Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan Pd Px Rawat Inap RSUD Kota Semarang
KOMPOSTING SAMPAH SISA MAKANAN DAN DAUN ...repository.ppns.ac.id/2230/1/1015040026 - Arlieza...
Transcript of KOMPOSTING SAMPAH SISA MAKANAN DAN DAUN ...repository.ppns.ac.id/2230/1/1015040026 - Arlieza...
i
Isi
TUGAS AKHIR (613423A)
KOMPOSTING SAMPAH SISA MAKANAN DAN DAUN
DENGAN METODE ROTARY DRUM COMPOSTER (STUDI
KASUS: POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA)
ARLIEZA NADYA PRADINI
NRP.1015040026
DOSEN PEMBIMBING
Dr. MIRNA APRIANI S.T. MT.
VIVIN SETIANI. S.T., M.Eng
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
i
TUGAS AKHIR (613423A)
KOMPOSTING SAMPAH SISA MAKANAN DAN DAUN DENGAN METODE ROTARY DRUM COMPOSTER (STUDI KASUS: POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA)
Arlieza Nadya Pradini NRP. 1015040026
DOSEN PEMBIMBING: Dr. MIRNA APRIANI, S.T., M.T VIVIN SETIANI S.T.,M.Eng
PROGRAM STUDI D4-TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
v
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Komposting Sampah
Sisa Makanan dan Daun dengan Metode Rotary Drum Composter (Studi
Kasus: Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya)” ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik
Pengolahan Limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Selama mengikuti pendidikan Diploma IV Teknik Pengolahan Limbah
sampai dengan proses penyelesaian Tugas Akhir, berbagai pihak telah
memberikan semangat, bantuan, membina dan membimbing penulis. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih khususnya kepada :
1. Bapak Ir. Eko Julianto. M.Sc., M.RINA., selaku direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
2. Bapak George Endri K., ST, MSc., selaku ketua jurusan Teknik Permesinan
Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Denny Darmawan. ST., MT., selaku Koordinator Studi D4 Teknik
Pengolahan Limbah dan dosen penguji 2.
4. Ibu Tanti Utami Dewi S.Si., M.Sc, selaku Koordinator Tugas Akhir D4
Teknik Pengolahan Limbah, yang selalu memberikan motivasi dan semangat
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Dr. Mirna Apriani ,ST.,MT, selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan serta doa
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Ibu Vivin Setiani, ST., M.Eng, selaku dosen pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan serta doa
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik
7. Ibu Ulvi Pri Astuti, ST., MT, selaku dosen penguji 1 yang telah meluangkan
waktu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
presentasi tugas akhir ini dengan lancar.
viii
8. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang
telah memberikan ilmu, motivasi dan semangat kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan pendidikan di Teknik Pengolahan Limbah Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
9. Kedua orang tua; Ayah Chairuddin dan Ibu Ririn, adik-adik penulis tercinta
(Afifah, Abizar dan Amar) serta seluruh keluarga khususnya Bude Lulik yang
senantiasa setia memberikan doa, dukungan, bantuan dan motivasi.
10. Danis Bagus Setiawan, Della Ayu Meitasari, dan Putri Dwi Anggraini, selaku
teman seperjuangan semasa kuliah yang selalu memberikan motivasi dan
dukungan kepada penulis. Terimakasih untuk cerita suka dan duka selama 4
tahun di PPNS.
11. Imam Hambali, Ahmad Randi, Irfan dan Fery, teman penulis saat proses
penelitian. Terimakasih untuk motivasi, sharing ilmu serta kesediaan waktu
dan tenaga untuk membantu.
12. Seluruh sahabat; Risya, Fatim, Mia, Nadya, Istina, Dinda, Egata, Bagas,
Mbak Arum, dan Mbak Meldina, yang telah banyak memberikan bantuan,
dukungan dan motivasi.
13. Teman seperjuangan Teknik Pengolahan Limbah angkatan 2015 yang selalu
membersamai dalam suka maupun duka.
14. Serta semua kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang tak bisa saya
sebutkan satu-persatu.
Pada proses penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Semoga, penulisan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat sebagai wawasan kelak di kemudian hari. Akhir kata,
penulis memohon maaf atas kelemahan dan kekurangan yang sebesar-besarnya.
Surabaya, 30 Juni 2019
Penulis
Arlieza Nadya Pradini
KOMPOSTING SAMPAH SISA MAKANAN DAN DAUN
DENGAN METODE ROTARY DRUM COMPOSTER (STUDI
KASUS: POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA)
Arlieza Nadya Pradini
ABSTRAK
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) adalah perguruan tinggi
berbasis vokasi yang terus berkembang setiap tahunnya. Perkembangan tersebut mengakibatkan jumlah timbulan sampah juga semakin meningkat. Sampah sisa makanan dan limbah taman merupakan komposisi terbesar dalam komposisi sampah di PPNS. Salah satu pengolahan sampah adalah dengan cara pengomposan. Pengomposan adalah dekomposisi biologis dari bahan
organik dengan bantuan mikroorganisme atau starter. Kompos dapat lebih cepat terbentuk jika menggunakan metode Rotary Drum Composter dengan kondisi aerobik. Desain Rotary Drum Composter mempunyai volume 120 Liter. Komposter 1 terisi komposisi sampah makanan (32,69%) dan sampah daun (67,31%). Sedangkan komposter 2 terisi feedstock sampah makanan (93,22%), sampah daun (3,39%). Selama pengomposan, dilakukan pengadukan sebanyak 3 kali dalam sehari. Hasil pengamatan suhu, pH, kadar
air dan rasio C/N pada komposter 1 sebesar 310C; 7,4; 48,60% dan 14,95.
Hasil pengamatan suhu, pH, kadar air, dan rasio C/N pada komposter 2
sebesar 320C; 7,4; 46,70% dan 16,05. Berdasarkan pengamatan fisik kompos, kompos yang terbentuk berwarna coklat kehitaman, serta bertekstur seperti
tanah sesuai dengan spesifikasi kompos SNI 19-7030-2004.
Kata kunci : komposting, sampah makanan, sampah daun, rotary drum
composter.
ix
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
COMPOSTING OF FOOD WASTE AND YARD WASTE USING
ROTARY DRUM COMPOSTER METHOD (CASE STUDY :
SHIPBUILDING INSTITUTE OF POLYTECHNIC SURABAYA)
Arlieza Nadya Pradini
ABSTRACT
The Surabaya Shipbuilding State of Polytechnic (PPNS) is a vocational college that continues to evolve annually. It causes the waste accumulation
increasingly. Waste food and yard waste is the largest composition in waste
composition in PPNS. One of the processing of waste is by composting.
Composting is the biological decomposition of organic matter can be accelerated
by activators in the form of microorganisme or starter. Compost can be more
quickly formed if using Rotary Drum Composter method with aerobic conditions.
Rotary Drum Composter Design has a volume of 120 liters. Composter 1 filled
food waste (32.69%) and yard waste (67.31%). During composting, was
homogenized for 3 times per day. While Composter 2 filled food waste (93.22%),
yard waste (3.39%), and wood grain (3.39%). The results of temperature
observation, pH, moisture content and C/N ratio on composter 1 of 310 C; 7.4; 48.96% and 14.95. The results of temperature observation, pH, moisture content
and C/N ratio on composter 2 are 320 C; 7.4; 49.34% and 16.05. Based on the
physical observation of compost, compost formed blackish brown color, and
textured like soil in accordance with compost specification standart SNI 19-7030-
2004.
Keywords: composting, food waste, yard waste, rotary drum composter.
xi
xii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL/SAMPUL .............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4
1.5 Batasan Masalah ........................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1 Definisi Sampah ........................................................................................ 5
2.1.1 Sumber Sampah ................................................................................. 6
2.1.2 Karakteristik Sampah ......................................................................... 6
2.1.3 Jenis Sampah ...................................................................................... 8
2.1.4 Komposisi Sampah .......................................................................... 10
2.1.5 Densitas Sampah .............................................................................. 10
2.2 Pengolahan Sampah ................................................................................ 11
2.3 Sampah Makanan (Food Waste) ............................................................. 11
2.4 Sampah Dedaunan (Yard Waste) ............................................................. 12
2.5 Pengomposan .......................................................................................... 13
2.5.1 Proses Pengomposan .......................................................................... 14
xiv
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan ................ 14
2.5.3 Metode Pengomposan.............................................................16
2.6 MoL (Mikroorganisme Lokal) ................................................................ 18
2.6.1 Komponen yang Dibutuhkan Mikroorganisme Lokal (MoL) ......... 18
2.6.2 Kandungan Mikroorganisme Lokal (MOL) .................................... 18
2.7 Rotary Drum Composter ......................................................................... 19
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ................................................................ 21
3.1 Kerangka Penelitian ................................................................................ 21
3.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 22
3.3 Pengumpulan Data .................................................................................. 22
3.4 Penentuan Variabel ................................................................................. 23
3.4.1 Variabel Bebas ................................................................................. 23
3.4.2 Variabel Terikat ............................................................................... 23
3.5 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 23
3.5.1 Desain Alat ...................................................................................... 23
3.5.1 Pengukuran Densitas ....................................................................... 25
3.5.2 Pembuatan MoL Sampah Nasi (Nasi Basi) ..................................... 26
3.5.3 Proses Pengomposan ....................................................................... 27
3.5.4 Pengukuran pH, Suhu, Kadar Air, dan rasio C/N ............................ 28
3.5.5 Pengamatan Kualitas Fisik Kompos (Warna dan Tekstur) .............. 31
3.6 Analisa Data ............................................................................................ 31
3.7 Kesimpulan dan Saran ............................................................................ 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33
4.1 Desain Komposter ................................................................................... 33
4.2 Feedstock Kompos .................................................................................. 34
4.2.1 Sampah Daun ................................................................................... 34
4.2.2 Sampah Sisa Makanan ..................................................................... 34
4.2.3 Serbuk Kayu .................................................................................... 34
4.3 Proses Pengomposan ............................................................................... 35
4.4 Pengamatan Kompos .............................................................................. 35
4.4.1 Suhu. ................................................................................................ 35
4.4.2 pH..... ............................................................................................... 37
4.4.3 Kadar Air ......................................................................................... 39
xv
4.4.4 Analisis Rasio C/N .................................................................. 40
4.5 Pengaruh Penambahan Mol Nasi ............................................................ 42
4.6 Pengaruh Penambahan Serbuk Kayu .......................................................... 42
4.7 Mutu Hasil Kompos ................................................................................ 43
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 45
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 45
5.2 Saran............... ......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 47
LAMPIRAN A ....................................................................................................... 51
LAMPIRAN B ....................................................................................................... 79
LAMPIRAN C ....................................................................................................... 93
LAMPIRAN D ..................................................................................................... 107
LAMPIRAN E ..................................................................................................... 115
xvi
Halaman ini sengaja dikosongkan
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Umur Hancur Sampah ............................................................................. 9
Tabel 2.2 Nilai Rekomendasi Pengomposan ........................................................ 16
Tabel 3.1 Data Analisis Ultimate sampah.............................................................. 24
xviii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 TPS di PPNS ....................................................................................... 2
Gambar 2.1 Sampah B3 Rumah Tangga ............................................................... 10
Gambar 2.2 Prosentase sampah di Indonesia ........................................................ 10
Gambar 2.3 Sampah Sisa Makanan ...................................................................... 12
Gambar 2.4 Sampah daun ..................................................................................... 13
Gambar 2.5 Bin Composting dari kayu (3 Kompartemen) ................................... 16
Gambar 2.6 Windrow Composting ........................................................................ 17
Gambar 2.7 Aerated Static Pile Composring ........................................................ 17
Gambar 2.8 Skema Rotary Drum Composter ....................................................... 20
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian..................................................................... 22
Gambar 4.1 Kurva Suhu Kompos ......................................................................... 37
Gambar 4.2 Kurva pH Kompos............................................................................. 39
Gambar 4.3 Kurva Kadar Air Kompos ................................................................. 40
Gambar 4.4 Kurva Rasio C/N Kompos ................................................................. 41
xviii
Halaman ini sengaja dikosongkan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini permasalahan sampah semakin kompleks dan seolah tiada
habisnya. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomi.
Sampah yang tidak terkelola dengan baik akan mengakibatkan antara lain
tempat berkembangnya dan sarang dari serangga dan tikus, menjadi
sumberpolusi dan pencemaran tanah, air dan udara, sebab sampah yang
menghasilkan cairan lindi (leachate) dan bau busuk yang ditimbulkan akibat
dari proses dekomposisi yang menghasilkan gas CO2, metana dan sebagainya
(Mirmanto, 2008)
Menurut (Wahyono, Sahwan, & Suryanto, 2008), sampah dibagi atas dua
yaitu sampah organik yaitu sampah yang berasal dari bagian hewan, tumbuhan
dan manusia dan sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari bahan
mineral seperti logam, kaca plastik.Sampah organik mengandung berbagai
macam zat dan secara alami zat tersebut mudah terdekomposisi oleh pengaruh
fisik, kimia, enzim yang dikandung oleh sampah itu sendiri.
Salah satu tempat yang memiliki potensi produksi sampah yang tinggi
dalam suatu kota ada kampus perguruan tinggi atau universitas. Dengan
pengguna tetap yang berada di uniersitas yang memiliki aktivitas rutin, bahkan
di hari libur, tentu terdapat berbagai jenis sampah setiap harinya. Sampah
yang biasa dihasilkan pada institusi pendidikan berupa sampah organik,
sampah yang dapat didaur ulang dan sampah yang tidak dapat didaur ulang.
