konsep balita

30
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita 1. Pengertian Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan. 2. Karakteristik Balita Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering

Transcript of konsep balita

Page 1: konsep balita

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita

1. Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun

atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun

(Muaris.H, 2006).

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah

istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5

tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua

untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun

kemampuan lain masih terbatas.

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh

kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi

penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode

selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang

berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering

disebut golden age atau masa keemasan.

2. Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak

usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak

usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita

lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah

makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil

menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali

makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu,

pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering

Page 2: konsep balita

8

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah

dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai

bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak

mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan

mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan

“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung

mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan

pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula

bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status

gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).

3. Tumbuh Kembang Balita

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun

prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:

a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah

(sefalokaudal).

Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak

akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar

menggunakan kakinya.

b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar.

Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan

telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih

benda dengan jemarinya.

c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar

mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,

menendang, berlari dan lain-lain.

Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada

konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan

intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses

multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran

tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

a. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.

Page 3: konsep balita

9

b. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

c. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.

d. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

e. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan

sebagainya.

Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis.

Sebaliknya, berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara

proporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran

tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya

jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan

atau hambatan proses pertumbuhan.

Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita

adalah dengan mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan

yang terdapat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya

usia anak, harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara

lainnya yaitu dengan pemantauan status gizi. Pemantauan status gizi pada

bayi dan balita telah dibuatkan standarisasinya oleh Harvard University

dan Wolanski. Penggunaan standar tersebut di Indonesia telah

dimodifikasi agar sesuai untuk kasus anak Indonesia.

Perkembangan pada masa balita merupakan gejala kualitatif, artinya

pada diri balita berlangsung proses peningkatan dan pematangan

(maturasi) kemampuan personal dan kemampuan sosial.

a. Kemampuan personal ditandai pendayagunaan segenap fungsi alat-

alat pengindraan dan sistem organ tubuh lain yang dimilikinya.

Kemampuan fungsi pengindraan meliputi ;

1) Penglihatan, misalnya melihat, melirik, menonton, membaca dan

lain-lain.

2) Pendengaran, misalnya reaksi mendengarkan bunyi, menyimak

pembicaraan dan lain-lain.

3) Penciuman, misalnya mencium dan membau sesuatu.

Page 4: konsep balita

10

4) Peraba, misalnya reaksi saat menyentuh atau disentuh, meraba

benda, dan lain-lain.

5) Pengecap, misalnya menghisap ASI, mengetahui rasa makanan

dan minuman.

Pada sistem tubuh lainnya di antaranya meliputi :

1) Tangan, misalnya menggenggam, mengangkat, melempar,

mencoret-coret, menulis dan lain-lain.

2) Kaki, misalnya menendang, berdiri, berjalan, berlari dan lain-lain.

3) Gigi, misalnya menggigit, mengunyah dan lain-lain.

4) Mulut, misalnya mengoceh, melafal, teriak, bicara,menyannyi dan

lain-lain.

5) Emosi, misalnya menangis, senyum, tertawa, gembira, bahagia,

percaya diri, empati, rasa iba dan lain-lain.

6) Kognisi, misalnya mengenal objek, mengingat, memahami,

mengerti, membandingkan dan lain-lain.

7) Kreativitas, misalnya kemampuan imajinasi dalam membuat,

merangkai, menciptakan objek dan lain-lain.

b. Kemampuan sosial.

Kemampuan sosial (sosialisasi), sebenarnya efek dari kemampuan

personal yang makin meningkat. Dari situ lalu dihadapkan dengan

beragam aspek lingkungan sekitar, yang membuatnya secara sadar

berinterkasi dengan lingkungan itu. Sebagai contoh pada anak yang

telah berusia satu tahun dan mampu berjalan, dia akan senang jika

diajak bermain dengan anak-anak lainnya, meskipun ia belum pandai

dalam berbicara, ia akan merasa senang berkumpul dengan anak-

anak tersebut. Dari sinilah dunia sosialisasi pada ligkungan yang

lebih luas sedang dipupuk, dengan berusaha mengenal teman-

temanya itu.

4. Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang

Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang

harus terpenuhi, kebutuhan tersebut yakni ; a. Kebutuhan akan gizi

Page 5: konsep balita

11

(asuh); b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih); dan c. Kebutuhan

stimulasi dini (asah) (PN.Evelin dan Djamaludin. N. 2010).

a. Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh).

Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak

yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini,

perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran

social, emosional dan inteligensi anak berjalan sangat cepat.

Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh

kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan

berimbang. Tepat berarti makanan yang diberikan mengandung zat-

zat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia.

