnya (Q.s. al-Naziat/ 79:37-38), maka sikap mental ini merupakan kebalikan dari sikap mental orang yang melampaui batas, ( ,) yaitu orang yang menurut Fakhr al-Razi, mengalami distorsi pemikiran,18 dan kebalikan dari menekan hawa nafsu, orang yang melampaui batas itu, justru lebih mengutamakan kesenangan dunia (.) C. Karakteristik Penggerak Tinglah Laku Hubungan antara tingkah laku yang tampak dengan faktor penggeraknya yang tersembunyi sangat rumit. AlQur'an memberi contoh pada kisah Nabi Yusuf, yaitu perbuatan saudara-saudara Yusuf menipu ayah mereka dan menyingkirkan Yusuf itu sendiri. Mekanisme kerja penggerak hingga menjadi tingkah laku yang dilakukan oleh saudara17 18

Ahmad Mushthafa al-Maraghi, op.cit, juz XXX, h. 34 Imam Fakhr al-Razi, op.cit juz XXX

saudara Yusuf seperti dkisahkan dalam surat Yusuf ayat 7-18 itu, dapat diilustrasikan sebagai berikut: Anak-anak Nabi Ya'qub berjumlah 12 orang,19sebagian besar dari mereka terutama yang sudah dewasa merasa kesal karena merasa kurang mendapat perhatian dari ayahnya. Setan membisikkan waswasnya kepada mereka bahwa penyebab kurang perhatian Ya'qub kepada meraka itu adalah karena kasih sayang Ya'qub sudah bertumpah kepada Yusuf yang menjadi anak kesayangannya sejak kecil. Bisikan itu mengatakan bahwa selama masih ada Yusuf disisi ayahnya, jangan berharap ayah akan memperhatikan mereka. Bisikan itu mengusik dorongan-dorongan yang ada dalam nafs mereka, yaitu motif ingin dicintai, ingin diperhatikan, dan ingin memperoleh kesenangan dan juga motif benci. Didorong oleh rasa ingin memuaskan motifnya, waswas setan memberikan stimulus berupa gagasan-gagasan yang jitu, yaitu menyingkirkan Yusuf. Ketika nafsnya menjawab bahwa tidak mungkin menyingkirkan Yusuf karena selalu ada dalam pengawasan ayahnya, was-was mebisikkan gagasan yang tepat, yaitu merayu ayahnya agar diperbolehkan mengajak Yusuf bermain-main di obyek pariwisata. Gagasan itu juga sekaligus dilengkapi skenario bagaimana membuang Yusuf dan bagaimana menyusun alasan yang masuk akal untuk disampaikan kepada ayahnya. Sebenarnya bashirah mereka menafikan gagasan gila itu, bagaimana mungkin membohongi ayah dan bagaimana mungkin membunuh atau menyingkirkan saudara kandung sendiri. Akan tetapi kuatnya motif benci dan motif ingin diperhatikan menyebabkan integritas diri mereka terganggu, hilang keseimbangan dan tidak mampu mendudukkan masalah secara proporsional. Demikianlah kondisi mental saudara-saudara Yusuf. Dominasi motif benci itu sedemikian rupa sampai mereka melakukan apa yang menurut Utsman Najati disebut helat mental ( ) pengingkaran terhadap perasaan, dan sifat-sifat buruk yang ada pada dirinya untukMenurut kitab kejadian 35, Keduabelas anak-anak Yaqub adalah Rubin, Simeon, Lewi, Yehuda, Zebulon, Isachar, Yusuf, Benyamin, Dan, Naftali, Gad dan Asier. Lihat al-kitab (Jakarta: Lembaga Al kitab Indonesia, 1970), h. 4819

kemudian menimpakan kesalahan itu pada orang lain, dan setelahitu merasa terbebas dari kesalahan.20 Mereka menyusun rencana secara cermat dan memandang yangmustahil menjadi mungkin, yang tidak wajar menjadi wajar, yang buruk menjadi logis. Ketika Ya'qub tidak mengizinkan Yusuf diajak pergi, mereka melakukan helah mental dengan berkata:

Mereka berkata: "Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan Sesungguhnya kami pasti menjaganya." (Q.s. Yusuf/12: 11-12)

Demikianlah kesepakatan persekongkolan yang diambil oleh saudara-saudara Yusuf. Perbuatan mereka dilatarbelakangi oleh motif permusuhan yang bersumber dari keinginan pemuasan sosial. Mereka menipu mentah-mentah ayahnya dan dengan mudahnya mempermainkan nilai-nilai kepatutan. Jika dianalisis sebenarnya ada satu pertanyaan; seberapa jauh jarak antara motif kepada permusuhan dan bashirah dalam sistem nafs manusia ketika tingkah laku manusia berada dalam dominasi motif kepada permusuhan atau ketika kebencian memenuhi sepenuhnya mengendalikan hawa nafsunya, sehingga qalb dan akal hanya digunakan sebagai alat permainan. Apa yang terjadi pada Yusuf, terjadi pula sekarang pada orang lain dan berulang-ulang, karena sesungguhnya motif kepada permusuhan dan bashirah berada dalam satuan sistem nafs. Contoh yang jelas dari hal itu ialahUtsman Najati, Al-Qur'an wa Ilm al-Nafs (Kairo: Dar al-Syuruq, 1982(, h. 1920

bahwa penipu akan menggunakan segala cara yang mungkin dalam memperdayakan korbannya, pencuri atau perampok juga suka menampilkan tingkah laku sopan dan hormat sebagai strategi untuk mengelabui korbannya. Al-Qur'an memberi contoh lain dari tingkah laku helah mental, pada tingkah laku orang munafik yang mengaku beriman seperti yang diisyaratkan surat al-Baqarah/2:8-10. Mereka bermuka manis untuk menyembunyikan kebencian mereka dan helah mental orang munafik lebih rumit lagi karena di dalam hati mereka bersemayam penyakit nifaq. 1. Pengaruh Lingkungan terhadap Penggerak Tingkah Laku

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (Q.s. al-Baqarah/2:36)

Surat al-Baqarah/2:36 merupakan bagian dari rangkaian ayat-ayat (30-38) yang mengisahkan penciptaan Adam dan bagaimana akhirnya Adab dan Hawa terpedaya oleh godaan setan untuk memakan syajarah yang dilarang Tuhan sehingga mereka dikeluarkan dari sorga dan diturunkan ke muka bumi ini. Dari ayat tersebut timbul pertanyaan, mengapa Adam yang Nabi bisa tergoda oleh Iblis. Dari rangkaian ayat 30-38 itu (dan tafsirnya) dapat diketahui jawabannya, bahwa Iblis bukan hanya sekali mendatangi Adam, dan bahkan jika gagal mempengaruhi Adam, ia akan segera mempengaruhi Hawa. Demikianlah usaha Iblis tidak henti-hentinya mempengaruhi Adam dengan menawarkan logika bahwa di balik larangan

Tuhan itu ada rahasia keabadian, dan melanggar perintah Tuhan memakan syajarah justru akan menghasilkan keabadian. Kehadiran Iblis kepada Adam dan Hawa secara terus menerus dalam perspektif psikologi seperti yang dikatakan oleh Dr. Ramadhan al-Qadzdzafi adalah menempati posisi lingkungan.21 Iblis dalam hal ini menjadi faktor lingkungan. Lingkungan adalah ruang di mana seseorang hidup, baik ruangan fisik, mental maupun spiritual. Lingkungan itu sendiri sebenarnya netral, tidak mempengaruhi apa-apa jika hanya dilalui sepintas kilas. Ia baru mempengaruhi manusia ketika menstimuli manusia secara berulang-ulang, terus menerus dalam waktu yang lama. Pengaruh lingkungan terhadap manusia bisa berupa membentuk atau mengubah tingkah laku, bisa positif bisa juga negatif bergantung kepada faktorfaktor apa yang relevan dengan kegiatan atau dengan perhatian manusia. Adam tergoda Iblis karena Iblis selalu menawarkan keabadian, satu hal yang dirindukan oleh Adam dan Hawa sebagai manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimanaia berada. Seringkali pengaruh lingkungan itu sangat besar sehingga bukan hanya mengubah atau meluruskan, tetapi sampai mengalahkan tabiat asal seseorang. Hadits Nabi yang berbicara tentang Fitrah manusia sejalah dengan pandangan tersebut. Kata Rasul

