KONSEP
-
Upload
belantara-nokturno -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
Transcript of KONSEP
KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan
usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani
Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang
bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh
Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai
berikut.
Anak bersifat unik.
Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
Anak bersifat aktif dan enerjik.
Anak itu egosentris.
Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
Anak umumnya kaya dengan fantasi.
Anak masih mudah frustrasi.
Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip
perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan
anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah
sebagai berikut.
Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan
kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan. Perkembangan
berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari
masing-masing fungsi.Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda
terhadap perkembangan anak. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks,
khusus, terorganisasi dan terinternalisasi.
Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social budaya
yang majemuk. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya
tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan pengetahuan yang
diperolehnya. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Bermain merupakan sarana penting
bagi perkembangan social, emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan
anak.
Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk
mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih
tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya. Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual,
auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat
belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
Pendidikan Anak Usia Dini
a. Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),
Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat.
b. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang
memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada
beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas,
yaitu:
1. Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2
kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6
tahun.
2. Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program
kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23)
3. Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan
kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan
pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu
tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam
mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).
c. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
1. Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”.
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan
bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1,
Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal
28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5)
Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.”
2. Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses
pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik”
berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang
menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa
perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan
manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia
seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang
terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari
semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai
mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat
berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang
dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang
menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi
orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya Sehubungan dengan
pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan,
pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan
yang berlangsung.
3. Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun
dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya:
psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi
serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009:
10).
Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupkan masa
peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima
anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkunga
FILSAFAT PENDIDIKAN KIHAJAR DEWANTARA
Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-potensi
individu(peserta didik) baik potensi fisik maupun potensi cipta, rasa, maupun karsanya agar
potensi itu menjadinyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Filsafat erat kaitannya
dengan pendidikan,karena filsafat merupakan akar dari segala macam ilmu termasuk ilmu
pendidikan. Peranan filsafat sangat terlihat dari digunakannya filsafat sebagai cara pandang
dalam memecahkan permasalahan yangtidak bisa diatasi dengan teoritik.
Salah satu tokoh yang dapat direpresentatifkan dengan pendidikan di Indonesia adalah Ki
Hajar Dewantara. Tidak dipungkiri bahwa beliau memiliki andil yang besar dalam
perkembangan pendidikan diIndonesia. Hal ini dipastikan dengan diraihnya gelar sebagai Bapak
Pendidikan Nasional, dan tanggallahirnya yakni, 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan
Nasional. Sebelum menelisik jauh filsafat KiHajar Dewantara tentang pendidikan di Indonesia
kita telisik dulu makna filsafat dari nama Ki Hajar.Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki
makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran,keutamaan. Pendidik atau Sang
Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaandan keimanan, sekaligus
masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Sebagai pendidik yang merupakanperantara Tuhan
maka guru sejati seharusnya berwatak pandita, yaitu mampu menyampaikan kehendakTuhan dan
membawa keselamatan.Semboyan pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara adalah
“ Ing ngarso sung tulodho, ingmadyo mangun karso, tut wuri handayani”, yang dapat
diartikan sebagai:
- Ing ngarso sung tulodho : Seorang pemimpin apabila di depan harus bisa memberikan
contohatau menjadi panutan bagi yang dipimpin (warga atau peserta didik).
- Ing madyo mangun karso : Seorang pemimpin apabila berada di tengah-tengah
masyarakatharus bisa membangkitkan semangat atau memberi motivasi supaya lebih
maju, atau lebih baik.
- Tut wuri handayani : Seorang pemimpin apabila berada di belakang harus bisa
mendorong yangdipimpin supaya senantiasa lebih maju.
Dasar yang paling penting dalam pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah adanya
persamaan persepsi antara penegak atau pemimpin pendidikan tentang arti “mendidik” itu
sendiri. Beliau menyatakan bahwa mendidik itu bersifat humanisasi, yakni mendidik adalah
proses memanusiakanmanusia dengan adanya pendidikan diharapkan derajat hidup manusia bisa
bergerak vertikal ke atas ketaraf insani yang lebih baik dari sebelumnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ABDUL HALIM
KH. Abdul Halim dilahirkan di Desa Cibolerang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka 26
Juni 1887. Ia meninggal di desa Pasirayu, Majalengka 1962 M. Ia adalah ulama besar dan tokoh
pembaharuan di Indonesia, khususnya di bidang pendidikan dan kemasyarakatan, yang memiliki
corak khas pada masanya. Ia mendapat pendidikan agama sejak kecil.
