Konsep Keadilan Di Indonesia

16
KONSEP KEADILAN DI INDONESIA (KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA) A. Pengertian Keadilan Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan. Keadilan menurut Aristoteles (filsuf yang termasyur) dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua macam : Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan. Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing- masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar. Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua kelompok :

Transcript of Konsep Keadilan Di Indonesia

Page 1: Konsep Keadilan Di Indonesia

KONSEP KEADILAN DI INDONESIA

(KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA)

A. Pengertian Keadilan

Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika

tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak

mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat

beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang

hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.

Keadilan menurut Aristoteles (filsuf yang termasyur) dalam tulisannya Retorica membedakan

keadilan dalam dua macam :

Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan

yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian

menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara

masyarakat dengan perorangan.

Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan

yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing.

Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak.

Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-

menukar.

Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua

kelompok :

Keadilan umum (justitia generalis); Keadilan umum adalah keadilan menururt kehendak

undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.

Keadilan khusus; Keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau

proporsionalitas. Keadilan ini debedakan menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional

yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.

b. Keadilan komutatif (justitia cummulativa) adalah keadilan dengan mempersamakan

antara prestasi dengan kontraprestasi.

Page 2: Konsep Keadilan Di Indonesia

c. Keadilan vindikativ (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan

hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang dianggap adil apabila ia

dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan

atas tindak pidana yang dilakukannya.

Keadilan menurut John Raws (Priyono, 1993: 35), adalah ukuran yang harus diberikan

untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Ada tiga

prinsip keadilan yaitu : (1) kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya, (2) perbedaan, (3)

persamaan yang adil atas kesempatan. Pada kenyataannya, ketiga prinsip itu tidak dapat

diwujudkan secara bersama-sama karena dapat terjadi prinsip yang satu berbenturan dengan

prinsip yang lain. John Raws memprioritaskan bahwa prinsip kebebasan yang sama yang

sebesar-besarnya secara leksikal berlaku terlebih dahulu dari pada prinsip kedua dan ketiga.

Keadilan menurut  Ibnu Taymiyyah (661-728 H) adalah memberikan sesuatu kepada setiap

anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat

sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti

mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah

ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi

berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan masyarakat. Keadilan tidak hanya

menjadi idaman setiap insan bahkan kitab suci umat Islam menjadikan keadilan sebagai tujuan

risalah samawi.

Penambahan kata sosial dibelakang kata keadilan dalam sila kelima Pancasila adalah untuk

membedakan keadilan sosial dengan konsep keadilan dalam hukum. Presiden pertama RI, Bapak

Soekarno termasuk orang yang akrab dengan kata sosial, berikut kata turunannya. Dalam pidato

tanpa teksnya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengusulkan kata sosial, tepatnya keadilan

sosial, untuk dijadikan salah satu sila Pancasila. Kata sosial juga banyak dipakai politikus

sebagai bumbu penyedap pidato untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Ada kalanya

kata itu membuat risih pemerintah, misalnya ketika digunakan dalam bentuk sosialis atau

sosialisme. Kata sosial bisa bermakna sampingan dermawan atau suka menolong. Dinas Sosial

terkenal sebagai dinas yang suka menyumbang orang-orang yang terkena bencana. Sosial juga

bisa berarti kekayaan. Status sosial misalnya, berarti status kekayaan. Demikian halnya dengan

kesenjangan sosial yang bermakna kesenjangan kekayaan. Sosial dalam arti kekayaan itulah

yang menyebabkan kita bisa mengerti makna sila kelima Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh

Page 3: Konsep Keadilan Di Indonesia

rakyat Indonesia" (Bayangkan kalau kata sosial di sana diartikan masyarakat). Dalam pidatonya

tanggal 1 Juni itu, Bung Karno dengan leluasa mempertukarkan kata keadilan sosial dengan

keadilan kesejahteraan dan kesejahteraan sosial sebagai pelengkap keadilan politik alias

demokrasi.