Berimbang berarti komposisi zat-zat gizinya menunjang proses

tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan

gizi secara baik, perkembangan otaknya akan berlangsung optimal.

Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai dampak

perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan

motoriknya.

Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak

pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya tahan tubuhnya akan

terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit.

b. Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih).

Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian

dan kasih sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada

si anak. Orang tua perlu menghargai segala keunikan dan potensi

yang ada pada anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi

atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara

emosi, terutama dalam kemampuannya membina hubungan yang

hangat dengan orang lain. Orang tua harus menempatkan diri sebagai

teladan yang baik bagi anak-anaknya. Melalui keteladanan tersebut

anak lebih mudah meniru unsur-unsur positif, jauhi kebiasaan

Page 6: konsep balita

12

memberi hukuman pada anak sepanjang hal tersebut dapat diarahkan

melalui metode pendekatan berlandaskan kasih sayang.

c. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).

Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan

tertentu pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika

anak masih dalam kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang

anak dapat berjalan dengan optimal.

Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhan-

sentuhan lembut secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan

mengajari anak berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal

huruf dan angka. Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong

munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian, kreativitas dan

lain-lain.

Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar dapat

merangsang kecerdasan majemuk (multiple intelligences) anak.

Kecerdasan majemuk ini meliputi, kecerdasan linguistic, kecerdasan

logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,

kecerdasan musical, kecerdasan intrapribadi (intrapersonal),

kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis.

B. Status Gizi

1. Definisi Status Gizi

Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah keadaan kesehatan

akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup

manusia. Selanjutnya, Suhardjo, (2003) menyatakan bahwa status gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan

penggunaan makanan.

Sedangkan menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. & Fajar, I. (2002),

status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan

dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi intinya terdapat suatu

variable yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan) yang dapat

Page 7: konsep balita

13

digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu (misalnya ; baik, kurang, dan

buruk).

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran

perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran

tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (status gizi).

Oleh karena itu pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari

perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002).

Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat

kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses

pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang

optimal. Gizi yang baik juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh

sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi

ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya

masalah kesehatan. Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai

bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan anak.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF

dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan

penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab

langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan

Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI,

2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang

mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya

disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak

yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare

atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang

makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah

dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun

penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

Page 8: konsep balita

14

b. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan

lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam

jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah

kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan

dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara

optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan

sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana

pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh

keluarga.Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat

pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi

pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan

makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola

pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan

pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan

ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta

pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan

dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi

atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan

Triyanti, 2007).

Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond (2004) antara lain:

1) Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi

cukup; 2) mempertahankan status gizi seseorang; 3) mengidentifikasi

penatalaksanaan medis yang sesuai; 4) memonitor efektivitas intervensi

yang telah dilakukan.

Menurut Supariasa,et all (2002), penilaian status gizi dapat

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

a. Penilaian secara langsung.

Page 9: konsep balita

15

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian

yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian

dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, et all, 2002):

1) Antropometri

Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Parameter yang diukur antara lain BB, TB, LLA, Lingkar kepala,

Lingkar dada, Lemak subkutan. Indeks antropometri bisa

merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih

pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur

(Hartriyanti,Yayuk dan Triyanti, 2007).

2) Klinis

Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi

yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut

dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan

mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan

tubuh seperti kelenjar tiroid.

3) Biokimia

Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan

tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa

jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

4) Biofisik

Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya

jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.

b. Penilaian secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu:

survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi

Page 10: konsep balita

16

(Supariasa, et all 2002). Adapun uraian dari ketiga hal tersebut

adalah:

1) Survey konsumsi makanan

Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

2) Statistik vital

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya

yang berhubungan dengan gizi.

3) Faktor ekologi

Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa

faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan

yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti

iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

4. Jenis dan Parameter Status Gizi

Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku (reference).

Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah baku

World Health Organization – National Centre for Health Stastics (WHO-

NCHS) sesuai rekomendasi pakar gizi dalam pertemuannya di Bogor

tahun 2000. Selain itu juga dapat digunakan baku rujukan yang dibuat

oleh Departeman Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI membuat

baku rujukan penilaian status gizi anak balita yang terpisah antara anak

laki-laki dan perempuan. Kriteria jenis kelamin inilah yang membedakan

baku WHO-NCHS dengan baku Harvard. Baku rujukan penilaian status

gizi menurut Depkes RI terlampir dalam lampiran.

Parameter antropometri untuk penilaian status gizi berdasarkan

parameter :

Page 11: konsep balita

17

a. Umur.

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang

salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang

akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan

umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya

kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun;

1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu

dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12

bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam

bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (

Depkes, 2004).

