Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

39
* Dimuat dalam Prisma, no. 2, Feburari, 1984 Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan Penelitian * Farchan Bulkin Perkembangan perspektif dan pendekatan pada masalah politik Indonesia tidak hanya dibatasi oleh ketidakmampuan ilmu politik tradisional dan dirumitkan oleh peran epistemologi, ideologi dan sikap para pengamat itu sendiri, tetapi juga oleh kompleksitas kenyataan Indonesia. Sebab itu tentunya sangat sulit menunjukkan secara pasti dan menganalisa struktur: apakah sebenarnya yang salah dalam studi politik Indonesia. Menyadari bahwa sangatlah sederhana dan secara intelektual berbahaya untuk menyatakan segala kesulitan dalam studi politik Indonesia bersumber pada keterbatasan ilmu sosial dan kompleksitas Indonesia, tulisan ini berpendirian, bahwa pemecahan sementara–dengan semangat untuk membuka dan menghindari stagnasi intelektual–haruslah dikejar. Pencarian Jalan Beberapa pendirian teoritis untuk mencari pemecahan sementara itu perlu terlebih dahulu dikemukakan. Pertama, perspektif “satu dimensi” yang telah mendominasi studi politik Indonesia hendaknya melengkapi satu sama lain demi terbentuknya perspektif baru dan komprehensif sifatnya. Perkembangan studi politik Indonesia menunjukkan, bahwa walaupun mereka yang menggunakan perspektif satu dimensi– seperti analisa struktur masyarakat, tesis kesinambungan,

Transcript of Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Page 1: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

* Dimuat dalam Prisma, no. 2, Feburari, 1984

Kapitalisme, GolonganMenengah dan Negara:

Sebuah Catatan Penelitian*

Farchan Bulkin

Perkembangan perspektif dan pendekatan pada masalah politikIndonesia tidak hanya dibatasi oleh ketidakmampuan ilmu politiktradisional dan dirumitkan oleh peran epistemologi, ideologi dansikap para pengamat itu sendiri, tetapi juga oleh kompleksitaskenyataan Indonesia. Sebab itu tentunya sangat sulit menunjukkansecara pasti dan menganalisa struktur: apakah sebenarnya yangsalah dalam studi politik Indonesia.

Menyadari bahwa sangatlah sederhana dan secara intelektualberbahaya untuk menyatakan segala kesulitan dalam studi politikIndonesia bersumber pada keterbatasan ilmu sosial dankompleksitas Indonesia, tulisan ini berpendirian, bahwapemecahan sementara–dengan semangat untuk membuka danmenghindari stagnasi intelektual–haruslah dikejar.

Pencarian Jalan

Beberapa pendirian teoritis untuk mencari pemecahan sementaraitu perlu terlebih dahulu dikemukakan. Pertama, perspektif “satudimensi” yang telah mendominasi studi politik Indonesiahendaknya melengkapi satu sama lain demi terbentuknyaperspektif baru dan komprehensif sifatnya.

Perkembangan studi politik Indonesia menunjukkan, bahwawalaupun mereka yang menggunakan perspektif satu dimensi–seperti analisa struktur masyarakat, tesis kesinambungan,

Page 2: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

| 2 |

pendekatan kultural atau analisa kesejarahan yang mendetail–menyadari sepenuhnya kekuatan masing-masing pendekatan, danmemang memberikan sumbangan yang berarti dalam memahamipolitik Indonesia, namun perspektif satu dimensi itu telah gagalmenangkap realitas Indonesia yang multi-dimensional.

Kedua, pendekatan pada masalah politik Indonesia seharusnyatidak gagal untuk mengakui suatu kekuatan sejarah besar yangmasih mempengaruhi dunia–yaitu perkembangan kapitalisme.Karena kapitalisme telah dan masih mempengaruhi masyarakatIndonesia, maka analisa yang gagal memasukkan kenyataan iniberarti menolak realitas sejarah. Lebih-lebih analisa danperspektif yang terlalu kuat menekankan bahwa realitas politikIndonesia adalah spesifik Indonesia, hanya akan membawa kearah provinsionalisme intelektual dan justru menumpulkan analisa.

Pernyataan pertama menyarankan pentingnya struktur sosial danekonomi dalam menganalisa politik Indonesia. Sedangkanpernyataan kedua menyarankan asumsi, bahwa ada beberapakategori umum dalam masyarakat mana pun pada suatu periodesejarah tertentu, yang menuntut perhatian serius, sepertimunculnya negara, kelas dan kelompok sosial dan ekonomi, denganmasing-masing proyek politik, kepentingan ekonomi danpandangan ideologi, dan struktur sosial dan ekonomi yangmenghalangi atau memajukan perkembangan mereka.

Analisa politik Indonesia yang sengaja mementingkan struktur sosialdan ekonomi, belum bcrkembang. Dalam banyak studi, kesadaranakan pentingnya kondisi-kondisi struktural memang secara sporadisnampak. tetapi belum satu pun berhasil memberikan kerangkaanalisa yang solid, yang mampu menjelaskan akibat perubahanstruktur sosial dan ekonomi terhadap banyak kejadian dalamsejarah politik Indonesia. Pendekatan politik ekonomi, khususnyayang menekankan pembentukan kelompok dalam hubungannyadengan penetrasi ekonomi ke dalam ekonomi Indonesia,nampaknya memiliki harapan sebagai suatu pendekatan padamasalah yang saling berhubungan antara struktur sosial dan ekonomi

Page 3: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

| 3 |

pada perubahan dan konflik politik. Seperti yang ditunjukkan olehstudi Schmitt mengenai perpecahan elit akibat konflikkepentingan ekonomi, dan studi Lev mengenai peranan golonganmenengah, struktur ekonomi, telah diterjemahkan ke dalam grup-grup politik yang relevan sebagai pelaku-pelaku dalam perubahanpolitik.1 Sekalipun sebenarnya analisa struktur sosial dan ekonomirelevan untuk menganalisa masalah kultural dan konflik ideologis,namun pendekatan politik ekonomi belum berhasil secara memadaimenangani masalah itu. Untuk bisa komprehensif, pendekatanpolitik ekonomi perlu menggabungkan masalah-masalah tersebut.

Akhirnya, studi politik Indonesia belum secara memadai menanganimasalah sulit di sekitar watak dan kecenderungan pelaku politikpenting di Indonesia, yaitu negara dan birokrasi. Sebagian besarstudi menyinggung masalah itu hanya secara sambil lalu saja,malahan sering merefleksikan asumsi-asumsi pluralis-liberalmengenai negara. Negara dipandang sebagai entitas otonom, yanghanya mengurusi keselamatan masyarakat dan sistem politikmelalui integrasi individu-individu, pemaksaan sosial kontrol danpengaturan konflik-konflik. Proses yang menuju politisasi negaradan birokrasi, memaksa para pengamat untuk merevisi asumsitersebut, dan mencari pandangan alternatif. Kesibukan parapengamat mencari model politik Indonesia itu sebagian besarmerupakan rifieksi dari perkembangan tersebut.2

1 Lihat Hans 0. Schmitt, “Foreign Capital and Social Conflict in Indonesia, 1950-1958,”Economic Development and Social Change, 10,3 (April, 1962); “Post-Colonial Politics:A Suggested Interpretation of the Indonesian Experience, 1950-1958, Australian Journalof Politics and History, 9, 2 (November, 1963); Daniel S. Lev, “Judicial Authority andthe Struggle for an Indonesian Rechtastaat”, Law and Society Review, 13,1 (Fall, 1978).Lihat juga HansDieter Even, “Class Formation in Indonesia in the Southeast Asian Context”,makalah pada Seminar on Contemporary Indonesia of the Center for Southeast AsianStudies, Monash University, Melbourne, 1979; Richard Robison, “Toward a Class Analysisof the Indonesian Military Bureaucratic State” Indonesia, 25, 17 (1978); dan Joel S.Kahn, “Ideology and Social Structure in Indonesia,” 20,1 (January, 1978).2 Lihat William R. Liddle, “Models of Indoneaian Politics”, makalah pada seminar,Department Of Politics, Monash University, Melbourne, 1977; Dwight Y. King,“Defensive Modernization: The Structuring of Economic Interest in Indonesia,” dalam

Page 4: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

| 4 |

Tetapi model-model yang ditawarkan sejauh ini temyata lebihbanyak merupakan hasil reaksi cepat terhadap gejala yangmehonjol dari rezim yang ada, daripada usaha yang secara sengajahendak menyusun suatu skema, penjelas–yang mampu menerangkankepada kita–sifat hubungan rumit antara politik, negara danmasyarakat.3 Kondisi struktural, ciri dan kecenderungan ideologisyang kuat dalam masyarakat tidak secara memadai ditangani.Untuk melandaskan diri pada pijakan yang kuat, model mengenainegara, birokrasi dan rezim hendaknya secara koheren bisamenggabungkan fenomena ideologis dan kondisi struktural dalammasyarakat. Dengan singkat, studi politik Indonesia dihadapkankepada tantangan untuk mencermikan suatu peta penjelas darisaling hubungan yang rumit antara struktur sosial dan ekonomi,ideologi dan negara.

Dalam dekade tujuhpuluhan, tiga isyu di atas secara terpisah-pisah telah mulai ditangani, terutama untuk mencari pendekatanpenjelas terhadap saling hubungan yang dinamik antara negaradan masyarakat sipil dalam struktur masyarakat post-kolonial. Tigaaliran pikiran itu menghasilkan tiga perspektif teoritis: 1. teorimengenai negara dalam masyarakat pinggiran; 2. konsep danmodel rezim yang birokratik dan otoriter; dan 3. statisme organiksebagai suatu model pemerintahan.4

G. Davis, What is Modern Indonesian Culture, (Athenes: Ohio University, 1979) dan“Indonesia’s New Order as a Bureaucratic Polity, a Neopatrimonial Regime or aBureaucratic-Authoritarian Regime; What Difference Does it Make?”, makalah padaPertemuan Tahunan the Association for Asian Studies, Los Angeles, 1979.3 Lihat khususnya Dwight King, “Indonesia’s New Order as a Bureaucratic Polity, aNeopatrimonial Regime or a Bureaucratic-Authoritarian Regime.”4 Lihat Hamzah Alavi, “The State in Post-Colonial Societies: Pakistan and Bangladesh”,New Left Review, 74 (July-August, 1972), John S. Saul, “The State in Post ColonialSocieties: Tanzania,” The Socialist Regester (1974) dan “The Unsteady State: Uganda,Obote and General Amin”, Review of African Political Economy, 5 (January-April,1976), dan Colin Leys, “The Overdeveloped Post Colonial State: A Reevaluation”, Reviewof African Political Economy, 5 (January-April, 1976), Lihat juga David Collier, ed., TheNew Authoritarianism in Latin America (New Jersey: Princeton University Press, 1978);Phillipe Schmitter, “Still the Century of Corporatism?” dalam Frederick B. Pike and

Page 5: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

| 5 |

Pikiran pertama mengarahkan analisanya pada konsekuensi danimplikasi adanya cara produksi kapitalisme pinggiran untukmemahami watak dan ciri negara, politik dan ideologi. Pikirankedua memusatkan perhatian pada transformasi politik akibatadanya ketegangan sosial dan politik yang disebabkan oleh prosesindustrialisasi pada tingkat elit maupun masyarakat luas. Sedangkanyang ketiga, menangani masalah hubungan antara negara danmasyarakat dalam hubungannya dengan ideologi yang munculsebagai penolakan dua sistem yang ada, kapitalisme dan sosialisme.

