bayu skripsi (Repaired)

132
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya yang mempunyai peran sangat penting dalam menunjang perkembangan sosial dan ekonomi suatu wilayah. Berbagai aktivitas manusia, seperti usaha pertanian, perikanan, rumah tangga dan industri, senantiasa memerlukan dukungan sumberdaya air yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Pertanian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat tergantung pada ketersediaan air, sedangkan ketersediaan air dipengaruhi oleh iklim dan faktor-faktor lingkungan seperti: keadaan topografi, sifat tanah, tinggi tempat, dan lain sebagainya. Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang menyebabkan adanya musim kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau curah hujan yang turun sangat sedikit sehingga ketersediaan air juga terbatas, sedang pada musim penghujan curah hujan sangat tinggi sehingga ketersediaan air tercukupi atau bahkan melimpah. Pada tahun-tahun tertentu sering dijumpai musim kemarau yang sangat panjang yang menyebabkan ketersediaan air menjadi langka sehingga lahan- lahan pertanian menjadi kering dan tanaman yang dibudidayakan menjadi mati (puso) ataupun hasil yang diperoleh sangat rendah. Selain itu pada tahun-tahun tertentu juga dijumpai musim hujan yang sangat panjang yang menyebabkan ketersediaan air melimpah sehingga menyebabkan 1

Transcript of bayu skripsi (Repaired)

Page 1: bayu skripsi (Repaired)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya yang mempunyai peran sangat penting dalam

menunjang perkembangan sosial dan ekonomi suatu wilayah. Berbagai aktivitas

manusia, seperti usaha pertanian, perikanan, rumah tangga dan industri, senantiasa

memerlukan dukungan sumberdaya air yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian

sebagai petani. Pertanian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat

tergantung pada ketersediaan air, sedangkan ketersediaan air dipengaruhi oleh iklim dan

faktor-faktor lingkungan seperti: keadaan topografi, sifat tanah, tinggi tempat, dan lain

sebagainya.

Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang menyebabkan adanya

musim kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau curah hujan yang turun sangat

sedikit sehingga ketersediaan air juga terbatas, sedang pada musim penghujan curah

hujan sangat tinggi sehingga ketersediaan air tercukupi atau bahkan melimpah. Pada

tahun-tahun tertentu sering dijumpai musim kemarau yang sangat panjang yang

menyebabkan ketersediaan air menjadi langka sehingga lahan-lahan pertanian menjadi

kering dan tanaman yang dibudidayakan menjadi mati (puso) ataupun hasil yang

diperoleh sangat rendah. Selain itu pada tahun-tahun tertentu juga dijumpai musim

hujan yang sangat panjang yang menyebabkan ketersediaan air melimpah sehingga

menyebabkan lahan pertanian menjadi terendam banjir yang mengakibatkan gagal

panen. Keberadaan sarana pengairan seperti saluran irigasi memang sangat membantu

dalam pengelolaan air, akan tetapi yang paling penting adalah ketersediaan air. Tanpa

air, saluran irigasi tidak akan ada fungsinya.

Kecamatan Sambi adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali yang

mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Sebagian besar dari mereka

menanam padi sebagai komoditas utamanya. Sebagian wilayah pertaniannya merupakan

daerah irigasi dan sebagian lainnya merupakan daerah tadah hujan. Sumber irigasi di

kecamatan ini berasal dari mata air Tlatar yang dan dari Waduk Cengklik. Sedangkan

daerah tadah hujan hanya akan mendapat air apabila musim penghujan saja dan pada

musim kemarau lahan tadah hujan tersebut dibiarkan bero begitu saja, kalaupun

1

Page 2: bayu skripsi (Repaired)

ditanami, hanya dapat ditanami tanaman singkong saja. Sehingga kalau dilihat secara

sekilas kondisi perekonomian di daerah yang beririgasi sedikit lebih baik.

Irigasi menempati posisi yang sangat penting di banyak negara. Ia penting dalam

kaitannya dengan produksi pertanian dan pasokan bahan makanan, dengan pendapatan

penduduk desa, dengan investasi negara untuk pembangunan desa, dan sering dengan

pengeluaran negara yang terus menerus untuk sektor pertanian. Namun demikian,

ketidak-puasan terhadap keragaan proyek-proyek irigasi di negara-negara sedang

berkembang sangat meluas. Sementara proyek-proyek irigasi biasanya diharapkan

sebagai mesin pertumbuhan sektor pertanian, proyek-proyek ini secara khas mempunyai

keragaan dibawah potensi yang sebenarnya (Small dan Svedsen, 1995).

Irigasi sejak Pelita I telah dikembangkan seiring dengan program pemerintah

untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras. Terjaminnya penyediaan air

irigasi memiliki arti penting dalam produksi padi karena bibit unggul, pupuk, pestisida

dan cara cocok tanam yang baik akan memberikan hasil tinggi jika irigasinya cukup

tersedia dan pemberian air dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Disamping itu

juga bermanfaat dalam memperluas areal tanam, menambah jumlah tanaman per tahun

dan meningkatkan produktivitas lahan per hektar (Suparmoko, 1980).

Usaha pemerintah untuk mencapai tujuan dalam produksi beras dilakukan

dengan intensifikasi produksi padi dan tanaman pangan lain dengan menerapkan

teknologi baru dan pemanfaatan lahan potensial untuk meningkatkan produksi. Dalam

pencapaian tujuan tersebut, pemerintah telah melakukan investasi untuk pengembangan

dan rehabilitasi jaringan irgasi, pembinaan pegelolaan irigasi serta penyediaan sarana

produksi modern (Hamdani, 1993).

Kinerja pengelolaan air irigasi pada level usahatani sangat beragam dengan

alokasi air irigasi yang masih jauh dari optimal. Praktek-praktek pemberian air irigasi

untuk usahatani masih cenderung boros, sementara itu kehilangan air di saluran irigasi

masih sangat tinggi. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama realisasi areal

tanam dan realisasi areal panen khususnya pada mk (musim kering) I dan terlebih mk

(musim kering) II sangat rendah. Hal itu disebabkan jadwal dan pola tanam yang

disusun cenderung rutin, kurang memperhatikan dinamika iklim dimana dijumpai

tahun-tahun basah dan tahun-tahun kering. Kecenderungan seperti itu muncul karena

potensi sumberdaya air yang dapat dipergunakan diasumsikan kuantitas dan polanya

2

Page 3: bayu skripsi (Repaired)

mantap. Akibatnya sering terjadi kegagalan panen akibat kekeringan atau sebaliknya

kebanjiran, yang pada gilirannya menyebabkan produksi yang diperoleh lebih rendah

dari potensialnya. Implikasi kebijakannya adalah pentingnya penyusunan jadwal dan

pola tanam pada berbagai kondisi yaitu tahun-tahun normal, Elnino (tahun kering), dan

Lanina (tahun basah), sesuai peramalan (Saptana,2000).

Dari hasil analisis masalah pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa, secara

umum dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan air untuk rumah tangga, perkotaan,

industri, dan pertanian mengalami peningkatan yang signifikan. Pertambahan penduduk

dan aktivitas perekonomian di satu sisi berdampak pada peningkatan kebutuhan

air,namun disisi lain juga berdampak pada perubahan tata guna lahan yang

mengakibatkan perubahan perilaku hidrologis. Adanya perubahan perilaku hidrologis

tersebut menyebabkan perubahan pola ketersediaan air. Kondisi ini semakin diperparah

oleh menurunnya daya dukung lingkungan akibat kerusakan lingkungan. Hal tersebut

juga meningkatkan potensi banjir yang akan mengancam keberlanjutan infrastruktur di

Pulau Jawa yang dibangun dengan investasi yang sangat besar. Pada tahun 2003, sekitar

77 persen kabupaten/kota di Pulau Jawa mengalami defisit air dan diperkirakan

meningkat menjadi 78,4 persen pada tahun 2025 (Anonim,2008).

B. Permasalahan

Kegiatan pertanian merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan

ketersediaan air. Tanpa air, kegiatan pertanian tidak akan pernah dapat berjalan secara

optimal. Air dapat sampai ke lahan pertanian salah satu jalannya melalui saluran irigasi.

Air irigasi merupakan faktor produksi yang vital untuk mensukseskan kehidupan

tanaman, sehingga ketersediaannya secara kuntitas maupun kualitas sangat penting dan

menentukan keberhasilan pembangunan pertanian.

Menurut Asnawi (Varley, 1995) bahwa air irigasi tidak saja meningkatkan hasil

produksi per hektar secara langsung tetapi juga untuk memberikan respon tanaman

terhadap pupuk kimia. Varietas padi unggul akan lebih tinggi hasilnya jika diberi pupuk

kimia dengan dosis yang tepat, dan respon tanaman terhadap pupuk akan muncul jika

tersedia air irigasi.

Dari segi ekonomi, air (irigasi) merupakan salah satu faktor produksi penting

dalam usahatani padi sawah, disamping lahan, modal (benih, pupuk, dan pestisida),

3

Page 4: bayu skripsi (Repaired)

tenaga kerja dan manajemen. Secara agronomis, benih padi varietas unggul sangat

responsif terhadap pemupukan, dengan syarat apabila tersedia air yang cukup. Hal ini

berarti, tersedianya air yang cukup akan mampu meningkatkan produktivitas padi

sawah. Peningkatan produktivitas terjadi apabila setiap satu satuan input variabel akan

menghasilkan output yang lebih tinggi. Secara teoritis, hal ini berarti akan terjadi

pergeseran fungsi produksi ke atas. Peningkatan produktivitas diharapkan akan mampu

meningkatkan pendapatan petani padi sawah, yang pada gilirannya akan mampu

meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya, serta masyarakat desa pada

umumnya.

Untuk sawah yang mempunyai sistem pengairan teknis masalah ketersediaan air

bukanlah menjadi masalah yang besar, tergantung bagaimana petani mengelola air yang

diterima saja, akan tetapi tidak semua lahan pertanian mendapatkan atau terjangkau

pasokan air irigasi untuk mengairi sawahnya, untuk lahan pertanian atau sawah tadah

hujan ketersediaan air hanya diperoleh dari curahan air hujan saja. Akibatnya untuk

petani pada sawah tadah hujan tidaklah leluasa mengolah atau menanami lahannya

sebagaimana yang terjadi pada sawah irigasi, sering terjadi apabila terjadi perubahan

iklim atau hujan tidak turun dalam jangka waktu yang lama sering terjadi kegagalan

panen, yang pada akhirnya menyebabkan produksi yang diperoleh lebih rendah dari

potensialnya. Berdasarkan uraian yang disampaikan diatas terdapat permasalahan yang

muncul antara lain sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh perbedaan ketersediaan air irigasi terhadap pola tanam yang

dilakukan petani?

2. Bagaimana pengaruh perbedaan ketersediaan air irigasi terhadap produktivitas dan

pendapatan petani?

3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi produksi dan pendapatn petani?

C. Tujuan

1. Mengetahui perbedaan pola tanam akibat perbedaan ketersediaan air irigasi.

2. Mengetahui perbedaan produktivitas dan pendapatan petani akibat perbedaan

ketersediaan air irigasi.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan petani.

4

Page 5: bayu skripsi (Repaired)

D. Kegunaan

1. Bagi peneliti, sebagai pengembangan pola pikir dan syarat untuk mendapatkan gelar

sarjana.

2. Bagi petani, sebagai bahan acuan untuk mengatasi masalah perbedaan ketersediaan

air irigasi dan pentingnya penyusunan pola tanam pada berbagai kondisi irigasi yaitu

irigasi teknis dan irigasi nonteknis / tadah hujan, agar tidak menimbulkan kerugian

produksi dan pendapatan di masa yang akan datang.

3. Bagi pihak lain, sebagai masukan atau referensi dalam mengembangkan penelitian

yang lebih lanjut.

5

Page 6: bayu skripsi (Repaired)

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Irigasi dapat didefinisikan sebagai intervensi manusia untuk memodifikasi

distribusi, antar ruang dan waktu, air yang terdapat dalm saluran alamiah, parit, saluran

pembuangan atau akuifer dan untuk memanipulasi seluruh atau sebagian air ini untuk

produksi tanaman pertanian. Definisi ini menekankan pentingnya aksi manusia dalam

memodifikasi distribusi alamiah air. Ia juga membatasi jenis-jenis aksi yang dimaksud

pada pengambilan dan penggunaan air yang sudah terkumpulkan secara alamiah

sebelum dieksploitasi (Small dan Svedsen, 1995).

Irigasi disini dipahami sebagai semua upaya untuk memberi air untuk tanaman

secara buatan dan sistematis, dan juga untuk membuang kelebihan air (walaupun tulisan

yang membahas tentang drainase di Indonesia sedikit sekali dan hanya dua yang

dimasukkan dalam kajian ini). Definisi ini mencakup aspek-aspek fisik dan

kelembagaan irigasi dan drainase, yang juga secara implisit diikuti hampir semua tulisan

yang dicermati. Adalah penting untuk dicatat bahwa masalah utama disini adalah

pasokan air untuk tanaman, bukan orang. Isu keadilan tidak inheren dalam definisi

irigasi disini. Ia juga tidak menjadi aspek penting dalam pemahaman irigasi dalam

literatur irigasi di Indonesia. Walaupun demikian, review ini memasukkan sedikit

publikasi yang ada yang memahami irigasi dalam konteks kemasyarakatan, ekonomi

dan politik yang lebih luas (Schrevel, 1998).

Umumnya air irigasi berasal dari sungai yang dibendung seperti dam,

bendungan atau bentuk lain yang seperti itu, kemudian disalurkan ke sawah-sawah

melalaui jaringan irigasi gravitasi. Sistem irigasi gravitasi ini dapat dibedakan atas tiga

jenis sistem, yakni: sistem irigasi teknis, semi teknis dan irigasi sederhana

Sistem irigasi teknis terdiri dari suatu bendungan yang dilengkapi sepenuhnya

dengan alat ukur dan kontrol air irigasi yang akan disalurkan ke saluran primer,

kemudian ke saluran sekunder. Pembangunan dan pemeliharaan sistem itu bendung

sampai ke saluran tersier adalah tanggung jawab Departemen Pekerjaan Umum ( DPU ),

sedang pembangunan dan pemeliharaan saluran tersier sampai ke sawah-sawah petani

menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah setempat.

6

Page 7: bayu skripsi (Repaired)

Sistem irigasi semi teknis juga mempunyai bendung dan alat kontrol, tetapi tidak

dilengkapi dengan alat ukur jumlah air yang disalurkan.hanya pembangunan bendung

yang menjadi tanggung jawab pemerintah (DPU), sedangkan pembangunan jaringan

lainnya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah setempat.

Sistem irigasi bukan teknis yang sering disebut sebagai irigasi sederhana atau

sistem irigasi rakyat atau sistem irigasi tradisional, merupakan semua irigasi gravitasi

yang tidak masuk dalam kedua sistem terdahulu. Pembangunan dan pemeliharaan

irigasi ini sepenuhnya dibiayai oleh masyarakat dan pemerintah setempat berdasarkan

azas gotong royong (Asnawi dan Shand, 1995).

Dalam banyak kasus, keputusan-keputusan yang dibuat pihak-pihak yang bukan

petani pemakai air itu sendiri yang membuat tonggak-tonggak sejarah dalam evolusi

irigasi di Indonesia. Kemungkinan pengecualian adalah para petani yang pertama kali

mengairi tanaman secara buatan. Para petani ini mestinya hidup beberapa abad yang

lalu, mungkin di Jawa, pulau yang sekaran mempunyai lahan beririgasi terluas, atau

Bali, dimana irigasi telah mencapai tahap perkembangan yang tinggi. Kondisi alamiah

untuk irigasi, bagaimanapun bisa sangat baik di pulau Sumatera, Sulawesi dan banyak

pulau-pulau kecil lainnya. Perkembangan evolusi irigasi di Indonesia selanjutnya dapat

dibagi menjadi fase-fase berikut ini (Schrevel, 1998):

a. Era irigasi prakolonial (1832), diperkirakan 1.5 juta ha lahan pertanian telah diairi

dengan sistem-sistem irigasi masyarakat setempat.

b. Periode irigasi kolonial (1832-1942), yang dimulai ketika struktur beton pertama

dibangun oleh otoritas Belanda dan berakhir pada pendudukan Jepang. Areal seluas

antara 0.8 dan 1.2 juta hektar diairi dengan irigasi di bawah arahan pemerintah

kolonial Belanda.

c. Periode tanpa perkembangan dan kemunduran (1942-1965). Selama periode masa

pendudukan Jepang, revolusi dan orde lama ini hanya sedikit atau tidak ada ekspansi

irigasi dan sistem-sistem yang ada mengalami kerusakan.

d. Fase rehabilitasi, ekspansi dan pemeliharaan (1965-1987). Fase ini berlangsung pada

masa-masa awal orde baru. Areal yang diairi irigasi pemerintah meningkat dua kali

lipat menjadi 2.4 juta hektar, sementara perhatian terhadap operasi dan pemeliharaan

irigasi juga meningkat.

7

Page 8: bayu skripsi (Repaired)

e. Periode kontemporer (sejak 1987) dimana ekspansi hampir terhenti dan isu-isu baru

seperti iuran irigasi mengemuka.

Berhasil tidaknya produksi beras tergantung pada beberapa faktor diantaranya

adalah faktor sosial, teknologi dan iklim. Iklim merupakan faktor yang sulit dikuasai,

faktor yang dapat dikuasai dan dikembangkan adalah faktor sosial dan teknologi

(Suparmoko, 1991). Sedangkan menurut Widodo (1986), faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat produksi padi dapat berupa lingkungan fisik, irigasi, tingkat

penggunaan input, teknik budidaya dan sosial ekonomi.

Tabel 2.1 Rata-rata Produksi Lahan Usahatani Padi tahun 1998/1999

Produktivitas lahan (kg/ha) Daerah irigasi Daerah non-irigasiRerata MT I 3033 2788Rerata MT II 2918 -

Dari tabel 2.1 dapat diketahui bahwa produktivitas musim tanam I di daerah irigasi

lebih besar daripada musim tanam I pada daerah non-irigasi. Data ini menunjukkan

bahwa produktivitas daerah irigasi lebih tinggi daripada non-irigasi karena pada daerah

non-irigasi petani hanya menanam padi satu kali setahun dengan padi lokal yang

berumur produksi 8 bulan sedangkan sisa waktunya bera sehingga produktivitasnya

lebih kecil (Mustaniroh, 2001).

Dampak sementara dari pembagunan jaringan irigasi adalah dapat memberikan

intensitas tanam padi bagi petani yang sebelumnya telah melakukan usahatani padi

sekali setahun dari 17 % untuk petani di daerah irigasi Selonjono sampai 100% untuk

petani di daerah irigasi Gempol. Disamping itu untuk petani yang sebelumnya telah

melakukan usahatani padi dua kali setahun di daerah Karang Ploso hanya memberikan

dampak peningkatan intensitas tanam padi sebesar 5% per tahun. Namun pembangunan

jaringan irigasi tersebut memberikan dampak yang nyata pada usahatani palawija dan

sayuran terutama ditunjukkan oleh peningkatan intensitas tanam per tahun di daerah

Simo (12%), Terong (48%), dan Selonjono (81%) ( Darwanto, 1999).

Sesuai dengan dampak pelaksanaan pembangunan jaringan irigasi terhadap pola

tanam dan intensitas penggunaan lahan seperti telah dijelaskan terdahulu maka

tampaknya proses pelaksanaan proyek ini rata-rata menyebabkan pula penurunan

produktivitas tanaman padi sekitar 25% dan cabai 30%. Produktivitas tanaman padi

menurun 5.7 ton per hektar pada periode sebelum proyek menjadi 5.2 ton per hektar

pada periode pelaksanaan proyek, sedangkan untuk cabai menurun dari 7.6 ton per

8

Page 9: bayu skripsi (Repaired)

hektar menjadi 5.5 ton per hektar. Namun demikian, produktivitas tanaman palawija

(seperti jagung, kacang tanah dan kedelai) dan sayuran (kacang panjang dan bawang

merah) ternyata mengalami peningkatan relatif tinggi. Selain itu dapat diketahui pula

bahwa periode pelaksanaan pembangunan jaringan irigasi tersebut para petani

melakukan usahatani alternatif untuk substitusi pendapatan keluarga yaitu dengan

melakukan penanaman tebu, ketela rambat, ketela pohon, tembakau dan rumput

kolonjono (pakan ternak) (Darwanto,1999).

Penelitian Mustaniroh (2001) megemukakan bahwa dari hasil perhitungan

pendapatan usaha tani didapatkan bahwa antar musim tanam I di daerah irigasi dan non-

irigasi nilai t-hitungnya (159.30) lebih besar dari t-tabel (2.358) pada tingkat kesalahan

1%. Nilai ini menunjukkan bahwa t-hitungnya nyata pada tingkat kepercayaan 99%

berarti pendapatan usahatani pada daerah irigasi lebih tinggi dibandingkan daerah non-

irigasi, dengan kata lain hipotesis telah terbukti. Pendapatan usaha tani musim tanam I

dan II di daerah irigasi didapatkan t-hitung (44.88) lebih besar daripada t-tabel (2.358)

pada tingkat kesalahan 1%. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai t-hitungnya nyata pada

tingkat kepercayaan 99%, berarti pendapatan usahatani musim tanam I lebih tinggi

daripada musim tanam II di daerah irigasi.

B. Dasar Teori

1. Fungsi Produksi

Teori produksi sebagaimana teori perilaku konsumen merupakan teori pemilihan

atas berbagai alternatif. Dalam hal ini keputusan yang diambil oleh seorang produsen

dalam menentukan pilihan atas alternatif tersebut. Produsen mencoba memaksimumkan

produksi yang isa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar dapat dihasilkan

keuntungan yang maksimal (Sardjonopermono,1985).

