Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

9

Click here to load reader

Transcript of Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

Page 1: Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

Konsep Harga dan Kegagalan KapitalismeOleh: M. Nur Ihsan

Di antara hal penting yang menjadi pembahasan utama ekonomi mikro adalah masalah harga. Harga didefinisikan sebagai nilai barang yang ditentukan atau diharapkan dengan uang atau alat tukar lain yang senilai dan yang harus dibayarkan untuk barang atau jasa. Dalam al-Quran dan al-Hadits, harga diistilahkan dengan tsaman, jamaknya atsman. Kata atsman penggunaannya lebih umum dibandingkan dengan kata al-qimah yang juga berarti harga (price). Tsaman diartikan dengan harga tawar-menawar, sedangkan al-qimah digunakan untuk harga jadi (harga ril) yang telah disepakati oleh para pihak.1

Namun, sebelum lebih jauh membahas tentang harga, perlu diapaparkan terlebih dahulu penjelasan Triono agar mengetahui lahirnya konsep harga menurut kapitalisme dalam tinjauan ekonomi sebagaimana berikut: 2

1. Sistem ekonomi kapitalisme dibangun dari sebuah pandangan atau ide sekulerisme, yaitu pemisahan kehidupan masyarakat dan bernegara dengan agama (fashlu al-din ‘an al-hayah). Paham ini intinya memandang bahwa manusia hidup di dunia ini bebas untuk mengatur kehidupannya dan tidak boleh dicampuri oleh agama. Agama hanya boleh hidup di gereja atau di masjid-masjid saja.

2. Dengan pandangan sekulerisme, aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang ekonomi tidaklah diambil dari agama. Akan tetapi, sepenuhnya diserahkan kepada manusia sesuai yang dipandangnya memberikan manfaat. Dengan asas manfaat ini, yang baik adalah yang memberikan kemanfaatan material sebesar-besarnya kepada manusia dan yang buruk adalah yang sebaliknya. Karenanya kebahagiaan di dunia ini tidak lain adalah terpenuhinya segala kebutuhan yang bersifat materi, baik itu materi yang dapat diindera dan dirasakan (barang) maupun yang tidak dapat diindera, tetapi dapat dirasakan (jasa).

3. Berangkat dari sudut pandang inilah yang disebut problem yang mendasar dari ekonomi kapitalisme adalah bagaimana manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya. Mengapa hal ini dianggap problem mendasar? Karena kapitalisme memandang bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas, padahal sarana pemenuhannya terbatas. Dengan demikian, yang menjadi sasaran utama dari pembahasan ekonomi kapitalisme adalah bagaimana manusia senantiasa menyediakan kebutuhan barang dan jasanya. Berangkat dari kebutuhan inilah kapitalisme membangun teori-teorinya.Menurut kaum kapitalis, penilaian manusia terhadap barang dan jasa (untuk memenuhi kebutuhannya) dapat dilihat dari batas akhir kepuasan yang diperoleh manusia ketika mengonsumsi barang dan jasa. Nilai batas ini tidak semata-mata ditentukan oleh konsumen, melainkan juga dibatasi oleh penawaran produsen, sehingga nilai guna barang dan jasa tersebut akhirnya ditentukan oleh titik temu antara permintaan dan penawaran.

4. Lalu, nilai dari barang dan jasa ternyata juga dapat dilihat dari sejauh mana dapat dipertukarkan terhadap barang dan jasa yang lain. Barang dan jasa dapat dikatakan mempunyai nilai yang tinggi apabila mempunyai kekuatan tukar terhadap yang lain. Dari sinilah dibutuhkan unit pengukuran yang ideal agar mampu memberi penilaian terhadap semua barang dan jasa yang akan dipertukarkan. Selanjutnya unit pengukur tersebut disebut uang. Penisbatan pertukaran barang dan jasa terhadap uang selanjutnya disebut harga. Harga tersebut juga ditentukan oleh titik temu antara permintaan dan penawaran.