Tiga proyek teoritis tersebut telah menangani tiga aspek pentinghubungan antara negara dan masyarakat dalam struktur masyarakatpinggiran. Sintesis dari ketiganya diharapkan bisa memperolehgambaran yang lebih baik dari negara dan politik dalam masyarakatpinggiran tersebut.

Pada tingkat pertama, analisa struktur sosial dan ekonomimemberikan suatu kerangka untuk mendeteksi watak dan ciri daribermacam-macam kelompok, kelas dan negara serta bermacam-macam koalisi yang mungkin, terutama dalam hubungannya denganpengintegrasian ekonomi nasional ke dalam ekonomi internasional.Karena analisa struktur sosial dan ekonomi memiliki kemampuanmemperjelas keadaan sosial dan ekonomi yang mendorong ataumembatasi peranan ekonomi dan politik dari bermacam-macamkelompok politik dan negara, ia juga mampu menjelaskan perananyang menonjol dan otonom dari negara dan kesulitan yang dihadapikelompok-kelompok bukan negara–terutama kaum pedagang danpengusaha–dalam mencari peranan politik dan ekonomi mereka.

Pada tingkat kedua. model negara birokratik dan otoritermenangani masalah-masalah di sekitar saling hubungan antarakelompok, kelas dan negara dalam konteks tingkatan prosesindustrialisasi. Lebih spesifik lagi, model ini bisa membantu kitauntuk memusatkan perhatian pada masalah legitimasi negara, danpluralisme dalam masyarakat. Model seperti yang ditawarkan oleh

Thomas Stritch, eds., The New Corporatism: Social-Political Structure in the IberianWorld (NotreDame-London: University of Notre-Dame Press, 1970).

Page 6: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

| 6 |

O’Donnell akan mampu membantu kita memahami timbulnyaketegangan antara negara dan masyarakat, yang bisa diantisipasikansebagai akibat dari keruntuhan yang tidak bisa dielakkan dalammediasi antara negara dan masyarakat, yang akhirnya menujukepada krisis legitimasi suatu negara.

Akhirnya pada tingkat ketiga, model statisme-organik akan bisamenjelaskan tumbuhnya ideologi yang bukan kapitalis dan sosialis.Fenomena ini bisa kita pandang sebagai rasionalisasi ideologisbagi kelompok politik, kelas dan negara sendiri dalam menghadapilingkungan ekonomi dan politik mereka. Rasionalisasi ini merupakansuatu keharusan bagi kelompok-kelompok untuk mempertahankandiri dan juga untuk mengejar kepentingan politik dan ekonomimereka.

Dengan demikian, apabila tiga proyek teoritis tersebutdikembangkan, diharapkan bisa memecahkan tantangan yangdihadapi studi politik Indonesia. Salah satu caranya adalahmenganalisa masalah-masalah strategis dalam perkembanganpolitik Indonesia, yang di satu pihak memang kelihatansangkutpautnya dengan masalah-masalah struktur sosial danekonomi, negara dan ideologi, dan di pihak lain bisa secara sintesisdianalisa dengan tiga proyek teoritis tersebut. Di sinilah letakpentingnya kita mempelajari kapitalisme, golongan menengah dannegara.

Di bawah ini akan kita lihat secara garis besar bagaimana analisaterhadap ketiga tema tersebut bisa membawa kita kepada masalahstruktur sosial dan ekonomi, negara dan ideologi.

Golongan Menengah, Kapitalisme dan Negara

Golongan menengah yang dimaksudkan di sini bukanlah golonganyang menjadi penggerak utama dalam tahap permulaan kapitalismedi Eropa Barat atau negara-negara industri pada saat ini, tetapikelompok sosial dalam masyarakat yang terdiri dari kaumintelektual, mahasiswa, pemimpin suratkabar, kaum pengusahadan pedagang pribumi, ahli hukum dan kelompok-kelompok

Page 7: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

| 7 |

profesional yang lain.5

Pentingnya kelompok ini dalam sejarah politik-ekonomi Indonesiaditunjukkan oleh beberapa hal. Pertama, kelompok ini baik dizaman kolonial maupun pasca-kolonial telah menjadi pusat-pusatmasyarakat untuk berperanan dalam kegiatan negara dan dalammengartikulasikan serta merumuskan ideologi untuk masyarakatsecara keseluruhan. Dengan begitu mereka menjadi semacampenghubung antara negara dan masyarakat.

Kedua, kelompok golongan menengah memiliki wawasan dankesadaran pada kondisi yang diperlukan untuk mengejarkepentingan-kepentingan politik dan ekonomi mereka. Berkatpendidikan dan ekspose pada pikiran dan pemikiran politik Barat,mereka mampu menerjemahkan kepentingan ekonomi ke dalamsistem politik dan ideologi yang cocok dengan kepentingan itu.Di zaman kolonial maupun pasca-kolonial golongan ini terusmenerus telah memperjuangkan orde politik dan ideologi yangcocok tersebut.

Ketiga, golongan menengah adalah kelompok yang secara cepatdan kelihatan segera, betapa mereka dipengaruhi oleh kondisi-kondisi struktur sosial dan ekonomi, yang mendominasi Indonesiabaik di zaman kolonial maupun pasca-kolonial. Sejarah hidupmereka mencerminkan perkembangan dan perubahan dalamstruktur sosial dan ekonomi Indonesia. Dengan demikian golonganmenengah memiliki posisi strategis dalam usaha kita menganalisastruktur sosial dan ekonomi, ideologi dan negara.

Kapitalisme yang dimaksud di sini juga bukan seperti yangberkembang di Eropa Barat, tetapi kapitalisme pinggiran.6 Jenis

5 Bandingkan dengan kategori yang dikemukakan Lev di “Judicial Authority and theStruggle for an Indonesian Rechtsstaat”, Law and Society Review, 13, 1 (Fall, 1978).6 Penggunaan istilah ini diinspirasikan oleh Immanuel Wallerstein, The Modern World-System Capitalist Agriculture and the Origins of the European World-Economy in theSixteenth Century (New York: Academic Press, 1974) dan “The Rise and Future Demiseof the World Capitalist System: Concepts for Comparative Analysis” dalam Politics anASociety, 5, 3 (1975); juga lihat The Capitalist World Economy (New York: Cambridge

Page 8: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

| 8 |

kapitalisme ini sebenarnya juga suatu ekonomi yang kapitalistis,di mana modal, keahlian, pengetahuan dan buruh memegangperanan penting dalam mengeksploitasi sumber-sumber alam untukmenghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh pasaran dengantujuan pokok mengumpulkan keuntungan dan juga modal.

Istilah pinggiran menunjukkan suatu keadaan di mana keuntungandan modal yang ditarik dari sistem ini tidak dikumpulkan dandipusatkan di dalam sistem ini, melainkan di luar, yaitu dalamkapitalisme tengah. Seperti kita ketahui, struktur ekonomimerupakan suatu alokasi dari faktor-faktor produksi, penguasaanatau pemilikan dari kekuatan-kekuatan ekonomi. Karenakapitalisme pinggiran merupakan suatu struktur ekonomi, makaia juga menjadi faktor pendorong atau penghambat bagi peserta-peserta dalam proses ekonomi.

Kedua, secara struktural kapitalisme pinggiran selalu akanmenciptakan ekonomi yang berat sebelah dan berorientasi keluar, di mana kegiatan-kegiatannya terpusat pada bidang-bidangekstraktif dan ekspor, sehingga tidak mendorong terciptanyaindustrialisasi. Kegiatan-kegiatan golongan menengah memperkuatkedudukan ekonominya, dan juga negara–dalam memperolehpendapatannya–ditentukan oleh kondisi-kondisi kapitalismepinggiran. Sebagai suatu struktur sosial dan ekonomi, kapitalismepinggiran merupakan kondisi penentu bagi negara dan golonganmenengah untuk mempertahankan survival ekonominya.

Pada analisa selanjutnya bisa dilihat bahwa negara dan golonganmenengah akan terlibat dalam argumentasi dan pembenaranideologis dan kultural untuk mempertahankan eksistensi sertakeselamatan ekonomi mereka dalam kondisi kapitalisme pinggiran.

Untuk melihat negara sebagai suatu yang bersangkutpaut denganstruktur sosial dan ekonomi serta ideologi, maka kita bisamemandangnya sebagai suatu institusi umum yang imperatifsifatnya, yang demi keselamatan ekonominya harus menguasai

University Press, 1979).

Page 9: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

| 9 |

sebagian sumber ekonomi nasional melalui sistem perpajakan danmembelanjakannya sesuai dengan kebijaksanaan umum ekonomi.Dengan demikian negara memiliki relevansi ekonomi. Strukturpendapatannya tergantung pada struktur ekonomi dan jugamerefleksikan struktur ekonomi yang dominan.

Pembelanjaan negara, yang secara potensial memiliki akibat padaseluruh perekonomian, juga sebagian besar ditentukan oleh caranegara mengumpulkan pendapatannya. Tetapi dalam kegiatanekonominya, negara tidak bergerak dalam ruangan yang secarapolitik bebas. Masyarakat sebagai keseluruhan menuntut penjelasanyang bisa diterima, sehingga negara terpaksa mempertahankansuatu tingkat legitimasi. Dipandang secara demikian sebenarnyanegara berdiri di antara dua kutub yang mestinya selalu seimbang:di satu pihak harus memenuhi kebutuhannya untuk menguasaisebagian dari sumber-sumber ekonomi dan mengontrolpembelanjaannya, tetapi di pihak lain secara terus menerus harusmemberikan pembenaran ideologis demi legitimasi politiknya.Dengan begitu negara nampak sebagai lembaga yang erathubungannya dengan struktur sosial dan ekonomi serta ideologi.

Perkembangan Kapitalisme Pinggiran (Peripheral Capitalism)

Pertumbuhan tahap permulaan kapitalisme pinggiran ditandai olehdidirikannya perusahaan negara N.H.M (Nederlandsche HandelMaatschappij) pada tahun 1825 dan Javasche Bank tahun 1828,yang disertai dengan intervensi langsung oleh negara dalamkegiatan-kegiatan ekonomi.7 Setelah menguasai kembali Hindia

7 Uraian sejarah kapitalisme pinggiran ini tidak didasarkan pada sumber primer, tetapisumber sekunder. Karya-karya di bawah ini tetap merupakan karya-karya klasik: J. H.Bocke, Economics and Economic Policy of Dual Societies As Exemplified by Indonesia(Haarlem: H. D. Tjeenk Willink & Zoon N.V., 1953); W. F.. Wertheim, et al. eds.,Indonesian Economics: The Concept of Dualism in Theory and Policy (The Hague: V.van Hoeve, 1961); J. S. Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy(Cambridge and New York: At the University Press and the MacMillan Co., 1944) andColonial Policy and Practice: A Comparative Study of Burma and Netherlands India(Cambridge: Cambridge University Press, 1957); A.D.A. de Kat Angelino, Colonial Policy(The Hague.. N. NiJhoff, 1931); Clive Day, The Dutch in Java (Kuala Lumpur: Oxford

Page 10: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

| 10 |

Belanda dari kekuasaan Raffles, pemerintah Belanda menyadaribahwa sangatlah kecil penghasilan yang akan diperolehnya darisistem liberal yang diperkenalkan Raffles. Maka diusahakanlahsuatu metode baru dalam manajemen ekonomi.

