KONSEP MANUSIA UNGGUL

25
BERILMU ‘AMALIYAH DAN BER’AMAL ILMIAH (Manusia Unggul Perspektif Psiko-sosio-religius) Oleh : Anis Fahmi Basewed,S.Psi NIM.20121010027 A. Hakikat Manusia Ketika kita berbicara tentang manusia, yang terlintas dibenak kita adalah sosok makhluk multi dimensional. Karakteristik tersebut disebabkan oleh karena banyaknya pendapat ahli tentang hakikat manusia, yang secara berbeda melihat manusia dari berbagai sudut pandang, hal tersebut tidaklah berlebihan karena memang manusia dapat dilihat dari berbagai perspektif. Sebuah perspektif sangatlah bermanfaat dalam memahami manusia. Pemahaman yang tepat pada gilirannya akan membawa kepada kebaikan bagi kita, yaitu berupa hasil pendidikan yang baik, efektif dan efisien. Manusia adalah makhluk yang istimewa dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah yang lainnya di alam semesta ini. Keistimewaan tersebut terletak kepada akal yang yang dianugerahkan kepadanya serta peran yang dilakukannya sebagai makhluk yang berakal itu. Peran yang dilakukan manusia dalam berbagai aspek kehidupan seperti aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya 1

Transcript of KONSEP MANUSIA UNGGUL

Page 1: KONSEP MANUSIA UNGGUL

BERILMU ‘AMALIYAH DAN BER’AMAL ILMIAH

(Manusia Unggul Perspektif Psiko-sosio-religius)

Oleh :

Anis Fahmi Basewed,S.Psi

NIM.20121010027

A. Hakikat Manusia

Ketika kita berbicara tentang manusia, yang terlintas dibenak kita adalah sosok

makhluk multi dimensional. Karakteristik tersebut disebabkan oleh karena banyaknya

pendapat ahli tentang hakikat manusia, yang secara berbeda melihat manusia dari berbagai

sudut pandang, hal tersebut tidaklah berlebihan karena memang manusia dapat dilihat dari

berbagai perspektif. Sebuah perspektif sangatlah bermanfaat dalam memahami manusia.

Pemahaman yang tepat pada gilirannya akan membawa kepada kebaikan bagi kita, yaitu

berupa hasil pendidikan yang baik, efektif dan efisien.

Manusia adalah makhluk yang istimewa dibandingkan dengan makhluk-makhluk

Allah yang lainnya di alam semesta ini. Keistimewaan tersebut terletak kepada akal yang

yang dianugerahkan kepadanya serta peran yang dilakukannya sebagai makhluk yang berakal

itu. Peran yang dilakukan manusia dalam berbagai aspek kehidupan seperti aspek ideologi,

politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya merupakan peran yang

dilakukan manusia sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, dan makhluk religius sehingga

manusia merupakan makhluk yang unik satu sama lain. Keunikan tersebut tidak hanya

terletak pada perbedaan bentuk fisik dan biologis semata, melainkan juga terletak pada aspek-

aspek lain seperti pandangan hidup, nilai yang dianut, kemampuan, minat, bakat, kecerdasan,

sikap, gaya hidup, keyakinan dan lain sebagainya. Kesemuanya itu menyatu dalam diri setiap

individu dan membentuk sebuah organisasi psikologis yang dinamakan kepribadian. Oleh

karena itu, maka setiap orang adalah unik karena memiliki karakteristik yang berbeda-beda

antara satu dengan yang lainnya. Bahkan , pada saudara kembar sekalipun.

1

Page 2: KONSEP MANUSIA UNGGUL

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu

saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah

ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Mengenal” (Al Hujurat :13).

Keunikan yang Allah anugerahkan kepada manusia tiada lain adalah hikmah yang

perlu dikaji dalam bidang ilmu psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan Islam agar tercapai

pemahaman individu (dalam hal ini) peserta didik sehingga akan dapat memaksimalkan

potensi mereka masing-masing untuk menjadi diri mereka yang berfungsi seutuhnya dan

sepenuhnya. Rogers (dalam Schultz, 1991) menulis bahwa manusia dengan kepribadian yang

berfungsi sepenuhnya adalah manusia yang secara sadar berusaha untu mengembangkan dan

bahkan merubah kepribadiannya untuk mencapai aktualisasi dirinya. Berbeda dengan ahli lain

seperti Freud yang lebih menekankan kepribadian terbentuk dari konflik-konflik masa lalu di

mana perubahan kepribadian hanya dapat dilakukan dengan peran terapis, maka Rogers

mempertahankan pendapatnya bahwa yang menjadi pusat perubahan adalah diri manusia

sendiri melalui perjuangan untuk menjadi diri yang berfungsi sepenuhnya dan tercapainya

aktualisasi diri.1

Selanjutnya Rogers berpendapat bahwa aktualisasi diri adalah proses menjadi diri

sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi-potensi psikologisnya yang unik. Rogers

percaya bahwa manusia memiliki dorongan yang dibawa sejak lahir untuk mencapai sifat-sifat

serta potensi-potensi yang dimilikinya dan bahwa hasil ciptaan yang sangat penting ialah

dirinya sendiri. Suatu tujuan yang dicapai jauh lebih sering dialami oleh orang-orang yang

sehat daripada oleh orang-orang yang sakit secara psikologis.2

Maslow (dalam Goble, 1987) memaparkan tentang proses pencarian aktualisasi diri

pada beberapa orang yang dia anggap sukses dan ia kagumi, yaitu kedua professor

pembimbingnya yang kelak menjadi gurunya. Dalam mengkaji kedua professor tersebut,