5. Dengan adanya harga tersebut, akhirnya manusia dengan mudah dapat memberikan penilaian terhadap barang dan jasa. Dengan harga, manusia dapat menentukan mana barang dan jasa yang harus ditingkatkan produksinya dan mana yang tidak. Dengan harga manusia dapat menentukan tingkat konsumsi yang harus dilakukan terhadap barang dan jasa. Selanjutnya ketika manusia sudah dapat mengendalikan laju produksi dan konsumsinya pada tingkat yang seimbang maka

1 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi & Keuangan Islam, Tangerang: Kholam Publishing, 2008, cet. ke-1, hlm. 183 mengutip Muhammad Rawas Qal’ahji, dkk., Mu’jam Lughah al-Fuqaha Araby-Inklizi-Ifransi, Beirut-Lubnan: Dar an-Nafais, 1467H/1996 M, hlm. 134.2 Dwi Condro Triono, “Kritik Islam terhadap Komunisme dan Kapitalisme dalam Tinjauan Ekonomi”, Makalah.

1

Page 2: Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

barang dan jasa secara otomatis akan terdistribusi secara sempurna di tengah-tengah masyarakat. Dengan telah terjaminnya tingkat produksi, distribusi, dan konsumsi itulah ekonomi kapitalisme diyakini dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia dengan satu mekanisme kendali, yaitu pasar bebas atau pasar persaingan sempurna, yang keseimbangan harga sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang ada di pasar tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun, termasuk dari negara.

Dengan demikian, lahirnya konsep harga kapitalisme berasaskan sekulerisme-materialisme yang melahirkan cara pandang yang keliru dari asasnya, termasuk konsep nilai dan harga. Ini akan membahayakan cara pandang kaum muslim dalam ekonomi, khususnya terkait harga.

A. HargaAn-Nabhani mendefinisikan harga sebagai penisbatan pertukaran barang dan jasa terhadap

uang. Harga adalah nilai tukar (exchange value) barang yang disandarkan pada uang.3 Dapat dikatakan harga (price) adalah pertemuan antara uang dengan barang yang dinilai

dengan sejumlah uang. Jadi, harga merupakan sebutan khusus untuk nilai tukar suatu barang dan jasa dengan uang. Adapun perbedaan antara nilai tukar dengan harga: nilai tukar merupakan penisbatan pertukaran suatu barang dengan barang-barang lainnya secara mutlak, sedangkan harga merupakan penisbatan nilai tukar suatu barang dengan uang tertentu.4

B. Struktur Harga Secara garis besar, tingkat harga barang dan jasa ditentukan oleh kekuatan permintaan

(demand) dan kekuatan penawaran (supply). Bila harga dilihat dari harga itu sendiri yang kemudian mempengaruhi tingkat permintaan

dan penawaran, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut: ketika harga naik produsen meningkatkan jumlah produksi dan konsumen menurunkan konsumsinya. Sebaliknya ketika harga turun produsen menurunkan produksi dan konsumen meningkatkan konsumsinya. Logika teori ini tidak terjadi secara mutlak dan mengharuskan adanya syarat-syarat (asumsi) agar teori tersebut terjadi, seperti faktor-faktor lainnya dianggap tetap (cateris paribus).5

Secara ril teori tersebut belum tentu terjadi, karena ada beberapa jenis barang dan jasa yang ketika harga naik, konsumen tidak menurunkan konsumsinya selama dia masih mampu membayar, seperti beras. Belum tentu produsen meningkatkan produksi ketika harga barang yang diproduksinya naik, karena kemungkinan rugi yang akan dialaminya jika meningkatkan tingkat produksi, begitu pula sebaliknya.6

Bila harga dilihat dari kekuatan permintaan dan penawaran hingga mempengaruhi harga, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut: ketika penawaran naik yang disebabkan kelebihan produksi dan di sisi lain permintaan konsumen tidak naik (atau mengalami penurunan), maka terbentuklah keseimbangan baru dengan turunnya tingkat harga. Ketika penawaran turun yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi sementara permintaan tidak berubah (atau mengalami kenaikan), maka harga akan meningkat. Kemudian kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran masing-masing dipengaruhi oleh faktor kemampuan internal yang juga diukur dengan harga.

Dalam kekuatan penawaran -yang tingkat penawaran berdasarkan jumlah produksi maksimal yang dapat dilakukan produsen atau jumlah produksi yang diinginkan produsen- sangat ditentukan oleh seberapa besar biaya produksi yang harus ditanggung produsen dan kemampuan

3 Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Surabaya: Risalah Gusti, 2000, cet. ke-5, hlm. 11.