Rumus antropometri anak (Soetjiningsih. 1998) yang berhubungan

dengan umur :

1) Berat Badan

Umur 1 – 6 bulan = BBL (gr) + (usia x 600 gr)

Usia 7 – 12 bulan = BBL (gr) + (usia x 500 gr) atau (usia / 2) +3

Umur 1- 6 tahun = 2n + 8

2) Tinggi badan

Umur 1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir

Umur 2 – 12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77

Kriteria status gizi berdasarkan pengukuran tersebut dibandingkan

dengan NCHS adalah :

1) Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO – NCHS.

2) Gizi kurang, jika BB menurut umur 61% - 80% standart WHO –

NCHS.

3) Gizi buruk jika BB menurut umur ≤ 60% standart WHO - NCHS

b. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan

merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Dan

Page 12: konsep balita

18

hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal

atau tidak (Supariasa,et all, 2001).

Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua

jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan

tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang

terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi

kesehatan (Soetjiningsih 1998).

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang

digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1)

Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2)

Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) Ketelitian

penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah dibaca, (5)

Aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan

sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang

dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas

minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang

dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath

room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga

hasilnya dapat berubah-ubah.

Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan

menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat

perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam

penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan

paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu

pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi

kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi

dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990) dalam Atmarita,

Soendoro, T. Jahari, AB. Trihono dan Tilden, R. (2009).

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan

atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya

tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat

Page 13: konsep balita

19

diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain

menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat

badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan

makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.

Interpretasi :

1) BB/U < dipetakan pada kurva berat badan :

a) BB< sentil ke-10 : disebut defisit

b) BB>sentil ke-90 : disebut kelebihan

2) BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam

presentase:

>120% : disebut gizi lebih

80-120% : disebut gizi baik

60-80%: - tanpa edema : gizi kurang

- dengan edema : gizi buruk (kwashiorkor)

< 60% : - tanpa edema : marasmus

- dengan edema : marasmus- kwashiorkor

Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat

perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut.

Kehilangan BB dihitung sebagai berikut (BB saat ini/BB semula)x

100%.

1) 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%)

2) 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25%

3) <75% : kehilangan BB berat (>25%

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup

penting. Keistemewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan

meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi

yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan

dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur.

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang

dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan

Page 14: konsep balita

20

sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang

berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi

pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks

TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat

Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan

tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun

sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran

keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak

sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004). Pengukuran tinggi badan

untuk anak yang sudah bisa berdiri dilakukan dengan alat pengukur

tinggi mikrotoa (microtoise) yang memiliki ketelitian 0,1 cm.

sedangkan pada anak yang belum bisa berdiri digunakan alat

pengukur panjang badan dengan posisi anak berbaring di tempat

datar. Pengukuran tinggi badan maupun panjang badan dapat

dilakukan dengan menggunakan pita ukur.

Cara mengukur panjang badan usia 0-24 bulan yaitu: (1) alat

pengukur diletakkan di atas meja atau tempat yang datar, (2) bayi

ditidurkan lurus di dalam alat pengukur, (3) bagian bawah alat

pengukur sebelah kaki digeser sehingga tepat menyinggung telapak

kaki bayi dan skala pada sisi alat ukur dapat dibaca.

Interpretasi :

1) TB/U pada kurva:

< sentil 5 : defisit berat

Sentil 5 : perlu evaluasi untuk membedakan apakah

perawakan pendek akibat defisiensi nutrisi

kronik atau konstitusional.

2) TB/U dibandingkan standar baku (%) :

90-110% : baik/normal

70-89% : tinggi kurang

< 70% : tinggi sangat kurang

3) BB/TB

Page 15: konsep balita

21

Rasio BB/TB bila dikombinasi dengan berat badan menurut

umur dan tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih

akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia mencerminkan

proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan

stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada

anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138cm, dan pada

anak lelaki sampai tinggi badan 145cm. Setelah itu rasio BB/TB

tidak begitu banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh

(growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak

diperlukannya faktor umur, yang sering kali tidak diketahui

secara tepat.BB/TB dinyatakan dalam persentasi dari BB standar

yang sesuai dengan TB terukur individu tersebut. Cara

perhitungannya adalah sebagai berikut :

BB/TB (%) = (BB terukur saat itu)/(BB standar sesuai untuk TB

terukur) x 100%

Interpretasi:

a) Penilaian status gizi berdasarkan presentase TB/BB

o > 120% : obesitas

o 110-120% : overweight

o 90-110% : normal

o 70-90% : gizi kurang

o < 70% : gizi buruk

b) Nilai BB/TB di sekitar sentil ke-50 menunjukkan

kesesuaian atau normal. Makin jauh deviasi, makin besar

pula kelebihan atau kekurangan gizi pada individu tersebut.

d. Lingkar Kepala

Lingkar kepala dipakai untuk mengetahui volume intrakranial dan

dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Apabila kepala tumbuh

tidak normal maka kepala akan mengecil dan menunjukkan retardasi

mental sebaliknya bila kepala membesar kemungkinan ada

Page 16: konsep balita

22

penyumbatan aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus yang

akan meningkatkan volume kepala.

Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca (fiberglass)

dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel dan tidak mudah patah

pengukuran sebaiknya mendekati 1 desimal. Caranya dengan

melingkarkan pita pada kepala.

Interpretasi:

1) Lingkaran kepala < sentil ke-5 atau < -2 SB menunjukan adanya

mikrosefali dan kemungkinan malnutrisi kronik pada masa

intrauterin atau masa bayi/ anak dini.

2) Lingkaran kepala > sentil ke-95 atau >+2 SB menunjukan

adanya makrosefali.

e. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Pengukuran ini mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan

otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh

dibandingkan berat badan

Pada anak umur 1-5 tahun, LILA saja sudah dapat menunjukan

status gizi. Alat yang digunakan adalah pita ukur yang terbuat dari

fiberglass, atau jenis kertas tertentu berlapis plastik. Pengukuran

dilakukan pada lengan yang tidak aktif pada pertengahan bahu dan

siku. Pada orang normal (tidak kidal) dilakukan pada tangan kiri,

sedangkan pada anak yang kidal dilakukan pengukuran pada lengan

kanan.

Interpretasi :

1) <12,5cm : gizi buruk

2) 12,5-13,5cm : gizi kurang

3) >13,5cm : gizi baik

Bila dikaitkan dengan umur, nilai LILA dibanding dengan baku

standar dan dinyatakan dalam persen. Nilai 100% adalah persentil

ke-50 nilai baku.

Page 17: konsep balita

23

Interpretasi :

1) 85-100% : gizi baik (normal)

2) 75-85% : gizi kurang

3) <75% : gizi buruk

Bila umur tidak diketahui, status gizi dinilai dengan indeks

LILA/TB. Interpretasi:

1) >85% : gizi baik (normal)

2) 80-85% : borderline/kurang kalori protein (KKP) I

3) 75-80% : gizi kurang/ KKP II

4) <75% : gizi buruk/ KKP III

f. Lipatan Kulit

Tebalnya lipatan kulit bagian triseps dan subskapular

menggambarkan refleksi tubuh kembang jaringan lemak di bawah

kulit, yang mencerminkan kecukupan energi (Soetjiningsih, 1998).

Hampir 50% lemak tubuh berada di jaringan subkutis hingga dengan

mengukur lapisan lemak dengan pemeriksaan TLK (total lemak

kulit) dapat diperkirakan jumlah lemak total dalam tubuh. Hasilnya

dibandingkan dengan standar dan dapat menunjukan status gizi dan

komposisi tubuh, serta cadangan energi. Bila dikaitkan dengan

indeks BB/TB, ia dapat menentukan malnutrisi kronik. LILA yang

dikaitkan dengan nilai (TLK)- triseps, dapat dipakai menghitung

massa otot.

Alat yang digunakan adalah Skin-Fold Calipers dengan ketelitian 0,1

mm, tekanan konstan 10 gram / mm², dan jangkauan jepitan 20-40

mm². Jenis alat yang sering digunakan adalah Harpenden Calipers.

Page 18: konsep balita

24

Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U,

BB/TB Standart Baku Antropometri WHO-NCHS

No Indeks Batas pengelompokan Status gizi

1 BB/U < -3 SD

-3 s/d <-2 SD

-2 s/d +2 SD

> +2 SD

Gizi buruk

Gizi kurang

Gizi baik

Gizi lebih

2 TB/U < -3 SD

-3 s/d < -2 SD

-2 s/d +2 SD

> +2 SD

Sangat pendek

Pendek

Normal

Tinggi

3 BB/TB < -3 SD

-3 s/d < -2 SD

-2 s/d +2 SD

> +2 SD

Sangat kurus

Kurus

Normal

Gemuk

Sumber : Depkes RI, (2004).

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB disajikan

dalam dua versi, yakni persentil dan skor simpang baku (standar

deviation score = z). Menurut Waterlow, et all, gizi anak-anak di

Negara-negara yang populasinya relative baik, sebaiknya digunakan

“persentil”, sedangkan di Negara untuk anak-anak yang populasinya

relative kurang, lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSD)

sebagai persen terhadap baku rujukan.