Yang dimaksud dengan fungsi produksi ialah hubungan teknis antara faktor

produksi dan barang produksi yang dihasilkan dalam proses produksi. Dalam bentuk

umumnya fungsi produksi ini menunjukkan bahwa jumlah barang produksi tergantung

pada jumlah faktor produksi yang dipergunakan. Jadi barang produksi merupakan

variabel tidak bebas dan faktor produksi merupakan variabel bebas. Sebagai misal dari

suatu fungsi produksi ialah jumlah barang yang dihasilkan merupakan fungsi luas lahan

dan tenaga kerja. Pada umumnya dianggap bahwa lahan merupakan faktor produsi tetap

9

Page 10: bayu skripsi (Repaired)

dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang diubah-ubah atau variabel. Ini dapat

dituliskan sebagai berikut:

Q = f( K, L )

Q merupakan jumlah barang yang dihasilkan, T adalah modal, dan L adalah tenaga

kerja, sedangkan f merupakan hubungan fungsional antara jumlah barang yang

dihasilkan (Q), modal (K) dan tenaga kerja (L). Dalam bentuknya yang khusus fungsi

produksi dapat berbentuk linier ataupun tidak linier (Suparmoko,1990).

Fungsi produksi adalah suatu daftar yang memperlihatkan besarnya jumlah

barang dan jasa secara maksimum yang dapat dihasilkan oleh sejumlah masukan (input)

tertentu pada tingkat teknologi tertentu. Yang diartikan dengan masukan disini adalah

semua ongkos ekonomi yang terdiri dari berbagai faktor produksi dan bahan baku yang

diperlukan. Secara umum funsi produksi ini dapat ditulis dalam bentuk:

Q = f (X1, X2, ..., Xn)

Q adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dari Xi, i = 1, 2, ..., n adalah macam

masukan yang digunakan untuk menghasilkan Q. Hubungan antara Q dan Xi dapat

berbentuk garis lurus (linear) dan dapat pula bukan garis lurus seperti geometris,

polinomial dan sebagainya

Bentuk fungsi produksi yang paling sederhana dan lazim dijumpai dalam teori

ekomoni hanyalah dengan membedakan seluruh masukan menjadi dua kelompok yaitu

kelompok K (kapital) dan kelompok L (tenaga kerja). Hubungan antara Q dengan K dan

L dianggap tidak berbentuk garis lurus. Fungsi produksi ini diberi nama fungsi produksi

Cobb-Douglas. Bentuk umumnya adalah:

Q = AKaLb

a dan b adalah pangsa K dan L masing-masing serta A menunjukkan skala dari

perusahaan yang bersangkutan. Cobb dan Douglas menganggap a+b=1 yang disebut

sebagai skala perubahan hasil tetap (constant return to scale)(Syahruddin, 1990).

Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk

mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan:

1. berapa output yang harus diproduksikan, dan

2. berapa dan dalam kombinasi bagaimana faktor-faktor produksi (input)

dipergunakan.

10

Page 11: bayu skripsi (Repaired)

Untuk menyederhanakan pembahasan secara teoritis, dalam menentukan

keputusan tersebut digunakan dua asumsi dasar:

1. bahwa produsen atau pengusaha selalu berusaha mencapai keuntungan yang

maksimum, dan

2. bahwa produsen atau pengusaha beroperasi dalam pasar persaingan sempurna.

Dalam teori ekonomi, setiap proses produksi mempunyai landasan teknis yang

disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang

menunjukkan hubungan fisik atau teknis antara jumlah faktor-faktor produksi yang

dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa

memperhatikan harga-harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun harga produk.

Secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan:

Y = f (X1, X2, X3, ……….., Xn) ; dimana Y = tingkat produksi (output)

yang dihasilkan dan X1, X2, X3, ……, Xn adalah berbagai faktor produksi

(input) yang digunakan. Fungsi ini masih bersifat umum, hanya bisa menjelaskan

bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi yang

dipergunakan, tetapi belum bisa memberikan penjelasan kuantitatif mengenai hubungan

antara produk dan faktor-faktor produksi tersebut. Untuk dapat memberikan penjelasan

kuantitatif, fungsi produksi tersebut harus dinyatakan dalam bentuknya yang spesifik,

seperti misalnya:

a. Y = a + bX ( fungsi linier)

b. Y = a + bX – cX2 ( fungsi kuadratis)

c. Y = AX1bX2cX3d atau Q = AX1b1X2

b2...Xnbn ( fungsi Cobb-Douglas), dan lain-lain.

Dalam teori ekonomi, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada suatu

hukum yang disebut : The Law of Diminishing Returns (Hukum Kenaikan Hasil

Berkurang). Hukum ini menyatakan bahwa apabila penggunaan satu macam input

ditambah sedang input-input yang lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan

dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik, tetapi

kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambahkan (Soejono, 2004).

2. Konsep Pendapatan Usahatani

11

Page 12: bayu skripsi (Repaired)

Usahatani merupakan suatu kegiatan memproduksi produk pertanian yang

bertujuan untuk memperoleh pendapatan semaksimal mungkin. Pendapatan usahatani

diperoleh dari selisih biaya yang dikeluarkan oleh usahatani dengan penerumaan yang

diperoleh dari usaha tani. Analisis pendapatan usahatani menggambarkan keadaan

usahatani pada saat tertentu, dapat merupakan keadaan sekarang, masa lalu ataupun

perencanaan untuk masa yang akan datang. Analisis pendapatan usahatani dapat

digunakan oleh petani untuk mengukur keberhasilan usahataninya.

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara nilai produksi dengan semua

biaya usahatani yang benar-benar dikeluarkan. Secara teknis, pendapatan bersih

usahatani dihitung dari pengurangan antara jumlah penerimaan dan biaya yang

dikeluarkan dalam proses produksi (Soeharjo,1973). Penerimaan usahatani disebut

sebagai pendapatan kotor dan selanjutnya dihiting dari jumlah produk dikalikan harga

per satuan atau dapat dirumuskan:

TR = Y.Py

Keterangan:

Tr : jumlah penerimaan

Y : produk

Py : harga produk per satuan

3. Konsep Biaya

Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-

faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh

perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu,

yaitu (1) jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat

mengalami perubahan dan (2) jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian

faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Dalam bab ini

hanya dibahas biaya produksi jangka pendek.

Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu (1) Biaya tetap

(fixed cost) dan (2) Biaya variabel (variable cost). Dalam analisis biaya produksi perlu

memperhatikan (1) Biaya produksi rata-rata : yang meliputi biaya produksi total rata-

rata, biaya produksi tetap rata-rata, dan biaya variabel rata-rata; dan (2) Biaya produksi

marjinal, yaitu tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu

unit produksi.

12

Page 13: bayu skripsi (Repaired)

Dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, biaya produksi

dapat dibagi ke dalam (Soejono, 2004):

(1) Biaya Total (Total Cost = TC). Biaya total adalah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan produksi.

TC = TFC + TVC

Keterangan: TFC = total fixed cost; dan TVC = total variable cost.

(2) Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost = TFC). Biaya tetap total adalah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah

jumlahnya. Sebagai contoh : biaya pembelian mesin, membangun bangunan pabrik,

membangun prasarana jalan menuju pabrik, dan sebagainya.

(3) Biaya Variabel Total (Total Variable Cost = TVC). Biaya variabel total adalah

keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi variabel.

Contoh biaya variabel : upah tenaga kerja, biaya pembelian bahan baku, pembelian

bahan bakar mesin, dan sebagainya.

(4) Biaya Tetap Rata-Rata (Average Fixed Cost = AFC). Biaya tetap rata- rata adalah

biaya tetap total dibagi dengan jumlah produksi.

AFC =TFC

Q

Keterangan : Q = tingkat output

(5) Biaya Variabel Rata-Rata (Average Variable Cost = AVC). Biaya variabel rata-rata

adalah biaya variabel total dibagi dengan jumlah produksi.

AVC = TVC

Q

(6) Biaya Total Rata-Rata ( Average Total Cost = AC). Biaya total rata-rata adalah

biaya total dibagi dengan jumlah produksi.

AC = TCQ

atau AC = AFC + AVC.

(7) Biaya Marginal ( Marginal Cost =MC). Biaya marginal adalah tambahan biaya

produksi yang digunakan untuk menambah produksi satu unit.

MC = ∆ TC∆ Q

Keterangan : Δ TC = selisih / perubahan biaya total dan ΔQ = selisih / perubahan

tingkat input.

13

Page 14: bayu skripsi (Repaired)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya dan Pendapatan Usahatani

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah

kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi kedalam dua golongan sebagai

berikut (Suratiyah, 2006).

a. Faktor Internal dan Faktor Eksternal

Dari gambar 4.1 terlihat bahwa faktor internal maupun faktor eksternal akan

bersama-sama emmpengruhi biaya dan pendapatan usahatani. Ditinjau dari segi umur,

semakin tua akan semakin berpengalaman sehingga semakin baik dalam mengelola

usahataninya. Namaun, disisi lain semakin tua semakin menurun kemampuan fisiknya

sehingga semakin memerlukan bantuan tenaga kerja, baik dalam keluarga maupun dari

luar keluarga. Pendidikan, terutama non-formal misalnya kursus kelompok tani,

penyuluhan, demplot, studi banding dan pertemuan selapanan akan membuka cakrawala

petani, menambah ketrampilan dan pengalaman petani dalam mengelola usahataninya.

Hal ini sangat diperlukan mengingat sebagian besar petani berpendidikan formal

rendah.

Jumlah tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh langsung pada biaya.

Semakin banyak menggunakan yenaga kerja keluarga maka semakin sedikit biaya yang

dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Petani lahan sempit dengan

tenaga kerja keluarga yang tersedia, dapat menyelesaikan pekerjaan usahataninya tanpa

menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang diupah. Dengan demikian, biaya per

usahatani menjadi rendah, namun jika lahan garapan lebih luas maka belum tentu tenaga

kerja keluarga mampu mengerjakan semuanya. Modal yang tersediaberhubungan

langsung dengan peran petani sebagai manajer dan juru tani dalam mengelola

usahataninya. Jenis komoditas yang akan diusahakan tergantung modal karena ada

komoditas yang padat modal sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk

mengusahakannya

Faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal, yaitu

ketersediaan dan harga. Lain halnya dengan faktor internal yang pada umumnya dapat

diatasi oleh petani. Faktor ketersediaan dan harga faktor produksi benar-benar tidak

dapat dikuasai oleh petani sebagai individu berapapun dana tersedia. Namun, jika faktor

produksi berupa pupuk tidak tersedia atau lagka di pasaran maka petani akan

mengurangi penggunaan faktor produksi. Demikian pula jika harga pupuk sangat tinggi

14

Page 15: bayu skripsi (Repaired)

bahkan tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya, produktivitas, dan

pendapatan usahatani.

Demikian pula dari segi produksi (output). Jika permintaan akan produksi tinggi

maka harga di tingkat petani tinggi pula sehingga dengan biya yang sama petani akan

memperoleh pendapatan yang tinggi pula. Sebaiknya, jika petani telah berhasil

meningkatkan produksi, tetapi harga turun maka pendapatan akan turun pula. Dari

Gambar 2.1 tersebut jelas bahwa secara bersama-sama faktor internal dengan faktor

eksternal akan berpengaruh pada biaya dan pendapatan usahatani.

Gambar 2.1 Faktor Internal dan Faktor Eksternal

b. Faktor Manajemen

Disamping faktor internal dan faktor eksternal maka manajemen juga sangat

mementukan. Dengan faktor internal tertentu maka petani harus dapat mengantisipasi

faktor ekternal yang selalu berubah-ubah dan tidak sepenuhnya dapat dikuasai. Petani

sebagai manajer harus dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan

ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang optimal. Petani

sebagai juru tani harus dapat melaksanakan usahataninya dengan sebaik-baiknya, yaitu

15

Faktor Internal

1. Umur petani2. Pendidikan, pengalaman,

pengetahuan dan keterampilan

3. Jumlah tenaga kerja keluarga

4. Modal

Biaya dan Pendapatan

Faktor Eksternal

1. Input:a. Ketersediaan b. Harga

2. Output:a. Permintaan b. harga

Usahatani

Page 16: bayu skripsi (Repaired)

penggunaan faktor produksi dan tenaga kerja secara efisien sehingga akan diperoleh

manfaat yang setinggi-tingginya.

Dalam pelaksanaannya sangat diperlukan berbagai informasi tentang kombinasi

faktor produksi dan informasi harga baik harga faktor produksi maupun produk. Dengan

bekal informasi tersebut petani dapat segera mengantisipasi perubahan yang ada agar

tidak salah pilih dan merugi.

5. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan, maka dapat disusun suatu

kerangka pemikiran bahwa pada dasarnya kegiatan pertanian sangat tergantung kepada

ketersediaan air terutama air irigasi yang diharapkan dapat memasok kebutuhan air

untuk pertanian sepanjang tahun secara terus-menerus. Ketersediaan air irigasi sangat

tergantung pada sumber air irigasi tersebut, pada umumnya air irigasi tersebut berasal

dari sungai yang bersumber dari danau atau waduk buatan yang memang sengaja dibuat

untuk kepentingan pertanian. Keberadaan air pada danau atau waduk buatan sangat

tergantung pada curah hujan yang turun. Pada saat curuh hujan sedang tinggi debit air

waduk atau danau sangat melimpah yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir pada

daerah aliran sungai yang bersumber dari waduk atau danau tersebut. Akan tetapi saat

musim kemarau yang panjang dengan curah hujan yang sedikit sekali debit air waduk

atau danau tersebut dapat sangat sedikit atau bahkan kering yang berakibat terhentinya

pasokan air untuk irigasi. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kegiatan pertanian

yang mengandalkan kebutuhan airnya dari air irigasi yang berasal dari danau atau

waduk tersebut. Pengaruh tersebut akan terlihat pada tingkat keberhasilan usahatani

seperti intensitas tanam, pola tanam, produksi dan produktivitas yang selanjutnya akan

berpengaruh terhadap pendapatan petani yang diperoleh dari usahataninya.

16

Lahan tadah hujanLahan Irigasi

Page 17: bayu skripsi (Repaired)

produktivitas

keuntungan

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Untuk dapat berproduksi, masing-masing lahan/sawah, yaitu sawah beririgasi

dan sawah tadah hujan, menggunakan berbagai input usahatani. Produksi pada masing-

masing lahan berupa padi dan non padi. Dari produksi yang dapat diperoleh nilai

pendapatan petani dengan cara menghitung selisih antara nilai produksi (total

penerimaan) dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan input produksi.

Produksi pada masing-masing lahan diduga dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah benih,

jumlah pupuk, jumlah pestisida, jumlah tenaga kerja, umur, tingkat pendidikan, dan

jumlah anggota keluarga. Sedangkan pendapatan petani diduga dipengaruhi oleh luas

lahan, harga benih, harga pupuk, harga pestisida, upah tenaga kerja, umur, pendidikan,

dan jumlah keluarga.

6. Hipotesis

17

Panggunaan input usaha tani

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Luas lahan Urea TSP Za Phonska Organik KCl Benih Pestisida Tenaga kerja Tingkat

pendidikan Umur Jumlah anggota

keluarga

Padiproduksi

Non padi

Padi pendapatan

Non padi

Profit= R-C

Page 18: bayu skripsi (Repaired)

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori, maka dalam penelitian ini

dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

a. Diduga bahwa produktivitas usahatani di daerah irigasi lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah tadah hujan.

b. Diduga bahwa pendapatan usahatani di daerah irigasi lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah tadah hujan.

c. Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi adalah luas lahan,

jumlah tenaga kerja, jumlah benih, jumlah pupuk, jumlah pestisida, umur,

tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, serta irigasi dan musim tanam

sebagai variabel dummy.

d. Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah luas

lahan, upah tenaga kerja, harga benih, harga urea, harga TSP, harga Za,

harga Phonska, harga pupuk organik, harga KCl, harga pestisida, umur,

tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, serta musim tanam dan

irigasi sebagai variabel dummy.

III. METODE PENELITIAN

18

Page 19: bayu skripsi (Repaired)

A. Metode Dasar

Pada penelitian dampak perbedaan pola ketersediaan air irigasi terhadap

produksi dan pendapatan petani di kecamatan Sambi kabupaten Boyolali pada dasarnya

digunakan metode dasar deskriptif analisis yaitu memusatkan diri pada pemecahan

masalah-masalah yang aktual yang ada pada masa sekarang. Data yang telah

dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surachmad,

1990).

B. Metode Pengambilan Sampel

1. Sampel Daerah

Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu

pemilihan sampel berdasarkan atas pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan

penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sambi, Boyolali dengan pertimbangan

bahwa kecamatan tersebut mayoritas lahannya adalah lahan pertanian yang terbagi

menjadi daerah irigasi dan daerah tadah hujan.

2. Sampel Petani

Populasi penelitian adalah petani yang menggarap lahan irigasi dan petani yang

menggarap lahan tadah hujan. Pengambilan responden dilakukan secara stratified

random sampling dengan strata irigasi. Jumlah sampel yang dipakai sebanyak 40 petani

lahan irigasi dan 40 petani lahan tadah hujan.

C. Jenis Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis yaitu:

1. Data primer, merupakan data hasil wawancara dengan petani, penyuluh lapangan,

dan petugas kantor irigasi.

2. Data sekunder, dicatat dari kantor BPS, Balai Penyuluhan pertanian, kecamatan dan

instansi terkait.

D. Metode Pengumpulan Data

19

Page 20: bayu skripsi (Repaired)

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :

1. Metode observasi yaitu pengumpulan data dengan penelitin langsung terhadap objek

penelitian.

2. Metode wawancara yaitu pengumpulan data primer berdasar informasi kuesioner

langsung dari petani.

3. Metode pencatatan data yaitu pengumpulan data sekunder dari instansi terkait

dengan penelitian ini yang diperlukan dalam analisis.

E. Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini dibatasi pada petani yang menggarap lahan irigasi dan yang

menggarap lahan tadah hujan pada periode atau rentang waktu yang sama yaitu pada

jangka waktu 1 tahun tanam.

2. Produksi dan pendapatan petani dalam penelitian ini hanya dibatasi pada komoditas

tanaman semusim yang ditanam pada masing-masing lahan beririgasi dan tadah

hujan.

3. Produksi dan pendapatan petani yang dihitung adalah pada saat kondisi normal yaitu

saat produksi bebas dari serangan hama yang hebat dan tidak sedang dilanda

bencana alam.

F. Definisi dan Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah :

1. Lahan irigasi dan lahan tadah hujan atau kering pada tahun atau periode yang sama

(Ha).

2. Produksi yaitu produksi pertanian pada lahan irigasi dan lahan tadah hujan atau

kering pada tahun atau periode yang sama (Kg).

3. Pendapatan yaitu pendapatan dari sektor pertanian pada lahan irigasi dan lahan

tadah hujan atau kering pada tahun atau periode yang sama (Rp).

4. Intensitas tanam yaitu frekuensi penanaman selama setahun tanam lahan irigasi dan

lahan tadah hujan atau kering pada tahun atau periode yang sama (%).

5. Luas lahan usahatani yaitu luas lahan garapan yang diusahakan (ha).

6. Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang digunakan pada masing-masing tahun,

diukur dalam hari kerja setara pria (HKOP).

20

Page 21: bayu skripsi (Repaired)

7. Jumlah pupuk yaitu sejumlah pupuk yang dipakai oleh petani pada masing-masing

tahun diukur dalam kg.

8. Benih yaitu sejumlah benih yang dipakai pada masing-masing tahun yang diukur

dalam kg.

9. Pestisida yaitu jumlah pestisida yang dipakai pada masing-masing tahun yang

diukur dalam lt, kg.

10. Harga output yaitu harga komodi pertanian yang ditanam, ditingkat petani dalam

Rp/kg.

11. Harga input yaitu harga pembelian pupuk, pastisida, benih dan tenaga kerja luar

keluarga pada masing masing tahun dalam Rp/kg, Rp/HKO

G. Metode Analisis

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan analisis sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaaan pola tanam pada masing-masing lahan digunakan

analisis tabel yaitu dengan membandingkan pola tanam pada lahan irigasi dan pada

lahan tadah hujan.

2. Untuk mengetahui perbedaaan produktivitas dan pendapatan petani pada masing-

masing lahan digunakan analisis tabel yaitu dengan membandingkan produktivitas

dan pendapatan petani pada lahan irigasi dan pada lahan tadah hujan atau kering.

Untuk kemudian dilakukan uji t, untuk mengetahui ada tidaknya beda nyata

produktivitas dan pendapatan petani.

3. Untuk faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi dan pendapatan usaha tani,

dengan Cobb-Douglas yaitu output sebagai variabel dependen dan input sebagai

variabel independen.

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi, dengan model estimasi sebagai

berikut

LnY = LnA + ∑i=1

n

bi LnXi +∑i=1

n

di Di + µ

Keterangan :

Y = produksi

X1 = luas lahan

X2 = jumlah tenaga kerja

21

Page 22: bayu skripsi (Repaired)

X3 = jumlah benih

X4 = jumlah urea

X5 = jumlah TSP

X6 = jumlah Za

X7 = jumlah phonska

X8 = jumlah pupuk organik

X9 = jumlah KCl

X10 = umur

X11 = tingkat pendidikan

X12 = jumlah keluarga

A = intersep

b = parameter yang akan diamati

µ = faktor kesalahan

D-mt = variabel dummy musim tanam

D-irigasi = variabel dummy irigasi

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani, dengan model estimasi

sebagai berikut.

LnY = LnA + ∑i=1

n

bi LnXi +∑i=1

n

di Di + µ

Keterangan :

Y = pendapatan petani yang dinormalkan dengan harga output

X1 = luas lahan

X2 = upah tenaga kerja yang dinormalkan dengan harga output

X3 = harga benih yang dinormalkan dengan harga output

X4 = harga urea yang dinormalkan dengan harga output

X5 = harga TSP yang dinormalkan dengan harga output

X6 = harga Za yang dinormalkan dengan harga output

X7 = harga phonska yang dinormalkan dengan harga output

X8 = harga pupuk organik yang dinormalkan dengan harga output

X9 = harga KCl yang dinormalkan dengan harga output

X10 = umur

X11 = tingkat pendidikan

22

Page 23: bayu skripsi (Repaired)

X12 = jumlah keluarga

A = intersep

b = parameter yang akan diamati

µ = faktor kesalahan

D-mt = variabel dummy musim tanam

D-irigasi = variabel dummy irigasi

e = logaritma natural (e=2.718...)

H. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Untuk menguji hipotesis 1 yaitu produktivitas usahatani pada masing masing lahan,

digunakan uji perbedaan rata-rata.