Dalam sistem liberal, pemerintah memperkirakan kesulitan yangdihadapinya untuk memperoleh kembali dominasinya di laut,mengingat posisi Inggeris yang telah menguasai perdagangan danbisnis perkapalan di daerah itu. Di pihak lain pemerintah jugamenghadapi masalah pelik yang telah lama ada: lemahnya golonganswasta dalam menyediakan modal yang cukup untukmengeksploitasi Jawa secara efisien. Untuk menghadapi situasiini, maka suatu tradisi tua dari pernerintah Belanda dalammenangani daerah-daerah koloni–yaitu staatsbedrijf atauperusahaan negara–dibangkitkan lagi. NHM yang bertindak sebagaiagen impor-ekspor untuk pemerintah Belanda di seluruh dunia,khususnya di Hindia Belanda, dan Javasche Bank untuk mengurusmasalah-masalah finansialnya, adalah manifestasi daridibangkitkannya sistem itu. Dasar-dasar institutional dan organisasidari kebijaksanaan ekonomi adalah diperkenalkannya sistem tanampaksa (cultuurstelsel), yang dilaksanakan sampai tahun 1879-an.

Luas dan intensitas sistem ini telah membikin periode itu sebagaibabakan penting dalam pertumbuhan kapitalisme di Jawa. Dalamskala yang lebih kecil, periode ini hampir menyamai situasi pada

University Press, 1966); B. Schricke, Indonesian Sociological Studies, 2 vols. (The Hagueand Bandung: W. van Hoeve, 1955 and 1957); B. Schrieke, ed. The Effects of theWestern Influence on Native Civilizations in the Malay Archipelago (Batavia, 1929);B.H.M. Vlekke, Nusantara: -A History of Indonesia (Chicago; Quandrangle, 1960); G.C. Allen and A. G. Donnithrone, Western Enterprise in Indonesia and Malaya (NewYork: The Macmillan Co., 1957); W. F. Wertheim, Indonesian Society in Transition: AStudy of Social Change (The Hague: W. Van Hoeve, 1964); D. H. Burger, SedjarahEkonomis Sosiologis Indonesia (Djakarta: J. B. Wolters, 195 7); Clifford Geertz,Agricultural Involution, The Process of Ecological Change in,Indonesia (Berkeley-LosAngeles: University of California Press, 1963) and J. C. van Leur, IndonesianTrade andSociety (The Hague: W. van Hoeve, 19 56): and Arnry Vandenbosch, The Dutch EastIndies, Its Government, Problems and Politics (Berkeley: University of California Press,1944).

Page 11: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

abad ke-15 dan 16, dari perkembangan kapitalisme di Eropa.Sistem ini telah menghancurkan elemen-elemen tua nonkapitalisdi masa lalu dan menjadi tanda lahirnya suatu jenis kapitalisme.Kapitalisme merkantilis yang berkembang di negeri Belandadimanifestasikan di Hindia Belanda dalam suatu kerjasama yangharmonis antara modal dan negara, adalah penggerak utama dalamproses ini. Negara memberikan aparatur yang luas untukmengamankan monopoli produksi, perdagangan dan keuangan.Dengan dibentuknya NHM, negara mencapai monopoli penuh dalamperdagangan, sedangkan Javasche Bank menangani masalahkeuangan negara dan NHM. Dengan bantuan dari para bupati dankepala desa, negara telah memberikan aparat organisasi demimenjamin mengalirnya produksi pertanian dari kaum tani Jawa.Demikianlah, maka pulau Jawa telah berubah menjadi perkebunanperusahaan negara yang sangat besar. Karena negara ragu-ragumemberi izin kaum swasta masuk dalam proses produksi, makaperanan mereka masih terbatas dalam bidang pengolahan hasilproduksi.

Dalam sistem ini bidang usaha perusahaan-perusahaan swastamasih terbatas pada pengolahan. Modal tidak dimasukkan secarabesar-besaran, tetapi kebutuhan akan modal yang tidak begitubesar–yang berasal dari keuntungan sistem itu–diberikan olehnegara. Lebih-lebih, kaum pengusaha swasta bebas hanyamerupakan sisa dari zaman Raffles. Sekalipun demikian sistem initelah melahirkan akibat yang tidak disengaja, yang kemudianmerupakan faktor penting dalam pertumbuhan kapitalismeselanjutnya.

Yang paling penting adalah semakin luasnya industri gula. Dalamtahun permulaan sistem tanam paksa, besarnya modal yangdiperlukan, resiko-resiko yang timbul, sistem organisasi yang belumpernah dicoba serta usaha pemerintah memonopoli perdagangangula, telah menghalangi kaum pedagang untuk menjadi kontraktor-kontraktor gula. Kemudian, setelah industri gula terbuktimempunyai prospek yang baik maka bantuan finansial danorganisasi diberikan secara berlimpah-limpah oleh pemerintah.

| 11 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 12: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Hal ini menciptakan kondisi di mana kaum kontraktor bisamemperoleh kcuntungan tinggi, dan keengganan untuk memasukiindustri pun lenyap. Inilah permulaan dari usaha bebas di luarsistem tanam paksa yang lambat laun membawa produksi pertanian,tanah dan buruh ke dalam usaha-usaha kapitalistis.

Titik kritis periode ini–dalam pertumbuhan kapitalisme di HindiaBelanda–terletak pada kebersaman antara sistem tanam paksa danperkembangan yang stabil dari industri gula swasta. Jelasnya,pemerintah di satu pihak membangkitkan kembali aparaturkekuasaan tradisional untuk menggerakkan petani dalam prosesproduksi, tetapi di pihak lain membantu tumbuhnya usaha-usahabebas kaum swasta. Pemerintah mempertahankan cara-caraproduksi nonkapitalis, tetapi di pihak lain memberi kebebasanbagi tumbuhnya elemen-elemen kapitalisme. Inilah sebabnya padaperiode ini di tanah Jawa terjadi pencampuradukan yangmembingungkan antara buruh paksa, dan buruh upahan, pemilikantanah individual dan kolektif, pajak hasil bumi dan uang, sertateknik-teknik dan organisasi moderen dan tradisional dalampenggarapan tanah. Pencampuradukan ini di satu pihakmencerminkan suatu ciri transisional dari periode ini, dan di pihaklain pembagian kerja yang efektif antara modal dan negara, yangdikongkritkan dalam NHM sebagai kapitalisme negara.

Ketidak seimbangan dan distorsi dalam susunan masyarakat yangmuncul sejak zaman kekuasaan VOC bukan hanya tetap ada, tetapimalah bertambah buruk. Kaum bangsawan mulai berantakan danperanan mereka direndahkan menjadi kepala-kepala produksi.Karena pemerintah Belanda mengejar kepentingan ekonominyamelalui maksimalisasi produksi, maka watak-watak dispotik darikaum bupati dan kepala desa juga bertambah.

Dimensi penting dalam perubahan sosial dan politik ini adalahsemakin tergantungnya kaum bangsawan pada kekuasaan politikBelanda. Mereka lebih mewakili kepentingan Belanda daripadakepentingan desa. Peranan birokrasi Belanda–BinnenlandsBestuur–berkembang, karena pelaksanaan tanam paksa menuntut

| 12 |

Page 13: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

banyak peraturan, dan untuk tingkat tertentu, manajemen ekonomimoderen. Tanam paksa bukan hanya membuyarkan susunanmasyarakat lama, tetapi juga memberikan efek yang lebih dalammemperkuat ciri “pluralistik”–seperti istilah Furnivall–dalammasyarakat dengan mendorong pertumbuhan golongan Eropa danCina.

Kemajuan yang telah dicapai dalam industri gula dan perusahaanpertanian lain menciptakan golongan borjuis Eropa yang tersaingdan tertutup. Sebagai golongan perantara dan peminjam uang dibawah sistem liberal Raffles, golongan Cina telah menikmatipengaruh besar yang menyaingi kekuasaan para bupati. Di bawahtanam paksa, golongan ini menjadi lemah, karena posisi bupatidiperkuat lagi. Namun karena sistern ini terus menerusmembutuhkan kontraktor, van den Bosch terpaksa memberikankesempatan kepada golongan Cina untuk memperkuat ekonominyakembali. Ditambah lagi dengan kemajuan kegiatan impor danperdagangan eceran, bukan hanya telah membawa kemajuangolongan Cina dalam jumlah, tetapi juga kekayaan dan pengaruh.

Pelaksanaan tanam paksa telah membawa perekonomian HindiaBelanda lebih dekat pada ekonomi pertukaran dan lebihterintegrasikan pada pasaran dunia. Ini bisa dilihat padapertambahan uang yang beredar di Jawa, jumlah pekerja upahanbebas dan semakin bebasnya modal masuk ke desa, pembangunanprasarana-prasarana seperti jalan dan sistem irigasi. Implikasidalam negeri dari pengintegrasian ekonomi Hindia Belanda iniadalah terciptanya struktur yang tidak seimbang dan dualistis.Dalam sektor enklafe atau ekspor, kapitalisme negara mengaturharga dan tingkat upah, mengontrol produksi dan menentukanproses produksi. Dalam sektor domestik, adalah unit-unit pertaniantingkat subsisten atau rumahtangga, sedikit industri rumah-tanggadan perdagangan kecil-kecilan. Melalui sektor ekspor, fluktuasiharga hasil bumi di pasar dunia melancarkan pengaruhnya ke dalamperekonomian Hindia Belanda. Gula, nila (indigo), kopi, tembakaudan beberapa hasil bumi lainnya membutuhkan tanah dan buruh–dua faktor produksi yang ditarik dari sektor domestik. Dengan

| 13 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 14: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

demikian perluasan atau penciutan sektor ekspor secara cepatdan menyolok, mempengaruhi sektor domestik.

Dalam perkebunan produksi ekspor, di mana sektor ekspor dandomestik berdiri bersama dalam hubungan mutualistis–sepertidalam perkebunan gula–pemerintah dan pemilik pabrik gulamemiliki suatu kepentingan untuk mempertahankan laju aliranburuh-buruh murah dan perolehan tanah. Dalam perkebunan yangrelatif tidak besar seperti kopi, ketergantungan pada tanah danburuh, terciptalah sektor enklafe. Dengan demikian kapitalismenegara meletakkan dasar terciptanya struktur dualistis dalamperekonomian Hindia Belanda, di mana sektor ekspor dan enklafetelah menjadi cabang perekonomian Belanda.

Pada akhir dekade 1860-an, Hindia Belanda–khususnya Jawa–telahmenyelesaikan suatu babak pengalamannya yang membinasakan.Kapitalisme merkantilis, dalam bentuk tanam paksa, telahmeruntuhkan struktur politik pribumi dan memperkuat tendensi-tendensi otoriter, menciptakan struktur masyarakat yang tidakseimbang dan pluralistis dan memaksakan suatu sistemperekonomian. Yang terakhir ini terjadi melalui suatu pelemahandan akhirnya penghancuran hubungan-hubungan ekonominonkapitalis. Hubungan politik langsung antara kaum bangsawandan petani, yang sebelumnya secara ekonomi masih fungsional,pada masa akhir sistem tanam paksa mulai menjadi tidak begiturelevan, malahan fungsional, karena pemerintah dan industri swastamenggantikannya dengan bermacam-macam hubungan ekonomikontraktual.