1 Schultz, D., Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat (Yogyakarta : Kanisius, 1991) h. 41-592 Ibid. 41-59

2

Page 3: KONSEP MANUSIA UNGGUL

Maslow kemudian menemukan adanya kesamaan sifat yang dimiliki yang menyebabkan

mereka berdua memiliki keunggulan dibandingkan manusia yang lain. Berdasarkan kesamaan

tersebut ia lalu melanjutkan penelitian-penelitiannya. Penelitian yang ia lakukan

memfokuskan diri pada kajian beberapa tokoh yang ia anggap sukses dan masak secara

penuh. Hasil yang dicapai membuahkan sebuah definisi mengenai orang yang yang mencapai

aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah penggunaan dan pemanfaatan secara penuh bakat,

kapasitas-kapasitas, potensi-potensi, dan sebagainya. Orang yang teraktualisasi mampu

memenuhi dirinya dan melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya.3

Allah s.w.t. menganugerahkan kepada manusia akal pikiran, kehendak, potensi, bakat

dan ilmu pengetahuan yang maha luas untuk dikaji dan dikembangkan oleh umat manusia

secara orang perorangan maupun kelompok. Potensi tersebut adalah ni’mat Allah yang patut

disyukuri. Wujud rasa syukur manusia atas ni’mat tersebut adalah dalam bentuk upaya nyata

manusia dalam mengembangkan diri sepenuhnya menuju pribadi yang unggul.

م�ن� �اه�م� ق�ن ز� و�ر� �ح�ر� �ب و�ال �ر� �ب ال ف�ي �اه�م� �ن و�ح�م�ل آد�م� �ي �ن ب �ا م�ن ��ر ك �ق�د� و�ل

�ف�ض�يال" ت �ا �ق�ن ل خ� م�م�ن� �ير( �ث ك ع�ل�ى+ �اه�م� �ن و�ف�ض�ل �ات� �ب الط�ي

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di

daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan

mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami

ciptakan.” ( Q.S. Al Isra’ : 70).

, , , ��ن إ 3ه� الل �مر� ا م�ن �ه� �حف�ظ�ون ي خ�لف�ه� م�ن و� �د�يه� ي �ين� ب م�ن �ت8 م�ع�ق�ب �ه� ل

. ) �ق�وم ب 3ه� الل اد �ر� ا �ذ�ا و�إ ه�م �نف�س� �أ ب م�ا وا �ر� �ف�ي ي �ي ت ح� ) �ق�وم ب م�ا �ر� �غ�ي ي � ال 3ه� الل

, و�ال( م�ن �ه� د�ون م�ن �ه�م ل و�م�ا �ه� د�ل �ف�الم�ر� ا .سوء"

“Bagi manusia, ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka

dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak

mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri

mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak

3 Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta : Kanisius, 1987) h. 483

Page 4: KONSEP MANUSIA UNGGUL

ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

(Q.S. Ar Ra’d : 11)

Akal merupakan sumber ilmu pengetahuan. Manusia menjadi makhluk yang istimewa

di antara makhluk Allah yang lainnya juga dikarena anugerah akal yang dimilikinya.

Kemuliaan akal tersebut ditunjukkan Rasulullah s.a.w. melalui sabda : “Yang pertama kali

diciptakan Allah adalah akal.” Bukankah fase-fase kritis pembentukan janin adalah ketika

Allah menyempurnakan tabung otak janin di tiga bulan pertama kehamilan seorang ibu?

Itulah bukti bahwa akal adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia yang

mementukan apakah manusia tersebut akan berkedudukan ataukah akan menjadi makhluk

yang hina.4

B. Manusia Unggul Perspektif Psiko-sosio-religius

Sebagai makhluk pribadi, manusia memiliki tanggung jawab kepada dirinya sendiri

untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin. Dengan

potensi yang dianugerahkan Allah tersebut, maka manusia pada dasarnya memiliki

kesempatan untuk mencapai tujuan. Memimpin diri sendiri baik fisik, mental maupun

spiritual, membangun Integritas pribadi yang utuh, mengembangkan kepercayaan diri dan

konsep diri serta harga diri yang positif, dan juga memupuk motivasi untuk selalu maju ke

depan dan menjadi yang terbaik yang bisa ia lakukan. Rogers (dalam Schultz, 1991)

berpendapat bahwa pengalaman pengalaman yang telah terjadi pada manusia sehat

memotivasi diri mereka untuk menjadi pribadi yang lebih sehat dari sebelumnya.

Aktualisasi diri, sebagaimana yang juga diungkapkan Maslow, berubah sejalan dengan

semakin bertambahnya usia, kesemuannya itu terjadi akibat dari perkembangan biologis dan

proses belajar.5

) �قو�يم ت �حس�ن� أ ف�ي �نس�ن� األ �ا �قن ل خ� �ق�د .ل

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-

baiknya.” (Q.S. At Tin : 4).