Page 19: konsep balita

25

Table 2.2 interpretasi status gizi berdasarkan tiga indeks antropometri (BB/U,

TB/U, BB/TB) standar baku antropometri WHO-NCHS

No Indeks

Interpretasi BB/U TB/U BB/TB

1

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Tinggi

Normal

Normal

Rendah

Rendah

Normal, dulu gizi

kurang

Sekarang kurang

++

Sekarang kurang

+

2

Normal

Normal

Normal

Normal

Tinggi

Rendah

Normal

Rendah

Tinggi

Normal

Sekarang kurang

Sekarang >, dulu

kurang

3

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Rendah

Normal

Normal

Tinggi

Tinggi

Tinggi, normal

Obese

Sekarang >,

belum obese

Keterangan : untuk ketiga indeks (BB/U, TB/U, BB/TB):

Rendah : < -2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI, (2004)

5. Masalah gizi balita

Balita termasuk ke dalam kelompok usia berisiko tinggi terhadap

penyakit. Kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi pada balita

dapat memengaruhi status gizi dan status kesehatannya. Gangguan gizi

pada anak usia balita merupakan dampak kumulatif dari berbagai faktor

baik yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap gizi

anak.

Page 20: konsep balita

26

Konperensi Internasional tentang “At Risk Factors and The Health

and Nutrition of Young Children” di Kairo tahun 1975 mengelompokkan

faktor-faktor itu menjadi tiga kelompok (Moehji. S. 2009), yaitu :

a. At risk factors yang bersumber dari masyarakat yaitu: struktur

politik, kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi

berbagai penyakit, pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi,

pendidikan dan iklim.

b. At risk factors yang bersumber pada keluarga yaitu: tingkat

pendidikan, status pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan,

besarnya keluarga dan karakteristik khusus setiap keluarga.

c. At risk factors yang bersumber pada individu anak yaitu: usia ibu,

jarak lahir terhadap kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan,

pemanfaatan ASI, imunisasi dan penyakit infeksi.

Ketiga kelompok faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan

suatu kondisi yang membawa dampak tidak terpenuhinya kebutuhan gizi

anak akibat makanan yang tidak akurat. Oleh karena itu upaya

pemeliharaan gizi anak haruslah paripurna (comprehensive care) yang

mencakup berbagai aspek yang terdiri dari:

a. Pemeliharaan gizi pada masa prenatal

b. Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir

c. Pencegahan dan penanggulangan dini penyakit infeksi melalui

imunisasi dan pemeliharaan sanitasi

d. Pengaturan makanan yang tepat dan benar

e. Pengaturan jarak kelahiran

Kelima upaya tersebut harus merupakan suatu kesatuan sebagai

strategi dasar pemeliharaan gizi anak.Ada beberapa masalah gizi, (KD.

Ayu Bulan Febry dan Marendra. Z, 2008) yang biasa diderita balita

sebagai berikut:

Page 21: konsep balita

27

a. KEP (Kurang Energi Protein)

KEP adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energy dan

protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka

Kecukupan Gizi (AKG). Ada tiga tipe KEP sebagai berikut:

1) Tipe Kwashiorkor

Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit

gangguan gizi ini banyak ditemukan pada anak usia 1 – 3 tahun.

Orangtua biasanya tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hal

ini disebabkan kebutuhan energinya tercukupi sehingga berat

badan menjadi normal. Apalagi ditambah dengan adanya edema

pada badan anak karena kekurangan protein. Gejala pada

kwashiorkor antara lain:

a) Edema pada kaki dan muka (moon face)

b) Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang

c) Perubahan kejiwaan seperti apatis, cengeng, wajah memelas

dan nafsu makan berkurang

d) Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang

kemudian berpadu menjadi bercak hitam

2) Tipe Marasmus

Marasmus terjadi akibat kekurangan energy. Gangguan gizi ini

biasanya terjadi pada usia tahun pertama yang tidak mendapat

cukup ASI (Air Susu Ibu). Gejala pada marasmus antara lain:

a) Berat badan sangat rendah

b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi)

c) Wajah anak seperti orang tua (old face)

d) Ukuran kepala tak sebanding dengan ukuran tubuh

e) Cengeng dan apatis (kesadaran menurun)

f) Mudah terkena penyakit infeksi

g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan

lemak di bawah kulit

h) Sering diare

Page 22: konsep balita

28

i) Rambut tipis dan mudah rontok

3) Tipe Kwashiorkor Marasmus

Keadaan ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup

mengandung energy dan protein untuk pertumbuhan normal.

b. Obesitas

Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan

berlebihan lemak dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam

porsi besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang seimbang.