Perkembangan kapitalisme di Jawa bukanlah akibat adanyagerakan dari dalam seperti di Eropa, melainkan akibat doronganluar melalui pemasukan modal, keahlian, dan organisasi dari sistemkapitalis yang sudah berkembang di negeri Belanda. Boekemenamakannya “kapitalisme kolonial”, dengan ciri utamanya,adalah: modal datang dari luar dan mencari penggunaan yangmenguntungkan di negeri jajahan, terutama untuk modalpermulaan dari suatu usaha dan kemudian berkembang sebagai

| 14 |

Page 15: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

pinjaman kepada pemerintah.

Untuk kepentingan analisa dan alasan di bawah ini, tulisan inimenyebutnya sebagai “kapitalisme pinggiran” (peripheralcapitalism). Pertama, keuntungan yang ditarik dari penggabunganmodal, tanah dan buruh tidak ditanam dalam ekonomi tuan-rumah,melainkan dalam “kapitalisme pusat” di negeri Belanda. Besarnyakenaikan surplus dalam neraca perdagangan, besarnya uang yangditerima dari lembaga batig-slot dan besarnya keuntungan yangmasuk ke negeri Belanda, adalah bukti-bukti pengaliran modal keluar selama sistem tanam paksa. Inilah asal mula timbulnyafenomena kekurangan modal untuk akumulasi modal selanjutnya.

Akibatnya–-dan ini adalah alasan kedua–lembaga dan organisasiekonomi kapitalis yang dipasang dari luar hanya akan berfungsisecara efektif kalau diintegrasikan ke dalam perekonomiankapitalisme pusat sebagai sumber modal. Kalau–-karena satu danlain hal–keterikatan dengan pusat terputus, maka kapitalismepinggiran akan menghadapi stagnasi dan dislokasi. Dengandemikian kapitalisme pinggiran akan selalu menjadi kapitalismeyang tergantung (dependent capitalism).8 Namun pelaksanaansistem tanarn paksa di Jawa hanya secara embrionis meletakkandasar-dasar kapitalisme pinggiran yang pada masa selanjutnya–periode ekonomi liberal–akan berkembang mencapai puncaknya.

Kemenangan kaum liberal di negeri Belanda telah membawaperubahan yang mendasar di Hindia Belanda pada dekade 1860-an. Perusahaan negara NHM yang dulu dominan, kini mendukungperusahaan-perusahaan swasta, yang juga didukung olehkepentingan bank yang kuat. Tiga soal dihadapi kaum liberal:penghapusan perkebunan negara, pengembangan perusahaan-perusahaan swasta dan penyesuaian tarif.

Suatu pemecaban jitu ditemukan oleh de Wall, Menteri UrusanKolonial yang konservatif, yang memperkenalkan Undang-undang

8 Lihat Fernando Henrique Cardoso, Associated-Dependent Development: Theoreticaland Practical Implications dalam Alfred Stepan, Authoritarian Brazil (New Haven andLandon: Yale University Press, 1973).

| 15 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 16: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Agraria 1870 yang memberikan kebebasan dan keamanan padaperusahaan-perusahaan swasta tanpa merepotkan sewa tanah kaumpribumi. Undang-undang ini melembagakan institusi Eerfpacht dimana pengusaha swasta bisa menyewa tanah dari pemerintahdan bisa diwariskan sampai waktu paling lama 75 tahun, tapi dipihak lain menjamin hak-hak tradisional kaum pribumi atas tanahdan kemungkinan untuk memperoleh hak-hak individual atas tanah.

Pada tahun 1866, praktis sernua perkebunan negara hasil bumiseperti lada, cengkih, pala, nila, teh, kayu manis dan tembakau,telah dihapuskan. Undang-undang Gula tahun 1870 mengizinkannegara mengontrol perkebunan gula hanya sampai tahun 1878.Kopi masih dipertahankan di bawah perkebunan negara, tetapihanya untuk pendapatan negara, bukan untuk perdagangan.Perdagangan luar negeri tidak dibebaskan sampai tahun 1872 ketikaUndang-undang Tarif disahkan, yang menghapus perbedaan-perbedaan pajak.

Pembagian kerja antara negara dan pengusaha swasta yang lebihtegas mulai nampak selama periode liberal, dari permulaan tahun1860-an sampai pertengahan tahun 1880-an. Di bawah serangankuat dari golongan menengah Belanda, peranan negara cenderungmenjadi terbatas, segan dan tidak rapi organisasinya. Negarakemudian mengalihkan konsentrasi kegiatannya ke bidang lainyaitu masalah-masalah birokrasi dan administrasi hukum. Dalamperiode ini negara kolonial mengalami suatu modifikasi yangekstensif secara vertikal maupun horizontal dalam aparatbirokrasinya. Di bawah pengaruh liberalisme yang menekankanhukum dan orde, persamaan di depan hukum, pendidikan dankesejahteraan umum, negara kolonial telah mengeluarkan banyakhukum dan perundang-undangan, bukan hanya untuk memberiperlindungan kepada pegawai-pegawai Eropa dan pribumi, tetapijuga untuk kaum pribumi di tingkat desa.

Sehubungan dengan modifikasi birokrasi, administrasi kolonialmengambil pula langkah hukum untuk menghapuskan kerja paksadan mendorong hubungan kerja kontraktual, serta pemilikan

| 16 |

Page 17: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

swasta atas tanah. Akhirnya “revolusi birokrasi” ini pelan-pelanmengganti birokrasi tradisional pribumi dengan birokrasi moderenEropa yang akan memimpin ekonomi dan masyarakat ke arahhubungan kapitalistis.

Pengesahan Undang-undang Agraria 1870 dan Peraturan Persewaan1871 telah mencanangkan kelahiran korporasi-korporasiperkebunan dan keuangan. Pengambil keuntungan yang cepat daripenemuan hukum ini adalah perusahaan-perusahaan individualyang telah berkembang sejak periode tanam paksa. Kebebasanmemperoleh tanah dan modal memungkinkan perusahaanmengimpor mesin-mesin dan secara substansial menambahproduksi. Perkembangan ini juga ditopang oleh dua gelombangkemajuan dalam dunia perbankan di Hindia Belanda: yaitu padatahun 1850-an dan pada awal dekade 1880-an. Sementara itu NHMdan Javasche Bank tetap dalam posisi kuat untuk memberikanbantuan yang diperlukan.

Perkembangan Puncak Kapitalisme Pinggiran

Krisis yang mencapai puncaknya pada pertengahan dekade 1880-an menunjukkan untuk pertama kali dalam sejarah Hindia Belanda,betapa sektor-sektor ekspor dan enklafe bukan hanya telahterintegrasi secara baik pada pasaran dunia, tetapi juga harusmenerima akibat-akibat buruk dari krisis yang terjadi di dalamnya.Pada awal dekade 1880-an hama penyakit menyerang perkebunangula dan kopi. Lebih berbahaya lagi adalah jatuhnya harga-hargakopi dan gula secara mendadak di pasaran Eropa, yang sehagiandisebabkan oleh depresi dan sebagian lagi karena munculnya gulabit. Secara kebetulan, bencana alam dan krisis dari luar inimemaksa suatu revisi dari politik liberal bebas sepenuh-penuhnya.Bencana ini telah mengancam suatu kebangkrutan total dari sistemekonomi dan usaha-usaha untuk mengatasinya telah membawasuatu perubahan struktural dalam organisasi dan manajemenkeuangan usaha perkebunan dan modifikasi lebih lanjut dariperanan negara. Pada waktu selanjutnya nampaklah, bahwatransformasi ini ternyata sangat pokok dalam pertumbuhan yang

| 17 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 18: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

terus menerus dari kapitalisme pinggiran dalam tiga dekadepertama abad ke-20.

Dalam menghadapi krisis itu peranan negara diperbesar dandiperkuat kembali. Sekarang negara bertanggung jawab bukanhanya pada masalah-masalah administratif–mempertahankanhukum dan keteraturan, memberikan fasilitas dan kesejahteraanumum–tetapi juga mengambil kembali peranannya yang pentingdalam ekonomi. Yang terakhir ini terdiri dari partisipasi langsungdalam usaha perkebunan melalui perusahaan negara, NHM,eksplorasi dan penanaman modal dalam usaha-usaha yang prospekkeuntungannya tidak cukup untuk menarik modal swasta sepertipertambangan, kehutanan dan pembangunan prasarana sepertipengangkutan kereta api yang menggunakan tenaga uap, jalandan sistem irigasi.

Ciri dan watak modal juga berubah. Modal kini di bawah komandolembaga-lembaga keuangan Belanda yang kuat dan besar. Usaha-usaha perkebunan individual diganti dengan usaha multinasionalyang didukung bukan saja oleh kekuatan-kekuatan keuanganBelanda tetapi juga dari negeri Eropa lain. Kekuatan-kekuatankeuangan itu memiliki keterlibatan langsung dalam manajemenusaha-usaha perkebunan, dan dengan begitu keputusan pentingberada di tangan mereka, bukan lagi di tangan usaha-usahaperkebunan individual.

Demikianlah pada awal abad ke-20, suatu mesin yang lengkap–terdiri dari modal besar dan aparatur negara kolonial–telah siapuntuk membawa kapitalisme pinggiran ke puncak kejayaannya.Karena konsentrasi kekuatan ekonomi bergeser dari perusahaannegara ke perusahaan swasta dalam suatu proses yang telah dimulaisejak pertengahan abad ke-19, maka kapitalisme korporasi telahmengganti kapitalisme negara. Tetapi karena ekspansi peranannegara yang sangat diperlukan dan keharusan perusahaan swastauntuk mempertahankan hubungan yang erat dengan negara, makakapitalisme korporasi yang berkembang juga masih menampakkanciri-ciri merkantilis. Dengan demikian suatu kapitalisme campuran

| 18 |

Page 19: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

berkembang di Hindia Belanda.

Krisis yang bersifat ekonomi di pertengahan dasawarsa 1880-anbukan hanya telah mendorong negara untuk melakukan partisipasilangsung dalam ekonomi, tetapi juga telah membawanya ke arahkonsepsi yang lebih luas akan fungsinya. Pembaruan politik, danadministrasi mengenai cara-cara pemerintahan mulaidiperkenalkan. Di bawah tema-tema umum efisiensi,kesejahteraan dan otonomi, pembaruan itu meliputi masalah-masalah desentralisasi, administrasi departemen dan teritorial,dan pengikutsertaan pribumi dalam birokrasi dan pengambilankeputusan. Semua ini juga disertai dengan perubahan ideologikolonial. Kalau ideologi liberal berpendirian bahwa tugas pokoknegara adalah memberi kebebasan sepenuhnya kepada motif-motif ekonomi dan menghilangkan segala hambatan padakemajuan-kemajuan ekonomi melalui usaha menegakkan hukumdan keteraturan, maka ideologi baru politik etis berpendirian,bahwa tugas pokok negara sifatnya konstruktif, membanguninstitusi-institusi politik, memajukan kesejahteraan material dankesejahteraan umum.

Bersamaan dengan ini, perusahaan negara, NHM, mengubah dirinyamenjadi perusahaan penanaman modal “setengah bank dansetengah pengusaha perkebunan,” dengan kekayaan ekonomi yangcukup besar dalam bentuk pabrik dan perkebunan. Pada tahun1900 negara mulai mendirikan perkebunan karet dan dalam tahun-tahun berikutnya, negara terlibat dalam produksi kelapa, minyakpalem dan kapuk. Negara juga memegang peranan luas dalamkehutanan, perikanan dan produksi barang-barang tambang. Polaketerlibatan yang sama juga terjadi dalam pembangunan jalankereta api, jalan dan komunikasi tenaga uap.