Sampah organik dapat berasal dari sisa-sisa makanan atau jajanan para
mahasiswa ataupun sisa-sisa makanan dari kantin dan warung serta sampah
rumput dan tanaman yang berada di lingkungan kampus (Fadhilah dkk, 2011)
2
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) adalah perguruan tinggi
berbasis vokasi yang terus berkembang setiap tahunnya. Berdasarkan data
tahun 2019, jumlah civitas akademika PPNS pada tahun 2018-2019 berjumlah
3023 orang dengan rincian jumlah mahasiswa sebanyak 2715 orang serta
dosen dan karyawan berjumlah 308 orang. Hal ini mengakibatkan jumlah
timbulan sampah di PPNS semakin meningkat. Menurut (Khoirunnisa, Ashari,
& Setiani, 2018), komposisi sampah di PPNS terdiri dari B3 (3,45%),
aluminium (3,6%), kertas bermutu tinggi (3,85%), sisa makanan sebesar
(14%), LDPE (14%), Polystiren (9,9 %)PET (10,50), kertas bermutu tinggi
(3,85%), kertas campuran (13,05%), kertas karton (13,8%), dan limbah taman
(14%) dan sisa makanan (14%). Dari data tersebut, sampah sisa makanan dan
limbah taman merupakan komposisi terbesar dalam pengolahan sampah di
PPNS.
Berdasarkan hasil pengamatan tahun 2019, sampah daun dibuang secara
langsung di PPNS. Sampah tersebut dikumpulkan menjadi satu ke TPS PPNS.
Hal ini dapat diketahui bahwa belum dilakukan pengolahan sampah organik di
PPNS.
Gambar 1.1 TPS di PPNS
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019)
Umumnya, sampah organik cenderung diabaikan karena dianggap aman
dan tidak berbahaya bagi lingkungan.Namun, apabila dibiarkan begitu saja
sampah organik akan terdekomposisi dan menimbulkan lindi. Pengolahan
sampah organik paling sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan
pengomposan. Pengomposan merupakan pengaktifan kegiatan mikroba untuk
3
mempercepat proses dekomposisi bahan organik (Rosmarkan & Yuwono,
2002). Proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh kadar air, suhu, pH,
ukuran bahan organik dan rasio C/N (Aminah, Sudarno, & Purwono, 2017)
Proses pengomposan terbagi menjadi dua, yaitu secara aerobik dan secara
anaerobik. Untuk menghasilkan pengolahan sampah yang bebas bau dan
memiliki kualitas lindi yang lebih baik, pengomposan yang sesuai adalah
secara aerobik (Sutanto, 2002). Pengomposan dengan sistem aerobik berarti
terdapat oksigen yang terlibat dalam proses dekomposisi oleh mikroorganisme
di dalam tumpukan kompos. Selain itu, peran mikroorganisme juga diperlukan
dalam proses pengomposan. MOL atau mikroorganisme lokal yaitu
sekumpulan mikroorganisme yang berfungsi sebagai starter untuk
mempercepat proses penguraian saat pengomposan.
Salah satu metode pengomposan aerobic menggunakan Rotary Drum
Composter. Komposter ini menggunakan sistem pengadukan untuk supplai
oksigen. Hal ini juga dijelaskan pada penelitian Sriharti dan Salim (2008)
bahwa pengomposan dengan mengguanakan rotary drum composter
memerlukan waktu 19 hari sehingga dapat mempercepat waktu pengomposan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan sisa makanan
dan daun-daun dari aktivitas perkuliahan di PPNS sebagai kompos dengan
menggunakan metode Rotary Drum Composter.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana desain Rotary Drum Composter untuk komposting sampah sisa
makanan dan daun di PPNS?
2. Bagaimana hasil pH, suhu, kadar air dan rasio C/N terhadap kualitas kompos
yang dihasilkan dari komposting sampah sisa makanan dan daun dengan
metode Rotary Drum Composter?
3. Bagaimana kinerja Rotary Drum Composter dengan penambahan mol nasi
terhadap waktu komposting sampah makanan dan daun?
4
4. Bagaimana kinerja Rotary Drum Composter dengan penambahan serbuk
gergaji terhadap waktu komposting sampah makanan dan daun?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Membuat desain Rotary Drum Composter sesuai dengan volume sampah sisa
makanan dan daun di PPNS.
2. Menganalisis hasil pH, suhu, kadar air, dan rasio C/N terhadap kualitas yang
dihasilkan dari kompos sesuai dengan SNI Nomor 19-7030-2004.
3. Menganalisis kinerja Rotary Drum Composter dengan penambahan MoL nasi
basi terhadap waktu komposting sampah makanan dan daun.
4. Menganalisis kinerja Rotary Drum Composter dengan penambahan serbuk
gergaji terhadap waktu komposting sampah makanan dan daun.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi PPNS
Untuk menambah wawasan mengenai proses pemanfaatan sampah organik
sisa makanan dan daun sebagai kompos menggunakan metode Rotary
Drum Composter.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah informasi dan wawasan pembelajaran mengenai komposting
1.5 Batasan Masalah
1. Starter yang digunakan berasal dari MoL sampah nasi.
2. Penelitian berlangsung selama 1 bulan.
3. Pada penelitian ini, tidak membahas pengolahan limbah lindi lanjutan.
4. Tidak menghitung biaya operasional komposter.
5. Parameter yang diukur adalah pH, suhu, kadar air, rasio C/N.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sampah
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam
yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi
yang negatif karena dalam penggunaannya baik untuk membuang atau
nmembersihkannya perlu biaya yang cukup besar (Lestari, 2015)
Menurut Undang undang No 18 tahun 2008, tentang pengelolaan sampah,
sampah dinyatakan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat. Salah satu jenis sampah yang dikelola adalah sampah
rumah tangga yang merupakan sampah campuran antara sampah organik dan
sampah anorganik, sampah ini berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga atau biasa disebut sampah permukiman atau domestik. Pengelolaan
sampah sendiri merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan
Pengelolaan sampah dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.
Pengelolaan sampah rumah tangga menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008
terdiri atas pengurangan sampah. Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan
metode 3R, yaitu:
1) Reduce (mengurangi) Proses minimisasi sampah dalam hal kuantitas
timbulan sampah dan kualitas timbulan sampah, terutama reduksi sampah
berbahaya. Kegiatan pengurangan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat didaur ulang, dapat
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Proses ini sangat
bermanfaat untuk mengurangi jumlah timbulan sampah, namun membutuhkan
biaya yang mahal dan tak seabanding dengan hasilnya
2) Reuse (menggunakan kembali) Menggunakan atau memanfaatkan
kembali barang yang dapat digunakan kembali. Seperti barang yang bersifat sekali
6
pakai dengan bahan yang tahan lama dan dapat digunakan berkali-kali.Bahan
yang digunakan seperti botol, kaleng, kain, paku dan lainya.
3) Recycle (mendaur ulang sampah) Proses ini merupakan proses
pemanfaatan barang-barang yang sudah tidak terpakai sebagai bahan baku produk
baru namun perlu diproses lebih lanjut untuk digunakan kembali. Namun tidak
semua bahan dapat didaur ulang.
2.1.1 Sumber Sampah
Menurut Habibi (2009), sumber sampah yang berkaitan dengan
penggunaan lahan dan penetapan daerah. Sumber sampah pada dasarnya dapat
dibagi menjadi pemukiman: berupa rumah atau apartemen. Berikut sampah
dari berbagai sektor:
a. Daerah komersil: meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran,
hotel dan lain-lain.
b. Institusi yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan lain
lain.
c. Konstruksi dan pembongkaran bangunan yaitu pembuatan konstruksi
baru, perbaikanjalan, dan lain-lain.
d. Fasilitas umum yaitu penyapuan jalan, taman pantai, tempat rekreasi dan
lainlain.
e. Pengolah sampah domestik seperti instalasi pengolahan air minum,
instalasi pengolahan air buangan dan incinerator.
f. Kawasan industri.
g. Pertanian.
2.1.2 Karakteristik Sampah
Menurut Habibi (2009), sampah secara spesifik dibagi menjadi 12
karakteristik yaitu sebagai berikut:
7
1. Garbage
Garbage merupakan jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan
hewan atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari
zat-zat yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air
bebas.
2. Rubbish
Rubbish adalah sampah yang dapat terbakar atau tidak dapat terbakar
yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-kantor,
tapi yang tidak termasuk garbage.
3. Ashes (Abu)
Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar
baik dirumah, dikantor, dan industri.
4. Street Sweeping (Sampah Jalanan)
Street Sweeping (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan
trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang
terdiri dari kertas-kertas, dan dedaunan.
5. Dead Animal (Bangkai Binatang)
Dead Animal (Bangkai Binantang) merupakan bangkai-bangkai yang
mati karena alam, penyakit, atau kecelakaan.
6. Household Refuse (Sampah Rumah Tangga)
Houshhold Refuse (Sampah Rumah Tangga) yaitu sampah yang terdiri
dari Rubbish, garbage, ashes, yang berasal dari perumahan.
7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan)
Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai-bangkai
mobil, truck, kereta api dan alat transportasi lainnya yang sudah tidak
dapat digunakan kembali.
8. Industry Waste (Limbah Industri)
Industry Waste (Limbah Industri) yaitu terdiri dari sampah padat yang
berasal dari industri-industri pengolahan hasil bumi.
9. Demolition Wastes (Limbah Pembongkaran)
Demolition Wastes (Limbah Pembongkaran) yaitu sampah yang berasal
dari pembongkaran gedung.
8
10. Construction Waste (Limbah Konstruksi)
Construction Waste (Limbah Konstruksi) yaitu sampah yang berasal dari
sisa pembangunan, perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.
11. Sewage Solid (Limbah Padat)
Sewage Solid (Limbah Padat) terdiri dari benda-benda kasar yang
umumnya zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat
pengelolahan air buangan.
12. Specific Trash (Sampah Khusus)
Specific Trash (Sampah Khusus) yaitu sampah yang memerlukan
penanganan khusus misalnya kaleng-kaleng cat, zat radioaktif.
2.1.3 Jenis Sampah
Menurut Damanhuri (2010), karakteristik sampah berbasis 3 dibedakan
atas jenis:
a) Sampah Organik.
Adalah jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah
membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah sampah sisa
dapur, daun-daunan, sayur-sayuran, buah-buahan, daging, ikan, nasi, dan
potongan rumput/ daun/ ranting dari kebun.
b) Sampah An-Organik.
Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah non-hayati adalah
sampah yang sukar atau tidak dapat membusuk, merupakan sampah yang
tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari sumber daya alam
tidak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses
industri. Contohnya adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan
logam. Sebagian sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam
sama sekali, dan sebagian lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat
lama. Mengolah sampah non-organik erat hubungannya dengan
penghematan sumber daya alam yang digunakan untuk membuat bahan-
bahan tersebut dan pengurangan polusi akibat proses produksinya di dalam
pabrik. Umur hancurnya berbagai jenis sampah di bawah ini dapat
digunakan sebagai bahan untuk membuat suatu kebijakan maupun strategi
9
yang diambil didalam pengurangan sampah. Umur hancur sampah pada
beberapa jenis sampah dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Umur Hancur Sampah
Jenis Sampah Lama Hancur
Kertas 2-5 bulan
Kulit Jeruk 6 bulan
Dus karton 5 bulan
Filter Rokok 10-12 bulan
Kantong Plastik 10-20 bulan
Kulit Sepatu 25-40 tahun
Pakaian/Nylon 30-40 tahun
Aluminium 80-100 tahun
Plastik 50-80 tahun
Styrofoam tidak hancur
Sumber: Dit PLP, Ditjen. Karya PU, 2010
c) Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Rumah Tangga.
Menurut UU No 18 tahun 2008, sampah B3 tergolong dalam sampah
spesifik Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.Sampah B3 Rumah
tangga adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Sampah B3 yang sering terdapat di rumah tangga misalnya: Batu Baterai,
Kaleng Pestisida (Obat Serangga), Botol Aerosol, Cairan Pembersih
(Karbol), CD/ DVD, Accu, dan Lampu Neon. Jika dibuang ke lingkungan
atau dibakar, sampah-sampah ini dapat mencemari tanah dan
membahayakan kesehatan.
10
Gambar 2.1 Sampah B3 Rumah Tangga
(sumber: Puslitbang PU,2010)
2.1.4 Komposisi Sampah
Komposisi sampah mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan
tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat. Komposisi sampah di berbagai kota
di Indonesia saat in secara umum masih didominasi oleh sampah organik atau
basah (biodegradable) terlihat dalam Gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.2 Prosentase sampah di Indonesia
(Sumber: Publisting PU, 2010)
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun
tumbuhan, sampah organik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu : Sampah organik
basah dimana sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi dan Sampah
organik kering, biasanya sampah ini dari bahan yang kandungan airnya kecil.
2.1.5 Densitas Sampah
Densitas sampah adalah berat sampah yang diukur dalam satuan kilogram
dibandingkan dengan volume sampah yang diukur (Kg/m3). Berdasarkan SNI 19-
3964-1994 ukuran kotak densitas yang di gunakan dalam pengukuran densitas
adalah 20 x 20 x 100 cm. Densitas diperlukan untuk mengetahui jumlah timbulan
sampah. Densitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑘𝑔/𝑚3) = Berat Sampah (kg) .............................................. 2.1 Volume sampah (m3)
11
2.2 Pengolahan Sampah
Terdapat beberapa teknik pengolahan sampah sebagai upaya untuk
mengurangi volume sampah atau menjadi lebih bermanfaat. Menurut Damanhuri,
(2010), pengolahan sampah dibagi menjadi 3 (tiga) proses yaitu:
1. Pengomposan adalah suatu cara peruraian bahan-bahan organik dengan
memanfaatkan aktifitas bakteri untuk mengubah sampah menjadi
kompos (proses pematangan).
2. Reduce yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya
sampah di lingkungan sumber bahkan dapat di lakukan sejak sebelum
sampah di hasilkan.