Pada usia 22 tahun, Abdul Halim berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan
mendalami ilmu agama selama 3 tahun. Disamping menghuasai bahasa Arab, ia juga menguasai
bahasa Belanda dan bahasa Cina dari oprang Cina yang bermukim di Makkah. Dengan dalam
negeri, Abdul Halim semakin mantap dan teguh dalam prinsip. Ia tidak mau bekerja sama
dengan pihak kolonial.
Dengan berbekal semangat juang dan tekad yang kuat, sekembalinya dari Makkah ia mulai
melakukan perbaikan untuk mengangkat derajat Masyarakat. Usaha perbaikan ini ditempuhnya
melalui jalur pendidikan dan penataan ekonomi. Untuk memantapkan langkah-langkahnya, pada
tahun 1912, ia mendirikan suatu perkumpulan atau organisasi bernama Hayatul Qulub. Melalui
lembaga ini, ia mengembangkan ide pembaruan pendidikan, juga aktif dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kemasyarakatan.
Langkah-langkah perbaikanya meliputi 8 bidang perbaikan yang disebut Islah as-
Samaniyah, yaitu :
1) Islah al-aqidah (perbaikan bidang akidah)
2) Islah al-ibadah (perbaikan bidang ibadah)
3) Islah al-tarbiyah (perbaikan bidang pendidikan)
4) Islah al-ailah (perbaikan bidang keluarga)
5) Islah al-adah (perbaikan bidang kebiasaan)
6) Islah al-mujtama ( perbaikan bidang masyarakat)
7) Islah al-iqtisad (perbaikan bidang perekonomian)
8) Islah al-ummah (perbaikan bidang hubungan umat dan tolong-menolong)
Abdul halim juga memandang perlu memberikan bekal keterampilan kepada anak didik
agar kelak hidup mandiri tanpa harus bergantung kepada orang lain atau menjadi pegawai
pemerintrah.
Pada tanggal 16 Mei 1916 Abdul Halim mendirikan Jam’iyah I’anah al-Muta’alimin
sebagai upaya untuk terus mengembangkan bidang pendidikan. Sistem pendidikan berkelas
dengan lama belajar lima tahun. Sekolah ini mula-mula mendapat kritikan dari ulama setempat
namun kemudian mendapat sambutan baik. Murid-murid datang bukan hanya dari Majalengka
tetapi juga dari Indramayu, Kuningan, Cirebon, dan Tegal. Lulusannya kemudian mendirikan
madrasah di tempat asalnya. Untuk menjaga mutu pendidikan, K.H. Abdul Halim mengadakan
hubungan dengan Jamiat Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Untuk ini ia menjalin hubungan dengan
Jam’iyat Khair dan al-Irsyad di Jakarta. Melihat sambutan yang cukup tinggi, yang dinilai oleh
pihak kolonial dapat merongrong pemerintahan, maka pada tahun 1917 organisasi ini pun
dibubarkan. Dengan dorongan dari sahabatnya, HOS. Tjokroaminoto (Presiden Sarekat Islam
pada waktu itu), pada tahun itu juga ia mendirikan Persyarikatan Ulama. Organisasi ini diakui
oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 21 Desember 1917. Pada tahun 1924 daerah
operasi organisasi ini sampai ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 terus disebarkan
ke seluruh Indonesia.
Di samping mengembangkan bidang pendidikan, Abdul Halim juga memperluas usaha
bidang dakwah. Ia selalu menjalin hubungan dengan beberapa organisasi lainnya di Indonesia,
seperti dengan Muhammadiyah di Yogyakarta, Sarekat Islam, dan Ittihad al-Islamiyah (AII) di
Sukabumi. Inti dakwahnya adalah mengukuhkan ukhuwah Islamiah (kerukunan Islam) dengan
penuh cinta kasih, sebagai usaha menampakkan syiar Islam, guna mengusir penjajahan. Dalam
bidang aqidah dan ibadah amaliah Abdul Halim menganut paham ahlussunnah waljama’ah, yang
dalam fikihnya mengikuti paham Syafi’iyah. Pada tahun 1942 ia mengubah Persyarikatan Ulama
menjadi Perikatan Umat Islam yang (kemudian) pada tahun 1952 melakukan fusi dengan
Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), menjadi “Persatuan Umat Islam” (PUI), yang
berkedudukan di Bandung.