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Meskipun demikian, jika seseorang dalam merespons lingkungan itu tetap berpegang teguh kepada tuntunan agama dan taat kepada Allah, maka orientasinya itu akan mengarahkan tingkah lakunya ke arah kebaikan dirinya, baik21

Ramadhan Muhammad al-Qadzdzafi, op.cit,h. 45

kebaikan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika dalam merespons lingkungan itu ia mengikuti dorongan syahwat dan pikiran rendahnya, maka ia akan terbawa kepada tingkah laku yang mencelakakan dirinya, terutama jika dilihat dari ukuran orang beragama. Jadi lingkungan tertentu mempersubur motif yang sudah ada dalam nafs manusia untuk memperoleh pemuasannya. Seseorang yang memiliki motif kepada kejahatan akan mudah terangsang untuk melakukan perbuatan jahat jika lingkungan dimana ia hidup memberikan situasi yang kondusif untuk melakukannya. Jika lingkungannya tidak kondusif untuk itu, maka motif kepada kejahatan itu mengendur atau tertekan. Selanjutnya motif jahat yang sudah menguat mudah menggerakkan manusia untuk melaksanakan kejahatan. 2. Kekuatan Penggerak Tingkah Laku Motif bekerja mengarahkan tingkah laku manusia pada tujuan yang diinginkan. Motif kepada kejahatan bekerja mengarahkan manusia pada tingkah laku jahat, dan motif kepada pemilikan mengarahkan manusia untuk bekerja memperoleh apa yang ia inginkan. Tanpa motif manusia bagaikan perahu tanpa kompas, berlayar tidak tentu arah. Bagi manusia, motif bagaikan kompas hidup. Al-Qur'an surat Yunus/10:108 mengisyaratkan adanya hubungan erat antara motif dengan tingkat dan warna kegiatan manusia.

Katakanlah: "Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa yang sesat, Maka Sesungguhnya

kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan Aku bukanlah seorang Penjaga terhadap dirimu". (Q.s. Yunus/10:108)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa barangsiapa telah memiliki kesiapan atau memiliki dorongan untuk menerima petunjuk al-Qur'an, maka kecenderungannya tertuju pada melaksanakan kebaikan seperti yang diajarkan al-Qur'an, dan ia selalu merindukan datangnya kebaikan bagi dirinya. Sebaliknya barang siapa di dalam dirinya telah ada dorongan untuk menolak kebenaran al-Qur'an, maka ia tidak mampu menangkap kebaikan al-Qur'an, dan karena faktor penolakan tersebut, ia tidak tertarik untuk mengikuti petunjuk-petunjuk al-Qur'an.

Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Q.s Yunus/10:36)

.... ... ......Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). ....(Q.s. al-Rad/13:33)

Al-Qur'an surat Yunus/10:36 di atas, mengisyaratkan adanya orang (musyrik) yang tunduk pada motif penentangannya kepada kebenaran (al-Qur'an) sampai akalnya terdistorsi. Motif ingkarnya kepada Tuhan membuatnya tidak bisa memahami argumen logis ataupun kebenaran yang berasal dari wahyu untuk memahami keesaan Tuhan. Ia merasa cukup dengan berpegang pada penolakan emosinya yang meperkuat pendapat pribadinya dan arahnya yang keliru yang kemudian membawanya pada sikap menolak

dan sombong, padahal apa yang mereka pegang teguh tidak lebih hanyalah dugaan atau persangkaan yang belum terjamin kebenarannya. Sedangkan surat al-Rad/ 13:33 di atas mengisyaratkan bahwa orang kafir yangmemang memiliki motif menentang, motif kufur, justru merasakan adanya keindahan dalam perbuatan mereka yang keliru. Perbuatan tipu daya mereka terasa indah dan benar, karena motif menentang kebenaran mendominasi mereka sehingga mereka salah persepsi terhadap jalan kebenaran. Dorongan-dorongan dalam nafs yang mendesak untuk memperoleh pemuasannya itu di dalamnya terkandung tipuan yang menyesatkan dan terkandung juga potensi yang menggerakkan tingkah laku ke arah memperoleh kelezatan dan kesenangan, atau ke arah mencapai kemanfaatan yang sifatnya individual, baik kemanfaatan materi maupun maknawi. Menunuuk surat Yunus/10:36 yang menyebutkan bahwa orang kafir dikuasai oleh dugaan, persangkaan atau zhann yang tidak jelas dasarnya, sebenarnya ayat itu secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa motif itu merupakan keadaan emosi yang berhubungan dengan susunan biologi tubuh manusia, atau sekurang-kurangnya bahwa di dalam motif terdapat dimensi emosi yang sangat dominan bagikan dinding yang menghalangi pandangan, sehingga orang yang sedang didorong oleh motif menolak yang kuat tidak bisa menengok kebaikan yang berlawanan dengan tuntutan motifnya. Dominasi motif ingkar itu menyebabkan orang tidak bisa melihat dan menganalisa sesuatu secara teliti. Al-Qur'an memberi contoh misalnya, apa yang dimohonkan orang kepada Tuhan ketika dalam keadaan terjepit terlupakan begitu saja ketika Tuhan telah membebaskan mereka dari keterjepitan itu. Kondisi yang demikian diisyaratkan oleh al-Qur'an surat Yunus/10:23 dan 12

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang Telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (Q.s. Yunus/10:12)

... Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar (Q.s. Yunus/10:23)

Motif kepada hal-hal yang disukainya, besar sekali pengaruhnya kepada tingkah laku sampai banyak orang yang terbelenggu oleh persangkaannya, khayalannya dan anganangannya hanya sekadar memuaskan motifnya atua merespons desakannya terutama dalam kondisi emosi memuncak seperti marah, sedih, takut atau putus asa, satu keadaan yang membuat keputusannya tidak tepat dan pikirannya tidak cermat. Oleh karena itu motif kepada kejahatan hanya bisa dikendalikan dengan akal dan latihan. 3. Kekuatan Motif kepada Keburukan Motif kepada keburukan sangat kuat pengaruhnya dalam mendorong manusia melakukan perbuatan buruk yang dilakukan secara demonstratif, seperti tingkah laku sombong, melawan, tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman dan dari kebiasaan masa lalu. Meskipun seseorang telah berkali-kali mengalami kesulitan karena perbuatannya yang keliru, tapi karena motifnya kepada keburukan sangat kuat menyebabkan ia lebih mengutamakan memenuhi dorongan untuk memuaskan motif kepada keburukan itu dengan mengulangi kesalahan yang lalu, dibanding berpikir jernih

memilih tindakan yang benar. Bagi orang yang memiliki motif kepada keburukan, kebenaran tidak memuaskan nafs-nya, sebaliknya kejahatanlah yang membuatnya puas karena ia berada di bawah dominasi motif kepada kejahatan. Selama seseorang tidak bisa menolak desakan motif kepada keburukan yang ada di dalam nafs-nya, maka akal sehatnya ( ) seperti yang dimaksud oleh Fakhr al-Razi22 tidak berfungsi. Al-Qur'an surat al-Mu'minun/23:105-106 mengisyaratkan kuatnya pengaruh motif kepada keburukan terhadap tingkah laku.

