KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA ORANG TUA...
Transcript of KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA ORANG TUA...
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Lolo Monica Safitri
1111051000072
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Lolo Monica Safitri
Komunikasi Antarpribadi Antara Orangtua Terhadap Anak Penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder)
Komunikasi dalam perkembangannya menjadi sesuatu yang sangat penting di kehidupan sehari-hari. Agar tercipta hubungan yang baik maka komunikator sebagai penyampai pesan harus menyampaikan maksud dengan baik pula, yang kemudian dapat diterima, dimengerti, dan selanjutnya ditanggapi oleh komunikan. Dalam proses komunikasi tidak terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi yang sering mengakibatkan komunikasi tidak berhasil. Namun komunikasi belum terlihat efektif jika terdapat beberapa hambatan di dalamnya, seperti hambatan psikologis yang diderita anak penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi antar pribadi yang efektif antara orangtua dan anak penderita ADHD(Attention Deficit Hyperactifity Disorder) serta bentuk komunikasi apa yang digunakan dalam berkomunikasi dikegiatan sehari-hari anak penderita ADHD.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi, wawancara dan dokumentasi, informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu empat orang tua yang anaknya mengidap ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder). Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan yaitu pada tanggal 3 April 2018 sampai tanggal 13 Juni 2018.
Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa komunikasi antara orang tua dan anak yang menderita ADHD sudah cukup efektif, dikarenakan dari upaya-upaya yang telah dilakukan orang tua dalam mengajak anak berkomunikasi sesuai dengan poin-poin teori yang sudah dipaparkan dalam teori FIRO yang dikebangkan oleh Schuax. Namun dalam realita terdapat beberapa kendala yang dialami orang tua dalam membangun komunikasi dengan anak penderita ADHD. Bentuk komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah, komunikasi interpersonal. Dengan komunikasi interpersonal kedua pihak mampu mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, memiliki kesamaan pikiran dan tujuan. Keadaan ini ditandai oleh adanya kepercayaan dan keterbukaan, ditambah jika komunikasi antarpribadi sambil diimbangi dengan poin-poin dalam teori FIRO yakni inklusi (mempertahankan komunikasi), kontrol, dan afeksi (kasih sayang) yang dilakukan orang tua kepada anak penderita ADHD.
Kata kunci: Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi orangtua dan Anak ADHD
v
KATA PENGANTAR
Bismillahahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahwassyukru lillaah atas limpahan rahmat,
nikmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul “Komunikasi Antarpribadi Antara Orangtua Terhadap
Anak Penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder)” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam
kepada Baginda besar Nabi Muhammad SAW, atas segala
perjuangan menuntun umat-Nya ke jalan yang di Ridhai Allah
SWT.
Proses penulisan skripsi ini penulis sadari banyak
mengalami kesulitan. Namun berkat bantuan, bimbingan,
kerjasama dari berbagai pihak dan berkat kekuatan yang Allah
SWT berikankepada penulis makakesulitan-kesulitan yang
dihadapi tersebut dapat teratasi. Untuk itu,penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
vi
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A.
Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M. Ed,
Ph.D. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, DR.
HJ. Roudhonah, MA serta Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan, H. Sunandar, M.A.
3. Ketua jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Drs. Masran
dan Sekertaris jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Drs.
Fita Faturohmah, yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta
bantuan dalam perkuliahan.
4. Dr. Yopi Kusmiati, M.Si selaku Dosen Pembimbing.
Terima kasih banyak ibu telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Jumroni,M.si dan Dr.H. Sunandar, MA selaku
penguji. Terimakasih atas saran dan masukannya.
vii
6. Segenap dosen Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
dan seluruh Civitas Akademik yang telah memberi
wawasan keilmuan dan membimbing penulis selama
mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Ayahanda Subur Tarmono dan Ibunda Maemunah
tercinta. Keberhasilanku menyelesaikan skripsi ini adalah
bukti nyata bahwa satu lagi doa mama papa yang
dikabulkan oleh Allah untuk kesuksesan anakmu. Terima
kasih yang tak terhingga atas segala dukungan, doa dan
kasih sayangnya.
9. Ibu Utami, Ibu Yeni, Ibu Usy, dan Bapak Maspuri selaku
informan. Terimakasih atas waktu, keramahannya
menerima penulis. Semoga setiap kebaikan menjadi amal
jariyah yang dicatat oleh Allah SWT. aamiin.
10. Untuk Adik ku Firda Afifah Kamilah dan sepupu terbaik
ku Devi Imelda serta Petrik Priangga, Indah dan Eka Putri
viii
yang selalu support serta Gendut si kucing pemalas yang
ikut mewarnai kehidupan penulis di rumah.
11. Untuk Andika Febriana, S.sos dan Arianne Sarah, S.sos
yang telah menemani dan memberi dukungan penuh pada
penulis. Terimakasih sudah membantu dan berjuang
bersama. Sukses selalu. Aamiin
12. Untuk teman-teman seperjuangan di Komunikasi dan
Penyiaran Islam Islam 2011, khususnya untuk KPIC
2011, juga kepada kakak serta adik kelas semua yang
telah banyak memberikan masukan kepada penulis.
Terima kasih banyak semuanya. Sukses selalu. aamiin.
13. Untuk teman-teman seperjuangan di KMLA Garuda
FIDKOM juga kepada senior serta adik angkatan semua
yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.
Terima kasih banyak semuanya. Sukses selalu. aamiin.
14. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi
rasa terima kasih penulis.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
ix
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan penulis yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu
pengetahuan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 28 Juni 2018
Penulis
Lolo Monica Safitri
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN........................ii
LEMBAR PERNYATAAN .....................................................iii
ABSTRAK .................................................................................iv
KATA PENGANTAR ...............................................................v
DAFTAR ISI ...............................................................................x
DAFTAR TABEL ...................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................1
B. Pembatasan Masalah ........................................................9
C. Tujuan Penelitian ............................................................10
D. Manfaat Penelitian...........................................................11
E. Metodologi Penelitian......................................................11
F. Landasan Teori................................................................21
G. Tinjauan Pustaka.............................................................22
xi
H. Sistematika Penulisan......................................................25
BAB II KERANGKA TEORI
A. Komunikasi......................................................................27
1. Definisi Komunikasi..................................................27
2. Karakteristik Komunikasi..........................................29
3. Unsur-unsur Komunikasi...........................................32
B. Fungsi Komunikasi..........................................................36
C. Pengertian Komunikasi Antarpribadi..............................37
D. Komponen-Komponen Komunikasi Antarpribadi .........39
E. Pengertian Keluaga..........................................................41
F. Fungsi Keluarga...............................................................42
G. Komunikasi dalam Keluarga...........................................44
1. Komunikasi Orang Tua- Anak ...........................44
2. Komunikasi Orang Tua- Anak Menurut islam....51
H. Pengertian Anak ADHD ................................................54
I. Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal......................60
1. Kebutuhan Antarpribadi untuk Inklusi................61
2. Kebutuhan Antarpribadi untuk Kontrol...............63
3. Kebutuhan Antarpribadi untuk Afeksi................64
xii
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Identitas Informan...........................................................66
B. Profil Anak ADHD
1. Anak ADHD 1.....................................................72
2. Anak ADHD 2.....................................................81
3. Anak ADHD........................................................86
4. Anak ADHD 4.....................................................89
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS
A. Upaya Orang Tua Membangun Komunikasi yang
Efektif antara Orang Tua dan Anak
Penderita ADHD............................................................94
B. Bentuk Komunikasiyang Dibangun Orang Tua
Kepada Anak Penderita ADHD....................................112
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................121
B. Saran..............................................................................122
DAFTAR PUSTAKA.............................................................123
xiii
LAMPIRAN.............................................................................125
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Upaya Membangun Komunikasi yang Dilakukan
Orang Tua terhadap Anak Penderita ADHD..............111
Tabel 2 Penerapan Perilaku Antarpribadi.................................118
Tabel 3 Bentuk Komunikasi antara Orang Tua terhadap
Anak Penderita ADHD................................................120
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi dalam perkembangannya menjadi
sesuatu yang sangat penting di kehidupan sehari-hari.
Tanpa komunikasi manusia tidak dapat memahami satu
sama lainnya, dikarenakan tidak adanya pesan yang harus
disampaikan. Agar tercipta hubungan yang baik maka
komunikator sebagai penyampai pesan harus
menyampaikan maksud dengan baik pula, yang kemudian
dapat diterima, dimengerti, dan selanjutnya ditanggapi
oleh komunikan. Tanggapan atau reaksi dari komunikan
ini penting karena merupakan umpan balik (feed back)
yang menunjukkan bagaimana pesan itu diterima oleh
komunikan. Dikutip dari buku Darsun Hidayat (2012:2),
para pakar komunikasi mengemukakan bahwa pengaruh
komunikasi tidak semata-mata merupakan respon
langsung dan berdiri sendiri dari penerima (khalayak),
melainkan melalui langkah-langkah yang agak rumit dan
panjang dengan melibatkan orang lain yang terpercaya
2
dan diasumsikan dapat memengaruhi keputusan penerima
komunikasi.
Interaksi manusia dengan manusia menunjukkan
bahwa setiap orang memerlukan bantuan dari orang lain
di sekitarnya. Untuk itu ia perlu melakukan komunikasi.
Secara kodrati manusia merasa perlu berkomunikasi sejak
masih bayi sampai akhir hayatnya atau membutuhkan
ungkapan orang lain untuk menggambarkan bahwa tiada
kehidupan tanpa komunikasi.
Hardjana (2003:34) mengungkapkan bahwa relasi
antar manusia dibangun melalui komunikasi, dengan kata
lain komunikasi menjadi sarana yang ampuh untuk
membangun sebuah relasi antar manusia. Salah satu
komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi adalah
komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi.
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila banyak orang
menganggap bahwa komunikasi interpersonal itu mudah
dilakukan seperti orang makan dan minum. Lebih lanjut
Hardjana (2003:34) mengatakan bahwa komunikasi
interpersonal atau komunikasi antar pribadi ialah proses
3
pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara
dua orang atau lebih di dalam suatu kelompok manusia
kecil dengan berbagai efek umpan balik (feed back).
Dalam proses komunikasi tidak terlepas dari
hambatan-hambatan komunikasi yang sering
mengakibatkan komunikasi tidak berhasil. Oleh karena
itu, pada saat merencanakan komunikasi perlu
diperhatikan kemungkinan-kemungkinan timbulnya
hambatan tersebut. Ada beberapa hambatan yang sering
terjadi pada saat proses komunikasi yaitu: hambatan fisik
yang dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca
gangguan komunikasi, misalnya gangguan kesehatan,
gangguan alat komunikasi, dan sebagainya. Hambatan
semantik: kata-kata yang digunakan dalam komunikasi
kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda,
tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan
penerima. Hambatan psikologis dan sosial misalnya:
perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara
pengirim dan penerima pesan.
4
Suranto AW (2011:77) mengatakan, komunikasi
interpersonal dapat dikatakan efektif apabila pesan
diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh
pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan secara sukarela oleh penerima pesan.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa
komunikasi interpersonal dikatakan efektif apabila
memenuhi tiga persyaratan utama, yaitu:
1. Pesan yang dapat diterima, dipahami oleh komunikan
sebagaimana dimaksud oleh komunikator.
2. Ditindaklanjuti dengan perbuatan sukarela.
3. Meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi.
Berdasarkan keterangan diatas yang
mempengaruhi komunikasi interpersonal yang efektif
adalah adanya timbal balik yang dapat dipahami oleh
komunikator dan komunikan. Namun komunikasi belum
terlihat efektif jika terdapat beberapa hambatan di
dalamnya, seperti hambatan psikologis yang diderita anak
penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder).
5
Menurut Baihaqi (2006:2) ADHD adalah istilah
popular atau kependekan dari Attention Deficit
Hyperactifity Disorder, (Attention= perhatian, Deficit=
berkurang, Hiperactivity= hiperaktif, dan Disorder=
gangguan), atau dalam bahasa gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif. Jika didefinisikan secara
umum ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder)
menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan
simtom-simtom (cirri atau gejala) kurang konsentrasi,
hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
ADHD merupakan salah satu hambatan
psikologis, dimana penderita sulit menerima informasi
yang diberikan kepada pengirim pesan dan pengirim
pesan pun sulit mengerti kembali maksud si penerima
pesan, dengan kata lain sulitnya feed back yang dicapai.
Ini merupakan tantangan si pengirim pesan kepada
penerima pesan agar pesannya dapat dipahami dengan
baik. Lalu bagaimana jika hambatan psikologis tersebut
terjadi setiap hari dalam proses belajarnya, yang mana si
6
penerima pesan harus paham apa yang dikatakan si
pengirim pesan.
Dalam berinteraksi dengan keluarga, berteman,
dan belajar mementingkan komunikasi sebagai proses
transaksional antar manusia satu dengan yang lainnya.
Meskipun, proses komunikasi kurang menjadi perhatian
lebih oleh komunikator ataupun komunikan dalam proses
penyampaian pesan. Tidak dapat dipungkiri jika terjadi
komunikasi yang kurang baik maka akan berdampak pada
tujuan keduanya (komunikator dan komunikan) yakni
makna pesan yang mungkin tidak akan tercapai.
Lingkungan keluarga merupakan, lingkungan pertama
yang menjadi tempat anak belajar berinteraksi dengan
seseorang sebelum anak tersebut berinteraksi dengan
orang lain di luar lingkungan rumah. Penguasaan
banyaknya kosa kata dan bagaimana ia berbicara diawali
dari orang tuanya. Transfer pengetahuan tentang bahasa
anak hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan
penggunaan komunikasi yang baik dan efektif. Agar
pesan mampu diserap, dipahami serta dipraktekan oleh
7
anak. Selain melakukannya dengan komunikasi yang
efektif tentu juga dilakukan dengan perkataan yang
mampu membuat anak nyaman yaitu dengan perkataan
yang lemah lembut. Sebagaimana perintah Allah SWT
dalam surat An-Nisa ayat 8 tentang cara penyampaian
yang lemah lembut (qaulan ma’rufan) perkataan yang
baik, yang berbunyi :
“ Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir
berupa kerabat, anak yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”.
Pada umumnya anak ADHD, cenderung bersifat
aktif, sulit diatur, perilaku yang nampak keluar dengan
menyerang orang lain, memukul. Sedangkan secara psikis
kurang stabil, dari waktu ke waktu suka berubah-ubah.
Anak lebih suka bermain dibanding melakukan kegiatan-
kegiatan bermanfaat bagi dirinya, misalnya melakukan
pekerjaan rumah dan belajar di sekolah. Permasalahan
anak ADHD adalah anak yang tidak bisa diam, anak
8
impulsive, dan anak kurang dapat beradaptasi dengan
lingkungan.
Melihat anak yang aktif tingkat tinggi seperti itu,
mungkin orang tua jadi sering memarahinya, membentak
atau bahkan melakukan hukuman fisik, seperti mencubit
agar anak menjadi diam atau tenang. Padahal sebenarnya
tindakan seperti itu bukan solusi yang baik. Orang tua
meskinya bisa melindungi, menjaga, merawat dan
mendidik anak-anaknya tanpa melakukan kekerasan
sedikitpun. Oleh karena itu orang tua sebagai faktor
penentu dalam menciptakan keakraban hubungan dalam
keluarga harus memberikan pola asuh yang baik dalam
keluarga sehingga memberikan suasana nyaman bagi anak
ADHD. Oleh karena itu tak terbantahkan bahwa
komunikasi dapat menentukan hubungan serta
keharmonisan antara orang tua dan anak.
Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis sangat
tertarik untuk mengetahui upaya yang dibangun orangtua
kepada anaknya yang menderita ADHD (Attention Deficit
Hyperactifity Disorder) dalam kegiatan anak di dalam dan
9
luar rumah termasuk cara mereka mendidiknya, karena
pendidikan di lingkungan rumah menjadi tonggak utama
anak menerima pelajaran, pengalaman dan lain
sebagainya. Orang tua terutama ibu merupakan
madrasatul ula (sekolah pertama) yang akan memberikan
berbagai macam pelajaran kepada anaknya. Namun
bagaimana upaya orang tua memberikan pendidikan
kepada anaknya dari segi komunikasi jika anak tersebut
agak sulit diajak berbicara, diberikan pemahaman serta
arahan yang semuanya bertujuan baik untuk anak tersebut.
Dari pemaparan latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua
Terhadap Anak Penderita ADHD (Attention Deficit
Hyperactifity Disorder)’’
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Dalam latar belakang tersebut, penulis lebih fokus
terhadap komunikasi antarpribadi antara orang tua dengan
10
anak penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder).
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya membangun komunikasi yang
efektif antara orangtua dan anak penderita ADHD
(Attention Deficit Hyperactifity Disorder) dalam
kegiatan anak sehari-hari?
2. Bentuk komunikasi seperti apa yang dibangun
orangtua kepada anak penderita ADHD (Attention
Deficit Hyperactifity Disorder) dalam kegiatan
anak sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui komunikasi antar pribadi yang
efektif antara orangtua dan anak penderita ADHD
(Attention Deficit Hyperactifity Disorder) dalam
kegiatan sehari-hari.
11
2. Untuk mengetahui bentuk komunikasi yang
digunakan orangtua kepada anaknya yang
menderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder) dalam kegiatan sehari-hari.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah pengetahuan tentang Komunikasi
Antarpribadi yang dilakukan kepada para anak
penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder).
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
mahasiswa-mahasiwi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memahami
komunikasi antar pribadi.
E. Metodologi Penelitian
Juliansyah Noor (2012:22) mengatakan bahwa
metodologi penelitian adalah kerangka berfikir yang
menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti untuk
12
memperoleh kebenaran dari proses berfikir ilmiah. Pada
dasarnya metodologi penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan
kegunaan tertentu.
Berikut penulis menguraikan metodologi
penelitian yang akan penulis gunakan dalam penelitian.
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian menurut Juliansyah Noor
(2012:22) adalah kerangka berfikir yang menjelaskan
bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta
kehidupan social dan perlakuan peneliti terhadap ilmu
dan teorii. Paradigma berisi bagaimana mempelajari
fenomena, realita serta cara yang digunakan dalam
penelitian dan menginterpretasikan temuan.
Penelitian ini menggunakan paradigma
kontruktivis. Paradigma kontruktivis untuk
mengetahui dan mengamati secara mendalam pada
objek penelitian. Penelitian yang dihasilkan bisa
menemukan suatu kebenaran terhadap realitas. Dalam
penelitian ini penulis ingin mengetahui upaya yang
13
dilakukan orang tua terhadap anaknya yang menderita
ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder)
dengan komunikasi dan pendekatan yang baik, yang
pada akhirnya dapat membuat anak tersebut dapat
berinteraksi dengan orang lain seperti manusia pada
umumnya.
2. Pendekatan atau Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini peneliti
dapat lebih fokus tentang bagaimana komunikasi
antarpribadi yang dilakukan orang tua kepada anak
penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder) dalam proses belajar serta komunikasinya.
Pendekatan penelitian ini juga bertujuan untuk
menjelaskan fenomena dengan dengan sedalam-
dalamnya melalui pengumpulan data.
Menurut Suparlan dalam buku yang ditulis oleh
Gunawan (2013:25) bahwa penelitian kualitatif
memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang
mendasari perwujudan gejala-gejala yang ada dalam
14
kehidupan manusia. Lebih lanjut Suparlan
menjelaskan bahwa untuk memahami makna yang ada
dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus
dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar
dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna
mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-
gejala sosial yang diamati.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
dimana penelitian kualitatif bertujuan menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui
pengumpulan data. Menurut Arikunto (1998:10)
pendekatan kualitatif menitikberatkan pda data-data
penelitian yang dihasilkan berupa kata-kata melalui
pengamatan dan wawancara, dengan pendekatan ini
penulis dapat mengembangkan masalah secara lebih
mendalam dan terfokus serta mendapat data dan
informasi langsung dari sumber data yang terpercaya.
15
4. Subjek dan Objek Penelitian
a) Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini merujuk pada
informan yang akan dimintai informasi dan
sumber data yang lebih mendalam. Dalam
penelitian ini subjek penelitiannya adalah
orangtua dari anak penderita ADHD (Attention
Deficit Hyperactifity Disorder).
b) Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah
komunikasi antarpribadi yang dilakukan orang
tua kepada anaknya yang menderita ADHD
(Attention Deficit Hyperactifity Disorder).
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di beberapa tempat di
daerah Tangerang yakni rumah pribadi yang berlokasi
di Taman Royal Tangerang, RS. Ciputra Hospital
Graha Raya dan ADHD Centre Gading Serpong
.Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan April
2018 sampai Juni 2018.
16
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data yaitu oleh Gunawan
(2013:143), yaitu :
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara mengadakan
penelitian secara teliti, serta pencatatan secara
sistematis. Penelitian ini menggunakan
pengamatan langsung ke lapangan, pengamatan
memungkinkan peneliti merasakan apa yang
dirasakan oleh subjek, bukan apa yang dirasakan
oleh peneliti. Peneliti meneliti tentang komunikasi
orang tua terhadap penderita ADHD (Attention
Deficit Hyperactifity Disorder) melalui interaksi
langsung orang tua ketika anak, bermain, serta
mengajarkan berbagai hal kepada anaknya yang
menderita ADHD, yang pada akhirnya
menemukan upaya membangun komunikasi yang
17
efektif serta bentuk komunikasi yang digunakan
orang tua serta anaknya yang menderita ADHD.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara sebagai pengaju atau
pemberi pertanyaan, dan yang diwawancara
sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atas
informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin
kepada subjek peneliti.
Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam.
Menurut Imam Gunawan dalam wawancara
mendalam berlangsung suatu diskusi terarah
diantara peneliti dan informan menyangkut
masalah yang diteliti. Pertanyaan yang akan
dikemukakan kepada informan tidak dapat
dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan
pertanyaan tersebut akan bergantung dari
kemampuan dan pengalaman peneliti untuk
18
mengembangkan pertanyaan lanjutan sesuai
dengan jawaban informan. Informan yang
didapatkan oleh peneliti yakni, Ibu NURA, Ibu U,
Bapak M, dan Ibu Y.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan
data yang menghasilkan catatan-catatan penting
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
sehingga akan memperoleh data yang lengkap.
Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi. Data
tersbut terkait dengan penelitian ini, baik didapat
dari internet, dalam bentuk foto, surat-surat, dan
catatan harian adalah sebagai bukti konkrit bahwa
peneliti telah melakukan penelitian. Dokumentasi
yang digunakan peneliti yakni berupa foto-foto
yang dilampirkan pada halaman lampiran serta
rekaman suara.
19
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu
dengan menganalis setiap data dan fakta yang
ditemukan melalui hasil pengumpulan data, kemudian
dideskripsikan secara konkret terkait komunikasi antar
pribadi yang efektif, yang dilakukan orangtua kepada
anak penderita ADHD.
Kemudian data tersebut diperoleh dan dianalisis
melalui model Milles dan Hubernas (1984:25) yaitu
tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan
yakni melalui reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan serta verifikasi.
Reduksi data merupakan sebuah proses pemilihan,
pemusatan, perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan di lapangan. Data yang
diperoleh dari lapangan secara bertahap direduksi
dalam pengertian dirangkum, dipilih, dan difokuskan
pada hal-hal yang terkait dengan komunikasi antar
20
pribadi dengan anak penderita ADHD (Attention
Deficit Hyperactifity Disorder) dan membuang data-
data yang tidak ada kaitannya dengan fokus penelitian.
Penyajian data merupakan susunan sekumpulan
informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Peneliti berupaya
menyajikan informasi melalui wawancara mendalam,
menyajikan teks mengenai komunikasi antar pribadi,
dan menyajikan data teks narasi yang berkaitan
langsung dengan kegiatan sehari-hari anak penderita
ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder).
Selanjutnya peneliti akan menarik kesimpulan-
kesimpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis
namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh.
8. Teknik Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini merujuk pada
buku pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis
dan Disertasi) Hamid Nasution dkk, yang diterbitkan
oleh CeQDA (Center for Quality Devlopment and
21
Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Landasan Teori
Dalam penelitiian ini saya menggunakan teori
Hubungan Interpersonal yang sering juga disebut dengan
FIRO (Fundamental Interpersonal Orientation), yang
diperkenalkan oleh William Schutz pada tahun 1958.
Teori ini menjelaskan tentang adanya hubungan yang
terjadi antar individu yang harus menghadirkan sesuatu
dalam kondisi tertentu agar dapat menghasilkan sesuatu
yang menyenangkan.
Alasan penulis memilih ini adalah karena dalam
hubungan antar individu termasuk dalam keluarga
memerlukan tiga aspek diantaranya Iklusi
(mempertahankan komunikasi), Kontrol (penguasaan
dalam komunikasi), juga Afeksi (kasih sayang). Ketiga
faktor tersebut dapat mempengaruhi komunikasi agar
berjalan dengan baik, karena dalam hubungan keluarga
juga memerlukan afeksi sebagai salah satunya. Untuk
22
lebih rincinya, penulis menjabarkan teori Kebutuhan
Hubungan Interpersonal dalam Bab II.
G. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tentang Komunikasi Antarpribadi
Antara Orang Tua dan Anak Penderita ADHD (Attention
Deficit Hyperactifity Disorder), dimana penelitian ini
ingin mengetahui dan menjelaskan bagaimana komunikasi
yang dilakukan dan dibangun orang tua terhadap anaknya
yang mengalami gangguan atau kesulitan dalam berfikir
dan berkomunikasi. Dan bentuk komunikasi seperti
apakah yang cocok dilakukan oleh orang tua dalam
mendidik dan membantu anak tersebut dalam berinteaksi
juga dengan orang lain disekitarnya. Sehingga anak
tersebut dapat berkomunikasi juga berinterksi secara
wajar kepada orang lain.
Untuk menghindari unsur plagiat dan keaslian
tulisan, dari pengamatan literatur yang ada, peneliti
menemukan beberapa kesamaan yaitu :
1. Jurnal Guru SDN Pembina Luwuk oleh Haria
Mingkala yang berjudul ‘Peran Guru dan Orang Tua
23
dalam Mendidik anak Hiperaktif serta Cara
Menangani Anak Hiperaktif’’ yang menjelaskan peran
seorang guru dan orang tua yang sangat membantu
dalam proses belajar anak yang menderita Hiperaktif,
dengan cara mendidik yang berbeda dengan anak –
anak pada umumnya. Perbedaannya jelas terlihat dari
subjek penelitian, jika Haria meneliti peran guru
dalam membantu proses belajar murid yang mengidap
ADHD dengan cara yang berbeda dengan anak normal
pada umumnya, sedangkan saya meneliti upaya
membangun komunikasi yang efektif antara orang tua
dan anak yang mengidap ADHD, agar komunikasi
berjalan dengan lancar.
2. Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta oleh Indira
Rachmawati yang berjudul ‘Pola Komunikasi Orang
Tua Terhadap Anak Penderita Autisme’’ yang
menjelaskan pola komunikasi antara orang tua dan
anak yang bersifat lebih terbuka, dimana orang tua
dan anak membuat semacam aturan-aturan yang
24
disepakat bersama. Perbedaannya dengan skripsi saya
terletak dari pola komunikasi yang dilakukan, jika
Indira lebih menekankan jenis komunikasi yang
dilakukan orang tua terhadap anaknya yang menderita
autis dengan menekankan aturan yang disepakati
kedua belah pihak, sedangkan saya menekankan dari
efektifitas komunikasi yang dilakukan orang tua
kepada anaknya, agar dapat membantu anak
berkomunikasi dengan baik di rumah maupun
lingkungan luar.
3. Skirpsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur oleh Dyah Anjarsari yang berjudul “ Pola
Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Hiperaktif”
yang menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi
dengan anak hiperaktif dengan pola komunikasi
Authoritarian (otoriter) dan Authoritative
(Demokratis). Skripsi Dyah Anjasari hampir sama
dengan skripsi dari Indira, sama-sama membahas pola
komunikasi orang tua dengan anak Hiperaktif dengan
25
cara memberikan aturan-aturan yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak.
H. Sistematika Penulisan
Agar skripsi ini lebih terarah dalam
penyusunannya, peneliti membuat sistematika penulisan
yang disesuaikan dalam masing-masing Bab. Ada lima
Bab dan terdapat beberapa Sub Bab yang menjelaskan
Bab tersebut. Sistematika penulisan tersebut adalah :
BAB I: Pendahulian, dalam Bab ini peneliti
menguraikan tentang latar belakang
masalah, rumusan dan batasan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II: Landasan teori, dalam Bab ini peneliti akan
menguraikan tentang tinjauan umum
tentang komunikasi antarpribadi,
pengertian komunikasi, pengertian
komunikasi antarpribadi, pengertian
ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
26
Disorder), komunikasi antar pribadi yang
efektif.
BAB III : Gambaran umum anak-anak penderita
ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder).
BAB IV: Temuan dan analisis data lapangan, dalam
Bab ini peneliti membahas upaya
membangun komunikasi antarpribadi yang
efektif antara orangtua dan anak penderita
ADHD dalam kegiatan sehari-hari.
BAB V : Penutup dan saran, peneliti memberikan
kesimpulan dari hasil penelitian dan saran
untuk mahasiswa/I Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu komunikasi tentang komunikasi
antarpribadi dan penderita ADHD
(Attention Deficit Hyperactifity Disorder).
27
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
A. Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi atau communication berasal
dari bahasa latin, yaitu communicatius yang berarti
berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya
communis yang bermakna umum atau bersama-sama.
Dengan demikian komunikasi menurut Lexicographer
(ahli kamus bahasa) yang dikutip dari buku Fajar
(2009:31), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan
berbagai untuk mencapai kebersamaan.
Komunikasi adalah proses, yang artinya sedang
berlangsung dan selalu bergerak, bergerak semakin maju
dan berubah secara terus menerus. Sulit mengatakan
kapan komunikasi dimulai dan berhenti karena apa yang
terjadi jauh sebelum kita berbicara dengan seseorang bisa
mempengaruhi interaksi, dan apa yang muncul di dalam
sebuah pertemuan tertentu bisa berkelanjutan di masa
28
depan. Kita tidak dapat membekukan komunikasi kapan
pun.
Menurut Julia (2013:3) komunikasi juga sistemis,
yang berarti bahwa itu terjadi dalam suatu sistem pada
bagian yang saling berhubungan yang mempengaruhi satu
sama lain. Selain itu, lingkungan fisik dan waktu
merupakan elemen-elemen dari sistem yang
mempengaruhiinteraksi.
Dedy Mulyana (2005:3) juga mengatakan bahwa
komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber
membangkitkan respon pada penerima melalui
penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol,
baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (non
kata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa
kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem
simbol yang sama.
Jadi, secara luas komunikasi adalah setiap bentuk
tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal
yang ditanggapi orang lain. Sedangkan secara sempit
29
komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan
seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan
maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si
penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya
dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang
memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa
bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal
berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.
2. Karakteristik Komunikasi
Dalam buku Ilmu komunikasi Teori dari
Praktik yang ditulis Marheni Fajar (2009:3)
disebutkan ada beberapa karakteristik komunikasi,
diantaranya :
a. Komunikasi Suatu Proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya
bahwa komunikasi merupakan serangkaian
tindakan atau peristiwa yang terjadi secara
berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam
kurun waktu tertentu. Proses komunikasi
melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor dan
30
unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup
pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi,
dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang
dipergunakan untuk menyampakan pesan, waktu,
tempat, hasil, atau akibat yang terjadi.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta
mempunyai tujuan.