. �ة8 ه�ن ر� �ت ب �س� ك �م�ا ب �فس( ن Iل� ك �خ�ر �أ �ت ي أو �ق�د�م� �ت ي أن �م م�نك اء � ش� �م�ن .ل

4 Imam Al Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Terj. Zeid Husein Al Hamid (Jakarta : Pustaka Amani, 2007) h.195( Schultz, D., Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat (Yogyakarta : Kanisius, 1991)

4

Page 5: KONSEP MANUSIA UNGGUL

“(Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. Tiap-tiap

diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Q.S. Al Mudatsir : 37-38)

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kesempatan tanggung jawab untuk

berperan sebagai pemimpin, baik pemimpin dalam arti yang sempit seperti memimpin

keluarga, maupun memimpin dalam lingkup yang lebih luas seperti komunitas, organisasi,

masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Manusia yang unggul adalah mereka yang memiliki

kecakapan untuk menjadi pelopor dalam setiap lingkungan yang dihadapinya, tampil menjadi

figur yang dapat dipercaya (al amin) serta mampu memberi manfaat sebanyak yang ia mampu

berikan untuk lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud tentu saja bukan hanya lingkungan

sosial seperti masyarakat dan orang-orang sekitar, melainkan juga lingkungan fisik dan

lingkungan hidup sehingga manusia unggul benar-benar menjadi rahmat bagi alam

sekelilingnya.

Manusia, pada hakikatnya, merupakan produk dari masyarakat di mana ia hidup. Oleh

karena itu, Kepribadian manusia lebih dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya (Hall &

Lindzey, 1993).6 Salah satu yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial adalah

Adler. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1993) menulis bahwa manusia pada dasarnya adalah

makhluk sosial. Motivasi pertama yang mendorong manusia dalam hidupnya adalah sosial.

Manusia selalu menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kerjasama sosial,

menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri, Selanjutnya, Adler

berpendapat bahwa manusia adalah konfigurasi unik dari minat-minat, motif-motif, sifat-sifat,

dan nilai-nilai yang terbentuk dari hasil interaksi manusia dengan lingkungannya dan pada

akhirnya juga akan memberi sumbangan kepada lingkungannya.

, �جع�ل� �ت أ �ؤا ل ق�ا �يف�ة8 ل خ� �رض� األ ف�ي ج�اع�ل8 �ي �ن أ �ة� �ك �ئ �لم�آل ل Iك ب ر� ق�ال� �ذ إ و�

�ق�د�س� ن و� �ح�مد�ك� ب �ح ب �س� ن �حن� و�ن لد�م�اء� ا �سف�ك� ي و� ف�يه�ا د� �فس� ي م�ن ف�يه�ا

�م�ون�, �عل ت ال م�ا �م� عل� أ �ي �ن إ ق�ال� ل�ك�

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata, “mengapa Engkau hendak

menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

6 Hall, c., Lindzey G., Teori-teori Psikodinamik (Klinis), Terj. A. Supratiknya (Yogyakarta : Kanisius, 1993) h.2385

Page 6: KONSEP MANUSIA UNGGUL

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

Menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak

kamu ketahui.” (Q.S. Al Baqarah : 30)

Berdasarkan tujuan manusia sebagai khalifah, tentu manusia unggul adalah manusia

yang dicita-citakan seuaai dengan kehendak Allah, tidak sebagaimana yang dikhawatirkan

oleh malaikat pada saat awal proses penciptaannya.

Sebagai makhluk religius, manusia juga memiliki tugas pokok untuk beribadah dalam

arti yang sebenar-benarnya dan seluas-luasnya.

�د�ون� �عب �ي ل � �أل إ �نس� و�أل �الج�ن ل�قت� خ� .و�م�ا

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah

(beribadah) kepada-Ku.” (Q.S. Ad Dzariyat : 56)

Dimensi spiritual ini, merupakan dimensi yang sangat luas karena mencakup seluruh

aspek kehidupan manusia. Di dalam otak manusia, terdapat ‘God Spot’ (titik Tuhan) yang

merupakan bukti empiris adanya keyakinan manusia akan adanya Tuhan serta kebutuhan

manusia untuk selalu mengingat Tuhan. Kebutuhan akan hadirnya Tuhan merupakan

pengalaman yang pasti dirasakan dan dilalui oleh semua manusia. Terdapat satu sesi dalam

hidup manusia di mana mereka akan ‘mencari’ Tuhan, sebagaimana yang pernah dilakukan

Nabi Ibrahim tatkala meragukan tuhan buatan ayahnya dan kemudian mencari Tuhan yang

sesungguhnya. Bulan, matahari, dan bintang yang semula ia anggap tuhan tidak menunjukkan

tanda-tanda kekuasaannya akan tetapi batinnya telah menuntunnya untuk menuju jalan yang

diridloi Allah. Itulah sebabnya Nabi Ibrahim dikenal sebagai Bapak Tauhid karena dengan

kepasrahan dan rasa berserah diri yang beliau miliki telah membawa beliau menuju

keselamatan dari api yang (secara nalar) akan membakarnya, namun semua itu dapat beliau

lalui dengan keyakinan yang penuh bahwa hanya kepada Allah lah tempat memohon dan

berserah diri.