Dampak obesitas pada anak dapat menyebabkan hiperlipidemia

(tinggi kadar kolesterol dan lemak dalam darah), gangguan

pernafasan, dan komplikasi ortopedik (tulang).

Upaya agar anak terhindar dari obesitas yakni orangtua perlu

melakukan pencegahan seperti mengendalikan pola makan anak agar

tetap seimbang. Selain itu, memberikan camilan yang sehat seperti

buah dan melibatkan anak pada aktivitas yang bias mengeluarkan

energinya juga harus dilakukan.

c. Kekurangan Vitamin A

Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut

xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang

paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 – 3 tahun. Hal ini karena

setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat

gizi. Sementara anak belum bisa mengambil makanan sendiri.

d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan

pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan

perkembangan fisik. Zat iodium penting untuk kecerdasan anak.

e. Anemia Zat Besi (Fe)

Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin darah kurang

dari normal. Hal ini disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan

yang diperlukan untuk pematangan eritrosit (sel darah merah).

Page 23: konsep balita

29

Anemia pada anak disebabkan kebutuhan Fe yang meningkat akibat

pertumbuhan anak yang pesat dan infeksi akut berulang.

Gejala yang Nampak adalah, anak tampak lemas, mudah lelah, dan

pucat. Selain itu, anak dengan defisiensi (kekurangan) zat besi

ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian

lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup asupan zat

besinya.

5. Penanggulangan Kekurangan Gizi Balita

Program penanggulangan gizi dapat dibedakan antara program

langsung yaitu pemberian makanan tambahan, vitamin dan mineral.

Sedangkan program tidak langsung yaitu peningkatan pendapatan

keluarga, pengendalian harga pangan, peningkatan program kesehatan.

Kedua program ini harus dilaksanakan secara simultan apabila kita

menginginkan berhasilnya usaha peningkatan status gizi (Suhardjo,

1996).

Beberapa program intervensi gizi yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi kurang gizi secara langsung:

a. Fortifikasi

Fortifikasi adalah proses dimana zat gizi ditambahkan kedalam

makanan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas diet suatu

kelompok, komunitas atau populasi, contohnya adalah fortifikasi

yodium dalam garam, vitamin A dalam tepung dan mie.

b. Makanan formula

Makanan formula merupakan suatu proses untuk mengembangkan

makanan yang bernilai gizi tinggi untuk golongan rawan (balita,

bumil dan ibu menyusui) yang kekurangan gizi, contoh MP-ASI

untuk balita.

c. Makanan tambahan

Makanan tambahan adalah salah satu bentuk intervensi langsung

untuk menyediakan jenis makanan yang penting tetapi kurang dalam

diet normal pada golongan rawan (balita, bumil dan ibu menyusui)

Page 24: konsep balita

30

contohnya makanan tambahan pemulihan untuk balita gizi buruk dan

gizi kurang (Setiarini, A. 2008).

d. Suplementasi zat gizi mikro

Kekurangan zat gizi mikro merupakan penyebab timbulnya masalah

gizi dan kesehatan disebagian besar wilayah Indonesia. Prevalensi

anemia pada ibu keluarga miskin masih tinggi yaitu 20-30%, disertai

asupan vitamin A yang sangat rendah. Kekurangan vitamin A,

yodium, Zn dan zat besi mengakibatkan angka kesakitan, angka

kematian, hambatan pertumbuhan, kerusakan sel otak dan rendahnya

tingkat intelegensia dan kinerja pada anak-anak maupun dewasa

(Sutrisno, 2006). Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan suplemen

zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral, contohnya pemberian

kapsul vitamin A untuk balita, pemberian Fe untuk bumil, pemberian

kapsul yodium untuk wanita usia subur (WUS), anak sekolah

(Arisman, 2004).

Sedangkan usaha secara tidak langsung untuk penanggulangan

masalah gizi dapat dilakukan beberapa hal, yaitu:

a. Peningkatan program kesehatan

Salah satu program kesehatan adalah pendidikan gizi. Pendidikan

gizi merupakan suatu usaha mengarahkan beberapa system

komunikasi yang mengajari masyarakat untuk menggunakan

sumber-sumber makanan yang lebih baik (Setiarini, A. 2008).

b. Peningkatan pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga sangat mempengaruhi kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dalam keluarga dan

penganekaragaman sumber bahan makanan. Usaha yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan pendapatan keluarga adalah

membuka kesempatan kerja yang bisa menghasilkan uang oleh

pemerintah ataupun pihak swasta.

Page 25: konsep balita

31

c. Pengendalian harga pangan

Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan sangat

dipengaruhi oleh harga bahan makanan di pasaran (Apriadji, 1986).

Pada saat ini harga kebutuhan pokok terus bergejolak sehingga

pemerintah harus melakukan intervensi pasar untuk menekan harga.