Usaha negara untuk memajukan industri pengganti impor, khususnyadalam menghadapi kemungkinan terputusnya dengan pasaran duniaakibat perang dunia pertama, menghadapi halangan serius.Halangan ini di satu pihak juga mencerminkan watak kapitalismepinggiran, khususnya yang berkembang di Hindia Belanda.

| 19 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 20: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Pertama, karena masih banyaknya kesempatan bagi penanamanmodal di bidang-bidang yang sangat menguntungkan sepertipertanian dan pertambangan, sehingga tidak ada dorongan kuatuntuk menanam modal di bidang industri. Kedua, karenaperusahaan-perusahaan perkebunan yang kuat merasa bahwaindustrialisasi akan meningkatkan upah buruh dan ekspor akanturun akibat mengecilnya impor barang-barang jadi, maka merekamenghalangi usaha industrialisasi pengganti impor. Ketiga,kepentingan industri Belanda, walaupun tertarik pada peningkatanhidup kaum pribumi, tetapi sangat khawatir akan munculnyapersaingan dari Hindia Belanda, dan juga menghalangi usahaindustrialisasi pengganti impor.

Transformasi struktural dan pemasukan modal besar-besaranakhirnya membawa kapitalisme pinggiran ke puncakperkembangannya. Ini terutama disebabkan karena kebutuhanproduksi besar-besaran untuk mendapatkan pasar di negara-negaratropis dan kebutuhan akan barang-barang mentah di pasaran Eropa,yang kemudian ditunjang dengan ekspansi birokrasi dari negarakolonial. Modal yang ditanam di Hindia Belanda juga memilikiciri baru: monopolistis dan internasional.

Pertumbuhan modal juga menuntut suatu divisi darifungsifungsinya. Bank-bank pertanian menambah skala kegiatannya,dan mengubah dirinya menjadi perusahaan pertanian biasa. Padawaktu yang sama, lembaga-lembaga perbankan lain membatasidiri pada kegiatan perbankan biasa. Sejajar dengan itu jugadilakukan oleh perusahaan pertambangan dan perusahaan daribermacam-macam jenis. Lembaga-lembaga permodalan ini, yangmewakili kekuatan modal Belanda, juga ditambah oleh kekuatanmodal bukan Belanda, yaitu pertumbuban pesat dari bank-bankasing. Pada saat ini kelompok Cina mulai berusaha masuk ke dalamperusahaan keuangan dengan membentuk bank-bank N.V.Bataviasche Bank, the Deli Bank, the Chung Wah Bank dan N.V.Tiong Ham. Modal yang ditanam oleh perusahaan-perusahaanBelanda dan bukan Belanda melalui jaringan-jaringan luas darilembaga-lembaga keuangan ini telah mendiversifikasikan dirinya

| 20 |

Page 21: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

di luar perkebunan gula dan kopi, juga meluas ke perusahaanpertambangan, terutama minyak, yang mengembangkan usahanyadi luar Jawa. Pertumbuhan cepat dari modal dan semakin luasnyadivisi dari fungsi-fungsinya memulai proses konsentrasi kepentingandan kekuatannya. Ini dimulai dengan dibentuknya “PersatuanProdusen Gula” pada tahun 1918, yang diikuti oleh empat asosiasiuntuk produsen teh cinchona, kopi, cocoa dan tembakau. Padatahun 1920-an konsentrasi kekuatan ini mencapai suatu proporsisehingga–seperti dikemukakan Wertheim–”seluruh perkebunanberada di bawah superstruktur dari sindikat-sindikat dan kartel-kartel yang kuat.” Melalui sindikat dan kartel ini, kepentinganmodal kolonial mempertahankan hubungan yang erat dengannegara, di antaranya, untuk meningkatkan produksi melalui kontrolekonomi bersama dan mengorganisasi riset-riset ilmiah.

Modal telah memasuki ekonomi Hindia Belanda semakin dalam.Namun pola penanamannya masih tetap, terbatas secara eksklusifpada industri pertanian dan pertambangan besar, dan strukturekonomi dualistis yang tidak seimbang, yang telah berkembangsejak zaman tanam paksa, tidak berubah. P.erubahan-perubahandalam struktur organisasi dan lembaga keuangan hanyamempengaruhi sektor ekspor dan enklafe saja: sisi Belanda dalamstruktur ekonomi dualistis.

Ekonomi kaum pribumi tidak berubah, kecuali di Jawa di manaperkebunan gula berdampingan secara simbiotis dengan pertanianpadi basah, sehingga terjadi suatu proses yang oleh Geertz disebut“involusi pertanian”. Dalam periode ini perubahan strukturalsektor ekspor mulai mempengaruhi daerah luar Jawa–Sumateradan Kalimantan–tetapi tidak seperti yang terjadi di Jawa: yaituterkonsentrasi dalam sektor enklafe dan terbatas pada daerahpadat modal di sekitar produksi barang-barang mentah sepertikaret, timah dan minyak. Perbedaan efek ini menciptakan suatudikotomi struktural dengan implikasi politik dan ekonomi yangdalam sampai pada masa pasca-kolonial.

Setelah jatuhnya harga gula dalam depresi tahun 1929, pusat

| 21 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 22: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

kegiatan ekspor beralih dari Jawa ke Sumatera dan Kalimantan,yang telah mengintegrasikan pulau-pulau tersebut lebih jauh kedalam pasaran internasional. Dengan demikian, struktur ekonomidualistis menampilkan dimensi baru–ketidakseimbangan daerah–yang bertahan semakin dalam sampai perang dunia kedua menyapupulau-pulau Hindia Belanda.

Dampak Sosial dan Politik

Ketika kapitalisme pinggiran berkembang sampai ke puncaknya,ia bukan hanya memperkuat ketidakseimbangan dan distorsi dalamstruktur sosial, tetapi juga menciptakan ketegangan di antarastrata-strata sosial. Pada gilirannya ini juga menimbulkanketegangan antara negara kolonial dan masyarakat pribumi, yangakhirnya memuncak dalam gerakan politik kaum pribumi yangmempertanyakan legitimasi dari negara kolonial. Politik Etispemerintah kolonial yang menekankan pendidikan dan pencerahanintelektual itu telah mendorong gerakan-gerakan ini.

Kapitalisme pinggiran dengan jaringan korporasi keuangan danusaha-usaha yang berkait-berkelindan telah mengubah watak dankecenderungan lapisan atas piramida sosial. Pengusaha Eropa dankelompok komersial, yang mendominasi lapangan kegiatan sepertiperkebunan, perdagangan luar negeri, pertambangan danperbankan, mengimpor kebudayaan Eropa, mendirikan serikat-serikat buruh mereka sendiri, dan hidup berdampingan, tapiterisolasi dari dunia pribumi. Mereka memapankan diri sebagaipengemban kebudayaan metropolitan kolonial, mengelompoksendiri di daerah urban seperti Jakarta (dulu Batavia), Bandung,Semarang dan Surabaya, menikmati lingkaran-lingkaran kebudayaanmereka sendiri dalam bentuk konser, pameran kesenian, tari,teater dan bioskop.

Golongan Cina sebagai lapisan perantara yang mengontrol sebagianbesar dari perdagangan eceran, industri kecil dan pengumpulbarang dagangan, juga kena pengaruh. Pembebasan perkampunganmereka, penghapusan surat jalan, pengakuan pada sekolah-sekolah

| 22 |

Page 23: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Cina dan perbaikan status hukum pada dasawarsa pertama abadke-20, yang diikuti oleh kejadian-kejadian politik di Cina daratandan terbuka lebarnya kesempatan kapitalisme pinggiran, telahmenambah kekuatan ekonomi serta mempertegas identitaskebudayaan dan sosial golongan Cina.

Golongan Eropa dan Cina menambah kekuatan ekonomi,mempertinggi prestise sosial dan mengembangkan kepentingan-kepentingan kebudayaan, tetapi kaum pribumi–yang merupakanmayoritas dan lapisan paling bawah dalam piramide sosial–hanyamenambah jumlah saja. Ini ditunjukkan oleh hasil-hasilmenyedihkan dari berbagai survai mengenai kesejahteraan yangdilakukan oleh pemerintah dan nonpemerintah seperti yangdiringkaskan oleh Furnivall. Usaha-usaha perbaikan nasib pribumiseperti sistem irigasi, penasehat ahli untuk industri kecil danpertanian, perlindungan buruh, pemberian kredit dan pendidikannampaknya hanya terbatas sejauh kaum pribumi mensuplai tanahdan buruh untuk perkebunan Eropa dan pegawai untuk birokrasi.Dengan kata lain, negara kolonial merasa wajib hanya untukmengadakan usaha-usaha yang menghilangkan halangan danmengurangi efek negatif demi berjalannya modal. Pemerintahkolonial malah percaya bahwa perkebunan besar dan industripertambangan akan menjadi dasar bagi kemakmuran pribumi.

Dengan demikian, walaupun ada perbaikan, kaum pribumi tidakmembuat kemajuan yang berarti dalam industri, perdagangan atauperkapalan, apalagi menciptakan suatu kelompok golonganmenengah yang bergerak dalam usaha perdagangan dan komersial,walaupun tentunya ada kekecualian di sana-sini. Di Jawa Baratdan Tengah misalnya, kaum pribumi terlibat dalam kegiatan industritekstil, batik dan kretek sejak permulaari abad ke-20. Di Sumatera,kelompok koniersial pribumi juga muncul pada pertengahan tahun1920-an ketika perkebunan ekspor rakyat melampaui eksporperkebunan besar.

Tetapi dua halangan struktural telah memacetkan pertumbuhankaum pribumi untuk menjadi golongan menengah yang mandiri.

| 23 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 24: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Pertama, konsentrasi dan kartelisasi dari korporasi multinasionalmenyebabkan pemasukan secara individual ke dalam bisnis kaumpribumi, malahan untuk golongan Cina pun, sangat sulit. Padawaktu komersialisasi ekonomi demikian tinggi bagi terciptanyakelompok usaha dan komersial pribumi, maka korporasi-korporasiinternasional memantapkan posisi monopolinya. Lebih-lebihnegara dan juga perekonomian semakin bergeser ke bawahpengaruh beberapa kekuatan ekonomi yang monopolistik danterkonsentrasi, dan sangat susah untuk mengejar kebijaksanaanyang melawan kepentingan monopoli itu.

Kedua, peranan perantara golongan Cina dalam perdaganganeceran, servis, industri kecil, telah menutup kemungkinan bagigolongan pribumi untuk memperkuat posisinya dalam kegiatanbisnis tersebut. Inilah dasar struktur ekonomi yang membawa kaumpribumi untuk menyadari, bahwa politik adalah satu-satunya jalanyang terbuka guna melawan berbagai kekuatan yang telahmengkungkung mereka, dan secara efektif telah mempersiapkankaum pribumi untuk terlibat dalam suatu perjalanan perjuanganpolitik yang panjang.