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai
dengan tujuan untuk keinginan dari pelakunya.
Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa
kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang
sepenuhnya berada dalam kondisi mental
psikologi yang terkendalikan bukan dalam
keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa
komunikasi yang dilakukan memang sesuai
dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan
menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin
dicapai.
31
c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja
sama dari para pelaku yang terlibat.
Kegiatan komunikasi akan berlangsung
dengan baik apabila pihak-pihak yang
berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama
ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian
yang sama terhadap topik pesan yang
dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis.
Komunikasi pada dasarnya merupakan
tindakan yang dilakukan dengan menggunakan
lambang-lambang, misalnya: bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional.
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua
tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan
tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang
atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang
terlibat dalam komunikasi.
32
f. Komunikasi menembus ruang dan waktu.
Komunikasi menembus faktor waktu dan
ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku
yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir
pada waktu serta tempat yang sama. Dengan
adanya berbagai produk teknologi komunikasi
serta telepon, fasimili, teleks, dan lain-lain. Kedua
faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi
menjadi persoalan dan hambatan dalam
berkomunikasi.
3. Unsur-unsur Komunikasi
Menurut Soyomukti (2010:6) terdapat unsur-unsur
komunikasi yang meliputi:
a. Pengirim pesan, komunikator
Pengirim pesan adalah manusia yang
memulai proses komunikasi, disebut
“komunikator”. Komunikator ketika mengirimkan
pesan tentunya memiliki motif dan tujuan, yang
disebut “motif komunikasi”. Ada yang menyebut
pengirim pesan atau komunikator dengan istilah
33
“pengirim” saja atau disebut juga “sumber”.
Sebagian pengamat dan ilmuwan komunikasi lain
ada yang menyebutnya sebagai encoder. Istilah
“encoder” identik dengan istilah yang diartikan
sebagai alat penyandi. “Encoding” adalah proses
penyandian, yang disandikan oleh pesan.
b. Penerima pesan: Komunikan
Penerima pesan (komunikan) adalah
manusia berakal budi kepada siapa pesan
komunikator ditunjukkan. Ada ahli lain yang
menyebut penerima pesan atau komunikan sebagai
“decoder”.
Dalam proses komunikasi, utamanya dalam tataran
antarpribadi peran komunikator dan komunikan
bersifat dinamis, dapat saling berganti.
Sebagaimana komunikator, komunikan juga dapat
terdiri dari satu orang, banyak orang, (kelompok
kecil, kelompok besar, termasuk dalam wujud
organisasi), dan massa.
34
c. Pesan
Pesan didefinisikan sebagai segala sesuatu
yang disampaikan komunikator kepada komunikan
untuk mewujudkan motif komunikasinya. Pesan
sebenarnya adalah suatu hal yang sifatnya abstrak
(konseptual, ideologis, dan idealistik). Akan tetapi,
ketika ia disampaikan dari komunikator kepada
komunikan, ia menjadi konkret karena
disampaikan dalam bentuk simbol/lambang berupa
bahasa (baik lisan maupun tulisan), suara (audio),
gambar (visual), mimik, gerak-gerak dan lain
sebagainya.
d. Saluran komunikasi dan media komunikasi
Agar pesan yang disampaikan komunikator
sampai pada komunikan, dibutuhkan saluran dan
media komunikasi. Saluran komunikasi lebih
indentik dengan proses berjalannya pesan,
sedangkan media komunikasi lebih indentik
dengan alat (benda) untuk menyampaikan.
35
e. Efek komunikasi
Efek komunikasi adalah situasi yang
diakibatkan oleh pesan komunikator dalam diri
komunikannya. Menurut Soyomukti (2009:6) efek
komunikasi ini berupa efek psikologi yang terdiri
dari tiga hal:
- Pengaruh kognitif, yaitu bahwa dengan
komunikasi seseorang menjadi tahu tentang
sesuatu. Berarti komunikasi berfungsi untuk
memberikan informasi.
- Pengaruh afektif, yaitu bahwa dengan pesan
yang disampaikan terjadi perubahan perasaan
dan sikap.
- Pengaruh konotatif, yaitu pengaruh yang
berupa tingkah laku dan tindakan. Karena
menerima pesan dari komunikator atau
penyampai pesan, komunikasi bisa bertindak
untuk melakukan sesuatu.
36
B. Fungsi Komunikasi
Mulyana (2005:9) mengatakan fungsi komunikasi
sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep-
konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan
hidup untuk memperoleh kebahagiaan. Melalui
komunikasi kita bisa bekerjasama dengan anggota
masyarakat dan anggota keluarga kita sendiri seperti ayah,
ibu, kakak, adik, nenek, kakek dan juga keluarga lainnya.
Tentu saja komunikasi yang dilakukan ini
bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Mulyana
(2005:10) menambahkan diantara fungsi komunikasi
pertama sebagai pembentukan konsep diri yang
merupakan pandangan kita mengenai siapa diri kita dan
itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan
orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang
lain, kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun
juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Kedua
Pernyataan eksistensi diri terlihat jelas ketika orang
mendominasi pemnbicaraan dalam dialog, seminar, atau
37
rapat.Terakhir untuk kelangsungan hidup, memupuk
hubungan, dan memperoleh kebahagiaan, komunikasi
akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi
informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau
mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi
alternatif atas masalah dan mengambil keputusan, dan
tujuan-tujuan sosial secara hiburan.
C. Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Menurut Devito (1984:52) komunikasi
antarpribadi atau (interpersonal communication)
merupakan komunikasi yang berlangsung antara dua
orang atau lebih yang mempunyai hubungan dan
mendapatkan feedback secara langsung. Komunikasi
antar pribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan
penyampaian dan penerimaan pesan secara timbal balik.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan pemahaman yang
sama.
Pawito (2007:2) mengatakan komunikasi pada
umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan
berlangsung secara tatap muka (face to face). Relasi
38
antarpribadi atau human relations merupakan interaksi
antara seseorang dengan orang atau kelompok yang lain,
yang menyangkut hubungan manusiawi, etika atau moral,
aktivitas sehari-hari. Pada umumnya untuk mendapat
kepuasan bagi kedua belah pihak.
Relasi antarpribadi merupakan hasil dari
komunikasi antarpribadi. Menurut Malcon R. Parks dalam
buku yang ditulis Budyatna dan Leila (2014:14)
komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi
yang diatur dalam norma relasional yang biasa terjadi
dalam kelompok yang sangat kecil.
Melakukan komunikasi antarpribadi merupakan
keharusan bagi setiap manusia. Keefektifan dalam relasi
antarpribadi ditentukan jika kedua pihak mampu
mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin
disampaikan, memiliki kesamaan pikiran dan tujuan.
Keadaan ini ditandai oleh adanya kepercayaan dan
keterbukaan.
39
D. Komponen-Komponen Komunikasi Antarpribadi
Secara sederhana dapat dikemukakan suatu asumsi
bahwa proses komunikasi antarpribadi akan terjadi
apabila ada pengirim menyampaikan informasi berupa
lambang verbal maupun nonverbal kepada penerima
dengan menggunakan medium suara manusia (human
voice), maupun dengan medium tulisan. Berdasarkan
asumsi ini Suranto (2011:7-8) bahwa dalam proses
komunikasi antarpribadi terdapat komponen-komponen
komunikasi yang secara integratif saling berperan sesuai
dengan karakteristik komponen itu sendiri, diantaranya :
1. Sumber komunikator
Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan
untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk
membagi keadaan untuk internal sendiri, baik yang
bersifat emosional maupun informasional dengan
orang lain.
2. Encoding
Merupakan suatu aktifitas internal pada
komunikator dalam menciptakan pesan melalui
40
pemilihan simbol-simbol baik verbal maupun non-
verbal yang disusun berdasarkan aturan tata bahasa,
serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan
3. Pesan
Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik
verbal maupun nonverbal, atau gabungan keduanya
yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk
disampaikan kepada pihak lain.
4. Saluran
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari
sumber, atau yang menghubungkan orang lain
secara umum.
5. Penerima/komunikan
Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan
mengintepretasi pesan.
6. Decoding
Merupakan kegiatan internal dalam diri penerima.
Melalui indera penerima mendapatkan macam-
macam data dalam bentuk mentah, berupa kata-kata
41
dan simbol-simbol yang harus diubah kedalam
pengalaman-pengalaman yang mengandung makna.
7. Respon
Yakni yang telah diputuskan oleh penerima untuk
dijadikan tanggapan dalam sebuah pesan.
E. Pengertian Keluarga
Menurut Djamarah (2014:8) keluarga adalah
sebagai sebuah institusiyang terbentuk karena ikatan
perkawinan. Di dalamnya hidup bersama pasangan suami-
istri secara sah karena pernikahan. Pengertian keluarga
dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan
sosial. Karena dalam dimensi hubungan darah antara satu
dengan yang lainnya.
Dajamarah (2014:8) menambahkan keluarga
adalah kelompok primer yang paling penting dalam
masyarakat. Sedangkan dalam dimensi hubungan social,
keluarga merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh
adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling
mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun di
antara mereka tidak terdapat hubungan darah.
42
Tetapi dalam konteks keluarga inti, menurut
Soelaeman dikutip oleh Djamarah (2014:19) secara
psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup
bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-
masing anggota merasakan adanya pertautan batin
sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan dan saling menyerahkan diri. Sedangkan
dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah suatu
persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara
pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan
pernikahan, yang bermaksud untuk saling
menyempurnakan diri.
F. Fungsi Keluarga
Dalam rangka untuk membangun keluarga yang
berkualitas tidak terlepas dari usaha anggota keluarga
untuk mengembangkan keluarga yang berkualitas yang
diarahkan pada terwujudnya kualitas keluarga yang
bercirikan kemandirian keluarga dan ketahanan keluarga.
Keluarga adalah ladang terbaik dalam penyemaian
nilai-nilai agama. Orang tua memiliki peranan yang
43
strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga
nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak.
Kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah,
misalnya seperti salat, puasa, infaq, dan sadaqah menjadi
suri tauladan bagi anak untuk mengikutinya.
Keluarga dalam konteks sosial budaya tidak bisa
dipisahkan dari tradisi budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Dalam konteks sosial,
anak pasti hidup bermasyarakat dan bergumul dengan
budaya yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini orang
tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar
menjadi orang yang pandai hidup bermasyarakat dan
hidup dengan budaya yang baik dalam masyarakat.
Dalam rangka untuk membangun keluarga yang
berkualitas tidak terlepas dari usaha-usaha anggota
keluarga untuk mengembangkan keluarga yang
berkualitas yang diarahkan pada terwujudnya kualitas
keluarga yang bercirikan kemandirian keluarga dan
ketahanan keluarga. Sedangkan penyelenggaraan
pengembangan keluarga yang berkualitas ditunjukkan
44
agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan
materiil sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga
secara optimal. Sedangkan fungsi keluarga itu sendiri
berkaitan langsung dengan aspek-aspek keagamaan,
budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi,
pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan.
G. Komunikasi dalam Keluarga
1. Komunikasi Antar Orang Tua – Anak
Relasi antara orang tua dan anak terjadi setelah
relasi antara pasangan suami – istri. Menjadi orang tua
merupakan salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan
yang memiliki anak . Anak-anak mengalami proses
tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan dan
hubungan. Keluarga merupakan tempat dimana sebagian
besar waktu anak mempelajari sebuah komunikasi,
komunikasi antara orang tua dan anak bersifat dua arah.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang tua dan
anak dapat menentukan komunikasi yang terjadi diantara
keduanya. Orang tua kerap menjadi “role model” bagi
45
anak-anaknya. Dan di dalam keluargalah pembentukan
konsep diri seorang anak terbentuk.
Supratiknya (1995:94) mengatakan hubungan
orang tua dan anak dalam keluarga terjalin melalui
interaksi komunikasi yang dilakukan sehari-hari, namun
di dalam setiap hubungan antar pribadi mengandung
unsur-unsur konflik, ketidakcocokan atau incompatibility
adalah karakteristik utama timbulnya konflik, yang
dimaksud dengan konflik adalah situasi dimana tindakan
salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau
mengganggu tindakan pihak lain. Hal ini kerap kali terjadi
dalam hubungan antara orang tua dan anak.
Komunikasi akan dikatakan efektif apabila terjadi
perubahan sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Serta
menunjukkan interaksi yang terjalin diantara keduanya.
Berikut adalah karakteristik dalam komunikasi
antarpribadi yang efektif menurut Joseph (1984:286)
dalam bukunya Komunikasi Antarmanusia, yaitu:
46
a. Keterbukaan ( openness )
Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif.
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek
dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator
antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang
diajaknya berinteraksi dan membuka diri bagi orang lain.
Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Aspek yang ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan
pikiran.
Agar komunikasi antarpribadi antara orang tua dan
anak melahirkan hubungan antarpribadi yang efektif,
maka perlu adanya sikap saling terbuka diiringi dengan
sikap percaya dan sikap suportif. Dengan itu akan
mendorong timbulnya sikap saling pengertian, saling
menghargai, dan saling mengembangkan kualitas
hubungan interpersonal.
47
b. Empati ( Empaty)
Empati adalah rasa ikut merasakan perasaan yang
sedang dialami oleh orang lain. Orang yang bersifat
empati mampu memahami motivasi dan pengalaman
orang lain, perasaan dan sikap orang lain serta harapan
dan keinginan orang lain untuk masa mendatang. Empati
bisa berupa verbal maupun non-verbal. Terdapat beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk menanamkan rasa
empati, diantaranya:
Pertama, menahan godaan untuk mengevaluasi,
mengkritik dan menilai orang lain. Hal ini untuk
menumbuhkan pemahaman bersama. Kedua, mengenal
lebih jauh tentang seseorang, missal kemampuannya.
Ketiga, cobalah untuk merasakan perasaan orang lain dari
sudut pandangnya, bukan dari sudut pandang pribadinya.
Ketiga hal tersebut dapat membantu kita untuk
menimbulkan rasa empati kepada lawan bicara kita. Hal
ini dapat dilakukan terutama antar orang tua dan anak.
Komunikasi akan lebih efektif apabila terdapat perasaan
48
empati dari keduanya yang meminimalisir timbulnya
konflik dalam hubungan antarpribadi.
c. Sikap mendukung (Suportiveness)
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah
hubungan yang memiliki sikap saling mendukung serta
adanya pengakuan dari satu sama lain. Di dalam menjalin
relasi antara orang tua dan anak, setiap anggota keluarga
harus memberikan dukungan terhadap anggota keluarga
yang lainnya. Karena dengan adanya dukungan dari
keluarga akan membantu mengatasi masalah yang sedang
dihadapi setiap anggota keluarga. Baik untuk orangtua
maupun anak.
Di dalam menjalin relasi antara orang tua dan
anak, seorang orang tua harus memiliki sikap suportif
apabila memang orang tua yang salah, dan untuk seorang
anak juga harus suportif dalam mengakui kesalahannya.
Menurut Budyatna dan Leila Mona (2014:173) ada
beberapa prinsip dalam mendukung komunikasi keluarga,
sehubungan dengan komunikasi antara orang tua dan
anak, diantaranya:
49
1) Bersedia memberikan kesempatan bicara kepada
setiap anggota keluarga.
2) Mendengarkan secara aktif apa yang dibicarakan.
3) Menghormati kepentingan-kepentingan tiap
anggota keluarga.
4) Menyelesaikan konflik secara adil sehingga
terjalin komunikasi
yang baik.
d. Sikap Positif (Positiveness)
Sikap positif adalah selalu melihat sesuatu dengan
hal baik. Sikap positif bertentangan dengan sikap
ketidakacuhan. Sikap positif mengacu pada dua aspek
komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika setiap pribadi memiliki sikap
positif terhadap dirinya sendiri. Kedua, perasaan positif
sangat penting diperlukan untuk menjalin interaksi yang
efektif.