Bukankah ayat-ayat-Ku Telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. (Q.s. al-Muminun/23:105-106)

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang kafir itu mengaku dikalahkan oleh kejahatan mereka ( ) sehingga mereka menjadi orang-orang yang sesat. Dalam perspektif nafs, maka kejahatan yang dimaksud adalah dorongan jahat yang ada dalam diri mereka yang mendesak menuntut pemuasan. Pengingkaran orang kafir kepada Tuhan menyebabkan galb dan bashirah mereka terhalang untuk dapat memahami ayat-ayat Allah, sehingga desakan motif kepada kejahatan justru menjadi tidak terelakkan. Kuatnya pengaruh motif untuk mengingkari Tuhan pada orang kafir menyebabkan mereka tidak bisa mengambil pelajaran. Hal itu ditegaskan oleh Tuhan dalam surat alAn'am/6:27-28:22

Lihat catatan kaki no. pada bab II dari tulisan ini

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) Telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya[466]. sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka Telah dilarang mengerjakannya. dan Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.(Q.s. al-Anam/6:27-28)

Ayat di atas, seakan Tuhan mengatakan, sesungguhnya kamu tidak mempunyai maksud baik, kata-katamu itu diucapkan hanya karena takut kepada siksa neraka, tetapi jika kamu diberi kesempatan, kamu juga mengulangi kesalahanmu, karena kamu tidak bisa mengambil pelajaran (disebabkan kuatnya motif kufurmu). Kuatnya pengaruh motif kepada keburukan sama seperti pengaruh minuman keras dan obat terlarang kepada pecandunya. Orang yang sedang berada di bawah pengaruh minuman keras dan obat terlarang, akalnya tidak berfungsi dalam membimbing tingkah lakunya. Ketika itu ia juga tidak mampu menggunakan indra dan pengamatannya secara akurat, satu keadaan mental yang dapat menjerumuskannya pada perbuatan sesat yang merusak dan khayalan yang menipu, dan ketika itu ia tidak bisa menolak dan melepaskan dari cengkeraman rasa percaya dirinya yang sedang kacau. Kekacauan daya tangkap orang yang berada dalam pengaruh

motif kepada keburukan diungkapkan al-Qur'an dalam surat al-Hijr/15:14-15:

Dan jika seandainya kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, Tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir". (Q.s. al-Hijr/15:14-15)

Motif yang berasal dari struktur organik tubuh manusia menurut al-Qur'an dapat dikendalikan. Al-Qur'an mengakui bahwa motif untuk melakukan hubungan seks itu sangat kuat, tetapi ia bisa dilatih dan dikenalikan. Beratnya tekanan motif untuk melakukan hubungan seks diakui al-Qur'an pada kasus orang menjalankan ibadah puasa pada kali yang pertama: ...

... ..Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. ... (Q.s. al-Baqarah/2:187)

Puasa termasuk tuntunan al-Qur'an untuk melatih motif, baik motif primer maupun motif sekunder. Pelatihan motif primer dalam puasa berupa pengaturan waktu kapan boleh menyalurkan dan kapan dilarang, sedangkan efek dari pengendalian motif primer merupakan kekuatan untuk mengendalikan motif sekunder. Pada orang yang lemah, memuncaknya tekanan motif kepada kejahatan dapat mendorongnya melakukan perbuatan bodoh, seperti yang dilakukan oleh kaum Bani Israil ketika menerima stimulus dari

Rasul berupa ajaran yang tidak berkenan di hatinya.Menerima ajakan kebenaran, mereka bukan hanya tidak menerima, tetapi bahkan merespon dengan kesombongan, seperti yang diisyaratkan surat al-Baqarah/2:87 ( .) Demikian juga apa yang dilakukan oleh Zulaykha seperti yang dikisahkan surat Yusuf/12:32, yakni ketika ia gagal merayu Yusuf untuk melakukan perbuatan pengkhianatan yang dapat memuaskan motifnya kepada hubungan seks, ia menghinakannya dengan memasukkan ke dalam penjara (.) D. Jenis-jenis Penggerak Tingkah Laku Manusia sebagai basyar memiliki motif fitri yang relatif sama, tetapi sebagai insan dan sebagai makhluk sosial manusia memiliki motif sekunder yang berbeda-beda dan banyak. Ragam motif sekunder manusia sebagai insan sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri, baik kebutuhan materi maupun kebutuhan akan nilai, kebutuhan lahir maupun kebutuhan batin. Dunia manusia itu penuh dengan kesenangan, keinginan dan keperluan. Di dalam diri manusia itu sendiri sudah terdapat dorongan-dorongan yang bersifat psikologis yang merupakan faktor penggerak dari tingkah lakunya. Faktor-faktor penggerak itu siap mendorong manusia untuk bertindak menggapai tujuan setiap kali menjumpai stimulus yang mampu mempengaruhinya untuk keluar dari sarangnya untuk melepaskan diri dari ikatannya dan memperoleh pemuasannya. Motif utama yang ada dibalik aktivitas manusia dapat diklasifikasi dengan motif untuk aktualisasi diri, motif pemeliharaan diri, motif penghargaan diri di samping pembagian motif primer dan motif sekunder. Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa manusia memiliki berbagai penggerak tingkah laku seperti penggerak kepada pemilikan, penggerak kepada kebaikan, penggerak untuk mengetahui, penggerak untuk menjaga diri, penggerak untuk mati syahid, penggerak kepada seks, penggerak kepada permusuhan dan penggerak untuk membantah. 1. Penggerak kepada Pemilikan

Surat al-Baqarah/2:212, dan al Imran/3:14, mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dorongan psikologis untuk memiliki sesuatu untuk kesenangan dirinya.

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. padahal orangorang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Q.s. al-Baqarah/2:212)

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.s. al-Imran/3:14)

Dalam bahasa Arab kata yang berasal dari kata - -menurut Isfahani mengandung arti keindahan hakiki,

yakni sesuatu yang tidak memiliki cela pada manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Secara global pengertian keindahan itu menurut Isfahani dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu keindahan psikologis, keindahan fisik dan keindahan faktor luar.23 Dalam al-Qur'an term -seringkali dinisbahkan dengan Tuhan seperti ayat dan adakalanya dinisbahkan dengan setan seperti terdapat dalam ayat dan juga seringkali tidak dinisbahkan dengan fa'il tertentu karena dalam bentuk mabni majhul seperti dalam surat al-Baqarah/2:212 dan surat al-Imran/3:14 di atas. Dua ayat di atas mengisyaratkan bahwa di mata manusia, dunia dengan simbol-simbol benda berharga adalah sesuatu yang indah secara hakiki, yang kemudian mereka menginginkannya dan memandang perlu untuk memilikinya. Dorongan untuk memiliki itulah yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam upaya memiliki apa yang diinginkannya. Dorongan psikologis atau motif memiliki diperlukan oleh manusia untuk mendorongnya melakukan sesuatu yang diperlukan. Motif kepada pemilikan itulah yang menyebabkan manusia memenuhi kebutuhan hidup sementaranya, dan motif itu pula yang menyebabkan manusia berbuat benda-benda yang bersifat kesenangan duniawi yang tidak abadi. Dalam batas-batas tertentu, apa yang dilakukan manusia tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh hewan, yakni mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk hidup di muka bumi. Karena manusia bukan sekadar hewan tetapi hewan yang berpikir, maka manusia dalam merespon dorongan untuk memiliki dapat menetapkan tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, yakni untuk mencapai kebahagiaan dan kenikmatan abadi di akhirat, karena tujuan dapat mengendalikan tuntutan dari dorongan itu. Manusia memang bebas memilih, dan keputusan pilihannya itu akan berpengaruh pada arah hidupnya, dan akibat dari keputusan yang tidak tepat harus ditanggung oleh manusia itu sendiri. AlQur'an menegaskan bahwa manusia diberi kebebasan untuk23

