Konflik Air Di Bali Selatan Dilihat Dari Perspektif Hukum -Bayu Wisnawa

download Konflik Air Di Bali Selatan Dilihat Dari Perspektif Hukum -Bayu Wisnawa

of 24

description

Membahas mengenai konflik kekurangan air bersih di kawasan Bali Selatan

Transcript of Konflik Air Di Bali Selatan Dilihat Dari Perspektif Hukum -Bayu Wisnawa

Konflik Air Bersih sebagai Akibat Pengembangan Sarana Pariwisata Pada Kawasan Bali Selatan Dilihat Dari Perspektif Perundang-undangan

I Made Bayu [email protected] STIPAR Triatma Jaya Badung, Bali

ABSTRAKSIPengembangan kepariwisataan yang terpusat pada wilayah Bali bagian selatan, dianggap mampu mengangkat pamor Bali dalam kancah pariwisata internasional. Di sisi lain, dampak negatif juga turut mengiringi : penurunan kualitas lingkungan hidup, yang ditandai dengan semakin langkanya ketersediaan air bersih. Paper ini bertujuan untuk mengkaji konflik air di kawasan selatan Bali akibat pengembangan Pariwisata dari sudut pandang perundang-undangan, khususnya UU No 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Air, dan kaitannya dengan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Teori Fungsionalismen Struktural, Konflik dan perubahan sosial juga digunakan dalam kajian ini. Hasil yang diperoleh adalah (i) penegakkan hukum dalam tata kelola air masih perlu ditingkatkan, (ii) produk hukum perlu ditinjau ulang khususnya dalam privatisasi air menjadi kegiatan bisnis khususnya terkait dengan pariwisata, (iii)kerjasama antar stakeholder pariwisata dalam pemanfaatan air dan (iv) Konservasi airKata Kunci : Konflik air bersih, perundang-undangan, pengembangan pariwisata.PENDAHULUANPariwisata merupakan alat yang diharapkan mampu memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga pengembangan pariwisata selalu menjadi prioritas utama bagi pemerintah. Sebagai konsekuensinya industri pariwisata membutuhkan berbagai sumber daya (alam, manusia, mesin, uang, dan metode) untuk dapat memberikan layanan yang memuaskan bagi wisatawan. Seringkali terjadi benturan-benturan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, bahkan pengembangan pariwisata menimbulkan berbagai macam dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, seperti perusakan lingkungan, dan sosial budaya. Yang,M.et.al, (2009) Oleh karenanya dibutuhkan perundang-undangan yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan aktifitas oleh segenap pemangku kepenetingan (stakeholder) antara lain : pemerintah, pengusaha, masyarakat dan wisatawan. Dari sisi kelembagaan pemerintah sebagai eksekutif tentunya harus menjalankan peraturan perundangan pariwisata yang sudah ditetapkan. Demikian pula perwakilan rakyat yang tergabung dalam DPR, MPR, harus mampu menyerap berbagai aspirasi masyarakat yang terkait dengan pengembangan pariwisata dan mampu memperjuangkannya dalam setiap penentuan kebijakan yang akan ditetapkan oleh eksekutif. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Kepolisian sebagai penegak hukum juga dituntut untuk mampu melaksanakan fungsinya dalam mengakkan hukum dan segenap perundang-undangan yang merupakan produk hukum demi terciptanya keadilan dalam praktik pariwisata.Pengembangan pariwisata di Bali menyisakan kondisi yang cukup memprihatinkan. Selain isu sampah, kemacetan, polusi, komodifikasi, hegemoni budaya, ada satu hal yang menjadi isu mendasar sebagai dampak pengembangan konsep mass tourism di Bali. Kekurangan air bersih di kawasan Bali selatan merupakan sebuah kenyataan yang terjadi akibat praktik pariwisata yang tidak mengindahkan aturan-aturan yang berlaku. Kekurangan air bersih tercermin dari kegagalan panen yang beberapa daerah subak yang menggunakan aliran Tukad Ayung, dan jeritan penduduk kota Denpasar akan ketersediaan air bersih (Strau, S. ,2011). Hasil inventarisasi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Dep. ESDM), di Bali terdapat 42 cekungan air tanah (Dwiyanto, dalam Widarto 2009), dengan potensi air tanah mencapai sekitar 51 miliar m3/ tahun. Adanya potensi air tanah tersebut semestinya dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pemenuhan kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat.Beckerson dan Walton dalam Harp.S.L (2007) menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata untuk resort di Inggris Raya menimbulkan permasalahan pada air bersih untuk pemenuhan kebutuhan SPA. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pariwisata berkembang dengan pesat akan menimbulkan konsekuensi pemenuhan kebutuhan sarana berwisata, sementara sumber daya alam sangat terbatas. Terganggunya subsistem air tanah di suatu daerah akan mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah di daerah tersebut, yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan kualitas dam kesejahteraan hidup masyarakatnya (Widarto, 2009).Penegakan hukum yang lemah sudah menjadi kenyataan yang harus segera diperbaiki, yang dapat ditunjukkan dari berbagai penelitian internasional mengenai penegakkan hukum terhadap berbagai kasus-kasus yang terjadi di Indonesia Fredriksson, G. M., & Nijman, V. (2004); Walmsley, S. F., & White, A. T. (2003). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa sesungguhnya Indonesia memiliki produk hukum berupa perundang-undangan yang berkualitas, hanya saja mental pengelola dan masyarakat masih banyak yang kurang sadar hukum.Air merupakan kebutuhan primer yang membutuhkan jaminan akses bagi seluruh rakyat, di mana Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan diergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Air bersih bersifat terbatas, sementara pertambahan penduduk dan kebutuhannya akibat pariwisata bersifat tidak tidak terbatas.Industri pariwisata di Bali mempengaruhi berbagai sektor perekonomian lainnya untuk tumbuh. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan air yang dapat berdampak positip dan negatif bagi kuantitas dan kualitas sumberdaya air yang ada. Widarto (2009) Dampak positif timbul dari peningkatan kuantitas sumberdaya air akibat adanya kegiatan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan manusia seperti pembangunan dam, bendungan dan sebagainya. Di sisi lain, berbagai aktivitas pariwisata ini juga berdampak negatif pada sumberdaya air yang ada seperti pencemaran, penurunan muka air tanah, penuruan permukaan tanah (amblesan atau subsidence) yang ditimbulkan pengambilan kuantitas air yang tidak memperhatikan siklus hidrologi yang ada, dan sebagainya.Akibat adanya hubungan timbal balik dan interaksi antara manusia dan sumberdaya air yang ada dan lingkungan lainnya. Maka penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air yang ada juga akan mengakibatkan kemerosotan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Akumulasi interkasi berbagai kerusakan sumber air yang ada pada akhirnya dikhawatirkan menimbulkan bencana di Bali, khususnya Bali selatan di masa-masa yang akan datang, seperti : banjir, longsor, penurunan muka air tanah, amblesan, dan intrusi air laut.Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1. Bagaimanakah penegakkan hukum terkait dengan krisis air pada pengembangan pariwisata di Wilayah Bali Selatan?2. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan pengembangan pariwisata dan ketersediaan air di Wilayah Bali Selatan?

