Komunikasi dan Periklanan “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya...

16
Komunikasi dan Periklanan “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’” Oleh: Kelompok 4 Annisa Yusyda 209000252 Ayub Wahyudi 209000012 Erni Nur Izzati 209000021 Fahmi 209000153 1

description

melihat bias gender dalam sebuah iklan melalui sirkuit budaya

Transcript of Komunikasi dan Periklanan “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya...

Page 1: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

Komunikasi dan Periklanan

“Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya

Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

Oleh:

Kelompok 4

Annisa Yusyda 209000252

Ayub Wahyudi 209000012

Erni Nur Izzati 209000021

Fahmi 209000153

1

Page 2: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

BAB I

Pendahuluan

Dalam perspektif ekonomi kebutuhan manusia yang tidak terbatas akan sulit dipenuhi

karena barang atau alat pemuas kebutuhan tersebut selalu terbatas. Hal ini terkait dengan

berbagai faktor. Manusia butuh makan, minum dan kebutuhan lainnya dan alat kebutuhan selalu

berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian, kebutuhan manusia akan terpenuhi.

Akan tetapi, dari mana manusia mendapatkan informasi tentang apa yang mereka harus makan

atau yang mereka harus minum. Kita bisa bersama-sama mengatakan bahwa disinilah letak

komunikasi. Melalui komunikasi manusia mendapatkan informasi yang mereka butuhkan agar

bertindak dengan tepat.

Di era informasi saat ini, dimana masyarakat menjadikan informasi sebagai sebuah alat

kebutuhan, dapat dikatakan sedikit berbeda dengan gambaran diatas. Saat ini, informasi telah

mengalami komodifikasi yang mengubah nilai gunanya menjadi nilai tukar. Informasi dibungkus

sedemikian rupa sehingga membuat masyarakat menjadi lebih fokus kepada bagaimana

informasi tersebut dibungkus. Semakin menarik bingkisan informasi tersebut, maka informasi

tersebutlah yang akan menang. Hal tersebut membuat masyarakat menjadi “ingin” dan bukan

“butuh” terhadap sebuah informasi. Ini dampak dari komodifikasi informasi.

Manusia memang mempunyai kebutuhan untuk dikonsumsi dan untuk memenuhinya,

mereka akan mencari informasi atas alat pemuas kebutuhan yang menurut mereka tepat untuk

itu. Dengan kata lain alat pemuas kebutuhan yang mampu menarik perhatianlah yang akan

menentukan pilihan masyarakat. disinilah periklanan berkerja.

Komunikasi Periklanan

Otto Klepper (1986), seorang ahli periklanan terkenal asal Amerika, merupakan orang

yang berjasa besar dalam meruntut asal muasal istilah advertising. Dalam bukunya yang berjudul

Advertising Procedure, dituliskan bahwa istilah advertising berasal dari bahasa latin yaitu ad-

vere yang berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Dunn dan barban (1978)

menuliskan bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan

lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat

membujuk kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun pribadi yang

berkepentingan. Wright menjelaskan bahwa iklan juga merupakan sebentuk penyampaian pesan

2

Page 3: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

sebagaimana kegiatan komunikasi lainnya. Iklan mempunyai kekuatan sangat penting sebagai

alat pemasaran yang membantu menjual barang, meberikan pelayanan, serta gagasan atau ide-ide

melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Di Indonesia, masyarakat

Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau

jasayang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.

Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan,

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan. (Widyatama, 2009)

Komunikasi periklanan adalah penyampaian pesan penawaran mengenai suatu produk,

jasa atau ide kepada khayalak (konsumen) melalui media massa dan media lainnya yang dibayar

untuk mempengaruhi khayalak sehingga menggunakan produk, jasa atau ide yang ditawarkan.

Proses komunikasi periklanan adalah urut-urutan peristiwa yang terjadi dalam komunikasi

periklanan (Badri, 2010). Dalam proses komunikasi tersebut terdapat unsur- unsur komunikasi

sebagai berikut:

1. Source (Produk) adalah produsen yang menjadi pemilik produk/jasa/ide yang akan

ditawarkan. Produsen bermaksud supaya produk/jasa/ide digunakan oleh konsumen.