Sikap positif biasanya terdiri dari pujian atau
penghargaan. Sikap positif dalam menjalin komunikasi
antar pribadi mutlak diperlukan, agar komunikasi bisa
50
berjalan dengan efektif. Komunikasi dapat terwujud jika
keduanya dapat berpandangan positif terhadap dirinya
sendiri. Untuk orang tua agar tidak terlalu berfikir negatif
pada anaknya. Agar tercapai komunikasi yang efektif
maka orang tua dapat memberikan reward terhadap
anaknya apabila ia melakukan sesuatu yang
membanggakan.
e. Kesetaraan (Equality)
Komunikasi akan berjalan dengan efektif apabila
kondisinya setara. Kesetaraan adalah perasaan saling
melengkapi antara kedua pelaku komunikasi. Dengan
artian harus ada pengakuan bahwa kedua belah pihak
sama-sama bernilai dan berharga.
Konsep relationship sangat penting dalam kajian
komunikasi antarpribadi. “Jalanin hubungan” merupakan
seperangkat harapan yang ada pada partisipan yang
dengan itu mereka menunjukkan perilaku tertentu dalam
komunikasi. “Relationship” antar individu senantiasa
melatarbelakangi pola-pola interaksi diantara partisipan
dalam komunikasi antarpribadi. Relationship dalam
51
komunikasi antarpribadi tidak selamanya bersifat simetris.
Tidak jarang terdapat kecenderungan dominasi dalam
hubungan antarpribadi.
Terdapat tiga pola hubungan dalam komunikasi
antarpribadi menurut Stephen W Littlejhon dalam Teori
Komunikasi (2008 :286) yaitu:
1) Pola komunikasi simetris adalah pelaku merespon
dengan cara yang sama perilaku pelaku komunikasi yang
lain (sejajar). Jika pelaku melakukan kebaikan, maka
pihak lain juga melakukan pihak yang sama.
2) Pola komunikasi asimetris adalah perilaku pelaku
bertolak belakang dengan perilaku yang lainnya (tidak
sejajar) cenderung tidak adanya respon.
3) Pola komunikasi komplemneter adalah pelaku
komunikasi merespon dengan cara yang berlawanan dan
cenderung bersifat saling melengkapi. Contoh : ketika
seseorang bersifat mendominasi, yang lain mematuhinya.
2. Komunikasi orang tua- anak menurut Islam
Keluarga adalah tempat memadukan rasa yang
melalui dirinya keturunan seseorang berkembang, serta
52
menjadi tempat berlabuh seorang laki-laki. Konsep ahli
atau keluarga dalam islam dibentuk berdasarkan
pernikahan yang sah, yakni pernikahan yang memenuhi
syarat dan rukun yang ditetapkan oleh Al-Qur,an dan
Sunnah. Keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang
utama dan bersifat kodrati. Sebagai komunitas masyarakat
terkecil, keluarga memiliki arti penting dan strategis
dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih
luas.
Setiap keluarga adalah suatu sistem, suatu
kesatuan yang dibentuk oleh bagian-bagian yang saling
berhubungan dan berinteraksi. Hubungan tidak pernah
hanya berlangsung satu arah. Contohnya : interaksi antara
ibu dan bayinya terkadang dilambangkan dengan tarian .
Orang tua sangat perlu meluangkan waktu
bersama anaknya, meluangkan waktu dan kesempatan,
menemani anak, duduk bersama, berbincang bincang
tentang sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan
anak. Berkomunikasi dengan anak adalah langkah yang
tepat untuk mencairkan kebekuan hubungan orang tua dan
53
anak. Sebagai makhluk sosial, pasti anak ingin selalu
berdekatan dengan orang tuanya. Tentu banyak hal yang
ingin diketahui anak tentang alam kehidupan dan
inginmenirunya. Dengan pengetahuan itu anak ingin
menyampaikan, berbicara kepada orang tuanya.
Menurut Djamarah (2014:81) kegemaran anak
meniru terhadap sesuatu harus dimanfaatkan sebaik
mungkin oleh orang tua dalam keluarga. Mengucapkan
halo, good morning atau good night tidak salah, tetapi
akan lebih baik dan tepat jika selalu menggunakan kalimat
toyyibah seperti ucapan Assalamual’aikum ketika keluar-
masuk rumah, mengatakan inna lillahi wa inna ilaihi
rojiun ketika mendapat musibah, mengamalkan membaca
subhanallah, Alhamdulillah, allahu akbar, mengerjakan
ibadah sholat atau hal baik lainnya.
Hubungan baik antara orang tua dan anak bisa
terjalin dalam berbagai bentuk, dengan komunikasi dapat
membina hubungan baik dengan anak, dengan mengajak
anak berbicara, orang tua dapat memperkenalkan nilai-
nilai islam, dengan komunikasi orang tua dapat mengajak
54
anak beribadah, dengan komunikasi orang tua dapat
memberi dorongan rasa ingin tahu serta dapat
mengenalkan bahasa-bahasa yang baik. Bahasa yang baik
meminimalkan informasi dan ungkapan negative dari
pendengaran anak, serta memberi kesempatan anak
melakukan hal-hal positif.
H. Pengertian Anak ADHD
Selama ini, orang-orang terlanjur percaya pada
mitos bahwa penyebab anak hiperaktif adalah dari pola
pengasuhan yang kurang baik serta pola makan yang
terlalu banyak mengkonsumsi gula. Namun setelah para
peneliti melakukan penelitian lebih lanjut, berdasarkan
junal Haria Mingkara ternyata ditemukan bahwa
penyebab anak hiperaktif adalah adanya gangguan genetik
yang terdapat pada DNA anak yang bersangkutan.
Sebagai informasi, diseluruh dunia saat ini diperkirakan
terdapat 3-5 persen anak yang hiperaktif.
Hiperaktif atau yang disebut juga ADHD
(Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) merupakan
penyakit genetik dan membuat otak anak berkembang
55
dengan cara berbeda dibandingkan dengan anak-anak
normal. Dalam sebuah penelitian, didapati bahwa otak
anak –anak yang menderita ADHD ternyata memiliki
potongan kecil DNA yang terhapus maupun terduplikasi
yang dikenal sebagai Copy Number Varians (CNVs).
Area yang tumpang tindih tersebut berada di area tertentu
yang terdiri dari beberapa gen yang berperan dalam
perkembangan otak dan terkait dengan gangguan
kejiwaan serta schrizofrenia.
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006:2) ADHD
adalah istilah popular, kependekan dari attention deficit
hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit =
berkurang, Hiperctivity = hiperaktif, Disorder =
gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti
gangguan pemusatan perhatian disertai hiperktif. Istilah
ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia
medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan
dalam dunia pendidikan dan psikologi. Istilah ini
memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang
disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak,
56
dimana individu mengalami kesulitan dalam
mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak
mendukung rentang perhatian mereka. Jika hal ini terjadi
pada seorang anak maka dapat menyebabkan kesulitan
belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan
kesulitan-kesulitan lain yang kait mengait.
Jadi jika didefinisikan secara umum ADHD
menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan
simtom-simtom (cirri atau gejala) kurang konsentrasi,
hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Gangguan ini disebabkan kerusakan kecil pada
sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasi
penderita menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan.
Penyebab lainnya dikarenakan tempramen bawaan,
pengaruh lingkungan malfungsi otak, serta epilepsy. Atau
bisa juga karena gangguan di kepala, seperti gegar otak,
trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah
terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi
makanan.
57
Dalam jurnal Haria Mingkara (2014:5) disebutkan
ciri-ciri utama ADHD adalah :
menentang
Tak kenal lelah
Deskruktif atau merusak
Tidak sabar dan usil
Baihaqi dan Sugiarmin (2006:7) mengatakan anak
ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, tipe
ADHD gabungan. Kedua, tipe ADHD kurang
memperhatikan dan tipe hiperaktif impulsif. Ketiga, tipe
ADHD hiperaktif impulsif.
1. Tipe ADHD gabungan
Untuk mengetahuai ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh
adanya paling sedikit 6 dan diantara 9 kriteria untuk
‘perhatian’ ditambah paling sedikit 6 diantara 9 kriteria
untuk ‘hiperaktif impulsifitas’. Munculmnya 6 gejala
tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang
signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain
sebagai berikut.
58
1) Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak
mencapai usia 7 tahun.
2) Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua
seting yang berbeda.
3) Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang
signifikan dalam kemampuan akademik.
4) Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih
baik oleh kondisi psikologi atau psikiarti lainnya.
2. Tipe ADHD kurang memperhatikan dan tipe hiperaktif
impulsif.
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat
didagnosis oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 gejala
untuk ‘perhatian’ dan mengakui bahwa individu-individu
tertentu mengalami sikap kurang memperhatikan yang
mendalam tanpa hiperaktivitas/impulsifitas.
3. Tipe ADHD hiperaktif impulsif,
Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara
9 gejala yang terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas.
Tipe ADHD kurang memperhatikan ini mengacu pada
anak-anak yang mengalami kesulitan lebih besar dengan
59
memori (ingatan) mereka dan kecepatan motor (persepsi
gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali
menyendiri secara social.
Anak-anak dengan ADHD dapat dibantu secara
khusus oleh orangtua, guru, dokter serta lingkungan
bermainnya dengan mengkondisikan suasana dan kegiatan
yang sesuai untuk mereka. Dengan demikian, anak-anak
ADHD tersebut dapat menyalurkan tingkah laku
hiperaktif serta masalah sulitnya memusatkan perhatian
mereka secara lebih baik, seperti dengan membiarkan
mereka melakukan aktivitas fisik yang dapat memberi
kebebasan bergerak pada mereka. Anak-anak ADHD juga
biasanya mempunyai kecerdasan yang diatas rata-rata
namun orangtua mereka sering tidak menyadarinya.
Untuk itu orang tua juga harus memperhatikan
kecerdasannya dengan cara menyalurkan dan
mengarahkan keaktifan mereka pada hal-hal yang positif
pada kegemaran dan hobi yang disukai.
Mendidik anak hiperaktif pun berbeda caranya
dengan mendidik anak-anak normal. Salah satu caranya
60
adalah dengan menerapkan disiplin pada anak tanpa
menegakkan disiplin tersebut, orangtua dapat memulainya
dengan membuat perjanjian kecil dengan sang anak yang
menderita ADHD, serta mencurahkan perhatian terhadap
semua tingkah lakunya agar tetap berada dalam kontrol.
I. Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal
Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal sering
juga disebut dengan FIRO (Fundamental Interpersonal
Orientation), yang diperkenalkan Oeh William Schutz
pada tahun 1958. Teori ini di dasarkan pada keyakinan
bahwa ketika orang berkumpul dalam satu kelompok, ada
tiga kebutuhan antarpribadi utama yang mereka cari untuk
mendapatkan keterbukaan, kontrol, dan inklusi.
Sarwono (2017:147) mengatakan ide pokoknya
adalah bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya
kepada orang lain dengan cara tertentu, dan cara ini
merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilakunya
dalam hubungan antarpribadi. Konsep antarpribadi
menjelaskan tentang adanya suatu hubungan yang terjadi
antar manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan
61
tentang suatu keadaan atau kondisi dari individu, apabila
tidak dihadirkan atau ditampilkan akan menghasilkan
suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu.
Sarwono (2017:153) menambahkan ada tiga macam
kebutuhan antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi
untuk inklusi, kebutuhan antarpribadi untuk kntrol, dan
kebutuhan antarpribadi untuk afeksi.
1) Kebutuhan Antarpribadi untuk Inklusi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan dan
mempertahankan komunikasi antarpribadi yang
memuaskan dengan orang lain, sehubung dengan
interaksi dan asosiasi. Tingkah laku inklusi adalah
tingkah laku yang ditunjukkan untuk mencapai
kepuasan individu. Misalnya keinginan untuk asosiasi,
bergabung dengan sesama manusia, berkelompok.
Tingkah laku inklusi yang positif memiliki ciri-ciri
: ada persamaan dengan orang lain, ada rasa menjadi
satu bagian kelompok dimana ia berada. Tingkah laku
inklusif yang negatif misalnya menyendiri dan
menarik diri
62
Ada beberapa tipe dari inklusi, yaitu:
1. Perilaku kurang sosial (under social behavior):
perilaku ini timbul jika kebutuhan akan inklusi
kurang terpenuhi, misalnya sering diacuhkan oleh
keluarga semasa kecil. Kecenderungannya orang ini
akan menghindari hubungan dengan orang lain,
menjaga jarak hubungannya dengan orang lain, tidak
mau tahu, acuh tak acuh.
2. Perilaku terlalu sosial (oversocial behavior):
psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang
sosial, yaitu disebabkan oleh kurang inklusi. Orang
yang terlalu sosial cenderung memamerkan diri
berlebih-lebihan (exihibitionistic), bicaranya keras
dan selalu menarik perhatian orang lain dan
memaksakan dirinya untuk dapat diterima orang lain.
3. Perilaku sosial (social behavior): perilaku ini tumbuh
dari anak-anak yang semasa kecilnya mendapat
cukup kepuasan akan kebutuhan inklusi ia tidak
mendapat masalah dalam hubungan antarpribadi
dengan orang lain.
63
2) Kebutuhan Antarpribadi untuk Kontrol
Adalah kebutuhan untuk mengadakan serta
mempertahankan komunikasi yang memuaskan dengan
orang lain, berhubungan dengan kontrol dan kekuasaan.
Tingkah laku kontrol yang positif yaitu : mempengaruhi,
mendominasi, memimpin, mengatur, sedangkan tingkah
laku kontrol yang negatif, yaitu : memberontak,
mengikut, menurut.
Ada beberapa tipe-tipe Perilaku Kontrol:
1. Perilaku abdikrat (abdicrat behavior) : orang yang
berperilaku jenis ini merasa dirinya tidak mampu
membuat keputusan dan bahwa orang lain
mengetahui kelemahan ini. Ia lebih suka dipimpin
dari pada memimpin dan ia lebih suka menjadi orang
yang submisif.
2. Perilaku oktorat (Autocrat behavior) : terdapat
kecenderungan mendominasi orang lain, ingin selalu
menduduki posisi-posisi atas, mau membuat semua
keputusan, tidak hanya untuk dirinya sendiri namun
64
juga untuk orang lain. Tipe ini selalu membuktikan
bahwa dirinya mampu dan bisa membuat keputusan.
3. Perilaku demokrat, perilaku ini merupakan perilaku
yang ideal. Orang-orang yang berperilaku demokrat
biasanya selalu berhasil untuk memecahkan berbagai
persoalan dalam hubungan antarpribadi.
4. Perilaku pantologis dari tipe ini adalah :
- Psikopat : tidak mau menerima segala kontrol
dalam bentuk apapun.
- Ketaatan yang obsesif: terlalu taat terhadap
segala kontrol yang datang dari luar.
3) Kebutuhan Antarpribadi untuk Afeksi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta
mempertahankan komunikasi antarpribadi yang
memuaskan dengan orang lain sehubungan dengan
cinta dan kasih sayang. Afeksi selalu menunjukkan
hubungan antara dua orang atau dua pihak.
Tingkah laku afeksi adalah tingkah laku yang
ditujukan untuk mencapai kebutuhan antarpribadi
akan afeksi. Tingkah laku afeksi menunjukkan akan
65
adanya hubungan yang intim antara dua orang dan
saling melibatkan diri secara emosional.
Ada beberapa tipe Perilaku Afeksi:
1. Perilaku kurang pribadi (underpersonal behavior):
pada perilaku ini orang cenderung menghindari
hubungan pribadi yang terlalu dekat, kalau ramah
hanya dibuat-buat, padahal secara emosional tetap
menjaga jarak.