Al-Raghib al-Isfahani, op.cit, h. 223

menentukan resikonya:

keinginannya

tetapi

dengan

mengingatkan

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan siasialah apa yang Telah mereka kerjakan. (Q.s. Hud/ 11:15-16)

Ayat di atas menyodorkan kepada manusia pilihan yang harus diambil, apakah kesenangan hidup duniawi seperti yang diinginkan oleh dorongan psikologisnya tetapi dengan resiko tidak memperoleh sesuatu di akhirat, atau menekan keinginan yang bersifat duniawiah dengan harapan memperoleh kebahagiaan di akhirat sesuai dengan kemuliaan martabatnya sebagai manusia. Tuhan telah menciptakan manusia dan melengkapinya dengan perangkat yang memungkinkannya memperoleh kemudahan dan kenyamanan dalam hidupnya. Orang bijak akan memilih menekan dan mengendalikan dorongan-dorongan kepada hal yang bersifat rendah, untuk kemudian melakukan perbuatan yang dapat merangsang dorongan kepada kebaikan. Sedangkan orang yang celaka, ia bahkan bertekuk lutut kepada dorongan kepada hal-hal yang bersifat kebendaan dan melayani seluruh keinginannya. Karakter dari motif memiliki ini adalah mendorong manusia untuk berusaha memperoleh hal-hal yang bersifat

duniawi, dan dalam tingkatan tertentu untuk serakah terhadap harta benda. Jika tujuan yang ditetapkan oleh manusia sekadar untuk memenuhi tuntutan hidup atau memfasilitasi kehidupan yang mulia, maka motif memiliki ini mendorongnya melakukan hal-hal yang baik dan pantas. Akan tetapi jika motif ini dimiliki oleh orang serakah yang bertujuan menumpuk harta dan menduduki kekuasaan didepan manusia, maka motif ini mendorongnya melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, mendorongnya untuk kikir dan bermusuhan dengan rivalnya, sementara hal-hal yang bermakna ridla Tuhan tidak menarik perhatiannya. Karakter motif memiliki itu temperamental dan sungguhsungguh, hingga ia ingin segera memperoleh pemuasan dan tidak mau menunda. Motif memiliki yang sedang bekerja kuat senantiasa mendorong pemiliknya untuk berbuat maksimal bahkan melebihi kapasitas, dengan segala cara hanya demi memuaskan kebutuhan duniawiahnya. Ia memilih yang dekat daripada yang jauh, memilih yang fana daripada yang kekal. Sedangkan orang yang mampu menggunakan akalnya secara optimal, memilih yang kekal dibanding yang fana, menyibukkan diri dengan hal-hal yang penting daripada mengejar "buih". Orang yang tunduk kepada motif memiliki hal-hal yang bersifat duniawi, ia seperti yang diisyaratkan surat al-A'la/ 87:16-17, selalu mengutamakan kehidupan duniawi meskipun sebenarnya kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih abadi () Dalam kondisi yang menyimpang atua dalam kualitasnya yang rendah, motif memiliki dapat mendorong pemiliknya untuk bertindak serakah, melakukan kecurangan, menggunakan cara-cara yang kotor, atau bahkan merampas hak-hak orang lain dalam praktik-praktik usahanya. Kecenderungan bertindak menyimpang dan zalim dalam memenuhi keinginan memiliki harta dengan segala cara itu dapat dipahami dari bimbingan al-Qur'an agar manusia tidak diperbudak oleh hawa nafsunya, seperti: (1). Larangan usaha menguasai harta yang bukan haknya melalui pengadilan yang direkayasa seperti yang dipaparkan dalam surat al-Baqarah/2:1888

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (Q.s. alBaqarah/2:188)

(2). Bahwa mengambil keuntungan melalui jual beli yang tanpa paksaan itu dibolehkan, seperti yang dijelaskan dalam surat al-Nisa/ 4:29

.... Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu... (Q.s. al-Nisa/4:29)

(3) Bahwa harta anakyatim yang berada dalam pengawasan seseorang harus dijaga sebaik-baiknya sebelum diserahkan kepada pemiliknya setelah ia dewasa seperti yang ada dalam surat al-Nisa/4:6 (4) Al-Qur'an mengancam keras orang yang berusaha memiliki harta orang lain dengan cara sewenang-wenang dengan hukuman neraka (Q.s. al-Nisa/ 4:10)

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Q.s. al-Nisa/4:10)

2. Penggerak kepada Kebaikan Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Syams/91:8 ( ) bahwa manusia secara fitri diciptakan Tuhan dengan memiliki perangkat untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, dan surat al-Balad/90:10 ( ) menyebutkan bahwa kepada manusia diberi peluang untuk memilih satu di antara dua jalan hidup yang telah disediakan, jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Untuk itu, pada setiap manusia terdapat faktor-faktor penggerak untuk menuju ke dua jalan itu. Jika penggerak atau motif kepada kejahatan bersumber dari hawa nafsu yang digelitik oleh waswas setan untuk segera mencari jalan pemuasannya, maka penggerak kepada kebaikan sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai motif yang diorganisir oleh 'aql dan qalb Meskipun manusia telah memiliki potensi kebaikan, tetapi penggerak kepada kebaikan tidak muncul dari ruang kosong, melainkan dari pengalaman perjalanan hidup seseorang, dari budaya dimana orang itu hidup, dan dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing orang. Orang yang berada dalam lingkungan maksiat tanpa ada stimulus kebaikan yang mengimbanginya, maka penggerak kepada keburukan akan lebih subur pada orang itu. Sebaliknya orang yang hidup di tengah lingkungan yang sehat dan baik, dan ia sendiri menempuh cara hidup yang baik seperti yang dilakukan oleh orang lain, maka penggerak kepada kebaikan akan muncul dan terpelihara. Dalam lingkungan yang kondusif

pada kebaikan, akal dan qalb dapat mengorganisir tuntutan berbagai dorongan psikologis dalam dirinya untuk diarahkan sesuai dengan iklim psikologis dimana orang itu hidup. Orang yang mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, jika dorongan kepada kejahatan (negatif)-nya yang lebih dominan, maka dorongan psikologis yang berkembang pada orang itu adalah motif balas dendam. Sedangkan bagi orang yang potensi kebaikan (positif)-nya lebih kuat, ketika mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, maka dorongan psikologis yang tumbuh dalam dirinya adalah motif untuk membela sesama orang tertindas. Orang yang memiliki motif balas dendam, tingkah lakunya destruktif dan tidak terkendali, dan kepuasannya tercapai jika melihat lawannya menderita. Sedang orang yang menuruti motif membela sesama kaum tertindas, tingkah lakunya tetap terkendali dan pemuasannya bukan pada melihat kekalahan lawan, tetapi pada kemenangan orang yang dibela. Muncul dan suburnya penggerak atau motif kepada kebaikan juga berhubungan dengan cara hidup. Jika seseorang menempuh jalan hidup yang sesat, jauh dari petunjuk agama, maka penggerak kepada kebenaran terhalang pertumbuhannya, tetapi jika jalan hidupnya mengikuti petunjuk agama, beriman dan melakukan amal saleh, maka seperti yang diisyaratkan surat Yunus/10-9, potensi iman yang ada di dalam hatinya mendesak dan mempengaruhinya untuk melakukan kebaikan.

.... Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka Karena keimanannya.... (Q.s. Yunus/10:9)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa antara motif dan perbuatan terdapat hubungan saling isi mengisi. Motif kepada kebaikan yang direspons dengan perbuatan baik, akan menyuburkan motif kepada kebaikan. Sebaliknya amal saleh

yang dilakukan terus menerus juga akan menumbuhkan motifmotif baru kepada kebaikan. Seperti orang yang melakukan kemaksiatan dapat tenggelam dalam lumpur kemaksiatan, sehingga ia tidak bisa bangkit kembali, maka terbang melayang-layang di langit kebajikan akan memperluas wilayah dan memperkuat daya jelajah dorongan kepada kebajikan. Sejalan dengan itu, Rasulullah pernah mengatakan bahwa menempuh jalan ilmu akan memudahkan seseorang mencapai sorga.

() Orang yang berbahagia adalah orang yang merespons secara positif dorongan psikologis kepada kebaikan yang ada dalam dirinya, selanjutnya ia merasa tenang dengan pilihannya, patuh kepada perintah Allah dan melakukan secara maksimal perbuatan kebajikan. Orang-orang yang mencapai tingkatan ini diterangkan oleh al-Qur'an dalam surat alTaubah/9:112

Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukumhukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (Q.s. alTaubah/9:112)

3. Penggerak untuk Mengetahui

Manusia sebagai makhluk yang berpikir, jika melihat sebuah kejadian, maka dalam dirinya timbul pertanyaan tentang kejadian yang dilihatnya, apa yang terjadi, apa penyebabnya dan apa akibatnya, dan dalam dirinya muncul dorongan-dorongan psikologis untuk mengetahui hakikat dari kejadian yang dilihatnya itu. Dorongan inilah yang disebut motif ingin tahu. Motif ingin tahu yang merupakan tabiat manusia itu menggerakkan manusia untuk meneliti, mengungkap dan mencari sebab akibat dari apa saja fenomena yang menarik perhatiannya. Karena perhatian manusia berbeda-beda. Ada orang yang berusaha mengetahui secara detail tentan benda-benda kecil, yang lain tertarik untuk mengetahui secara detail tentang sistem jagad raya sampai kepada hubungan dengan sang Pencipta. Besar kecilnya motif ingin tahu ini berhubungan dengan kapasitas intelektual seseorang. Semakin tinggi kapasitas intelektual seseorang maka semakin kuat motivasinya untuk mempelajari bidang-bidang yang menjadi perhatiannya, dan pada akhirnya orang yang kuat kecerdasannya memungkinkannya untuk selalu menambah pengetahuannya dan menonjol dibanding orang lain. Motif ingin tahu manusia tampak dalam beberapa bentuk, antara lain, banyak bertanya tentang suatu hal karena ia ingin mengatasi kesulitan pemahamannya, atua ingin menjelaskan tentang hal itu. Wujud lain dari motif ingin tahu adalah keinginan untuk mengetahui realitas baru, atau untuk menghilangkan keraguan tentang hal yang sudah diketahuinya. Contoh motif ingin tahu yang disebutkan al-Qur'an adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim seperti yang dijelaskan surat al-Baqarah/2:260.

Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, Kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.s. alBaqarah/2:260)

Ayat di atas diisyaratkan bahwa sebenarnya Nabi Ibrahim sudah percaya bahwa Allah Maha Kuasa, hingga bisa mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati. Akan tetapi yang mengelitik dorongan ingin tahu Ibrahim adalah bagaimana proses penghidupan yang telah mati itu berlangsung. Ibrahim menanyakan hal itu kepada Tuhan bukan karena tidak percaya kekuasaan Tuhan, tetapi dengan pengetahuan yang lebih detail ia berharap hatinya menjadi tenang, karena pengetahuannya bukan lagi ilm al yaqin tetapi sudah ayn al-yaqin. Tuhan mengabulkan permintaan Ibrahim untuk mendemontrasikan proses penghidupan burung yang mati seperti yang disebut dalam surat al-Baqarah/2:260 di atas. Dorongan ingin tahu yang dimiliki Ibrahim memang sangat kuat, menyangkut hal yang sangat tinggi. Surat alAn'am /6:75-79 berisi kisah Ibrahim ketika masih muda. Dalam usia muda, Ibrahim sudah sangat tergelitik hatinya untuk ingin tahu siapa Tuhan yang sebenarnya, yakni ketika memperhatikan fenomena alam, bintang, bulan dan matahari. Dorongan ingin tahu Ibrahim itu, akhirnya mengatarnya pada keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang

menciptakan alam yang semula menarik perhatiannya itu. Pertanyaan Ibrahim di seputar bintang, bulan dan matahari seperti yang dijelaskan dalam surat al-An'am/6:75-79, sebenarnya bukan dialog yang berlangsung dalam satu hari munculnya bintang, bulan dan matahari, karena pertanyaan tersebut sebenarnya merupakan perenungan panjang seorang pemikir. 4. Penggerak untuk Tetap Hidup Gerakan manusia yang secara konsisten menghindar dari sengatan panas, dari kebekuan dingin, dari kekurangan oksigen sebenarnya merupakan wujud dari adanyamotif ingin tetap hidup. Gerakan menghindar itu berkembang menjadi usaha aktif mempesiapkan diri mengantisipasi kebutuhankebutuhan yang diperlukan di berbagai medan dan cuaca, dan kebutuhan itupun berkembang dari kebutuhan primer ke kebutuhan-kebutuhan yang bersifat sekunder dan penunjang. Itu semua dilakukan karena adanya dorongan untuk tetap eksis. Jadi motif untuk tetap hidup adalah dorongan pada diri manusia yang menggerakkannya untuk selalu menjaga keberadaan dirinya dan menjauhi hal-hal atua tempat-tempat yang membahayakan dirinya serta mempersiapkan diri dengan latihan-latihan agar dapat mengatasi keadaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam hidupnya. Dalam keadaan normal, usaha manusia dalam mempertahankan hidupnya bersifat wajar dan positif, tetapi dalam keadaan kritis di man aterdapat konflik interest, maka motif ingin tetap hidup ini bisa bekerja secara negatif. Dalam keadaan perang misalnya, di mana negara dan bangsa membutuhkan pengorbanan prajurit, usaha untuk tetap hidup bagi prajurit bisa berwujud keberanian berperang habishabisan melawan musuh sampai menang (positif), atau didorong oleh rasa takut kemudian lari dari medan perang (negatif). Al-Qur'an surat al-Taubah/9:86-87, memberikan contoh bentuk negatif dari perbuatan orang yang berusaha tetap hidup tetapi dengan cara yang bertentangan dengan

kemaslahatan bersama, yaitu apa yang dilakukan oleh orang munafik Madinah. Mereka takut mati dan ingin tetap hidup, oleh karena itu mereka memilih dipersamakan dengan wanita, anak-anak dan orang tua yang tidak memiliki kemampuan berperang membela tanah air.

Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk". Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang[653], dan hati mereka Telah dikunci mati Maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (Q.s. al-Taubah/9:86-87)

Contoh lain yang diberikan al-Qur'an adalah apa yang dilakukan oleh kaum Bani Israil ketika diajak memasuki tanah (Palestina) yang dijanjikan Tuhan setelah mereka dibebaskan dari penjajahan Firaun. Dalam surat al-Maidah/5:21 dikisahkan bahwa Nabi Musa sudah mengingatkan kaum Bani Israil agar tidak lari dari medan perang, karena takut kepada musuh ( .) Akan tetapi keinginan mereka untuk tetap hidup dan takut mati menyebabkan mereka menolak ikut berperang menaklukkan penguasa Palestina, sebaliknya mereka bahkan dengan tanpa malu menyuruh Musa bekerja dan mereka tinggal memetik buahnya.