3. Reuse ( Menggunakan kembali )
Reuse yaitu menggunakan kembali bahan / material agar tidak menjadi
sampah, seperti menggunakan wadah kantong yang dapat digunakan
berulang-ulang.
4. Recycle ( Mendaur Ulang )
Recycle yaitu mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna
menjadi bahan lain setelah melalui proses pengelolaan seperti mengolah
botol atau plastik bekas menjadi biji plastik untuk di cetak kembali
menjadi ember.
2.3 Sampah Makanan (Food Waste)
Istilah sampah makanan di Indonesia belum didefinisikan secara khusus,
namun jika mengacu pada definisi yang diberikan oleh FAO sampah makanan
berarti jumlah sampah yang dihasilkan pada saat proses pembuatan makanan
maupun setelah kegiatan makan yang berhubungan dengan perilaku penjual dan
konsumennya (Parfitt, Barthel, & Macnaughton, 2010). Menurut Immanuel,
hartopo, dkk (2013) sampah makanan dapat diatasi dengan berbagai cara, yaitu:
1. Pengurangan sampah makanan
Pengurangan sampah makanan dilakukan dengan cara meminimalisir bahan
bahan yang akan dikonsumsi sehingga tidak terbuang sia-sia. Hal ini efekif
karena konsumsi makanan tidak berlebih dan secukupnya.
12
2. Penggunaan kembali
Memanfaatkan bahan bahan yang sudak tidak dikonsumsi sebagai pakan,
sehingga nilai efisiensi sampah makanan tidak sia-sia.
3. Daur ulang sampah makanan
Proses daur ulang sampah makanan dapat dilakukan dengan cara
pengomposan yang akan bermanfaat bagi tanaman karen sampah makanan
merupakan sampah organik yang banyak mengandung zat hara. Hal ini dapat
menambah nilai ekonomis apabila diterapkan di sektor rumah tangga atau
domestik. Contoh sampah sisa makanan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Sampah Sisa Makanan
Sumber: Peneliti, 2019
2.4 Sampah Dedaunan (Yard Waste)
Merupakan sampah organik yang mudah diuraikan dan bersifat
biodegradable, sampah kebun atau biasa disebut dengan yard waste berasal dari
daun-daun kering, daun-daun yang gugur dan jatuh berserakan di tanah. Sampah
daun seperti ini berpotensı digunakan sebagai kompos. Contoh sampah daun-daun
yang berserakan dapat dilihat pada gambar 2.4
13
2.5 Pengomposan
Gambar 2.4 Sampah daun
Sumber: Peneliti, 2019
Pengomposan adalah dekomposisi biologis dari bahan organik
dalam kondisi terkendali dengan bantuan mikroorganisme atau starter.
Selain itu, proses dekomposisi bahan untuk pembuatan kompos juga dapat
dipercepat dengan bantuan manusia. Pengomposan dapat menstabilkan
bahan organik, menghasilkan produk akhir yang mengandung humus dan
zat hara (Agricultural & Ministry, 1998). Reaksi dekomposisi kompos
adalah sebagai berikut:
Organik + O2 +mikroorganisme → CO2 + NH3 + Humus +
Energi + Air.
Dari reaksi tersebut, NH3 (ammonia) menjadi salah satu zat yang
dihasilkan dikarenakan proses oksidasi karbon dari bahan organik yang
kemudian teroksidasi menjadi nitrat. Untuk mengatasi bau yang dihasilkan
dari gas ammoniak, maka diperlukan oksigen atau aerasi pada bahan
kompos untuk mengoksidasi ammonia (Tchobanoglous, 1993).
Menurut Lestari (2015), kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur
lahan kritis; menggemburkan kembali tanah pertanian; menggemburkan
kembali lahan pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA,
14
reklamasi pantai, pasca penambangan, dan sebagai media tanaman,
mengurangi pupuk kimia.
2.5.1 Proses Pengomposan
Proses pengomposan dapat dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan sifat
dekomposisi bahannya yaitu aerobik dan anaerobik (Mogle, Naikwade, & Patil,
2013).
1. Pengomposan secara Aerobik
Pada pengomposan aerobik, oksigen sangat dibutuhkan untuk proses
dekomposisi. Pada saat proses dekomposisi, mikroorganisme aerobik
memecah bahan-bahan organik dan menghasikan karbondioksida,
ammonia, air dan zat hara. Pengomposan secara aerobik berlangsung
selama kurang lebih selama 30 hari.
2. Pengomposan secara Anaerobik
Penggomposan anaerobik terjadi ketika kandungan oksigen sedikit bahkan
tidak ada. Mikroorganisme pada pengomposan anerobik menghasilkan gas
metana, hidrogen sulfida, dan zat lainnya. Pengomposan secara anaerobik
berlangsung selama 40-60 hari.
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju pengomposan, yaitu:
1. Ukuran bahan
Menurut SNI 19-70-30-2004, ukuran partikel yang scsuai untuk
pengomposan adalah 0,55 mm-25 mm. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencacahan feedstock sebelum pengomposan. Ukuran kompos yang semakin
kecil dapat memudahkan dalam proses pendegradasian kompos. Kompos
lebih cepat terbentuk.
2. Rasio C/N
Menurut SNI 19-7030-2004, proses pengomposan yang baik akan
menghasilkan rasio C/N ideal sebesar 10-20. Rasio C/N menentukan
keberhasilan proses pengomposan karena prinsip pengomposan adalah
15
menurunkan rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah.
Rumus untuk menentukan rasio C/N dapat dlihat sebagai berikut:
C/N = 𝐶 (𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 1)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 2) ...................................................................
(2.2)
𝑁( 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛 1)+𝑥 𝑁 ( 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 2)
3. Kelembaban
Kelembapan kompos berhubungan dengan kadar air yang dihasilkan pada
kompos. Proses dekomposisi secara aerobik akan berlangsung dengan baik
pada kadar air maksimal 50% (SNI 19-7030-2004).
Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
% Kadar air = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑎)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑏)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑎)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝑐) x 100%. ............ (2.3)
4. Aerasi
Kebutuhan oksigen dalam pembuatan kompos adalah 10-18 % atau paling
sedikit 50 % dan konsentrasi oksigen di udara harus mencapai seluruh bagian
dari bahan yang dikomposkan (Wahyono, Sahwan,& Suryanto,2003).
5. Suhu
Suhu optimum pada proses pengomposan adalah 35-55 °C. Suhu antara 55-70
°C diperlukan untuk membunuh mikroorganisme pathogen atau termasuk
dalam fase termofilik. Suhu kompos yang baik adalah suhu yang mendekati
suhu air tanah yaitu ±300C dan mendekati suhu ruang.
6. pH
Menurut SNI 19-7030-2004, pH kompos yang optimal agar proses
pengomposan berjalan lancer adalah 6,80-749.
7. Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan faktor terpenting pada proses pengomposan
karena berperan merombak bahan organik menjadi kompos. Mikroorganisme
tersebut dibedakan menjadi mikroorganisme mesofilik yang hidup pada
temperatur rendah (10- 45 ℃) dan mikroorganisme termofilik yang hidup
pada temperatur tinggi (45-65 ℃).
Ringkasan dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
dijelaskan pada Tabel 2.2
16
Tabel 2.2 Nilai Rekomendasi Pengomposan
Faktor Pengomposan Target Range
Rasio C/N 10-20
Kadar Air 50%
Ukuran Partikel 0,55mm - 25mm
pH 6,80 - 7,49
Suhu0C Suhu air tanah/suhu ruang ±300C
Sumber: SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik
2.5.3 Metode Pengomposan
Beberapa metode pengomposan dasar yang telah dikembangkan
menggunakan bin composting, open windrow composting, windrow turned
composting, aerated static pile composting, dan in-vessel composting.
1. Bin Composting
Metode pengomposan menggunakan bak penampungan sampah (Bin)
umumnya digunakan untuk sampah kebun, dedaunan, sampah peternakan
unggas dan sebagainya.Hal itu dikarenakan skala kompos yang dihasilkan
tidak terlampaui besar. Waktu dekomposisi pada metode bin composting
kurang lebih (Bin) 2 bulan. Contoh bak penampungan sampah dapat dilihat
pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Bin Composting dari kayu (3 Kompartemen)
(Sumber: Agricultural Ministry, 1998)
2. Windrow Composting
Pengomposan dilakukan di lahan dengan gundukan tanah yang memanjang
Menurut Tchobanoglous (1993), windrow composting dengan proses high
rate mempunyai tinggi tumpukan 6-7 ft dan lebar tumpukan 14-16ft. Menurut
hasil penelitian Leam Chabangdi Thailand, sistem ini mampu mengurangi
17
volume sampah oganik menjadi sepertiga volume semula dan berat sampah
berkurang 50% dari berat semula. Contoh sistem pengomposan dengan
metode windrow composting dapat dilihat pada Gambar 2.6
3. Aerated Static Pile
Gambar 2.6 Windrow Composting
(Sumber: Agricultural Ministry, 1998)
Metode Aerated Static Pile hampir sama seperti windrow timbunan
composting, hanya saja diberi tambahan pipa didalamnya. Terdapat blower
untuk menyalurkan udara melalu pipa berlubang. Sistem ini juga disebut
dengan aerasi timbunan. Contoh sistem pengomposan dengan aerasi
timbunan dapat dilihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Aerated Static Pile Composring
(Sumber. Agricultural Ministry 1998)
4. In Vessel Composting
Sistem kompos In-Vessel adalah sistem acrasi terkontrol tingkat tinggiyang
dirancang untuk memberikan kondisi pengomposan yang optimalyang
melibatkan mekanik dalam pengadukan kompos Jenis-jenis invessel
composting adalah:
18
Rotary Drum Composter
Silo Vertical
Keuntungan menggunakan in vessel composting adalah:
Dapat meminimalisir bau karena terdapat lubang aerasi
Pengadukannya merata
Praktis untuk diaplikasikan
Tidak perlu banyak tenaga
Estetika tempat pengomposan lebih baik.
2.6 MoL (Mikroorganisme Lokal)
Mikroorganisme Lokal atau MoL adalah cairan hasil fermentasi yang
berbahan dari berbagai sumber daya alam yang tersedia setempat. MoL
mengandung unsur hara makro dan mikro serta mengandung mikroba yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik perangsang pertumbuhan dan sebagai
agen pengendalian hama penyakit tanaman (Suhastyo & Asriyanti, 2011)
2.6.1 Komponen yang Dibutuhkan Mikroorganisme Lokal (MoL)
Komponen utama yang dapat digunakan untuk pembuatan MoL yaitu:
1. Karbohidrat, seperti air cucian beras, nasi bekas, singkong kentang, gandum.
2. Glukosa, seperti dari gula merah diencerkan dengan air, cairan gula pasir,
gulabatu dicairkan, air gula, dan air kelapa.
3. Sumber bakteri, seperti keong emas, kulit buah-buahan misalnya tomat,
pepaya air kencing, atau apapun yang mengandung bakteri (Mulyono, 2016)
2.6.2 Kandungan Mikroorganisme Lokal (MOL)
Secara umum terdapat beberapa mikroorganisme dalam setiap jenis
bioaktivator termasuk mol, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ragi
(yeast), dan actinomycetes (Setiawan, 2010)
1. Bakteri fotosintetik
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa
nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Mctabolisme yang diproduksi
19
dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat
untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
2. Lactobacillus sp
Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan
karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi. Asam
laktat ini merupakan bahan sintesis kuat yang dapat menekan
mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Streptomycetes sp
Streptomycetes sp mampu memproduksi enzim sterptomisin bersifat toksik
terhadap hama dan penyakit yang merugikan tanaman
4. Actinomycetes
Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur.
Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri
fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik. Tujuannya untuk
mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan
cara menghancurkan kitin, yaitu zat esensial untuk pertumbuhan.
Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme lain.
2.7 Rotary Drum Composter
Menurut Kalamhad dan Kazmi (2009) terdapat teknik yang efisien dan
menguntungkan dalam pengomposan yaitu dengan menggunakan rotary drum
composter. Unit utama untuk rotary drum composter yaitu drum yang memiliki
panjang 0,92 m dan diameter 0,9 m dengan tebal 4 m Sisi dalam drum dilapisi
oleh lapisan anti korosif. Sisi dalam drum ditutupi oleh lapisan anti-korosif. Drum
dipasang secara vertikal dengan penambahan kerangka besi dan menggunakan
tuas untuk pemutaran secara manual. Untuk menghomogenkan limbah, 40 mm
sudut yang dilas longitudinal di dalam drum. Campuran limbah yang dimasukkan
ke dalam drum terisi hingga 70% dari total volume. Kondisi aerobik
dipertahankan dengan cara membuka kedua pintu samping dari drum setelah
periode tertentu rotasi yang menjamin pencampuran yang tepat dan aerasi.
20
Penelitian tersebut memerlukan waktu 20 hari. Contoh Rotary Drum Composter
dapat dilihat pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Skema Rotary Drum Composter
(Sumber: Kalamhad, 2009)
Hal ini juga dijelaskan pada penelitian Sriharti dan Salim.T (2005),
bahwa pengomposan dengan menggunakan rotary drum composter memerlukan
waktu 19 hari. Drum komposter yang berputar memberikan agitasi, aerasi, dan
pencampuran kompos secara homogen untuk menghasilkan produk akhir yang
konsisten dan seragam. Proses pengompasan terjadi dalam lingkungan yang
hangat dan lembab dengan jumlah oksigen dan bahan organik yang cukup serta
mikroba aerobik tumbuh dapat mendekomposisikan bahan organik dengan cepat.
Waktu pengomposan dengan rotary drum composter lebih cepat 2-3 minggu. Cara
pengomposannya dengan memberikan pengadukan secara periodik pagi, siang,
dan sore hari. Proses pengomposan dengan cara pengadukan lebih baik karena
tidak menimbulkan bau, waktu pengomposan, menghasilkan temperatur yang
cukup dan kompos yang dihasilkan lebih higienis.