2. Perilaku terlalu pribadi (personal behavior): orang
yang menginginkan hubungan emosional yang sangat
erat, terlalu intim dalam berkawan, dan kadang
menuduh kawannya tidak setia kalau kawan itu
berteman dengan orang lain.
3. Perilaku pribadi (personal behavior): ini adalah
perilaku yang ideal. Orang yang bisa bertindak tepat
dan selalu merasa senang dalam hubungan emosi
yang dekat maupun yang renggang.
4. Perilaku patologis dari tipe ini adalah psikoneorosis
(orang yang tidak dapat menangani konfliknya
sehingga ketegangan tak kunjung reda.
66
BAB III
GAMBARAN UMUM
Dalam penelitian ini, saya mendapatkan empat orang
informan berupa orang tua dan anaknya yang mengidap ADHD,
diantaranya sebagai berikut:
A. Identifikasi Informan
Agar hasil penelitian dapat mendapatkan hasil yang
optimal, maka peneliti melibatkan empat orang tua yang
anaknya menderita ADHD (Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder) dalam proses penelitian ini,
yakni:
1. Orang tua berisinial U (nama disamarkan), ia
merupakan seorang perempuan yang memiliki anak
menderita ADHD selama 7 tahun dengan anak
berinisial F, umur 34 tahun, pekerjaan PNS, berasal
dari Ponorogo.
Mengetahui anak menderita ADHD sejak anak berusia
2 tahun, ketika anak lebih cenderung asik bermain
gadjet tetapi belum bisa berbicara. Kecurigaan
67
ditandai dengan sulitnya F berbicara juga melakukan
kegiatan yang sangat aktif. Dipicu dengan kurangnya
komunikasi yang dilakukan orang tuanya, dikarenakan
kedua orang tua F sibuk bekerja, dan memperkejakan
ART saat mereka dipindahtugaskan bekerja di daerah
Sampit, jauhnya dari keluarga besar juga
mempengaruhi kurangnya kosakata yang dimiliki F,
serta logat daerah yang berbeda dengan orang tuanya.
Kesulitan yang dihadapi orang tua F, yakni seringnya
F bertindak sesuka hati, tidak dapat mengontrol emosi,
sangat hiperaktif setelah mengkonsumsi coklat atau
makanan yang mengandung banyak msg dan
pengawet. Serta tidak fokusnya F saat diajak
berbicara.
2. Orang tua berinisial U (nama disamarkan), seorang
perempuan yang memiliki anak menderita ADHD
selama 11 tahun, dengan anak berinisial A. umur 45
tahun, pekerjaan ibu rumah tangga, berasal dari
Kabupaten Tangerang.
68
Mengetahui anak mengidap ADHD sejak umur 5
tahun, meskipun sejak umur 2 tahun lebih A belum
mampu untuk berbicara. Sejak umur 2 tahun A sering
mengalami kejang-kejang atau terjatuh yang membuat
kepalanya terbentur. Sampai umur 5 tahun A masih
belum bisa bicara, dan sampai saat ini A pun belum
mampu berbicara. Hanya erangan erangan atau kata
“mah” yang dapat ia lontarkan.
6 bulan terakhir, selain mengidap ADHD A juga
menderita meningitis (radang selaput otak dan
sumsum tulang belakang, yang biasanya disebabkan
oleh infeksi), meningitis ini diderita A setelah belajar
dari salah satu Pondok Pesantren di daerah Kudus
yang khusus menangani anak ADHD.
Kesulitan yang dialami orang tua A, sulitnya
mengajak A berkomunikasi, seringnya A mengamuk
yang berujung menyakiti diri seperti memukul kepala
dengan tangan atau membenturkan kepala ke dinding.
Namun ketika A menderita meningitis, gerak tubuh A
terbatas, dikarenakan sebagian tubuh A pada bagian
69
kanan mengalami kejang otot (kaku) yang berakibat
sulit bergerak.
3. Orang tua berinisial M (nama disamarkan), seorang
laki-laki yang memiliki anak menderita ADHD selama
4 tahun, dengan inisial G. umur 30 tahun. Pekerjaan
wiraswasta
Awal mengetahui anak menderita ADHD sejak G
berusia 2 tahun, dikarenakan G belum mampu untuk
berbicara. Orang tua G cukup membiarkan karena
merasa hal tersebut wajar untuk kategori anak laki-
laki yang lebih dahulu mampu berjalan dari pada
berbicara. Kondisi G yang belum mampu bicarapun di
wajarkan karena orang tua G termasuk orang yang
pendiam, ia juga sangat aktif seperti anak ADHD
lainnya, namun tidak melakukan hal-hal yang
merugikan seperti menyakiti diri sendiri.
Dikarenakan kondisi G yang belum kunjung bicara,
orang tua G memutuskan untuk menerapi G dalam
terapi wicara untuk merangsang G berbicara. Hal ini
juga dipicu dari sibuknya kedua orang tua G dalam
70
bekerja, jauhnya mereka dari keluarga besar
mengharuskan G dalam kesehariannya dititipkan di
tempat penitipan anak, keputusan ini diambil agar G
bisa bersosialisasi dengan teman seusianya.
Kesulitan yang dihadapi orang tua G, sulitnya
mengontrol G, terlihat dari G yang sulit diatur jika
berlarian kesana-kemari, masih sulit mendengar
intruksi, lebih asik dengan gadget ketimbang diajak
berbicara dengan orang lain. Namun sedikit demi
sedikit A sudah mampu mengucapkan kata demi kata
walaupun belum jelas artikulasinya.
4. Orang tua berinisial Y (nama disamarkan), seorang
perempuan yang memiliki anak menderita ADHD
selama 9 tahun, dengan inisial H. umur 41 tahun,
pekerjaan guru. Berasal dari Padang, dan tinggal di
Batam.
Awal mula mengetahui H menderita ADHD sejak
umur 2 tahun, dikarenakan H belum bisa berbicara,
namun hal tersebut diwajarkan dengan alasan ibu H
juga seorang yang pendiam. setelah beberapa tahun H
71
hanya mampu mengeluarkan suara atau kata-kata saat
bernyanyi, namun tetap tidak mau berbicara dengan
orang lain. Jika H meminta sesuatu atau kesulitan
melakukan kegiatan, ia hanya menunjuk atau memberi
gerakan kepada orang tuanya.
Sama seperti anak ADHD lainnya, H juga hiperaktif
dan masih sulit dikontrol. H sering kali berlarian
keluar rumah secara tiba-tiba, emosi pun suka tidak
terkontrol namun H cenderung lebih diam dan tidak
mengamuk saat emosi, ia akan lebih menyalurkan
kekesalan pada diri sendiri dengan mengepalkan
kedua tangan.
Kesulitan yang dihadapi orang tua H, membuat H
fokus pada sesuatu, jadi orang tua H selalu melatih H
melakukan kontak mata jika diajak berbicara. H masih
sulit dikendalikan saat dikeramaian, untuk itu orang
tua H atau kakaknya harus mendampingi dan
mencekal tangan H agar tidak lari saat H berada di
luar. Saat di tempat umum, sesaat H seringkali hilang,
untuk itu setiap mau berpergian orang tua H selalu
72
mengingatkan apa yang harus dilakukan H walau H
selalu lalai jika sudah di luar.
B. Profil Anak ADHD
1. Anak ADHD 1.
FIA (panggilan berinisial F)
a. Riwayat Hidup F
F merupakan anak penderita ADHD (Attention
Deficit and Hyperactivity Disorder) yang lahir pada 25
oktober 2009 di Ponorogo, dari ibu yang berinisial
NURA dan Ayah yang berinisial RM. Awalnya F balita
tinggal di Ponorogo sampai pada umur sekitar 2 tahun
pindah ke Sampit (Kalimantan Tengah) karena Ayah
dan Ibu dari F dipindah tugaskan ke daerah tersebut. 1
F merupakan anak pertama dari dua bersudara,
adik laki-lakinya berinisial RRA, F dan keluarga tinggal
di Sampit sampai umur 5 tahun. Lalu pindah kembali ke
Ponorogo, lalu sang Ayah dipindahtugaskan kembali di
Jakarta, untuk itu Ibunya pun memutuskan pindah
pekerjaan di wilayah Jakarta. Akhirnya mereka
1 Wawancara Pribadi dengan Ibu NURA. (Tangerang: 3 april 2018).
73
memutuskan untuk tinggal di daerah Tangerang di
Taman Royal 3, Cluster Palem 6 no.10. Saat ini F
sedang melangsungkan pendidikan di jenjang SD yaitu
di SDIT As-Syukriyyah dan duduk di kelas 2.
Sebelumnya F bersekolah di Tk Al-Muhajirin, setelah ia
dan keluarganya pindah dari Ponorogo, karena orang
tuanya dipindahtugaskan pekerjaannya di daerah
Jakarta. Kondisi F agak menyulitkan orang tua mencari
sekolah, SDIT dipilih setelah mendapat rekomendasi
dari kepala sekolah TK Al-muhajirin yang menyarankan
agar F mulai belajar untuk masuk SD (sekolah Dasar).
Enam bulan F belajar di TK Al-Muhajirin,
namun sudah banyak complain dari beberapa orang tua
mengenai F yang sangat aktif dan terkesan anarkis
dalam bermain. Awalnya setiap proses belajarpun F
lebih suka melakukan kegiatan lain seperti mencoret-
coret dan mengganggu teman lainnya. Tetapi lama
kelamaan F mulai bisa dikontrol untuk mengikuti aturan
walau terkadang masih sulit dikendalikan. Pada
akhirnya pihak sekolah menganjurkan F untuk
74
melakukan terapis terlebih dahulu dan boleh
melanjutkan ke sekolah selanjutnya.
Akhirnya orang tua F memutuskan untuk
memasukkan F di sekolah islam terpadu As-Syukriyah,
itupun dengan banyak pertimbangan dari pihak orang
tua juga tim psikologi dari sekolah tersebut. F pun
bersekolah di sekolah di As-Syukriyah dengan syarat
menggunakan shadow (Guru pendamping) yang akan
mengikuti kemanapun disetiap kegiatannya. Hampir
satu setengah tahun F menggunakan guru Shadow,
selanjutnya karena banyak perkembangan yang dialami
oleh F sendiri dan dirinya merasa sudah mampu untuk
mandiri, maka diputuskan untuk tidak menggunakan
guru shadow sampai saat ini walaupun awal
kesepakatan guru shadow mendampingi sampai kelas
lima SD. Namun F merasa dirinya sudah mampu seperti
teman yang normal lainnya.
75
b. Awal Mula Orang Tua Mengetahui Anak
Menderita ADHD
Ketika hampir di umur dua tahun, F pindah ke
Sampit, dikarenakan Ayah dan Ibunya dipindahtugaskan
ke daerah tersebut. Jauh dari keluarga mengharuskan
mereka mempekerjakan ART ( Asisten Rumah Tangga)
sekaligus merawat F kecil, karena disibukkan oleh
pekerjaan dan untuk menenangkan F saat menangis, orang
tua F kerap memberikan gadjet berupa handphone pada F.
Ini mengakibatkan F tidak aktif dalam berbicara ditambah
kurangnya komunikasi yang dirasakan oleh kedua orang
tua F.
Ketika umur dua tahun ibu F mulai merasakan
keanehan dalam diri F, ia sangat aktif tidak terkontrol,
namun tidak aktif berbicara dan juga tidak mengerti
arahan. Tetapi spesialnya F sudah dapat mengoperasikan
komputer yang dirasa berbeda dengan anak seusianya. Hal
ini membuat orang tua F terlena karena kemahiran F yang
unik juga dengan gadjet F menjadi pribadi yang tenang.
Orang tua F membiarkan hal itu karena jika F fokus
76
dengan gadjetnya F akan banyak makan yang membuat
orang tua F senang untuk pertumbuhan jasmani F. Namun
ternyata hal itu salah dilakukan, kecurigaan mengenai
perkembangan F muncul dipicu oleh perkataan teman Ibu
U yang mengatakan bahwa F yang umur dua tahun lebih
pada saat itu belum dapat berbicara. Setelah mencari tahu
ternyata F menderita ADHD yang mengakibatkan
gangguan pemusatan pikiran. Gangguan ini disebabkan
oleh kerusakan kecil pada sistem syaraf pusat dan otak
sehingga rentang konsentrasi F menjadi sangat pendek
dan sulit dikendalikan.
Gangguan lain yang diderita F adalah ia tidak bisa
merasakan sakit seperti anak normal pada umumnya,
seperti halnya ia jatuh sampai berdarah pun ia tidak akan
menangis. Ini dikarenakan syaraf-syaraf F belum
terangsang. Sampai pada umur lima tahun orang tua F
memutuskan untuk melakukan terapis wicara oleh
77
tantenya, kebetulan saat itu F sudah kembali ke
Ponorogo.2
Orang tua F merasa bersalah atas tindakannya
membiarkan F sibuk dengan gadget dari pada bermain
dengan anak seusianya pada saat di Sampit, Kalimantan
Tengah. Ditambah dengan kondisi mereka yang
perantauan yang mengharuskan mereka mempekerjakan
seorang ART, membuat F tidak dapat berkomunikasi
banyak dan tidak menguasai kosakata. Setelah F pindah
ke Ponorogo kembali, ia mulai dikenalkan dengan banyak
orang, berupa keluarga besar dan anak saudara yang
seumuran dengannya.
c. Tanggapan Keluarga Dan Lingkungan Luar
Hal yang paling utama dalam masalah keluarga
adalah bagaimana mencari solusi dalam masalah tersebut
serta pemberitahuan secara keseluruhan agar tidak
terjadinya gagal komunikasi. Untuk itu orang tua F
memberitahukan keadaan F secara keseluruhan kepada
2 Wawancara Pribadi dengan Ibu NURA. (Tangerang: 1 april 2018).
78
keluarga besar, agar jika terjadi sesuatu yang diluar
kendali F dapat ditangani dan dimaklumi. Bagusnya
seluruh keluarga menerima serta membantu untuk terapis
F, dimulai dari mencarikan informasi tempat terapis
wicara serta konsultasi anak ADHD di daerah Ponorogo.
Permasalahan berikutnya yang harus diahadapi
orang tua dalam mengenalkan anaknya dengan dunia luar
adalah bagaimana tanggapan tetangga, kerabat atau
masyarakat dalam lingkungan tempat tinggal. Anak
ADHD kerap dianggap sebelah mata atau dihindari oleh
orang lain, karena merasa anak ADHD sangat
mengganggu dan terkesan kasar jika bermain. Namun
orang tua F tetap mengenalkan ia dengan lingkungan
sekitar seperti semestinya, memberikan arahan jika ingin
melakukan sesuatu. Tapi sangat disayangkan, untuk
kebebasan ia bermain dengan anak seusianya orang tua F
masih belum ingin melepas, bukan untuk mengekang
melainkan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Seperti jika main kerumah temannya, F dikhawatirkan
akan membuat berantakan rumah temannya tersebut.
79
Pernah sekali waktu peneliti bermain bersama F,
kebetulan saat itu ia habis makan coklat. Saat bermain
tanpa sadar ia ingin melempari saya dan temannya batu,
seperti itulah yang takut dikhawatirkan ibunya jika F
dilepas ke lingkungan luar.
d. Usaha-usaha yang dilakukan orang tua terhadap
perilaku anak ADHD
Beberapa usaha telah dilakukan orang tua F, seperti
membatasi makanan saat dirumah, melakukan terapis
sensori integrasi, selalu meluangkan waktu untuk berbicara
dengan F sepulang kerja, dan yang paling utama membatasi
penggunaan gadget, bahkan sampai tidak diperbolehkan.
Maka dari itu baik ayah dan ibunya F tidak menggunakan
gadjet di rumah pada saat di depan anak-anaknya.