4 Menurut an-Nabhani (hlm. 6), sistem ekonomi kapitalis dibangun berdasarkan tiga asumsi (kerangka dasar/pilar utama) berikut:

1. Problem kelangkaan relatif (an-nadrah an-nisbiyyah) atau scarcity problem yang terjadi pada barang dan jasa. 2. Nilai (value) suatu barang yang diproduksi. Nilai ini yang menjadi dasar penelitian ekonomi, bahkan yang paling

banyak dikaji dalam sistem ekonomi kapitalis.3. Harga (price) serta fungsi yang dimainkannya dalam produksi, konsumsi, dan distribusi. Harga dijadikan sebagai

alat pengendali dalam sistem ekonomi kapitalis 5 Hidayatullah Muttaqin, “Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis”, 2004, Makalah.6 Hidayatullah Muttaqin, “Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis”, 2004, Makalah.

2

Page 3: Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

produsen itu sendiri dalam menanggung biaya produksi tersebut. Dengan demikian, biaya produksi atau harga produksi yang meliputi biaya modal, bahan baku, upah, sewa, pajak, bunga, dan lain-lainnya merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan produksi produsen.7

Kekuatan permintaan konsumen ditentukan oleh kegunaan barang dan jasa yang ditawarkan bagi konsumen, kebutuhan konsumen akan barang dan jasa tersebut, dan kemampuannya dalam membeli atau kekuatan daya beli konsumen. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kekuatan daya beli konsumenlah yang pada akhirnya menentukan kekuatan permintaan.8

Maksudnya, ketika suatu barang yang ada di pasaran dianggap memiliki kegunaan bagi konsumen, maka ia sudah tertarik atau menginginkan barang tersebut. Akan tetapi, faktor ini belum terlalu kuat untuk menciptakan permintaan konsumen bersangkutan. Selanjutnya faktor kebutuhan (apalagi kebutuhan yang mendesak) konsumen terhadap barang tersebut memberikan dorongan yang kuat bagi konsumen untuk memiliki dan mengkonsumsinya, sehingga faktor ini memberikan dorongan kuat konsumen dalam melakukan permintaan. Meskipun demikian, faktor kedua ini tidak mutlak juga, karena ada saja orang yang memutuskan ingin membeli suatu barang bukan karena pertimbangan kebutuhan, tetapi semata-mata hanya ingin memiliki dan mengkonsumsi barang tersebut, apalagi dalam suatu masyarakat yang memiliki pola hidup konsumtif, keputusan membeli bukanlah karena kebutuhan.9

Hanya saja sampai pada tahap faktor kedua ini, dorongan tersebut belum terealisasikan sehingga permintaan secara nyata di pasar belumlah terbentuk. Untuk merealisasikannya, maka konsumen harus membeli barang yang dibutuhkannya atau kecuali jika ada pihak dermawan yang memberikan barang yang dimintanya secara cuma-cuma. Keputusan jadi membeli atau tidaknya sangat bergantung pada daya beli yang dimiliki konsumen. Sedangkan daya beli ini ditentukan oleh pendapatan konsumen dan harta kekayaan yang dimilikinya. Jadi, kekuatan daya beli yang juga diukur dengan harga merupakan faktor akhir yang menentukan permintaan konsumen.10

C. Peranan Harga dalam PerekonomianDalam perekonomian (sistem ekonomi kapitalis) setidaknya terdapat dua peran harga:

1. Sebagai standar nilai barang2. Sebagai penentu kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.

1. Harga sebagai Standar Nilai Barang Dalam pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa nilai guna suatu barang merupakan batas

akhir konsumsi barang yang masih memberikan kegunaan bagi individu, sehingga bagi individu pada saat titik tertentu suatu barang bernilai guna, kemudian nilai gunanya menurun seiring dengan menurunnya tingkat kepuasan yang dia peroleh dari mengkonsumsi barang tersebut, dan barang tersebut dianggap tidak berguna (nilai batasnya = 0) bagi si individu ketika barang tersebut tidak memberikan kepuasan, dan pada saat titik tertentu nilai guna suatu barang dianggap negatif (<0) baginya karena jika dia mengkonsumsi barang tersebut dan dia tidak mendapatkan tambahan kepuasan. Akan tetapi, sebaliknya menurunkan tingkat kepuasan total yang diperolehnya.

Maka, dalam pembahasan harga sebagai standar nilai barang, harga menentukan barang apa yang memiliki kegunaan (utility) dan barang apa yang tidak memiliki kegunaan (disutility), juga harga menentukan seberapa tinggikah tingkat kegunaan suatu barang.11

Bagi masyarakat, suatu barang atau jasa yang dianggap memiliki kegunaan dengan memberikan ukuran tertentu bahwa barang tersebut mempunyai harga. Sedangkan tingkat kegunaan diukur dengan tingkat harga yang diterima masyarakat atas barang dan jasa yang bersangkutan yang telah ditawarkan produsen. Demikian pun sebaliknya, suatu barang tidak dianggap berguna jika masyarakat tidak memberikan/menentukan harga terhadap barang tersebut.