Melalui kisah nabi Ibrahim di atas, Lubis (dalam Mahdayani, 2008) berpendapat

bahwa di dalamnya terdapat pesan-pesan filosofis bagi pendidikan sebagai upaya

mengoptimalkan potensi manusia yaitu : Pertama, proses penanaman akidah yang benar oleh

Nabi Ibrahim kepada keluarga dan kaumnya. Kedua, tujuan yang hendak dicapai oleh Nabi

6

Page 7: KONSEP MANUSIA UNGGUL

Ibrahim dalam penanaman akidah yang benar tersebut, yakni mendapatkan ridlo Allah s.w.t

sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketiga, Nabi Ibrahim menanamkan

konsep-konsep dasar dalam pendidikan yang meliputi agama, manusia, ilmu hikmah,

keadilan, dan amal perbuatan.7

Kisah-kisah para nabi dan rasul, termasuk kisah Nabi Ibrahim di atas dan juga kisah

para orang-orang besar di dunia ini hampir dapat dikatakan tidak pernah lepas dari nilai-nilai

religius, bahkan bagi para penganut atheisme sekalipun. Nietsche yang mengakhiri hidup

dengan bunuh diri merupakan salah satu contoh orang yang mengingkari kehadiran Tuhan di

dalam batinnya sehingga diakhir hayatnya dia kehilangan arah dan tak tahu kemana ia harus

kembali. Dimensi religius manusia adalah fitrah yang tidak dapat dipungkiri karena dengan

fitrah tersebut, manusia hidup dalam ketenangan dan kedamaian bersama cinta kasih dan ridla

Allah s.w.t.

. . �ة" ض�ي م�ر� �ة" اض�ي ر� �ك� ب ر� �ى+ �ل إ ج�ع�ي ار� �ة� �ن �م�ط�م�ئ ال �ف�س� الن �ه�ا �ت ي� أ �ا ي

. �ت�ي ن ج� و�اد�خ�ل�ي �اد�ي ب ع� ف�ي ل�ي .ف�اد�خ�

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi

diridhai, lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-

Ku.” (Q.S. Al Fajr : 27-30)

Berdasarkan perspektif di atas, dapatlah dikatakan bahwa manusia unggul adalah

mereka yang memiliki kualitas handal baik secara pribadi, sosial maupun religius. Seseorang

akan dapat menjadi pribadi yang seutuhnya serta mampu menjadi pemimpin bilamana di

dalam dirinya terdapat keseimbangan antara hablu min Allah (hubungan baik dengan Allah)

dan hablu min an naas (hubungan baik dengan sesama manusia). Antara kesalehan pribadi

dan kesalehan sosial yang kesemuanya itu didorong oleh motivasi internal semata-mata ingin

memperoleh kesuksesan di dunia dan kesuksesan di akherat dalam ridla Allah s.w.t.

Modal utama untuk mencapai integritas pribadi semacam itu adalah ilmu. Ilmu adalah

karakteristik yang dimiliki manusia sebagai makhluk-Nya yang istimewa. Tidak seperti

makhluk Allah yang lain seperti hewan yang hanya diberikan insting atau naluri saja, maka

manusia dengan akal pikirannya diberi hikmah oleh Allah untuk menimba dan membuka

7 Dewi, Mahdayani, Kisah Nabi Ibrahim dalam Tafsir Al Mishbah Karya M. Quraish Shihab (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2008) h., 8

7

Page 8: KONSEP MANUSIA UNGGUL

tabir-tabir ilmu Allah. Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar

dan bagi masyarakat, sebab tidak sedikit ilmu yang digunakan manusia untuk maksiyat

kepada Allah atau dengan kata lain untuk membuat kerusakan di muka bumi. Ilmu yang baik

adalah ilmu yang bermanfaat dari segi ilmu itu sendiri dan dari segi manfaatnya kepada

lingkungan sekitar, dari situlah maka muncul istilah ilmu ‘amaliyah.

Menurut Kamus Ilmu Al Qur’an, ilmu didefinisikan sebagai mengetahui sesuatu

dengan hakekatnya. Menurut kamus tersebut, ilmu dibagi menjadi dua bagian yaitu, Pertama,

mengetahui inti seseuatu (ahli Ilmu Logika menyebutnya sebagai tashawwur). Kedua,

membuat hukum tentang adanya sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan sesuatu yang

tidak ada (ahli logika menyebutnya dengan istilah tashdiq), maksudnya, mengetahui

hubungan sesuatu dengan yang lain. Ilmu juga bisa dibedakan antara ilmu empiris dan ilmu

aplikatif. Ilmu teoritis adalah ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentang hal itu,

sedangkan ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak akan sempurna jika tanpa dipraktekkan.8

Guna mengkaji ilmu amaliyah secara lebih lengkap, ada baiknya kita ringkas

klasifikasi ilmu menurut Al Ghazali dalam kitabnya yang terkenal Ihya Al ‘Ulum Al Din.