Orang tua F juga kerap memberikan arahan yang
harus dilakukan F, mulai dari bagaimana seharusnya
dirumah, berbicara dengan orang lain. Selain itu orang tua F
memberikan aturan-aturan untuk F, untuk perkembangan F
sendiri, saat ini F berkembang pesat, sudah bisa diatur baik
80
di rumah juga di sekolah, mengerti pemahaman islam juga
pelajaran lainnya.
Untuk kemajuan pembelajaran F sendiri orang
tuanya sering memberi reward jika F mendapat nilai bagus
atau mengalami kemajuan dengan membelikannya buku,
karena F suka sekali membaca. Kelebihan dari F adalah, ia
sangat cepat menyerap ilmu yang didapat dari membaca,
untuk sehari F bisa membaca 3-5 buku. Dapat menghafal
cepat dengan sekali bacaan, bahkan ia hafal seluruh jadwal
kelas dari kelas satu sampai kelas enam setelah melihat
jadwal pelajaran di mading sekolah. Dengan berbagai hal
inilah, orang tua F berusaha menimpali ilmu yang di dapat F
di sekolah agar bisa menyesuaikan tindakannya dirumah.
Hal yang sering dilakukan Ibu F dirumah selepas
magrib adalah mengajarkan F mengaji juga melatih kontak
mata F serta pelafalan huruf dan kata, serta artikulasi
bacaan. Karena jika berbicara dengan orang lain F tidak
pernah menatap orang tersebut, untuk itu Ibu F selalu
melatih agar F bisa seperti anak lainnya dalam hal
berkomunikasi dengan orang lain.
81
Seperti yang tadi penulis katakan, bahwa anak
ADHD mempunyai gangguan di syaraf. Seperti kurang
sempurna atau kurang terangsangnya syaraf-syarat dalam
otak F. Untuk itu upaya yang dilakukan orang tua F dengan
mengajak bermain yang membangun syaraf-syaraf tersebut.
Kekurangan F adalah otak kanan yang belum terangsang, ia
selalu mengenakan otak kirinya, bisa dikatakan otak kanan
dan kirinya tidak seimbang. Seperti dalam bermain sepeda,
F sampai saat ini belum bisa seimbang seperti anak
kebanyakan, ia akan selalu dalam posisi miring, untuk itu
orang tuanya kerap mendampingi ia dalam bersepeda.
2. Anak ADHD 2
APD (panggilan berinisial A)
a. Riwayat Hidup A
A merupakan anak perempuan dari pasangan Ibu
U dan bapak H yang lahir pada tanggal 5 November 2007
di Tangerang, A anak bungsu dari tiga bersaudara. Selain
mengidap ADHD A juga terkena serangan meningitis.
Keseharian A hanya bermain bersama ibunya karena saat
ini gerak tubuh A sangat terbatas, dikarenakan penyakit
82
meningitis yang menyebabkan kakunya anggota tubuh
bagian kanan dari atas sampai bawah.3
Sebelum penyakit meningitis menyerang A sempat
bersekolah pada jenjang TK (Taman Kanak-kanak), di
TK Latahzan. Namun karena belum kunjung menemukan
perubahan akhirnya orang tua A memilih untuk
melakukan terapi pada Ayu, baru beberapa bulan
menjalani terapi Ibu A mendapat informasi bahwa ada
pesantran khusus untuk anak Autis, ADHD dan
semacamnya di salah satu daerah Kudus, dengan harapan
bahwa di pondok tersebut A dapat belajar dan dididik
oleh guru-guru ahli yang menangani anak seperti A.
Hingga saat ini A menjalani berbagai macam
terapi saja, diantaranya terapi wicara, Fisio terapi, juga
terapi OT. Alhamdulillah A mengalami kemajuan untuk
fisiknya sendiri, namun tidak untuk ADHD nya. A masih
belum mampu mengontrol emosi, bahkan A kerap
3 Wawancara Pribadi dengan Ibu U . (Tangerang: 2 mei 2018).
83
menyakiti diri dengan membenturkan kepala ke dinding
atau memukul kepala saat ia harus berfikir.
b. Awal Mula Orang Tua Mengetahui Anak Mengidap
ADHD
Awal mula orang tua A menyadari anak mengalami
ADHD yakni saat A umur 5 tahun. Sebenarnya ini waktu
yang sangat lama untuk menyadari, namun awalnya ibu A
berfikir itu hanya telat berbicara, namun lambat laun A
mulai tidak terkontrol. Seperti sangat aktif, A sering lari
keluar rumah tanpa pengawasan, ketika meminta sesuatu
ia hanya bisa menunjuk atau berteriak. Orang tua A
mencari informasi tentang kelainan anaknya tersebut,
akhirnya dipilih terapi wicara untuk merangsang agar A
mampu berbicara.
A sempat bersekolah di TK Latahzan, namun
belum kunjung ada perubahan. Karena kondisi A yang
sangat sulit dikontrol, A kerap berteriak-teriak, tidak
dapat mengontrol emosi. Jika A disuruh berfikir A akan
menyakiti dirinya dengan memukul kepalanya atau
84
membenturkan kepala ke dinding. Namun ketika penyakit
meningitis diderita A, A mulai terbatas dalam bergerak,
tidak lagi dapat berlarian sesuka hati dan mengamuk,
hanya berteriak atau menyakiti diri sendiri.
A menderita meningitis setelah pulang belajar dari
pondok pesantren khusus anak ADHD atau Autis di
daerah Kudus. Keinginan Ibu A agar A dapat kemajuan
dari ADHD yang dideritanya membuat ibu A ingin sekali
menyekolahkan A di Pesantren tersebut. Niat tersebut
sempat ditentang oleh Ayah A juga kakak pertamanya,
namun ibu A meyakinkan mereka untuk kebaikan A
sendiri. Akhirnya mereka sepakat menyekolahkan A di
pesantren tersebut, namun dengan syarat 3 bulan pertama
belum boleh dijenguk. Baru sekitar dua bulan, orang tua A
mendapat kabar bahwa A kejang-kejang dan pingsan.
Tanpa pikir panjang orang tua A menjemput A ke Kudus
dan langsung dibawa ke RS Siloam, sayangnya A
mengalami koma selama dua, dan ketika sadar A
mengalami struk ringan hari pada anggota tubuh bagian
A.
85
c. Tanggapan Keluarga dan Lingkungan Luar
Anggota keluarga memaklumi keadaan A, seperti
yang lainnya ia juga diperlakukan baik seperti saudara-
saudaranya. Namun untuk bersosialisasi dengan
lingkungan luar orang tua A masih khawatir, dan belum
membiarkan A bermain di luar, karena perlakuan anak
lain terhadap A berbeda dengan teman lainnya. Seringkali
A dijahili atau dikucilkan, maka dari itu A hanya bermain
di rumah bersama ibu juga kakaknya.
d. Usaha-Usaha yang Dilakukan Orang Tua terhadap
Perilaku Anak ADHD
Upaya yang telah dilakukan orang tua A adalah
memberi sesi berbagai macam terapi, walau
perkembangannya sangat kurang namun sedikit-sedikit A
mulai merespon melalui tindakan. Seperti mulai menurut
perintah orang tua atau kakaknya, mulai fokus sedikit demi
sedikit jika diajak bicara walau masih belum bisa fokus
menatap mata ibu nya, merespon jika ibunya
memperlihatkan video atau gambar di handphone.
86
Kemudian orang tua khususnya ibu A selalu
mengajaknya bicara, mengenalkan gambar atau menonton
video. A mulai melakukan kegiatan yang bisa ia lakukan
sendiri.
3. Anak ADHD 3
GAS ( panggilan berinisial G)
a. Riwayat Hidup G
G merupakan anak pertama dari pasangan ibu W
dan bapak M yang lahir pada 20 Juni 2014. Saat ini G
bersekolah di taman kanak-kanak, G menjalani sesi terapi
wicara di RS. Ciputra Hospital Citra Raya sejak didiagnosa
speece delay yang berujung ADHD. Selain bersekolah,
sehari-harinya G dititipkan di tempat penitipan anak karena
kesibukan orang tuanya. Menurut orang tuanya, lebih baik
G dititipkan di tempat penitipan anak agar dapat
bersosialisasi dngan teman sebayanya, ketimbang dengan
ART.4
4 Wawancara Pribadi dengan Bapak M. (Tangerang: 2 Mei 2018).
87
b. Awal Mula Orang Tua Mengetahui Anak
Mengidap ADHD
Awal mula orang tua G mengetahui G mengidap
ADHD, saat G berumur 2 tahun. Saat itu G mengalami
kesulitan berbicara, dikarenakan saat itu pengasuh G juga
merupakan orang pendiam, maka orang tua G khawatir
jika kondisi A akan berlanjut.
c. Tanggapan Keluarga Dan Lingkungan Luar
Dikarenakan keluarga besar G yang tinggal jauh
dari mereka, maka untuk berkomunikasi dengan keluarga
besar sangat jarang. Tanggapan keluarga besar G sendiri
dengan baik mengerti, karena dari keluarga ada saudara
yang berumur 4 tahun mengalami kesulitan berbicara, jadi
seolah mewajarkan. Untuk tindakan aktif G sendiri pun
keluarga besar memaklumi.
Orang tua G seperti membatasi G dengan
lingkungan luar, dikarenakan kondisi orang tua yang
sibuk, ditambah di lingkungan tempat tinggal G saat ini
jarang didapati anak kecil. Untuk itu orang tua G lebih
88
memilih tempat penitipan anak sebagai sarana G agar
dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya.
d. Usaha-Usaha yang Dilakukan Orang Tua
terhadap Perilaku Anak ADHD
Usaha yang dilakukan orang tua sesaat mengetahui
G mengalami kesulitan bicara, dengan mencari informasi-
informasi, lalu dilanjutkan dengan terapi wicara. Terapi
dilakukan sejak dini agar G dapat ditangani dengan cepat.
Seperti kebanyakan anak ADHD lainnya, G juga
termasuk anak yang hiperaktif, sering berlarian kesana-
kemari atau tidak bisa diam, namun G masih terkontrol
untuk tindakan-tindakan yang diluar dugaan, seperti
mengamuk atau emosi berlebihan.
Dengan kondisi yang keduanya sibuk, orang tua G
meluangkan waktu untuk berbicara dengan G serta
bermain, sesaat sebelum tidur, dan mengajarinya
membaca do’a-do’a walaupun G belum dapat mengikuti,
dengan harap nantinya G dapat berbicara dengan benar
dan lancar.
89
5. Anak ADHD 4
MRA (nama panggilan berinisial H)
a. Riwayat Hidup H
H merupakan anak kedua dari pasangan ibu
berinisal Y dan bapak berinisial IH yang lahir di Batam,
pada tanggal 23 februari 2012. Saat ini selain bersekolah
di jenjang taman kanak-kanak, H juga sering melakukan
sesi terapi di daerah Batam. Namun belum menunjukkan
hasilnya, untuk itu orang tua H memutuskan untuk
melakukan terapi di ADHD Centre di daerah Gading
Serpong. Walaupun jauh, namun hasilnya lebih
memuaskan dan H menunjukkan kemajuan.5
Untuk itu pada saat libur sekolah, H beserta ibu
serta kakak perempuannya tinggal sementara di daerah
BSD untuk melakukan sesi terapi, yang dapat dilakukan
hanya pada saat liburan sekolah. Alhamdulillah H sedikit-
demi sedikit menunjukkan hasil, mulai dari teratur
5 Wawancara Pribadi dengan ibu Y. (Tangerang: 4 Juni 2018).
90
berbicara, tahan untuk fokus jika berbicara, serta mampu
dalam mengontrol emosi.
b. Awal Mula Orang Tua Mengetahui Anak
Mengidap ADHD
Gejala awal yang mencurigakan dimulai saat H
berumur 2 tahun, saat itu H terlihat sebagai sosok anak
yang pendiam. Namun orang tua H memaklumi
dikarenakan sang ibu pun merupakan orang yang pendiam
pula. Namun lambat laun H tak juga banyak berbicara, ia
hanya berbicara jika sedang bernyanyi, tapi tidak
menjawab saat ditanya. Untuk meminta sesuatu pun H
lebih memilih menunjuk benda yang diinginkan ataupun
membawa benda tersebut pada orang di sekitarnya. Maka
dari itu ibu H lebih memilih tidak menuruti H sampai ia
mengucapkan sesuatu yang diinginkannya.
Orang tua H mulai mencari informasi mengenai
perkembangan anaknya tersebut, mulai dari Dokter, teman
yang anaknya bernasib sama atau bahkan sekedar dari
internet. Sudah banyak tempat terapi di daerah Batam
91
yang didatangi, namun tidak membuahkan hasil, karena
komunikasi merupakan faktor pendukung utama agar H
dapat tumbuh normal, untuk itu orang tua H sepakat selalu
meluangkan waktu untuk H, bahkan ibu H meminta sang
ayah yang begitu sibuk meluangkan jika ada sesi
pertemuan dengan psikolog agar sama-sama mengetahui
yang dibutuhkan H, bukan hanya ibunya saja, tetapi
bekerjasama membantu proses penyembuhannya.
Seperti pada umumnya anak ADHD, H juga kerap
bersifat aktif, suka berlarian tanpa arah, sering keluar
rumah tanpa pengawasan, sering hilang saat ditempat
umum. Namun jika emosi ia tidak menyakiti diri seperti
halnya anak ADHD lainnya, jika emosi ia hanya
mengepalkan kedua tangannya, namun tidak membuat
kegaduhan.
H juga diet makanan, seperti coklat, tepung,
pengawet, susu yang dapat memicu melonjaknya emosi
dalam diri. Jika ia mengkonsumsi makanan tersebut, ia
kerap lebih agresif dibanding sehari-harinya.
92
c. Tanggapan Keluarga dan Lingkungan Luar
Alhamdulillah tanggapan keluarga besar H sangat
baik, walaupun ia tidak tinggal dekat dengan sanak
saudara namun jika berkumpul H akan sangat
diperlakukan seperti saudara normal lainnya. Keluarga
ibunya ada di daerah Padang, sedangkan keluarga ayahnya
ada di daerah Medan.
H termasuk anak yang dapat bersosialisasi dengan
baik dengan teman-temannya, karena H bukan tipe anak
yang agresif di depan orang banyak. Ia hanya sulit fokus,
jarang berbicara atau bergerak secara bebas di sekolah. Ia
juga masih sulit untuk meminta bantuan jika mengalami
kesulitan.
Untuk bersosialisasi di lingkungan rumah, ibu
masih belum membiarkan seorang diri. Bukan hanya
karena di daerah rumahnya tidak ada anak kecil
seumurannya, namun juga khawatir jika H melakukan hal-
hal yang tidak diinginkan.
93
d. Usaha-Usaha yang Dilakukan Orang Tua
terhadap Perilaku Anak ADHD
Orang tua H sangat mendukung
perkembangannya, mulai dari selalu diajak bicara jika
sang ibu pulang dari kerja, melakukan permainan yang
melatih fokusnya. Membenarkan setiap ucapan H yang
salah. Selain orang tua, kakaknya juga sangat mendukung
perkembangannya, Khansa merupakan kakak perempuan
H yang dua tahun diatas H. maka dari itu, ia seperti teman
bagi H, sering mengingatkan dan menemani H.
Orang tua H juga menyekolahkan H disekolah
biasa, agar ia dapat bersosialisasi dengan anak normal
lainnya. Selain itu ia memiliki jadwal terapi setiap
harinya, agar perkembangannya semakin terlihat dirumah
sang ibu juga melakukan kegiatan seperti di tempat terapi
yang dijalani H.
94
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL TEMUAN
A. Upaya membangun komunikasi yang efektif antara
orang tua dan anak penderita ADHD
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap
komunikasi orang tua terhadap anak penderita ADHD
(Attention Deficit Hyperactifity Disorder), peneliti
menemukan upaya membangun komunikasi yang efektif
antara orang tua terhadap anak penderita ADHD, yakni
dengan:
a. Meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan
anak.
