Kompleks-Kompleks Gadolinium (Gd(III)) Untuk MRI...
Transcript of Kompleks-Kompleks Gadolinium (Gd(III)) Untuk MRI...
1
Kompleks-Kompleks Gadolinium (Gd(III)) Untuk MRI Contrast Agent: Studi Komputasi
Metode Mekanika Molekul
Karya Tulis Ilmiah
Oleh:
Rustaman
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN APRIL 2008
2
Kompleks-Kompleks Gadolinium (Gd(III)) Untuk MRI Contrast Agent: Studi Komputasi
Metode Mekanika Molekul
Karya Tulis Ilmiah
Oleh:
Rustaman
Mengetahui/Menyetujui:
Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unpad,
Dr. Unang Supratman, MS. NIP. 131 929 830
i
Daftar Isi Daftar Isi .................................................................................................................. i
Abstrak .................................................................................................................... 1
1. Pendahuluan .................................................................................................... 1
2. Metode komputasi........................................................................................... 6
2.1. Pengembangan medan gaya .................................................................... 6
2.2. Coordination Scans ................................................................................. 7
3. Hasil dan diskusi ............................................................................................. 9
3.1. Kompleks Gd(III) dengan q =1............................................................. 13
3.2. Kompleks Gd(III) dengan q = 2. ........................................................... 19
3.3. Kompleks Gd(III) dengan q=3. ............................................................. 19
4. Ringkasan dan kesimpulan............................................................................ 23
5. Daftar Pustaka ............................................................................................... 24
1
Kompleks-Kompleks Gadolinium (Gd(III)) Untuk MRI Contrast Agent:
(Studi Komputasi Metode Mekanika Molekul)
Abstrak Parameter-parameter untuk paket program pemodelan SYBYL yang tersedia secara komersial telah dikembangkan untuk kompleks Gd3+ sehingga memungkinkan untuk mempelajari kompleks-kompleks tersebut dengan metode mekanika molekul. Dengan menggunakan parameter ini dan teknik yang disebut “coordination scan”, bilangan koordinasi kompleks-kompleks yang berbasis Gd(III) dapat diprediksi, dan dengan demikian bilangan hidrasinya (q) dapat ditentukan. Dengan mengetahui q, maka dapat diprediksi relaksifitas molarnya berdasarkan hubungannya dengan nilai-nilai literatur. Selain itu, nilai ΔEcoord hasil perhitungan menghasilkan dugaan harga tetapan kestabilan termodinamik ligan-ligan poliaminokarboksilat dengan Gd3+ dengan hasil yang cukup baik. Kompleks Gadolinium biasanya digunakan sebagai media pengontras untuk penggunaan MRI, dan oleh karena itu, teknik-teknik yang digunakan pada penelitian ini dapat membantu dalam mengembangkan senyawa pengontras baru.
Kata Kunci: Kompleks gadolinium(III), MRI contrast agent, mekanika molekul,
coordination scan.
1. Pendahuluan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah menjadi salah satu alat
pencitraan utama pada pengobatan modern. Penggunaan MRI yang cukup luas,
telah memunculkan kebutuhan akan media pengontras (contrast agent)
paramagnetik yang efisien untuk meningkatkan kontras citra antara jaringan
normal dengan jaringan berpenyakit atau untuk menunjukkan fungsi organ
tertentu.1 Perkembangan ke depan pada bidang ini akan membutuhkan
pengembangan media spesifik yang diarahkan pada organ tertentu atau bahkan
pada keadaan penyakit tertentu. Penelitian-penelitiannya telah difokuskan
terutama pada kompleks-kompleks ion paramagnetik gadolinium(III), besi(III),
dan mangan(II) karena momen magnet dan relaksifitas protonnya yang tinggi.
Saat ini, media pengontras untuk penggunaan klinis yang banyak digunakan
adalah MAGNEVIST (GdDTPA, Berlex Laboratories), OMNISCAN (GdDTPA-
BMA, Nycomed), ProHance (GdHP-DO3A, Squibb), dan DOTAREM
(GdDOTA, Guerbet).
Karena jumlah inti yang sesuai untuk penggunaan media pengontras MRI
sangat terbatas, maka media pengontras baru dengan sifat yang lebih baik akan
bergantung pada pemilihan ligan yang digunakan untuk mengkompleks ion-ion
2
paramagnetik ini. Muatan total, kestabilan termodinamik dan kinetik, lipofilisitas
dan bahkan pemaksimumam solvasi kulit dalam (inner shell solvation), semuanya
dapat dikendalikan oleh disain ligan. Mengenai pengembangan media pengontras
baru, mungkin akan lebih disukai untuk memprediksi sifat-sifat kompleks ini
lebih dahulu sebelum dilakukan usaha yang cukup lama dan mungkin mahal
untuk mensintesisnya, untuk mem-bypass kompleks-kompleks yang tidak
diharapkan, seperti kestabilan in vivo terhadap disosiasi yang rendah.2,3 Metode-
metode komputasi menyediakan metode untuk memahami struktur molekul dan
keterkaitan dengan fungsinya; Jadi, pengembangan medan gaya dan teknik untuk
memodelkan kompleks Gd(III) akan menyediakan alat untuk merancang media
pengontras baru dengan sifat-sifat yang lebih baik.