Penetrasi modal secara intensif yang telah menciptakan efek-efek, berbeda terhadap masing-masing lapisan sosial, tergantungpada pemilikan modal, akses pada pasar, organisasi, keahlian danpengalaman. Sementara untuk golongan Eropa dan–untuk tingkatyang lebih rendah–golongan Cina, penetrasi modal yang intensifberarti penambahan kekayaan dan kekuatan ekonomi, pengukuhankeunggulan mereka dalam kebudayaan dan prestise sosial. Untukgolongan pribumi, seperti yang dinyatakan oleh golonganmenengahnya yang kecil itu, berarti stagnasi ekonomi danpenyadaran politik dan ideologi untuk keperluan perjuangan politikmereka. Politisasi golongan pribumi ini pad akhirnyamempertanyakan kekuasaan kolonial dan juga orde sosial kolonial.Sebagai reaksi, pemerintah kolonial juga harus menciptakanperalatan politik untuk mengontrol gerakan-gerakan politik yangditujukan pada eksistensinya, dan juga untuk mempertahankankeamanan dan keteraturan (rust en orde) dalam masyarakat

| 24 |

Page 25: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

kolonial.

Lahirnya Kelompok Menengah Pribumi

Di bawah pimpinan kaum intelektual, pemimpin agama danpedagang, organisasi nasionalis pertama yang didasarkan padadukungan massa adalah Sarekat Islam, yang dibentuk pada tahun1912. Organisasi ini berakar dari masyarakat dagang pribumi,Sarekat Dagang Islam, yang dibentuk pada tahun 1909 oleh RadenMas Tirto Adisoerjo, seorang aristokrat dan pedagang Jawa, jugamanajer suatu usaha dagang yang berada dalam proses likuidasi.Lahirnya Sarekat Islam menggambarkan beberapa elemen pentingdalam proses politisasi dari kaum pribumi dan munculnyakelompok kecil dari golongan menengah pribumi. Pertama, SarekatIslam adalah gerakan politik dari kelompok atas golongan pribumiyang merupakan campuran dari kaum bangsawan, intelektualpendidikan Barat, pemimpin-pemimpin agama dan anggota darikelompok pedagang dan komersial. Kelompok ini mewakili embrioborjuis pribumi, pemimpin sosial dan politik dan juga metodebaru dalam mengorganisasikan pengetahuan dan pemikiran dalamhubungannya dengan dunia moderen. Mereka mulai mampumenangkap arti–dalam perspektif yang lebih luas–dari praktek-praktek diskriminasi dan eksploitasi dalam pendidikan, kesempatanekonomi, profesi, administrasi hukum dan perundang-undangan.Ini juga berarti bahwa mereka bisa mulai melihat kemungkinan-kemungkinan tindakan di luar orde kolonial, terutama wilayahlegitimasi yang sempit dan ekonomi kolonial.

Karena tidak puas terjepit dan frustrasi akibat terbatasnyakesempatan bagi mobilitas ke atas mereka, dan pada saat yangsama dipaksa untuk menambah kekuatan politik mereka sebagaisyarat pergerakan politik, maka kelompok ini menyusunbermacam-macam organisasi dengan hubungan-hubungan kedaerah urban dan rural. Mereka mulai menimbang spektrum yangluas dari ideologi politik, taktik dan metode perjuangan politik,serta prospek dari kemerdekaan politik dan ekonomi. Inilah polaumum dari timbulmya bermacam-macam organisasi sosial dan

| 25 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 26: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

politik dalam dasawarsa kedua dan ketiga abad ke-20.

Proses ini juga dibarengi dengan proses ideologisasi: mereka mulaiterbuka pada ideologi dan pemikiran Islam moderen, demokrasiliberal, sosialisme dan juga Marxisme-Leninisme, dan yang lebihpenting lagi, nasionalisme. Fakta bahwa Sarekat Dagang Islam(SDI), suatu asosiasi koperasi dari pedagang-pedagang batik Jawa,dibentuk dalam usaha untuk menghadapi persaingan dengangolongan Cina dan kemudian muncul kembali sebagai organisasipolitik berdasarkan massa, maka Sarekat Islam (S1), yang jugadidukung oleh banyak tokoh-tokoh dagang lahir dan menunjukkanborjuasi pribumi, walaupun amat kecil. Posisi monopolistis darikorporasi-korporasi Eropa dan kedudukan perantara yang strategisdari golongan Cina dalam bisnis, telah membuka politik sebagaisatu-satunya jalan bagi kaum borjuis pribumi untukmempertahankan posisinya dan juga dalam mengejar kepentingan-kepentingan komersial mereka.

Pesatnya kemajuan Sarekat Islam dan dukungan luas yangdiperolehnya pada tingkat tertentu merupakan hasil daripelaksanaan politik etis yang memajukan pendidikan Barat bagielit pribumi, dan dari ketidakmampuan birokrasi negara danperusahaan swasta untuk menampung mereka yang terdidik yangcocok dengan latihan dan pendidikan mereka. Karena merasainferior dan tidak memiliki pekerjaan, tetapi pada waktu yangsama tercerabut akar-akarnya dari kehidupan tradisional, dengansendirinya mereka membentuk kelompok marginal (terbuang) yangselalu gelisah, yang terpaksa mencari pekerjaan bebas sepertisaudagar, pedagang, wartawan dan jenis-jenis profesi lain. Inilahpula sebabnya, dengan masuknya pedagang-pedagang Cina kedalam industri batik–benteng kaum saudagar-bangsawan Solo–mengundang reaksi cepat dalam bentuk organisasi pelindung,Sarekat Dagang Islam. Kelompok ini merupakan produk nyata dariproses yang cepat, di mana golongan bangsawan, kaum elitpendidikan Barat, pedagang, kaum profesional dan pemimpin-pemimpin agama mentransformasikan diri mereka menjadipemimpin-pemimpin politik dan ideologi. Mereka menandai

| 26 |

Page 27: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

lahirnya golongan menengah seperti yang didefinisikan tulisanini. Kelahiran mereka yang menampilkan diri dalam berbagaigerakan politik kaum pribumi bersama dengan perubahan yangterjadi pada kekuasaan kolonial, telah membentuk politik HindiaBelanda sampai datangnya pasukan Jepang.

Ketidakseimbangan dan distorsi dalam struktur sosial sertaketegangan antara strata-strata sosial sebagai akibat dari majunyakapitalisme pinggiran–yang telah membangunkan kesadaran politikdan ideologi golongan menengah yang kecil itu pada saatnya jugatelah mempolitikkan (politicized) negara kolonial. Pemerintahkolonial kini semakin mendasarkan diri pada mesin-mesin politikseperti P.I.D. (Politieke Inlichtingen Dienst), sensor koran,pelarangan pada organisasi dan pertemuan yang bersifat politik,kooptasi (merangkul menjadi anggota), penangkapan danpembuangan politik untuk mempertahankan eksistensinya.

Politisasi Negara Kolonial

Sampai pada akhir kekuasaannya, pemerintah kolonial gagal untukmemiliki suatu wawasan jangka-panjang dalam masalah politikseperti status politik Hindia Belanda, partisipasi kaum pribumidalam proses pengambilan keputusan dan birokrasi.Kebijaksanaannya cenderung bersifat ad hoc dan kurang persiapan.Tentu saja ini disebabkan oleh perubahan dalam keseimbanganpolitik dan kecenderungan ideologis di negeri Belanda, dan jugaoleh akibat tak disengaja dan di luar kontrol dari penetrasi modalke dalam dinamika susunan sosial kolonial. Ini nampak jelas dalamkebijaksanaan politik etis yang‘telah gagal mempertimbanganakibat pendidikan pribumi kalau dilihat dari kemampuan dankemauan lembaga (establishment) kolonial untuk memberikanpekerjaan. Di bawah kebijaksanaan ini, pendidikan yangsebenarnya dimaksudkan untuk mengintegrasikan elit pribumi,ternyata malah menjadi sumber disintegrasi dan radikalisme.

Pemerintah kolonial juga tidak mampu melihat efek disintegratifdari masuknya modal yang intensif, yang disebabkan oleh akibat

| 27 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 28: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

yang berlainan terhadap kelompok-kelompok sosial, rasial danekonomi yang berbeda-beda. Kependekan pandangan ini tercerminpada konsesi yang diberikan kepada golongan Cina dalamdasawarsa permulaan abad ke-20 yang telah mengundangterbentuknya SDI. Kebijaksanaan negara kolonial yang ditujukandemi kebutuhan lancarnya kapitalisme pinggiran berakibat fataldan telah mengintensifkan ciri pluralisme dan ketidakseimbanganmasyarakat. Pada pertengahan tahun 1920-an hasil dari politiketis bukanlah suatu masyarakat pribumi yang kuat dan bersatu,tetapi suatu masyarakat di mana kaum elitnya secara sosial telahdiradikalkan dan secara politik teragitasi.

Karena ketiadaan kebijaksanaan yang komprehensif ini, dalamusahanya untuk mempertahankan keamanan dan keteraturan negarakolonial telah mendasarkan diri pada kebijaksanaan individual,ad hoc dan jangka pendek sifatnya, yang pada pokoknya bersifatpelarangan dan represi. Pada tahun 1913 Nationale Indische Partijditekan dan pemimpin-pemimpinnya diasingkan. Untuk mencegahintegrasi Sarekat Islam sebagai suatu korporasi utuh dan memutuscabang-cabang dari pimpinan pusat, pemerintah kolonial menolakmemberikan status hukumnya dan melancarkan kontrol secara tidaklangsung pada cabang-cabang-nya dengan memberikan statushukum secara individual. Sekali lagi, ini adalah suatu kebijaksanaanironis karena dengan kebijaksanaan ini, pemerintah justerumemperlemah kontrol pimpinan pusat yang relatif moderat padacabang-cabangnya, sehingga dengan mudah diinfiltrasi olehkelompok radikal. Sebagai hasilnya, pemerintah kolonialmenghadapi bukan pada Sarekat Islam yang terkontrol danmoderat, tetapi Sarekat Islam yang sudah diradikalkan, kelompokSarekat Islam Merah dan Partai Komunis. Pada tahun 1918 Sneevlietdiasingkan, dan sampai akhir kekuasaarmya pemerintah kolonialterus menerus melakukan penangkapan politik dan penekananlangsung sebagai instrumen untuk melemahkan gerakan politikpribumi.

Sejajar dengan penekanan langsung, pengasingan dan penangkapan,pemerintah juga siap dengan peralatan “hukum” untuk menakuti

| 28 |

Page 29: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

gerakan politik kaum pribumi. Gubernur jenderal memiliki suatuotoritas untuk mengasingkan, menangkap tanpa otorisasi daripengadilan dan melarang penerbitan berkala yang dipandangbertentangan dengan keamanan umum. Perkumpulan bebas danpertemuan dikontrol secara ketat dengan ancaman penahanandan pemenjaraan. Dalam awal dasawarsa 1920-an, mengendornyaekonomi yang disebabkan oleh Perang Dunia Pertama,menyebabkan munculnya banyak perselisihan dan pemogokan dikalangan buruh industri. Gerakan kaum pribumi yang radikal denganbegitu mengkonsentrasikan kekuatan mereka di kalangan serikat-serikat buruh. Pemerintah kolonial menghadapinya denganpengeluaran perundang-undangan yang keras ancaman hukumnya,kepada siapa saja yang dianggap mengganggu kelancaran jalannyaperekonomian.

Pembahasan kita tentang perkembangan kapitalisme pinggiran inimenunjukkan betapa penetrasi modal Belanda dan Eropa dan cara-cara pengorganisasiannya–untuk mengeksploitasi surplus ekonomiserta pengintegrasian ekonomi Hindia Belanda ke pasaran dunia–memiliki dampak langsung, bukan hanya pada struktur ekonomi,tetapi juga pada watak struktur kekuasaan domestik. Kemajuanyang terus menerus dalam penetrasi modal, integrasi ekonomi kedalam pasar dunia dan ekspansi ekonomi tukar-menukar,menciptakan kekuasaan yang menekan, perekonomian yangdualistis dan susunan sosial yang tidak seimbang, disintegratif danpluralistis, yang akhimya menciptakan ketegangan dan alienasi.