B. Makna Keadilan Sosial dan Perbedaannya dengan Keadilan Hukum

Keadilan hukum hanya berbicara tentang penghukuman pelaku kejahatan. Keadilan sosial

berbicara tentang kesejahteraan seluruh rakyat dalam negara merdeka. Keadilan yang bisa

diperoleh melalui pengadilan formal di mana saja disebut “keadilan hukum.” Keadilan hukum itu

cukup sederhana, yaitu apa yang sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar

hukum dianggap tidak adil. Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan

untuk memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam bahasa

sehari-hari disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan yang akan melakukan

pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang melakukan pelanggaran

pidana atau kejahatan tersebut. Dengan demikian, keadilan hukum itu sangat sempit dan

memiliki kelemahan. Misalnya, untuk kejahatan-kejahatan berat jika yang ditegakkan keadilan

hukum saja, yang terjadi hanyalah para pelaku di hadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman

sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Misalnya orang-orang yang paling bertanggungjawab

akan dihukum seumur hidup, pelaksana di lapangan sepuluh tahun, dan sebagainya. Tetapi

keadaan para korban akan tetap saja. Orang-orang yang diperkosa tetap dalam penderitaan batin.

Mungkin karena menyadari kelemahan tersebut, ada upaya pemikiran dalam keadaan tertentu

mempertimbangkan “keadilan sosial” sebagai pengganti keadilan hukum. Padangan ini diperkuat

oleh kenyataan bahwa pengadilan itu memakan biaya yang sangat besar.

Pengertian keadilan sosial memang jauh lebih luas daripada keadilan hukum. Keadilan

sosial bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan perundang-

undangan atau hukum, tetapi berbicara lebih luas tentang hak warganegara dalam sebuah negara.

Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana kekayaan dan sumberdaya suatu negara

didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat. Dalam konsep ini terkadung pengertian bahwa

pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk melayani kebutuhan seluruh rakyat, dan pemerintah yang

tidak memenuhi kesejahteraan warganegaranya adalah pemerintah yang gagal dan karena itu

tidak adil. Dari perspektif keadilan sosial, keadilan hukum belum tentu adil. Misalnya menurut

hukum setiap orang adalah sama, tetapi jika tidak ada keadilan sosial maka ketentuan ini bisa

Page 4: Konsep Keadilan Di Indonesia

menimbulkan ketidakadilan. Misalnya, karena asas persamaan setiap warganegara setiap orang

mendapatkan pelayanan listrik dengan harga yang sama. Tetapi karena adanya sistem kelas

dalam masyarakat, orang kaya yang lebih bisa menikmatinya karena ia punya uang yang cukup

untuk membayar, sedangkan orang miskin tidak atau sedikit sekali menikmatinya.

Menurut keadilan sosial, setiap orang berhak atas “kebutuhan manusia yang mendasar”

tanpa memandang perbedaan “buatan manusia” seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama, umur,

dan sebagainya. Untuk mencapai itu antara lain harus dilakukan penghapusan kemiskinan secara

mendasar, pemberantasan butahuruf, pembuatan kebijakan lingkungan yang baik, dan kesamaan

kesempatan bagi perkembangan pribadi dan sosial. Inilah tugas yang harus dilaksanakan

pemerintah. Apakah Indonesia memerlukan keadilan hukum atau keadilan sosial. Keadilan

hukum, yaitu pengadilan dan penghukuman bagi para pelaku kejahatan di masa pendudukan

militer Indonesia diperlukan agar tragedi kekerasan seperti itu tidak terulang lagi. Agar tidak ada

orang atau kelompok yang melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya. Sedang

keadilan sosial diperlukan agar para korban khususnya, dan seluruh rakyat umumnya, bisa

membangun hidup baru yang tidak hanya tanpa kekerasan tetapi juga tidak kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia maupun kebutuhan lain yang diperlukan untuk

meningkatkan taraf hidupnya.

C. Makna Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Jika kelima sila saling berhubungan satu sama lain, dan pola hubungan itu adalah bahwa

sila yang sebelumnya mendasari sila berikutnya, maka konsekuensi paling konkret dari Pancasila

tak lain adalah mewujudkan keadilan sosial. Bukan berarti seakan-akan sila kelima paling

penting, melainkan bahwa sila “Keadilan sosial” merupakan perwujudan paling konkret dari

prinsip-prinsip Pancasila1. Begitu misalnya tidak masuk akal kalau suatu bangsa mengaku ber-

Tuhan dan mengakui keluhuran martabat manusia tetapi membiarkan rakyatnya menderita

kemiskinan.

Keadilan sosial berkaitan dengan struktur, demokrasi, dan HAM

Keadilan (bersama dengan kebaikan dan hormat terhadap diri sendiri) pada dasarnya

merupakan salah satu prinsip moral dasar, yang pada hakikatnya berarti memberikan kepada

1 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), hlm. 606.