Ho:Q (TI)≤Q (TH)

Ha:Q(TI)>Q(TH)

t hitung=

Q (TI )−Q(TH )

√S ² [ 1N 1

+ 1N 2

]

jika t hitung > t tabel berarti Ho ditolak, produktivitas pada lahan irigasi lebih

tinggi daripada lahan tadah hujan

jika t hitung ≤ t tabel berarti Ho diterima, produktivitas pada lahan irigasi lebih

kecil sama dengan lahan tadah hujan

Keterangan :

Q(TI) = produktivitas usahatani pada lahan irigasi

Q(TH) = produktivitas usahatani pada lahan tadah hujan

S² = varian gabungan parameter yang diestimasi

N1 = N2 = jumlah petani

t tabel =(n1+n2;α/2)

2. Untuk menguji hipotesis 2 yaitu pendapatan usahatani pada masing- masing tahun,

digunakan uji rata-rata dari pendapatan usahatani

Ho:R(TI)≤R (TH)

Ha:R(TI)>R(TH)

t hitung=

R (TI )−R(TH )

√S ² [ 1N 1

+ 1N 2

]

23

Page 24: bayu skripsi (Repaired)

jika t hitung > t tabel berarti Ho ditolak, pendapatan pada lahan irigasi lebih

tinggi daripada lahan tadah hujan

jika t hitung ≤ t tabel berarti Ho diterima, pendapatan pada lahan irigasi lebih

kecil sama dengan lahan tadah hujan

Keterangan :

R(TI) = pendapatan usahatani pada lahan irigasi

R(TH) = pendapatan usahatani pada lahan tadah hujan

S² = varian gabungan parameter yang diestimasi

N1 = N2 = jumlah petani

t tabel =(n1+n2;α/2)

3. Untuk menguji hipotesis 3 dan 4 yaitu Untuk mengetahui faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan petani, digunakan metode OLS

dengan melihat nilai adjusted R2, F test, dan t test. Bila diketahui koefisien regresi

dari dummy variabel hasilnya beda nyata dan positif atau negatif maka ada pengaruh

ketesediaan air irigasi terhadap produksi dan pendapatan petani.

Adjusted R2 = 1 – (1 – R2)

n−1n−k−1

Keterangan:n = banyak data, jumlah data

k = jumlah variabel atau jumlah parameter

Semakin tinggi nilai adjusted R2 (semakin mendekati 1) menujukkan bahwa daya

menjelaskan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas semakin besar.

Untuk menguji ada tidaknya pengaruh nyata antara semua variabel independen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen digunakan uji F dengan hipotesis

H0 : koefisien regresi tidak signifikan (βi = 0)

H1 : koefisien regresi signifikan (βi ≠ 0)

Nilai F dapat dihitung dalam bentuk koefisien determinasi sebagai berikut:

F hitung =

R2/ ( k−1 )(1−R2 )/ (n−k )

Keterangan:

R2 = koefisien determinasi

24

Page 25: bayu skripsi (Repaired)

n = jumlah sampel yang diambil

k = jumlah variabel yang diambil

F tabel = F{α /2 ; (k−1 ) , (n−k ) }

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut.

Ho ditolak jika F hitung > F tabel

Ho diterima jika F hitung < F tabel

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen

terhadap variabel dependen dilakukan dengan menggunakan uji t-statistik.

Rumusan hipotesis :

H0 : koefisien regresi tidak signifikan (βi = 0)

H1 : koefisien regresi signifikan (βi ≠ 0)

t hitung =

biSbi

Keterangan :

bi = koefisien regresi

Sbi = standar eror regresi

t tabel = (α; (k-1) ( n-1))

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut.

Ho ditolak jika t hitung > t tabel

Ho diterima jika t hitung < t tabel

25

Page 26: bayu skripsi (Repaired)

IV. KEADAAN UMUM DAERAH

A. Keadaan Umum Daerah

1. Letak Geografi dan Topografi

Kecamatan Sambi adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali. Sambi

berjarak 20 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali dan jarak Kecamatan

Sambi ke ibukota propinsi Jawa Tengah kurang lebih 70 km Secara keseluruhan

Kecamatan Sambi berada di dataran rendah. Batas-batas wilayah Kecamatan Sambi

adalah sebagai berikut :

Sebelah utara  : Kecamatan Simo

Sebelah timur  : Kecamatan Banyudono dan Teras

Sebelah selatan  : Kecamatan Ngemplak dan Nogosari

Sebelah barat  : Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

Wilayah administrasi Kecamatan Sambi terdiri dari 16 desa. Enam belas desa di

Kecamatan Sambi yakni :

a. Desa Glintang

b. Desa Jatisari

c. Desa Canden

d. Desa Senting

e. Desa Tempursari

f. Desa Sambi

g. Desa Demangan

h. Desa Kepoh

i. Desa jagoan

j. Desa Babadan

k. Desa Tawengan

l. Desa Catur

m. Desa Ngaglik

n. Desa Trosobo

o. Desa Cermo

26

Page 27: bayu skripsi (Repaired)

p. Desa Nglembu

Keadaan topografi Kecamatan Sambi merupakan dataran rendah dengan luas

3.456,951 ha dan terletak pada ketinggian antara 175-297 meter di atas permukaan laut.

Kondisi kemiringan tanah wilayah Kecamatan Sambi terbagi menjadi 3 (tiga) kondisi

daerah yang berbeda yaitu:

a. Darat sampai berombak : 81%

b. Berombak sampai bukit : 11%

c. Berbukit sampai bergunng :8%

Di wilayah Kecamatan Sambi juga terdapat sungai. Sungai tersebut adalah

Sungai Pepe yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar untuk keperluan irigasi dan

diambil bahan tambang yang terkandung di dalamnya. Bahan tambang berupa bahan

galian tipe C yang barupa pasir dan batu kali yang dimanfaatkan untuk bahan bangunan.

2. Keadaan Iklim

Iklim merupakan salah satu komponen alam yang sangat berpengaruh dalam

kehidupan makhluk hidup di bumi. Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka

waktu yang cukup lama minimal 30 tahun yang sifatnya tetap. Sedangkan cuaca sendiri

adalah keadaan atau kelakuan atmosfer pada waktu dan tempat tertentu yang sifatnya

berubah-ubah setiap waktu atau dari waktu ke waktu

Iklim merupakan faktor produksi tanaman yang penting, tetapi sangat sulit

dikendalikan. Akibatnya resiko produksi tanaman yang ditimbulkan oleh iklim kadang-

kadang relatif tinggi. Untuk memperkecil resiko tersebut beberapa gatra (aspect) seperti

penyesuaian terhadap iklim, subsitusi unsur-unsur iklim, modifikasi iklim dan prakiraan

musim perlu dipahami. Pertanian maju di waktu yang akan datang harus melaksanakan

berbagai gatra tadi bersama-sama, karena kemungkinan tidak ada lagi lahan yang

iklimnya benar-benar sesuai untuk suatu tanaman (Wisnubroto, 1996). Prakiraan musim

ini dapat dengan pendekatan meteorologis maupun fenologis:

a. Pendekatan meteorologis. Dalam pendekatan ini keadaan musim yang akan datang

diperkirakan dengan menggunakan keadaan unsur-unsur cuaca/ iklim yang lain.

Misalnya di Indonesia yang sekarang dilakukan oleh Badan Meteorologi dan

Geofisika.

27

Page 28: bayu skripsi (Repaired)

b. Pendekatan fenologis. Dalam pendekatan ini keadaan musim yang akan datang

diperkirakan dengan melihat gejala-gejala alam lain baik fisik maupun biologis,

misalnya pranata mangsa untuk suku Jawa.

Kecamatan Sambi memiliki Suhu maksimum 32 ºC dan suhu minimum sebesar

18 ºC. Menurut Smit dan Ferguson, tipe iklim di wilayah Kecamatan Sambi tipe C

dengan rata-rata curah hujan tahunan selama sepuluh tahun terakhir sebesar 2.003

mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 96 hari. Besarnya curah hujan selama 10 tahun

terakhir di Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali ditunjukkan dalam tabel 4.1

Tabel 4.1. Curah Hujan Tahunan di Kecamatan Sambi selama 10 tahun terakhirNo Tahun Curah hujan (mm/tahun) Hari Hujan1 1999 1950 852 2000 2461 963 2001 1769 994 2002 2648 1125 2003 2062 966 2004 1650 957 2005 2308 1138 2006 2065 1079 2007 1818 8510 2008 3064 117

Rata-rata 2003 94Sumber: Kecamatan Sambi dalam angka 2008

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa curah hujan dan jumlah hari hujan

selama 10 tahun terakhir (1997-2008) senantiasa mengalami perubahan tiap tahunnya.

Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 117, sedangkan yang

paling sedikit pada tahun 1999 dan 2007 yaitu 85 hari hujan. Curah hujan sangat

berfluktuasi dari tahun ke tahunnya, dengan rerata curah hujan tertinggi terjadi pada

tahun 2008 yaitu sebesar 3064 mm/tahun, dan rerata curah hujan terendah terjadi pada

tahun 2007 yaitu sebsesar 1818 mm/tahun.

3. Penggunaan Lahan

Luas Kecamatan Sambi adalah 4649,5 ha. Wilayah Kecamatan Sambi digunakan

untuk berbagai peruntukan lahan antara lain untuk: sawah, tegal/ladang, pemukiman,

lapangan, perkantoran pemerintah, dan fasilitas umum. Wilayah tersebut tersebar di 16

desa dan merupakan sumberdaya lahan yang sangat potensial untuk usaha pertanian,

28

Page 29: bayu skripsi (Repaired)

perkebunan dan kehutanan. Macam penggunaan lahan dan luas penggunaannya di

Kecamatan Sambi dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Penggunaan lahan di Kecamatan Sambi tahun 2008

No

Desa Luas Lahan (Ha)

Sawah Tegal Pekaranga

n Lain-lain Jumlah

1 Glintang 137,4 39,0 67,0 13,1 256,52 Jatisari 154,3 22,6 102,1 5,7 284,73 Canden 178,1 27,2 111,3 9,1 325,74 Senting 120,9 35,9 73,9 8,9 239,65 Tempursari 129,1 8,0 88,2 2,1 227,46 Sambi 142,0 21,9 146,3 11,8 322,07 Demangan 145,0 21,3 103,2 12,1 281,68 Kepoh 130,4 8,1 139,7 16,2 294,49 Jagoan 134,3 35,8 135,3 6,9 312,310 Babadan 161,7 44,4 107,2 6,7 320,011 Tawengan 165,7 37,4 83,9 7,6 294,612 Catur 142,5 17,9 88,7 7,0 256,113 Ngaglik 142,5 78,0 89,2 19,1 328,814 Trosobo 117,0 66,5 105,5 14,9 303,915 Cermo 65,0 78,7 136,6 10,7 291,016 Nglembu 139,4 34,1 119,7 16,7 309,9

Jumlah 2205,3 576,8 1697,8 168,6 4648,5Persentase (%) 47,4 12,4 36,5 3,6 100,0

Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa lahan di Kecamatan Sambi paling

banyak digunakan untuk lahan sawah dengan persentase sebesar 47%, kemudian untuk

pekarangan 35%, untuk tegal 12,4% dan untuk lain-lain yang meliputi pemukiman,

lapangan, perkantoran pemerintah, dan fasilitas umum sebesar 3,6%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Kecamatan Sambi merupakan daerah

pertanian. Sawah banyak digunakan untuk menanam tanaman pangan dan hortikultura,

baik sawah irigasi maupun sawah kering. Tegal atau kebun dan pekarangan banyak

dimanfaatkan untuk menanam buah-buahan dan tanaman perkebunan serta untuk

tanaman kayu.

29

Page 30: bayu skripsi (Repaired)

4. Keadaan Pertanian

a. Tata Guna Lahan

Tata guna lahan merupakan usaha untuk menata pemanfaatan lahan pertanian

agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan sesuai dengan jenis lahannya. Di

Kecamatan Sambi lahan pertanian dibagi menjadi 2 bagian yaitu lahan pertanian sawah

dan tanah kering, seperti yang disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Tata guna lahan pertanian di Kecamatan Sambi tahun 2008No Lahan pertanian Luas (ha) Persentase (%)1 Sawah 2205,2 47,42 Kering 2444,3 52,6

Total 4649,5 100,0Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pemanfaatan lahan pertanian di

Kecamatan Sambi sebesar 47,4 % digunakan untuk sawah, dengan padi sebagai

komoditas utamanya. Sawah yang terdapat di Kecamatan Sambi meliputi sawah dengan

irigasi dan sawah tanpa irigasi atau sawah tadah hujan, sedangkan 52,6 % lainnya

merupakan lahan kering yang dimanfaatkan untuk pekarangan/bangunan,

tegalan/kebun, kolam dan sebagainya dengan komoditas tanaman seperti ketela pohon,

kelapa, kedelai kunyit, kencur dan lain sebagainya.

b. Produksi Komoditas Pertanian

Produksi tanaman pangan dan hortikultura di Kecamatan Sambi secara

keseluruhan yang paling banyak adalah tanaman padi. Tanaman padi adalah komoditas

tanaman pangan utama yang dikembangkan di wilayah Kecamatan Sambi.

Tabel 4.4. Produksi tanaman pangan dan hortikultura di Kecamatan Sambi tahun 2008No Komoditas Jumlah produksi (ton)1 Padi 22406,02 Jagung 723,03 Ketela Pohon 9127,05 Kacang Tanah 211,06 Kedelai 125,07 Sayur-sayuran 2,18 Buah-buahan 6,5

Sumber : Data Sekunder Monografi Kecamatan Sambi tahun 2008

30

Page 31: bayu skripsi (Repaired)

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa komoditas pertanian di Kecamatan

Sambi terdiri atas beberapa komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Tanaman

pangan padi merupakan yang paling dominan sehingga hasilnya mampu mencapai

22406 ton. Tegal/kebun juga dapat dimanfaatkan untuk menanam palawija sehingga

komoditas jagung dan ketela pohon memiliki hasil yang tinggi pula, akan tetapi jenis

komoditas tersebut bukanlah komoditas utama yang di usahakan oleh petani di

Kecamatan Sambi. Tanaman buah-buahan juga dibudidayakan akan tetapi jumlahnya

terbatas, produksi buah-buahan di kecamatan Sambi mencapai 6,5 ton yang jumlah itu

didominasi oleh buah pisang dan sawo yang mencapai 12,4 ton.

Selain komoditas pertanian, di wilayah Sambi juga terdapat budidaya tanaman

perkebunan. Tabel 4.5. menjelaskan mengenai keadaan perkebunan di Kecamatan

Sambi.

Tabel 4.5. Produksi tanaman perdagangan komoditas perkebunan di Kecamatan Sambi 2008

No Komoditas Jumlah Produksi

1 Kelapa 200500,0 (butir)2 Kencur 587,5 (ton)

Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Komoditas perkebunan utama dari Kecamatan Sambi adalah kelapa yang

mampu mencapai produksi 200500 butir. Pohon kelapa adalah tanaman yang mudah

tumbuh di wilayah tersebut, hampir setiap pekarangan atau kebun terdapat pohon

kelapa. Sedangkan untuk komoditas empon-emponan separti kencur juga banyak

dibudidayakan walaupun hanya dalam skala luasan yang sedikit (± 31,9 ha). Untuk

produksi tanaman kencur bisa mencapai 587,5 ton.

c. Peternakan

Peternakan adalah usaha memelihara atau mengembangkan ternak dengan tujuan

memperoleh manfaat. Peternakan di Kecamatan Sambi umunnya dilakukan petani

sebagai usaha sampingan selain dari hasil bertani. Peternakan umumnya dilakukan

dalam skala rumah tangga, yang hasilnya digunakan sebagai tambahan pemasukan bagi

petani. Ternak bagi petani mempunyai beberapa fungsi antara lain menghasilkan pupuk

kandang dari kotorannya dan bibit ternak itu sendiri serta sebagai tabungan keluarga

yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak. Data

31

Page 32: bayu skripsi (Repaired)

kepemilikan ternak besar di Kecamatan Sambi tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 4.6

berikut.

Tabel 4.6. Data kepemilikan ternak besar di Kecamatan Sambi tahun 2008No Jenis Ternak Jumlah (ekor)

1 Sapi Potong 21852 Kerbau 1733 Kuda 154 Kambing 26077 Domba 625

Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sapi potong dan kambing merupakan

jenis ternak yang paling banyak di budidayakan oleh warga yaitu masing-masing

mencapai 2185 dan 2067 ekor. Peternakan tersebut dilakukan dalam skala rumah

tangga. Kebanyakan dari hewan-hewan ternak tersebut dijadikan semacam aset yang

dapat sewaktu-waktu dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak

seperti untuk biaya pendidikan anaknya, berobat ke dokter dan sebagainya. Mereka

tidak memperhitungkan untung rugi dari peternakan tersebut.

Sedangkan untuk jenis ternak kecil, masyarakat di Kecamatan Sambi

menguasahakan berbagai jenis unggas. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Data kepemilikan ternak kecil/unggas di Kecamatan Sambi tahun 2008

No Jenis Ternak Jumlah (ekor)1 Ayam Buras 407102 Ayam Ras Petelur 31833 Itik 41794 Burung Puyuh 11700

Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa jenis ternak kecil atau unggas yang

paling banyak di usahakan oleh warga adalah ayam buras yakni mencapai 40710 ekor.

Jenis ayam ini tidak di budidayakan dalam bentuk peternakan yang besar dan dimiliki

hampir oleh setiap warga, ayam ini diusahakan dalam skala rumah tangga yang hasilnya

dapat dijual sawaktu-waktu untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan jenis ayam yang di

budidayakan dalam bentuk peternakan besar adalah jenis ayam ras petelur, namun

itupun jumlahnya sedikit saja dan hanya beberapa warga saja yang mengusahakannya.

32

Page 33: bayu skripsi (Repaired)

Selain itu jenis burung puyuh juga diusahakan dalam bentuk peternakan besar dengan

hasil utamanya adalah telur puyuh.

5. Keadaan Penduduk

Penduduk adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu

dalam jangka waktu minimal satu tahun. Secara umun pertumbuhan dan perkembangan

penduduk dipengaruhi oleh empat komponen, yaitu natalitas, mortalitas imigrasi dan

emigrasi. Studi atau ilmu yang mempelajari tentang kependudukan terutama struktur

dan perkembangannya adalah demografi. Demografi adalah suatu studi mengenai

jumlah, distribusi teritorial dan komposisi penduduk, perubahan-perubahan yang

bertalian dengannya serta komponen-komponen yang menyebabkan perubahan yang

bersangkutan yang dapat diidentifikasi sebagai natalitas, mortalitas, gerak penduduk

teritorial dan mobilitas sosial (perubahan status).

Struktur penduduk di suatu wilayah dapat digolongkan menurut umur dan jenis

kelamin, agama, tingkat pendidikan dan mata pencaharian.

a. Struktur Penduduk Menurut Golongan Umur

Komposisi atau jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin sangat

diperlukan untuk mengetahui rasio ketergantungan (Burden Depency Ratio/BDR) yang

merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk tidak produktif dengan penduduk

produktif dalam persen (%). Mantra (1997) menyebutkan bahwa struktur penduduk

dipengaruhi oleh tiga variabel demografi yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Ketiga

variabel ini saling mempengaruhi antar satu dengan yang lain, kalau salah satu variabel

berubah. Faktor sosial ekonomi di suatu negara akan mempengaruhi struktur umur

penduduk lewat ketiga variabel demografi tersebut. Berdasarkan umurnya struktur

penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Umur 0 – 14 tahun dinamakan usia muda/usia belum produktif.

b. Umur 15 – 64 tahun dinamakan usia dewasa/usia kerja/usia produktif.

c. Umur 65 tahun keatas dinamakan usia tua/usia tak produktif/usia jompo

Pentingnya mengetahui struktur penduduk menurut umur adalah untuk dapat

menentukan produktivitas tenaga kerja. Struktur penduduk menurut jenis kelamin untuk

menentukan sex ratio serta perkiraan jumlah penduduk. Jika struktur penduduk dari

berbagai aspek dapat diketahui, maka diharapkan dapat dipakai sebagai landasan dalam

33

Page 34: bayu skripsi (Repaired)

menentukan kebijakan yang akan diambil. Distribusi penduduk di Kecamatan Sambi

menurut usia dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Distribusi penduduk menurut umur di Kecamatan Sambi tahun 2008No Tingkatan Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)1 0-4 3633 7,482 5-9 3979 8,193 10-14 4499 9,274 15-19 3733 7,695 20-24 3908 8,056 25-29 4001 8,247 30-34 4039 8,328 35-39 3284 6,769 40-44 3601 7,4210 45-49 3249 6,6911 50-54 2494 5,1312 55-59 2152 4,4313 60-64 2211 4,5514 >64 3747 7,72

Jumlah 48530 100,00Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.8, diketahui bahwa penduduk Sambi hampir merata untuk

setiap tingkatan umur, paling banyak pada tingkatan umur 10-14 tahun yang mencapai

9,27%, sedangkan yang paling sedikit adalah pada tingkatan umur 55-59 tahun yaitu

sebesar 4,43%. Berdasarkan tabel 4.7 dapat dihitung besarnya angka beban tanggungan

(Burden Depedency Ratio) yaitu dengan membandingkan banyaknya penduduk pada

usia produktif dengam penduduik pada usia non produktif. Penduduk usia produktif

terdapat pada tingkatan usia 15-64 tahun, sedangkan penduduk non produktif terdapat

pada tingkatan usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun keatas.

BDR =

P (0 -14 tahun )+ P (> 65 tahun )P (15 -64 tahun)

x100 %

=

12111 + 374736272

x100 %

= 48,54%

Keterangan :BDR : Burden Dependency Ratio atau Rasio Beban Ketergantungan

34

Page 35: bayu skripsi (Repaired)

P (0-14 tahun) : Jumlah penduduk usia 0-14 tahun, penduduk belum produktifP (15-64 tahun) : Jumlah penduduk usia 15-64 tahun, penduduk produktifP (>65 tahun) : Jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas, penduduk yang sudah

tidak produktif

Angka BDR Kecamatan Sambi sebesar 48,54%, hal itu menunjukkan bahwa

setiap 100 penduduk produktif harus menanggung sekitar 49 penduduk non produktif.

b. Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Struktur penduduk menurut jenis kelamin sangat penting digunakan untuk

menghitung sex ratio yaitu perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan

perempuan yang dinyatakan dalam persen. Menurut sumber Kecamatan Sambi dalm

angka tahun 2008 diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Sambi

berjumlah 24087 jiwa sedangkan untuk penduduk perempuan berjumlah 24443 jiwa.