Al Ghazali telah mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan

pendidikan. Hal yang mendasari pemikirannya atas dua bidang ini adalah pandangannya

tentang manusia yang dia pandang dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling

terhormat di antara sekian banyak makhluk Allah di permukaan bumi dan langit ini, karena

pengajaran dan pendidikan, dan juga karena ilmu dan amal. Amal tidak akan muncul dan

kemunculannya tidak akan bermakna tanpa disertai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pun

tidak akan ada dan bermakna pula tanpa diamalkan. Oleh karena itu, dalam kitab

momumentalnya tersebut yakni Ihya’ ‘Ulum al Din mengupas ilmu pengetahuan secara

panjang lebar. Pembahasan ini dituangkan dalam bab tersendiri “Kitab al Ilmi”.

Dalam kitab Ihya ‘Ulum al din, Al Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu:

1. Ilmu Syar’iyah, yaitu ilmu yang diperoleh dari para Nabi Allah yang tidak hadir

melalui aktivitas nalar sebagaimana yang dipelajari pada ilmu matematika, Fisika,

Kimia dan lain-lain juga tidak melalui eksperimen-eksperimen ilmu pengobatan

8 Ahsin W. Al Hafidz, Kamus Ilmu Al Qur’an (Jakarta : Amzah, 2008) h. 1148

Page 9: KONSEP MANUSIA UNGGUL

seperti kedokteran, serta tidak melalui keterampilan pendengaran seperti bahasa. Ilmu

tersebut meliputi :

a. Al Ushul (dasar) meliputi: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ al-Ummah, Atsar al Shahabah

b. Al Furu’ (cabang), meliputi; ilmu kemashlahatan dunia seperti fiqh, ilmu

kemashlahatan akhirat seperti mukasyafah, mu’amalah (ahwal al Qulub).

c. Al Muqaddimat (pengantar), meliputi; ilmu yang merupakan alat seperti ilmu Bahasa

dan Tata Bahasa Arab, Nahwu dan Sharaf. Karena keduanya merupakan alat untuk

memahami isi Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Termasuk alat adalah Ilmu Khat

(menulis).

d. Al Mutammimaat (suplemen), meliputi; Ilmu Al Qur,an seperti ilmu Qira’ah, dan

tafsirnya,

2. Ilmu Ghairu Syar’iyah atau aqliyah adalah berbagai ilmu yang diperoleh melalui

intelektualitas manusia baik yang diperoleh secara dharuri atau iktisabi. Yang

dimaksud dengan dlaruri ialah yang diperoleh dari insting akal itu sendiri tanpa

melalui indera, dari mana dan bagaimana datangnya manusia tidak tahu, misalnya

pengetahuan bahwa seseorang tidak ada pada dua tempat dalam waktu yang sama.

Inilah pengetahuan yang diperoleh manusia sejak kecil dan menjadi fitrah baginya.

Sedangkan yang ikhtisabi ialah ilmu yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan

berfikir. Ilmu-ilmu tersebut ada yang bersifat duniawi seperti ilmu kedokteran,

matematika, politik, teknik, sosial, dan ilmu-ilmu keterampilan lainnya dan ada pula

yang bersifat ukhrawi, seperti ilmu tentang Allah, sifat dan af’al-Nya.

Di samping itu, Al Ghazali juga membedakan antara ilmu yang mahmudah, mubah,

dan yang madmumah. Mahmudah (terpuji), meliputi; Kedokteran, Aritmatika, dan lain

sebagainya, hal ini untuk menambah kemampuan yang dibutuhkan. Mubah (dibolehkan),

seperti Sastra, Sejarah, dan lain-lainnya. Madhmumah (tercela), seperti ilmu sihir, ilmu

tenung, dan ilmu-ilmu sejenis. Al Ghazali juga mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dalam

perspektif keterikatan moral umat Islam ke dalam ilmu fardlu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah,

beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh setiap individu umat Islam adalah fardlu’ ain,

sedangkan disiplin ilmu pengetahuan yang tidak menuntut setiap individu harus

menguasainya namun cukup diwakili oleh beberapa umat Islam saja dalam satu lingkungan

tertentu dinamakan ilmu fardlu kifayah. Dalam kitab HuntingtonIhya ‘Ulum al din, Al

Ghazali mengakui bahwa kategorisasi ilmu ke dalam fardlu ‘ain telah ada. Hanya saja hal itu

9

Page 10: KONSEP MANUSIA UNGGUL

dilakukan sesuai dengan kecenderungan seseorang terhadap suatu disiplin ilmu. Kaum

Mutakallimin misalnya, akan menyatakan bahwa belajar ilmu kalam adalah fardlu ‘ain,

dengan argumentasi ilmu kalam merupakan pengetahuan tentang Tuhan. Sedangkan ahli fiqih

juga mengklaim bahwa mempelajari ilmu fiqih juga fardlu ‘ain, dengan pertimbangan untuk

mengetahui hukum halal –haram dalam ibadah maupun mu’amalah. Hal ini juga dilakukan

oleh para ulama dari disiplin ilmu lain yang juga sama-sama mengklaim disiplin ilmu mereka

sebagai fardhu ‘ain.

Al Ghazali selanjutnya memberikan batasan untuk kategori ilmu fardlu ‘ain meliputi :

1. Ilmu agama, seperti al-Qur’an dan al-Hadits.

2. Ilmu pokok-pokok ibadah, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Asumsinya, ilmu

tentang tata cara shalat merupakan fardlu ain bagi orang yang diwajibkan shalat.