Page 5: Konsep Keadilan Di Indonesia

siapa saja apa yang menjadi haknya.2 Jadi kalau seorang bapak mau berlaku adil kepada anak-

anaknya, dia harus, misalnya, memberikan perlakuan yang tidak mengistimewakan salah satu

anaknya. Kalau toh si bapak tampak memperlakukan salah satu anaknya secara istimewa, itu

harus ada alasannya; misalnya, karena anak yang satu sudah lebih dewasa, sehingga punya

kebutuhan yang lebih banyak dibandingkan dengan anak yang lebih kecil, maka anak yang lebih

dewasa itu diberi uang saku lebih banyak. Keadilan semacam ini disebut keadilan individual,

yaitu keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari kehendak baik atau buruk masing-masing

individu3.

Tetapi keadilan sosial bukan semata-mata masalah keadilan individual. Artinya, keadilan

sosial bukan hanya masalah kehendak baik dari masing-masing individu, seakan-akan kalau

semua orang Indonesia ini mau berkehendak baik dan bertindak dengan adil, lantas dunia ini

akan beres dan keadilan sosial akan tercapai dengan sendirinya. Sampai batas tertentu itu ada

benarnya juga, tetapi keadilan sosial tidaklah sesederhana itu. Keadilan sosial, yaitu keadilan

yang pelaksanaannya tergantung dari struktur proses-proses ekonomis, politis, sosial, budaya,

dan ideologis dalam masyarakat4. Karena pelaksanaan keadilan sosial itu tergantung pada

struktur-struktur ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis, maka mengusahakan keadilan

sosial jelas pertama-tama adalah membongkar struktur-struktur di atas yang menyebabkan

segolongan orang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi hak mereka atau tidak mendapat

bagian yang wajar dari harta kekayaan dan hasil pekerjaan masyarakat sebagai keseluruhan5.

Keadilan sosial secara hakiki adalah keadilan struktural, maka mengusahakannya juga selalu

berarti mengurangi kemungkinan bekerjanya struktur-struktur yang menyebabkan ketidakadilan.

Betapapun rakyat berusaha, bekerja dengan rajin dan keras, kalau struktur ekonomis, politis,

sosial, budaya, dan ideologis itu tidak mendukung, tetap saja ketidakadilan akan terjadi, dan

kemiskinan juga sudah barang tentu.

Jadi sebagian besar usaha keadilan sosial memang hanya dapat dibuat oleh negara.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil negara mempunyai dampak paling besar terhadap

perkembangan struktur-struktur yang relevan bagi proses-proses politik, ekonomis, sosial,

2 Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah pokok filsafat moral (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 130-132.3 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 331.4 Magnis, Etika Politik, 332.5 Magnis, Etika Politik, 332-333.

Page 6: Konsep Keadilan Di Indonesia

budaya, dan ideologis. Negara wajib untuk selalu mengusahakan keadilan, itu jelas.6 Kesalahan

paling fundamental negara adalah kalau negara itu secara sengaja dan terang-terangan

mengambil kebijakan-kebijakan yang memungkinkan struktur-struktur yang menyebabkan

ketidakadilan bekerja. Keadilan sosial adalah pertama-tama soal negara dan bukan soal rakyat,

karena negara punya wewenang menentukan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi struktur-

struktur, sementara rakyat, walaupun bisa usul atau protes, tetap saja tidak punya wewenang

mengambil kebijakan, dan karenanya selalu saja berada di bawah pengaruh struktur-struktur itu.

Jadi kalau negara Indonesia mau mengusahakan keadilan sosial, pertama-tama dia harus

membongkar struktur-struktur yang menyebabkan ketidakadilan, dan itu pertama-tama adalah

tugas negara.

Tetapi pada saat yang sama mengharapkan keadilan sosial hanya dari negara adalah naif

sekaligus juga feodal dan paternalistik. Mengharapkan keadilan sosial hanya dari negara itu naif,

bukan karena seakan-akan orang-perorangan yang menduduki tempat-tempat yang berkuasa

niscaya bersikap acuh tak acuh terhadap nasib orang kecil (walaupun sering memang demikian),

melainkan karena membongkar ketidakadilan sosial atau ketidakadilan struktural dengan

sendirinya bertentangan dengan kepentingan-kepentingan golongan yang berkuasa, dan

karenanya maksud baik itu dengan sendirinya pasti kalah terhadap kepentingan-kepentingan

golongan-golongan yang mereka wakili untuk mempertahankan kedudukan yang

menguntungkan itu7. Oleh karena itu jelas bahwa keadilan sosial, selain harus diusahakan oleh

negara, juga harus secara nyata diusahakan sendiri oleh mereka yang tertimpa ketidakadilan;

bukan dalam arti Marx yaitu revolusi kelas bawah – karena gambaran ini hanya akan

menghasilkan struktur-struktur ketidakadilan yang baru lagi – melainkan supaya mereka yang

menderita ketidakadilan pun dapat menyuarakan harapan dan cita-cita mereka, supaya suara

mereka terdengar dan itu berarti mereka juga ambil bagian dalam kehidupan berpolitik. Oleh

karena itu, jelas bahwa keadilan sosial mengandaikan demokrasi8; dan dalam arti itulah