Beberapa upaya dan usaha telah dilakukan orang tua
dirumah, seperti yang dilakukan oleh orang tua F. Orang tua
F mengupayakan dengan banyak meluangkan waktu untuk
mengajak F berbicara mengenai kegiatan sekolah F sehari-
harinya. Dikarenakan kedua orang tua F yang sibuk bekerja
122
dan kegiatan F yang full day disekolah saat ini. Untuk
perkembangan F sendiri, sejauh ini F sudah berkembang
jauh lebih baik, sudah mulai mengerti dan memahami
sesuatu yang tak boleh dilakukan.
Melalui waktu untuk berkomunikasi yang
diluangkan kedua orang tua F membuahkan hasil, dengan
perkembangan F yang sudah lancar berbicara walaupun
artikulasi nya belum terlalu jelas, berbeda dengan sekitar
satu atau dua tahun lalu saat F masih belum jelas sama sekali
dalam berbicara.
Hal ini sebagaimana ungkapan dari orang tua F, ibu NURA
“ saat ini kami lebih meluangkan waktu untuk berkomunikasi penuh dengan F, karena F sedang aktif-aktifnya berbicara dan rasa ingin tahunya selalu muncul. Seperti bertanya tentang dia disekolah, sama temen-temen juga guru-gurunya, anaknya juga kan suka ngomong tapi artikulasinya gak jelas, jadi sekalian dibetulin kalo kita ajak ngomong”1
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, dikarenakan
orang tua F sering meluangkan waktu untuk berbicara
dengan F dimulai dari hal-hal kecil, terlihat hubungan orang
1 Wawancara Pribadi dengan ibu NURA (Tangerang: 1 April 2018)
122
tua dan anak terlihat lebih erat dan dekat. Seperti
spontanitasnya F bercerita dan berbicara tentang harinya,
setelah melihat orang tuanya pulang dari kantor.
Seperti yang dilakukan orang tua F, upaya ini pun
dilakukan oleh orang tua A. Upaya yang dilakukan orang tua
A, agar komunikasi lebih efektif yakni dengan selalu ada
disamping A. karena kondisi A sangat menyulitkan orang
tua A dalam berkomunikasi, dengan posisi A yang belum
mampu berbicara sama sekali. Namun tidak menyurutkan
usaha ibu A dalam mengenalkan sesuatu atau mengajaknya
berbicara.
Karena kondisi A yang sulit beraktifitas bebas,
biasanya A sehari-harinya hanya bermain atau berbaring di
depan televisi saja. Ketika waktu santai tersebut digunakan
ibu U untuk sekedar berbicara atau mebonton video
bersama.
Hal ini sebagaimana ungkapan orang tua A, ibu U
“ saya suka ajak dia ngomong, tapi kadang respon dia cuma senyum atau ngomong “heeh heeh”. Terkadang kita nonton aja video di youtube, ngasih
122
tau kalo ada juga yang kedaannya lebih parah dari dia. Kan ada yang gabisa tangan sama kakinya gak ada tapi masih bisa ngelakuin banyak hal, kalau dia kan masih sempurna tangan kaki cuma kaku aja”2
Sehari-harinya ibu U, selalu mengajarkan kata
“mama” agar A dapat berbicara walaupun perkata, karena
selama ini jika A menginginkan sesuatu hanya menunjuk
atau memberi isyarat saja, seperti jika A ingin minum, A
akan berusaha mengambil sendiri namun jika mengalami
kesulitan dia akan mengerang sambil menunjukkan tempat
minum, lalu ibu U akan berucap “mau minum?” yang
dijawab anggukan oleh A.
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh orang tua
F dan orang tua A, orang tua G juga berupaya meluangkan
waktu dengan anaknya. Upaya membangun komunikasi
efektif orang tua G, yakni menyempatkan mengajak
mengobrol dengan G. dikarenakan kondisi orang tua G yang
sibuk bekerja, jadi G dapat berkumpul atau meluangkan
waktu bersama saat sore hari selepas mereka bekerja.
2 Wawancara Pribadi dengan Ibu U. (Tangerang: 2 Mei 2018).
122
Sehari-harinya G dititipkan di peinitipan anak, dimaksud
agar G tetap bisa berkomunikasi dengan teman sebayanya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh orang tua G, bapak M
“ kalo dirumah suka kita ajak ngomong kayak biasanya, ajak maen juga. Kalo sebelum tidur kita tuntun do’a-do’a, ya biar lancar aja ngomongnya. Karena awalnya dia speece delay”.3
Berdasarkan pengamatan peneliti, orang tua G
sering memberitahu apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, seperti sambil menunggu diterapi orang tua G
menunjukkan game atau video sambil berbicara dengan
G, yang dengan kegiatan tersebut membuat G tenang
menumggu gilirannya.
Upaya yang dilakukan oleh orang tua F, orang tua
A dan orang tua G, juga dilakukan oleh orang tuanya H.
Upaya membangun komunikasi efektif yang dilakukan
orang tua H ialah, selalu meluangkan waktu untuk
mengajak H bicara, ketika H tidak mau berbicara jika
menginginkan sesuatu, orang tua H selalu memberi
3 Wawancara Pribadi dengan Bapak M, (Tangerang: 2 mei 2018)
122
kesempatan H untuk berbicara terlebih dahulu, namun
terkadang hal tersebut membuat H mengurungkan niatnya
menginginkan sesuatu. Untuk itu, orang tua H mulai
bicara pada H ketika H mempunyai gelagat atau tindakan
jika memerlukan bantu, tetapi tetap membiarkan H
berbicara sendiri.
Hal ini sebagaimana ungkapan dari orang tua H, ibu Y
“ Dia sulit sekali untuk bicara, kalau mau minta sesuatu cuma nunjuk aja, waktu itu misalnya mau minum, karena saya suka ngasih minum di botol Tupperware jadi dia cuma bawa botolnya ke kita, maksudnya minta tolong dibukain mau minum, tapi karna gak ada omongan kita suruh ngomong dulu, dia tetep gamau. Jadi ya gak jadi minum. Tapi lama-lama kita selalu Tanya dia mau apa, akhirnya dikit-dikit mau ngomong.”4
Lambat laun hal tersebut membuahkan hasil, yang
membuat H sedikit demi sedikit mulai berbicara dan
bertanya jika melihat sesuatu yang membuat dirinya
penasaran. Upaya yang dilakukan orang tua H juga
melatih kontak mata jika mengajak H berbicara, agar
4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Y. (Tangerang: 4 Juni 2018).
122
lebih fokus jika ditanya dan menjawab pertanyaan, juga
melatih fokus H saat berbicara. Seperti hal nya ibu H
mengajari H mengenalkan huruf, walaupun H tidak fokus
namun tidak menyurutkan ibu H dalam menyebutkan
huruf tersebut, lambat laun tanpa disadari H hafal dengan
sendirinya.
b. Tidak menggunakan handphone.
Selain meluangkan waktu berkomunikasi dengan
anak-anaknya, upaya yang dilakukan selanjutnya yakni
dengan pembatasan menggunakan handphone juga
gadget. Hal sebagaimana dilakukan oleh orang tua F.
Agar lebih efektif dalam berkomunikasi, kedua
orang tua F sepakat tidak menggunakan handphone saat
berada dirumah, jadi lebih meluangkan waktu untuk
bercerita. Keputusan itu juga dibuat, karena F yang tidak
diperbolehkan bermain gadget, karena F sudah mengerti
jika bermain handphone akan membuat dirinya emosi.
“kalau dirumah kita gak menggunakan hanphone, dia juga tau dari ustadzahnya kalau sering main hp akan membuat kita emosi. Makanya saya kalau
122
dirumah tidak bisa buka-buka pesan, kalaupun ada WA hanya menengok sebentar. Kecuali jika F dan adiknya sudah tidur. Kalau adiknya bermain handphone dia tahu diri, dan akan menjauh. Kalau kita sibuk dengan handphone dia selalu bilang “jangan main hp, nanti emosi, nanti emosi”.5
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, hal ini
ditandai dengan ucapan F yang selalu menegur orang-
orang di dalam rumah saat memegang handphone dengan
ucapan “ jangan main hp, jangan main hp, nanti emosi”,
pada saat itu dengan kondisi ayah F menerima telpon dan
menggunakannya di dalam kamar, namun dengan waktu
yang lama, karena yang ia tahu bahwa handphone dapat
membuat orang sulit mengendalikan emosi, maka dari itu
ia tidak menggunakan handphone karena ia sadar bahwa
dirinya sering merasa emosi.
Selain orang tua F, upaya ini juga dilakukian oleh
orang tua H, Untuk dirumah, H dibatasi dalam
menggunakan gadjet, karena dikhawatirkan dapat
mengalihkan fokus H nantinya, kecuali untuk
5 Wawancara Pribadi dengan Ibu NURA. (Tangerang: 1 april 2018).
122
pembelajaran mengenal huruf, angka atau kata, itupun
didampingi orang tua H.
Hal ini sebagaimana ungkapan orang tua H, ibu Y
“ Dirumah kita batasi main handphone, karena takutnya bisa mengalihkan fokusnya dia. Jadi kalau liat handphone berdua sama kakaknya, itupun saya beritahu kakaknya juga untuk melihat aplikasi yang baik saja. Dia bermain handphone saat makan diluar, karena kan suka tidak makan, jadi untuk menghilangkan bosa menunggu kita makan, ya kita kasih untuk bermain game.”6
Hal tersebut juga didasari pengamatan penulis, saat
H menunggu waktu terapi pada waktu istirahat, H tidak
terpengaruh dengan kakaknya yang bermain dengan
handphone. H lebih senang melihat video bersama kakaknya
sambil terus diingatkan oleh orang tuanya untuk menonton
vidoe yang baik. H lebih memilih bermain dengan mobil-
mobilannya di ruang tunggu, ketimbang terus bersama
kakaknya.
6 Wawancara Pribadi dengan ibu Y. (Tangerang: 4 Juni 2018)
122
c. Menemani bermain
Upaya selanjutnya yang dilakukan yakni dengan
mengajak mereka bermain, karena dengan bermain
spontanitas ucapan serta komunikasi dapat dibangun dan
dibentuk seiring berjalannya waktu.
Upaya ini dilakukan oleh orang tua F, setelah
pulang kerja, jika pulang lebih awal ibu F masih
meluangkan waktu untuk menemani F bersepeda di depan
rumah, karena F belum mempunyai keseimbangan dalam
bermain sepeda. Berjalanpun terkadang belum lurus.
Setelah magrib biasanya ibu F mengajarkan F mengaji
atau membaca serta melatih kontak mata F seperti orang-
orang pada umumnya yang jika berbicara dapat
memandang mata atau menatap lawan bicaranya.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh orang tua F, ibu
NURA
“ kalau habis magrib biasnya kita bermain latihan kontak mata, atau merangkak yang bisa merangsang punggungnya dia, karena waktu bayi ada masa yang terlewat sama dia, makanya dia gak bisa jaga keseimbangan sekarang. Lalu kita juga
122
bermain tebak kata, kalau pulang kerja saya gak kesorean biasanya saya masih suka nemenin dia dan adiknya main sepeda keliling komplek”.7
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, ada beberapa
waktu orang tua F yang sering menemani F bermain di luar,
ketika ibu F pulang kerja lebih awal, namun biasanya cukup
ditemani bul’enya saja. Jika F tidak memakan coklat, maka
diperbolehkan main keluar, namun jika pada hari tersebut F
mengkonsumsi coklat maka tidak diizinkan keluar rumah.
Seperti pada waktu tersebut, peneliti menemani F dan
informan bermain setelah F mengkonsumsi coklat, pada
akhirnya F berperilaku sangat aktif dan mengarah
mencelakai orang lain, seperti melempar batu. Untuk itu ibu
F selalu mengingatkan, dan membuat kesepakatan kembali
jikalau suatu hari F mengkonsumsi coklat apa yang harus F
lakukan.
d. Mengajarkan etika komunikasi
Upaya selanjutnya yang dilakukan yakni dengan
mengajarkan etika komunikasi, karena pada dasarnya
anak kecil mudah sekali meniru perbuatan baik maupun
7 Wawancara Pribadi dengan ibu NURA (Tangerang: 1April 2018)
122
buruk, juga perkataan baik dan buruk. Untuk itu orang tua
F mengajarkan bagaimana seharusnya berkomunikasi
dengan orang lain, juga orang yang lebih dewasa
Orang tua F terkadang kesulitan dengan sikap
kritis yang dimiliki F, dikarenakan F sangat suka
membaca maka orang tua F harus mampu menjawab
setiap pertanyaan yang ingin diketahui F. namun
terkadang kekritisan F dalam berfikir membuat orang tua
F gelisah, jika F sudah dihadapkan dengan orang lain
yang berbeda tindakan seperti yang dilakukan F juga
keluarganya. Seperti misalnya jika magrib tiba, ia dan
ayahnya pergi ke masjid, dia akan menyuruh orang-orang
sepanjang jalan untuk shalat ke masjid. Atau saat ada
kajian di masjid, yang sudah memasuki waktu adzan ia
akan dengan kritis memotong pembicara jika sudah
melewati waktunya. Untuk itu orang tua F ekstra
mengingatkan F untuk hati-hati dalam bicara, walaupun
itu tindakan benar namun terkadang beberapa orang
menganggap sebelah mata dan berfikir F berani berbicara
karena diajarkan kedua orang tuanya.
122
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh orang tua F, ibu
NURA
“ kadang kita suka khawatir mbak, kalau F bermain di luar terkadang suka bicara semau dia. Makanya terus kita ingatkan berbicara yang sopan, berfikir dulu sebelum bicara, karena dapat menyakiti hati orang lain. Pernah suatu kali F mengikuti pengajian di masjid, namun ustad yang ceramah sudah melewati waktu adzan, F spontanitas memotong ustad dan berbicara “ustad sudah waktunya, sudah waktunya adzan” terkadang ya takut F dibilang gak sopan, atau kita disangka gak ngajarin”8
Berdasarkan pengamatan peneliti, orang tua F
selalu berupaya mengingatkan F untuk mengucapkan
kata-kata yang baik. Seperti pada saat itu peneliti datang
untuk mengetahui informasi dan kondisi F, namun F tidak
menyukai dan merasa malu jika kondisinya diketahui
orang lain, maka dari itu F mengungkapkan
ketidaksukaannya dengan berbicara “stop jangan disini,
jangan disini” sambil membanting pintu kamar. Lalu ibu
F langsung menasehati F, tidak lama ia datang meminta
8 Wawancara Pribadi dengan ibu NURA (Tangerang:1 April 2018)
122
maaf, yang pada akhirnya peneliti dapat bermain dengan
F keeseokan harinya.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa
orang tua harus mempunyai usaha ekstra untuk
membangun komunikasi-komunikasi kecil yang dapat
merangsang anak untuk berbicara atau mengutarakan apa
yang ingin diucapkan anak, terlebih untuk anak ADHD
sendiri mempunyai kendala dan hambatan untuk berbicara
dengan lancar dan baik. Ketika orang tua meluangkan
segala perhatiannya kepada anak, maka anak merasa
dihargai dengan begitu anak jadi lebih mudah didekati,
dan diberikan pembelajaran kearah yang positif dan baik,
dengan begitu orang tua dapat menyisipkan nila-nilai
penting tentang hidup juga keislaman yang dapat
mempengaruhi kehidupan anak di masa depan.
Dengan menyadari anak yang ingin
mempertahankan komunikasinya dengan orang tua,
menimbulkan keinginan untuk selalu berkomunikasi,
terlebih lagi jika orang tua cepat menanggapi hal yang
diinginkan oleh anak, dengan begitu proses komunikasi
122
akan lebih mudah dilakukan walaupun antara anak
penderita ADHD dan orang tua memiliki hambatan yang
cukup sulit dalam komunikasi sehari-hari.