Ini bisa dilakukan melalui pengendalian terarah dengan cara

melakukan subsidi pangan yang harus ditingkatkan agar bahan

pangan terjangkau oleh daya beli masyarakat sehingga rakyat miskin

dan petani bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa

peneliti diantaranya Sihadi, Sudjasmin, Suhartato dan Latifah (2000), yang

melakukan penelitian pada anak gizi buruk yang diberikan PMT selama 6

bulan di Klinik Gizi Bogor. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 33,1 %

tetap menjadi status gizi buruk, 63,9 % berstatus gizi kurang dan 3 % menjadi

gizi baik.

Sedangkan Linda (2000) di dalam Sihadi dkk (2000), meneliti anak

kurang energy protein (KEP) kurang dari 2 tahun yang diberikan PMT selama

90 hari di Puskesmas Samalanga, Aceh Utara, hasilnya 41 % anak KEP

menjadi gizi baik. Penelitian lain seperti yang telah dilakukan oleh Mualim,

K, (2001) di Temanggung terhadap balita KEP berat, setelah diberikan PMT-

P terjadi peningkatan ke KEP sedang 59.5%, tepat KEP berat 13.5%, dan

menjadi status gizi baik 27%.

C. Evaluasi

1. Ruang Lingkup Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran

dan pengembangan indikator, oleh karena itu dalam melakukan evaluasi

harus berpedoman pada ukuran-ukuran dan indikator yang telah

disepakati dan telah ditetapkan. Evaluasi juga merupakan suatu proses

umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk meningkatkan

produktivitas dimasa datang, sebagai suatu proses yang berkelanjutan,

Page 26: konsep balita

32

evaluasi menyediakan informasi mengenai kinerja dalam hubungannya

terhadap tujuan dan sasaran (Notoatmodjo, 2003).

2. Tujuan Evaluasi

Menurut Mubarak dkk (2009), Evaluasi memiliki tujuan sebagai

berikut :

a. Membantu perencanaan dimasa yang akan datang.

b. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya.

c. Menentukan kelemahan dan kekuatan program, baik dari segi teknis

maupun administrative yang selanjutnya diadakan perbaikan-

perbaikan.

d. Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara

yang telah dilaksanakan dapat dilanjutkan atau perlu adanya

perubahan.

e. Mendapat dukungan dari sponsor berupa dukungan moral maupun

material.

f. Motivator, keberhasilan program akan memberikan kepuasan dan

mendorong kinerja.

3. Dinamika Evaluasi

Salah satu cirri evaluasi adalah sebagai suatu proses yang

berkesinambungan, maka dengan sendirinya disamping mempunyai cirri-

ciri yang khas juga mencerminkan sifat kedinamisan dengan cara

membedakan : input, proses dan output. Pada sisi input, evaluasi

pengembangan personil sangat penting untuk melihat kebutuhan sesuai

dengan keterampilan yang diharapkan, sehingga dapat dikembangkan

pengawasan yang mendukung pada organisasi logistik serta mekanisme

pendukung lainnya. Sebagai suatu langkah awal yang penting dalam sisi

input adalah evaluasi terhadap penetapan tujuan, dikaitkan dengan visi

dan misi program atau organisasi, serta penetapan sasaran program itu

sendiri (Azwar, A. 1996).

Page 27: konsep balita

33

Pada sisi proses adalah untuk mengarahkan sumberdaya agar

menghasilkan pelayanan yang diinginkan yang juga harus dievaluasi.

Aspek proses evaluasi dapat diikutsertakan sebagai input sumberdaya,

atau dipandang sebagai proses output, akan tetapi harus diidentifikasi

secara terpisah untuk membedakan kapasitas tindakan dari penggunaan

nyata dari kapasitas tersebut. Output merupakan hasil pelayanan yang

memberi dampak yang berbeda-beda terhadap status kesehatan (Mubarak

dkk. 2009).

4. Metode Evaluasi

Berdasarkan waktunya menurut Mubarak dkk, (2009), evaluasi dapat

dilakukan :

a. Evaluasi rutin (Concurrent Evaluation). Evaluasi dilakukan sejak

awal bersaman dengan pelaksanaan program itu sendiri, meliputi

semua aspek program, termasuk reaksi masyarakat terhadap program

tersebut.

b. Evaluasi berkala (Periodical evaluation) yaitu evaluasi yang

dilakukan pada setiap akhir dari suatu bagian tertentu dari program,

seperti setiap enem bulan, satu tahun dan lain-lain.

c. Evaluasi akhir (Terminal evaluation) yaitu penilaian yang dilakukan

pada akhir suatu program atau beberapa waktu setelah akhir suatu

program. Jadi ini merupakan penilaian atau evaluasi terhadap

pencapaian tujuan akhir.