7 Hidayatullah Muttaqin, “Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis”, 2004, Makalah.8 Hidayatullah Muttaqin, “Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis”, 2004, Makalah.9 Hidayatullah Muttaqin, “Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis”, 2004, Makalah.10 Hidayatullah Muttaqin, “Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis”, 2004, Makalah.11 Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Surabaya: Risalah Gusti, 2000, cet. ke-5, hlm. 11.

3

Page 4: Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

2. Harga sebagai Penentu Produksi, Distribusi, dan KonsumsiBagi sistem ekonomi kapitalis, harga mempunyai peranan dalam kegiatan produksi,

konsumsi, dan distribusi melalui (struktur) harga, sehingga harga menjadi penentu ketiganya. Penjelasan harga sebagai penentu produksi, distribusi, dan konsumsi dijelaskan dalam tabel pandangan kapitalisme dan Islam terkait harga sebagaimana berikut.

Tabel. Pandangan Kapitalisme dan Islam terkait Harga

No Perihal Pandangan Kapitalisme Pandangan Islam1 Produksi Harga (price) sebagai Penentu

penentu atau pendorong laju produksi (pendorong siapa saja yang memiliki modal, layak untuk memproduksi. Sedangkan yang tidak memiliki modal, tidak layak untuk memproduksi).12

Harga: salah satu penentu atau pendorong laju produksi. Sedangkan pendorong laju produksi itu dapat karena nilai materi (harga), nilai spiritual, dan nila kemanusiaan (sosial). Sementara bagi siapa saja yang berkeinginan untuk produksi, ia akan didorong dan diberi bantuan oleh negara jika sulit untuk beraktivitas dalam sektor usaha ril.

Naik turunnya tingkat produksi bergantung upah (yang esensinya sama dengan harga).

Naik turunnya tingkat produksi tidak hanya oleh sebab upah harga, tetapi dapat pula karena habisnya sumber daya alam atau perang.

2 Distribusi Harga sebagai penentu distribusi. Distribusi dilakukan oleh produsen (perusahaan) dengan mempekerjakan karyawan dan menjual barang dan jasa. Jadi, terkait batas daya beli dan upaya (kerja/jasa) atau kontribusi yang diberikan masyarakat.13

Harga bukan penentu distribusi. Distribusi ditentukan dan dilakukan oleh Allah (SDA milik-Nya) dan negara untuk menjamin/memenuhi kebutuhan hidup: kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan) dan kebutuhan sekunder serta tersier.14 Sebab itu, tidak terjadi kesenjangan karena kerakusan kelompok tertentu.

3 Konsumsi Harga sebagai penentu konsumsi. Imbalan materi (harga) mendorong manusia mencurahkan tenaga untuk konsumsi. Karena harga menjadi satu-satunya penentu konsumsi, sehingga yang pantas mendapatkan barang atau jasa adalah yang mampu membelinya dengan harga barang atau jasa tersebut (bukan yang tidak mampu).

Harga bukan satu-satunya penentu konsumsi karena tiap warga negara (kaya-miskin) berhak dan layak untuk mengkases kebutuhan barang dan jasa yang pokok (seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan). Oleh karena itu, setiap orang layak untuk hidup dengan tanpa merasakan kesenjangan hidup.

12 Hafidz Abdurrahman, Muqaddimah Sistem Ekonomi Islam, Bogor: Al-Azhar Press, cet. ke-1, hlm. 31.13Hafidz Abdurrahman, Muqaddimah Sistem Ekonomi Islam, Bogor: Al-Azhar Press, cet. ke-1, hlm. 67-68.14 Hafidz Abdurrahman, Muqaddimah Sistem Ekonomi Islam, Bogor: Al-Azhar Press, cet. ke-1, hlm. 67.