Mereka berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya dalam negeri itu ada orangorang yang gagah Perkasa, Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya". (Q.s. al-Maidah/5:22)

Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami Hanya duduk menanti disini saja". (Q.s. al-Maidah/5:24)

Dorongan ingin tetap hidup dapat direspons secara positif maupun secara negatif. Respons secara negatif terhadap dorongan ingin tetap hidup adalah seperti yang dilakukan oleh prajurit yang lari dari medan perang, atau demi keselamatan dirinya sanggup mengkhianati bangsa sendiri dengan bersekongkol dengan musuh. Dorongan yang kuat untuk tetap hidup juga dapat mendistorsi pandangan. Di mata seorang pengkhianat, kehinaan itu tidak terasa, dan nyawa orang lain sangat murah harganya, tapi ia sendiri takut mati, dank arena distorsi pandangan, maka ia tidak melihat nilai lebih dari keberanian seorang pejuang. Orang-orang Yahudi seperti yang diceritakan dalam surat al-Maidah/5:24 di atas, meskipun sudah mendengar janji Musa bahwa mereka akan dimenangkan oleh Allah, tetapi kekuatan mereka akan mati dan keinginan mereka untuk tetap hidup mendistorsi

pandangan pandangan mereka terhadap kemenangan, sehingga mereka tidak memenuhi panggilan jihad yang dikumandangkan oleh Musa, padahal mereka telah melihat bukti bahwa Musa sebelumnya telah berhasil membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Firaun. Pada masa Nabi, kaum Yahudi Madinah juga mengalami distorsi pandangan terhadap apa yang telah mereka saksikan sendiri pada diri Nabi dan kaum Muslimin.

< Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuhmusuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, Maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orangorang yang beriman. Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu. mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah: "Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar". (Q.s. al-Imran/3:165-169)

Surat al-Imran/ 3:165-169, juga mengisyaratkan adanya distorsi pandangan pada orang munafik terhadap apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Orang-orang munafik pada zaman Rasul, meskipun berkali-kali mereka membuktikan kebenaran yang disampaikan oleh Rasul dan berkali-kali kebusukan hati mereka itu dibongkar, tetapi keinginan untuk tetap hidup dan takut mati mendistorsi pandangan mereka terhadap kebenaran, baik kebenaran ajaran maupun kebenaran sejarah, sehingga mereka tetap tidak bisa belajar dari sejarah. Surat al-Imran/ 3:167 di atas, mengisyaratkan bagaimana orang Yahudi mengejek Nabi dan kaum mukminin sebagai orang yang tidak tahu taktik perang setelah melihat kekalahan kaum muslimin dalam perang uhud, meskipun mereka mengetahui kemenangan yang lebih dahsyat oleh nabi dan kaum muslimin pada perang sebelumnya (perang Badar). 5. Penggerak kepada Kematian sebagai Syahid

Meskipun manusia takut mati dan ingin tetap hidup, tetapi semua manusia mati, suka atau tidak suka. Bagi orang yang ingin tetap hidup, mati adalah sesuatu yang menakutkan, oleh karena itu ia bersedia melakukan apapun demi menghindarkan diri dari mati. Sedangkan bagi orang yang mengutamakan makna hidup, mati tidak harus menakutkan, tergantung bagaimana caranya mati, apakah sejalan dengan makna hidup yang diperjuangkan atau tidak. Orang kafir yang tidak mempercayai adanya kehidupan akhirat, takut kepada kematian karena ia tidak tahu apa yang ada di balik kematian. Ketakutan orang kafir kepada mati seperti ketakutan orang kepada kegelapan, yakni takut kepada hal-hal yang tidak diketahuinya. Perasaan takut kepada hal yang diketahui dapat dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya, tetapi takut kepada hal yang tidak diketahui hanya bisa diatasi dengan pengetahuan. Dalam satu perspektif, orang mukmin memandang dunia ini sebagai penjara ( ,) oleh karena itu ia merindukan untuk segera keluar kea lam bebas (hidup di akhirat), sementara orang kafir memandang dunia sebagai sorga, ( ,) oleh karena itu mereka takut dikeluarkan dari tempat yang menyenangkan itu (mati). Orang kafir memandang mati sebagai kematian yang gelap, sedangkan orang mukmin memandang kematian sebagai kehidupan di alam lain yang lebih menjanjikan. Oleh karena itu orang mukmin justru merindukan datangnya mati syahid, karena kesyahidan merupakan pintu kehidupan akhirat yang lebih menyenangkan disbanding kehidupan di dunia. Term syahid disebut al-Qur'an dalam berbagai kata bentukannya sebanyak 160 kali,24 hampir semuanya mengandung makna kesaksian ( 52,) baik yang berkenaan dengan Tuhan maupun yang berkenaan dengan manusia. Kata yang berkenaan dengan mati hanya terdapat dalam surat al-Nisa/ 4:69, yang menyatakan bahwaLihat misalnya Q.s. al-Ma'arij/70:33, Q.s. al-Nur/ 24:6,8 Q.s. al Maidah/ 5:107, Q.s al-Hasyr/ 59:22, Q.s. al-Rad/ 13:9, Q.s. alMaidah/5:108, Q.s. al-Baqarah/ 2:23 dan Q.s. al-Nur/ 24:13 25 Al-Raghib al-Isfahani, op.cit h. 274-27524

orang yang mati syahid kelak akan dikumpulkan bersama para Nabi dan orang-orang salih;

Dan barangsiapa yang bersama-sama dengan yaitu: Nabi-nabi, para orang-orang saleh. dan Nisa/4:69) mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, shiddiiqiin orang-orang yang mati syahid, dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.s al-

Dari kata syahid yang bermakna kesaksian itu, maka para mufasir tidak memberi kepastian bahwa orang mati syahid itu hanya yang gugur dalam memerangi orang kafir. Imam Fakhr al-Razi misalnya lebih menekankan bahwa orang mati syahid adalah orang yang mati dalam rangka kesaksiannya atas kebenaran Islam.26 Dalam bahasa Arab, ijazah atau diploma juga disebut syahadah karena lembaran kertas itu memberikan kesaksian atas tingkatan keilmuan pemiliknya.27 Mati syahid juga disebut al-Qur'an dengan ungkapan gugur dalam peperangan di jalan Allah atau jihad fi sabilillah seperti yang dijelaskan dalam surat al-Imaran/3:169, ( ) yang mempunyai arti janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Motif orang mukmin untuk berani mati syahid adalah karena kesaksiannya (syahada dengan mata hati) dan keyakinannya atas apa yang akan diperoleh di alam akhirat, yakni apa yang dinilainya lebih baik disbanding yang ada dalam kehidupan diImam Fakhr al-Razi, op.cit juz X, h. 174 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawir, Qamis Arabi Indunisi, (Yogyakarta: Pesantren al Munawir, 1984), h. 79926 27

dunia. Dalam hadits Nabi disebutkan bahwa hidup di dunia bagi orang mukmin itu bagaikan berada di penjara, sementara bagi orang kafir mereka merasa berada di sorga ( .) Hadits ini mengisyaratkan bahwa orang mukmin itu merindukan keindahan yang berada di luar dunianya (akhirat), sementara orang kafir takut kehilangan kesenangan duniawi yang sedang dinikmatinya. Al-Qur'an menginformasikan kepada orang mukmin calon-calon syahid bahwa orang yang gugur syahid di jalan Allah sebenarnya tidak mati, tetapi tetap hidup ( 82,) dan tetap memperoleh rizki dari Allah ( 92.) Dalam al-Qur'an srat Muhammad/47:4, Allah menjanjikan kepada mereka bahwa amal mereka tidak akan sia-sia ( 03,) diampuni dosanya ( 13,) memperoleh pahala yang besar ( 23,)dan masuk sorga (33.) Orang yang berperang di jalan Allah menunjukkan keberanian yang luar biasa karena disamping merindukan pahala dan keberuntungan ukhrawi juga karena dijanjikan akan memperoleh bantuan dari Tuhan. Analisis tentang keberanian kaum Muslimin dalam perang Badar yang sebenarnya tidak imbang, dapat diuraikan suasana batin mereka sebagai berikut: a. Mereka telah lama hidup menderita kekurangan di Madinah, padahal mereka memiliki harta yang tertinggal di Makkah tetapi tidak dapat diambil karena diblokadi orang kafir Makkah. Ketika secara tidak terduga berhadapan dengan tentara kafir Makkah yang menyusul untuk menyelematkan kafilah dagang mereka dari cegatan kaum muslimin, mereka tidak punyai pilihan lain kecuali harus menghadapinya. b. Mereka merasa yakin keputusan untuk berperang itu benar karena dipimpin langsung oleh Rasul.28 29 30 31 32 33