Produk/jasa/ide merupakan sesuatu yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan

memuaskan konsumen

Produk adalah barang yang bernilai ekonomis yang diperlukan oleh konsumen. Produk

tahan lama : yang tidak habis dipakai misalnya perabotan, mobil, elektronik, dsb. Produk

tidak tahan lama :habis dipakai misalnya, sabun, makanan, minuman, dsb. Produk

berwujud (tangible) : adalah produk yang ada bentuk fisiknya.

a. Jasa adalah layanan yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Misalnya jasa

angkutan transportasi, jasa pendidikan, jasa perbankan, dsb. Jasa sering disebut

sebagai produk tidak berwujud (intangible).

b. Ide adalah hasil pemikiran yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen.

3

Page 4: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

2. Message (Iklan) Iklan adalah pesan-pesan penawaran yang dibuat untuk membantu

menjual produk/jasa/ide yang dimaksud. Proses perumusan pesan yang dapat membantu

penjualan meliputi isi, struktur dan format yang paling baik untuk kondisi produk

/jasa/ide yang ditawarkan.

3. Channel (Saluran) Media adalah alat perantara yang digunakan dalam menyalurkan

pesan penawaran kepada konsumen. Misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi,

internet, billboard, bioskop, VCD/DVD, mobile, dsb. Disini terjadi proses pemilihan

media yang paling kuat pengaruhnya untuk membantu menyalurkan pesan-pesan iklan.

4. Receiver (Audiens) Audiens orang yang menjadi sasaran penyampaian iklan.

Komunikasi dalam komunikasi periklanan sering disebut khayalak konsumen atau calon

konsumen yang menjadi pengguna produk/jasa/ide yang ditawarkan. Komunikasi

menerima iklan dan mengolahnya sehingga menghasilkan efek.

5. Effect (Efek) Efek adalah tujuan yang diharapkan oleh komunikasi periklanan dapat

berupa:

a. Kognitif: Pengetahuan terhadap produk

b. Afektif: Menyukai

c. Konatif: Tindakan pembelian.

4

Page 5: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

BAB II

Pembahasan

Periklanan: Komunikasi Massa dan Budaya

Iklan adalah salah satu bentuk komunikasi massa. Menurut Tilman dan Kirkpatrick

(Sumartono, 2002: 13), iklan merupakan komunikasi massa yang menawarkan janji kepada

konsumen. Melalui pesan yang informatif sekaligus persuasif menjanjikan tentang adanya

barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan, tempat memperolehnya dan kualitas barang

dan jasa. Menurut Wright (Sumartono, 2002: 20), iklan merupakan media komunikasi massa.

Pembedaan iklan dengan teknik komunikasi pemasaran yang lain adalah komunikasi yang non-

personal, jadi iklan memakai media dengan menyewa ruang dan waktu. Disamping itu peranan

iklan antara lain dirancang untuk memberikan saran pada orang supaya mereka membeli suatu

produk tertentu membentuk hasrat memiliknya dengan mengkonsumsinya secara tepat

(Hasiando, 2007).

Periklanan dapat dikatakan sebagai bentuk komunikasi persuasif. Semakin efektif sebuah

iklan makan kekuatan persuasifnya akan mendorong masyarakat dalam memilih sebuah alat

kebutuhan. Dengan kata lain, periklanan adalah bentuk komunikasi yang berfokus pada dampak

dari proses komunikasi yang diharapakan terjadi. Akan tetapi, dalam proses melakukan persuasif

tersebut, iklan telah membentuk sebuah konstruk-konstruk yang pada akhirnya, tidak lagi

membantu manusia memilih, tapi justru menentukan pilihan yang tepat bagi mayarakat.

Meskipun terkadang hal tersebut memanfaatkan konstruksi sosial yang telah ada, seperti gender.

Dengan kata lain, periklanan adalah bentuk komunikasi budaya.

Sebagai bentuk komunikasi massa, periklanan menggunakan media massa untuk

mendapatkan dampak tertentu. Fungsi media massa menurut Laswell (Aryanto, 2009), ada tiga

yaitu:

1. The surveillance of environment

2. The correlation of the parts of society in responding to environment

3. The transmission of social heritage from one generation to the next

Periklanan, sebagai bentuk komunikasi budaya yang fokus pada dampak, akan lebih

menggunakan fungsi media massa yang ketiga. Fungsi ini dapat juga menempatkan media

sebagai agen sosialisasi yang memungkinkan nilai-nilai budaya yang ada dipahami dalam bentuk

5

Page 6: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

edukasi. Fungsi ini sangat berpengaruh bagi periklanan dalam menggunakan budaya yang telah

ada dalam konten iklan.