5. Ukuran Evaluasi

Kegiatan dalam evaluasi, dimensi pengukuran kinerjanya harus

ditentukan dengan jelas, yaitu meliputi ketepatan dan kesesuaian,

efektifitas dan efisiensi, serta pertimbangan keadilan. Ketepatan dan

kesesuaian memandang kinerja dengan apakah tindakan-tindakan yang

diambil sudah sesuai dengan permasalahan yang ada, sehingga tidak

terjadi pemborosan sumber daya yang terbatas tersebut. Dengan

menggunakan asumsikan ketepatan, maka program yang

Page 28: konsep balita

34

dipertimbangkan ukurannya dan cakupannya cukup untuk membuat

suatu perbedaan yang berarti.

Ukuran-ukuran efektifitas dan efisiensi merupakan alat utama dasar

evaluasi program. Efektifitas diartikan sebagai penyelesaian suatu

program dalam kaitannya dengan kebutuhan atau perhatian. Sedangkan

efisiensi dan efektifitas biaya adalah sering kali berhubungan dengan

hasil terhadap input (rasio output terhadap input).

Ukuran keadilan, akan merupakan tambahan kepentingan dalam

evaluasi program kesehatan. Pendapat ini telah berkembang secara

sejajar dengan ukuran efektifitas dan efisiensi. Secara operasional ukuran

keadilan menciptakan pertimbangan dalam efisiensi biaya dengan

demikian program kesehatan sedapat mungkin melakukan keadilan

terhadap pelayanan bagi populasi yang mampu secara ekonomi dengan

populasi yang kurang mampu secara ekonomi (Mubarak dkk, 2009).

6. Evaluasi status gizi

Evaluasi status gizi, dilakukan setelah suatu program intervensi gizi

secara langsung telah dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilaksanakan

dengan cara penilaian status gizi secara langsung maupun secara tidak

langsung seperti saat penilaian awal status gizi. Namun dalam hal

penelitian ini, tidak semua metode penilaian status gizi dilaksanakan.

Dalam penelitian ini, metode yang dilaksanakan adalah penilaian secara

langsung dengan penimbangan berat badan, kemudian hasil penimbangan

dibandingkan dengan standar baku Depkes dan KMS, yaitu berat badan

berdasarkan umur (BB/U), kemudian diklasifikasikan dalam status gizi

(gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih), juga hasil

penimbangan diinterpretasikan dalam KMS yaitu bawah garis merah

(BGM), garis kuning, garis hijau dan di atas garis hijau.

Page 29: konsep balita

35

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Moehji. S, (2009) Ilmu Gizi: Penanggulangan Gizi Buruk

Predisposisi

At risk factors

o Masyarakat

o Keluarga

o individu

Masalah gizi balita

KEP (kurang energy protein)

Obesitas

Defisiensi Vitamin A

GAKI (gangguan akibat

kekurangan iodium)

Anemia zat besi (Fe)

PMT- Penyuluhan

Sasaran :

Semua anak balita bukan

penderita gizi buruk

PMT- Pemulihan

Sasaran :

BB kurang dari 70% dari

BB normal

BB 3 x penimbangan

tidak naik

Penanggulangan masalah gizi

Langsung

o Fortifikasi

o Makanan formula

o Makanan tambahan (PMT)

o Suplementasi

Tidak langsung

o Peningkatan program kesehatan

o Peningkatan pendapatan

keluarga

o Pengendalian harga pangan

Status gizi

Gizi kurang

Gizi buruk

Gizi baik

Gizi lebih

Pemberian Makanan Tambahan

(PMT)

Page 30: konsep balita

36

E. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan pengamatan terhadap

semua faktor dan variable yang berhubungan dengan masalah status gizi.

Yang dilakukan pengamatan oleh penulis dalam hal ini adalah evaluasi

status gizi berdasarkan antropometri yaitu berat badan berdasarkan umur

(BB/U), pada balita gizi kurang di wilayah Banjirkanal Timur, Kel.

Pandeanlamper, Kec. Gayamsari, Semarang, setelah Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) oleh Persatuan Istri PT PLN (Persero) wilayah Jawa-Bali.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian

1. Variable Dependen

Status gizi: BB/U balita

2. Variable Independen

Umur

Jenis kelamin

Berat badan

Karakteristik Balita

status Gizi Kurang

Umur

Jenis kelamin

Berat badan

Status gizi: Berat

badan berdasarkan

umur(BB/U)

Pemberian Makanan

Tambahan (PMT)

program Persatuan

Istri PT PLN (Persero)

Wilayah Jawa-Bali