Lihat Q.s. al-Baqarah/ 2:154 dan Q.s. al-Imran/ 3:169 Lihat surat al-Hajj/22:58 dan surat al-Imran /3:169 Q.s. Muhammad/ 47:4 Q.s. All-Imran/3:195 Q.s. al-Nisa/ 4:74 Q.s. al-Taubah/ 9:111 dan Q.s. al-Imran/ 3:195

c. Rasul selalu memompa semangat prajuritnya dengan janji pertolongan Allah bagi orang yang sabar. d. Rasul menggambarkan keindahan sorga sebagai sesuatu yang sangat dekat, yang cepat diraih karena ia ada dibalik kesyahidan, sehingga suasana batin prajurit Islam adalah akan masuk sorga yang lebih baik disbanding hidup di dunia. Mereka menyongsong maut dengan gembira seperti gembiranya orang menuju tempat yang menyenangkan. e. Pada saat-saat akhir menjelang perang missal, setelah Rasul melihat tanda-tanda pertolongan Tuhan dengan datangnya malaikat Jibril, atas perintah Rasul disebarkan kepada para prajurit bahwa para malaikat telah datang untuk membantu kaum muslimin.34 Gabungan dari informasi dan sugesti itu memenuhi batin para prajurit, sehingga hati mereka merasa longgar, ancaman maut terasa sebagai kompetisi yang menantang, motif untuk membunuh orang kafir bergabung dengan motif untuk memperoleh kesyahi-an sehingga suasana batin kaum muslimin yang sedikit itu benar-benar padu, utuh dan kentalPerang Badar adalah peperangan yang terjadi antara kaum Muslimin Madinah dibawah komando Rasul melawan kaum Quraysy Makkah. Peperangan ini termasuk tidak direncanakan, karena yang menjadi pemicu adalah pencegatan oleh kaum muslimin Madinah atas kafilah dagang Quraysy. Kaum muslimin melakukan pencegatan itu karena mereka memiliki harta di Makkah, tetapi tidak dapat diambil karena dihalangi oleh orang kafir Makkah. Dalam keadaan tidak berencana itulah akhirnya berhadapan dua kekuatan yang tidak berimbang jumlahnya. Akan tetapi dalam peperangan itu kaum Muslimin yang kekuatannya hanya sepertiga lawan justru memperoleh kemenangan besar. Kemenangan itu antara lain disebabkan karena taktik strategi yang jitu, ditambah kerinduan kaum muslimin menggapai syahadah. Faktor yang secara psikologis sangat mendorong motivasi para sahabat Nabi ketika itu adalah pemberitahuan kepada mereka pada saatsaat genting tentang datangnya malaikat Jibril memantu kaum muslimin. Nabi memberi tugas kepada Abu Bakar untuk menyebarluaskan berita tersebut kepada prajurit, absyir ya Aba Bakr, ataka nashrullah, hadza Jibril akhidzun bi'inani farshi yaquduhu 'ala al-Naqa (H.R. Bukhari). Lihat Muhammad Said Ramadlan al Buwaythi, Fiqh al-SIrah, Dirasah Manhajiyah Ilmiyah li Sirah al Musthafa wama Tanthawi alaybi min idzat wa mabadi wa ahkam (tt. Dar al Fikr, 1990), h. 1999-2333. LIhat juga Ibn Hisyam, alSirah al-Nabawiyah, (Beirut, Dar al-Jayl, 1987), jilid II, h. 186-199)34

tanpa memberi celah sedikitpun ke-pada keraguan dan kebimbangan. Motif mati syahid berbeda dengan instink thanatos dalam teori Psikoanalisa, karena karakter thanatos itu agressif yang bersifat destruktif.35, sementara motif mati syahid, meskipun sama-sama agresif tetapi tidak destruktif. Ia berdiri di atas nilai-nilai mulia, yaitu menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran, sementara thanatos bekerja hanya untuk mencari pemuasan motif kebencian. 6. Penggerak kepada Hubungan Seks

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan lakilaki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Q.s. al-Nisa/4:1)

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia diciptakan Tuhan bermula hanya laki-laki seorang diri,Menurut teori Psikoanalisa, tingkah laku manusia berkisar pada pengaruh motif kehidupan (eros) dan motif kematian (thanatos). Eros mendorong manusia untuk mempertahankan eksistensinya, sementara thanatos justru mendorong untuk nekat meski harus menemui kematian. Lihat Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Karya, 1986), h. 22-39. Lihat pula Sigmund Freud Sekelumit Sejarah Psikoanalisa, terjemahan K. Bertens (Jakarta: Gramedia, 1986)35

kemudian daripadanya diciptakan istrinya, dan dari pasangan suami istri inilah berkembang biak ummat manusia. Proses pengembangbiakan manusia melalui proses yang dewasa ini dikenal dengan istilah reproduksi manusia, yakni satu proses yang didahului oleh pertemuan spermatozoa laki-laki dengan sel tulur wanita yang kemudian berkembang menjadi janin, dan seterusnya lahir manusia baru ke dunia. Proses pertemuan sperma dengan indung telur bukan semata-mata kejadian pertemuan dua unsure, tetapi dikemas dalam suatu tingkah laku manusia yang disebut persetubuhan atau hubungan seks. Secara social, pengembangbiakan manusia itu didahului dengan adanya ketertarikan hubungan antara lakilaki dan perempuan yang kemudian setelah melalui prosedur yang diperlukan dalam system nilai social, keduanya melakukan kontak badan yang disebut dengan hubungan seks itu. Bagi manusia, hubungan seks merupakan hal yang menyenangkan dan penuh dengan suasana, berkaitan dengan reproduksi maupun tidak, karena manusia memiliki dorongan untuk berhubungan seks yang memutuhkan pemuasannya. Jadi motif kepada hubungan seks merupakan dorongan biologis yang bersifat fitri, yang selalu menuntut untuk dipuaskan. Pengaruh dari dorongan itu menyebabkan manusia menyukai lawan jenisnya, dan mereka merasa terpuaskan ketika mereka melakukan hubungan badan. Motif kepada hubungan seks yang ada dalam diri manusia relatif konstan, oleh karena itu jika tidak memperoleh penyaluran yang memuaskan, dapat mendatangkan ketidakseimbangan tingkah laku. Dalam rangkaian ibadah puasa misalnya, al-Qur'an dalam surat al-Baqarah/ 2:185, mengikuti bahwa dorongan kepada seks itu sangat kuat ( ) sehingga al-Qur'an memberikan kelonggaran untuk menyalurkannya pada malam hari bulan Ramadhan. Surat Yusuf/ 12:53, juga mengisyaratkan kuatnya motif kepada hubungan seks, karena jika dilihat konteks kisah dalam ayat itu maka kalimat menunjuk pada motif kepada hubungan seks yang dimiliki Zulaykha. Karena motif kepada hubungan seks itu bersifat fitri, maka al-Qur'an bukan hanya tidak melarang, tetapi mengaturnya agar pemuasan dorongan kepada seks itu tidak