TINJAUAN PUSTAKAUU No 10 Tahun 2009 KepariwisataanMenyatakan bahwa1. Kebebasan melakukanperjalanandan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia;2. Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional;3. Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global;4. Azas yang digunakan dalam pengembangan kepariwisataan manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan,dan kesatuan.5. Kepariwisataan bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya6. Kepariwisataan dilaksanakan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;7. Kepariwisataan dilaksanakan dengan prinsip memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup.8. Kepariwisataan dilaksanakan dengan prinsip menjaminketerpaduanantarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan.9. Pemerintah danPemerintahDaerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.10. Pemerintah mengawasidan mengendalikankegiatan kepariwisataandalam rangka mencegah dan menanggulangiberbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.11. Setiap orang berkewajiban untuk membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.

UU No 7 Tahun 2004 Pengelolaan AirMenyatakan bahwa 1. Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang;2. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras;3. Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi;4. Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air;5. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.6. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.7. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas8. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat9. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.10. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Perda No 2 Tahun 2012 Pariwisata Budaya Menyatakan bahwa :1. Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.2. Kepariwisataan Bali bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya3. Pembangunan kepariwisataan Bali diarahkan pada melestarikan lingkungan alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat dan kebudayaan Bali secara berkelanjutan4. Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.Perda No 16 Tahun 2009 RTRWMenyatakan bahwa :1. Bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terperbaharui yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang dalam tatanan yang dinamis berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana;1. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.1. Pengembangan sektor kepariwisataan yang berlandaskan kebudayaan Daerah Bali yang dijiwai Agama Hindu, diarahkan pada kepariwisataan berbasis masyarakat melalui pengembangan wisata perdesaan (desa wisata), wisata agro, wisata eko, wisata bahari, wisata budaya, wisata spiritual dengan penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana daya tarik pariwisata yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung dan pengembangan ekonomi kerakyatan1. Lokasi kegiatan pertambangan pengambilan air bawah tanah tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan kapasitas pengeboran sesuai dengan potensi yang tersedia dan pemanfaatannya mengacu pada ketentuan penatagunaan air; 1. Pemanfaatan semua lahan-lahan yang sudah mendapatkan pengairan tetapi belum dimanfaatkan sebagai lahan sawah, khususnya di wilayah Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar, Jembrana, dan BulelengTeori Fungsionalisme StrukturalTeori ini dipandang relevan dalam penelitian pengaruh peningkatan infrastruktur pariwisata terhadap konflik air. Menurut Sanderson (1993) strategi fungsionalisme struktural adalah gagasan tentang kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penganut teori ini menganut sistem kerja biologis sebagai sistem sosial kehidupan individu dalam suatu masyarakat.Pemikiran fungsionalisme struktural sebagai suatu sistem seperti yang disampaikan Parson, menetapkan empat persyaratan fungsional yaitu: (1) setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya, (2) setiap sistem harus memiliki suatu alat untuk mobilisasi sumber daya untuk mencapai tujuan, (3) setiap sistem harus mempertahankan koordinasi internal kesatuannya dan (4) setiap sistem harus mempertahankan dirinya sedapat mungkin dalam keadaan yang seimbang (equilibrium).Dengan demikian setiap struktur sosial dalam suatu masyarakat dapat berfungsi apabila: (1) setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemen-elemen yang mantap dan stabil, (2) setiap masyarakat merupakan elemen-elemen yang terintegrasi dengan baik, (3) elemen-elemen dalam suatu masyarakat mempunyai fungsi yakni memberikan sumbangan pada bertambahnya masyarakat itu sebagai suatu sistem. (4) setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada suatu konsesus nilai diantara para anggotanya.Berdasarkan pandangan di atas artinya teori fungsionalisme struktural melakukan analisis dengan melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari interaksi antar manusia dan berbagai institusinya dengan segala sesuatu disepakati bersama termasuk nilai dan norma. Teori ini menjunjung tinggi pada harmoni, konsistensi dan keseimbangan dalam masyarakat. Dengan demikian teori ini dipandang sangat relevan untuk melihat dinamika konflik yang terjadi .Teori KonflikRitzer (2005:15) menyatakan teori konflik sebenarnya berada dalam satu naungan paradigma dengan teori fungsional struktural, akan tetapi keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda. Teori