Demikian juga ilmu tentang zakat hukumnya fardlu ‘ain bagi yang telah berkewajiban

zakat, bagi orang miskin, maka hukum mempelajari ilmu zakat akan berbeda dengan

orang yang telah diwajibkan mengeluarkan zakat.

Sementara itu, ilmu yang tergolong fardlu kifayah adalah ilmu yang harus ada demi

eksistensi dunia. Ilmu kedokteran sangat dibutuhkan manusia untuk menjaga kesehatan

makhluk hidup. Begitu juga ilmu matematika memegang peranan penting dalam dunia

perdagangan dan penentuan harta warisan. Ilmu semacam inilah yang harus dikuasai umat

Islam, meskipun tidak harus melibatkan setiap individu umat Islam.

Filsafat, menurut Al Ghazali bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, akan tetapi terdiri

dari empat bagian,yaitu:Ilmu handasah dan hisab atau geometri dan aritmatika Ilmu logika

atau mantiq Ilmu Ilahiyah atau metafisika Al-Tabi’iyah atau fisika

Al Ghazali telah berusaha mengklasifikasikan ilmu pengetahuan secara hirarkis. Ia

juga menentukan nilai-nilainya sesuai dengan tingkat manfaat dan bahaya yang

ditimbulkannya. Dalam hubungannya dengan tugas dan tujuan hidup manusia dalam

mewujudkan tatanan kehidupan dunia untuk mencapai tujuan hidup bahagia di dunia dan

akhirat. Segala tujuan manusia tersebut, terkumpul dalam agama dan dunia. Agama tidak akan

terorganisasikan selain dengan terorganisasinya dunia. Pemikiran inilah setidak-tidaknya yang

akan memberikan dorongan kepada masyarakat untuk menguasai ilmu pengetahuan.

10

Page 11: KONSEP MANUSIA UNGGUL

Berdasarkan prinsip-prinsip klasifikasi ilmu menurut Al Ghazali tersebut, maka

dapatlah diturunkan konsep bangunan keilmuan (body of knowledge) yakni aksiologi,

epistimologi dan ontologi.

Epistemologi sebagai cabang filsafat yang mempelajari bagaimana cara manusia

memperoleh ilmu pengetahuan dan bagaiamana ilmu pengetahuan tersebut berkembang.

Secara epistemologis, ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua, yaitu syar’iyah dan ghairu

syar’iyah atau dalam bagian lain disebut aqliyah

Ontologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari yang nyata atau wujud.

Secara ontologis, Ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua macam, yaitu ilmu fardu ‘ain dan

ilmu fardlu kifayah.

Sedangkan Aksiologi, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai-nilai

terhadap sesuatu. Jadi, secara ontologis, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga macam yaitu

ilmu terpuji (mahmudah), boleh (mubah), dan tercela (madhmudah).

Dewasa ini, banyak kritikus menuduh bahwa salah satu penyebab kemerosotan ilmu

Islam adalah pemikiran sufistik Al Ghazali sekaligus gagasannya tentang dikotomisasi ilmu

dunia dan ilmu akhirat. Sehingga masyarakat terbuai dengan ilmu-ilmu agama dan

mengacuhkan kategori ilmu rasional. Padahal, sebenarnya pemikiran para cendikiawan

muslim (termasuk Al Ghazali) pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari kemajuan umat

Islam yang ada di zamannya, bahkan merupakan motivasi dan etos kerja bagi umat Islam

periode klasik. Masih sekitar empat abad kemudian setelah Al Ghazali meninggal dunia,

ternyata peradaban dan kemajuan umat Islam masih mendominasi peradaban dunia. Kalaulah

pengaruh Al Ghazali menjadi penyebab kemunduran umat Islam, bagaimanapun kemunduran

itu akan terlihat sesudah ia meninggal, dan sulit bertahan sampai abad ke-15.9

Sinyal disintegrasi ilmu pengetahuan yang menjadi penyebab kemunduran ilmuwan

islam sesunggauhnya malah datang dari para ilmuwan barat itu sendiri, opini-opini pemisahan

antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan dunia, antara filsafat islam dengan filsafat barat, dan

antara agama dan ilmu pengetahuan umum merupakan upaya untuk membuat kemunduran

ilmu pengetahuan di kalangan muslim. Hal ini dapat dilihat dari buku karya Huntington yang

berjudul the clash of civilization (benturan antar peradaban). Huntington menulis bahwa

9 Imam Al Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Terj. Zeid Husein Al Hamid (Jakarta : Pustaka Amani, 2007) h. 1-19

11

Page 12: KONSEP MANUSIA UNGGUL

ancaman yang terbesar bagi dunia barat pada saat ini bukanlah komunisme atau isme-isme

yang lain, melainkan kaum muslimin dengan peradabannya.10

Padahal, ide yang seharusnya dikembangkan di kalangan muslim seharusnya bukan

the clash of civilization melainkan era dialogue of civilization. Tidak ada lagi jurang pemisah

antara agama dengan ilmu pengetahuan, antara ilmu agama dan ilmu umum dan antara filsafat

islam dengan filsafat barat. Dengan kualitas seperti itulah, maka ilmuwan juga memiliki

karakter ketuhanan sehingga terbebas dari perilaku yang anti-kemanusiaan, anti-kebenaran

bahkan anti-Tuhan. Integritas yang dimiliki merupakan modal kemajuan ilmu pengetahuan itu

sendiri dan kemajuan masyarakat muslim.