Suasana menjadi tegang secara politik ketika kelompok golonganmenengah muncul dalam masyarakat. Munculnya golongan inimerupakan suatu konsekuensi yang tidak disengaja darikebijaksanaan negara dan penetrasi modal dalam ekonomi. Faktorfaktor struktural seperti: ketidakmampuan ekonomi dankemapanan birokrasi kolonial dalam menyerap golongan pribumiterdidik secara Barat, dan faktor-faktor nonstruktural seperti:pengaruh ideologi, kejadian politik di luar negeri dan kemampuanuntuk menangkap makna dari ketidakadilan kondisi kolonial, telahmembawa kelompok golongan menengah untuk mempertanyakan

| 29 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 30: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

legitimasi politik negara kolonial, dan menolak seluruh ordemasyarakat kolonial.

Dengan demikian pernerintah terdesak ke posisi yang defensif.Konflik terjadi antara pemerintah kolonial dan kelompok golonganmenengah pribumi, karena kedua pihak mengerahkan kekuatanpolitik masing-masing. Pemerintah menggerakkan aparat penekanseperti kekuatan polisi dan PID serta alat hukum yang menekandan jenis penekanan politik lainnya. Sementara itu golonganmenengah memobilisir segmen-segmen dalam masyarakat terdidik,sebagian buruh serta penduduk daerah urban dan rural. Sernuaperkembangan itu terjadi pada saat kapitalisme pinggiranmengalami puncak kejayaannya dalam periode antara tahun 1910sampai 1930. Kapitalisme pinggiran–karena watak dan ciri-cirinya–terpukul oleh kekuatan luar, yaitu depresi dunia yang dimulaitahun 1929, yang kemudian diikuti pendudukan Jepang dan perangkemerdekaan.

Periode Pasca-Kolonial

Distribusi kekuatan ekonomi, pola pemilikan dari aset-asetproduktif, alokasi faktor-faktor produksi dan sentralnya impordan ekspor dalam perekonomian pada dasawarsa pertama pasca-kolonial menunjukkan betapa struktur kapitalisme pinggiran masihbertahan di Indonesia.9 Tetapi sebenarnya struktur ini dalamkeadaan rusak. Dalam tingkat internasional, hal itu disebabkanoleh dislokasi dan kerusakan yang diderita oleh pasaran duniaakibat perang dunia kedua. Pada tingkat domestik, disebabkanoleh kehancuran prasarana, organisasi kapitalis dan kemapanankeuangan akibat gejolak politik dari tahun 1942 sampai 1949.Walau pun demikian ciri dan kecenderungan kapitalisme pinggiranmasih tetap nampak.

Karena struktur ekonomi masih mencerminkan struktur kolonial,

9 Uraian mengenai perkembangan politik-ekonomi dasawarsa pertama pasca-kolonialini didasarkan pada sumber-sumber sekunder studi politik dan ekonomi pada periodeitu.

| 30 |

Page 31: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

maka watak dan susunan masyarakat yang tidak seimbang danpluralistik warisan dari zaman kolonial, tetap bertahan. Namundemikian, revolusi politik secara kualitatif telah mengubah susunanmasyarakat tersebut, terutama pada strata atas dan munculnyamassa yang terpolitikkan. Perubahan kualitatif ini menandailahirnya suatu pola baru dari konflik-konflik ekonomi, politik danideologi. Kekuatan ekonomi asing kini tidak didukung, dandilindungi oleh partnernya yang vital negara kolonial–sehinggaberdiri di atas landasan yang rapuh dan rawan (vulnerable) secarapolitik. Sampai tahun 1965, kekuatan kemampuan ekonomi asingyang telah demikian lamanya bertindak sebagai penghubungdengan pasaran internasional, –yang memberikan andil pentingdalam struktur kapitalisme pinggiran–mulai surut.

Perjuangan kemerdekaan memaksa kelompok menengah inimemobilisir massa yang terpolitikkan demi membuktikan kepadadunia dukungan populer kepada kemerdekaan. Kelompok golonganmenengah ini tiba-tiba menemukan dirinya sebagai golongan elitpolitik baru, tetapi suatu elit tanpa dasar kekuatan ekonomi yangkuat (solid). Mereka secara politik tidak bisa mengidentifikasikankepentingan mereka dengan kepentingan ekonomi kapitalis ataupembangunan ekonomi kapitalis pada umumnya.

Namun demikian, kepentingan ekonomi mereka yang diwakili olehpedagang-pedagang dan eksportir pribumi, pandangan merekayang liberal, dicampur dengan perasaan bahwa mereka tidak bisamenghapuskan kemapanan ekonomi asing–karena memiliki sedikitatau sama sekali tidak ada yang bisa ditawarkan untukmenggantikannya, dan juga bahwa pengusiran perusahaan-perusahaan asing akan menyebabkan kesulitan yang serius–telahmembawa mereka memiliki kecenderungan untukmempertahankan status-quo ekonomi. Dan kenyataannya, merekatidak pernah mengejar suatu kebijaksanaan yang secara langsungmenyerang kapitalisme pinggiran. Malahan, mereka berusahauntuk memasukkan pengusaha pribumi ke dalam suatu strukturyang tetap utuh melalui pribumisasi keputusan dan kredit.

| 31 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 32: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Tetapi usaha-usaha tersebut gagal terutama dalam menghadapihalangan struktural yang menyebabkan kekurangan devisa dantekanan inflasi. Ironisnya, kekuatan politik golongan menengahyang tidak pernah digunakan untuk menyerang kapitalismepinggiran ini dilemahkan oleh kekukuhan dan ketegaran strukturitu. Akhirnya mereka dikesampingkan oleh kekuatan-kekuatansosial dan politik yang menawarkan pemecahan yang lebih radikal.

Golongan menengah menyalurkan aspirasi mereka melalui partai-partai politik yang sempat berkuasa selama sistem parlementerdalam periode tahun 1949 sampai 1957, dan sebagian juga melaluibirokrasi. Kebijaksanaan-kebijaksanaan kabinet-kabinet Hatta,Natsir, Sukiman, Wilopo, yang berkuasa secara berturut-turut dariDesember 1949 sampai Juni 1953, dan juga kabinet BurhanuddinHarahap dari Agustus 1955 sampai Maret 1956, mencerminkan ciri-ciri golongan menengah. Kelima kabinet im menunjukkanpersamaan yang cukup menonjol dalam usaha memecahkanmasalah-masalah nasional dan ekonomi. Mereka menaruh perhatianbesar pada usaha untuk memulihkan keadaan “normal”,menekankan pentingnya pemerintahan yang kuat, bersatu danefisien, pentingnya menambah dan memulihkan produksi untukmerangsang pembangunan, serta mencapai dan mempertahankansuatu stabilitas keuangan.

Sikap “pragmatis-konservatif ” ini juga nampak dalam sikap merekamenghadapi struktur kapitalisme pinggiran. Kekuatan ekonomiBarat di bidang perkebunan, industri minyak, pengapalan danperkapalan, dan kekuatan ekonomi Cina di bidang perdaganganeceran dan industri kecil, dibiarkan utuh tanpa suatu tantanganyang serius, kecuali di bidang perbankan dan impor; dan ini hanyatantangan kecil yang tidak berarti.

Namun tidak berarti bahwa mereka tidak mencoba untukmengubah ekonomi. Malahan mereka membentuk beberapaperusahaan negara, dan yang lebih penting lagi: melancarkan usahayang sangat nasionalistis untuk mengurangi ketergantunganekonomi nasional pada kepentingan ekonomi asing. Program

| 32 |

Page 33: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Urgensi Ekonomi yang dilancarkan oleh kabinet Natsir palingmenaruh perhatian pada tindakan-tindakan di bidang ekonomi,dengan Menteri Perdagangan dan Industri SumitroDjojohadikusumo.

Sumitro merumuskan kebijaksanaan itu berdasarkan asumsiasumsi:1. kalau hubungan kekuasaan yang diwarisi dari zaman kolonialmasih bertahan, maka mayoritas penduduk akan tetap miskin; 2.industrialisasi harus menggantikan kontrol ekonomi yang dilakukanoleh “kepentingan yang secara organis tidak berakar dalammasyarakat Indonesia” dan 3. pertanian dan industri adalah salingmelengkapi sebagai suatu alternatif usaha; industrialisasi diperlukansebagian untuk mendinamisir daripada mengganti pertanian.Sumitro mengusulkan skema industrialisasi yang akan bertindaksebagai penentu strategis dari pertumbuhan, khususnya untukmemulai industri-pengganti-impor, yang akan mengurangisensitivitas perekonomian Indonesia pada pengaruh siklis pasaraninternasional, dengan memberikan pinjaman dan bantuan kepadapengusaha pribumi dan mencadangkan pasar-pasar tertentu bagipengusaha pribumi (Program Benteng).

Suatu rencana yang lebih konservatif ditawarkan oleh SjafrudinPrawiranegara, yang mengusulkan agar prasarana–khususnyatransportasi–diperbaiki, produktivitas pertanian dipertinggi; danmenyarankan agar usaha dikonsentrasikan pada produksi beras,karena pada saat itu xenophobia hanya akan membahayakanindustri ekspor, yang pada gilirannya mengurangi kemampuanimpor, dan dengan demikian membahayakan pembangunan danekspansi produksi.

Bagaimana kita menjelaskan “pragmatisme-konservatif ” ini?Tulisan mi mempertahankan suatu pendirian, bahwa latar belakanggolongan menengah dan kepentingan-kepentingan ekonomi,hakekat dari saling hubungan pemimpin-pemimpin kelompok itudan juga watak dari para pengikutnya, telah memberikan pengaruhbesar pada “pragmatisme-konservatif ” tersebut. Kaum intelektualdan profesional kota telah mendominasi kepemimpinan kabinet-

| 33 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 34: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

kabinet ini. Tradisi kaum profesional yang memiliki perananpenting dalam politik tetap kelihatan kuat dalam periode ini.Partai-partai yang menonjol seperti Masjumi, PSI dan untuk tingkatyang lebih kurang juga PNI memperoleh dukungan yang substansialdari “kompleks profesional”. Ini tidak mengherankan karenasebagian besar pemimpin-pemimpin partai itu berasal darigolongan berpendidikan Barat. Cara hidup dan memperolehpendapatan membawa mereka untuk tertarik pada perubahanekonomi yang damai dan inkremental sifatnya. Setidak-tidaknyamereka tidak akan merasa rugi besar kalau mempertahankan suatuperekonomian yang berorientasi pada status-quo.

Dengan alasan-alasan ini dengan sendirinya mereka tidak tertarikpada pemecahan yang radikal. Malah sebenarnya kepentinganmereka sejajar dengan kepentingan lembaga (establishment)ekonomi Barat, yaitu: stabilitas, keteraturan, penegakan hukumdan pembangunan ekonomi “menetes ke bawah”. Tradisi tuakoalisi antara kaum bertahan kaum profesional, kelompokpedagang dan pengusaha pribumi juga masih bertahan: kaumpribumi bermilik memberikan dukungan kuat pada kelompokprofesional dan berpendidikan Barat yang berkecimpung dalampolitik.

