Konsep Askep Tetanus

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik (di dalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak – anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus (DPT), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit tetanus. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum

description

nttvt rvtyt 6vrgtb v6ty7u b5rg4cer gvrdvtf bgyuhnt fvrtybu. ybtvrt ftybn vbtyugr.

Transcript of Konsep Askep Tetanus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik (di dalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus (DPT), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan perorangan.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit tetanus.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit Tetanus dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Tetanus

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui dan memahami Pengertian dari Tetanus

Mengetahui Etiologi dari Tetanus

Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus

Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus

Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus

Mengetahui Komplikasi pada Tetanus

Mengetahui Prognosa dari Tetanus

Mengetahui Pencegahan dari Tetanus

Mengetahui Penatalaksanaan pada Tetanus

Mengetahui Asuhan Keperwatan pada pasien anak dengan Tetanus

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi penulis

Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan penulis mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai konsep dasar penyakit tetanus serta konsep asuhan keperawatan dengan penyakit tetanus

1.3.2 Bagi profesi keperawatan

Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan para perawat professional mampu memahami serta mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan yang akan disesuaikan dengan keadaan pasien yang ditemui.

1.3.3 Bagi penulisan yang akan datang

Hasil penulisan makalah ini diharapkan dat dijadikan acuan baik sebagai bahan referensi dan literatur serta perbandingan dengan teori-teori lain yang relevan.

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT TETANUS

2.1.1 Definisi Penyakit Tetanus

Penyakit tetanus adalah salah satupenyakit infeksiyang berbahaya karena dapat berdampak atau mempengaruhisistem urat sarafdanotot.

Katatetanusdiambil daribahasa Yunaniyaitutetanosdariteineinyang berarti menegang.

Penyakit ini adalah penyakit infeksi dimana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus ( Lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (Opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.

(http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus)

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman klostridium tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masester dan otot rangka.

Klostridium tetani adalah kuman yang mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik ( tetanus spasmin ), yang mula mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Selain di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Jika kondisi basil baik ( di dalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. ( Muttaqin 2008, p. 23 )

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus ( DPT ), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu : Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik ( di dalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang menyebabkan ketegangan dan spasme otot. ( Ngastiyah 2005, p. 158 )

2.1.2 Etiologi Penyakit Tetanus

Adapun Penyebab penyakit dari penyakit tetanus, yaitu : Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik ( di dalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang menyebabkan ketegangan dan spasme otot.

( Ngastiyah 2005, p. 158 )

Clostridium tetaniadalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2 - 5 x 0,4 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula - mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu, terdapat pula tetanolisinyang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit. (http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus)

Selain penyebab di atas, dapat dilihat pula factor pendukung atau faktor predisposisi pada penyakit tetanus, antara lain : Usia anak-anak, luka yang dalam dan kotor, serta keadaan belum terimunisasi.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Pada pasien yang mengalami tetanus, dapat dilihat beberapa tanda dan gejala atau manifestasi klinis, ( Ngastiyah 2005, p. 159 160 ), antara lain sebagai berikut :

Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot - otot mastikatoris

Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot trunki )

Ketegangan pada otot dinding perut

Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat pada cornu anterior

Risus sardonikus karena spasme otot - otot muka ( alis tertarik ke atas ) sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

Kesukaran menelan, gelisah, irritabel, mudah dan sensitif pada rangsangan eksternal, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.

Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelektasis dan pneumonia

Demam biasanya tidak ada atau ada tapi ringan. Bila ada demam kemungkinan prognosis buruk.

Tenderness pada otot otot leher dan rahang.

Selain manifestasi klinis di atas, adapungambaran umum yang khas pada penderita penyakit tetanus, antara lain :

Badan kaku dengan epistotonus

Tungkai dalam ekstensi

Lengan kaku dan tangan mengepal

Biasanya keasadaran tetap baik

Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :

a. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.

b. Karena kontriksi sangat kuat. Dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis ( pada anak-anak ), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2 - 4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

2.1.4 Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti : luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Tetanus dapat terjadi bilamana tubuh mengalami luka dan kebanyakan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran. Juga dapat terjadi pada kondisi luka bakar dan patah tulang terbuka. Luka yang kotor/ tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Sebagai portal/ jalan masuk lainnya dapat juga luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah; gigi berlubang yang dikorek dengan benda yang kotor atau luka yang dibersihkan dengan kain yang kotor.

Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi system saraf pusat. Kemudian tetanolsin yang tampaknya tidak significance. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah Pertama, toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua, Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Tetapi toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin. Hal ini penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tetanus ini. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya pada hari ke - 5 sampai hari ke - 14. ( Ngastiyah 2005, p. 158 )

Patofisiologi

2.1.5 Komplikasi Penyakit Tetanus

Keadaan tetanus pada anak dapat berdampak pada beberapa kondisi berikut ( Ngastiyah 2005, p. 159 ), antara lain :

Spasme otot faring

Asfiksia

Atelektasis karena obstruksi secret dan pneumonia

Fraktur kompresi

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fisik, adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang

Pemeriksaan darah ( kalsium dan fosfat )

Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman

Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

2.1.7 Penatalaksanaa Terapeutik

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien anak dengan penyakit tetanus (Suriadi, 2010), antara lain :

Dirawat di ruang perawatan intensif

Pemberian ATS 20.000 U secara IM didahului oleh uji kulit dan mata

Antikejang dan penenang (fenobarbital bila kejang hebat, diazepam, largakttil )

Antibiotik ( PP 50.000 U/KgBB/hari )

Diit tinggi kalori dan protein

Perawatan Isolasi

Pemberian oksigen pemasangan NGT bila perlu intubasi dan trakeostomi bila indikasi

Pemberian terapi intravena bila indikasi

2.1.8 Pencegahanpada Tetanus

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tetanus, antara lain :

Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan

Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X

Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat

Pemberian anti tetanus serum.

Bersihkan area/ Pert d entree dengan larutan H202 3%

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Tetanus

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

a. Pengkajian

Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi

Identitas orang tua:

Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.

Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat

Identitas sudara kandung

b. Keluhan utama/alasan masuk RS.

c. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan masa lalu

Ante natal care

Natal

Post natal care

Riwayat kesehatan keluarga

d. Riwayat imunisasi

e. Riwayat tumbuh kembang

Pertumbuhan fisik

Perkembangan tiap tahap

f. Riwayat Nutrisi

Pemberin ASI

Susu Formula

Pemberian makanan tambahan

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

g. Riwayat Psikososial

h. Riwayat Spiritual

i. Reaksi Hospitalisasi ( Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap )

j. Aktifitas sehari-hari

Nutrisi

Cairan

Eliminasi BAB/BAK

Istirahat tidur

Olahraga

Personal Hygiene

Aktifitas/mobilitas fisik

Rekreasi

k. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien

Tanda-tanda vital

Antropometri

Sistem pernafasan

Sistem Cardio Vaskuler

Sistem Pencernaan

Sistem Indra

Sistem muskulo skeletal

Sistem integument

Sistem Endokrin

Sistem perkemihan

Sistem reproduksi

Sistem imun

Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen

l. Pemeriksaan tingkat perkembangan

0 sampai 6 tahun dengan menggunakan DDST ( Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial )

6 tahun ke atas ( Perkembangan Kognitif, Psikoseksual, Psikososial)

m. Tes Diagnostik

n. Terapi

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.

c. Ketidakseimbangan volume cairan tubuh : Kurang cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria

d. Perubahan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)

e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

f. Risiko terjadi trauma / jatuh berhubungan dengan sering kejang

g. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang

h. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi.

i. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

2.2.3Intervensi Keperawatan

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah Abnormal (Asidosis Respiratorik)

Goal : Pasien akan mempertahankan keefektifan jalan nafas

Kriteria hasil : Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada, Pernafasan 16-18 kali/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada tambahan otot pernafasan, hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal ( pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35 - 45 mmHg, PO2 = 80 - 100 mmHg )

No

Intervensi

Rasional

1

Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi

Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.

2

Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali

Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.

3

Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction

Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi

4

Oksigenasi

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6

Observasi timbulnya gagal nafas.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation)

7

Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi ( mukolitik )

Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk

Goal : Pasien akan mempertahankan pola nafas yang efektif

Kriteria : Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen, tidak sesak napas, pernafasan normal 16 - 18 kali/menit, tidak sianosis.

No

Intervensi

Rasional

1

Monitor irama pernafasan dan respirati rate

Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.

2

Atur posisi luruskan jalan nafas.

Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

3

Observasi tanda dan gejala sianosis

Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer

4

Oksigenasi

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia

5

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6

Observasi timbulnya gagal nafas.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

7

Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.

Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat

c. Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh : Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Goal : Pasien akan mempertahankan keseimbangan velume cairan

Kriteria hasil: Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, intake dan output seimbang

No.

Intervensi

Rasional

1

Kaji intake dan out put setiap 24 jam

Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

2

Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3

Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

4

Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya

Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh

5

Pertahankan kepatenan NGT

Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

d. Perubahan Suhu Tubuh : Hipertermia berhubungan dengan efeks toksin ( bakterimia ) yang ditandai dengan suhu tubuh 38 40oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3

Goal: Pasien akan mempertahankan suhu tubuh yang normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

No

Intervensi

Rasional

1

Atur suhu lingkungan yang nyaman.

Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

2

Pantau suhu tubuh tiap 2 jam

Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaution

3

Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate

Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam

4

Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.

Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.

5

Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.

Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.

6

Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik

Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

7

Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.

Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan

e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Goal: Pasien akan meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat

Kriteria: BB optimal, intake adekuat, hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No.

Intervensi

Rasional

1

Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubuh

Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.

2

Kolaboratif :

Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.

Pemberian carian per IV line

Pemasangan NGT bila perlu

Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.

Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

f. Resiko Trauma berhubungan dengan aktifitas kejang

Goal : Pasien tidak akan mengalami Trauma/ Trauma tidak terjadi

Kriteria Hasil: Pasien tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

No

Intervensi

Rasional

1

Identifikasi dan hindari faktor pencetus

Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang

2

Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman

Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang

3

Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel

Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien

4

Lindungi pasien pada saat kejang

Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik

5

Catat penyebab mulai terjadinya kejang

Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang

g. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan gangguan kejang

Goal : Orang tua pasien akan meningkatkan pengetahuan

Kriteria Hasil: Orang tua pasien dapat menjawab dan menjelaskan factor pencetus dari kejang, serta penanganannya

No

Intervensi

Rasional

1

Jelaskan tentang hal hal yang merangsang kejang; suara, sentuhan sentuhan, sinar atau lampu yang sangat terang

Agar orang tua pasien dapat menghindarkan pasien dari factor pencetus kejangnya

2

Jelaskan tentang penanganan kejang untuk menghindari injury seperti pasang sudip lidah, miringkan kepala ke samping untuk drainage

Penanganan awal untuk mencegah keadaan cedera yang lebih fatal

3

Jelaskan agar lingkungan tetap tenang

Lingkungan yang tenang meminimalkan stressor yang diterima oleh pasien

4

Jelaskan perawatan yang perlu dilakukan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari hari

Penambahan informasi kepada orang terhadap pemenuhan kebutuhan sehari hari

h. Resiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan dengan kejang rangsang ( terhadap visual, suara, dan taktil )

Goal: Dalam waktu 3 X 24 jam, perawatan risiko kejang tidak terjadi

Kriteria Hasil: Pasien tidak mengalami kejang

No

Intervensi

Rasional

1

Kaji stimulus kejang

Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu tubuh

2

Hindarkan stimulus cahhaya, kalau perlu pasien di tempatkan pada ruangan dengan pencahayaan yang kurang

Penurunan rangsang cahaya dapat membantu menurunkan stimulus rangsang kejang

3

Pertahankan bedrest total selama fase akut

Mengurangi resiko jatuk/ terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia

4

Kolaborasi pemberian terapi : Diazepam, phenobarbital

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat bertemu pasien. Dan catat atau dokumentasi apa yang telah anda lakukan tidakan pada pasien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat dihentikan. apabila sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan

2.2.6 Pendidikan Kesehatan

Rencana Pemulangan

a. Jelaskan perawatan yang diperlukan; pemenuhan kebutuhan sehari-hari

b. Jelaskan pentingnya konsumsi makanan tinggi kalori dan protein

c. Bila ada gangguan mobilitas fisik ajarkan untuk ROM di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Penerbit EGC : Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta

Suasana yang memugkinkan organisme anaerob colistridium tetani berproliferasi disebabkan keadaan prt the entry antara lain : luka tusuk dalam dan kotor serta belum terimunisasi, luka karena laulintas, luka bakar, luka tembak, gigitan hewan atau manusia, gigi berlubang, lesi pada mata, infeksi telinga, tonsil, perawatan luka atau tali pusat yang tidak baik

Colistridium tetani mengeluarkan toksin, toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP

Dari susunan linfatik ke sirkulasi darah arteri dan masuk ke SSP

Toksin bersifat neurotoksik atau tetanospasmin, tetanulisin, menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit

Perubahan fisiologis intrakranial

Penekanan area fokal kortikal

Kejang tonik umum, kejang rangsang(terhadap visula, suara, taktil), kejang spontan, kejang pada abdomen, retensi urine.

Peningkatan permeabilitas darah dari otak

Kesulitan membuka mulut, (trismus), kaku kuduk,( epistotonus), kaku dinding perut (perut papan), dan kaku tulang belakang

Sulit menelan atau menyusu

Intake nutrisi tidak adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Resiko tinggi trauma/cedera

Resiko kejang berulang

Koping tidak efektif

Kecemasan

Perubahan eliminasi urine dan alvi

Perubahan Mobilitas fisik

Penurunan Kemampuan batuk

Gangguan pemenuhan eliminasi urine dan alvi

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan ADL

Bersihan jalan napas tidak efektif

Proses inflamasi di jaringan otak (peningkatan suhu tubuh) perubahan tingkat kesadaran, perubahan frekuensi nadi

Peningkatan sekret dan penurunan kemampuan batuk

Hipertermi

Penurunan tingkat kesadaran, penurunan perfusi jaringan otak

Koma