fungsional struktural menilai konflik adalah fungsional. Sementara teori konflik menyoroti fakta sosial berupa wewenang dan posisi yang justru merupakan sumber pertentangan sosial. Perbedaan posisi itu pada gilirannya dapat memicu timbulnya konflik dalam masyarakat.Ide pokok teori konflik dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut. Pertama, masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai dengan adanya pertentangan terus-menerus di antara unsur-unsurnya; Kedua, setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial dan ketiga, keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanyalah disebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Sebagai lawannya teori struktural mengandung pula tiga pemikiran pokok. Pertama, masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya, bergerak dalam kondisi keseimbangan; kedua, setiap elemen atau institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas dan ketiga, anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma, nilai dan moralitas umum.Selanjutnya Johnson dan Duinker dalam Mitchell(2003) menuliskan Konflik adalah pertentangan antar banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta sudah merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Definisi konflik menurut Kovach dijelaskan dalam Hadi (2004) adalah suatu perjuangan mental dan spiritual manusia yang menyangkut perbedaan berbagai prinsip, pernyataan dan argumen yang berlawanan. Hadi (2004) menjelaskan bahwa dalam istilah asing, konflik (conflict) dibedakan dengan sengketa (dispute). Namun dalampenggunaansecaraumum di Indonesia,istilah konflik selalu ditukargunakan (interchangeably) dengan sengketa.Beberapa penyebab atau akar timbulnya konflik, dinyatakan oleh Mitchell (2003), adalah sebagai berikut : (1)Perbedaan pengetahuan atau pemahaman (informasi/fakta); (2) Perbedaan nilai (prinsip); (3) Perbedaan kepentingan (alokasi untung rugi); dan (4) Perbedaan latar belakang personal/sejarah. Adapun Santosa dalam Hadi (2004), membedakan konflik dalam beberapa kategori. Pertama konflik sebagai persepsi dinyatakan karena adanya perbedaan kebutuhan, kepentingan, keinginan atau nilai dari seseorang/pihak dengan orang/pihak lain. Kedua, konflik sebagai perasaan ditandai dengan munculnya reaksi emosional terhadap situasi atau interaksi yang memperlihatkan adanya ketidaksesuaian. Ketiga, konflik sebagai tindakan merupakan bentuk ekspresi perasaan dan pengartikulasian dari persepsi kedalam tindakan untuk memperoleh sesuatu kebutuhan yang memasuki wilayah kebutuhan orang lain.Secara garis besar, Hadi (2004) menggolongkan bentuk-bentuk konflik lingkungan sebagai konflik peninggalan masa lalu dan sebagai konflik di era reformasi. Bentuk konflik peninggalan masa lalu umumnya diwarnai oleh adanya pertentangan pemanfaatan sumber daya alam. Konflik ini bisa antara pemerintah dan pengusaha di satu pihak dengan masyarakat di pihak lain. Konflik juga ditimbulkan karena dominasi atau sentralisasi kekuasaan pemerintah yang sangat kuat. Adapun bentuk konflik di era reformasi dinyatakan oleh Hadi (2004) makin beragam. Konflik terjadi bisa antar pemerintah, antar sektor, antar daerah dan antar masyarakat sendiri. Teori konflik ini sangat membantu dalam menganalisa komparasi konflik air yang terjadi di kawasan Bali selatan.Teori Perubahan SosialPerubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam pola- pola hubungan sosial antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik, kekuasaan dan perubahan penduduk (Suparlan dalam Bhasma, 2003:38). Terjadinya perubahan sosial pada umumnya dapat di sebabkan oleh pengaruh intern dan ekstern. Pengaruh intern antara lain bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, terjadinya suatu pertentangan, revolusi masyarakat. Sedangkan pengaruh ekstern biasanya bersumber pada lingkungan alam seperti bencana alam, pengaruh kebudayaan masyarakat lain atau peperangan.Bentuk perubahan sosial dibedakan dalam beberapa bentuk:a. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat.b. Perubahan yangkecilpengaruhnyadan perubahan yang besar pengaruhnya c. Perubahan yang dikehendaki(intended-change) atau perubahan yang direncanakan (Planned-change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended-change) atau perubahan yang tidak direncakan ( unplanned- change) (dalam Sajogo, 122:1985)Berdasarkan teori tunggal mengenai perubahan sosialmenyatakan penyebab perubahan dalam masyarakat menunjukan kepada satu faktor (Sajogyo dalam Widiartha, 2010: 27). Teori tunggal ini menyatakan bahwa mungkin ada satu variabel tunggal yang menggerakkan terjadinya perubahan dan yang menjadi ciri atau pola tunggal pula. Perubahan sosial dapat terjadi karena lahirnya suatu pendapat baru (inovasi) dalam sistem atau masyarakat seperti teknik baru bentuk organisasi baru dan falsafah baru.Ruanglingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang inmaterial (Ougburn dalam Soekanto, 2002: 303). Perubahan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masusia, yaitu kebutuhan primer yang mencakup aspek spiritual maupun aspek materialnya. Kebutuhan primer senantiasa berkembang, sehingga harus selalu disesuaikan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi dari lingkungan sosial maupun lingkungan alam (Soekanto, 1983). Selain itu dapat dikatakan bahwa perubahan terjadi adalah untuk mencapai suatu kesempurnaan, dimana kesempurnaan ini dapat memberi kemudahan bagi manusia