bertentangan dengan kemaslahatan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, al-Qur'an mencela tingkah laku seksual menyimpang, baik menyimpang dari norma maupun menyimpang dari kelaziman. Al-Qur'an memberikan pedoman bagaimana merespons motif kepada hubungan seks dengan cara-cara yang benar dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: a. Hubungan seks hanya dibenarkan bagi orang yang terikat tali perkawinan, oleh karena itu manusia yang sudah memenuhi syarat dianjurkan untuk menikah atau diberi peluang untuk menjalani hidup dalam ikatan pernikahan, seperti yang dipaparkan dalam surat al-Nur/ 24:32 ) b. Dalam keadaan tertentu, demi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku seks menyimpang, poligami diizinkan tetapi dibatasi hanya maksimal empat, meskipun pernikahan yang ideal menurut al-Qur'an adalah monogamy, seperti yang dipaparkan dalam surat al-Nisa/4:3

c. Bagi orang yang karena suatu hal tidak atau belum menikah, tetap diharuskan memelihara kesucian hidup seksualnya, seperti yang terdapat dalam surat al-nur/ 24:33

d. Perbuatan zina dipandang sebagai tingkah laku menyimpang dan perbuatan dosa yang harus dihukum

secara amat keras, seperti yang terdapat dalam surat alNur/ 24:2-3, dan Q.s. al-Furqon/ 25:68).

e. Meskipun pernikahan menghalalkan hubungan seksual,

tetapi etika dan kesehatan hubungan seksual harus tetap dipelihara, seperti dilarang melakukan hubungan seks kecuali istri sedang dalam keadaan suci, seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah/2:222-2333 ( ) f. Hubungan seks sejenis, homo dan lesbi dipandang sebagai tingkah laku seksual menyimpang yang dilarang seperti yang diisyaratkan surat al-Naml/ 27: 54-55, dan surat al-Syuara/ 26: 165-166 () g. Untuk tidak merangsang motif kepada hubungan seks secara tidak benar, al-Qur'an melarang mendekati hal-hal yang merangsang perbuatan zina, seperti diisyaratkan surat al-Isra/ 17:32, ( ,) dan Nabi menganjurkannya dengan menjalankan puasa, karena puasa dapat menekan dorongan kepada seks (63.) 8. Penggerak kepada Permusuhan Isyarat bahwa manusia memiliki motif kepada permusuhan antara yang satu dengan yang lain dapat dilihat pada surat al-Baqarah/2:30, yang menyebutkan pertanyaan malaikat kepada Tuhan atas diciptakannya Adam sebagai khalifah di bumi. Malaikat berkata kepada Tuhan: Apakah Engkau menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ( .) Perbuatan menimbulkan kerusakan dan menumpahkan darah merupakan wujud dari adanya ) 36

permusuhan. Adanya motif permusuhan pada dijelaskan lagi oleh al-Qur'an sebagai berikut:

manusia

Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang Telah ditentukan". (Q.s. al-Araf/7:24)

Surat al-A'raf/ 7:24, dan juga al-Baqarah/2:36, secara tegas menyatakan bahwa setelah manusia diturunkan ke bumi sebagai khalifah Allah, di antara mereka terlibat permusuhan. Ayat ini juga dapat menjadi informasi bahwa pada setiap manusia memang memiliki dorongan permusuhan. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa bumi merupakan tempat kediaman dan tempat kesenangan ( ) bagi manusia. Dari keterangan itu maka dapat disimpulkan bahwa permusuhan manusia antara yang satu dengan yang lain ada hubungannya dengan problem tempat kediaman dan kesenangan mereka. Menurut al-Qur'an, motif kepada permusuhan itu timbul karena digelitik oleh setan. Lebih dari sebelas kali, al-Qur'an menyebutkan bahwa setan adalah musuh manusia yang tidak boleh diremehkan ( 73,) baik setan yang berwujud jin maupun yang berwujud manusia ( 83.) Al-Qur'an juga menegaskan bahwa tugas utama setan antara lain mengobarkan permusuhan dan kebencian di antara manusia ( 93,)oleh karena itu sepanjang masa selalu terjadi permusuhan dan kebencian di antara manusia ( 04,) baik permushan tersembunyai ( 14,) maupun permusuhan yang segera37 38 39 40 41

Lihat Lihat Lihat Lihat LIhat

surat surat surat surat surat

al-Baqarah/2:168 dan 208 al-An'am/ 6:112 al-Maidah/ 5:91 al-Maidah/5:14 dan 64 serta surat al-Mumtahahan/ 60:4 al-Mujadalah/ 58: 8-9

dilakukan ( 24,) atau permusuhan yang direkayasa bersama ( 34,) meskipun kerjasama dalam hal permusuhan itu dilarang oleh agama ( 44.) Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa motif kepada permusuhan itu bisa timbul karena sebab yang berbeda-beda, misalnya: a. Disebabkan karena iri hati, seperti yang dialami oleh Qabil kepada Habil, yakni Qabil, seperti yang dikisakan dalam surat al-Maidah/5:27-29 iri hati kepada Habil karena kurban Habil diterima Allah, sementara kurban dipersembahkan Qabil ditolak. Iri hati Qabil itu menggelitik motif permusuhannya, dan Qabil kemudian merespons motif itu dengan melakukan pembunuhan terhadap Habil ( .) b. Motif permusuhan juga bisa timbul karena merasa dihalangi pencapaian tujuan-tujuannya, seperti permusuhan sudaha-saudara Yusuf terhadapnya. Hal ini dipaparkan dalam kisah Yusuf pada Q.s. Yusuf/ 12:7-18). Mereka memandang bahwa kisah saying Nabi Ya'qub kepada Yusuf dan Bunyamin terlalu berlebihan, hingga mereka merasa kurang diperhatikan oleh ayahnya, padahal mereka merasa lebih berhak. () c. Karena merasa terancam kedudukan dan kepentingannya seperti yang dirasakan oleh orang kafir Quraysy Makkah kepada Nabi Muhammad. Mereka memusuhi Rasul seperti yang diisyaratkan surat Q.s. Muhammad/ 47:32 () karena kehadiran Rasul mengubah tatanan social yang berdampak merugikan status social orang Quraysy sebagai kelompok yang sudah mapan. d. Karena mempertahankan harga diri secara keliru seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi dan orang-orang musyrik kepada Nabi dan kaum mukminin, seperti terlihat dalam pemaparan Tuhan pada surat al-Maidah/ 5:82 ( ) 42 43 44

Lihat surat al-Maidah/ 5:62 Lihat surat al-Baqarah/ 2:85 Surat al-Maidah/ 5:2

salah paham atau berbeda pandangan sepertiyang terjadi antara suami istri atau antara orang tua dan anak, dalam Q.s. al Taqhabun/ 64:14 ( ) f. Karena sombong, seperti dorongan permusuhan setan kepada manusia setelah ia menolak perintah Tuhan untuk sujud kepada Adam, seperti yang terdapat dalam surat al-Araf/5:11-12 () Dari kisah-kisah al-Qur'an dapat disimpulkan bahwa motif permusuhan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingkah laku manusia. Orang yang berada dibawah pengaruh motif permusuhan dapat melakukan perbuatanperbuatan yang sangat menyimpang dari ukuran-ukuran moral yang lazim. Orang yang sedang melakukan perbua