Pemaparan diatas juga menjelaskan bahwa
komunikasi yang dibangun orang tua dan anak yang
menderita ADHD sudah cukup efektif, dikatakan cukup
efektif dikarenakan adanya kendala-kendala yang dialami
orang tua dalam mengajak anak berkomunikasi. Namun
para orang tua selalu berupaya untuk meningkatkan
komunikasi dengan anaknya, melalui interaksi kecil yang
berlanjut kedalam percakapan besar.
Seperti dalam teori FIRO, yang peneliti jabarkan
dalam bab dua bahwa untuk membangun hubungan yang
baik antara orang tua dan anak secara ideal dapat
dibangun melalui tiga hal, yaitu inklusi yang didasari
untuk mempertahankan komunikasi dalam keluarga,
kontrol yaitu dengan mengarahkan anak ke hal-hal yang
baik melalui kesepakatan yang dibuat bersama atau
kontrol secara pribadi dari orang tua yang tetap membuat
anak nyaman dengan keputusan tersebut, dan yang
122
terakhir yaitu afeksi yang merupakan kasih sayang, hal
yang sangat penting dalam hubungan keluarga yakni
dengan menyalurkan kasih dan sayang sesama anggota
keluarga, ketika anak merasa memiliki kasih sayang
penuh dengan orang tuanya, maka tanpa rasa sungkan
anak tersebut akan dekat dengan orang tuanya tersebut.
Terlebih lagi dengan kondisi anak penderita
ADHD yang sangat membutuhkan support, kasih sayang
serta kepercayaan penuh agar anak dapat berkembang
dengan baik. Dengan begitu komunikasi akan dirasa
sangat lancar untuk dilakukan dan menjadi efektif,
walaupun anak tersebut memiliki kendala dalam berbicara
yang membuat feed back tidak berjalan lancar, namun jika
orang tua turut serta dalam memahami kondisi anak,
kendala tersebut akan dengan sendirinya mudah ditangani
dengan tahu kebiasaan anak jika menimbulkan tindakan-
tindakan yang seperti biasanya dilakukan.
Anak ADHD memiliki kesulitan dalam
mengungkapkan sesuatu, untuk itu orang tua butuh
kedekatan ekstra untuk mengajak anak berkomunikasi.
122
Pada umumnya anak memiliki kedekatan silang dengan
orang tuanya, seperti anak perempuan yang dekat dengan
ayahnya, dan anak lelaki yang lebih dekat dengan ibunya.
Namun untuk anak ADHD yang peneliti lihat, anak
ADHD cenderung dekat dengan orang tua yang selalu
didekatnya, dalam artian yang selalu ada dalam
kesehariannya. Komunikasi dengan anak ADHD sendiri
kerap dimulai dari orang tua nya, berbeda dengan anak
yang selalu mencari perhatian agar diajak berbicara
dengan orang tuanya atau ditegur, anak ADHD cenderung
lebih diam berbicara namun aktif dalam kegiatan yang
tidak peduli dengan tanggapan dengan orang sekitar.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
tersebut, berikut tabel yang menggambarkan upaya
membangun komunikasi yang dilakukan orang tua
terhadap anak penderita ADHD.
122
Tabel 1
Upaya membangun komunikasi yang dilakukan orang tua
terhadap anak ADHD (Attention Deficit Hyperactifity
Disorder)
No Nama
Infoman
Upaya yang dilakukan Orang tua
Meluangkan
waktu untuk
berkomunika
si
Tidak
menggunak
an
Handphone
Mengajak
bermain
Mengajarkan
etika
berkomunika
si
1 Orang tua
F
2 Orang tua
A
3 Orang tua
G
4 Orang tua
H
Sumber : Diolah dari hasil penelitian
122
B. Bentuk komunikasi yang dibangun orang tua kepada
anak penderita ADHD dalam kegiatan sehari-hari
Jenis komunikasi yang digunakan anak ADHD
sehari-hari berupa komunikasi verbal (ucapan) maupun
non verbal (gerakan), namun kebanyakan dari anak
ADHD akan melakukan komunikasi dengan cara non
verbal karena anak ADHD mengalami kesulitan dalam
bicara maupun mencari kosakata yang tepat untuk
diucapkan. Alasan tersebutlah yang mengharuskan orang
tua memahami setiap gerakan atau tingkah laku anak
ketika anak tersebut ingin mengungkapkan sesuatu.
Adapun bentuk komunikasi yang dibangun dalam
penelitian ini yaitu,
a. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi Antarpribadi dilakukan oleh orang tua F,
dengan selalu terjadinya komunikasi pada saat meluangkan
waktu untuk menemani F, serta bermain, dan mengajarkan F
cara berbicara yang baik.
Hal ini sebagaimana ungkapan dari orang tua F, ibu NURA
122
“ saat ini kami lebih meluangkan waktu untuk berkomunikasi penuh dengan F, karena F sedang aktif-aktifnya berbicara dan rasa ingin tahunya selalu muncul. Seperti bertanya tentang dia disekolah, sama temen-temen juga guru-gurunya, anaknya juga kan suka ngomong tapi artikulasinya gak jelas, jadi sekalian dibetulin kalo kita ajak ngomong”9
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, komunikasi
orang tua F dan F sendiri sudah lancar sebagaimana manusia
pada umumnya, komunikasi juga berlangsung dua arah
dengan feedback yang cepat, namun terkadang F kesulitan
berbicara dengan kata yang tidak ia pahami. Seperti yang
penulis amati, ketika dirumah F terus mengadukan kegiatan
adiknya yang ia temani bermain.
Selain orang tua F, orang tua G juga melakukan
komunikasi antarpribadi, hal ini sering terjadi pada saat
menemani G bermain dan belajar sebelum tidur.
Hal ini sebagaimana ungkapan orang tua G, bapak M
“ kalo dirumah suka kita ajak ngomong kayak biasanya, ajak maen juga. Kalo sebelum tidur kita tuntun do’a-do’a, ya biar lancar aja ngomongnya. Karena awalnya dia speece delay”.10
9 Wawancara Pribadi dengan ibu NURA (Tangerang: 1 April 2018) 10 Wawancara Pribadi dengan Bapak M, (Tangerang: 2 mei 2018)
122
Berdasarkan pengamatan penulis, komunikasi orang
tua G dan G sendiri, masih agak sulit dilakukan, pasalnya G
agak terlihat pendiam, walaupun orang tua G selalu
mengajaknya berbicara dengan bertanya atau memerintah, G
menjawab dengan perlahan. Seperti pada saat itu, penulis
ingin berkenalan dengan G, namun G hanya diam dan lebih
mementingkan handphone, maka terjadi negoisasi antara
orang tua G dan G, dari situ terlihat komunikasi antarpribadi
yang dilakukan orang tua G, dan G.
Komunikasi antarpribadi juga dilakukan oleh orang
tua H, sama halnya yang dilakukan oleh orang tua F dan
orang tua G. Saat ini baik H maupun orang tua H, sudah
mulai lancar berkomunikasi walaupun pengucapan H masih
belum teratur dan banyak kosakata yang belum ia ketahui.
“ untuk komunikasi, alhamdulillah sudah mulai lancar dan banyak sekali perkembangan. Saat ini dia mulai bisa berbicara jika menginginkan sesuatu. Mulai menanggapi ucapan kakaknya juga, walaupun terkadang dia juga gak mau ngomong sama sekali”.
Berdasarkan pengamatan penulis, komunikasi
antarpribadi yang dilakukan orang tua H dan H masih sedikit
122
dilakukan, namun orang tua H melatih H, untuk
mengucapkan kata-kata jika menginginkan sesuatu, dan akan
menuruti jika H mengutarakan apa yang diinginkan dengan
kata-kata, seperti misalnya ketika H ingin minum namun ia
hanya menyodorkan botol, namun orang tua H bertanya
bagaimana seharusnya yang diucapkan dengan kata-kata jika
ingin minum, yang pada akhirnya H mengucapkan kata-kata
tersebut.
b. Komunikasi Nonverbal.
Komunikasi nonverbal dilakukan oleh orang tua A
dengan anaknya yang berinisial A, dikarenakan kondisi A
yang belum mampu mengucapkan kata-kata.
Sehari-harinya ibu U, selalu mengajarkan kata
“mama” agar A dapat berbicara walaupun perkata. Karena
selama ini jika A menginginkan sesuatu hanya menunjuk
atau memberi isyarat saja, seperti jika A ingin minum, A
akan berusaha mengambil sendiri namun jika mengalami
kesulitan dia akan mengerang sambil menunjukkan tempat
122
minum, lalu ibu U akan berucap “mau minum?” yang
dijawab anggukan oleh A.
“ saya suka ajak dia ngomong, tapi kadang respon dia cuma senyum atau ngomong “heeh heeh”. Terkadang kita nonton aja video di youtube, ngasih tau kalo ada juga yang kedaannya lebih parah dari dia. Kan ada yang gabisa tangan sama kakinya gak ada tapi masih bisa ngelakuin banyak hal, kalau dia kan masih sempurna tangan kaki cuma kaku aja”11
Berdasarkan pengamatan penulis, komunikasi yang
dilakukan orang tua A dengan A hanya menggunakan
komunikasi nonverbal, walaupun orang tua A tetap
menggunakan kata-kata namun diirngi dengan gerakan/
bahasa tubuh agar A dapat memahami apa yang dimaksud.
Seperti ketika menunggu waktu terapi, karena bosan A terus
berusaha membuka pintu ruangan dokter, namun karena
dikunci, ia hampir diluar kendali, untuk itu orang tua A
memberi tahu bahwa dokter belum datang dan pintu masih
dikunci dengan memperagakan seperti halnya kita memberi
tahu pintu dikunci.
11 Wawancara Pribadi dengan Ibu U. (Tangerang: 2 Mei 2018).
122
Seperti yang peneliti jabarkan diatas, komunikasi
interpersonal dapat menjadi hubungan yang baik dan positif
antara orang tua dan anak jika memiliki kedekatan. Seperti
dalam penjabaran teori FIRO, dimana inklusi
(mempertahankan komunikasi), kontrol, dan afeksi (kasih
sayang) menjadi faktor pendukung terbentuknya komunikasi
interpersonal yang efektif.
Namun faktanya dilapangan, dari empat orang
informan serta anaknya yang mengidap ADHD tidak
sepenuhnya melakukan teori FIRO tersebut, dibawah ini
peneliti jabarkan hasil dari observasi dan interview yang
peneliti lakukan tentang penerapan perilaku antarpribadi
orang tua dan anak penderita ADHD.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
tersebut, berikut tabel yang menggambarkan penerapan
perilaku antarpribadi orang tua dan anak ADHD
122
Tabel 2
Tabel penerapan perilaku antarpribadi orang tua dan anak
ADHD
No Nama orang
tua
Anak
ADHD
Perilaku antarpribadi
Inklusi Kontrol Afeksi
1 Ibu U F
2 Ibu U A
3 Bapak M G
4 Ibu Y H
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Dari penjabaran diatas, berdasarkan observasi
lapangan dan interview dengan informan, didapati
perbedaan cara orang tua menerapkan tindakan
antarpribadi menurut teori FIRO, dimana dua diantaranya
melakukan ketiga tindakan antarpribad (inklusi, kontrol,
feksi)i, dan dua lainnya hanya menggunakan dua tindakan
antarpribadi (inklusi, afeksi), kecuali kontrol.
122
Kontrol sendiri dimaksud dengan keputusan-
keputusan yang dibuat orang tua guna menjaga dan
mempertahankan hubungan dengan wewenang dan
kekuasaan. Tingkah kontrol sendiri bisa bervariasi dari
terlalu disiplin sampai terlalu bebas dan tidak disiplin.
Dua orang tua diatas hanya tidak mengontrol anak
penderita ADHD untuk masalah makanan dan gadget saja,
karena seperti yang peneliti keyahui berdasarkan hasil
lapangan diet makanan diperlukan untuk anak ADHD
agar menahan melonjaknya emosi dalam diri anak
ADHD, juga gadget yang dapat memicu emosi dan
mengalihkan fokus para penderita ADHD.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
tersebut, berikut tabel yang menggambarkan bentuk
komunikasi antara orang tua terhadap anak penderita
ADHD.
122
Tabel 3
Bentuk komunikasi antara orang tua terhadap anak penderita ADHD
No Nama
Informan
Bentuk Komunikasi
Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi Nonverbal
1 Orang tua F
2 Orang tua A
3 Oarang tua G
4 Orang tua H Sumber : Diolah dari hasil penelitian
121
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Upaya yang dilakukan orang tua anak penderita
ADHD yakni dengan:
1) Meluangkan waktu untuk bermain.
Upaya ini dilakukan oleh orang tua F, orang
tua A, orang tua G, juga orang tua H
2) Tidak menggunakan handphone.
Upaya ini dilakukan oleh orang tua F
3) Menemani bermain.
Upaya ini dilakukan oleh orang tua F
4) Mengajarkan etika komunikasi.
Upaya ini dilakukan oleh orang tua F
2. Bentuk komunikasi yang digunakan dalam penelitian
ini ialah,
1) Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antarpribadi ini dilakukan oleh
orang tua F, orang tua G, juga orang tua H
122
2) Komunikasi Nonverbal
Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh
orang tua A
B. SARAN
Dari kesimpulan diatas, peneliti mencoba memberikan
masukan dan saran kepada para orang tua yang anaknya
mengidap ADHD agar terjalinnya komunikasi yang efektif:
1. Harus lebih sabar dalam berkomunikasi dengan anak yang
mengidap ADHD, dikarenakan keterbatasan kosakata dan
artikulasi kalimat yang sulit dimengerti bagi kebanyakan
orang.
2. Memberikan dukungan serta fasilitas untuk anak yang
mengidap ADHD, agar memiliki perkembangan yang
baik dengan cara melakukan terapi sejak dini.
3. Apabila anak penderita ADHD dititipkan oleh ART,
sebaiknya diawasi dengan CCTV.
4. Orang tua dari anak ADHD hendaknya menyadari
sepenuh hati bahwa keberadaan anak adalah amanah dari
Allah yang harus disyukuri dan sekaligus ladang amal.
123
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhieka Cipta, 1998
AW, Suranto. Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011
Baihaqi, MIF dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu anak ADHD. Bandung: PT Refika Aditama, 2006
Budyatna, Muhammad dan Ganiem,Leila Mona. Teori Komunikasi
Antarpribadi, Jakarta: Kencana, 2014 Djamarah, Sayiful Bahri. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, 2014 Devito, Joseph A. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Karisma
Publishing Grup Fajar, Mahaerni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009 Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
Jakarta: Bumi Aksara, 2013
Littlejhon, Stephen W. Teori Komunikasi, Edisi 9, Jakarta:Salemba
Humanika, 2008
Milles, Matthew dan Huberman, Qualitative Data Analysis (London: Sage Publication, 1984) diterjemahkan oleh Tjejep Rohendi, Jakarta, Universitas Indonesia Press.
M Hardjana, Agus. Komunikasi Interpersonal dan Interpersonal.
Yogyakarta:Kansius. 2003
Mingkara, Haria. Peran Guru dan Orang tua dalam Mendidik Anak Hiperaktif serta Cara Menangani Anak Hiperaktif. 2014
124
Mulyana, Dedi. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005
Noor, Juliansyah. Merode Penelitian SkripsiTesis Disertasi dan Karya
Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012 Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS, 2007
Sarwono, Sarlito Wirawan, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: Rajawali Pres, 2017
Supratiknya, Tinjauan Psikologi Komunikasi Antarpribadi.
Yogyakarta: Kanisius, 1995
Soyomukti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruuz
Media, 2010
Wood, Julia T. Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita). Jakarta: Salemba Humanika, 2013
LAMPIRAN
Wawancara dan foto bersama bapak M dan anaknya A
Foto Ibu U dan A setelah wawancara
Wawancara dan foto bersama Ibu U dan anaknya A
Foto bersama Ibu Y dan H setelah wawancara