1

Krisis Air sebagai Akibat Pengembangan Sarana Pariwisata Pada Kawasan Bali Selatan Dilihat Dari Perspektif Perundang-undanganBagaimanakah penegakkan hukum terkait dengan krisis air pada pengembangan pariwisata di Wilayah Bali Selatan?Usaha apa yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan pengembangan pariwisata dan ketersediaan air di Wilayah Bali Selatan?MetodologiKualitatifContent AnalysisDokumentasiLandasan TeoriUU No 10 Tahun 2009 Kepariwisataan, UU No 7 Tahun 2004 Pengelolaan Air, Perda No 2 Tahun 2012 Pariwisata Budaya Perda No 16 Tahun 2009 RTRW, Teori Fungsional StrukturalTeori Konflik, Teori Perubahan SosialAnalisis dan PembahasanSimpulan dan SaranMETODOLOGI

PEMBAHASANPenegakkan Hukum Terkait dengan Krisis Air pada Pengembangan Pariwisata di Wilayah Bali SelatanPotensi air tanah di Indonesia terdapat pada 396 (Said, HD, 2005) cekungan Air Tanah, yaitu 88 cekungan di Jawa, 27 di Sumatera, 18 di Kalimantan, 82 di Sulawesi, 42 di Bali, 42 di NTT, 9 di NTB, 69 di Maluku, dan 47 di Papua. Dari sejumlah cekungan tersebut baru beberapa cekungan saja yang dipetakan secara terperinci. Sementara itu berdasarkan peraturan Permen PU No.397 1989 tetntang pembagian wilayah sungai, maka dari 90 wilayah sungai terdapat 15 wilayah sungai lintas provinsi, 73 wilayah sungai dalam satu propinsi dan 2 wilayah sungai yang dikelola oleh BUMN.Berdasarkan UU no 7 tahun 2004, maka visi pengelolaan sumberdaya air adalah terwujudnya kemanfaatan sumber daya air berkelanjutan yang sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat (pasal 3). Sedang misinya adalah melakukan konservasi Sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air (penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan). Pengendalian dan penanggulangan daya rusak air, Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Dan terakhir peningkatan ketersediaan dan keterbukaan data dan informasi SDA.Pada UU tersebut di atas disebutkan bahwa air tanah yang merupakan sumberdaya alam yang terbatas, kerusakannya sulit dipulihkan, dan bahwasannya pendayagunaan sumber daya air harus mengutamakan air permukaan. Hal tersebut menjadi dasar penyusunan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan air tanah, yang dalam pelaksanaannya membutuhkan peran serta dan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait.Dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya perubahan pada siklus hidrologi di sutau daerah yang akan berdampak pada neraca airnya dapat berupa penurunan muka airtanah (MAT), yang mengakibatkan semakin sulitnya memperoleh airtanah, intrusi air asin di daerah yang berbatasan dengan pantai, dan amblesan tanah (land subsidence). Hal-hal ini sebetulnya dapat dicegah, bahkan dapat diperbaiki, apabila dilakukan perencanaan dan pengawasan yang baik dalam melakukan pengelolaan sumberdaya air yang ada dengan memperhatikan siklus hidrologi, neraca air, kebutuhan air untuk air bersih, pertanian dan industri, serta langkah-kangkah yang yang harus diambil oleh semua pihak dalam upaya untuk melakukan konservasi terhadap sumberdaya yang ada.

Gambar 1. Telaah Hukum Mengenai Kepariwisataan dan Konservasi Air

UU No 10 Tahun 2009 KepariwisataanUU No 7 Tahun 2004 Pengelolaan AirPerda No 2 Tahun 2012 Pariwisata BudayaPerda No 16 Tahun 2009 RTRWMENIMBANGbahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional;PASAL 33 AYAT 2 C mengenai Koordinasi bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;PASAL 5 dMemelihara kelestarian alam dan lingkungan hidupPASAL 2Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitasSumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyatPASAL 5Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.Kepariwisataan Bali bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber dayaPembangunan kepariwisataan Bali diarahkan pada melestarikan lingkungan alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat dan kebudayaan Bali secara berkelanjutanPembangunan Kepariwisataan Budaya Bali dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.Bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terperbaharui yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang dalam tatanan yang dinamis berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana;Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.Pengembangan sektor kepariwisataan yang berlandaskan kebudayaan Daerah Bali yang dijiwai Agama Hindu, diarahkan pada kepariwisataan berbasis masyarakat melalui pengembangan wisata perdesaan (desa wisata), wisata agro, wisata eko, wisata bahari, wisata budaya, wisata spiritual dengan penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana daya tarik pariwisata yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung dan pengembangan ekonomi kerakyatanLokasi kegiatan pertambangan pengambilan air bawah tanah tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan kapasitas pengeboran sesuai dengan potensi yang tersedia dan pemanfaatannya mengacu pada ketentuan penatagunaan air; Pemanfaatan semua lahan-lahan yang sudah mendapatkan pengairan tetapi belum dimanfaatkan sebagai lahan sawah, khususnya di wilayah Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar, Jembrana, dan Buleleng