Dari kenyataan bahwa “pragmatisme konservatif” yang menguasaikabinet itu berasal dari asal-usul sosial ekonomi golonganmenengah, kita juga bisa melihat masalahnya dalam perspektifyang lebih luas, dengan menyarankan bahwa kebijaksanaan itumerupakan artikulasi tertinggi dari golongan menengah untukmengejar kepentingan ekonominya. Ini bisa ditunjukkan bahwakebijaksanaan itu pada analisa terakhir–setidak tidaknya secarateoritis–dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan kelompokpemupuk modal yaitu kelompok pedagang dan pengusaha.

Program Urgensi Ekonomi yang radikal dan nasionalistis dariSumitro pada dasarnya adalah suatu usaha membantu kelompokpedagang dan komersial untuk meloncat ke dalam sektor moderenekonomi Indonesia, yaitu industri-industri besar, pada khususnya

| 34 |

Page 35: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

industri pengganti impor, dengan memberikan bantuan teknis,organisasi dan keuangan. Sjafruddin Prawiranegara, yang dukungankuatnya dalam Masjumi datang dari kelompok pedagang dankomersial di kota-kota kecil dan daerah rural, mengajukan usulyang menekankan pentingnya bantuan dan perlindungan kepadaindustri-industri kecil, rehabilitasi prasarana dan peningkatanproduksi pertanian.

Kepentingan-kepentingan ekonomi telah dikejar oleh kelompokmenengah melalui program politik yang diperjuangkan dalamkabinet dan parlemen. Negara ditujukan untuk menciptakan suatupemerintahan yang kuat, bersatu dan efisien, dan yangmencampuri ekonomi secara, merkantilis, dengan tujuan tetapmempertahankan bekerjanya pasar bebas, dan mencapai suatukestabilan ekonomi dan keuangan. Sistem parlementer telahmelayani dengan baik kepentingan-kepentingan ini. Sistem inijuga melayani tujuan ideologis dari kelompok golongan menengah,dengan menjamin supremasi kelompok sipil, dan perwakilangolongan sipil dalam lembaga pengambilan keputusan sertamenegakkan prinsip liberalisme dan negara hukum.

Tetapi kapitalisme pinggiran yang rusak itu telah menciptakanketegangan dan konflik tak terpecahkan, yang pada akhirnyamengakibatkan kekalahan politik golongan menengah. Uraianperkembangan kapitalisme pinggiran menunjukkan bahwapendapatan yang diperoleh dari ekspor bahan mentah dan produksipertanian sangat kritis untuk bekerjanya struktur kapitalismepinggiran. Gangguan pada sektor-sektor itu segera menimbulkanakibat yang dalam pada seluruh struktur perekonomian. Peristiwainilah yang sebenarnya terjadi pada permulaan periode post-kolonial, yang dimulai pada tahun 1952 ketika pendapatan dariekspor–yang meningkat secara substansial selama boom perangKorea–merosot.

Dari saat itu sampai tahun 1966, perekonomian Indonesiamengalami kemerosotan yang terus menerus dalam pendapatanekspornya. Dengan begitu perekonomian berfungsi di bawah

| 35 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 36: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

ancaman kekurangan devisa, dan dengan begitu kemampuanmengimpor yang terus menerus turun. Begitu kegiatan impor danekspor menurun, maka pendapatan negara juga menurun. Karenamerupakan suatu keharusan bahwa negara mengklaim sebagiandari pendapatan nasional untuk menutupi pembelanjaannya, makaketergantungan pada bahan mentah, barang konsumsi dan kapitalimpor telah mengubah kekurangan devisa menjadi tekananinflatoir struktural yang terus menerus. Ini tentu saja disebabkankarena pendapatan negara tergantung pada pajak-pajak tidaklangsung.

Dilihat dari segi anggaran, persoalannya adalah bahwa untukmengklaim sebagian dari produk nasional negara, karenapendapatannya semakin turun–harus mendasarkan diri padaanggaran defisit: suatu tekanan inflatoir dari pihak pembelanjaan.Kecenderungan ini mulai terjadi setelah boom perang Koreaselesai, sehingga kabinet Sukiman harus menghadapi kesulitankeuangan dan menempuh anggaran defisit, sampai pada tahun1965. Kekurangan devisa juga menyerang kegiatan produksidomestik karena ketergantungan pada barang modal dan bahanimpor. Begitu kemampuan produksi dalam negeri dan kemampuanmengimpor barang konsumsi turun, maka muncullah persoalankelangkaan barang. Ini dikombinasikan dengan defisit negarasehingga menciptakan tekanan inflatoir struktural yang terus-menerus.

Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini, pemimpin-pemimpinyang mewakili golongan menengah telah menghadapi suatu dilema.Keyakinan politik dan ideologi mereka–dan yang lebih pentinglagi kepentingan ekonomi dari kelompok yang mereka wakili–mengharuskan mereka untuk melawan kecenderungan yang kuatpada waktu itu. Melawan inflasi bukan hanya keharusan ideologis,tetapi juga masalah survival politik, karena inflasi akanmelemahkan pendukung-pendukung politik mereka, khususnya diantara kelompok pedagang, komersial dan industri kecil. Sejakberkuasa mereka telah bekerja keras melawan inflasi.

| 36 |

Page 37: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

Pada waktu itu tidak ada tantangan yang serius pada temakebijaksanaan ekonomi golongan menengah ini. Malahan di bawahkabinet Natsir, pada waktu boom perang Korea, mereka secaraberani melancarkan pribumisasi perekonomian dengankebijaksanaan Urgensi Program Ekonomi dan Program Bentenguntuk menciptakan kelompok kapitalis pribumi. Berakhirnya boomPerang Korea telah menimbulkan persoalan. Di bawah ancamankekurangan devisa dan anggaran defisit, kabinet Wilopo dengancepat menawarkan kebijaksanaan penghematan, termasuk untukmerasionalisasi angkatan bersenjata melalui modernisasi danpengurangan personil. Rencana rasionalisasi ini ditantang olehbermacam-macam kelompok dalam angkatan darat, yang melaluihubungan politik dan pribadi dengan kelompok PNI sayap SidikDjojosukarto, Presiden Sukarno dan beberapa partai kecil oposisi,berhasil memblok pengesahannya dalam parlemen. Pada tanggal17 Oktober 1952, angkatan darat mengorganisir suatu demonstrasi–yang dipimpin oleh perwiraperwira pro-nasionalisasi–menuntutagar presiden membubarkan parlemen, suatu tuntutan yang ditolakoleh presiden. Peristiwa ini lebih merupakan suatu mikrokosmoskonflik politik yang akan terjadi selanjutnya.

Rencana kebijaksanaan penghematan dan rasionalisasi telahmengakibatkan kekalahan politik bagi para pendukungnya,termasuk perwira-perwira tinggi angkatan darat, kabinet danpendukung lainnya. Usaha melawan inflasi yang dilakukan olehgolongan menengah menemui halangan politik: kekuatan-kekuatanpolitik yang merasa kepentingan ekonominya terancam,menentangnya secara terbuka. Seperti sudah dikemukakansebelumnya, untuk keselamatan politiknya dan untuk melayanikepentingan ekonomi para pendukungnya, golongan menengahterpaksa mengejar suatu kebijaksanaan yang mendukung perluasanmodal, yaitu: stabilitas ekonomi, penghematan keuangan danpeningkatan produksi. Sayangnya, di bawah suatu keadaan di manakemapanan ekonomi asing masih mendominasi perekonomian,kebijaksanaan semacam ini berarti menambah kekuatan ekonomidan dengan demikian kekuatan politik dari kekuatan ekonomi

| 37 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara

Page 38: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

asing. Lebih buruk lagi, karena tingkat akumulasi yang lebih tinggidalam perusahaan-perusahaan asing, pengusaha-pengusaha pribumiyang kepentingannya akan diperjuangkan oleh kelompok golonganmenengah selalu akan berada dalam posisi yang inferior dan tidakmenguntungkan, yang melawan aspirasi mereka sendiri. Inilahpertentangan-pertentangan yang terkandung dalam diri golonganmenengah. Dalam mengejar kepentingan ekonomi mereka sendiri,pada kenyataannya mereka telah mengundang kekalahan politiknyasendiri.

Golongan menengah nampaknya berusaha mengkompensasikeadaan sulit ini dengan mengusulkan program pribumisasiekonomi. Konsisten dengan kebijaksanaan ekonomi secarakeseluruhan, program ini didasarkan pada sistem pemasukanindividu secara bebas. Campur tangan pemerintah dirancangkanuntuk menciptakan suatu kelompok komersial dan industrialpribumi sejajar dengan kelompok asing, tanpa sedikit punmengganggu struktur kapitalisme pinggiran. Tetapi situasi kritisdari cadangan devisa dan efek-efek yang sangat merugikanekonomi telah menciptakan halangan yang tak teratasi. Masalahnyaberasal dari konflik tak terselesaikan antara kebutuhan untukmeningkat kan ekspor demi menghindari kekurangan devisa danakibat yang melawan kestabilan dari ekspansi kredit atau campurtangan dalam ekonomi usaha pribumisasi ekonomi.

Usaha meningkatkan ekspor memerlukan stabilitas ekonomi dankeuangan, tetapi dengan pengaturan, campur tangan pemerintahdan ekspansi kredit yang berlebihan tidak menstabilkan ekonomi,dan akhirnya membahayakan ekspor dan cadangan devisa. Inflasiyang serius dan dirasakan akibatnya secara luas–yang mulai terjadidi pertengahan tahun 1954-–terutama disebabkan olehkebijaksanaan pribumisasi melalui kredit, pengeluaran lisensi danproteksi, yang mengakibatkan defisit anggaran belanja danpengurasan cadangan devisa.

Dengan demikian kiranya dapat dikatakan, bahwa nasib burukterus menerus yang menimpa golongan menengah dalam mengejar

| 38 |

Page 39: Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara: Sebuah Catatan ...

kepentingan ekonomi mereka dan melaksanakan kepemimpinandi bidang ekonomi, mungkin bukan disebabkan oleh kegagalan-kegagalan pribadi dan kecenderungan ideologis, tetapi nampaknyalebih disebabkan oleh situasi struktur sosial dan ekonomi yangtidak menguntungkan. Struktur kapitalisme pinggiran yang ternyatamengandung begitu banyak pertentangan yang sulit diatasi itu,telah memaksa golongan menengah melakukan peran yang tragis.Tragedi yang bersifat ekonomi itu kemudian masuk ke lapanganpolitik dan ideologi, ketika kelompok bukan golongan-menengahmenstransformasikan kesulitan ekonomi ini menjadi masalahpolitik dan ideologi.

Dengan menguraikan secara terpadu gejala-gejala strategis dalamperkembangan politik ekonomi Indonesia seperti di atas, kitabisa melihat kesinambungan yang menarik dari kondisi-kondisistruktural ekonomi dan sosial serta peranan negara dan ideologi.Sikap teoritis kita terhadap tuntutan-tuntutan yang mestinyadipenuhi untuk memahami politik Indonesia secara lebih baikseperti di atas, juga bisa dipenuhi. Kelemahan-kelemahan dalamstudi politik Indonesia–-satu dimensi, ahistoris dan kurangmenangani struktur sosial dan ekonomi dan dengan begituberwawasan pendek dan tidak mendalam–juga bisa kita hindari.

>>><<<

| 39 |

Kapitalisme, Golongan Menengah dan Negara