Ion logam paramagnetik berfungsi sebagai media pengontras dengan cara
meningkatkan laju relaksasi proton-proton air yang berada dekat ion, melalui
interaksi antara spin elektron pusat paramagnetik dengan inti proton. Peningkatan
relaksifitas ion paramagnetik, yang juga merupakan peningkatan laju relaksasi
proton, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu relaksifitas lingkar luar (outer-
sphere relaxivity, R2) yang melibatkan interaksi-jauh dengan fasa ruah pelarut,
dan relaksifitas lingkar dalam (inner-sphere relaxivity, R1) yang ditentukan
terutama oleh pertukaran molekul air yang terikat pada ion paramagnetik dengan
molekul air di fasa ruahnya. Relaksifitas yang teramati adalah jumlah dari
mekanisme lingkar luar dan dalam.
1 2obsR R R= + (1) Interaksi lingkar dalam dapat dimodelkan menggunakan teori Solomon-
Bloembergen-Morgan (SBM), versi yang disederhanakan ditunjukkan pada
persamaan 2 sampai 4.1
11
155,6 M M
MqRT τ⎛ ⎞⎛ ⎞
= ⎜ ⎟⎜ ⎟ +⎝ ⎠⎝ ⎠ (2)
( )2 2 2 6215 2 2 2 2
1
7 31 11 1
c cH B
M S c I c
g S S rT
τ τγ μω τ ω τ
− ⎛ ⎞= + +⎜ ⎟+ +⎝ ⎠
(3)
1 1 1 1c S M Rτ τ τ τ− − − −= + + (4)
3
M adalah konsentrasi kompleks logam, q adalah bilangan hidrasi, T1M
adalah waktu relaksasi longitudinal dan τM adalah waktu tinggal rerata air pada
pusat logam. Waktu korelasi τc bergantung pada waktu tinggal τs, waktu relaksasi
elektron τs, dan waktu tumbling rotasi senyawa kompleks τR. Variabel lain yang
ada pada persamaan (3) adalah sebagai berikut: γH, rasio magnetogirik proton; g,
faktor Lande; μB, Bohr magneton; S, bilangan kuantum spin; ωs, frekuensi larmor
elektron; ωI, frekuensi larmor proton.
Untuk kompleks yang memiliki ukuran dan komposisi yang mirip, nilai
relaksifitas lingkar luar R2 kira-kira sama. Jadi perbedaan yang teramati pada
relaksifitas terutama disebabkan oleh kontribusi lingkar-dalam R1. Oleh karena
itu peningkatan relaksifitas media pengontras MRI terutama akan bergantung pada
peningkatan relaksifitas lingkar-dalam.
Ada tiga pendekatan utama untuk memodelkan geometri di sekitar ion
logam; pertama dan yang paling umum adalah metode medan gaya valensi
(Valence Force Field, VFF). Pada metode VFF, semua sudut ikatan L–M–L
dinyatakan dengan sudut ikatan ideal dan tetapan gaya. Pendekatan kedua adalah
metode titik-titik pada lingkaran (Points on a sphere, POS). Pada metode POS,
interaksi ligan-logam dimodelkan dengan cara yang sama dengan VFF (sudut
ikatan ideal dan tetapan gaya); akan tetapi tidak ada gaya yang digunakan pada
sudut L–M–L dan oleh karena itu geometri di sekitar pusat logam dinyatakan
semata-mata oleh tolakan sterik antara atom-atom donor. Metode ketiga adalah
pendekatan ionik; metode ini memodelkan interaksi ligan-logam seluruhnya
dengan gaya non-ikatan elektrostatik dan van der Waals.4
Pada pendekatan VFF dan POS, salah satu parameter yang paling penting
yang diperlukan untuk meniru (reproducing) struktur eksperimen adalah panjang
ikatan ideal M–L; tidak seperti molekul organik, tetapan gaya ulur ikatan M–L,
tidak begitu penting, dan seringkali nilai rata-rata sudah mencukupi.5 Perhitungan
4
ab initio serta spektroskopi juga dapat digunakan untuk mengembangkan
parameter-parameter baru, terutama untuk menghitung tetapan gaya ulur ikatan
M–L. Dengan pendekatan VFF, parameter-parameter untuk sudut dan torsi yang
mungkin harus dikembangkan, selain penetapan jenis atom baru yang
memungkinkan penggambaran sudut-sudut ini.
Fossheim dan Dahl melaporkan suatu metode untuk menghubungkan nilai
log K dengan energi-energi molekul.6,7 Mereka menggunakan pendekatan ionik
dengan semua ikatan Gd–L diperlakukan sebagai interaksi elektrostatik murni.