Pada setiap media massa dan media baru saat ini kita akan melihat kolom dan jeda waktu

yang menampilkan berbagai macam produk yang dikemas dengan menarik sehingga tanpa kita

sadari kita mulai merespon baik secara kognitif maupun afektif. Inilah yang disebut dengan

iklan. ketika kita sedang membola-balik halaman majalah satu persatu, tanpa kita sadari, kita

tiba-tiba berhenti pada sebuah halaman dengan konten visual mobil mewah dan wanita cantik

standar media disebelahnya. Saat itu pernahkah kita bertanya kenapa kita tiba-tiba berhenti pada

halaman tersebut atau pernahkah kita sadari apakah kita melihat mobil atau wanitanya.

Pertanyaan pertama mungkin akan sangat jarang terjawab dan pertanyaan kedua akan sering

dijawab bahwa itu adalah mobil. Tanpa kita sadari iklan telah berhasil membuat kita sadar bahwa

itu adalah iklan mobil tanpa harus melihat bahwa ada seorang wanita yang berdiri disana.

Padahal jika kita sadari proses yang terjadi dalam kognitif kita, kita berhenti pada halaman

tersebut karena ada seorang wanita cantik disana bukan karena mobil mewahnya. Atau mungkin

kah kita akan berhenti pada halaman tersebut jika wanita tersebut tidak “cantik” atau ternyata

bukan seorang wanita disana tapi seorang pria. Wanita tersebut dipilih bukan tanpa alasan. Iklan

memilih wanita tersebut karena mampu menarik perhatian kita. Mereka menyebutnya

“endorser”.

Menurut Terence A. Shimp (2002: 455) endorser adalah pendukung iklan atau juga yang

dikenal sebagai bintang iklan yang mendukung produk yang di iklankan. Endorser dibagi

menjadi dua jenis (Widyatama, 2009), yaitu:

1. Typical Person Endorser adalah memanfaatkan beberapa orang bukan selebritis untuk

menyampaikan pesan mengenai suatu produk.

2. Celebrity Endorser adalah arang-orang terkenal yang dapat mempengaruhi karena

prestasinya.

Kedua jenis endorser diatas memilih karakteristik dan atribut yang sama hanya dibedakan dalam

penggunaan orang-orangnya sebagai pendukung apakah orang-orang yang digunakan sebagai

endorser tokoh terkenal atau tidak. Dalam hal ini, pembahasannya hanya difokuskan pada

penyampaian pesan menggunakan orang-orang terkenal (celebrity endorser) saja dan orang-

orang biasa atau typical-person endorser dianggap konstan.

6

Page 7: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

Tanpa kita sadari iklan telah memanfaatkan konstruk gender dalam budaya masyarakat

Indonesia yang patriarkal untuk melakukan persuasif. Periklanan telah menentukan apa yang

harus dan tidak harus kita lakukan. Kita tanpa sadar telah menikmati ketidakadilan gender yang

ditawarkan pada konten-konten iklan. Periklanan mampu menyampaikan tentang budaya massa

yang seharusnya ada pada khalayak. Kita dapat membedakan mana yang cantik dan tidak, mana

yang pantas dan tidak atau; mana yang kita inginkan atau kita butuhkan. Kita diarahkan untuk

memaknai sebuah visual sebagai budaya yang harus kita terima dan hal tersebut terjadi dalam

proses yang rumit tanpa kita sadari sama sekali.

Sirkuit Budaya: Konsumsi Bias Gender

Berbicara mengenai komunikasi dan periklanan seringkali kita luput untuk menyorot satu

hal yang sebenarnya cukup penting untuk kita perhatikan, yaitu mengenai pembentukan identitas

suatu objek dari kegiatan periklanan itu sendiri. Hal ini cenderung tidak begitu santer untuk

dijadikan bahan pembahasan mengingat hal ini berproses secara laten dengan penggunaan pola-

pola yang implisit. Secara tidak sadar kemudian masyarakat sebagai pelaku komunikasi dan

konsumen periklanan digiring untuk mengonsep kebenaran tentang suatu hal dalam pikirannya

sesuai dengan pola yang disajikan oleh dunia periklanan.