Penulis sependapat dengan gagasan tersebut, artinya, memang kita harus banyak

berterima kasih atas jasa Al Ghazali dan ilmuwan ilmuwan lain yang telah mengklasifikasikan

ilmu pengetahuan semacam itu. Namun yang harus kita sadari, klasifikasi yang mereka buat

itu semata-mata hanya untuk menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama yang pada zamannya

mulai kelihatan melemah. Jika kita perhatikan konsepnya tentang ilmu fardhu ‘ain, tentunya

kita juga sepakat bahwa ilmu tersebut layak bahkan wajib hukumnya untuk dipelajari oleh

umat muslim di dunia manapun.

Oleh sebab itu, sikap positif yang dapat kita bentuk adalah bahwa manusia unggul

merupakan manusia yang berilmu ‘amaliyah yaitu manusia yang mampu mengintegrasikan

antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia menjadi saru keahlian yang siap pakai. Seorang

dokter yang memiliki keahlian dalam ilmu pengetahuan bidang kedokteran namun juga

menguasai konsep-konsep akhlakul karimah serta akidah yang mendalam sehingga ilmu yang

dia miliki benar-benar multi-talent. Harapannya, dengan integrasi tersebut dapat tercipta

pribadi yang utuh sesuai jargon beriptek dan berimtaq (menguasai ilmu pengetahuan dan

tekhnologi dan juga memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah s.w.t.).

Al Munawwir (2005) berpendapat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang tidak

diiringi dengan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan justru akan melahirkan sifat

materialisme, individualisme dan sikap longgar di dalam menerapkan nilai-nilai moral

keagamaan. Kondisi seperti ini dialami hampir di semua belahan dunia sehingga integrasi

yang harmonis antara nilai-nilai moral keagamaan melalui ilmu-ilmu agama dengan ilmu

10 Samuel P. Huntington, Benturan antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia (Yogyakarta : Qolam, 2004) h. 25-33

12

Page 13: KONSEP MANUSIA UNGGUL

pengetahuan yang bermanfaat merupakan keharusan untuk membangun manusia unggul yang

berilmu ‘amaliyah.11

, �عد�ه� ب م�ن �م�دIه� ي �حر� الب و� �م8 قل� أ ة( ج�ر� ش� م�ن �رض� األ ف�ي �ما �ن أ �و ل و�

ح�ك�يم8 عز�يز8 3ه� الل ��ن إ 3ه�و الل �م�ت� �ل ك �ف�د�ت ن م�ا بح�ر(� أ بع�ت� .س�

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tintanya),

ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi), sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-

habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.” (Q.S. Lukman : 27)

Selain melalui pengamalan ilmu ‘amaliyah, manusia unggul juga menghendaki

kualitas lain yang berwujud amal. Amal merupakan buah dari ilmu pengetahuan. Seseorang

yang telah mumpuni dalam penguasaan ilmu ‘amaliyah tentu terdorong untuk mengamalkan

ilmu yang telah diperolehnya tersebut agar bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Amal

ilmiah merupakan tuntutan bagi seseorang yang berilmu karena apapun yang dilakukan

haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

�ك� �ئ �ول أ Iل� ك �ف�ؤ�اد� و�ال �ص�ر� �ب و�ال م�ع� �الس ��ن إ �م8 ل ع� �ه� ب �ك� ل �س� �ي ل م�ا �ق�ف� ت و�ال�

�وال" ئ م�س� �ه� ع�ن �ان� ك

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmunya.

Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati seluruhnya itu akan ditanya tentangnya”

(Q.S. Al Isra:36)

Al Ghazali (dalam Mudatsir, 1986) menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk

pencari kebenaran. Dengan karakter seperti itu, maka manusia unggul akan melakukan apa

yang diketahuinya dan mengetahui apa yang dilakukannya. Keinginan untuk senantiasa

mencari tahu tentang sesuatu, mengklarifikasi sesuatu (tabayyun), menyadari apa yang telah

dan akan dilakukannya serta mempersembahkan apa yang telah diketahuinya untuk

kemaslahatan lingkungan sekitarnya.12

C. Aktualisasi Nilai-nilai Manusia Unggul Dalam Pendidikan

11 Ibid. h.72-7312 Arief Mudatsir, dkk., Insan Kamil, Konsepsi Manusia Menurut Islam (Jakarta : Grafiti Press, 1986)h. 77

13

Page 14: KONSEP MANUSIA UNGGUL

Kepribadian manusia unggul yang berilmu amaliyah dan beramal ilmiah

sesungguhnya telah diterapkan oleh Kyai Ahmad Dahlan melalui pengajaran beliau

khususnya penerapan nilai-nilai dalam surat Al Ma’un. Metode Kyai Dahlan dalam

mengajarkan nilai-nilai inti dari Surat Al Ma’un tersebut telah melegenda di kalangan

masyarakat luas. Kyai Dahlan adalah salah satu sosok yang benar-benar mengajarkan dan

mengamalkan kaidah-kaidah dalam berilmu amaliyah dan beramal ilmiah sesuai dengan

kaidah-kaidah dalam firman Allah tersebut.