21
Data Sekunder: Jumlah Civitas Akademika
PPNS 2019, timbulan sampah PPNS,
Komposisi sampah PPNS, Karakteristik
sampah PPNS
Start
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam tugas akhir composting sisa makanan dan
daun dengan metode Rotary Drum Composter dapat dilihat pada
gambar3.1
Data Primer:
PH, Suhu, Kadar
air, Rasio C/N,
Densitas
z
A
Pengumpulan
Data
7. Pengukuran pH, suhu, kadar air, rasio C/N
8. Pengamatan fisik kompos (warna, tekstur)
cara dengan kompos Menghomogenkan
pengadukan,
Penentuan rasio C/N awal bahan kompos.
Pengukuran densitas sampah makanan dan daun
Pembuatan mol sampah nasi basi, pencacahan
sampah dengan ukuran 2-5 cm
Memasukkan campuran sampah kedalam rotary
drum composter.
Menambahkan mol sampah nasi basi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Proses Pengomposan:
Identifikasi
Masalah
22
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
(Sumber: Analisa Peneliti, 2019)
3.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan permasalahan yang akan dijadikan
penelitian. Dalam penelitian ini, didapatkan sebuah topik composting sampah sisa
makanan dan daun dengan metode rotary drum composter. Penelitian ini
merupakan studi kasus di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS).,
dimana komposisi sampah terbesar merupakan sampah sisa makanan dan daun
yakni masing-masing sebesar 14%. Sehingga perlu mendapatkan penanganan
khusus agar sampah tersebut mampu dimanfaatkan salah satunya menjadi
kompos.
3.3 Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data merupakan tahapan untuk mengumpulkan
data yang berhubungan dengan topik penelitian. Data-data yang dikumpulkan
meliputi:
Data Primer
1. pH kompos
2. Suhu kompos
3. Kadar air
4. Rasio C/N
5. Pengukuran densitas sampah sisa makanan dan daun di PPNS
Data Sekunder
Data yang didapatkan dari studi literatur dan penelitian sebelumnya seperti:
1. Karakteristik sampah
2. Timbulan sampah PPNS
A
Selesai
23
3. Komposisi sampah PPNS
4. Jumlah Civitas Akademika PPNS tahun 2019
3.4 Penentuan Variabel
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi komposisi kompos dan
mol nasi dan serbuk kayu. Variasi komposisi kompos untuk masing-masing
kompos adalah sebagai berikut:
Komposter 1
Sampah Makanan: 67,31%
Sampah Daun: 32, 69%
Komposter 2
Sampah Makanan: 93,22%
Sampah Daun: 3,39%
Serbuk Kayu: 3,39%
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau dapat
mempengaruhi variabel bebas yaitu:
1. pH
2. Suhu
3. Kadar air
4. Rasio C/N
3.5 Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan perhitungan mengenai desain alat, penentuan variasi
komposisi kompos, pengukuran densitas, pembuatan MoL sampah nasi (nasi
basi), proses pengomposan lalu pengukuran parameter kompos seperti pH, suhu,
kadar air, dan rasio C/N
3.5.1 Desain Alat
Alat yang digunakan adalah Rotary Drum Composter kapasitas volume
120 liter berbahan plastik dengan kerangka penyangga yang terbuat dari besi.
24
Pedal pengaduk menggunakan bahan besi dilapisi dengan bahan karet agar tidak
kasar sewaktu digunakan untuk memutar drum dengan manual. Di bagian bawah
drum terdapat wadah untuk menampung lindi dari plastik.
Pada penelitian ini, menggunakan dua jenis sampah yaitu sampah sisa
makanan dan sampah daun. Sebelum menentukan variasinya, maka harus
dilakukan uji pendahuluan untu mengukur kadar air, C-organik, N, dan C/N. Uji
pendahuluan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data Analisis Ultimate sampah
Feedstock C-Organik
(%) N (%) C/N Kadar air
Sampah sisa
makanan 3,07 0,29 10,58 41,48
Sampah daun
26,97 1,10 24,49 33,34
Serbuk
kayu 58,16 0,68 85,05
8,01
(sumber: Analisis Penulis, 2019)
Setelah diketahui data tersebut, terdapat beberapa tahapan perhitungan
untuk menentukan variasi komposisinya yaitu:
1. Perhitungan untuk 1 Kg sampah makanan
2. Perhitungan untuk 1 Kg sampah daun
3. Perhitungan untuk 1 Kg serbuk kayu
Kemudian, setelah dilakukan perhitungan tersebut barulah menentukan
komposisi komposter sebagai berikut:
a. Komposisi Komposter 1
Sampah daun + sampah makanan
Rasio C/N kompos ideal = 10-20
Penelitian ini menggunakan rasio C/N 20
C/N = 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝐶 ( 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛) ..................
(3.1)
𝑁( 1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝑁 ( 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛)
b. Komposisi Komposter 2
Sampah daun + sampah makanan + serbuk kayu
Rasio C/N kompos ideal = 10-20
Penelitian ini menggunakan rasio C/N 20
25
C/N = 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑘𝑎𝑦𝑢)+ 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝐶(1 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛) ............
(3.2)
𝑁( 1 𝑘𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑘𝑎𝑦𝑢)+ 𝑁 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛)
3.5.1 Pengukuran Densitas
Pengukuran densitas sampah diukur dalam satuan kilogram dibandingkan
dengan volume sampah yang diukur tersebut (Kg/m3). Densitas sampah sangat
penting dilakukan untuk menentukan timbulan sampah. Penentuan densitas
sampah ini berdasarkan SNI 19-3964-1994. Sebuah kotak disiapkan dengan
ukuran 20 x 20 dengan kedalaman 100 (cm). Pengambilan sampel sampah di
lakukan selama 1 hari. Sampah dimasukkan dalam wadah dan dilakukan
penimbangan berat serta dilakukan pengetrokkan sebanyak 3 kali kemudian
dihitung volume sampah. Nantinya akan diketahui berapa besar densitas sampah
kg/m3.
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑘𝑔/𝑚3) = Berat Sampah (kg) ........................................... (3.3)
Volume sampah (m3)
Pengukuran densitas dilakukan pada masing masing komposter sebagai berikut:
Pengukuran Densitas Komposter 1
Massa total = massa sampah + massa kotak densitas
Volume kotak densitas = p x l x t
Volume sampah yang terukur = p x l x t
Densitas (ρ) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Pengukuran Densitas Komposter 2
Massa total = massa sampah + massa kotak densitas
Volume kotak densitas = p x l x t
Volume sampah yang terukur = p x l x t
Densitas (ρ) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Setelah diketahui densitasnya, maka dilanjutkan dengan perhitungan
kapasitas kompos pada komposter yang tersedia.
Pada penelitian ini, pengomposan dilakukan menggunakan Rotary Drum
Composter susun 2 berkapasitas 120 liter tiap drum nya. Pengomposan
pada drum dilakukan dengan memberi space 70% untuk isi kompos dan
26
30% untuk ruang kosong. Fungsi space 30% untuk sirkulasi udara (aerasi).
Maka, kapasitas pengomposan yang diisi adalah:
120 L x 70% = L (Volume)
a) Kapasitas Komposter 1
Untuk mengetahui massa bahan kompos yang akan dimasukkan ke
dalam komposter bila telah diketahu massa jenisnya, dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Volume = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝜌
b) Kapasitas Komposter 2
Untuk mengetahui massa bahan kompos yang akan dimasukkan ke
dalam komposter bila telah diketahui massa jenisnya, dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Volume = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝜌
3.5.2 Pembuatan MoL Sampah Nasi (Nasi Basi)
Pada penelitian ini, starter yang digunakan adalah mol sampah nasi.
Sampah nasi yang sudah terkumpul dipilih dari sampah organik lainnya seperti
lauk-pauk. Lalu masukkan ke dalam wadah tertutup hingga sampah nasi menjadi
basi. Berikut proses dari pembuatan starter mol nasi (Sriyundiyati, Supriadi, &
Nuryanti, 2013):
A. Persiapan Sampah Nasi untuk Dijamurkan
Sampah nasi didiamkan di wadah tertutup hingga basi lalu ditimbang
sebanyak 1 kg, kemudian nasi basi diletakkan dalam toples dan
membiarkan nasi tersebut benar-benar basi sampai muncul jamur berwarna
kekuningan. Nasi basi tersebut diletakkan di tempat terbuka yang jauh dari
sinar matahari dan hewan penggangu misal, tikus, kecoak, dan sebagainya.
B. Proses Fermentasi
Nasi basi pada toples yang telah ditumbuhi jamur ditambahkan larutan
gula dengan perbandingan 1 liter air : 5 sendok makan gula pasir. Larutan
gula dan nasi diaduk hingga tercampur dengan rata kemudian tutup dan
diamkan selama 2 hari. Gula digunakan sebagai sumber makanan bagi
27
mikroorganisme yang terkandung dalam nasi. Sedangkan nasi
dimanfaatkan sebagai starter. Diperlukan waktu 2 hari untuk membiakkan
organisme yang ada dalam nasi basi.
Penelitian ini menggunakan dosis optimum MoL sampah nasi 20 mL/0,5 Kg dari
penelitian sebelumnya (Royaeni, Pujiono, & Pudjowati, 2014) yang menyatakan
bahwa 500 gram sampah organik/20 mL MoL nasi basi dapat mempercepat waktu
pengomposan menjadi 13 hari. Jadi, untuk tiap-tiap komposisi dapat diketahui
berapa MoL nasi basi yang dibutuhkan dengan cara perhitungan perbandingan
sebagai berikut:
a) Penentuan MoL untuk Komposter 1
Massa sampah = Kg
0,5 𝑘𝑔
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑘𝑔) =
20 𝑚𝑙……….(3.4)
𝑥
b) Penentuan MoL untuk Komposter 2
Massa sampah = Kg
0,5 𝑘𝑔
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑘𝑔) =
20 𝑚𝑙………(3.5)
𝑥
3.5.3 Proses Pengomposan
Teknik pengomposan pada penelitian ini menggunakan rotary drum
composter. Langkah-langkah pengomposan sebagai berikut
1. Sampah daun dicacah untuk memperkecil ukuran kompos dengan ukuran
2cm-5cm, untuk mempercepat proses dekomposisi. Pencacahan dilakukan
menggunakan mesin pencacah. Hasil cacahan dicampur dengan sampah
sisa makanan (tanpa tulang dan duri) kemudian ditambahkan bulking
agent. Penambahan bulking agent dilakukan pada komposter 2
dikarenakan untuk variasi antara komposter 1 dan komposter 2. Masukkan
komposisi sampah yang sudah dicampur ke rotary drum composter.
2. Menambahkan MoL nasi sebagai bioaktivator untuk mempercepat
pengomposan.
28
3. Untuk mendapatkan campuran yang homogen dilakukan pengadukan
setiap hari selama 15 menit tiap pagi, siang dan sore (Sriharti & Salim,
2008). Pengadukan atau pembalikan kompos juga bertujuan untuk supplai
udara dan homogenisasi adonan kompos.
4. Pengecekan pH, suhu, kadar air, dan rasio C/N
5. Pengamatan kualitas fisik kompos seperti bau, tekstur, dan warna kompos.
3.5.4 Pengukuran pH, Suhu, Kadar Air, dan rasio C/N
Penelitian ini memerlukan kontrol pH, suhu, kadar air, dan Rasio C/N
untuk mengecek pengaruhnya terhadap pengomposan.
Pengukuran Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer. Suhu kompos
diukur setiap hari di bagian tengah kompos. Hasil pengukuran suhu
menjadi suhu harian.
Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan setiap hari menggunakan pH meter.
Adanya variasi pH selama pengomposan menunjukan lancar
tidaknya proses dekomposisi. Sebelum pH meter digunakan, harus
di standarisasi dulu dengan menggunakan larutan buffer pH 7 atau
pH 4. Setelah itu, sebanyak 10 gram sampel dicampur dengan 50
ml air aquades kemudian dilakukan pengukuran pH dan diamkan
beberapa saat untuk pembacaan yang stabil.
Pengukuran kadar air
Perhitungan kadar air dilakukan sebelum mendesain alat kompos
untuk menentukan kadar air awal pada sampah yang akan
dikomposting. Perhitungan kadar air juga dilakukan pada saat
proses pengomposan. Penentuan kadar air dari tumpukan kompos
mengacu pada penentuan kadar air cara pemanasan menggunakan
oven (AOAC, 1990) pengamatan kadar ini dilakukan tiap 2 hari
sekali. Kadar air menjadi kunci penting dalam pengomposan.
Kadar air dapat dipengaruhi oleh suhu kompos, apabila suhu mulai
meningkat kadar air akan berkurang. Sebanyak 2 gram sampel
29
ditimbang dalam wadah yang telah diketahui berat keringnya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C selama 2
jam, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Pengukuran C-Organik
Kandungan C-organik dianalisis dengan menggunakan metode Titrasi.
Analisis ini dilakukan pada awal sebelum pengomposan (feedstock). Cara
kerja pengukuran C-Organik sebagai berikut:
1) Menimbang 0,1 gram sampel yang telah dihaluskn ( catat hingga 4
angka dibelakang koma), kemudian dimasukkan ke-dalam labu ukur
100 mL
2) Menambahkan 2 mL asam kromat CrO3 10 N dan 4 mL asam sulfat
(teknis/p.a) kocok dan biarkan dingin.
3) Menambahkan aquadest ± 25 mL, lalu dikocok dan dibiarkan sampai
dingin.
4) Menghimpitkan larutan hingga tanda batas dan dikocok hingga
homogeny. Larutan dibiarkan mengendap selama 2 jam.
5) Memipet 10 mL larutan sampel jernih (pisahkan dari endapan) lalu
dimasukkan kedalam erlenemenyer 100 mL
6) Menambahkan 1 mL asam orthphospat dan 4 tetes indikator ferroin.