Adapun perhitungan sex ratio Kecamatan Sambi sebagai berikut.

SR =

Jumlah penduduk laki-lakiJumlah penduduk perempuan

×100 %

SR =

2408724443 x 100 %

= 98,54%

Berdasarkan perhitungan sex ratio Kecamatan Sambi pada tahun diperoleh hasil

sebesar 98,54%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada setiap 100 penduduk wanita di

Kecamatan Sambi terdapat sekitar 98 penduduk laki-laki. Dengan kata lain jumlah

penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki sehingga penyediaan tenaga kerja

perempuan di Kecamatan Sambi lebih banyak dibandingkan penyediaan tenaga kerja

laki-laki.

c. Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk

mengetahui perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Apabila pada suatu daerah

tingkat pendidikannya sudah maju biasanya akan diikuti pula dengan kemajuan di

bidang lainnya yang pada akhirnya daerah tersebut akan lebih maju. Dengan pendidikan

maka pikiran akan lebih terbuka sehingga akan lebih mudah menyerap inovasi atau

teknologi baru yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai alat untuk memajukan

suatu daerah. Dengan pendidikan pula masyarakat dapat lebih cerdas dalam berfikir dan

35

Page 36: bayu skripsi (Repaired)

bertindak sehingga sangat menentukan maju tidaknya suatu daerah. Hal ini berbeda

dengan masyarakat yang mempunyai pendidikan rendah. Dengan pendidikan yang

rendah maka masyarakat sulit untuk menerima inovasi-inovasi baru yang ada. Sehingga

perkembangan suatu daerah dapat terhambat. Distribusi penduduk umur lima tahun

keatas menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Sambi dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi penduduk umur lima tahun keatas menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Sambi tahun 2008

No Tingkatan Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)1 Tidak / belum Tamat SD 15927 35,532 Tamat SD 12931 28,85

3 Tamat SLTP 7389 16,48

4 Tamat SLTA 7572 16,89

5 Akademi 449 1,01

6 Perguruan tinggi 579 1,02

Jumlah 44.819 100,00Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan Sambi usia

lima tahun keatas paling banyak tidak tamat atau belum tamat SD yaitu sebesar 35,53%,

kemudian diikuti penduduk dengan tamatan SD yaitu sebesar 28,85%. Sedangkan untuk

tamatan akademi dan perguruan tinggi jumlahnya sangat sedikit yaitu sekitar 1,01% dan

1,02% saja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pendidikan

sudah bagus tetapi masih agak jauh untuk dapat dikatakan maju.

d. Struktur Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Struktur penduduk menurut mata pencahariannya bertujuan untuk dapat

memberikan gambaran keadaan perekonomian di wilayah tersebut karena berkaitan

dengan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian lebih

baik biasanya akan diikuti pula dengan kesejahteraan yang lebih baik pula dibandingkan

dengan masyarakat lain yang bermata pencaharian dibawahnya. Distribusi penduduk

usia sepuluh tahun keatas menurut lapangan pekerjaan utama di Kecamatan Sambi

dapat dilihat pada tabel 4.10.

36

Page 37: bayu skripsi (Repaired)

Tabel 4.10. Distribusi penduduk usia sepuluh tahun keatas menurut lapangan pekerjaan utama di Kecamatan Sambi tahun 2008

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)1 Pertanian tanaman pangan 13227 32,322 Perikanan 10 0,203 Peternakan 307 0,754 Pertanian lainya 267 0,655 Industri pengolahan 3682 8,996 Perdagangan 1489 3,637 Jasa 1389 3,398 Angkutan 165 0,419 Lainnya 20382 49,81

Jumlah 40918 100,00Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa mata pencaharian sebagian besar

penduduk Kecamatan Sambi adalah petani. Hal ini disebabkan sebagian besar lahan di

Kecamatan Sambi merupakan sawah dan tegalan sehingga cocok untuk digunakan

sebagai lahan pertanian. Sedangkan penduduk yang bekerja di sektor industri

pengolahan jumlahnya relatif banyak yaitu sekitar 8,99%, sebagian besar dari mereka

bekerja sebagai buruh pabrik utamanya pabrik tekstil yang banyak terdapat di

Kabupaten Boyolali. Sebagian besar lainnya penduduk di Kecamatan Sambi bekerja

sebagai PNS, tentara, polisi, pensiunan dan lain sebagainya.

e. Struktur penduduk menurut agama

Agama adalah salah satu pegangan hidup manusia yang dapat memberikan

ketentraman batin bagi umatnya. Agama dan kepercayaan merupakan hak paling hakiki

dari setiap manusia yang kebebasanya diatur dalam UUD 1945. Agama merupakan

tuntutan hidup dunia dan akhirat bagi umatnya.

Tabel 4.11. Distribusi penduduk agama di Kecamatan Sambi tahun 2008No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)1 Islam 47677 98,312 Kristen 464 0,953 Katholik 355 0,734 Hindu -5 Budha -

Jumlah 48496 100,00Sumber: Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

37

Page 38: bayu skripsi (Repaired)

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di

Kecamatan Sambi memeluk agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya

bangunan masjid dan mushola yang ada hampir di setiap dukuh di wilayah Kecamatan

Sambi. Sedangkan sebagian kecil dari penduduk di Kecamatan Sambi memeluk agama

Kristen dan Katholik yaitu sebesar 0,95% dan0,73%.

6. Perkembangan Penduduk

Jumlah penduduk di suatu daerah umumnya berubah setiap tahunnya. Perubahan

penduduk dipengaruhi oleh adanya kelahiran, kematian, dan migrasi, sedangkan migrasi

terdiri dari imigrasi dan emigrasi. Perubahan penduduk biasanya dinyatakan sebagai

pertumbuhan atau perkembangan penduduk. Dalam perkembangan penduduk dikenal

beberapa istilah penting yaitu tingkat kelahiran kasar/Crude Birth Rate (CBR), tingkat

kematian kasar/Crude Death Rate (CDR), tingkat pertambahan penduduk alami/Natural

Population Increase (NPI), dan tingkat pertambahan penduduk yang

sebenarnya/Population Increase (PI).

Tabel 4.12. Jumlah Kelahiran, Kematian, Imigrasi, dan Emigrasi Penduduk Kecamatan Sambi tahun 2008.

No Keadaan Penduduk Jumlah (Jiwa)1 Kelahiran 3462 Kematian 2703 Imigrasi 894 Emigrasi 311

Sumber : Kecamatan Sambi dalam angka tahun 2008

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa perkembangan penduduk di

Kecamatan Sambi dipengaruhi oleh banyaknya kelahiran yaitu sebanyak 346 jiwa dan

emigrasi yaitu sebanyak 311 jiwa. Sedangkan kematian berjumlah 270 jiwa dan imigrasi

berjumlah 89 jiwa. Banyaknya jumlah penduduk yang pergi atau meninggalkan

Kecamatan Sambi mungkin banyak disebabkan karena alasan pekerjaan.

a. Tingkat Kelahiran

Tingkat kelahiran kasar/Crude Birth Rate (CBR) adalah banyaknya kelahiran

pada tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun yang dapat dirumuskan

sebagai berikut.

38

Page 39: bayu skripsi (Repaired)

CBR =

BPm × 100 %

Keterangan:CBR = tingkat kelahiran kasarB = jumlah kelahiran pada tahun tertentuPm = penduduk pada pertengahan tahun tertentu, yaitu jumlah penduduk awal tahun

ditambah penduduk akhir tahun dibagi dua

CBR =

34648603

× 100 % = 0,71%

Nilai CBR sebesar 0,71% ini menunjukkan bahwa dalam setiap 100 penduduk

tedapat 0,71 kelahiran. Hal ini berarti tingkat kelahiran di Kecamatan Sambi tergolong

rendah. Hal ini kemungkinan besar disebabkan keberhasilan program Keluarga

Berencana (KB), dan sudah tersedianya bedan desa di setiap desa di wilayah Sambi

b. Tingkat Kematian

Tingkat kematian kasar/Crude Death Rate (CDR) adalah banyaknya kematian

pada tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

CRD =

DPm X 100 %

Keterangan:CRD = tingkat kematian kasarD = jumlah kematian pada tahun tertentuPm = penduduk pada pertengahan tahun tertentu, yaitu jumlah penduduk awal tahun ditambah penduduk akhir tahun dibagi dua.

CDR =

27048603

x 100 % = 0,55%

Nilai CDR sebesar 0,55% menunjukkan bahwa dalam setiap 100 penduduk

terdapat 0,55 kematian. Ini berarti bahwa tingkat kematian di Kecamatan Sambi

tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena tingkat pemenuhan gizi dan kesehjatan

berjalan semakin baik.

39

Page 40: bayu skripsi (Repaired)

c. Tingkat Pertambahan Penduduk

Tingkat pertambahan penduduk dibagi dua yaitu:

1) Tingkat pertambahan penduduk alami (Natural Population Increase) merupakan

pertambahan penduduk yang hanya disebabkan oleh kelahiran dan kematian saja,

yang dirumuskan sebagai berikut:

NPI =

B−DPm

x100 %

Keterangan:NPI = pertambahan penduduk alamiB = jumlah kelahiran pada tahun tertentuD = jumlah kematian pada tahun tertentuPm = jumlah penduduk pada pertengahan tahun tertentu

NPI =

3 46−27048603

x100 % = 0,15%

Berdasarkan perhitungan di atas, tingkat Pertumbuhan penduduk secara alami dalam

100 penduduk adalah 1 jiwa.

2) Tingkat Pertambahan Penduduk Yang Sebenarnya atau Population Increase (PI)

Tingkat pertumbuhan penduduk yang sebenarnya dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

PI = NPI +

I −EPm

x 100 %

Keterangan:PI = pertambahan penduduk yang sebenarnyaNPI = pertambahan penduduk alamiI = jumlah kelahiran pada tahun tertentuE = jumlah kematian pada tahun tertentuPm = jumlah penduduk pada pertengahan tahun tertentu

PI = 0,15% +

89−31148603

x100 % = 0,15% - 0,45% = - 0,30%

Berdasarkan hasil perhitungan PI, diperoleh nilai pertumbuhan penduduk yang

sebenarnya atau Populatin Increase (PI) sebesar -0,30 %, artinya Pertumbuhan

penduduk yang sebenarnya dalam 100 penduduk adalah berkurang 1 jiwa. Berarti

40

Page 41: bayu skripsi (Repaired)

jumlah penduduk di Kecamatan Sambi pada tahun 2008 turun dibandingkan dengan

tahun 2007.

B. Kondisi pengairan/irigasi

1. Tata guna lahanSebagian besar wilayah Kecamatan Sambi adalah daerah pertanian dengan lahan

sawah sebesar 47,3% dari luas wilayah keseluruhan. Wilayah Kecamatan Sambi

merupakan sumberdaya lahan yang potensial bagi usaha pertanian. sawah yang ada di

wilayah Kecamatan Sambi terbagi atas sawah dengan irigasi teknis, setengah teknis,

sederhana dan tadah hujan.

Tabel 4.13 Distribusi lahan sawah menurut kondisi irigasi di Kecamatan Sambi tahun 2008

No Jenis irigasi Luas lahan(Ha) Persentase(%)1 Teknis 401,16 18,19

2 Setengah teknis 356,95 16,19

3 Sederhana 363,01 16,46

4 Tadah hujan 1084,05 49,15

Jumlah 2205,18 100,00Sumber: Kecamatan Sambi dalam angka 2008

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa perbandingan antara lahan sawah

beririgasi dengan tadah hujan hampir berimbang. Lahan beririgasi di Kecamatan Sambi

sebesar 50,31% sedangkan lahan tadah hujan sebesar 49,69%. Dari keseluruhan lahan

sawah tersebut komoditas utama yang diusahakan oleh petani setempat adalah tanaman

padi.

2. Sumber air irigasi

Sumber air untuk irigasi di wilayah Kecamatan Sambi sebagian besar berasal

dari mata air yang kemudian dialirkan melalui sungai-sungai yang ada di wilayah

kecamatan sambi. Air yang berasal dari sungai-sungai tersebut dibuatkan semacam

bendungan atau dam yang berfungsi untuk menahan air agar dapat dialirkan kedalam

saluran-saluran irigasi yang sudah dibuat. Di wilayah Kecamatan Sambi terdapat kurang

lebih sebelas (11) bendungan yang dipakai untuk irigasi, antara lain.

a. Bendung Wonotoro

41

Page 42: bayu skripsi (Repaired)

Air dari bendung ini berasal dari Sungai Butak, lokasi bendung ini berada di

Dusun Kidul Desa Kradenan Kecamatan Kaliwungu. Luas lahan pertanian yang

mendapat aliran air dari bendung ini sebesar 331 ha. Bendung ini digunakan untuk

mengairi sawah yang berada di Desa Catur, Tawengan, Glintang, Jatisari, Sambi, dan

Tempursari.

b. Bendung Sirau

Aliran air bendung ini berasal dari Sungai Kali Kotes yang berada di sebelah

selatan Desa Glintang. Aliran dari bendung ini mampu mengailiri lahan seluas 60 ha.

Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di Desa Glintang dan Desa

Krasak Kecamatan Teras.

c. Bendung Butul

Aliran air bendung ini berasal dari Sungai Kali Kotes yang berada di sebelah

selatan Desa Glintang. Aliran dari bendung ini mampu mengailiri lahan seluas 64 ha.

Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di Desa Glintang dan Desa

Jatisari.

d. Bendung Kedung Tanon

Aliran air bendung ini berasal dari limpahan air yang berasal dari sawah-sawah

yang berada disekitarnya. Bendungan ini terdapat di Desa Tawengan. Aliran dari

bendung ini mampu mengailiri lahan seluas kurang lebih 70 ha. Bendung ini digunakan

untuk mengairi sawah yang berada di Desa Jatisari.

e. Bendung Si Mojo

Bendung ini berada di desa Gumuk Ngembes. Aliran dari bendung ini mampu

mengailiri lahan seluas kurang lebih 35 ha. Bendung ini digunakan untuk mengairi

sawah yang berada di Desa Catur bagian Utara.

f. Bendung Jugrug

Bendung ini berada di Desa Tawengan . Aliran dari bendung ini mampu

mengailiri lahan seluas kurang lebih 64 ha. Bendung ini digunakan untuk mengairi

sawah yang berada di Desa Tawengan dan Desa Sambi.

g. Bendung Watu Leter

42

Page 43: bayu skripsi (Repaired)

Bendung ini berada di Desa Jatisari. Aliran dari bendung ini mampu mengailiri

lahan seluas 66 ha. Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di Desa

Jatisari, Canden dan Senting. Selain itu aliran dari bendung ini juga digunakan sebagai

suplisi atau pengisi air untuk waduk Cengklik.

h. Bendung Pilang

Aliran air bendung ini berasal dari Sungai Cemara yang berada wilayah

Kecamatan Kaliwungu. Aliran dari bendung ini mampu mengailiri lahan seluas 63 ha.

Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di Desa Nglembu dan Desa

Pelem Kecamatan Simo.

i. Bendung Garat

Aliran air bendung ini berasal dari Sungai Cemara yang berada wilayah

Kecamatan Kaliwungu. Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di

Desa Cermo dan Desa Nglembu.

j. Bendung Sikandar

Bendung ini terletak di Desa Jatisari. Aliran dari bendung ini mampu mengailiri

lahan seluas 10 ha. Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di Desa

Jatisari dan Desa Sambi.

k. Bendung Kedung Gentong

Bendung ini terletak di Desa Sambi. Aliran dari bendung ini mampu mengailiri

lahan seluas 10 ha. Bendung ini digunakan untuk mengairi sawah yang berada di Desa

Sambi.

43

Page 44: bayu skripsi (Repaired)

V. PROFIL PETANI SAMPEL

Analisis sosial ekonomi petani digunakan untuk mengetahui keadaan petani

dalam hal ekonomi dan sosialnya. Aspek-aspek yang dapat ditinjau dalam analisis sosial

ekonomi petani ini adalah pendapatan petani, biaya usahatani, pengeluaran petani,

keadaan usahatani, kehidupan sosial petani, dsb, pada masing-masing sawah beririgasi

dan sawah tadah hujan.

A. Keadaan Petani

1. Identitas Responden

Jenis kelamin merupakan hal yang penting dalam suatu pekerjaan. Jenis kelamin

adalah salah satu tolok ukur produktivitas suatu pekerjaan. Perempuan dianggap

memiliki produktivitas lebih rendah dari laki-laki, walaupun pada kenyataannya hal ini

belum tentu terjadi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, distribusi petani sawah

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi petani sawah berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Sambi Bulan September 2009

NoJenis

KelaminSawah irigasi Sawah tadah hujan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 Laki-laki 39 97,50 40 100,00

2 Perempuan 1 2,50 - -

Total 40 100,00 40 100,00Sumber : Analisis data primer petani sawah di Kecamatan Sambi bulan September 2009

Di sektor pertanian, peranan perempuan biasanya lebih kecil daripada laki-laki.

Perempuan biasanya hanya membantu meringankan pekerjaan kepala keluarga petani

seperti pada saat panen atau menyiangi tanaman. Hal ini memang sering dikaitkan

dengan kemampuan perempuan yang lebih terbatas dan beratnya pekerjaan sebagai

petani. Alasan lainnya adalah perempuan hanya cocok bagi pekerjaan yang feminim

atau pekerjaan yang berkaitan dengan nalurinya sebagai ibu rumah tangga.

44

Page 45: bayu skripsi (Repaired)

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani sawah di Kecamatan

Sambi berjenis kelamin laki-laki. Untuk daerah irigasi, jumlah petani lelaki adalah

97,50% sedangkan jumlah petani perempuan hanya 2,50%. Untuk daerah non irigasi

atau tadah hujan, jumlah petani laki-laki adalah 100% dan tidak ada petani

perempuannya. Hal ini disebabkan beratnya pengelolaan pertanian di daerah tadah

hujan dibandingkan dengan daerah irigasi sehingga pekerjaan tersebut lebih cocok

dikerjakan oleh laki-laki. Perempuan yang menjadi petani biasanya terjadi apabila

suami (petani laki-laki) sudah tidak mampu lagi bertani ataupun sudah meninggal.

Petani perempuan biasanya hanya membantu pengelolaan pertanian dalam hal yang

ringan, seperti membantu menanam, menyiangi ataupun panen, sedangkan pekerjaan

berat seperti mencangkul dilakukan oleh petani laki-laki.

Identitas petani sawah yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok

dan lain-lainnya perlu diketahui karena hal tersebut berhubungan dengan kinerja petani.

Identitas petani sawah di Kecamatan Sambi berdasarkan umur, pendidikan dan

pekerjaan pokok dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi petani sawah berdasarkan umur, pendidikan terakhir, dan pekerjaan pokok di Kecamatan Sambi bulan September 2009

No Keterangan Sawah irigasi

Sawah tadah hujan

1 Umur :Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

< 24 tahun - - - -24 – 46 tahun 7 17,50 9 22,50> 46 tahun 33 82,50 31 77,50

Total 40 100,00 40 100,00

2 Pendidikan :PerguruanTinggi 2 5,00

4 10,00

SLTA 18 45,00 9 22,50SLTP 4 10,00 8 20,00SD 13 32,50 18 45,00Tidak Sekolah 3 7,50 1 2,50

Total 40 100,00 40 100,00

3

Pekerjaan Pokok :

Petani 35 87,50 27 67,50Pedagang 1 2,50 1 2,50PNS - - 3 7,50

45

Page 46: bayu skripsi (Repaired)

Perangkat desa 4 10,00 9 22,50

Total 40 100,00 40 100,00Sumber : Analisis data primer petani sawah di Kecamatan Sambi bulan September 2009

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mayoritas petani di lahan beririgasi

memiliki usia diatas 46 tahun yaitu sebesar 82,50% hal ini menunjukkan bahwa

kegiatan pertanian banyak dilakukan oleh petani yang sudah berusia lanjut. Untuk

petani yang berumur 24-45 tahun hanya berkisar 17,5% , sedangkan petani yang berusia

24 tahun kebawah tidak ada. Sedangkan untuk daerah tadah hujan sejumlah 77,5%

adalah petani yang berusia diatas 46 tahun. Untuk petani yang berumur 24-45 tahun

hanya berkisar 22,5%, sedangkan petani yang berusia 24 tahun kebawah tidak ada. Hal

ini menunjukkan bahwa minat anak muda saat ini sangat rendah atau bahkan tidak

berminat sama sekali terhadap pertanian, pertanian cenderung mereka artikan sebagai

pekerjaan yang berat dengan hasil yang rendah. Dengan demikian kegiatan pertanian

banyak dilakuakan oleh petani yang sudah tua dan mendekati masa tidak produktif atau

bahkan yang sudah tidak produktif lagi (usia 64 tahun keatas). Sehingga kemampuan

untuk menerima dan menyerap inovasi dan teknologi baru di bidang pertanian kurang

maksimal, dan mereka cenderung melaksanakan usaha tani seperti apa yang diwariskan

oleh tetua mereka terdahulu.

Apabila dilihat dari pendidikan formal dari petani maka dapat diketahui bahwa

untuk daerah beririgasi sejumlah besar merupakan tamatan SD dan SMA yaitu sebesar

32,5% dan 45% dan hanya 5% saja petani yang menamatkan pendidikan sampai jenjang

perguruan tinggi. Dengan demikian petani di daerah irigasi memiliki tingkat pendidikan

yang cukup tinggi sehingga dapat mempermudah menerima inovasi dan teknologi baru

di bidang pertanian. Sedangkan pada daerah tadah hujan sebagian besar petani

merupakan tamatan SD yaitu sebesar 45%. Sedangkan lainnya secara merata merupakan

tamatan SMP, SMA, perguruan tinggi dan sebagian kecil tidak pernah sekolah yaitu

sebesar 2,5%. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat pendidikan petani di daerah

non irigasi masih lebih rendah dibandingkan daerah irigasi sehingga kemampuan untuk

menyerap teknologi baru masih kurang.