Betapa pentingnya ajaran agama itu diamalkan secara langsung dan nyata dalam

kehidupan para pemeluknya, bukan sekedar menjadi beban hafalan dan pengetahuan belaka.

Ilmu pengetahuan tidak hanya melambung tinggi di menara gading yang hanya

menjadi perdebatan tiada akhir, melainkan langsung dipraktekkan untuk kemaslahatan

lingkungan. Hafal tidak sama dengan paham, dan paham berarti harus dibuktikan dengan

tindakan amal yang konsisten. Jika seseorang sudah merasa hafal dan paham tentang

kandungan surat Al Ma’un, maka bukan hanya sekedar di lisan dan pikiran saja, melainkan

dibuktikan dalam bentuk upaya pengentasan kemiskinan dan memelihara anak yatim

sebagaimana mestinya. Demikian juga ayat-ayat Allah yang lain, para sahabat Nabi s.a.w.

dahulu belum beranjak mengkaji isi kandungan Al Qur’an sebelum benar-benar bisa

mempraktekkannya.

Melalui pemahaman tentang metode Kyai Dahlan tersebut, sebenarnya akar aktualisasi

nilai-nilai ilmu ‘amaliyah dan amal ilmiah telah dirintis, tinggallah tugas kita untuk

mengembangkannya dalam semua bidang ilmu pengetahuan. Pribadi manusia unggul

demikian sangatlah mudah dibentuk dalam lembaga pendidikan melalui penyediaan

lingkungan yang kondusif bagi siswa/mahasiswa untuk berkembang seutuhnya, dapat

mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan minat, bakat, potensi dan kemampuannya serta

diberi ruang untuk mengamalkan pengetahuan yang mereka telah peroleh dalam lingkungan

masyarakat sekitar.

Contoh dari praktek pendidikan yang menerapkan prinsi-prinsip ilmu amaliyah dan

amal ilmiah tersebut terdapat dalam kegiatan Mubaligh Hijrah (MH) yang difasilitasi dan

dikembangkan oleh Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Kegiatan tersebut

hanyalah salah satu dari sekian banyak kegiatan yang menerapkan prinsip-prinsip berilmu

amaliyah dan beramal ilmiah untuk membentuk manusia unggul di atas. Para siswa yang telah

14

Page 15: KONSEP MANUSIA UNGGUL

dibekali dengan pengetahuan tentang ilmu umum maupun agama, diberikan ruang untuk

mempraktekkan keterampilan mereka di masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Waktu yang

biasanya digunakan adalah 20 hari pertama bulan Ramadhan. Lokasi yang dijadikan tempat

praktek pun menyebar di seluruh Indonesia tergantung dari kebutuhan masyarakat. Mirip

dengan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang biasa dilakukan seorang calon sarjana,

maka Mubaligh Hijrah inipun kian hari kian disempurnakan dan diperluas jangkauan

“hijrah’nya .13

Berdasarkan pemahaman tentang manusia unggul perspektif psiko-sosio-religius ,

maka aktualisasi nilai-nilai manusia unggul berilmu amaliyah dan beramal ilmiah dapat

diuraikan dalam beberapa hal berikut :

1. Sistem pendidikan nasional seyogyanya mendukung model-model pengembangan

manusia unggul yang berkarakter ilmu amaliyah dan amal ilmiah sebagai strategi

pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas.

2. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian yang utuh, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta keterampilan yang

diperlukan oleh dirinya dan masyarakat haruslah berorientasi kepada nilai-nilai

ilmiah dan amaliyah.14

3. Lembaga pendidikan melalui sistem yang dibuatnya memberikan ruang yang

seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengekspresikan ilmu yang telah

didapatkannya dalam bentuk praktek di masyarakat.

4. Orang tua dan masyarakat perlu memfasilitasi dan mendukung sepenuhnya upaya

yang telah dipelopori dalam bentuk pengawasan dan pendampingan melekat.

5. Peserta didik diarahkan untuk menyadari akan potensi yang dimilikinya untuk

dikembangkan bersama oleh seluruh elemen sekolah, keluarga dan masyarakat

Daftar Pustaka

13 Buku Panduan Mubaligh Hijrah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta14 Wikipedia Bahasa Indonesia

15

Page 16: KONSEP MANUSIA UNGGUL

Al Ghazali, Imam . 2007. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Terj. Zeid Husein Al Hamid .Jakarta : Pustaka

Amani

Al Hafidz, Ahsin W. 2008. Kamus Ilmu Al Qur’an . Jakarta : Amzah

Buku Panduan Mubaligh Hijrah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

Goble, Frank G. 1987.Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow . Yogyakarta : Kanisius

Huntington, Samuel P. 2004. Benturan antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia . Yogyakarta :

Qolam

Lindzey, G. & Hall, C. 1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis), Terj. A. Supratiknya . Yogyakarta :

Kanisius

Mahdayani, Dewi. 2008. Kisah Nabi Ibrahim dalam Tafsir Al Mishbah Karya M. Quraish Shihab .

Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga

Mudatsir, Arief, dkk. 1986. Insan Kamil, Konsepsi Manusia Menurut Islam . Jakarta : Grafiti Press

Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat . Yogyakarta : Kanisius

Wikipedia Bahasa Indonesia

16