7) Menitrasi menggunakan larutan FeSO4 0,2 N hingga timbul warna
merah bata. Kemudian catat volume titrasi sampel.
8) Melakukan pengerjaan blanko.
Perhitungan C-Orgnik sebagai berikut:
C-organik (%) = 𝑉.𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑁 𝐹𝑒𝑆𝑂4 𝑥 3,596 .......................
(3.6)
𝑊 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Pengukuran N-total
Kandungan N-total pada bahan kompos akandianalisis dengan
menggunakan Metode Semi-Mikro Kjeldahl. Pengukuran ini dilakukan
pada awal sebelum pengomposan (feedstock).
1) Sebanyak 1 g sampel ditempatkan dalam labu semi-mikro Kjeldahl
100 ml, kemudian ditambahkan 5ml larutan asam sulfat salisilat dan
dibiarkan selama beberapa jam pada suhu ruangan.
30
2) Setelah itu labu dipanaskan dalam dengan alat pemanas sampai
berhenti berbuih. Kemudian labu didinginkan dan ditambahkan 1,1 g
campuran katalis. Labu diletakkan di atas alat pemanas, panas
ditingkatkan hingga proses perombakan selesai dan campuran dalam
labu mendidih secara perlahan-lahan selama 5 jam.
3) Suhu pemanasan selama pendidihan ini diatur sehingga asam sulfat
mengkondensasi kira-kira sampai sepertiga bagian atas leher labu
Setelah perombakan selesai, labu dibiarkan dingin dan ditambahkan
10 ml air destilat
4) Kemudian diaduk secara perlahan hingga padatan berubah menjadi
suspensi dan labu dibiarkan menjadi dingin.
5) Sampai tahap ini, labu ditutup untuk dilakukan destilasi.Peralatan
destilasi disiapkan dengan pemanasan generator uap sampai mendidih.
6) Cairan dari labu destilasi ditransfer dan labu pengurai dibilas dengan
air destilat (5 mL) sebanyak 2 kali dan air bilasannya ditransfer ke
labu destilasi. Labu dihubungkan ke peralatan destilasi uap, sistem
destilasi uap ditutup, dan kemudian diletakkan sebuah erlenmeyer 100
ml yang berisi 25 mL asam borat dibawah kondensor.
7) Kemudian ditambahkan NaOH 40% sebanyak 20 ml dengan
menggunakan corong dan dialirkan secara perlahan ke dalam labu
destilat. Generator uap dihentikan ketika larutan destilat mencapai
kira-kira 40 ml. Ujung tabung destilasi dibilas dan labu erlenmeyer
yang mengandung bahan destilat diambil.
8) Titrasi larutan destilat dengan HCL 0,025 N standar dengan
menggunakan buret. Perubahan warna pada titik akhir adalah dari
hijau menjadi merah jambu. Perhitungannya menggunakan rumus:
%𝑁 = 𝑁 𝑥 𝑚𝑙 𝑥 14
x 100. .................................................. (3.7) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
Pengukuran Rasio C/N
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik
menjadi nilai rasio C/N tanah. Pengukuran rasio C/N dilakukan pada hari
0, 14, 21, dan 28 (akhir pengomposan). Pada minggu kedua
31
pengomposan, suhu perlahan meningkat sehingga proses dekomposisi
menjadi cepat namun kompos kehilangan karbon sehingga diperlukan
bulking agent. Pengukuran rasio C/N dilakukan dengan menghitung
perbandingan nilai total C-organik dan Nitrogen-Total yang diperoleh
dari data analisis:
Rasio C/N = 𝑁 𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶−𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 ........................................................................
(3.8)
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑁−𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3.5.5 Pengamatan Kualitas Fisik Kompos (Warna dan Tekstur)
1. Warna
Pengamatan warna tumpukan kompos mengacu pada penampakan
visual dan foto menggunakan kamera agar foto yang dihasilkan
kontras.
Untuk pengamatan bau, kompos yang sudah matang adalah berbau
seperti tanah. Bau dapat disebabkan oleh;
1. Kekurangan oksigen, maka solusinya aerasi ditambahkan sesering
mungkin.
2. Rasio C/N rendah, maka ditambahkan bahan yang mengandung
karbon.
3. Kadar air tinggi, maka diperlukan supplai oksigen seperti
pembalikan dan pengadukan juga dapat dikeringkan.
2. Tekstur
Pengamatan tekstur dilakukan untuk melihat kondisi tektur kompos
yang telah matang dan siap digunakan. Tekstur kompos yang baik
berbentuk remah (seperti tanah). Pengamatan bau, warna, dan tekstur
kompos sesuai dengan SNI-19-7030-2004.
3.6 Analisa Data
Analisis data dilakukan berdasarkan pengukuran pH, suhu, kadar
air, rasio C/N serta pengamatan fisik kompos secara visual. Hasil
pengukuran diplotkan pada grafik untuk menggambarkan proses yang
terjadi. Pembahasan akan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian
sebelumnya melalui artikel dan literature tentang komposting. Penentuan
32
hasil kompos dibandingkan dengan persyaratan kompos berdasarkan SNI
19-7030-2004.
3.7 Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian yang telah dilakukan.
Pada bagian ini, dapat diketahui hasil analisis pH, suhu, kadar air, dan
rasio C/N pada kompos yang menggunakan metode rotary drum
composter dengan penambahan MoL dan serbuk kayu. Selain kesimpulan,
terdapat saran yang membangun untuk kelanjutan penelitian ini.
33
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Desain Komposter
Rotary Drum Composter yang digunakan berkapasitas volume 120 liter
berbahan plastik dengan kerangka penyangga yang terbuat dari besi. Pedal
pengaduk menggunakan bahan besi dilapisi dengan bahan karet agar tidak
kasar sewaktu digunakan untuk memutar drum dengan manual. Di bagian
bawah drum terdapat wadah untuk menampung lindi dari plastik. Desain
Rotary Drum Composter dapat dilihat di Lampiran D. Perhitungan penentuan
volume drum dan komposisi masing-masing komposter juga dapat dilihat di
Lampiran A. Hasil Rotary Drum Composter yang telah dibuat dapat dilihat
pada Gambar 4.1
Gambar 4. 1 Rotary Drum Composter
Alat Rotary Drum Composter disusun secara vertikal. Tujuannya adalah untuk
efisiensi tempat sehingga tidak memerlukan lahan yang luas. Tinggi alat
disesuaikan dengan kondisi operator dengan memperhatikan aspek ergonomic
nya. Ventilasi udara dibuat dengan ukuran 4x4 cm dengan jarak sekitar 5 cm
untuk tiap ventilator. Semakin banyak ventilasi udara, aerasi kompos semakin
bagus.
34
4.2 Feedstock Kompos
Feedstock kompos dari penelitian ini terdiri dari beberapa bahan campuran
seperti sampah sisa makanan, sampah daun, dan serbuk kayu.
4.2.1 Sampah Daun
Sampah daun diperoleh dari daun daun yang berserakan di sekitar kampus.
Kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam wadah trashbag sesuai dengan
massa yang dibutuhkan untuk pengomposan. Daun daun yang telah
terkumpul lalu dicacah hingga berukuran 1 – 2 cm menggunakan mesin
pencacah. Salah satu faktor yang dapat mempercepat pengomposan adalah
ukuran partikel. Ukuran partikel dapat menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Sehingga, untuk meningkatkan meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran bahan tersebut.
Permukaan area yang lebih luas, akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan yang akan menyebabkan proses dekomposisi berjalan lebih
cepat (Yenie dan Komalasari, 2011)
4.2.2 Sampah Sisa Makanan
Dalam penelitian ini, sampah sisa makanan menjadi bahan campuran utama.
Sampah sisa makanan diperoleh dari kantin PPNS dan warung sekitar
PPNS. Sampah tersebut kemudian dipilah dari kemasan plastik, bungkus
kertas, dan sejenisnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
pencampuran bahan kompos yang tidak diinginkan.
4.2.3 Serbuk Kayu
Serbuk kayu untuk pengomposan diperoleh dari bengkel kayu PPNS,
dimana serbuk kayu yang dihasilkan telah dikumpulkan dalam satu wadah.
Serbuk kayu digunakan sebagai bahan campuran kompos karena bersifat
sebagai bulking agent atau penggembur kompos. Fungsi bulking agent
adalah menyediakan struktur pendukung bagi tumpukan bahan,
menyediakan pori udara diantara partikel, meningkatkan ukuran ruang pori,
dan memudahkan pergerakan udara melewati campuran bahan. Sehingga
proses pengomposan lebih cepat (Joko dkk, 2010). Selain itu, rasio C/N
35
serbuk kayu yang tinggi mampu mengimbangi proses pengomposan antara
sampah daun dan sampah makanan.
4.3 Proses Pengomposan
Proses pengomposan dilakukan di rumah kompos PPNS. Pengomposan
menggunakan Rotary Drum Composter susun 2. Penyusunan komposter
menjadi 2 tingkat bertujuan untuk efisiensi tempat atau lahan untuk
pengomposan dengan kapasitas masing-masing drum komposter sebanyak
120 Liter. Sebelum melakukan pengomposan, mula-mula diketahui rasio C/N
tiap feedstock kompos. Rasio C/N feedstock dapat dilihat di Bab 3. Setelah
perhitungan rasio C/N sudah diketahui dan ditetapkan komposisinya,
feedstock kompos dikumpulkan menjadi satu. Untuk sampah daun harus
dicacah terlebih dahulu. Pencacahan dilakukan menggunakan mesin
pencacah. Untuk sampah makanan, dilakukan pemilahan agar tidak tercampur
dengan kemasan plastik ataupun bungkus kertas. Feedstock yang sudah esuai
dengan komposisi kemudian di masukkan ke dalam masing-masing
komposter. Masing-masing komposisi ditambahkan MoL nasi basi yang
berfungsi sebagai starter. Adapun ketentuan penambahan mol telah
dijelaskan dalam Lampiran A. Setelah semua feedstock masuk ke dalam
komposter, dilakukan pengadukan selama 3 kali pada waktu pagi, siang dan
sore selama 15 menit. Tujuan pengadukan adalah agar sirkulasi udara dalam
komposter tetap terjaga hal ini berkaitan dengan sistem pengomposan secara
aerobik dan homogen.
4.4 Pengamatan Kompos
Pengomposan dilakukan selama 1 bulan. Dalam kurun waktu 1 bulan,
beberapa parameter yang harus diamati adalah suhu, pH, kadar air, dan rasio C/N.
4.4.1 Suhu
Salah satu indikator penting dalam menentukan keberhasilan
proses pengomposan adalah suhu. Suhu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan. Suhu yang tinggi dihasilkan dari
aktivitas mikroba. Semakin tinggi aktivitas mikroba, dekomposisi kompos
36
semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Triviana, L dan
Pradhana, (2017) bahwa peningkatan suhu terjadi karena adanya konsumsi
oksigen oleh mikroba dekomposer. Suhu semakin tinggi, konsumsi
oksigen makin banyak dan proses dekomposisi makin cepat. Aktivitas
mikroorganisme diawali dengan fase mesophilik (penghangatan suhu
kompos), dimana aktifitas mikroba mesofilik dalam proses penguraian
akan menghasilkan panas dengan mengeluarkan CO2 dan mengambil O2
dalam tumpukan kompos sampai mencapai suhu maksimum (Isroi &
Yuliarti, 2009). Kemudian terjadi fase termofilik (pemanasan), dimana
suhu yang terjadi dalam rentang 45 – 650C berguna untuk membunuh
mikroorganisme yang bersifat pathogen atau parasit. Selanjutnya fase
curing state (pendinginan kompos), dimana terjadi penurunan suhu
kompos sampai sama dengan suhu ruangan. Selama tahap pendinginan,
proses penguapan air dan stabilisasi pH masih berlangsung hingga kompos
benar-benar matang (Triviana & Pradhana, 2017). Pengukuran suhu
dilakukan setiap hari selama 1 bulan. Pengukuran suhu dilakukan di
bagian tengah kompos pada 11.30-12.30. Berdasarkan Gambar 4.1, suhu
awal pengomposan pada hari 1 untuk masing-masing komposter 1 dan 2
adalah 320C dan 330C. Suhu pada awal pengomposan termasuk dalam fase
mesophilik dimana suhu yang dicapai adalah 25-400C (Habibi, 2009).
Setelah hari ke 1, temperatur kompos pada kedua komposter naik menjadi
440C untuk komposter 1 dan 420C untuk komposter 2. Kenaikan suhu
pada hari ke-2 termasuk dalam fase termofilik. Fase termofilik adalah fase
dengan suhu 35-650C (Habibi, 2009). Pada Gambar 4.2, menunjukkan
adanya kenaikan pada 7 hari pertama.
37
Gambar 4.2 Kurva Suhu Kompos
Suhu maksimal yang dicapai pada pengomposan selama 10 hari
pengomposan terjadi pada hari ke 7 yakni sebesar 610C untuk komposter 1
dan 580C untuk komposter 2. Pada saat suhu mencapai puncak, mikroba
aktif menguraikan bahan organik. Mikroorganisme dalam kompos
menggunakan oksigen untuk mengurai bahan organik menjadi CO2, uap
air, dan panas Kemudian suhu berangsur-angsur mulai menurun pada hari
ke 10 yaitu sebesar 470C untuk komposter 1 dan pada hari ke 9 sebesar
430C untuk komposter 2. Suhu berangsur-angsur menurun hingga pada
hari ke 13, dan menunjukkan angka yang stabil sebesar 31-330C.
Sedangkan untuk komposter 2, suhu mulai stabil pada hari ke 10 sebesar
34-350C. Masing-masing kompos mulai mencapai suhu normal seperti
tanah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yulianto (2009) bahwa
setelah sebagian besar bahan terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti
tanah.