Untuk dapat menelusuri makna dan representasi yang tersirat dalam tayangan-tayangan

iklan diperlukan suatu pemodelan layaknya yang dibuat oleh Paul du Gay dan Stuart Hall yang

kemudian kita kenal dengan sebutan “Sirkuit Budaya”. Sirkuit budaya ini dimaksudkan untuk

menunjukkan secara jelas relasi dan koneksi antar elemen budaya dan representasinya yang kita

bisa sebut sebagai share meaning. (Du Gay, 1997) Terdapat lima unsur utama yang saling

berkaitan dalam pemodelan Sirkuit Budaya ini, yaitu produksi, konsumsi, regulasi, representasi,

dan identitas. Lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar dibawah ini:

7

Page 8: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

Gambar 1: The Circuit of Culture, from Du Gay, 1997, Production of Culture/Cultures of Production

Jika kita adaptasikan dalam sistem periklanan konsep ini akan sangat jelas menggambarkan

bagaimana kelima unsur ini bekerja merepresentasi, membentuk atau mengukuhkan ‘identitas’

melalui sebuah tayangan iklan. Representasi tersebut dapat kita lihat dari berbagai sudut pada

iklan seperti tanda visual dan gambar, penggunaan backsound, penempatan peran model dan

sebagainya. Hal-hal semacam ini yang membawa makna dan kemudian diolah, dimengerti dan

dipahami sehingga menimbulkan interpretasi dan persepsi dari sudut pandang si penonton

tayangan iklan tersebut.

Proses produksi, representasi, hingga interpretasi dari penonton tayangatkan iklan ini

menjadi penting karena tayangan-tayangan iklan ini ternyata berdampak sangat besar dalam

kehidupan masyarakat dalam pembentukan sebuah identitas yang kemudian akan diterapkan

sebagai ‘identitas sebenarnya’ oleh masyarakat. Ini membuat masyarakat menjadi kabur dalam

menentukan mana yang sebenarnya identitas hakiki, mana yang merupakan konstruksi, dan mana

yang sebenarnya hanya sebuah mitos belaka.

Salah satu isu menarik yang disebabkan oleh periklanan kita ini adalah pembentukan

identitas perempuan dan lelaki di kalangan masyarakat. Dalam tayangan iklan yang setiap hari

kita konsumsi ini secara implisit menimbulkan bias jender. Istilah yang sering kita sebut dengan

jender ini merupakan permasalahan budaya, ia merujuk pada klasifikasi sosial dari laki-laki dan

perempuan menjadi maskulin dan feminin. Sedangkan kesetaraan jender kerap kali diartikan

dalam benak kita sebagai pembahasan tentang kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan

khususnya dalam kehidupan bersosial. Sedangkan bias jender sendiri merupakan oposisi binner

dari kesetaraan jender, yaitu pembedaan antara kaum laki-laki dan perempuan baik dari segi

fungsi, peranan, dan kewajibannya dalam kehidupan bersosial.

Posisi perempuan saat ini lebih cenderung menempati subordinat dari kaum laki-laki.

Salah satu faktornya yaitu dari konstruksi representasi dari media termasuk tayangan iklan

didalamnya. Pada Kasus TVC (TV Commercial) Deterjen Merek Daia versi “Istriku Hebat”

(TVConAir, 2011), kita dapat mendengar dan memberikan penilaian ketika mendengar salah

satu dialog yang ada pada tayangan TVC tersebut. Dialog yang ada didalamnya sangat

mengandung bias gender.

8

Page 9: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

Dalam tayangan TVC tersebut, wanita diungkapkan sebagai “istri yang hebat” karena

bisa mencuci dengan bersih dan wangi serta membuat pakaian tetap rapi. Dengan kata lain, istri

yang “Hebat” adalah wanita yang pandai mencuci. Jika tadak pandai mencuci maka wanita

tersebut “Tidak Hebat”. Belum lagi hubungan antara deterjen dan wanita dalam tayangan

tersebut mencoba mengatakan bahwa untuk untuk bisa mencuci dengan bersih dan wangi serta

membuat pakaian rapi terus maka harus menggunakan “Daia”. Dengan kata lain sekali lagi

bahwa wanita yang tidak menggunakan “Daia” adalah wanita yang “Tidak Hebat”. Inilah makna

dari pesan sesungguhnya yang dibawa oleh tayangan TVC Daia dan tidak banyak dari kita yang

menyadari hal tersebut karena proses yang terjadi sangat cepat sehingga efek yang dirasakan

juga sangat cepat.