Berdasarkan pekerjaan pokok, petani di daerah irigasi dan tadah hujan

bermatapencaharian sebagai petani yaitu sebesar 87,5% dan 67,5%. Hal ini

menunjukkan bahwa kegiatan bertani merupakan matapencaharian utama bagi

46

Page 47: bayu skripsi (Repaired)

penduduk di daerah tersebut. Mereka menggantungkan hidup dari hasil bertani, jadi

apabila hasil pertanian mereka jelek maka pendapatan mereka akan menurun. Namun

ada pula yang menempatkan pertanian sebagai pekerjaan sampingan walaupun

jumlahnya sedikit yaitu untuk daerah irigasi 2,5% merupakan pedagang, 10%

merupakan perangkat desa, untuk daerah non irigasi 2,5% sebagai pedagang, 7,2%

sebagai PNS dan 22,5% adalah perangkat desa.

2. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang berada dalam rumah

tangga petani yang biaya hidupnya sepenuhnya ditanggung oleh kepala keluarga yaitu

petani. Berdasarkan perhitungan analisis data primer Kecamatan Sambi Bulan

September 2009 diperoleh hasil bahwa untuk daerah sawah beririgasi petani memiliki

rata-rata 3 orang anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga,

sedangkan untuk daerah sawah tadah hujan petani memiliki rata-rata jumlah anggota

keluarga sebanyak 3 orang. Jumlah tanggungan keluarga petani dikategorikan menjadi

tiga yaitu petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga sedikit yaitu sebanyak (1-

2) orang, petani yang memilki jumlah tanggungan keluarga sedang yaitu sebanyak (3-4)

orang, dan petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga banyak yaitu sebanyak ≥

5 orang. Distribusi petani berdasar jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Sambi

dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Petani Sawah Berdasar Jumlah Tanggungan Keluarga di Kecamatan Sambi bulan September 2009

No Kategori Jumlah Tanggungan Keluarga

(orang)

Daerah irigasi Daerah tadah hujanJumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 Sedikit (1-2) 21 52.50 18 45,002 Sedang (3-4) 18 45.00 19 47,503 Banyak (≥ 5) 1 2.50 3 7,50

Total 40 100 40 100,00Sumber: Analisis data primer Sambi bulan September 2009

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui petani di Kecamatan Sambi mayoritas

memiliki jumlah tanggungan keluarga 1 sampai 4 orang. Dengan banyaknya jumlah

anggota keluarga yang menjadi tanggungan akan memberikan motivasi sendiri bagi

petani untuk lebih bekerja keras lagi dalam bertani, selain itu banyaknya tanggungan

atau anggota keluarga dapat pula digunakan untuk memperingan pekerjaan dalam

47

Page 48: bayu skripsi (Repaired)

bertani yaitu petani akan memperoleh tambahan tenaga kerja yang berasal dari dalam

keluarga sehingga dapat menekan biaya untuk tenaga kerja.

3. Identitas Tanggungan Keluarga Responden

Anggota keluarga petani meliputi istri/suami, anak-anak, menantu, cucu, dan

lainnya yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga yang tinggal dalam satu rumah

dengan petani. Banyaknya tanggungan keluarga dapat menjadi beban dan motivasi bagi

petani dalam mengusahakan pertaniannya.

Tabel 5.4. Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Petani Sawah Berdasarkan Umur di Kecamatan Sambi bulan September 2009

No UmurDaerah irigasi Daerah tadah hujan

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)1 < 15 25 26,04 32 29,092 15-64 65 67,70 68 61,813 >64 6 6,25 10 9,09

Total 96 100,00 110 100,00Sumber : Analisis data primer di Kecamatan Sambi bulan September 2009

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa jumlah tanggungan keluarga petani

yang terbesar berada pada kelompok usia 15-64 tahun. Hal ini berarti tanggungan

keluarga petani banyak berada pada usia produktif. Tanggungan keluarga yang paling

banyak adalah anak, istri lalu orang tua atau keluarga. Dengan banyaknya tanggungan

keluarga pada usia produktif maka bisa dimanfaatkan oleh petani untuk membantu

kegiatan usaha taninya. Berdasarkan informasi dari responden petani, anggota keluarga

yang biasanya membantu dalam bertani adalah istri. Anak biasanya enggan di ajak

untuk bertani dan kebanyakan anak dari responden petani masih berada pada bangku

sekolah, jadi mereka enggan untuk ikut membantu bertani.

4. Luas Usahatani

Lahan yang digunakan dalam usahatani disini adalah lahan sawah. Luas sawah

pada masing-masing daerah irigasi dan tadah hujan yang diusahakan oleh petani

Kecamatan Sambi dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Rerata Luas Kepemilikan Sawah di Kecamatan Sambi bulan September 2009No Jenis sawah Luas lahan (Ha)

48

Page 49: bayu skripsi (Repaired)

1 Irigasi 0,462 Tadah hujan 0,32

Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa petani yang berada pada daerah

irigasi memiliki rata-rata kepemilikan sawah seluas 0,46 ha. Sedangkan pada daerah

tadah hujan, petani memiliki rata-rata kepemilikan sawah seluas 0,33 ha. Luas lahan

sangat berpengaruh pada hasil pertanian yang diusahakan. Pada umumnya semakin luas

kepemilikan lahan, maka semakin banyak pula hasil pertaniannya.

B. Ketersediaan Air untuk Usaha Tani

1. Ketersediaan Air tiap Musim Tanam

Air adalah salah satu faktor penting yang harus ada dalam pertanian, terutama

pertanian sawah. Sawah dapat ditanami dan berproduksi dengan baik jika ketersediaan

airnya cukup. Produk utama dari sawah adalah tanaman padi, yang hampir seluruh masa

hidupnya membutuhkan air yang cukup. Dengan ketersediaan air yang cukup maka

pada daerah irigasi dapat ditanami sepanjang tahun. Sebagai perbandingan pada sawah

tadah hujan hanya dapat ditanami maksimal hanya dua kali setahun. Hal ini disebabkan

air hanya cukup tersedia pada musim penghujan saja. Untuk selebihnya air tidak

tersedia sehingga pada sawah tadah hujan umumnya tidak ditanami atau bero pada

musim kemarau. Sehingga pada musim kemarau tersebut sawah tidak dapat berproduksi

dan tidak dapat memberikan penghasilan bagi petaninya.

Didaerah Kecamatan Sambi mempunyai perbandingan yang hampir seimbang

antara luas sawah dengan lahan keringnya. Untuk lahan sawah, terdiri dari sawah irigasi

dan sawah tadah hujan dengan luasan yang cukup berimbang yaitu 51% berbanding

49% (Kecamtan Sambi dalam angka, 2009). Sawah irigasi dapat berproduksi tiga kali

setahun atau lima kali dalam dua tahun. Sedangkan sawah tadah hujan hanya dapat

berproduksi atau ditanami dua kali saja yaitu musim tanam I dan II, pada saat musim

penghujan saja. Sehingga dapat dikatakan ketersediaan air adalah salah satu faktor

peting dapat berjalannya kegiatan pertanian baik pada sawah irigasi maupun pada sawah

tadah hujan. Ketersediaan air untuk tiap musim tanam menurut persepsi responden

petani di Kecamatan Sambi dapat dilihan pada tabel 5.6.

49

Page 50: bayu skripsi (Repaired)

Tabel 5.6. Distribusi Persepsi Responden Petani Terhadap Ketersediaan Air Tiap Musim Tanam di Kecamatan Sambi 2009

No KeteranganSawah irigasi Sawah tadah hujan

kurang cukup lebih kurang cukup lebih1 MT I 1 4 35 1 29 102 MT II - 12 28 5 31 43 MT III 17 23 - 40 - -

Total 1 33 86 46 60 14Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa untuk daerah irigasi pada MT I

responden petani yang mengatakan ketersediaan air kurang sebanyak 1 orang, cukup 4

orang dan lebih sebanyak 35 orang. Petani yang mengatakan kurang adalah petani yang

letah sawahnya jauh dari saluran irigasi utama, untuk mendapatkan air maka petani

tersebut harus mengalirkan air melewati sawah-sawah petani lain yang kadang-kadang

jumlah air saat sampai di sawahnya berkurang. Selain itu penyaluran air irigasi sudah

mempunyai jadwal sendiri-sendiri tiap petaknya. Pada MT II sebanyak 12 orang

mengatakan ketersediaan air cukup dan 28 orang mengatakan ketersediaan air lebih,

sedangkan yang menjawab kurang tidak ada. Petani yang mengatakan ketersediaan

airnya lebih karena petani tersebut sawahnya berada dekat dengan saluran utama irigasi

ataupun letak sawahnya dibawah saluran irigasi. Sehingga pada saat air irigasi mengalir

deras biasanya saat hujan, sawah milik petani menjadi tergenang sehingga petani perlu

membuang air dari sawahnya. Pada MT III sebanyak 17 petani menjawab ketersediaan

air kurang dan 23 orang lainnya menjawab bahwa ketersediaan air cukup, sedangkan

yang menjawab lebih tidak ada. Pada MT III ini ketersediaan air pada saluran irigasi

agak berkurang karena telah memasuki musim kemarau. Petani yang menjawab

ketersediaan air kurang adalah petani yang letak sawahnya jauh dari saluran primer

irigasi. Biasanya air irigasi jumlahnya sangat sedikit dan kadang tidak mencukupi untuk

tanaman padi. Oleh karena itu apabila air tidak cukup untuk tanaman padi, petani lebih

memilih tanaman lain seperti bawang merah yang tidak terlalu membutuhkan air yang

banyak.

50

Page 51: bayu skripsi (Repaired)

Untuk daerah tadah hujan, pada MT I seorang responden menjawab

ketersediaan air kurang, 29 orang mengatakan cukup dan sisanya 10 orang menjawab

lebih. Petani yang menjawab kurang adalah petani yang tanaman yang diusahakannya

kekurangan air pada saat awal tanam atau pada saat tanaman mulai berbuah sehingga

menyebabkan hasil panen kurang maksimal dan diperlukan penanaman ulang agar dapat

panen seperti petani yang lainnya. Pada MT II sebanyak 5 orang menjawab bahwa

ketersediaan air kurang, 31 orang menjawab ketersediaan air cukup dan sisanya 4 orang

menjawab ketersediaan air lebih. Pada MT II ini petani yang menanam padi mereka

sangat mengharapkan air hujan cukup sampai panen, mereka berjudi dengan cuaca.

Apabila cuaca mendukung, mereka dapat panen padi sedangkan apabila cuaca kurang

mendukung atau musim kemarau datang lebih awal panenan mereka kurang maksimal,

kadang ada yang puso. Pada MT III musim kemarau telah tiba pada kondisi ini

ketersediaan air sangat langka hampir semua sawah dibiarkan tidak ditanami, dan semua

petani menjawab bahwa ketersediaan air pada musim ini kurang atau tidak tersedia.

Akan tetapi ada pula petani yang menanami lahannya dengan kacang hijau, tanaman ini

relatif tahan kekeringan dan membutuhkan cukup air pada awal pertumbuhannya saja.

Petani yang menanam tanaman ini melakukan penanaman segera setelah panen MT II,

saat air masih tersedia. Apabila pada akhir MT II air sudah tidak tersedia atau hujan

tidak turun lagi maka lahannya akan dibiarkan bero.

2. Bulan-bulan Kecukupan Air

Indonesia adalah negara yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan

musim kemarau. Secara umum musim hujan berlangsung antara bulan April-Oktober

dan musim kemarau berlangsung September-Maret. Musim sangat menentukan

pertanian di Indonesia. Musim akan sangat terasa terutama oleh petani pada sawah

tadah hujan yang kebutuhan airnya tergantung dari air hujan yang turun. Hujan yang

turun kadang tidak teratur, ada kalanya hujan turun terus-menerus tetapi kadang hujan

tidak turun selama berhari-hari walaupun saat itu musim hujan. Turunnya hujan yang

tidak menentu juga berpengaruh pada hasil pertanian. Pada sawah tadah hujan, pada

awal tanam dan pertengahan musim tanam tanaman padi sangat memerlukan air, apabila

pada saat itu air hujan tidak turun maka pertumbuhan tanaman akan terganggu sehingga

hasil panen kurang maksimal. Apabila hujan turun terus-menerus pada saat panen maka

akan sangat berpengaruh terhadap hasil panennya. Kualitas panenan akan berkurang dan

51

Page 52: bayu skripsi (Repaired)

kadang menyebabkan padi yang akan panen rubuh dan bulir padinya terendam air.

Berdasarkan wawancara dengan petani di Kecamatan Sambi diperoleh hasil bahwa

petani pada lahan irigasi merasa ketersediaan air kurang mulai bulan Agustus sampai

bulan November, ketersediaan air cukup pada bulan April sampai Juli dan ketersediaan

air dirasa berlebih pada bulan Desember sampai Maret. Sedangkan petani pada lahan

tadah hujan merasa kekurangan air mulai bulan Juni sampai November dan terkadang

sampai bulan Desember ketersediaan air masih dirasa kurang. Ketersediaan air dirasa

cukup pada bulan Maret sampai Mei, dan ketersediaan air dirasa lebih mulai bulan

Desember sampai Februari.

3. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Ketersediaan Air

Petani, khusunya petani sawah sangat bergantung pada ketersediaan air.

Terkadang karena masalah air untuk mengairi sawahnya dapat menimbulkan konflik

antar petani. Tentu saja kepuasan masing-masing petani berbeda terhadap ketersediaan

air pada sawahnya. Tingat kepuasan petani terhadap ketersediaan air di Kecamatan

Sambi dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Ketersediaan Air di Kecamatan Sambi 2009.

No Keterangan Sawah irigasi Sawah tadah hujan1 Puas 9 -2 Cukup 21 -3 Tidak puas 10 40

Total 40 40Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa petani pada sawah irigasi 9 orang

mengatakan bahwa mereka puas terhadap keadaan air di sawahnya, mereka puas karena

air tersedia terus sepanjang tahun. Air dapat tersedia sepanjang tahun karena secara

umum letak sawah mereka dekat dengan saluran air, jadi mereka akan lebih mudah dan

lebih banyak menerima air dibandingkan sawah yang letaknya jauh dari saluran air.

Sebanyak 21 petani mengatakan bahwa mereka cukup puas dengan ketersediaan air

untuk sawahnya, mereka mengatakan cukup karena pada saat musim kemarau sawah

mereka cukup teraliri air sehingga panen mereka dapat maksimal. Sedangkan sebanyak

10 petani menjawab tidak puas terhadap ketersediaan air, ketidakpuasan tersebut

biasanya terjadi pada saat musim kemarau dimana air irigasi yang sampai pada sawah

52

Page 53: bayu skripsi (Repaired)

mereka jumlahnya kurang mencukupi. Hal tersebut terjadi karena pada umumnya sawah

mereka terletak jauh dari saluran air sehingga ketika air sampai pada sawah mereka

jumlahnya sedikit. Pada kondisi inilah rawan terjadi konflik antar petani, dimana saling

serobot air dapat terjadi.

Sedangkan pada sawah tadah hujan semua atau sebanyak 40 petani menjawab

tidak puas. Hal ini disebabkan air hanya tersedia pada musim hujan saja dan pada saat

musim kemarau air tidak ada, sehingga mereka hanya dapat bercocok tani sebanyak dua

kali saja dalam satu tahun. Terkadang pada musim penghujan saja mereka tidak puas

dengan ketersediaan air, karena hujan turun tidak menentu, kadang sampai berminggu-

minggu tidak turun hujan.

53

Page 54: bayu skripsi (Repaired)

VI. POLA TANAM

Pola tanam adalah pergiliran tanam jenis tanaman atau komoditi pertanian yang

ditanam yang dilakukan dalam satu tahun, sedangkan intensitas tanam adalah

banyaknya pergiliran tanaman pada suatu lahan. Pola tanam yang digunakan oleh

masing-masing petani sangat beragam. Pola taman yang tepat sangat menentukan hasil

panen yang akan diperoleh petani. Salah satu faktor yang mempengaruhi pola tanam

yang dilakukan oleh petani adalah ketersediaan air. Ketersediaan air memberikan

dampak yang besar terhadap pertanian, dengan ketersediaan air yang cukup tersedia

sepanjang tahun maka seorang petani dapat mengusahakan pertaniannya dengan

intensitas tanam yang lebih banyak.

A. Pola Tanam Pada Sawah Irigasi

Secara umum pola tanam pada daerah irigasi adalah padi-padi-padi atau padi-

padi-palawija, dalam satu tahun petani pada lahan irigasi dapat menanam sampai tiga

kali atau sebanyak lima kali selama dua tahun. Hal ini dapat dilakukan karena air

tersedia sepanjang tahun. Air adalah kunci utama agar tanaman padi dapat hidup dengan

baik. Pada sawah irigasi tanam dilakukan secara terus menerus tanpa jeda waktu yang

panjang.

Tabel 6.1. Pola Tanam Tanaman Semusim dan Rerata Luas Tanam Petani pada Sawah Irigasi di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Keterangan Komoditas Luas tanam (m2)1 MT I

(November-Februari)Padi 4669,51

2 MT II Padi 4669,51(Maret-Juni)

3 MT III Padi 4443,90(Juli-Oktober) Bawang merah 152,44

Kacang tanah 75,00Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 6.1 diketahui bahwa Pola tanam yang dilakukan petani selama

satu tahun pada sawah irigasi di Kecamatan Sambi antara lain:

54

Page 55: bayu skripsi (Repaired)

1. Padi-Padi-Padi.

2. Padi-Padi-Palawija.

Pola tanam padi-padi-padi dilakukan hampir seluruh petani pada sawah irigasi di

Kecamatan Sambi. Pola tanam padi-padi-padi dipakai oleh petani yang ketersediaan air

pada sawahnya cukup tersedia sepanjang tahun. Dalam satu tahun mereka menanami

sawahnya dengan tanaman padi sebanyak tiga kali atau sebanyak lima kali selama dua

tahun. Para petani biasanya manggunakan jenis padi unggul seperti IR-64, Membramo

ataupun Pandan Wangi. Mereka memilih jenis padi yang umurnya pendek, sehingga

dalam satu tahun memungkinkan untuk ditanami padi sebanyak tiga kali. Jangka waktu

tanam sampai tanaman dapat dipanen adalah sekitar empat bulan.

Tanam MT I biasanya dimulai pada bulan November untuk kemudian dapat

dipanen pada bulan Februari, MT II mulai tanam bulan Maret dan MT III mulai tanam

bulan Juli. Umumnya tanam dilakukan secara serentak atau bersamaan, hal ini

dilakuakan agar panen dapat dilakukan secara serentak sehingga dapat mengurangi

resiko serangan hama burung yang bisa mengakibatkan habisnya bulir padi saat mulai

menguning. Selain itu apabila tanam tidak dilakukan secara serentak maka tanaman padi

akan lebih mudah terkena serangan hama penyakit seperti wereng dan walang sangit.

Dengan tanam serentak maka siklus hama seperti wereng dan walang sangit dapat

diputus untuk sementara waktu. Pada pola tanam padi-padi-padi lahan tidak dibiarkan

untuk istirahat, jadi setelah panen usai petani segera mengolah tanahnya kembali agar

dapat ditanami lagi pada musim berikutnya. Mereka sudah mempersiapkan tempat

pembibitan terlebih dahulu dengan cara memanen lebih awal sebagian kecil padi

mereka, atau mereka membeli benih yang berasal dari daerah lain.

Pola tanam padi-padi-palawija biasanya dilakukan oleh petani sawah irigasi

yang pada MT III atau musim kemarau suplai air pada lahan mereka tidak mencukupi

bila ditanami dengan tanaman padi, jadi mereka beralih pada tanaman yang kebutuhan

airnya tidak terlalu banyak yaitu tanaman palawija. Pada saat MT I dan MT II

ketersediaan air masih melimpah karena saluran irigasi mengalir deras sebagai akibat

musim penghujan sehingga air irigasi cukup untuk memenuhi semua lahan petani

walaupun sawah petani terletak jauh dari saluran irigasi, tidak jarang pada musim ini

petani malah membuang air dari sawahnya karena merasa kelebihan, oleh karena itu

pada musim tersebut petani cenderung menanam padi.

55

Page 56: bayu skripsi (Repaired)

Memasuki MT III ketersediaan air pada sumber irigasi mulai berkurang

sehingga petani yang letak sawahnya jauh dari saluran irigasi akan mengalami

kekurangan air sehingga tidak memungkinkan untuk mereka menanam padi. Sehingga

pada MT III tersebut petani lebih memilih menanam palawija, kalaupun ada petani yang

nekat menanam padi mereka harus mengeluarkan biaya tambahan yaitu biaya untuk

menyedot air dari saluran irigasi menggunakan pompa air. Jenis palawija yang ditanam

petani di Kecamatan Sambi salah satunya adalah tanaman bawang merah. Jenis tanaman

ini tidak terlalu membutuhkan air yang banyak, karena jika terlalu banyak air maka

tanaman ini akan busuk. Bawang merah adalah tanaman yang mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi oleh sebab itu banyak petani yang mengusahakannya, akan tetapi

untuk mengusahakan jenis tanaman ini diperlukan modal yang cukup tinggi.

B. Pola Tanam Pada Sawah Tadah Hujan (Non Irigasi)

Tabel 6.2. Pola Tanam Tanaman Semusim dan Rerata Luas Tanam Petani pada Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Keterangan Komoditas Luas tanam (m2)

1 MT I(November-Februari)

Padi 2838,45Jagung 537,50

Kedelai 15,00

2 MT II Padi 2786,00(Maret-Juni) Jagung 208,74

Kedelai 93,75Kacang tanah 46,25Kacang hijau 100,00

3 MT III Kacang hujau 187,50(Juli-Oktober)

Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 6.2 dapat diketahui bahwa pola tanam yang dipergunakan

petani pada sawah tadah hujan di Kecamatan Sambi dalam satu tahun adalah sebagai

berikut.

1. Padi-Padi

2. Padi-Palawija

3. Palawija-Padi

4. Padi-Padi-Palawija (kacang hijau)

56

Page 57: bayu skripsi (Repaired)

Pola tanam padi-padi dipakai oleh sebagian besar petani pada sawah tadah

hujan. Pola tanam ini mungkin dilakukan pada jenis sawah yang mempunyai kualitas

yang baik dan apabila air hujan yang turun mencukupi sampai MT I dan MT II

berakhir. Pada pola tanam seperti ini bisanya padi yang ditanam adalah jenis padi yang

mempunyai umur pendek, padi yang biasa ditanam oleh petani antara lain jenis padi

Unggul, IR-64 dan Ciherang. Jenis padi tersebut bisa dipanen dalam jangka waktu 3-4

bulan. Pada MT I padi ditanam dengan cara Gogo Rancah yaitu benih padi langsung

ditanam ke lahan sawah tanpa melalui proses pembibitan, padi yang ditanam dengan

cara ini relatif tahan terhadap kekeringan, penanaman dengan cara ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air pada awal tanam. Selain itu

penanaman dengan cara Gogo Rancah dimaksudkan untuk menghemat waktu karena

tidak memerlukan pembibitan terlebih dahulu, agar tanam MT II dapat segera dimulai

dengan harapan air hujan yang turun dapat mencukupi padi MT II.