4.4.2 pH
Pengukuran pH dilakukan setiap hari menggunakan pHmeter sampai
hari ke-30 pada jam 11.30-12.30 (waktu istirahat) pada hari 1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Hari ke-
10
0
Komposter 2 20
Komposter 1 30
Suhu Ruang
70 60
50
40 su
hu
0C
38
4
pengomposan, pH kedua komposter mencapai pH masing masing 5,6
untuk komposter 1 dan 4,7 pH untuk komposter 2. Pada awal proses
pengomposan, pH pada kedua kompos tersebut kurang dari 6. Nilai pH
yang rendah menunjukkan terjadinya pembentukan asam organik dan
amonia dari proses degradasi bahan organik (Rohim & Bagastyo, 2016).
Menurut Habibi (2009) jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan
pemberian kapur, namun sebenarnya dengan cara membolak-balikkan
bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan
kondisi pH tetap pada titik netral. Selama proses pengomposan, untuk
mempertahankan pH hanya dengan membolak-balikkan bahan kompos
secara rutin pagi siang sore selama 15 menit. Pada awal pengomposan,
terjadi pelepaan asam pada feedstock kompos sehingga terjadi penurunan
pH. Penurunan ini disebabkan oleh aktivitas sejumlah mikroorganisme
dalam menguraikan bahan organik menjadi asam organik sederhana
(Syafrudin, 2007). Kemudian terjadi produksi ammonia dari senyawa
senyawa yang mengandung nitrogen sehingga dapat meningkatkan pH
(Yenie & Komalasari, 2011). Ammonia yang terbentuk mengalami
proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi biasanya berlangsung antara pH 5.5
sampai pH 10 dengan pH optimum sekitar 8.5. Reaksi kimia yang terjadi
pada proses nitrifikasi adalah sebagai berikut
NH3 + H2O NH + + OH-
Peningkatan pH mulai terjadi pada hari ke-13 untuk komposter 1
sebesar 6,1 dan hari ke-10 untuk komposter 2 sebesar 7,1. Hasil akhir yang
dicapai untuk masing-masing komposter dalam proses pengomposan
aerobik berkisar pada pH netral (6-7,49). Sehingga pH masing-masing
komposter masih dalam kategori pH yang ideal. Pada hari terakhir
pengomposan, pH masing-masing komposter telah mencapai 7,40 dan
masih sesuai dengan SNI 19-7030-2004 (Lampiran E). Perubahan pH
dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.
39
Gambar 4.3 Kurva pH Kompos
4.4.3 Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan setiap 2 hari sekali menggunakan metode
gravimetri. Pada awal pengomposan, kadar air mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena terjadi peningkatan suhu pada kompos sehingga terjadi
penguapan yang mengurangi kadar air dari kompos. Selama proses pengomposan,
dilakukan pengeringan pada minggu ke 2 pada hari ke-7 pengecekan kadar air.
Pengeringan dilakukan karena pada komposter 1 mengalami kenaikan kadar air,
dari yang semula 54,70% menjadi 56,85%. Meningkatnya kadar air kemungkinan
disebabkan karena pengadukan yang tidak merata pada rotary drum composter.
Proses pengeringan berlangsung selama 2 jam di bawah terik matahari.
Proses pengeringan dapat mengurangi kadar air yang terkandung. Kadar air
kompos pada kedua komposter hampir mendekati nilai maksimum kadar air
kompos sebesar 50%. Selama kadar air tidak melebihi dari 50%, maka tidak
diperlukan pengeringan. Jika lebih, maka diperlukan pengeringan agar kadar air
tetap terjaga. Selain itu, kadar air yang berlebih dapat menyebabkan unsur hara
yang terkandung dalam kompos tercuci, volume udara berkurang dan akan
menyebabkan fermentasi anaerobic sehingga menimbulkan bau tidak sedap
(Yenie dan Komalasari, 2011).
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Hari Ke-
1.0
0.0
SNI 19-7030-2004 2.0
Komposter 2 3.0
Komposter 1
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0 pH
40
Kadar air kompos telah mencapai kurang dari 50% yaitu sebesar 48,60%
untuk komposter 1 dan 46,70 % untuk komposter 2. Penyusutan massa kompos
seiring dengan kematangan kompos. Menurut Isroi (2008), penyusutan kompos
berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih sedikit. proses
pengomposan belum selesai dan kompos belum matang. Penyusutan komposter 1
dan 2 mencapai 80% dan 90,7%. Penyusutan tersebut melebihi persentase
penyusutan kompos matang. Pengadukan rutin menjadi faktor pentingnya aerasi
pada pengomposan sehingga dapat berjalan dengan baik. Grafik analisis kadar air
dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Kurva Kadar Air Kompos
4.4.4 Analisis Rasio C/N
Rasio C/N merupakan aspek penting dalam proses pengomposan.
Proses pendegradasian yang terjadi dalam pengomposan membutuhkan
bahan yang mengandung karbon organik (C) untuk pemenuhan energi dan
pertumbuhan, dan nitrogen (N) untuk pemenuhan protein sebagai zat
pembangun sel metabolisme. Menurut SNI 19-7030-2004, rasio C/N yang
optimum berkisar antara 10-20. Apabila nilai C/N yang dihasilkan terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga
dekomposisi berjalan lambat (Isroi, 2008). Sedangkan rasio C/N yang
70.00
60.00
50.00
40.00 Komposter 1
30.00 Komposter 2
20.00 SNI 19-7030-2004
10.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
(2 hari sekali selama 1 bulan)
Kad
ar A
ir (
%)
41
rendah dalam bahan kompos menunjukkan bahwa terdapat kandungan
nitrogen yang tinggi untuk pertumbuhan mikroorganisme. Nitrogen
merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam tanah yang
berperan penting dalam proses pelapukan bahan organik sehingga dapat
mempercepat proses penguraian kompos (Asri dkk, 2017). Hasil analisis
rasio C/N pada minggu ke-1 untuk masing-masing komposter 1 dan 2
sebesar 14,76:1 dan 14.95:1. Nilai rasio C/N tersebut telah memenuhi
syarat untuk rasio C/N yang sesuai SNI 19-7030-2004. Kemudian, pada
minggu ke-2 rasio C/N yang dihasilkan pada tiap-tiap komposter sebesar
15,42:1 dan 16,38:1. Kemudian, hasil rasio C/N pada minggu ke-3 untuk tiap-
tiap komposter sebesar 14,95:1 dan 16,05:1. Rasio C/N pada minggu ke-3
mengalami penurunan dikarenakan proses dekomposisi mikroorganisme
selama proses pengomposan. Pada Gambar 4.4, menunjukkan perubahan
nilai C/N selama proses komposting. Dari gambar tersebut, grafik yang
dihasilkan masih sesuai dengan SNI-19- 7030-2004 yaitu direntang 10-20.
Berdasarkan pengamatan fisik kompos, masing masing kompos berwarna
coklat kehitaman, tekstur yang remah dan tidak menggumpal. Perubahan
rasio C/N setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Kurva Rasio C/N Kompos
25.00
20.00
15.00
Rasio C/N (Komposter 1)
Rasio C/N (Komposter 2
10.00 SNI 19-7030-2004 (10)
5.00 SNI 19-7030-2004 (20)
0.00
1 2
Minggu ke-
3
Ras
io C
/N
42
4.5 Pengaruh Penambahan Mol Nasi
Mol nasi basi berperan sebagai bioaktivatior. Fungsi bioaktivator
adalah mempercepat proses pengomposan. Saat pengomposan, dilakukan
penambahan bioaktivator untuk masing-masing komposter dengan
volume yang bebeda sesuai dengan kebutuhan. Perhitungan untuk volume
mol nasi basi yang ditambahkan dapat dilihat di Bab 3. Penambahan
bioaktivator mampu mempercepat pengomposan untuk masing-masing
komposter 1 dan 2 yaitu pada hari ke-15 dan 3 hari lebih cepat dari
komposter 1. Dimana pada hari tersebut, suhu kompos relatif stabil dan
mendekati seperti suhu awal saat pengomposan.
Pada penelitian sebelumnya, penggunaan Rotary Drum composter sudah
pernah dilakukan. Penelitian Kalamhad dan Kazmi (2009) menyatakan bahwa,
pengomposan dilakukan menggunakan Rotary Drum Composter mampu
mencapai 20 hari pengomposan dengan penambahan kotoran sapi sebagai
starternya untuk proses pengomposannya. Penelitian lainya yaitu penelitian
Sriharti, Salim. T (2005), menyebutkan bahwa pengomposan aerobik mampu
mencapai waktu 19 hari pengomposan dengan penambahan EM4. Dari kedua
penelitian tersebut, penambahan mol nasi terbukti mampu mempercepat proses
pengomposan dengan metode Rotary Drum Composter.
4.6 Pengaruh Penambahan Serbuk Kayu
Serbuk kayu berfungsi sebagai bulking agent. Fungsi bulking agent
adalah sebagai penggembur mengatur kelembaban dengan menyerap
kelebihan air dalam bahan kompos (Simamora dan Salundik, 2006). Saat
penelitian terdapat penambahan bulking agent berupa serbuk kayu pada
komposter 2. Pada komposter 2, komposisi makanan lebih banyak
daripada komposter 1. Sehingga kadar air pada komposter cenderung
lebih banyak. Namun pengomposan menjadi lebih cepat jika ditambahkan
bulking agent serbuk kayu. Hasil pengomposan jika ditambahkan dengan
serbuk kayu, memerlukan 3 hari lebih cepat dari waktu pengomposan
komposter 1. Hal tersebut dilihat dari segala aspek baik suhu, pH, kadar
air, rasio C/N dan tekstur komposnya.
43
4.7 Mutu Hasil Kompos
Strutur fisik dan karakteristik produk komposting menjadi salah satu
indikator keberhasilan dalam proses pengomposan. Struktur fisik dan karakteristik
kompos dapat diketahui dari penampakan warna, tekstur dan bau. Berdasarkan
penelitian ini, parameter pH, suhu, kadar air dan rasio C/N sudah mencapai
standar yang ditetapkan yaitu SNI 19-7030-2004. Kematangan kompos tercapai
apabila C/N - rasio mempunyai nilai 10 - 20, suhu sesuai dengan suhu air tanah,
kompos bewarna kehitaman dan tekstur seperti tanah dan berbau tanah. Pada
komposter 1 dan 2, semua kompos yang terbentuk sudah seperti tanah.
44
Halaman ini sengaja dikosongkan
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, maka ada beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah dilakukan pengukuran densitas untuk feedstock kompos, dimensi
Rotary Drum Composter sebesar 80 cm x 50 cm. Desain yang dilakukan
berbentuk Rotary Drum Composter dengan kapasitas masing-masing 120 L.
2. Sesuai hasil pengamatan, suhu, pH, kadar air, rasio C/N pada setiap komposter
1 sebesar 310C; 7,4 ; 48,60% dan 14,95. Sedangkan suhu, pH, kadar air, dan
rasio C/N untuk komposter 2 sebesar 320C ; 7,4 ; 46,70% dan 16,05.
3. Pengomposan yang dilakukan mengggunakan metode Rotary Drum Composter
dengan penambahan MoL nasi basi menghasilkan kompos dengan waktu 15
hari (pada minggu ke-3) dan mempunyai karakteristik kompos sesuai dengan
SNI 19-7030-2004..
4. Pengomposan yang dilakukan dengan penambahan serbuk kayu dan MoL nasi
basi dapat menghasilkan kompos 3 hari lebih cepat dari komposter 1 dan
mempunyai karakteristik kompos sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Kompos
yang terbentuk mempunyai suhu 340C; pH 7,4; kadar air 46,70% dan rasio C/N
16,05.
5.2 Saran
Saran untuk penelitian ini adalah:
1. Penelitian dapat dilanjutkan dengan mengganti sistem pengadukan manual
menjadi sistem pengadukan mekanik (menggunakan motor) yang ramah
lingkungan.
2. Penelitian dapat dilanjutkan dengan menambah variasi jenis sampah untuk
pengomposan serta penambahan MoL yang berbeda.
3. Penelitian dapat dilanjutkan beserta pengolahan lindi yang dihasilkan dari
proses pengomposan.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Agricultural, Ministry. (1998). BC Agricultural Composting Handbook. In
Composting Factsheet. British Columbia: Resource Managment Branch.
Aminah, S., Sudarno, & Purwono. (2017). Pengaruh Aerasi Terhadap
Karakterisitik Lindi Hasil Pengolahan Sampah Organik Secara
Biodrying (Studi Kasus): Sayuran Kangkung). Jurnal teknik
Lingkungan.
AOAC. (1990). Official methods of analysis of the AOAC, 15th ed. Arlington,
VA, USA.: Association of Official Analytical Chemists.
Asri, Dian.,Ganjar Samudro & Sri Sumiyati. (2017). Pengaruh Kadar Air
Terhadap Proses Pengomposan Sampah Organik Dengan Metode
Takakura. Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017
Djuarnani, N., Kristian, & Susilo, B. (2005). Cara Cepat Membuat Kompos.
Depok: PT. Agromedia Pustaka.
Damanhuri, E. (2010) Diktat Pengelolaan Sampah. Teknik Lingkungan ITB.
Bandung
Fadhilah, A., Sugianto, H., Hadi, K., Firmandhani, W. S., Murtini, W. T., &
Pandelaki, E. E. (2011). Kajian Pengolahan sampah Kampus Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Modul.
Habibi. (2009). Pembuatan Pupuk Kompos Dari Limbah Rumah Tangga.
Bandung: Penerbit Titian Ilmu.
Immanuel, Hartopo,. (2013). Food Waste Management Approach in Selected
Family Restaurant. Journal of Management Studies.
Isroi (2008). Kompos. Makalah Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia.
Isroi & Yuliarti. (2009). Kompos Cara Mudah, Murah Dan Cepat
Menghasilkan Kompos. Yogyakarta: Lily.