Tampak sinkron antara perundang-undangan yang mengatur pariwisata dengan penggunaan air. Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang pariwisata budaya dan Perda No 16 Tahun 2009 tentang RTRW semuanya mengacu pada kelestrian lingkungan dan terjaganya ketersediaan air bersih.Kelemahan dari Sisi Perundang-undanganNamun jika ditelaah lebih lanjut, beberapa persoalan yang muncul dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air berkaitan dengan keterlibatan fihak swasta dalam proses pengelolaannya. Hal ini tidak terlepas dari pergeseran makna air yang sebelumnya merupakan barang publik berubah menjadi komoditas yang lebih mementingkan aspek ekonomi yang akhirnya berorientasi pada mencari keuntungan (Harjanti,2012) Kelahiran UU Nomor 7 Tahun 2004 sangat memberikan kelonggaran kepada pihak asing dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Pergeseran makna ini dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 14 UU No 7 Tahun 2004 yang dilaksanakan dengan PP No 16 Tahun 2005 tentang SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum). Ruang masuk swasta dalam pengelolaan ari sangat besar, dimana pada pasal 37 ayat (3) dalam hal BUMN dan BUMD sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) tidak dapat meningkatkan kuantitasdan kualitas pelayanan SPAM di wilayah pelayanannya, BUMN atau BUMD atas persetujuan dewan pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koprasi, badan usaha swasta dan atau masyarakat dalam penyelenggaraan di wilayah pelayanannya.Kelemahan dari Sisi Penegakkan HukumTerjadinya permasalahan mengenai langkanya air menunjukkan adanya kesenjangan. Hal ini dapat disebabkan karena kurang tegasnya penegak hukum dalam menertibkan pembangunan sarana pariwisata ditempat-tempat yang seharusnya tidakboleh di bangun, seperti kawasan jalur hijau, sempadan pantai, sempadan jurang, dsb yang menyebabkan alih fungsi lahan dan mempengaruhi ketersediaan air.Apabila penegakkan hukum dilakukan dengan baik tentunya tidak terjadi kelangkaan air di wilayah Bali Selatan.

Usaha yang Dapat Dilakukan untuk Menyeimbangkan Pengembangan Pariwisata dan Ketersediaan Air di Wilayah Bali SelatanPengembangan pariwisata harus disertai dengan kebijakan untuk mengurangi dampak pembangunan terhadap lingkungan dan mampu mengangkat pengembangan pariwisata (Yang,M. et.al, 2009).

Pengusaha : Hak BerusahaWisatawan : Menikmati kegiatan wisataMasyarakat :KesejahteraanPemerintah:Eksekutif, Legislatif YudikatifLingkungan : AIRSANGAT TERBATASGambar 2 Penyebab Konflik Air

Melihat kenyataan yang ada, upaya yang dapat dilakukan dalam tata kelola air sehingga mampu mewujudkan kelestarian lingkungan dan ketersediaan air di masa depan adalah :1. Peninjauan ulang terhadap produk hukum yang mengatur penggunaan air agar tetap berorientasi pada kepentingan rakyat dan jauh dari intervensi pihak asing yang ingin memanfaatkan sumber daya air Indonesia untuk kepentingan bisnis.2. Perlu adanya kajian terhadap penggunaan air tanah, khususnya di wilayah kantong wisata yang tidak terencana dengan baik (Kuta, Sanur) jangan sampai menimbulkan dampak yang tidak diinginkan seperti tanah longsor.3. Penegakkan hukum dengan lebih baik.4. Kerjasama antar seluruh stakeholder sangat dibutuhkan, oleh karenanya peranan akademisi dalam menyuarakan kebenaran sangat vital.5. Konservasi air .

SIMPULANBerdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :1. Penegakkan hukum di Bali mengenai tata kelola air masih perlu dibenahi, melihat fenomena konflik dan krisis air akibat pengembangan pariwisata menunjukkan kekurangsempurnaan dalam praktik penyelenggaraan hukum. Dari sisi produk hukum UU No 7 Tahun 2004 tentang tata kelola air masih perlu ditinjau ulang mengenai privatisasi pengelolaan sumber daya air jangan sampai mengorbankan kepentingan khalayak/masyarakat2. Upaya yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan kebutuhan air di wilayah Bali selatan adalah dengan peninjauan ulang terhadap produk hukum yang berlaku, penegakkan hukum yang lebih baik, meningkatkan kerjasama antar stakeholder pariwisata, dan konservasi air.DAFTAR PUSTAKAFredriksson, G. M., & Nijman, V. (2004). Habitat use and conservation status of two elusive ground birds (carpococcyx radiatus and polyplectron schleiermacheri) in the sungai wain protection forest, east kalimantan, indonesian borneo. Oryx, 38(3), 297-303. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/222299427?accountid=62693Harjanti, Wiwik.2012. Hak Atas Air Dalam Konstitusi Negara dan Pengelolaannya di Indonesia (Right of Watr in Indonesian Constitution and its Management). Samarinda : Universitas Mulawarman.Harp, S. L. (2007). Histories of tourism: Representation, identity and conflict. Journal of Social History, 41(1), 220-221. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/198937845?accountid=62693http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=81102International Seminar on Tourism Harmonization Development, Faculty of Tourism, Udayana, Denpasar, 27 April 2010.Macrae, G. S., Arthawiguna, I. W., & A. (2011). Sustainable agricultural development in bali: Is the subak an obstacle, an agent or subject? Human Ecology, 39(1), 11-20. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10745-011-9386-yMullins, P. (1999). Managing tourism in cities: Policy, process and practice. Urban Studies, 36(11), 2003-2005. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/236287155?accountid=62693RachmiHandayani, IGAK.2006. Krisis Air, Illegal logging dan Penegakan Hukum Lingkungan du Indonesia. Yusitisia Edisi No 69. http://eprints.uns.ac.id/766/1/Krisis_Air_Illegal_Logging_Dan_Penegakkan_hukum_Lingkungan_Di_Indonesia_pdf Ruzza, C. (2000). Environmental sustainability and tourism in european policy-making. Innovation, 13(3), 291-310. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/211945596?accountid=6269Suardana, I Wayan Gendo.2011. Krisis Air di Bali dan Konflik yang Menyertainya http://walhibali.org/tag/konflik-airStrau, S. (2011). Water conflicts among different user groups in south bali, indonesia. Human Ecology, 39(1), 69-79. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10745-011-9381-3Trisnawati, Hikmah.2011.Dampak Infrastruktur Pariwisata Terhadap Konflik Air di Kabupaten Badung dan Tabanan. Thesis. Program Pasca Sarjana Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Denpasar : Universitas UdayanaWalmsley, S. F., & White, A. T. (2003). Influence of social, management and enforcement factors on the long-term ecological effects of marine sanctuaries. Environmental Conservation, 30(4), 388-407. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/203164964?accountid=62693Widarto, Djedi Setyo.2009. Dampak Kerusakan Pengambilan Air Tanah Berlebih di Indonesia http://portal.ristek.go.id/columns.php?page_mode=detail&id=29Wyasa Putra, Ida Bagus dkk, Hukum Bisnis Pariwisata, Denpasar, PT. Refika Aditama, 2001Yang, M., Hens, L., Ou, X., & De Wulf, R. (2009). Tourism: An alternative to development? reconsidering farming, tourism, and conservation incentives in northwest yunnan mountain communities. Mountain Research and Development (Online), 29(1), 75-81. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/1020691666?accountid=62693Zu-yong, W., Ju-qin, S., & Fu-hua, S. (2013). Study on the model building for the influence of the water environment on urban tourism ecological capacity. Journal of Applied Sciences, 13(10), 1760-1766. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/1458313423?accountid=62693