Untuk padi pada MT II ditanam dengan cara yang biasa dilakukan yaitu dimulai

terlebih dahulu dengan pembibitan bukan dengan cara Gogo Rancah. Apabila air hujan

dapat mencukupi sampai panen maka hasil yang diperoleh akan lebih tinggi bila

dibandingkan dengan MT I, akan tetapi bila air hujan tidak mencukupi maka hasilnya

akan lebih rendah atau bahkan tanaman padi akan mengalami puso atau gagal panen.

Memasuki MT III atau musim kemarau, sawah tadah hujan tidak dapat ditanami karena

pada lahan tersebut tidak ada air sama sekali, sehingga sawah dibiarkan bero.

Pada pola tanam padi-palawija, pada MT I, tanaman padi ditanam layaknya padi

sawah, yaitu dimulai dengan olah tanah yang matang dan pembibitan terlebih dahulu.

Padi sawah mempunyai waktu yang lebih lama dari pembibitan sampai panen bila

dibandingkan dengan penanaman dengan gogo rancah. Pada MT II petani tidak berani

untuk menanam padi lagi karena takut ketersediaan air tidak mencukupi. Petani lebih

memilih tanaman palawija yang tidak terlalu memburuhkan air dalam jumlah yang

banyak, walaupun nilai ekonomisnya lebih rendah dibandingkan dengan tanaman padi.

Tanaman palawija yang ditanam adalah kacang tanah, kedelai, jagung dan kacang

hijau. Jenis tanaman tersebut tidak terlalu membutuhkan air yang banyak, sehingga pada

MT II petani tetap bisa panen walaupun bukan panen tanaman padi. Pada MT III sawah

dibiarkan tidak ditanami atau sawah dibiarkan bero.

57

Page 58: bayu skripsi (Repaired)

Pada pola tanam palawija, MT I petani lebih memilih menanam palawija.

Tanaman palawija yang biasa ditanam adalah tanaman jagung. Palawija memiliki umur

yang relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan tanaman padi. Sehingga setelah

palawija dipanen, sawah dapat segera ditanami padi. Cara demikian dipakai agar padi

yang ditanam pada MT II dapat lebih awal ditanam untuk mengatisipasi kurangnya air

seiring dengan musim kemarau yang datang. Petani berharap dengan lebih awal mereka

memanam padi pada MT II maka air hujan akan mencukupi tanaman sampai padi dapat

dipanen. Sedangkan pada MT III atau musim kemarau lahan sawah dibiarkan bero.

Pada pola tanam padi-padi-palawija biasanya dilakukan oleh petani apabila

setelah panen padi MT II, air hujan masih turun walaupun jumlahnya sangat sedikit.

Pada MT I padi ditanam secara gogo rancah, jenis padi yang ditanam adalah jenis padi

unggul yang mempunyai umur yang pendek sehingga dapat dipanen dalam jangka

waktu 3-4 bulan. Pada MT II padi ditanam seperti biasa tidak ditanam secara gogo

rancah. Pada musim tersebut jenis tanaman padi yang ditanam dalah jenis padi yang

juga berumur pendek, sehingga sesudah panen apabila air hujan masih tersedia, lahan

dapat segera ditanami dengan palawija. Jenis palawija yang ditanam adalah palawija

yang tahan kering dan hanya membutuhkan air pada awal pertumbuhannya saja. Salah

satu tanaman yang cocok adalah tanaman kacang hijau. Jenis tanaman tersebut sangat

tahan terhadap kekeringan dan tidak terlalu rumit budidayanya. Tanaman ini hanya

perlu pupuk kandang dan pupuk buah saja selama pertumbuhannya, sehingga biaya

saprodi yang dikeluarkan juga sedikit.

58

Page 59: bayu skripsi (Repaired)

VII. PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN

PETANI

A. Produktivitas Tanaman

Produksi tanaman adalah hasil yang mampu diberikan suatu tanaman ketika

tanaman tersebut dipanen hasilnya. Produksi tanaman sangatlah beragam, produksi

tanaman pada lahan sawah sangat dipengaruhi oleh kualitas lahan itu sendiri,

ketersediaan air, penggunaan saprodi pertanian, serangan hama penyakit, pemeliharaan

dan sebagainya. Sedangkan produktivitas adalah jumlah produksi tanaman tiap luas

lahan yang diusahakan, biasanya dihitung tiap hektar.

1. Penggunaan Faktor Produksi Pertanian

Selain ketersediaan air untuk pertanian, penggunaam faktor produksi pertanian

yaitu tenaga kerja, pupuk, benih dan pestisida akan sangat mementukan produksi

tanaman. Dengan pupuk yang berimbang, penggunaan bibit unggul dan pemakaian

pestisida yang tidak berlebihan serta ditunjang ketersediaan air yang cukup maka

produksi pertanian dapat meningkat.

Tabel 7.1. Rerata Penggunaan Faktor Produksi Usahatani per Hektar pada Sawah Irigasi dan Tadah Hujan di Kecamatan Sambi Tahun 2009.

No

Faktor produksi

Irigasi Tadah hujanMT I MT II MT III MT I MT II MT II

1 Benih (Kg) 57 57 68 86 86 0,82 Pupuk (Kg) 782 786.5 900,5 779 845 -3 Pestisida (Lt) 2.84 2.84 2.81 1,78 1.56 -4 TKDK (HKO) 18 14 17 66 43 25 TKLK (HKO) 96 96 96 110 87 2

Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 7.1 dapat diketahui bahwa untuk kebutuhan benih per musim

tanam, untuk daerah irigasi memerlukan bibit yang lebih sedikit jika dibandingkan pada

daerah tadah hujan. Hal ini disebabkan pada lahan tadah hujan penanaman bibit

59

Page 60: bayu skripsi (Repaired)

khususnya padi dilakukan lebih rapat sehingga memerlukan benih yang lebih banyak.

Oleh petani hal ini dimaksudkan agar produksi tanaman menjadi lebih banyak.

Untuk kebutuhan pupuk permusim tanam pada sawah irigasi dan non irigasi

jumlahnya hampir berimbang. Pada daerah tadah hujan penggunaan pupuk pada MT II

lebih banyak dibandingkan MT I, hal ini dapat terjadi karena pada MT I padi ditanam

dengan cara gogo rancah sedang pada MT II padi ditanam dengan cara biasa. Untuk

daerah irigasi penggunaan pupuk pada MT III paling banyak, karena pada musim III

petani lebih berani dalam memupuk agar tanaman lebih subur tanpa takut tanaman akan

rubuh akibat hujan.

Untuk penggunaan pestisida, petani melihat terlebih dahulu kondisi tanaman,

apabila tidak terjadi serangan berat maka petani jarang menggunakan pestisida. Apabila

dilihat dari jumlah pestisida yang dipakai, petani pada lahan irigasi lebih banyak

memakai pestisida dibandingkan pada sawah tadah hujan, karena pada sawah irigasi

serangan hama penyakit lebih tinggi dibandingkan pada sawah tadah hujan sebagai

akibat penanaman terus-menerus pada lahan tanpa ada jeda waktu untuk

mengistirahatkan lahan.

Dari penggunaan tenaga kerja, pada sawah tadah hujan cenderung memerlukan

tenaga kerja yang lebih banyak jika dibandingkan pada sawah tadah hujan, karena pada

sawah tadah hujan pengolahan lahannya lebih sulit karena ketersediaan air yang kurang.

Pada sawah tadah hujan penggunaan tenagakerja dalam keluarga lebih banyak

dibandingkan pada sawah irigasi. Hal ini dimaksudkan agar biaya yang dikeluarkan

untuk membayar tenaga kerja luar keluarga dapat ditekan sehingga tidak mengurangi

pendapatan petani.

2. Produktivitas Tanaman

Rerata produktivitas sawah untuk tanaman semusim pada lahan irigasi dan tadah

hujan per musim tanam di Kecamatan Sambi dapat dilihat pada tabel 7.2.

Tabel 7.2. Rerata Produksi dan Produktivitas Sawah Untuk Tanaman padi pada Lahan Irigasi dan Tadah Hujan per Musim Tanam Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Keterangan Sawah irigasi Sawah tadah hujan

t-hitungProduksi (kg)

Produktivitas/ha (kg)

Produksi (kg)

Produktivitas/ha (kg)

1 MT I 2310,23 5056,63 1129,71 3085,06 2,79159*2 MT II 2488,15 5419,07 1072,06 2982,14 4,65188*3 MT III 2974,37 5998,76 - - 19,84489*

60

Page 61: bayu skripsi (Repaired)

4 Setahun 7772,76 16474,46 2201,77 6067,20 10,36983*Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009Keterangan : * = signifikan pada tingkat kepercayaan 99%

Berdasarkan tabel 7.2 dapat diketahui bahwa produktivitas tanaman semusim

khususnya tanaman padi pada daerah atau sawah irigasi lebih tinggi jika dibandingkan

dengan produktivitas pada sawah tadah hujan. Apabila dibandingkan produktivitas tiap

musim tanamnya, maka dapat diketahui bahwa produktivitas pada sawah irigasi lebih

tinggi dari sawah tadah hujan, untuk jumlahnya hampir dua kali lipatnya, dan apabila

produktivitas dibandingkan secara keseluruhan maka dapat diketahui bahwa

produktivitas pada sawah irigasi jauh lebih tinggi dibandingkan sawah tadah hujan,

sebab intensitas tanam pada sawah irigasi lebih tinggi dari sawah tadah hujan.

Disamping faktor penggunaan saprodi pertanian seperti pupuk, pestisida dan lain-lain,

ketersediaan air sangatlah berpengaruh pada produksi tanaman semusim khususnya

padi.

Berdasarkan hasil uji dua rerata antara produktivitas tanaman padi pada lahan

irigasi dan tadah hujan pada MT I di Kecamatan Sambi dapat diperoleh hasil bahwa

produksi pada lahan irigasi lebih tinggi daripada lahan tadah hujan pada tingkat

kepercayaan 99%. Hal ini disebabkan pupuk dan saprodi lainnya memberikan respon

yang maksimal terhadap tanaman padi pada sawah irigasi sehingga tanaman padi akan

memberikan hasil yang maksimal pula. Selain itu kualitas lahan pada sawah irigasi yang

lebih tinggi dibandingkan sawah tadah hujan karena sawah pada lahan irigasi senantiasa

teraliri air sepanjang tahun. Ketersediaan air pada MT I juga memberikan peranan

terhadap produksi padi, jika pada sawah irigasi air senantiasa tersedia sepanjang umur

padi, maka hal ini berbeda dengan yang terjadi pada sawah tadah hujan, hujan yang

turun kadang tidak menentu sehingga ketersediaan air kurang terjamin.

Berdasarkan uji dua rerata produktivitas padi MT II pada sawah irigasi dan tadah

hujan diperoleh hasil bahwa produktivitas padi pada sawah irigasi lebih tinggi bila

dibandingkan dengan sawah tadah hujan pada tingkat kepercayaan 99%. Produksi padi

pada lahan tadah hujan pada MT II akan mengalami peningkatan jika air hujan

mencukupi sampai panen, tetapi jika air hujan tidak mencukupi maka produksinya akan

menurun sehingga rata-rata produksinya menurun. Jadi produksi padi MT II selain

61

Page 62: bayu skripsi (Repaired)

tergantung pada penggunaan saprodi, produksi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air,

terutama air hujan yang turun.

Berdasarkan uji dua rerata produktivitas padi MT III pada lahan irigasi dan tadah

hujan diperoleh hasil bahwa produksi padi MT III pada sawah irigasi lebih tinggi bila

dibandingkan dengan sawah tadah hujan pada tingkat kepercayaan 99%. Pada MT III

ini produksi padi pada lahan irigasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan MT I dan MT

II, hal tersebut dapat terjadi karena pada MT III penggunaan saprodi seperti pupuk dapat

dilakukan secara maksimal tanpa takut tanaman akan rubuh akibat hujan. Penanaman

padi pada MT III ini sering disebut dengan istilah gadu oleh petani, karena hasilnya

paling banyak dan harga jualnya paling tinggi dibandingkan musim tanam sebelumnya.

Sedangkan pada lahan tadah hujan, sawah tidak dapat berproduksi karena pada MT III

ini lahan tidak dapat ditanami dengan padi dan lahan dibiarkan bero, sebagai akibat

tidak tersedianya air hujan. Kalaupun masih memungkinkan untuk ditanamai maka

tanaman yang cocok adalah tanaman yang tahan dengan kekeringan seperti tanaman

kacang hijau.

Berdasarkan hasil uji dua rerata produktivitas padi selama setahun antara sawah

irigasi dengan sawah tadah hujan diperoleh hasil bahwa t hitung lebih besar

dibandingkan t tabel, maka Ho ditolak, dengan demikian selama satu tahun, produksi

pada lahan irigasi lebih tinggi daripada lahan tadah hujan pada tingkat kepercayaan

99%. Intensitas tanam sagat berpengaruh disini, pada lahan irigasi tanaman padi dapat

berproduksi sebanyak tiga kali sedangkan pada lahan tadah hujan tanaman padi hanya

dapat berproduksi sebanyak dua kali. Selain itu pada MT III lahan irigasi dapat

berproduksi paling banyak dibandingkan MT I dan MT II, sedangkan pada lahan tadah

hujan pada MT III lahan tidak dapat berproduksi. Hal tersebut yang menyebabkan

produksi khususnya padi dalam satu tahun pada lahan irigasi lebih tinggi dari lahan

tadah hujan.

B. Pendapatan Petani

Pendapatan petani banyak dipengaruhi oleh nilai produksinya dan biaya-biaya

yang dikeluarkan selama mengusahakan tanaman pertaniannya,semakin tinggi nilai

produksi dan semakin kecil biaya yang harus dikeluarkan untuk mengusahakan tanaman

maka semakin tinggi hasil atau pendapatan petani yang akan diterima, demikian juga

sebaliknya.

62

Page 63: bayu skripsi (Repaired)

1. Nilai Produksi Tanaman Semusim

Besarnya nilai produksi suatu komoditas pertanian tergantung pada banyaknya

produksi dan harga jual komoditas pertanian tersebut, semakin banyak dan semakin

tinggi harga jual komoditas pertanian tersebut maka semakin tinggi pula nilai

produksinya. Besarnya nilai produksi tergantung pada besarnya harga tiap satuannya

(Kg). Rerata Nilai Produksi Sawah Untuk Tanaman Semusim pada Lahan Beririgasi dan

Tadah Hujan per Musim Tanam di Kecamatan Sambi Tahun 2009 dapat dilihat pada

tabel 7.3.

Tabel 7.3. Rerata Nilai Produksi Sawah Untuk Tanaman Semusim pada Lahan Beririgasi dan Tadah Hujan per Musim Tanam di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Keterangan Sawah irigasi Sawah tadah hujan

Jenis Komoditas Nilai Produksi (Rp)

Jenis Komoditas

Nilai Produksi (Rp)

1 MT I Padi 9.510.300 Padi 6.742.500Jagung 773.700Kedelai 103.125

2 MT II Padi 11.453.800 Padi 6.819.250Jagung 155.000Kedelai 216.000Kacang tanah 92.050Kacang hijau 83.300

3 MT III Padi 14.992.650 - -Bawang merah 1.488.800Kacang tanah 166.600

4 Setahun 37.612.150 15.029.925Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 7.3 dapat diketahui bahwa nilai produksi pada sawah

beririgasi selama satu tahun sebesar Rp 37.612.150, sedangkan pada sawah tadah hujan

sebesar Rp 15.029.925. Nilai produksi sawah irigasi dalam satu tahun jauh lebih besar

bila dibandingkan dengan sawah tadah hujan, hal ini disebabkan sawah tadah hujan

selama satu tahun hanya dapat ditanami sebanyak dua kali saja yaitu pada musim tanam

I dan II saja. Selain itu produktivitas lahan pada sawah irigasi jauh lebih tinggi bila

dibandingkan dengan sawah tadah hujan sebagai akibat tersedianya air sepanjang tahun,

sehingga respon dari saprodi yang digunakan terhadap tanaman akan lebih terlihat.

2. Biaya Produksi Usaha Tani

63

Page 64: bayu skripsi (Repaired)

Biaya produksi usaha tani tanaman semusim meliputi biaya tenaga kerja, biaya

saprodi pertanian (bibit, pupuk, pestisida), biaya penyusutan dan biaya lain-lain. Biaya

tenaga kerja meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan biaya tenaga kerja

luar keluarga (TKLK), akan tetapi biaya tenaga kerja yang dihitung hanya biaya tenaga

kerja luar keluarga saja karena menganut konsep farming farm. Biaya saprodi meliputi

biaya penggunaan bibit, pupuk, dan pestisida. Biaya penyusutan adalah biaya yang

dikeluarkan akibat penyusutan dari alat-alat pertanian yang digunakan. Sedangkan biaya

lain-lain meliputi biaya pajak tanah, sewa, iuran air, selamatan dan sebagainya.

a. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan

tanaga kerja luar keluarga (TKLK). Penggunaan tenaga kerja dan biaya tenaga kerja di

Kecamatan Sambi dapat dilihat pada tabel 7.4.

Tabel 7.4. Rerata penggunaan Tenaga Kerja dan Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga per Hektar pada sawah irigasi di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Musim tanam Sawah irigasiTKDK TKLK TK Ternak TK Mesin Biaya (Rp)

1 MT I 18 96 - 2 2.549.3002 MT II 14 96 - 2 2.559.0003 MT III 17 99 - 2 2.737.000

Total Setahun 49 291 - 6 7.845.300Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 7.4 dapat diketahui bahwa pada sawah irigasi, penggunaan

tenaga kerja dalam keluarga dalam satu tahun tiap hektarnya sebanyak 49 orang, untuk

tenaga kerja luar keluarga sebanyak 291 orang dan untuk mengolah sawahnya

digunakan traktor sebanyak 6 hari kerja. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk

kebutuhan tenaga kerja selain tenaga kerja dalam keluarga sebanyak Rp 7.845.300.

Tabel 7.5. Rerata penggunaan Tenaga Kerja dan Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga per Hektar pada sawah tadah hujan di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Musim tanam Sawah tadah hujanTKDK TKLK TK Ternak TK Mesin Biaya (Rp)

1 MT I 66 110 2 2 3.085.6002 MT II 43 87 2 2 3.033.3003 MT III - - - - -

Total Setahun 109 197 4 4 6.140.900Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

64

Page 65: bayu skripsi (Repaired)

Berdasarkan tabel 7.5 dapat diketahui bahwa pada sawah tadah hujan

penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 96 orang, tenaga kerja luar keluarga

sebanyak 172 orang tenaga ternak sebanyak 4, dan tenaga mesin sebanyak 3. Besarnya

biaya untuk kebutuhan tenaga kerja sebesar Rp 6.140.900. Pada lahan tadah hujan,

penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sangat dioptimalkan, petani beralasan apabila

mereka terlalu banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga maka dapat mengurangi

pendapatan dari usahataninya.

Apabila dibandingkan dengan sawah irigasi, besarnya biaya yang digunakan

untuk kebutuhan tenaga kerja akan lebih sedikit jumlahnya. Hal itu di sebabkan pada

sawah irigasi petani dapat bercocok tanam hingga tiga kali sedangkan pada sawah tadah

hujan hanya dua kali saja. Selain itu pada sawah tadah hujan penggunaan tenaga kerja

dalam keluarga sangat dimaksimalkan dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga

sangat diminimalkan dengan tujuan agar pendapatan yang nantinya diterima oleh petani

tidak berkurang terlalu banyak sebagai akibat untuk membayar biaya tenaga kerja. Akan

tetapi kalau dilihan curahan tenaga kerja per musim tanam kebutuhan tanaga kerja pada

sawah tadah hujan lebih tinggi, karena pengolahan lahan lebih berat sebagai akibat

tanah yang diolah sebelumnya adalah tanah kering akibat tidak ada hujan. Selain itu

kebutuhan tenaga kerja untuk pemeliharaan tanaman sangat tinggi terutama pada saat

penyiangan, karena gulma yang tumbuh pada sawah tadah hujan sangat banyak dan

untuk mencabut atau memberantas lebih sulit dibandingkan pada sawah irigasi.

b. Biaya Sarana Produksi Pertanian

Biaya saprodi adalah biaya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

tanaman pertanian agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi maksimal. Biaya

saprodi meliputi biaya untuk kebutuhan benih, pupuk dan pestisida. Biaya saprodi

paling banyak dikeluarkan untuk memnuhi kebutuhan pupuk, jenis pupuk yang biasa

digunakan adalah Urea, TSP, ZA, Phonska, Organik dan KCl, walaupun ada pula yang

memakai pupuk selain yang disebutkan diatas misalnya pupuk cair dan pupuk pelangi.

Rerata penggunaan saprodi beserta jumlah biaya yang dikeluarkan untuk saprodi dapat

dilihat dalam tabel 7.6.

Tabel 7.6. Rerata Penggunaan Saprodi dan Biaya Saprodi per Hektar pada Sawah Irigasi di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Musim Sawah irigasi

65

Page 66: bayu skripsi (Repaired)

tanamBibit (Kg) Biaya (Rp) Pupuk (Rp) Pestisida (Rp)

1 MT I 57 316.800 1.058.500 239.6002 MT II 57 318.500 1.051.800 239.6003 MT III 68 630.000 1.170.800 241.500

Total Setahun 182 1.265.300 3.281.100 720.700Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 7.6 dapat diketahui bahwa total biaya saprodi yang

dikeluarkan petani sawah irigasi di Kecamatan Sambi adalah sebesar Rp 5.267.100

dengan perincian sebesar Rp 1.265.300 untuk kebutuhan bibit, Rp 3.281.100 untuk

kebutuhan pupuk dan Rp 720.700 untuk kebutuhan pestisida. Bila dilihat kebutuhan

pupuk tiap musimnya dapat diketahui bahwa kebutuhan pupuk paling banyak yaitu pada

musim tanam III, hal ini disebabkan karena hujan tidak turun pada musim ini sehingga

petani lebih berani dalam memupuk agar tanamannya dapat tumbuh lebih subur tanpa

takut tanaman akan rubuh karena terkena air hujan.