Joko Nugroho, W.K., Nur Sigit Bintoro, & Tri Nurkayanti. (2010). Pengaruh
Variasi Jumlah dan Jenis Bulking Agent Pada Pengomposan Limbah
Organik Sayuran Dengan Komposter Mini. Prosiding Seminar
Nasional Perteta. Purwokerto
Kalamdhad & Kazmi. (2009). Rotary Drum Composting of Different Organic
48
Waste Mixture. Waste and Manegement Research, 129-137.
Khoirunnisa, R., Ashari, L. M., & Setiani, V. (2018). Pengukuran Timbulan,
Densitas, Komposisi dan Kadar Air Limbah Padat Non B3 di PPNS.
Confrence Proceeding on waste Treatment Technology. Surabaya.
Lestari, N. (2015). Studi Tentang Kepedulian Sampah Dalam Pengelolaan
Sampah di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota
Bekasi. In P. S. Jakarta, Skripsi. Jakarta.
Mirmanto. (2008). Nilai Kalor Sampah Hasil Produksi Kota Mataram.
Mataram.
Mogle, U. P., Naikwade, P., & Patil, D. S. (2013). Residual effect of Organic
Manure on Growth and Yield of Vigna Unguiculata, Walp and
Lablab Purpureus L. India
Mulyono. (2016). Membuat Mikroorganisme Lokal (MOL) dan Kompos dari
Sampah Rumah Tangga. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Parfitt, J., Barthel, M., d & Macnaughton, S. (2010). Food Waste Within Food
Supply Chains: Quantification and Potential for Change.
Philosophical Transaction of The Royal Society Biological Science.
Rohim, M., & Bagastyo, A. Y. (2016). Penambahan Bulking Agent untuk
Meningkatkan Kualitas Kompos Sampah Sayur dengan Variasi
Metode Pengomposan. JURNAL TEKNIK ITS, Vol.5 No.2.
Rosmarkan, A., & Yuwono, N. W. (2002). Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisus.
Royaeni, Pujiono, & Pudjowati, D. T. (2014). Pengaruh PEnggunaan
Bioaktivator Mol Nasi da Mol Tapai Terhadap Lama Waktu
Pengomposan Sampah Organik Pada Tingkat Rumah Tangga. Visikes
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 1-9.
Setiawan. (2010). Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya.
Simamora, S., dan Salundik. (2006). Meningkatkan Kualitas Kompos.
Agromedia Pustaka
Sriharti, & Salim, T. (2008). Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan
Kompos menggunakan Komposter Rotary Drum. Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna.
49
Sriyundiyati, N. P., Supriadi, & Nuryanti, S. (2013). Pemanfaatan Nasi Basi
sebagai Pupuk Organik Cair dan Aplikasinya Untuk Pemupukan
Tanaman bunga Kerta Orange (Bougenvillea spectabilis). J. akad.
Kim, 187-195.
Suhastyo, & Asriyanti, A. (2011). Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia
Mikroorganisme Lokal yang Digunakan pada Budidaya Padi Metode
SRI ( System of Rice). In Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sutanto, R. (2002). Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.
Syafrudin, Badrus Zaman .2007. Pengomposan Limbah Teh Hitam Dengan
Penambahan Kotoran Kambing Pada Variasi Yang Berbeda Dengan
Menggunakan Starter EM4 (Effective Microorganism 4), Teknik
28(2):125-131.
Tchobanoglous. (1993). Intefrated Waste solid Managemen: Enginering
Principal and Management Issues. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Triviana, L., & Pradhana, A. Y. (2017). Optimalisasi Waktu Pengomposan dan
Kualitas Pupuk Kandang dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut
Kelapa dengan Bioaktivator Promi dan Orgadec. Jurnal Sain
Veteriner.
Undang-Undang No 18 Tahun 2008. Tentang Pengolahan Sampah.
Wahyono, S., Sahwan, F. L., & Suryanto, F. (2008). Membuat Pupuk Organik
Granul Dari Aneka Limbah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Yenie, E., & Komalasari. (2011). Pembuatan Kompos Dari Sampah Sayuran
Parameter Dan Waktu Pembalikan. Prosiding SNTK TOPI . Pekanbaru.
50
Halaman ini sengaja dikosongkan
51
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN VARIASI
KOMPOSTING
52
Halaman ini sengaja dikosongkan
53
A). Perhitungan Variasi Komposting
Data Analisis Ultimate sampah
Feedstock C-Organik
(%) N (%) C/N Kadar air
Sampah sisa
makanan 3,07 0,29 10,58 41,48
Sampah
daun 26,97 1,10 24,49
33,34
Serbuk
kayu 58,16 0,68 85,05
8,01
(sumber: Analisis Penulis, 2019)
Perhitungan untuk 1 kg sampah makanan
Kandungan air = massa x kadar air
= 1 x 41,48%
= 0,4148
Berat kering = 1- kandungan air
= 1- 0,4148
= 0,5852
N = berat kering x %N
= 0,5852 x 0,29%
= 0,0017
C = rasio C/N x %N
54
Halaman ini sengaja dikosongkan
55
= 10,58 x 0,0017
= 0,0180
Perhitungan untuk 1 kg sampah daun
Kandungan air = massa x kadar air
= 1 x 33,34%
= 0,3334
Berat kering = 1- kandungan air
= 1- 0,3334
= 0,6666
N = berat kering x %N
= 0,6666 x 1,10%
= 0,0073
C = rasio C/N x %N
= 24,49 x 0,0073
= 0,1796
Perhitungan untuk 1 kg serbuk kayu
Kandungan air = massa x kadar air
= 1 x 8,01%
= 0,0801
Berat kering = 1- kandungan air
= 1- 0,0801
= 0, 9199
N = berat kering x %N
= 0, 9199 x 0,68%
= 0,0063
C = rasio C/N x %N
56
57
= 85,05 x 0,0063
= 0,5320
Setelah dilakukan perhitungan tersebut, kemudian menentukan komposisi
komposter sebagai berikut:
Komposisi Komposter 1
Sampah daun + sampah makanan
Rasio C/N kompos ideal = 10-20
Penelitian ini menggunakan rasio C/N 20
C/N = 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛)
𝑁( 1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝑁 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛)
20 = (0,1796)+𝑥 (0,0180)
( 0,0073)+𝑥 (0,0017)
20 = 0,1796+𝑥 (0,0180) 0,0073+𝑥 (0,0017)
20 ( 0,0073 + 0,0017x) = 0,1796 + 0,0180x
0,1467+0,0339x = 0,1796 + 0,0180x
0,0160x = 0,0329
X = 2,06
X = sampah sisa makanan
Jadi untuk 1 kg sampah daun ditambahkan 2,06 kg sampah makanan
Persentase sampah makanan = 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 x 100% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
= 2,06
3,06 𝑥 100%
= 67,31%
Persentase sampah daun = 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛 x 100% = 1 x 100% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 3,06
= 32, 69%
58
Halaman ini sengaja dikosongkan
59
Komposisi Komposter 2
Sampah daun + sampah makanan + serbuk kayu
Rasio C/N kompos ideal = 10-20
Penelitian ini menggunakan rasio C/N 20
C/N= 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑘𝑎𝑦𝑢)+ 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝐶(1 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛)
𝑁( 1 𝑘𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑘𝑎𝑦𝑢)+ 𝑁 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑢𝑛)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛)
20 = (0,5320 + 0,1796 + 0,0180𝑥)
(0,0063 + 0,0073 + 0,0017𝑥)
20 (0,0136 + 0,0017x) = 0,7116 + 0,0180
0,2718 + 0,0339x = 0,7116 + 0,0180x
0,0160x = 0,4398
X = 27,51
X = sampah sisa makanan
Jadi untuk 1 kg sampah daun + 1 kg serbuk kayu ditambahkan 27,51 kg
sampah makanan
Persentase sampah makanan = 27,51 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
x 100%
= 27,51
29,51 𝑥 100%
= 93,22%
Persentase sampah daun = 1 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
x 100%
= 1
29,51 𝑥 100%
= 3,39%
Persentase serbuk kayu = 1 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
x 100%
= 1
29,51 𝑥 100% = 3,39%
60
Halaman ini sengaja dikosongkaN
61
A. Pengukuran Densitas
Pengukuran densitas dilakukan pada masing masing komposter sebagai
berikut:
Pengukuran Densitas Komposter 1
Massa sampah makanan + sampah daun = 15,3 kg
Massa kotak densitas = 4,5 kg
Massa total = massa sampah + massa kotak densitas
= 15 kg + 4.5 kg
= 19,5 kg
Volume kotak densitas = p x l x t
= 20 cm x 20 cm x 100 cm
= 4000 cm3 = 0,004 m3
Tinggi volume sampah
percobaan 1 = 11 cm
percobaan 2 = 13 cm
rata-rata = 12 cm
selisih tinggi = 100 cm – 12 cm
= 88 cm
Volume sampah yang terukur = p x l x t
= 20 Cm x 20 cm x 88 cm
= 35200cm3 / 0,0352m3
Densitas (ρ) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
= 15 𝑘𝑔
0,0352 𝑚3
= 434,66 Kg/m3
Pengukuran Densitas Komposter 2
Massa sampah makanan + sampah daun + serbuk kayu = 14,8 Kg
Massa kotak densitas = 4,5 Kg
62
Halaman ini sengaja dikosongkan
63
Massa total = massa sampah + massa kotak densitas
= 15 Kg + 4,5 Kg
= 19,5 Kg
Volume kotak densitas = p x l x t
= 20 cm x 20 cm x 100 cm
= 4000 cm3 = 0,004 m3
Tinggi volume sampah
percobaan 1 = 21cm
percobaan 2 = 24 cm
rata-rata = 22,5 cm
selisih tnggi = 100 cm – 22,5 cm
= 77,5 cm
Volume sampah yang terukur = p x l x t
= 20cm x 20cm x 77,5cm
= 31000 cm3 = 0,031 m3
Densitas (ρ) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
= 15 𝑘𝑔
0,031𝑚3
= 477,42 Kg/m3
B. Perhitungan Kapasitas Komposter
Perhitungan kapasitas komposter dilakukan supaya tidak terjadi kesalahan
pemilihan komposter. Penelitian ini menggunakan perhitungan awal
terlebih dahulu sebelum diputuskan berapa kapasitas komposter yang
dibutuhkan.
1. Mula-mula, diketahui terlebih dahulu massa jenis tiap bahan
kompos. Data massa jenis dapat dilihat pada Tabel A.1 berikut
64
Halaman ini sengaja dikosongkan
65
Tabel A. 1 Data Ultimate Sampah
Type of Waste
Density
Range
*(lb/yd3)
Typical
(lb/yd3)
Food waste
(sampah sisa
makanan)
220-810
490
Yard waste
(sampah daun) 100-380 170
(Sumber: Tchobanoglous, 1993) *konversi lb/yd3 = 0,5933 kg/m3
Rasio C/N kompos yang baik pada penelitian ini mengacu pada SNI 19-
7030-2004 yaitu rasio C/N 10-20. Penelitian ini menggunakan rasio C/N
15. Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:
1. Misal untuk 1 kg sampah sisa makanan (foodwaste)
Air = 1 kg x ( % kadar air sampah sisa makanan)
= 1 kg ( 0,70)
= 0,70 kg
Berat kering = 1 kg – 0,70 kg
= 0,30 kg
N = Berat kering x ( %N sampah sisa makanan)
= 0,30 (0,026)
= 0,0078 kg
C = Rasio C/N x %N
= 18,461 x 0,0078
= 0,1439 kg
2. Misal untuk 1 kg sampah daun (yard waste)
Air = 1 kg ( % kadar air sampah daun)
= 1 kg ( 0,60)
= 0,60 kg
Berat kering = 1 kg – 0,60 = 0,40 kg
66
Halaman ini sengaja dikosongkan
67
N = Berat kering x (% N sampah daun)
= 0,40 kg (0,034)
= 0,0136 kg
C = Rasio C/N x (%N)
= 13,529 x 0,0136)
= 0,1839 kg
Rasio C/N optimum kompos = 10-20% (SNI 19-7030-2004), penelitian ini
menggunakan rasio C/N 15.