LAMPIRANKONFLIK AIR DI WILAYAH TABANAN DAN BADUNG(Trisnawati,2011)Tipe KonflikTabananBadung

Kelangkaan Air- Tahun 1973 telah ada konflik di subakKesiut dalam lingkungan DI Cagub, Tabanan, pada waktu belum ada proyek peningkatan jaringan irigasi. Misalnya, pada musim kemarau banyak terjadi pencurian air oleh para petani yang sawahnya sangat membutuhkan air.- Pada tahun 1977 di subak Rum dalam lingkungan Pasedahan Yes Empas Utara perselisihan antara tempek yang di hulu dandihilirpada musim kemarau. Tempek Sanganan Kawanmencoba meminjam air dariTempek Bubugan, namun tidak disetujui dengan alasan TempekBubugansendirijuga kekuranganairkemudian adanya pencurian air.- Musimkemarau jugakonflik antara tempek IdengantempekIIdalam lingkunganSubakGunggungandi wilayah pasedahan Yes Empas Selatan, Tabanan disebabkan karena waktu tanam yang bersamaan.- Tahun 1980 telah ada pembangunan irigasi yang di fungsikan pencurian air berkurang yang didukung pula dengan kesepakatan pada tahun 1982 tentang peraturan dalam pertanian.- Tahun 1983 antara dua subak yang masih dalam lingkungan Pasedahan Yeh Empas Selatan. Penyebab ini terjadi setelah ada bantuanpeningkatanjaringanirigasi Subak Lanyah. Adanya kecemburuan karena subak Pasut tidak mendapatkan bantuanirigasi,harusmemintaair dengan subak Lanyah.- Konflik antara PDAM dengan subak sering juga terjadi di Tabanan. hal ini dapat di lihat dari kasus subak Yeh Gembrong dengan PDAM kemudian,- Tahun 2011 kelangkaan airbersihterjadidi daerah Petang.Persoalanairini sudah lama menjadi masalah bagi penduduk.- Tahun 2008 terdapat 4.964 pelangganPDAMyang protes. Protes yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal seperti saluran airyang macet, kerusakan pipa air, akantetapiyangpaling sering terjadi yakni polusi air.Sehinggamasyarakat menerima air yang dianggap kotor, yang dapat disebabkan oleh pipa yang kotor atau memang kondisiairyang kotor.- Tahun 2005 terjadi konflik di Mambal sejakmasuknya perusahaanairkemasan sehingga air bawahtanah mengering. Perusahan lebih senangmenggunakanair bawahtanahdibandingkan dengan air PDAM karena dianggap lebih murah.

Subak Mangesta terhadap pengeboranABT oleh hotel Vita Life di Wongaya Betanhinggapetanijatiluwihyang mengeluh keberadaan sumur bor mereka (Agung Wardana: 2008).- Subak Yeh Gembrong dengan PDAM di Yeh Gembrong, Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih dengan pihak swasta di Jatiluwih, Penebel, Kabupaten Tabanan. Konflik perebutan air Telaga Tunjung PDAMTabanan.subak-subakmulai mengeluh ketika sumber mata air untuk irigasi disedot oleh PDAM.