Tabel 7.7. Rerata Penggunaan Saprodi dan Biaya Saprodi per Hektar pada Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Musim tanam Sawah tadah hujanBibit (Kg) Biaya (Rp) Pupuk (Rp) Pestisida (Rp)

1 MT I 88 338.600 1.087.800 156.5002 MT II 88 338.600 965.500 125.7003 MT III - - 0 -

Total Setahun 176 681.700 2.053.300 282.650Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 7.7 dapat diketahui bahwa total pengeluaran petani tadah

hujan untul pengadaan saprodi sebesar Rp 3.017.650. Dengan rincian Rp 681.700 untuk

bibit, Rp 2.053.300 untuk pupuk dan Rp 282.650 untuk pestisida. Bila dibandingkan

dengan sawah irigasi jumlah biaya saprodi sawah tadah hujan jauh lebih kecil

jumlahnya, hal tersebut terjadi karena pada sawah tadah hujan hanya ditanami sebanyak

2 kali saja sehingga kebutuhan saprodinya hanya untuk dua kali musim tanam saja.

Berdasarkan tabel 7.6 dan tabel 7.7 dapat diketahui bahwa kebutuhan bibit pada

sawah irigasi lebih tinggi dibandingkan dengan sawah tadah hujan. Hal ini disebabkan

pada daerah tadah hujan tanaman khususnya padi ditanam lebih rapat dengan harapan

hasilnya nanti juga akan lebih banyak sehingga kebutuhan akan bibit pun lebih banyak.

Akan tetapi bila dilihat dari besarnya biaya untuk kebutuhan bibit, pada sawah irigasi

66

Page 67: bayu skripsi (Repaired)

sedikit lebih tinggi dibandingkan sawah tadah hujan. Hal ini disebabkan pada sawah

irigasi menggunakan bibit unggul yang disediakan pemerintah yang harganya cukup

mahal, sedangkan petani di daerah tadah hujan cenderung menggunakan bibit biasa dari

hasil panen mereka sendiri.

c. Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan adalah biaya yang terjadi karena penggunaan alat dalam hal

ini alat pertanian, dan alat itu mempunyai jangka waktu pakai, sehingga suatu saat perlu

biaya untuk membeli alat serupa. Pada darah irigasi rerata besarnya biaya penyusutan

yang harus dikeluarkan oleh petani setiap tahunnya yaitu sebesar Rp 49.500, sedangkan

pada daerah tadah hujan yaitu sebesar Rp 41.150. Besarnya biaya penyusutan yang

harus dikeluarkan oleh petani tergantung pada banyak dan harga alat-alat pertanian yang

dimiliki.

d. Biaya Lain-lain

Biaya lain-lain adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani selain untuk keperluan

tenaga kerja dan saprodi. Biaya ini meliputi biaya pajak, iuran air, selamatan dan

sebagainya. Untuk daerah irigasi rerata pengeluaran petani untuk biaya pajak sebesar Rp

231.900. Untuk biaya iuran air sebesar Rp 50.000. Untuk lain-lain sebesar Rp 312.000.

Sedangkan pada daerah tadah hujan petani rata-rata mengeluarkan biaya untuk pajak

sebesar Rp 176.500 dan untuk lain-lain sebesar Rp 39.000. Petani di daerah tadah hujan

tidak mengeluarkan biaya untuk iuran air karena pada daerah tersebut tidak terdapat

saluran air atau jaringan irigasi. Petani di Kecamatan Sambi tidak mengeluarkan biaya

untuk selamatan karena budaya tersebut sudah ditinggalkan seiring dengan

perkembangan jaman. Dilihat dari besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh

petani dapat diketahui bahwa petani di daerah irigasi mengeluarkan biaya pajak yang

lebih tinggi dari pada daerah tadah hujan, sebab kelas tanah pada daerah irigasi lebih

tinggi sehingga berdampak pula pajak yang harus dikeluarkan juga lebih tinggi.

3. Pendapatan Usaha Tani Tanaman Semusim Pada Lahan Sawah

Pendapatan usaha tani pada lahan sawah adalah selisih antara nilai produksi

dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam mengusahakan pertaniannya pada

67

Page 68: bayu skripsi (Repaired)

lahan sawah. Besarnya pendapatan yang diperoleh sangat tergantung pada besarnya

nilai produksi dan total biaya produksinya. Rerata pendapatan usaha tani tanaman

semusim pada sawah irigasi di Kecamatan Sambi dapat dilihat pada tabel 7.8.

Sedangkan rerata pendapatan usaha tani tanaman semusim pada sawah tadah hujan

dapat dilihat pada tabel 7.9.

Tabel 7.8. Pendapatan Rata-rata Usaha Tani Tanaman Semusim per Hektar pada Sawah Irigasi Keluarga Petani di Kecamatan Sambi 2009

No Keterangan MT I MT II MT III Total setahun 1 Nilai Produksi

(A)9.510.300 11.453.800

16.648.050

37.612.150

2 Biayaa. Tenaga Kerja 2.549.300 2.559.000 2.737.000 7.845.300b. Saprodi 1.614.900 1.609.900 2.042.300 5.267.100c. Penyusutan 16.500 16.500 16.500 49.500d. Lain-lain 198.000 198.000 198.000 594.000

3 TOTAL Biaya (B)

4.378.700 4.383.400 4.933.800 13.775.900

4Pendapatan (A-B) 5.131.600 7.070.400

11.654.250

23.856.250

Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Tabel 7.9. Pendapatan Rata-rata Usaha Tani Tanaman Semusim per Hektar pada Sawah Tadah Hujan Keluarga Petani di Kecamatan Sambi 2009

No Keterangan MT I MT II MT III Total setahun1 Nilai Produksi

(A)7.619.325 7.365.600 -

15.029.9252 Biaya -

a. Tenaga Kerja 3.085.600 3.033.300 6.140.900b. Saprodi 1.582.900 1.429.800 3.017.650c. Penyusutan 13.700 13.700 41.100e. Lain-lain 71.850 71.850 215.550

3 TOTAL Biaya (B)

4.754.050 4.548.650 -9.415.200

4 Pendapatan (A-B) 2.865.275 2.816.950 - 5.682.225Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009

Berdasarkan tabel 7.8 dan tabel 7.9 dapat diketahui bahwa pendapatan petani

dari lahan sawah irigasi selama satu tahun adalah sebesar Rp 23.856.350. Jumlah ini

jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan petani dari sawah tadah hujan

yang jumlahnya hanya sebesar Rp 5.682.225. Hal ini disebabkan karena produktivitas

pada sawah irigasi jumlahnya bisa dua kali lipat jika dibandingkan sawah irigasi sebagai

68

Page 69: bayu skripsi (Repaired)

akibat tercukupinya kebutuhan air sepanjang tahun dan kualitas tanah yang mendukung.

Selain itu jumlah musim tanam (intensitas tanam) yang dapat diusahakan tiap tahunnya

juga berbeda, pada sawah tadah hujan dalam satu tahun bisa menanam sampai tiga kali,

sedang pada sawah tadah hujan hanya dua kali saja.

C. Uji Dua Rerata Pendapatan Usaha Tani

Untuk membuktikan hipotesis pendapatan usahatani pada sawah irigasi lebih

besar dari sawah tadah hujan maka selain menggunakan analisis tabel, juga digunakan

pengujian statistik dengan uji-t. Uji ini bertujuan untuk membuktikan apakah usahatani

pada sawah irigasi dan tadah hujan ada beda nyata, yang berarti usaha tani pada sawah

irigasi lebih baik dibandingkan sawah tadah hujan. Jika tidak ada beda nyata berarti

usahatani pada sawah irigasi sama dengan sawah tadah hujan.

Tabel 7.10. Rerata pendapatan Usaha Tani Tanaman Semusim per Hektar pada Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Keluarga Petani di Kecamatan Sambi 2009

No Keterangan Sawah irigasi Sawah tadah hujan

t-hitungPendapatan (Rp)

Pendapatan/ha (Rp)

Pendapatan (Rp)

Pendapatan/ha (Rp)

1 MT I 2.223.940 5.131.600 618.538 2.865.275 4,612859*2 MT II 3.042.113 7.070.400 706.690 2.816.950 6,164111*3 MT III 4.531.092 11.654.250 - - 13,411311*4 Setahun 9.797.145 23.856.250 1.325.228 5.682.225 9,400524*

Sumber : Analisis Data Primer Kecamatan Sambi September 2009Keterangan : * = signifikan pada tingkat kepercayaan 99%

Berdasarkan hasil uji dua rerata pada tabel 7.10 diperoleh hasil bahwa t hitung

lebih besar jika dibandingkan dengan t tabel, dengan demikian Ho ditolak, maka

pendapatan petani MT I pada sawah irigasi lebih besar daripada daerah tadah hujan

pada tingkat signifikasi 1%. Pada MT II, t hitung (6.164) lebih besar dari t tabel (2.428),

berarti Ho ditolak, dengan demikian pendapatan petani MT II pada sawah irigasi lebih

tinggi daripada sawah tadah hujan pada tingkat signifkasi 1%. Pada musim tanam ini

harga jual komoditas khususnya padi lebih tinggi dibandingkan MT I.

Pada MT III, berdasarkan hasil uji dua rerata diketahui bahwa t hitung (13.411)

lebih besar dari t tabel (2.428), berarti Ho ditolak, maka pendapatan petani MT III pada

sawah irigasi lebih tinggi daripada sawah tadah hujan. Penerimaan petani pada MT III

paling tinggi dibandingkan musim-musim sebelumnya. Hal ini disebabkan produksi dan

harga jual padi lebih tinggi dibandingkan musim sebelumnya. Tingginya harga jual

69

Page 70: bayu skripsi (Repaired)

disebabkan panen padi hanya dapat dilakukan pada lahan irigasi saja. Sedangkan pada

lahan tadah hujan, sawah tidak dapat ditanami tanaman padi, pada kondisi ini sawah

dibiarkan bero.

Berdasarkan tabel 7.10 dapat diketahui bahwa t hitung (9.400) lebih besar dari t

tabel (2.428), berarti Ho ditolak, maka pendapatan petani dalam satu tahun pada sawah

irigasi lebih tinggi daripada sawah tadah hujan pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini

jelas terjadi karena intensitas tanam pada sawah irigasi lebih tinggi dibandingkan sawah

tadah hujan, pada sawah irigasi dalam satu tahun dapat berproduksi sebanyak tiga kali

sedangkan pada sawah tadah hujan dalam satu tahun hanya dapat berproduksi sebanyak

dua kali saja. Selain itu pada sawah irigasi, produksi khususnya padi pada musim tanam

III jumlahnya paling banyak dan nilai jualnya paling tinggi dibandingkan musim tanam

I dan II, sedangkan pada sawah tadah hujan, sawah tidak dapat berproduksi dan

dibiarkan bero sehingga tidak memberikan penghasilan bagi petani. Penggunaan tenaga

kerja pada lahan tadah hujan tiap musimnya juga lebih tinggi dibandingkan pada lahan

irigasi, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani. Tingginya biaya yang harus

dikeluarkan petani pada lahan tadah hujan disebabkan lebih sulitnya dalam pengolahan

tanah dan pemeliharaan tanaman khususnya pada saat penyiangan pada komoditas

tanaman yang diusahakan.

70

Page 71: bayu skripsi (Repaired)

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHATANI

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam produksi dan

pendapatan usahatani khususnya usahtani padi dapat dilihat dari hasil analisis fungsi

produktivitas dan analisis fungsi pendapatan usahatani. Analisis regresi terhadap

produksi dan pendapatan tersebut dilakuakan dengan program SPSS.

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi.

Dalam analisis fungsi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

usahatani padi ini, produksi/produktivitas padi sebagai variabel dependen. Sedangkan

yang bertindak sebagai variabel independen antara lain: luas lahan, jumlah tenaga kerja,

jumlah benih, jumlah pupuk, jumlah pestisida, umur, tingkat pendidikan, jumlah

anggota keluarga, dengan musim tanam dan irigasi sebagai variabel dummy.

Analisis fungsi produksi terbagi dalam 3 model yang masing-masing akan

dibandingkan. Model I adalah fungsi produksi pada sawah irigasi dengan dummy

musim tanam. Model II adalah fungsi produksi pada sawah tadah hujan dengan dummy

musim tanam. Model III adalah fungsi produksi gabungan antara sawah irigasi dengan

sawah tadah hujan dengan dummy irigasi dan dummy musim tanam. Analisis regresi

Model III digunakan untuk mengetahui pengaruh ketersediaan air irigasi terhadap

produksi padi yaitu pada sawah irigasi dengan sawah tadah hujan.

71

Page 72: bayu skripsi (Repaired)

Tabel 8.1. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Variabel bebas Koefisien regresiModel I Model II Model III

1 Luas lahan 0,775* 0,835* 0,793*(9,033) (6,494) (13,269)

2 Jumlah tenaga kerja 0,093ns 0,002ns 0,069**(1,229) (1,011) (2,122)

3 Jumlah benih 0,199* 0,003ns 0,167*(3,775) (0,766) (3,313)

4 Jumlah urea -0,035** -0,001ns -0,027ns(-2,330) (-0,806) (-2,143)

5 Jumlah TSP -0,018** -0,002ns -0,026*(-2,109) (-1,564) (-3,271)

6 Jumlah Za -0,027* 0,003ns -0,015**(-3,617) (1,385) (-2,138)

7 Jumlah Phonska 0,018** 0,001ns 0,008ns(2,034) (0,694) (1,232)

8 Jumlah pupuk organik -0,006ns -0,001ns -0,011ns(-0,285) (-0,315) (-0,657)

9 Jumlah KCl 0,006ns 0,001ns 0,002ns(0,630) (0,440) (0,285)

10 Jumlah pestisida 0,025ns -0,095ns 0,025ns(0,678) (-1,489) (0,964)

11 Umur -0,406* -0,005ns -0,309**(-2,856) (-0,943) (-2,281)

12 Tingkat pendidikan 0,056** 0,010ns 0,053**(2,463) (0,784) (2,211)

13 Jumlah anggota keluarga -0,261* -0,016ns -0,151*(-3,954) (-0,357) (-2,753)

14 Dummy musim tanam I dan II -0,081ns 0,076ns -0,308ns(-1,362) (0,871) (-0,950)

Dummy musim tanam II dan III

-0,176* - -

(-2,823) - -

72

Page 73: bayu skripsi (Repaired)

15 Dummy irigasi - - 0,413*- - (6,735)

16 Konstanta 2,138* 0,454ns 1,252***(2,743) (0,456) (1,759)

17 Adjusted R2 0,900 0,605 0,84718 F sig 73,633 8,661* 68,572*

Sumber: Analisis Data Primer Kecamatan Sambi 2009

Keterangan: * : signifikan pada tingkat kepercayaan 99% ** : signifikan pada tingkat kepercayaan 95%*** : signifikan pada tingkat kepercayaan 90%ns : tidak signifikanAngka dalam kurung = nilai t hitung

Berdasarkan tabel 8.1 diketahui bahwa persamaan fungsi produksi padi di

Kecamatan Sambi tahun 2009 adalah sebagai berikut.

1. Model I:

LnY = 2,138 + 0,775 LnX1 + 0,093 LnX2 + 1,19 LnX3 – 0,035 LnX4 – 0,018 LnX5 –

0,27 LnX6 +0,018 LnX7 - 0,006 Ln X8 + 0,006 LnX9 + 0,025 LnX10 – 0,406

LnX11 + 0,056 LnX12 – 0,261 LnX13 – 0,081 D-mt1 – 0,176 D-mt2 + μ

2. Model II:

LnY = 0,454 + 0,835 LnX1 + 0,002 LnX2 + 0,003 LnX3 – 0,001 LnX4 – 0,002 LnX5

+ 0,003 LnX6 + 0,001 LnX7 – 0,001 LnX8 + 0,001 LnX9 – 0,095 LnX10 –

0,005 LnX11 + 0,010 LnX12 – 0,016 LnX13 + 0,76 D-mt + μ

3. Model III :

LnY = 1,252 + 0,793 LnX1 + 0,069 LnX2 + 0,167 LnX3 – 0,027 LnX4 – 0,026 LnX5

– 0,015 LnX6 + 0,008 LnX7 - 0,011 LnX8 + 0,002 LnX9 + 0,025 LnX10 –

0,309 LnX11 + 0,053 LnX12 – 0,151 LnX13 – 0,308 D-mt + 0,413 D-irig + μ

Berdasarkan hasil analisis regresi pada ketiga model, diperoleh nilai adjusted R2

sebesar 0,605 – 0,900, dengan demikian model regresi tersebut dapat dengan baik

memprediksi nilai aktualnya, dengan kata lain 60,5% - 90,0% variabel dependen

(produksi) mampu dijelaskan oleh variabel independennya (luas lahan, jumlah

tenagakerja, jumlah pupuk, jumlah benih, jumlah pestisida, umur, tingkat pendidikan,

jumlah kelurga dan dummy) sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain diluar

model.

Untuk F test diperoleh F hitung masing-masing model I, II, dan III sebesar

73,633; 8,661 dan 68,572 dengan tingkat signifikasi masing-masing sebesar 0,000,

73

Page 74: bayu skripsi (Repaired)

karena probabilitasnya jauh lebih kecil dari 0,01, maka Ho ditolak. Dengan demikian

variabel independen (luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah benih,

jumlah pestisida, umur, tingkat pendidikan, jumlah kelurga dan dummy) secara

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi, sehingga model

tersebut dapat digunakan untuk memprediksi produksi padi pada tingkat kepercayaan

99%.

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

variabel dependen maka digunakan uji t, dengan hipotesis Ho ditolak jika t hitung > t

tabel, dan Ho diterima jika t hitung < t tabel.

1. Luas Lahan

Berdasarkan hasil analisis regresi pada Model I, II, dan III diketahui bahwa nilai

sig variabel luas lahan adalah 0,000; 0,000 dan 0,000 sehingga probabilitasnya jauh

dibawah 0,01, maka Ho ditolak. Dengan demikian luas lahan berpengaruh secara

signifikan terhadap produksi padi pada tingkat kepercayaan 99%. Kofisien luas lahan

dari ketiga model tersebut adalah bernilai positif (0,775; 0,835 dan 0,793), berarti setiap

terjadi penambahan luas lahan sebanyak 10 % maka akan berakibat pada kenaikan

produksi padi sebesar 7,75 %; 8,35 %, dan 7,93 %.

2. Jumlah Tenaga Kerja

Nilai sig variabel tenaga kerja pada model III adalah 0,036 probabilitasnya jauh

dibawah 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikian jumlah tenaga kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap produksi padi pada tingkat kepercayaan 95%. Koefisien

tenaga kerja sebesar 0,069, berarti apabila terjadi kenaikan jumlah tenaga kerja

sebanyak 10% akan mengakibatkan terjadinya kenaikan produksi padi sebanyak 0,69%.

Sedangkan variabel tenaga kerja pada Model I dan II tidak signifikan berpengaruh

terhadap produksi padi karena probabilitasnya jauh diatas 0,1.

3. Jumlah Benih

Nilai sig variabel jumlah benih pada Model I dan Model III adalah 0,000 dan

0,001, sehingga probabilitasnya dibawah 0,01, maka Ho ditolak. Dengan demikian

jumlah benih berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi pada tingkat

kepercayaan 99%. Karena koefisien regresinya bernilai positif (0,199 dan 0,167) maka

setiap terjadi kenaikan jumlah benih sebesar 10 % maka produksi padi akan naik 1.99%

dan 1,67%. Hal tersebut dapat terjadi karena dengan penambahan jumlah benih maka

74

Page 75: bayu skripsi (Repaired)

jumlah tanaman yang dapat ditanam akan lebih banyak sehingga produksinya juga

banyak. Untuk Model II, nilai sig variabel jumlah benih probabilitasnya diatas 0,1

sehingga jumlah benih tidak berpengaruh secara signifikan pada Model II

4. Jumlah Urea

Nilai sig varibel jumlah urea pada model I sebesar 0,022, sehingga

probabilitasnya dibawah 0,05 maka Ho ditolak. Dengan demikian jumlah urea

berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi pada tingkat kepercayaan 95%.

Pada model II dan III probabilitasnya jauh diatas 0,1, sehingga Ho diterima. Dengan

demikian jumlah pupuk urea yang diberikan pada tanaman padi tidak memberika

pengaruh yang signifikan terhadap produksi padi. Hal tersebut diduga disebabkan

Karena tanah atau lahan sudah jenuh dengan penggunaan pupuk kimia terutama urea.,

seperti diketahui bahwa urea adalah jenis pupuk yang paling banyak digunakan petani

pada usahtani.

5. Jumlah TSP

Nilai sig variabel jumlah TSP pada Model I dan III adalah 0,038 dan 0,001,

sehingga probabilitasnya dibawah 0,05 dan 0,01, maka Ho ditolak. Dengan demikian

jumlah TSP berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi pada tingkat

kepercayaan 95% dan 99%. Karena koefisien regresinya bernilai negatif maka setiap

penambahan jumlah TSP dapat menurunkan produksi padi. Hal tersebut diduga karena

lahan sawah sudah terlalu jenuh terhadap pemakaian pupuk kimia, sehingga kalau

pemupukan dengan TSP ditambah akan berakibat menurunnya produksi padi.

Sedangkan nilai sig jumlah TSP pada Model II, probabilitasnya jauh diatas 0,1 maka

pada kedua model tersebut jumlah TSP tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi

padi.

6. Jumlah ZA

Nilai sig variabel jumlah ZA pada Model I dan Model III masing-masing sebesar

0,000 dan 0,034, sehingga probabilitasnya jauh dibawah 0,01 dan 0,05, maka Ho

ditolak. Dengan demikan jumlah ZA berpengaruh terhadap produksi pada pada tingkat

kepercayaan 99% dan 95%. Karena koefisien regresinya bernilai negatif maka setiap

terjadi penambahan penggunaan pupuk Za dapat berakibat menurunnya produksi padi,

Sebab tanah sudah jenuh terhadap pupuk kimia yang semakin lama dapat menurunkan

kualitas tanah.