Misal Foodwaste (FW) yang ditambahkan ke Yardwaste (YW)
C/N = 15
C/N = 15= 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑌𝑤)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝐹𝑤)
𝑁( 1 𝑘𝑔 𝑌𝑤)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝐹𝑤)
C/N = 15= 0,1839 𝑘𝑔+𝑥 (0,1439)
0,0136 𝑘𝑔+𝑥 (0,0078)
15 (0,0136 + 0,0078x) = 0,1839 + 0,1439x
0,0204 kg + 0,117 kg x = 0,1839 kg + 0,1439 kg x
0,204 kg – 0,1839 kg = 0,1439 kg x – 0,117 kg x
x = 0,747 kg
Jadi x = sampah makanan yang ditambahkan
x = 0,747 kg sampah sisa makanan / 1 kg sampah daun
Komposisi sampah daun di PPNS = 6,56 kg
Komposisi sampah sisa makanan di PPNS = 6,46 kg
Maka: 0,747 kg x 6,46 kg = 4,9kg
1 kg x 6,56 kg = 6,56 kg
Prosentase = 4,9 11.46
= 6,56
11,46
𝑥 100% = 43% (sampah sisa makanan)
𝑥 100% = 57% (sampah daun)
Misal Yardwaste (YW) yang ditambahkan ke Foodwaste (FW)
C/N = 15
68
Halaman ini sengaja dikosongkan
69
C/N = 15= 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝐹𝑤)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑌𝑤)
𝑁( 1 𝑘𝑔 𝐹𝑤)+𝑥 𝐶 (1 𝑘𝑔 𝑌𝑤)
C/N = 15= 0,1439 𝑘𝑔+𝑥 (0,1839)
0,0078 𝑘𝑔+𝑥 (0,0136)
15 (0,0078 + 0,0136x) = 0,1439 + 0,1839x
0,117 + 0,204x = 0,1439 +0,1839x
0,117 – 0,1439 = 0,1839x – 0,204x
x = 1,338
Jadi x = sampah daun yang ditambahkan
x = 1,338 kg sampah daun / 1 kg sampah sisa makanan
Komposisi sampah daun di PPNS = 6,56 kg
Komposisis sampah sisa makanan di PPNS = 6,46 kg
Maka: 1,338 kg x 6,56 kg = 8,8 kg
1 kg x 6,46 kg = 6,46 kg
Prosentase = 8,8 15,26
= 6,46
15,26
𝑥 100% = 58% (sampah daun)
𝑥 100% = 42% (sampah sisa makanan)
Maka, berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh:
Komposter 1 (K1) = sampah sisa makanan : sampah daun
= 43% : 57%
Komposter 2 (K2) = sampah daun : sampah sisa makanan
= 58% : 42%
2. Menghitung volume dari tiap sampah:
Massa jenis sampah sisa makanan= 170 lb/yd3 x 0,5933 kg/m3
= 100,861 kg/m3
Massa jenis sampah daun= 490 lb/yd3 x 0,5933 kg/m3
= 290,717 kg/m3
70
Halaman ini sengaja dikosongkan
71
Setelah menghitung massa jenis, kemudian menghitung volume tiap-tiap variasi
komposisi seperti berikut:
a. Untuk (K1) dengan komposisi:
sampah sisa makanan : sampah daun = 43% : 57%
Volume sampah sisa makanan = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠 (𝑘𝑔)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝐾𝑔/𝑚3
= 4,9 𝑘𝑔
290,717 𝑘𝑔/𝑚3
= 0,01685 m3 = 16,85 Liter
Volume sampah daun = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠 (𝑘𝑔)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝐾𝑔/𝑚3
= 6,56
100,861/𝑚3
= 0,0650 m3 = 65 Liter
Total volume sampah (K1) = V.sampah sisa makanan+V.sampah daun
= 16,8 Liter + 65 Liter
= 81,85 Liter
Jadi, volume komposter yang dibutuhkan untuk komposisi (K1) sebesar 81,85
Liter.
b. Untuk (K2) dengan komposisi
sampah daun:sampah sisa makanan = 58% : 42%
Volume sampah daun =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠 (𝑘𝑔)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝐾𝑔/𝑚3
= 8,8 𝑘𝑔
100.861 𝑘𝑔/𝑚3
= 0,0872 m3
= 87,2 Liter
Volume sampah sisa makanan = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠 (𝑘𝑔)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝐾𝑔/𝑚3
= 6,46 (𝑘𝑔)
290,717 (𝐾𝑔/𝑚3 = 22 Liter
72
Halaman ini sengaja dikosongkan
73
Total volume sampah (K2) = V.sampah daun + V.sampah sisa makanan
= 87,2 Liter + 22 Liter
= 109,2 liter
Jadi, volume komposter yang dibutuhkan untuk komposisi (K2) sebesar
109,2 Liter.
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh volume adonan kompos
(sampah) sebesar 109,2 L dengan penambahan ruang kosong untuk aerasi
sekitar 10%. Sedangkan spesifikasi volume drum di pasaran terdiri dari
120, 150, 200, dan 250 Liter. Sehingga dapat disimpulkan, volume drum
yang mendekati volume adonan kompos (81,85 Liter dan 109,2 Liter)
yang dibutuhkan adalah 120 Liter.
a). Kapasitas Komposter 1
Untuk mengetahui massa bahan kompos yang akan dimasukkan ke
dalam komposter bila telah diketahui massa jenisnya, dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Ruang Kosong = 120 L x 30% = 36 L
Jadi, untuk volume komposter yang akan diisi feedstock sebesar 84 L
Volume = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝜌
84 L = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
434,66 𝑘𝑔/𝑚3
0,084 m3 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
434,66 𝑘𝑔/𝑚3
massa = 36,5 kg
jadi, massa sampah yang dimasukkan pada komposter 1 = 36,5 kg
dengan perbandingan:
36,5 kg x 67,31% (sampah makanan) = 24,6 kg
36,5 kg x 32,69% (sampah daun) = 11,9 kg
a) Kapasitas Komposter 2
74
Halaman ini sengaja dikosongkan
75
Untuk mengetahui massa bahan kompos yang akan dimasukkan ke dalam
komposter bila telah diketahui massa jenisnya, dapat menggunakan perhitungan
sebagai berikut:
Ruang Kosong = 120 L x 70% = 36 L
Volume = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝜌
84 L = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
434,66 𝑘𝑔/𝑚3
0,084 m3 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
477,42 𝑘𝑔/𝑚3
massa = 40,1 Kg
jadi, massa sampah yang dimasukkan pada komposter 2 = 40,1 Kg
dengan perbandingan:
40,1 kg x 93,22% (sampah makanan) = 37,4 kg
40,1 kg x 3,39% (sampah daun) = 1,36 kg
40,1 kg x 3,39% (serbuk kayu) = 1,36 kg
C. Perhitungan MoL Nasi Basi yang Dibutuhkan
a. Penentuan MoL untuk Komposter 1
Massa sampah = 36,5kg =
0,5𝑘𝑔
36,5 𝑘𝑔 =
20 𝑚𝑙
𝑥
0,5kg x = 730 kg/ml
Jadi, mol yang dibutuhkan untuk komposter 1 sebanyak 1460 mL
b. Penentuan MoL untuk Komposter 2
Massa sampah = 40,1 kg
0,5 𝑘𝑔
40,1 𝑘𝑔 =
20 𝑚𝑙
𝑥
0,5 kg x = 802kg/ml
Jadi, MoL yang dibutuhkan untuk komposter 2 sebanyak 1.604 mL.
76
Halaman ini sengaja dikosongkan
77
c. Penyusutan Kompos
Penyusutan kompos diperoleh dari massa awal pengomposan – massa
akhir pengomposan.
a) Komposter 1
Massa awal = 36,5 Kg
Massa akhir pengomposan = 7,2 Kg
Massa penyusutan = massa awal- massa akhir
= 36,5 Kg- 7,2 Kg
= 29,3 Kg
Persentase penyusutan = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 x 100 % 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙
= 29,3 𝐾𝑔
𝑥 100%
36,5 𝐾𝑔
= 80%
b) Komposter 2
Massa awal = 40,1 Kg
Massa akhir pengomposan = 3,7 Kg
Massa penyusutan = massa awal- massa akhir
= 40,1 Kg – 3,7 Kg
= 36,4 Kg
Persentase penyusutan = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 x 100 % 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙
= 36,4 𝐾𝑔
40,1 𝐾𝑔 𝑥 100%
=90,7%
78
Halaman ini sengaja dikosongkan
79
LAMPIRAN B
HASIL DAN DATA UJI
80
Halaman ini sengaja dikosongkan
81
B). Hasil dan Data Uji
Tabel B. 1 Data Suhu Kompos
Hari Suhu Ruangan
(0C) Suhu Komposter 1
(0C) Suhu Komposter 2
(0C)
1 29 32 33
2 28 39 38
3 28 44 42
4 30 51 52
5 32 54 56
6 30 59 58
7 28 61 43
8 28 47 36
9 29 37 35
10 28 30 34
11 30 32 35
12 28 31 34
13 29 32 33
14 28 32 34
15 28 32 34
16 28 32 34
17 28 33 34
18 28 32 32
19 29 32 33
20 30 34 35
21 28 33 34
22 28 31 33
23 28 32 32
24 28 32 35
25 28 32 34
26 28 33 34
27 29 32 33
28 29 32 33
29 29 31 32
30 29 31 32
82
Halaman ini sengaja dikosongkan
83
Tabel B. 2 Data pH Kompos
Hari pH
Komposter
1
pH Komposter 2
SNI 19-7030-2004
1 5.61 4.71 7.49
2 4.62 4.41 7.49
3 4.64 4.45 7.49
4 4.50 4.46 7.49
5 4.67 4.67 7.49
6 4.60 4.70 7.49
7 4.80 4.71 7.49
8 5.78 5.10 7.49
9 5.97 5.40 7.49
10 6.11 6.10 7.49
11 6.78 6.20 7.49
12 6.89 6.20 7.49
13 7.13 6.40 7.49
14 7.10 6.90 7.49
15 7.20 7.12 7.49
16 7.20 7.11 7.49
17 7.30 7.25 7.49
18 7.34 7.34 7.49
19 7.32 7.28 7.49
20 7.35 7.26 7.49
21 7.36 7.32 7.49
22 7.35 7.34 7.49
23 7.36 7.34 7.49
24 7.37 7.35 7.49
25 7.39 7.35 7.49
26 7.40 7.37 7.49
27 7.40 7.41 7.49
28 7.43 7.43 7.49
29 7.43 7.43 7.49
30 7.44 7.43 7.49
84
Halaman ini sengaja dikosongkan
85
Tabel B. 3 Data Kadar Air Kompos
Hari Kadar air
1 (%) Kadar air
2 (%) SNI 19-7030- 2004 (50%)
1 60.80 58.95 50.00
2 60.25 58.00 50.00
3 59.95 57.10 50.00
4 58.65 56.35 50.00
5 57.95 54.90 50.00
6 54.70 54.65 50.00
7 56.85 53.95 50.00
8 56.35 53.80 50.00
9 55.85 53.30 50.00
10 54.30 53.05 50.00
11 53.90 52.80 50.00
12 52.70 52.65 50.00
13 51.10 52.35 50.00
14 50.85 50.15 50.00
15 48.60 46.70 50.00
Pengukuran Kadar Air dlakukan 2 hari sekali selama 1 bulan.
Tabel B. 4 Rasio C/N Kompos
Minggu Rasio C/N (Komposter1) Rasio C/N
(Komposter2)
1 14.76 14.95
2 15.42 16.38
3 14.95 16.05
(Rasio CN ideal kompos = 10-20)
86
Halaman ini sengaja dikosongkan
87
B. Hasil Uji Laboratorium (Uji Rasio C/N)
Minggu Ke-1
88
Halaman ini sengaja dikosongkan
89
Minggu Ke -2
90
Halaman ini sengaja dikosongkan
91
Minggu Ke-3
92
Halaman ini sengaja dikosongkan
93
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN
94
Halaman ini sengaja dikosongkan
95
A. Pembuatan Alat
Pembuatan Alat Rotary Drum Composter
Rotary Drum Composter yang telah jadi
96
Halaman ini sengaja dikosongkan
97
Pencacahan Sampah Daun Pengukuran Densitas
B. Proses Pengomposan
Pencampuran Sampah Makanan Penambahan Serbuk Kayu
Komposter 2
98
Halaman ini sengaja dikosongkan
99
Pengeringan kompos Penjemuran kompos di lapangan
Lindi yang dihasilkan Pengayakan kompos
100
Halaman ini sengaja dikosongkan
101
C. Pembuatan MoL Nasi Basi
Nasi Basi yang ditumbuhi Pembuatan MoL Nasi
D. Pengecekan Kompos
Pengecekan Suhu Pengecekan Kadar Air
102
Halaman ini sengaja dikosongkan
103
Pengecekan pH Pengujian Rasio C/N
E. Pengamatan Kompos
Kompos pada Awal Pengomposan (Komposter 1)
104
Halaman ini sengaja dikosongkan
105
Kompos pada Awal Pengomposan (Komposter 2)
kompos pada minggu ke-2
(Komposter 1)
kompos pada minggu ke-2
(Komposter 2)
106
Halaman ini sengaja dikosongkan
107
LAMPIRAN D
DESAIN ROTARY DRUM COMPOSTER
108
Halaman ini sengaja dikosongkan
109
110
Halaman ini sengaja dikosongkan
111
112
Halaman ini sengaja dikosongkan
113
114
Halaman ini sengaja dikosongkan
115
LAMPIRAN E
SNI 19-7030-2004 TENTANG
SPESIFIKASI KOMPOS
116
Halaman ini sengaja dikosongkan
117
E) SNI 19-7030-2004 TENTANG SPESIFIKASI KOMPOS
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % - 50
2 Temperatur oC suhu air tanah
3 Warna kehitaman
4 Bau berbau tanah
5 Ukuran partikel mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air % 58 -
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan asing % * 1,5 Unsur makro
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40 -
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor (P2O5) % 0.10 -
13 C/N-rasio 10 20
14 Kalium (K2O) % 0,20 * Unsur mikro
15 Arsen mg/kg * 13
16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3
17 Kobal (Co ) mg/kg * 34
18 Kromium (Cr) mg/kg * 210
19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8
21 Nikel (Ni) mg/kg * 62
22 Timbal (Pb) mg/kg * 150
23 Selenium (Se) mg/kg * 2
24 Seng (Zn) mg/kg * 500 Unsur lain
25 Kalsium % * 25.50
26 Magnesium (Mg) % * 0.60 27 Besi (Fe ) % * 2.00
28 Aluminium ( Al) % * 2.20
29 Mangan (Mn) % * 0.10 Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3
Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum
BIOGRAFI PENULIS
Arlieza Nadya Pradini. Lahir pada tanggal 16 Maret 1997 di Surabaya, Jawa
Timur. Penulis merupakan anak ke-1 dari 4 bersaudara dari pasangan
Chairuddin dan Ririn Soeharini. Penulis pertama kali masuk pendidikan formal
di SDN Pacarkeling 1 Surabaya pada tahun 2003-2009. Kemudian melanjutkan
ke tingkat pendidikan menengah di SMPN 2 Krian, Sidoarjo pada tahun 2009-
2012. Pada tahun 2012-2015, penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di
SMAN 1 Krian. Penulis melanjutkan pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi,
yaitu Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). Saat berkuliah di PPNS,
penulis memilih program diploma (D4) dengan mengambil konsentrasi studi
Teknik Pengolahan Limbah. Penulis menyelesaikan masa studi nya di PPNS
pada tahun 2019.
1
2