4

Page 5: Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

Dengan melihat realitas sebagaimana dalam tabel tersebut, maka pandangan Islamlah yang unggul dalam memandang konsep harga dalam produksi, distribusi, dan konsumsi. Sedangkan kapitalisme gagal.D. Kegagalan Kapitalisme

Kegagalan kapitalisme karena ia memiliki sistem yang tidak mampu digunakan untuk menciptakan kesejahteraan secara menyeluruh. Bahkan menciptakan kesenjangan antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, sehingga tampak yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin melarat. Terjadi kondisi ketidakseimbangan dan penumpukan kekayaan di tangan segelintir kelompok. Salah satu alasan yang menyebabkan ketidakseimbangan tersebut adalah akibat kegagalan asumsi-asumsi yang digunakan oleh pakar ekonomi kapitalisme dalam pembangunan ekonomi berdasarkan sistem kapitalisme itu sendiri. Hal ini akibat diabaikannya nilai-nilai moral dan etika yang bersumber dari ajaran agama dalam aktivitas perekonomian.15

Ali menganalisis kegagalan dari asumsi-asumsi kapitalisme yang dimaksud: 16

Pertama, dalam sistem kapitalisme tercipta keselarasan antara kepentingan individu (individual interest) dengan kepentingan-kepentingan itu. Asumsi tersebut mengalami kegagalan karena pada praktiknya, sistem ekonomi kapitalisme lebih mengagungkan pemenuhan hak dan kepentingan individu dari kepentingan masyarakat. Selain itu, mengatasnamakan hak asasi, sehingga setiap individu berhak untuk mengeksploitasi segala sumber daya negara tidak memiliki hak untuk mengekang setiap individu di dalam menjalankan berbagai aktivitasnya. Keadaan ini diperparah oleh tidak adanya nilai moral yang mengarahkan aktivitas ekonomi dari setiap individu.

Kedua, dalam sistem kapitalisme, preferensi individual merupakan cerminan dari prioritas sosial. Setiap kejadian dalam sistem sekuler terjadi berdasarkan nilai-nilai kegunaan/manfaat, sehingga pemanfaatan sumber daya yang ada hanya untuk memenuhi kebutuhannya saja. Asumsi ini mengalami kegagalan karena ternyata penggunaan segala sumber daya yang terbatas itu tidak mencerminkan kebutuhan sosial secara umum, melainkan hanya mencerminkan pemenuhan kebutuhan kelompok bagi yang kaya (the have) saja, yang terkadang hanya mencerminkan nilai prestasinya. Sebagai contoh dapat diungkapkan: konsumsi mobil mewah yang berlebihan, penumpukan kendaraan sebagai pameran kekayaan.

Ketiga, terwujudnya distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata. Padahal, pada kenyataannya justru sebaliknya, pendapatan dan kekayaan tidak terdistribusikan secara adil dan merata.

Keempat, tingkat harga yang terjadi mencerminkan urgency of wants. Hal ini dilandaskan kepada anggapan bahwa kesediaan konsumen tanpa memandang kaya dan miskin untuk membayar harga pasar mencerminkan kepentingan kebutuhannya. Akan tetapi, asumsi ini pun tidak sesuai, karena walaupun setiap anak sama-sama membutuhkan susu, namun kemampuan keluarga kaya berbeda dengan keluarga miskin. Bahkan Arthur Okun menyatakan bahwa kelompok kaya akan mampu memberi makan binatang piaraannya lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok miskin yang memberi makan anaknya.

Kelima, adanya struktur pasar persaingan sempurna, yaitu setiap individu/perusahaan dapat bebas keluar masuk pasar tanpa adanya rintangan. Asumsi ini pun gagal karena pada kenyataannya struktur pasar yang terbentuk adalah imperfect competition, yaitu pasar dikuasai oleh industri besar ataupun perusahaan-perusahaan multinasional. Kegagalan asumsi-asumsi di atas mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan market strategy dan membuktikan ketidakmampuan sistem tersebut dalam memperlihatkan perubahan struktural radikal yang diperlukan untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi berdasarkan prinsip keadilan dan stabilitas.

E. PenutupDengan melihat konsep harga dan kegagalan kapitalisme, maka seharusnya semakin

menyadarkan kaum muslim dan semua orang di berbagai negara akan pentingnya sistem ekonomi syariah yang berlandaskan; 1. konsep kepemilikan, 2. pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan, dan 3. distribusi kekayaan. Ketiganya merupakan pilar utama (kerangka dasar)

15 Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet. ke-1, hlm. 29.16 Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet. ke-1, hlm. 29.

5

Page 6: Konsep Harga Dan Kegagalan Kapitalisme - Copy

ekonomi syariah yang agung. Sistem eknomi yang agung ini tidak akan pernah membawa manfaat dan kesejahteraan serta kemuliaan, kecuali diterapkan secara sempurna dengan sistem khilafah.

6