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (sila kelima) bersandar pada “Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” (sila keempat). Tidak

ada keadilan sosial tanpa demokrasi, karena hanya dalam sistem politik demokrasilah mereka

6 Magnis, Etika Politik, 334.7 Magnis, Etika Politik, 334.8 Magnis, Etika Politik, 335-336.

Page 7: Konsep Keadilan Di Indonesia

yang terkena ketidakadilan mungkin menyuarakan harapan dan cita-cita mereka. Jadi kalau

Indonesia mau berkeadilan sosial, dia juga harus demokratis.

Selain itu, mengharapkan keadilan sosial hanya dari negara juga dengan sendirinya bersifat

feodal-paternalistik. Persis di sinilah letak kesalahan hakiki Soekarno yang menolak

dimasukkannya hak-hak asasi manusia demokratis ke dalam undang-undang dasar dengan

mengatakan “Kita ingin kedaulatan sosial dan bukan kedaulatan individual”, dan “Apakah hak-

hak asasi manusia dapat mengisi perut rakyat yang lapar?”

Pengertian keadilan sosial semacam ini masih menyisakan ketergantungan rakyat kepada

kaum elit, sehingga secara hakiki memang harus disebut feodal-paternalistik. Apakah perut

rakyat terisi atau tidak itu seharusnya bisa diusahakan oleh rakyat sendiri, sejauh struktur-

struktur ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis menjamin, dan bukan tergantung pada

kehendak baik kaum elit. Oleh karena itu, harus dikatakan bahwa keadilan sosial juga

mengandaikan hak-hak asasi manusia. Maka jelas bahwa tidak ada keadilan sosial tanpa hak-

hak asasi manusia. Dalam arti inilah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (sila

kelima) bersandar pada “Kemanusiaan yang adil dan beradab” (sila kedua). Jadi kalau Indonesia

mau berkeadilan sosial, selain membongkar struktur dan demokratis, dia juga harus mengakui

dan menghargai hak-hak asasi manusia. Sebagai rangkuman dapat kita simpulkan bahwa ada tiga

unsur hakiki dalam keadilan sosial. Yang pertama adalah struktur proses-proses ekonomis,

politis, sosial, budaya, dan ideologis dalam masyarakat. Tetapi pada saat yang sama terjaminnya

struktur proses-proses itu juga harus ditopang oleh, unsur kedua yaitu, demokrasi, dan, unsur

ketiga yaitu, hak-hak asasi manusia. Tanpa tiga unsur hakiki itu, keadilan sosial hanya akan

tinggal suara tanpa wujud.

Keadilan sosial sebagai demokrasi ekonomi

Uraian di atas banyak memberi bantuan untuk memahami apa itu keadilan sosial dan

bagaimana mengusahakannya. Tetapi pada saat yang sama ada juga kesan bahwa ternyata

keadilan sosial menyangkut banyak sekali bidang kehidupan. Tiga unsur hakiki keadilan sosial

yang saya uraikan di atas secara bersamaan menyentuh aspek struktural, politik, dan hak-hak

asasi manusia, dan itu sangatlah luas. Maka tema keadilan sosial yang menyangkut banyak sekali

bidang kehidupan itu tampaknya perlu diperas lagi, karena kita memang harus bertindak secara

konkret, dan tanpa yang partikular, yang universal hanya akan tinggal ide.