Alih FungsiLahan Pertanian- Sawahyangdialihfungsikanuntukbertanam tanaman tahunan dapat juga menjadi penyebab konflik antara petani padisawahdenganpetaniyang mengalihfungsikansawahnyake non padi.- Selain itu akibat alih fungsi sawah untuk nonpertanian seperti perumahan, jalan, danfasilitaspubliklainnyasering memicu perselisihan antara subak dengan kelompokmasyarakatlaindiluar masyarakat subak- DiPecatuantarapetanidengan investor (PT. BPG). Masalahnya adalah berawal dari industri pariwisata yang menitikberatkan pada modal (investasi)dalam bentuk pengadaanperumahan kawasanmewah mengakibatkan marginalisasi atau penggusuran petani. PT Bali Pecatu Graha (kemudian dinamaiPT.BPG) akan membangun PecatuIndah Resort di atas lahan seluas850hektar.Untuk(hotel, golf,perumahan mewah, rumah sakit dandestinasi pariwisata)- Konflik di Jimbaran antara petani dengan investor juga tentang pembangunan patung raksasaGarudaWisnuKencana(GWK). Direncanakan akan dibangunpada areal 100 hektar dengan dana80milyar,rencanatersebut kemudian diperluas menjadi 200 hektardan rencanalokasiGWK bergeser dari lokasi semula daribukitBalanganke UangasanKangin.

Segara(PT.BPS).Masalahnya ketika investor PT. BPS masuk ke Sawangan tahun1993denganstatus tanah HGB.Tahun1996Bupati Badung memberikan rekomendasi kepada petani rumputlautdapat memanfaatkan lahan tersebut sebelumdimanfaatkanPT. BPS. Akantetapiada kesepakatan petanirumput laut akan keluar dari lahan tersebut tanpa menuntut ganti rugibila lokasi akan dibangun.- Kemudian keluar kembali SK Bupatiyangbaru dan mencabutSKyanglama yangmenyataknbahwapetani harus segera keluar dari lokasi itu. Akan tetapi, petanimenolakdenganalasanbelummenemukan lahan baru untuk memproses rumput laut.- Sistempertahanan masyarakatterhadaptanah yang akan dibangun dengan berbagaiinfrastrukturtentunyajugaakan menyebabkankenaikan jumlahpenggunaanair bersih.

Proyek-proyekpengembangan irigasi- Tahun 1980 di bangun proyek irigasiBaliyangmenggabungkanbeberapa sistem irigasi kecil menjadi satu kesatuan sistem irigasi yang lebih besar.- Pada tahun 1985 konflik terjadi antara DI Sungsang seluas (290,6 Ha) dan Subak Blumbang seluas (190,8 Ha), keduanya berada di bagian hilir daerah aliran sungaiHo,Tabanan.masalahnya meskipun tiga tahun setelah proyek ini di bangun akan tetapi pengairan hanya dimanfaatkan oleh subak Blumbung saja- Sumberairberasaldaribendungan air sungai, debit air maksimum pada saluran primer adalah sekitar 1500 liter/detik yang terjadi pada musimhujandan600 liter/detikpadamusim kemarau. Luas sawah yang terdapatdiKabupaten Badung ini sekitar 107 hektar (subakMengwi)dan309 hektar ( subak lanyahan ).