75

Page 76: bayu skripsi (Repaired)

7. Jumlah Phonska

Nilai sig variabel jumlah Phonska pada Model I sebesar 0,045, sehingga

probabilitasnya jauh dibawah 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikan jumlah Phonska

berpengaruh terhadap produksi pada pada tingkat kepercayaan 95%. Karena koefisien

regresinya bernilai positif maka dengan penambahan pupuk phonska maka produksi

padi akan naik. Sedangkan pada Model II dan III jumlah phonska tidak berpengaruh

signifikan terhadap produksi padi. Diduga hal tersebut terjadi karena pupuk phonska

akan memberikan respon yang baik hanya pada lahan yang memiliki ketersediaan air

yang cukup sepanjang musim tanam.

8. Jumlah Pupuk Organik

Nilai sig pada variabel pupuk organik pada ketiga model, probabilitasnya jauh

diatas 0,1 sehingga Ho diterima. Dengan demikian penggunaan pupuk organik tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi. Hal tersebut diduga karena tanah

sudah terbiasa dengan penggunaan pupuk kimia, sehingga pengaruh pupuk organik

belum terlihat dan perlu waktu yang cukup lama untuk mengurangi ketergantungan

terhadap pupuk kimia.

9. Jumlah KCl

Nilai sig pada variabel pupuk KCl pada ketiga model, probabilitasnya jauh

diatas 0,1 sehingga Ho diterima. Dengan demikian penggunaan pupuk KCltidak

berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi. Hal ini diduga karena pupuk KCl

tidak cocok untuk tanaman padi.

10. Jumlah Pestisida

Nilai sig pada variabel pestisida pada ketiga model, probabilitasnya jauh diatas

0,1 sehingga Ho diterima. Dengan demikian penggunaan pestisida tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap produksi padi.

11. Umur

Nilai sig variabel umur pada Model regresi I dan III adalah 0,005 dan 0,024,

sehingga probabilitasnya dibawah 0,01 dan 0,05, maka Ho ditolak. Sehingga umur

berpengaruh signifikan terhadap produksi padi pada tingkat kepercayaan 99% dan 95%.

Karena koefisien regresinya bernilai negatif maka semakin tinggi usia petani akan

mengakibatkan produksi padi menurun. Dengan bertambahnya umur maka akan

76

Page 77: bayu skripsi (Repaired)

membuat produktivitas petani semakin menurun karena kemampuan fisik dan

psikologis yang terus turun seiring dengan bertambahnya usia.

12. Tingkat Pendidikan

Nilai sig variabel tingkat pendidikan pada Model I dan Model III masing-masing

sebesar 0,016 dan 0,028, sehingga probabilitasnya jauh dibawah 0,05, maka Ho ditolak.

Dengan demikan tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap produksi

pada pada tingkat kepercayaan 95%. Karena koefisien regresinya bernilai positif maka

dengan semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka produksi padi akan naik.

Dengan semakin tingginya pendidikan petani maka wawasan petani akan semakin luas

dan semakin mudah bagi petani untuk menerima inovasi dan teknologi baru yang pada

akhirnya dapat meningkatkan produksi pertaniannya.

13. Jumlah Anggota Keluarga

Nilai sig variabel jumlah anggota keluarga pada Model I dan Model III masing-

masing sebesar 0,000 dan 0,007, sehingga probabilitasnya jauh dibawah 0,01, maka Ho

ditolak. Dengan demikan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap produksi pada

pada tingkat kepercayaan 99%. Karena koefisien regresi dari variabel jumlah anggota

keluarga bernilai negatif maka bertambahnya jumlah anggota keluarga petani dapat

mengakibatkan menurunnya produksi petani. Diduga dengan bertambahnya jumlah

anggota keluarga maka waktu yang digunakan petani untuk bertani akan berkurang

karena terlalu sibuk atau waktunya akan tersita untuk mengurusi anggota keluarganya.

14. Variabel Dummy Musim Tanam

Nilai sig variabel dummy musim tanam antara MT II dan III pada Model I

adalah 0,007 sehingga probabilitasnya dibawah 0,01. Dengan demikian antara musim

tanam II dan III berpengaruh signifikan terhadap produksi padi pada tingkat

kepercayaan 99%. Karena koefisien regresinya bernilai negatif maka produksi padi pada

Musim Tanam III (sebagai kontrol) lebih tinggi dibandingkan produksi pada Musim

Tanam II.

15. Variabel Dummy Irigasi

Nilai sig variabel dummy irigasi pada Model III adalah 0,000, sehingga

probabilitasnya jauh dibawah 0,01. Dengan demikian keberadaan sarana irigasi

berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Karena koefisien regresinya bernilai

77

Page 78: bayu skripsi (Repaired)

positif maka produksi padi pada sawah beririgasi (sebagai kontrol) lebih tinggi

dibandingkan dengan sawah tadah hujan.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani

Dalam analisis fungsi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

petani, pendapatan petani sebagai variabel dependen. Sedangkan yang bertindak sebagai

variabel independen antara lain: luas lahan, upah tenaga kerja, harga benih, harga urea,

harga TSP, harga Za, harga Phonska, harga pupuk organik, harga KCl, harga pestisida,

umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dengan musim tanam dan irigasi

sebagai variabel dummy.

Analisis fungsi pendapatan terbagi dalam 3 model yang masing-masing akan

dibandingkan. Model I adalah fungsi pendapatan pada sawah irigasi dengan dummy

musim tanam. Model II adalah fungsi pendapatan pada sawah tadah hujan dengan

dummy musim tanam. Model III adalah fungsi pendapatan gabungan antara sawah

irigasi dengan sawah tadah hujan dengan dummy irigasi dan dummy musim tanam.

Analisis regresi Model III digunakan untuk mengetahui pengaruh ketersediaan air

irigasi terhadap pendapatan petani yaitu pada sawah irigasi dengan sawah tadah hujan.

78

Page 79: bayu skripsi (Repaired)

Tabel 8.2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Fungsi Pendapatan Petani di Kecamatan Sambi Tahun 2009

No Variabel bebas Koefisien regresiModel I Model II Model III

1 Luas lahan 1,752* 0,170 1,202*(5,061) (0,232) (3,835)

2 Upah tenaga kerja -0,262** -2,591 -0,157(-2,046) (-1,503) (-0,916)

3 Harga benih -0,810 1,887** 0,301(-1,635) (2,091) (0,715)

4 Harga urea -0,044 -0,453 -0,437***(-0,159) (-1,059) (-1,8174)

5 Harga TSP -0,143 0,104 -0,109(-1,446) (0,389) (-0,961)

6 Harga Za -0,039 0,029 0,044(-0,395) (0,075) (0,359)

7 Harga phonska -0,081 -0,296 -0,309*(-0,813) (-1,428) (-3,196)

8 Harga organik -0,008 0,298 0,245***(-0,054) (0,952) (1,676)

9 Harga KCl 0,113 0,357 0,077(0,394) (0,791) (0,325)

10 harga pestisida 0,170 0,302*** 0,175***(1,526) (1,698) (1,816)

11 Umur -1,256 1,657 -1,012(-1,247) (0,583) (-0,921)

12 Tingkat pendidikan 0,072 -0,176 -0,036(0,634) (-0,330) (-0,259)

13 Jumlah anggota keluarga 0,045 2,397** 0,318(0,105) (2,080) (0,759)

14 Dummy musim tanam I dan II 0,116 0,142 -0,093(0,239) (0,172) (-0,193)

15 Dummy musim tanam II dan III -0,660 - -(-1,536) - -

16 Dummy irigasi - - 2,229*

79

Page 80: bayu skripsi (Repaired)

- - (4,764)17 Konstanta -1,793 1,133 -0,984

(-0,308) (0,088) (-0,168)18 Adjusted R2 0,231 0,110 0,22319 F hitung 3,619* 1,699*** 4,872*

Sumber: Analisis Data Primer Kecamatan Sambi 2009

Keterangan: * : signifikan pada tingkat kepercayaan 99% ** : signifikan pada tingkat kepercayaan 95%*** : signifikan pada tingkat kepercayaan 90%ns : tidak signifikanAngka dalam kurung = nilai t hitung

Berdasarkan tabel 8.2 diketahui bahwa persamaan fungsi produksi padi di

Kecamatan Sambi tahun 2009 adalah sebagai berikut.

1. Model I:

LnY = –1,793 + 1,752 LnX1 – 0,262 LnX2 – 0,810 LnX3 – 0,044 LnX4 – 0,143 LnX5

– 0,039 LnX6 – 0,081 LnX7 - 0,008 Ln X8 + 0,113 LnX9 + 0,170 LnX10 –

1,256 LnX11 + 0,072 LnX12 + 0,045 LnX13 + 0,116 D-mt1 – 0,660 D-mt2 + μ

2. Model II:

LnY = 1,133 + 0,170 LnX1 – 2,591 LnX2 + 1,887 LnX3 – 0,453 LnX4 + 0,104 LnX5

+ 0,029 LnX6 - 0,296 LnX7 + 0,298 LnX8 + 0,357 LnX9 + 0,302 LnX10 +

1,657 LnX11 – 0,176 LnX12 + 2,397 LnX13 + 0,000 D-mt + μ

3. Model III :

LnY = –0,984 + 1,202 LnX1 – 0,157 LnX2 + 0,301 LnX3 – 0,437 LnX4 – 0,109

LnX5 + 0,044 LnX6 – 0,309 LnX7 + 0,245 LnX8 + 0,077 LnX9 + 0,175

LnX10 – 1,012 LnX11 – 0,036 LnX12 + 0,318 LnX13 – 0,093 D-mt +

2,448 D-irig + μ

Berdasarkan hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

petani pada Model I, Model II, dan Model III. Diperoleh nilai adjusted R2 antara 0,1103

sampai 0,2311, arinya 11,03% sampai 23,11% variabel dependen yaitu pendapatan

petani mampu dijelaskan oleh variabel luas lahan, upah tenaga kerja, harga benih, harga

Urea, harga TSP, harga ZA, harga Phonska, harga pupuk organik, harga KCl, umur,

pendidikan, jumlah keluarga serta variabel dummy musim tanam dan irigasi. Sedangkan

sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

80

Page 81: bayu skripsi (Repaired)

Nilai F hitung pada model regresi I, II, III tersebut adalah 3,619; 1,699 dan

4,872 dengan signifikasi masing-masing 0,000; 0,077 dan 0,000, karena nilai

probabilitasnya dibawah 0,01; 0,1 dan 0,01. Dengan demikian variabel independen (luas

lahan, upah tenaga kerja, harga benih, harga Urea, harga TSP, harga ZA, harga Phonska,

harga pupuk organik, harga KCl, umur, pendidikan, jumlah keluarga serta variabel

dummy musim tanam dan irigasi) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen pendapatan petani pada tingkat kepercayaan 99% dan 90%. Sehingga

model regresi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi pendapatan petani.

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

variabel dependen maka digunakan uji t, dengan hipotesis Ho ditolak jika t hitung > t

tabel, dan Ho diterima jika t hitung < t tabel.

1. Luas Lahan

Berdasarkan hasil analisis regresi pada Model I dan III diketahui bahwa nilai sig

variabel luas lahan adalah 0,000 dan 0,000 sehingga probabilitasnya jauh dibawah 0,01,

maka Ho ditolak. Dengan demikian luas lahan berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan petani pada tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan pada Model II nilai sig

variabel luas lahan sebesar 0,816 sehingga probabilitasnya jauh diatas 0,1, maka Ho

diterima. Dengan demikian pada model II luas lahan tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap pendapatan petani. Kofisien luas lahan dari model I dan III tersebut

adalah bernilai positif (1,7522 dan 1,2027), berarti setiap terjadi penambahan luas lahan

sebanyak 1% maka akan berakibat pada kenaikan pendapatan petani sebanyak 1,75%

dan 1,20%. Dengan bertambahnya luas lahan maka, luas tanam akan bertambah dan

berakibat produksi akan naik, pada akhirnya pendapatan petani juga akan naik.

2. Upah Tenaga Kerja

Nilai sig variabel upah tenaga kerja pada Model I adalah 0,043 sehingga

probabilitasnya jauh dibawah 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikian upah tenaga

kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani pada sawah beririgasi

pada tingkat kepercayaan 95%. Karena koefisien regresi bernilai negatif maka naiknya

upah tenaga kerja akan menyebabkan turunnya pendapatan petani. Dengan naiknya

upah tenaga kerja maka biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja

menjadi bertambah sehingga akan mengurangi pendapatan yang diterima oleh petani.

3. Harga Benih

81

Page 82: bayu skripsi (Repaired)

Nilai sig variabel jumlah benih pada Model II sebesar 0,040 sehingga

probabilitasnya dibawah 0,5 maka Ho ditolak. Dengan demikian harga benih

berpengaruh signifikan terhadap produksi padi pada tingkat kepercayaan 95%. Karena

nilai koefisien regresi bernilai positif maka semakin mahal harga benih akan

berpengaruh pada kenaikan pendapatan petani pada lahan tadah hujan. Diduga petani

pada lahan tadah hujan cenderung memakai benih dari hasil sendiri yang harganya lebih

murah, sehingga apabila menggunakan benih unggul dari dinas pertanian yang harganya

lebih mahal dimungkinkan hasil produksinya akan lebih dan pendapatan petani akan

ikut naik.

4. Harga Urea

Nilai sig variabel harga urea pada Model III adalah 0,070 sehingga

probabilitasnya dibawah 0,1, maka Ho ditolak. Dengan demikian harga urea

berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani pada tingkat kepercayaan

90%. Koefisien regresi dari veriabel harga urea bernilai negatif sehingga setiap terjadi

kenaikan harga pupuk urea maka pendapatan petani akan turun. Diduga pupuk urea

adalah pupuk yang paling sering dan paling banyak dipakai oleh petani sehingga setiap

terjadi kenaikan harganya maka biaya pupuk akan naik sehingga pendapatan petani akn

turun.

5. HargaTSP

Nilai sig variabel harga TSP pada ketiga model probabilitasnya diatas 0,1, maka

Ho diterima. Dengan demikian harga TSP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan petani pada tingkat berbagai kepercayaan. Namun, apabila dilihat dari nilai

koefisien regresi dari variabel harga TSP sebenarnya bernilai negatif yaitu jika harga

TSP naik maka akan menyebabkan pendapatan petani akan turun.

6. Harga ZA

Nilai sig variabel harga ZA pada ketiga model probabilitasnya diatas 0,1, maka

Ho diterima. Dengan demikian harga ZA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan petani pada tingkat berbagai kepercayaan. Namun, apabila dilihat dari nilai

koefisien regresi dari variabel harga ZA sebenarnya bernilai negatif yaitu jika harga ZA

naik maka akan menyebabkan pendapatan petani akan turun.

82

Page 83: bayu skripsi (Repaired)

7. Harga Phonska

Nilai sig variabel harga Phonska pada model III sebesar 0,001 sehingga

probabilitasnya jauh dibawah 0,01, maka Ho ditolak. Dengan demikan harga Phonska

berpengaruh secara signifikan terhadap produksi pada pada tingkat kepercayaan 99%.

Karena koefisien regresinya bernilai negatif maka dengan kenaikan harga pupuk

Phonska akan menyebabkan penurunan pendapatan petani. Diduga petani banyak

menggunakan jenis pupuk Phonska sehingga pada saat terjadi kenaikan harga Phonska

akan membuat pendapatan petani turun.

8. Harga Pupuk Organik

Nilai sig variabel harga pupuk organik pada model III sebesar 0,095 sehingga

probabilitasnya jauh dibawah 0,1, maka Ho ditolak. Dengan demikan harga pupuk

organik berpengaruh secara signifikan terhadap produksi pada pada tingkat kepercayaan

99%. Karena koefisien regresinya bernilai positif maka dengan kenaikan harga pupuk

organik akan menyebabkan kenaikan pendapatan petani. Diduga dengan penggunaan

pupuk organik maka produksi pertanian akan naik sehingga pendapatan petani ikut naik.

9. Harga KCl

Nilai sig variabel harga pupuk KCl pada ketiga model probabilitasnya diatas 0,1,

maka Ho diterima. Dengan demikian harga pupuk KCl tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap pendapatan petani pada tingkat berbagai kepercayaan.

10. Harga Pestisida

Nilai sig variabel harga pestisida pada Model II dan III sebesar 0,094 dan 0,070,

sehingga probabilitasnya jauh dibawah 0,1, maka Ho ditolak. Dengan demikan harga

pestisida berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani pada tingkat

kepercayaan 90% Karena koefisien regresinya bernilai positif maka dengan kenaikan

harga pestisida maka pendapatan petani akan naik. Diduga dengan kenaikan harga

pestisida, petani enggan untuk membeli pestisida, petani akan benar-benar membeli

pestisida apabila ada serangan hama penyakit yang berat terhadap komoditas

pertaniannya.

11. Umur

Nilai sig variabel umur pada ketiga model probabilitasnya diatas 0,1, maka Ho

diterima. Dengan demikian harga pupuk KCl tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap pendapatan petani pada tingkat berbagai kepercayaan. Akan tetapi apabila

83

Page 84: bayu skripsi (Repaired)

dilihat dari koefisien regresinya yang bernilai negatif maka semakin tinggi umur

seseorang maka pendapatan akan semakin turun.

12. Tingkat Pendidikan

Nilai sig variabel tingkat pendidikan pada Model I, Model II Model III

probabilitasnya jauh diatas 0,1, maka Ho diterima. Dengan demikan tingkat pendidikan

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani pada berbagai tingkat

kepercayaan.

13. Jumlah Anggota Keluarga

Nilai sig variabel jumlah anggota keluarga pada model II adalah 0,041 sehingga

probabilitasnya dibawah 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikian jumlah anggota

keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani pada tingkat

berbagai kepercayaan 95%. Karena koefisien regresinya bernilai positif maka semakin

banyak jumlah anggota keluarga maka pendapatan akan ikut naik. Diduga dengan

semakin banyaknya anggota keluarga maka penggunaan tenaga kerja luar keluarga

dapat dikurangi sehingga pendapatan ikut naik.

14. Variabel Dummy Musim Tanam

Nilai sig variabel dummy musim tanam pada ketiga model probabilitasnya diatas

0,1, maka Ho diterima. Dengan demikian perbedaan musim tanam tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap pendapatan petani pada tingkat berbagai kepercayaan.

15. Variabel Dummy Irigasi

Nilai sig variabel dummy irigasi pada Model III adalah 0,000, sehingga

probabilitasnya jauh dibawah 0,01. Dengan demikian keberadaan sarana irigasi

berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani. Karena koefisien regresinya

bernilai positif maka pendapatan petani pada sawah beririgasi (sebagai kontrol) lebih

tinggi dibandingkan dengan sawah tadah hujan. Hal tersebut terjadi karena pada sawah

irigasi meniliki intensitas tanam yang lebih tinggi dibandingkan pada sawah tadah

hujan. Pada sawah irigasi , sawah dapat ditanami sebanyak tiga kali dalam satu tahun,

sedangkan pada daerah tadah hujan hanya mampu ditanami sebanyak dua kali saja.

84

Page 85: bayu skripsi (Repaired)

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasis analisis dan pembahasan maka yang dapat disimpulkan dari

hasil penelitian ini adalah :

1. Pola tanam yang digunakan oleh petani pada sawah irigasi di Kecamatan Sambi

adalah sebagai berikut.

a. Padi-Padi-Padi

b. Padi-Padi-Palawija

2. Pola tanam yang digunakan oleh petani pada sawah tadah hujan di Kecamatan

sambi adalah sebagai barikut.

a. Padi-Padi

b. Padi-Palawija

c. Palawija-Padi

d. Padi-Padi-Palawija

3. Produktivitas sawah irigasi di Kecamatan Sambi lebih tinggi dibandingkan

sawah tadah hujan khususnya untuk tanaman padi.

4. Produktivitas pada sawah irigasi untuk tanaman padi adalah sebagai berikut.

a. MT I = 5056,63 kg/ha

b. MT II = 5419,07 kg/ha

c. MT III = 5998,76 kg/ha

5. Produktivitas pada sawah irigasi untuk tanaman padi adalah sebagai berikut.

a. MT I = 3085,06 kg/ha

b. MT II = 2982,14 kg/ha

6. Pendapatan petani di Kecamatan Sambi dari lahan sawah pada sawah irigasi

lebih tinggi dibandingkan pada sawah tadah hujan.

7. Rerata pendapatan petani pada sawah irigasi adalah sebagai berikut.

85

Page 86: bayu skripsi (Repaired)

a. MT I = Rp 5.131.600

b. MT II = Rp 7.070.400

c. MT III = Rp 11.654.250

8. Rerata pendapatan petani pada sawah tadah hujan adalah sebagai berikut.

a. MT I = Rp 2.865.275

b. MT II = Rp 2.816.950

c. MT III = -

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi adalah luas lahan,

jumlah tenaga kerja, jumlah benih, jumlah TSP, jumlah ZA, umur, tingkat

pendidikan petani, jumlah anggota keluarga petani, musim tanam dan

ketersediaan air irigasi.

10. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah luas lahan, harga

urea, harga pupuk Phonska, harga pupuk organik, harga pestisida dan

ketersediaan air irigasi.

B. Saran

1. Mengingat produksi dan pendapatan petani pada daerah tadah hujan lebih rendah

dibandingkan pada daerah irigasi maka, peningkatan pengetahuan tentang

pertanian sebaiknya lebih intensif dilakukan kepada petani pada lahan tadah

hujan, misalnya melalui pertemuan rutin kelompok tani atau penyuluhan dari

petugas penyuluh pertanian dari instansi pertanian setempat agar produksi dan

penghasilan petani dari sektor pertanian dapat maksimal.

2. Perlunya dibuat bangunan penampung air hujan atau pengadaan sumber air baru

pada lahan tadah hujan, untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air pada

awal Musim Tanam I dan akhir Musim Tanam II.

3. Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi

(perluasan lahan), akan tetapi apabila lahan yang tersedia terbatas, peningkatan

produksi dapat dilakukan dengan intensifikasi yaitu memaksimalkan

86

Page 87: bayu skripsi (Repaired)

penggunaan saprodi dan luas lahan yang ada agar hasil pertanian dapat

maksimal.

4. Perlunya disusun kalender tanam dari dinas pemerintahan terkait atau kelompok

tani setempat agar produksi tanaman dapat teratur dan memberikan hasil yang

maksimal bagi petani.

87