Page 8: Konsep Keadilan Di Indonesia

Jadi pertanyaan selanjutnya yang mendesak untuk dijawab adalah, keadilan sosial itu

secara paling tajam bersentuhan dengan aspek apa? Kiranya tidak terlalu sulit untuk menjawab

pertanyaan ini. Kalau sila pertama tentang ketuhanan, kedua kemanusiaan, ketiga persatuan, dan

keempat demokrasi (dan itu artinya juga politik), maka tinggal satu yang belum tersentuh, yaitu

ekonomi, dan memang aspek itulah yang tampaknya secara paling tajam bersentuhan dengan

keadilan sosial. Keadilan sosial memiliki kaitan khusus dengan bidang ekonomi, meskipun

bukan satu-satunya9. Maka tepatlah kalau Bung Karno sering mengutip ucapan seorang

teoretikus Marxis Austria, Fritz Adler, dalam bahasa Belanda, “Men kan de honger van een

bedelaar niet stillen door hem een grondwet in de hand te stoppen,” (Orang tidak bisa

menghilangkan rasa laparnya seorang pengemis dengan hanya memberikan padanya Undang-

undang Dasar)10.

Tetapi apa itu demokrasi ekonomi? Kita tidak perlu susah-susah masuk dalam rumitnya

diskusi tentang demokrasi ekonomi ini. Cukuplah kalau kita ketahui saja bahwa demokrasi

ekonomi sudah diterjemahkan dengan sangat baik dalam Pasal 33 UUD 1945: (1) Perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi

yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara,

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dan (4) Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Maka jelas bahwa keadilan sosial yang mendapat perwujudannya dalam demokrasi

ekonomi itu menghendaki penjelmaan Negara Republik Indonesia sebagai “negara-pengurus”11,

yaitu negara yang sungguh-sungguh mengurusi rakyatnya, dan itu berarti termasuk mencegah

segala tindakan dari pihak mana pun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai

kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam12. Maka keadilan

sosial dan demokrasi ekonomi pada akhirnya juga sangat tergantung pada kepada siapa negara

9 Alex Lanur, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat?”, Basis XXX – 1 (1980): 465.10 Sebagaimana dikutip dalam Yudi Latif, Negara Paripurna, 491-492.11 Yudi Latif, Negara Paripurna, 493.12 M.P. Faiz, “Penafsiran Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi” dalam Jurnal Hukum Online dalam Yudi Latif, Negara Paripurna, 602.

Page 9: Konsep Keadilan Di Indonesia

berpihak: sungguh-sungguh kepada rakyatnya atau justru kepada segelintir kaum elit saja.

Kesalahan fundamental negara adalah kalau negara itu tidak berpihak kepada rakyatnya.

Uraian di atas baru mengatakan bahwa keadilan sosial selalu harus disertai dengan

demokrasi ekonomi, yang dijelaskan dalam Pasal 33 UUD 1945, tetapi belum mengusulkan

suatu jalan keluar. Maka lantas pertanyaan yang lebih mendesak adalah, bagaimana sistem

ekonomi itu bisa menjadi sungguh-sungguh demokratis, sehingga juga sungguh-sungguh bisa

disebut “sistem ekonomi Pancasila” yang dijiwai oleh, terutama, keadilan sosial?

Di sinilah terletak salah satu jasa besar Hatta. Sokoguru perekonomian untuk

merealisasikan sistem ekonomi Pancasila itu adalah prinsip “gotong-royong” atau juga biasa

dikenal dengan “kooperasi”. Jadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahkan perusahaan

swasta pun harus berjiwa kooperasi. Apa itu artinya berjiwa kooperasi? Berjiwa kooperasi tidak

lain adalah semangat tolong-menolong: semangat kekeluargaan yang senantiasa mengupayakan

keuntungan bersama, solidaritas sosial yang berorientasi “berat sama dipikul, ringan sama

dijinjing”, sebagaimana selanjutnya dirangkum dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945:

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”, yang berarti

bahwa “produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan

anggota-anggota masyarakat”.13

Maka jelas bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak memang harus dikuasai oleh negara, karena kalau tidak, tampuk

produksi akan jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyatlah yang akan tertindas.

Oleh karena itu, hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di

tangan seorang. Jadi dalam perekonomian yang bersifat kooperasi, hak milik perseorangan tetap

diakui, namun dalam penggunaannya dibatasi oleh kepentingan bersama: hak milik perseorangan

memiliki fungsi sosial14; itulah kooperasi, itulah gotong-royong, itulah demokrasi ekonomi,

itulah keadilan sosial!

Tugas Teori Hukum

13 Yudi Latif, Negara Paripurna, 588-589.14 Yudi Latif, Negara Paripurna, 591.

Page 10: Konsep Keadilan Di Indonesia

KONSEP KEADILAN DI INDONESIA

(KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA)

Disusun Oleh :

MUHAJIR

P0903212006

PROGRAM PASCASARJANA ILMU HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012