Krisis Air di Bali dan Konflik yang MenyertaiOleh: I Wayan Gendo Suardana, SHAncaman krisis air bersih dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi fokus perhatian dari dunia internasioanl. Tak heran dalam peringatan World Water Day tahun ini, PBB mengusung tema transboundary waters: shared water, shared opportunities (air lintas wilayah, berbagi air, berbagi peluang). PBB ingin menekankan relokasi air dari satu wilayah ke wilayah lain, dari satu kelompok untuk kelompok lain. Dapat diartikan bahwa tema tersebut menekankan bahwa saat ini terjadi krisis air yang hebat.Bahkan pada tahun 2006 United Nations Development Programme (UNDP) yang terangkum dalam Human Development Report 2006 dengan judul Beyond scarcity: Power, poverty and the global water crisis (melampaui Kekurangan : Kekuasaan, Kemiskinan dan Krisis air secara global) menggambarkan secara gamblang bagaimana krisis air di berbagai belahan dunia, sudah menjadi malapetaka yang sangat mengkuatirkan. Dalam laporan setebal 440 halaman tersebut -yang seluruhnya mengulas persoalan krisis air- disebutkan bahwa di awal abad 21 ini, persoalan ketiadaan akses terhadap air bersih sudah menjadi pembunuh kedua di dunia bagi anak-anak (the worlds second biggest killer of children). Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa ada sekitar 1.8 juta anak meninggal dunia setiap tahun karena diare dan berbagai penyakit lain akibat ketiadaan akses terhadap air bersih.Indonesia adalah salah satu negara yang tidak tidak luput dari ancaman tersebut. Namun karena ketersediaan sumber daya alam itu masih cukup tinggi dan didukung dengan keberadaan siklus musim dan sumber air yang melimpah (air tanah dan permukaan) menyebabkan fenomena krisis air di negeri ini tidak disadari. Padahal faktanya krisis air hampir terjadi di semua daerah. Hal ini dapat dibuktikan pada saat berlangsung musim kemarau. Penyebabnya adalah selain pertambahan populasi, perubahan iklim juga karena konversi hutan di hulu, perubahan areal vegetasi menjadi kepentingan bisnis skala besar dan infrastruktur, serta gagalnya negara menjalankan program rehabilitasi kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah faktor pendorong krisis air.Krisis Air di BaliBali adalah salah satu pulau yang tidak luput dari ancaman krisis air bersih. Defisit air di Bali malah telah terlihat sejak tahun 1995, berdasarkan laporannya, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI mengingatkan bahwa defisit air di Bali telah terlihat sejak 1995 sebanyak 1,5 miliar meter kubik/ tahun. Defisit tersebut terus meningkat sampai 7,5 miliar meter kubik/ tahun pada 2000. Kemudian, diperkirakan pada 2015 Bali akan kekurangan air sebanyak 27,6 miliar meter kubik/ tahun.Sebagai provinsi yang yang sangat ketergantungan dengan industri pariwisata, menyebabkan segala kebijakan pemerintah local selalu didesain berada aras kepentingan industri pariwisata. Walhasil pertumbuhan di sektor ini seiring sejalan dengan kerusakan lingkungan baik di hulu maupun di hilir. Kasus reklamasi pantai, pembangunan lapangan golf, akomodasi pariwisata dengan mengkoversi lahan pertanian produktif dan juga disekitar danau dan hutan di hulu, dan bahkan kebijakan pengelolaan air dengan prioritas mensuplai sektor industri pariwisata adalah fakta dari kebijakan yang berada di dalam aras tersebut.Kebijakan yang terakhir ini berdampak langsung terhadap ancaman krisis air bersih di Bali. Pengelolaan air berupa suplai air besar-besaran bagi kepentingan industri pariwisata mewarnai praktek pengelolaan air di Bali. Ambil contoh, saat ini pasokan air ke kawasan kuta selatan khususnya BTDC sebesar 1300-3000 m3/hari. Pasokan ini berbanding terbalik dengan konsumsi air bersih rumah tangga yang hanya menghabiskan rata-rata 1 m3 /hari. Berarti konsumsi air besih dari BTDC setara dengan konsumsi 1.300 KK. Ironisnya pasokan air besih yang sedemikian besar, masih dalam kategori kurang, sehingga PDAM Badung berencana menambah suplai air bersih ke kawasan tersebut (BP, 17 Oktober 2009). Keadaan ini berbanding terbalik dengan suplai air bersih bagi penduduk di kawasan Badung Utara yang sampai saat ini masih kesulitan air bersih atau sangat kontradiktif dengan masyarakat di Kawasan Bali timur yang harus bersusah payah untuk mendapatkan air bersih.Konsumsi air yang berlebih terutama untuk pemenuhan sektor industri pariwisata tentu berdampak terhadap ketersediaan air bersih di Bali. Keadaan tersebut diperparah dengan kebijakan pembangunan akomodasi pariwisata di daerah hulu; sebut saja pembangunan villa di pegunungan Bedugul, villa di Hutan Dasong Buyan-Tamblingan atau pembangunan proyek Geothermal dengan merabas hutan di Bedugul, menjadi faktor yang signifikan dalam mendorong terjadinya krisis air di Bali.Defisit air pada saat tertentu akan terakumulasi menjadi krisis air yang hebat. Pada saat itu akan problem konflik air, yang disebabkan semakin langkanya (scarcity) jumlah dan kualitas air yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Pada saat yang samaterjadinya situasi demand side efect terhadap keberadaan air,dimana air tidak dapat berfungsi sebagai komoditas publik (public goods) tetapi bergeser fungsinya menjadi komoditas ekonomi (economic goods).Konflik penguasaan atas airMeningkatnya aktivitas pembangunan industri pariwisata tanpa memperhatikan lingkungan berakibat kepada menurunnya daerah resapan air dan disisi lain meningkatkan kebutuhan akan air. Keadaan tersebut berakibat semakin kritisnya kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, serta semakin tercemarnya sumber air. Pada akhirnya berakibat semakin langkanya air pada musim kemarau dan menjadi bencana banjir pada musim hujan. Dan tanpa disadari akan menjadi faktor pendorong munculnya konflik kepentingan penggunaan air, baik pada pemanfaat yang sejenis misalnya antar petani dalam satu sistim irigasi , akan tetapi juga konflik antar sektor pengguna dan antar wilayah.Terlebih saat ini, pengelolaan air di Bali sangat senjang. Industri pariwisata mendapatkan pasokan air bersih sangat berlimpah, sementara rumah tangga mendapatkan jatah yang sangat sedikit. Di sisi lain pasokan air bersih tersebut mengambil jatah pengairan lahan pertanian. Tindakan ini terbukti menimbulkan konflik antar petani dengan perusahaan air minum dan bahkan bisa menjurus ke arah konflik horizontal petani antar petani. Konflik atas air ini pernah terjadi di Subak Yeh Gembrong dengan perusahaan air minum daerah (PDAM) di Yeh Gembrong, Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih dengan pihak swasta di Jatiluwih, Penebel, Kabupaten Tabanan. Konflik perebutan air Telaga Tunjung antara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) TabananBila pengelolaan sumber daya air di Bali tidak segera dibenahi, tidak tertutup kemungkinan konflik seperti diatas akan makin massif dan meluas. Pemerintah daerah harus segera keluar dari sistem pengelolaan air yang berada pada aras pelayanan industri pariwisata secara membabi buta sebagaimana yang dipraktekan selama ini. Pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dan dikelola secara sentralistis politik hanyalah akan berujung kepada posisi rakyat yang semakin lemahSepatutnya pemerintah daerah memulai melakukan upaya-upya memperkuat posisi masyarakat lokal dalam memegang hak pengelolaan air. Pembangunan yang lebih mementingkan pada institusi modern dan formal, hanya akan memarjinalkan masyarakat lokal yang selama ini sudah memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber air yang ada. Terlebih sejak diterbitkan UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air yang mendorong privatisasi air, semakin mempecepat pergeseran air menjadi komoditas ekonomi (economic goods).Dapat dibayangkan selain mengancam krisis air bagi rumah tangga, maka keadaan implikasi dari perubahan tersebut akan menjadikan posisi petani/rakyat masih sangat rentan dalam menghadapi konflik penggunaan air yang akan semakin tajam. Lalu kalau sudah demikian buat apa investasi pariwisata jika hanya menguras mata air dan merubahnya menjadi airmata?