Komunikasi periklanan merupakan bentuk komunikasi persuasif yang mengutamakan

hasil dari dampak yang diterima oleh khalayak. Ada beberapa tahap sebelum ilan mencapai efek

yang diharapkan (Badri, 2010), yaitu :

1. Exposure, Proses pertama yang dialami konsumen yaitu diterpa (terdedah) atau tersentuh

oleh pesan iklan.

2. Processing, Iklan yang disampai kepada konsumen akan diolah atau diproses dalam

memori konsumen. Konsumen coba memahami isi iklan dan membandingkan dengan

nilai-nilai yang ada dalam memori.

3. Communication Effect, Informasi yang diolah dalam memori mengakibatkan terjadinya

pengaruh dalam diri konsumen berupa :

a. Kesadaran terhadap produk.

b. Pengetahuan terhadap produk.

c. Menyukai produk.

d. Mengutamakan merk.

e. Yakin akan produk.

4. Target Audience Action, Konsumen membeli produk yang ditawarkan.

Dengan kata lain, periklanan akan selalu mengatur apa yang harus kita beli. Dan tanpa kita

sadari, masyarakat terus menurus mengkonsumsi sesuatu yang sebenarnya telah menegaskan

ketidakadilan jender dalam masyarakat kita. Kita tidak pernah berfikir apa bedanya “Daia”

dengan deterjen merek lain. Kita tidak pernah sadar kenapa iklan tidak pernah tidak pernah

memberikan informasi yang seadanya sesuai dengan fakta tanpa harus mengikutkan simbol-

9

Page 10: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

simbol gender. Bahkan mungkin tidak satupun iklan dengan produk yang berjenis sama tidak

lekang dari konteks bias gender.

10

Page 11: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

BAB III

Penutup

Periklanan mempunyai tujuan akhir untuk membuat konsumen membeli sebuah produk

barang atau jasa. Padahal selama ini, konten iklan, khususnya TVC, secara sengaja menggunakan

konstruk-konstruk dan simbol-simbol budaya; misalnya simbol jender. Dalam konsep gender

yang digunakan selalu berada pada permasalahan ketidakadilan atau bias gender. Meskipun

demikian, konsumen tetap saja menikmati sajian tayangan yang ditayangkan atau disiarkan tanpa

sadar bahwa mereka membeli sebuah produk dalam bentuk hegemoni.

TVC Daia versi “Istriku Hebat” memberikan makna bahwa seorang wanita hanya bisa

menjadi istri yang hebat jika mencuci menggunakan produk tersebut. hal telah sangat terdengar

sarat dengan konsep bias gender, dimana wanita hanya selalu menjadi subordinat terhadap pria.

Dalam iklan, wanita hanya selalu menjadi hiasan untuk menarik perhatian konsumen. Dengan

memperlihatkan semua fakta-fakta diatas, kita seharusnya dapat lebih peka terhadap konten-

konten yang tidak seharusnya ada dan menjadi lebih kritis.

11

Page 12: Komunikasi dan Periklanan  “Representasi Identitas Wanita dalam Iklan: Analisis Sirkuit Budaya Terhadap Iklan Deterjen Daia versi ‘Istriku Hebat’”

Daftar Pustaka

Aryanto, H. (2009, September). Jurnal: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Retrieved April 8, 2012, from Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI): http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7109149167.pdf

Badri, M. (2010, April 4). Ruang Dosen: Wordpress. Retrieved April 9, 2012, from Wordpress.com: http://ruangdosen.wordpress.com/2010/04/04/iklan-dan-komunikasi-pemasaran/

Du Gay, P. (1997). Doing Cultural Strudies: The Story of The Sony Walkman Culture, Media & Identities (Vol. I). Sage Publication.

Hasiando, D. A. (2007). Digital Collection: Petra Christian University library. Retrieved April 8, 2012, from Petra Christian University library: http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=13&submit.y=6&submit=next&qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fikom%2F2007%2Fjiunkpe-ns-s1-2007-51402097-6775-sinar_sosro-chapter2.pdf

TVConAir. (2011, May 31). Daia: TVConAir. Retrieved April 9, 2012, from TVConAir: http://www.tvconair.com/view_ad.php?id=11050425

Widyatama, R. (2009). Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

12