Pekerjaan mereka secara komputasi intensif dimana semua muatan atom dihitung
dengan metode ab initio. Pada penelitian tersebut, mereka mampu
menghubungkan energi-energi hitung dengan nilai log K untuk GdDOTA,
GdDTPA, GdDO3A, GdDTPA-BMA, GdNOTA, dan beberapa kompleks lain.
Metode ini mensyaratkan perhitungan energi reaksi berair Er,aq yang dinyatakan
sebagai berikut:
, 1 2r aq ML L h hE E E E E= − + + (5)
EML adalah energi kompleks pada fasa gas, EL energi ligan bebas pada fasa
gas, Eh1 adalah energi hidrasi ligan bebas dan Eh2 adalah energi hidrasi kompleks.
Seperti yang diharapkan, kontribusi utama pada Er,aq adalah interaksi elektrostatik
antara kation dan ligan.
Kumar dan Tweedle, meneliti pengaruh kebasaan ligan (ligand basicity)
dan kekakuan (rigidity) pada laju pembentukan kompleks Gd
poliaminokarboksilat makrosiklik, kekakuan menyarankan bahwa energi regang
ligan, Ed,1, yang dinyatakan sebagai E1,c-E1, dimana E1,c adalah energi ligan dalam
kompleks dan E1 adalah energi ligan bebas, merupakan faktor penentu dalam
pembentukan kompleks.8 Mekanisme pembentukan kompleks yang mereka
postulatkan melibatkan Gd intermediet yang terprotonasi Gd(*HL), yang
kemudian dideprotonasi dan direorganisasi agar memberikan kompleks akhir
dalam tahap penentu laju. Energi-energi regang hitung, yang bertindak sebagai
ukuran rigiditas ligan, berhubungan dengan nilai ΔG+ yang terukur dari proses ini.
Nilai-nilai ΔG+ untuk GdNOTA, GdDO3A, dan GdDOTA ditentukan dan
5
dibandingkan dengan energi regang ligan hitung. Suatu korelasi linier yang sangat
bagus (r2 = 0,999) diperoleh yang mensarankan bahwa reorganisasi intermediet
dikontrol oleh rigiditas ligan.
Tahun 1991, Hay mempublikasikan suatu pendekatan POS pada
pemodelan molekular mekanik untuk kompleks lantanida(III) aqua dan nitrato.9
Hay menetapkan panjang ikatan kesetimbangan Gd(III)–oksigen sebesar 2,25 Å
untuk air dan 2,310 untuk gugus nitrato. Selain panjang ikatan, beberapa sudut
yang meliputi H–O–M dan N–O–M ditetapkan nilai kesetimbangannya, juga torsi
O–N–O–M dan O=N–O–M. Somerer dkk., telah menggunakan pendekatan yang
sama, meskipun mereka memperlakukan ikatan Gd(III)–L sebagai elektrostatik
murni, untuk menguji struktur dan ikatan kompleks basa Schiff Gd(III).10
Saat ini, Cundari dkk., telah melaporkan pengembangan medan gaya yang
menggunakan pendekatan Hay untuk kompleks Gd(III).11 Ini melibatkan
pengembangan banyak panjang ikatan kesetimbangan Gd–L, sudut X–L–Gd, dan
sudut-sudut torsi. Medan gaya Cundari, kemudian digunakan untuk memodelkan
beberapa kompleks Gd, dari mulai GdEDTA sampai dengan Gd(teksapirin)
dengan kesesuaian yang sangat bagus (excellent agreement), (3% untuk panjang
ikatan, dan 5% untuk torsi) dengan data struktur hasil eksperimen.
Dalam usaha untuk mengembangkan alat yang bermanfaat untuk merancang
senyawa pengontras baru untuk penggunaan MRI, telah dikerjakan pengembangan
parameter medan gaya MM dan teknik-teknik yang bermanfaat untuk merancang
dan mengevaluasi kompleks-kompleks Gd. Idealnya teknik-teknik ini akan
memungkinkan untuk memprediksi jumlah air yang terikat pada Gd, yang terkait
dengan relaksifitas keseluruhan dan juga dapat memperkirakan kestabilan
termodinamik dari kompleks. Pengembangan alat-alat seperti itu akan
mengarahkan pada perancangan kontras media MRI secara rasional.
6
2. Metode komputasi
2.1. Pengembangan medan gaya
Semua pemodelan dilakukan menggunakan paket program pemodelan
SYBYL12 yang tersedia secara komersial yang dijalankan pada Silocon Graphics
Indigo. Medan gaya TAFF yang digunakan pada paket ini memodelkan molekul
dengan cara meminimisasi energi total terhadap persamaan berikut:
str bend oop tors vdwE E E E E E= + + + +∑ ∑ ∑ ∑ ∑ (6)
Estr adalah energi ulur ikatan dari panjang naturalnya, Ebend adalah energi
sudut ikatan bending dari nilai naturalnya, Eoop adalah energi bending atom keluar
bidang, Etors adalah energi torsi dan Evdw adalah energi yang disebabkan oleh
interaksi van der Waals. Energi keseluruhan E terdiri atas penjumlahan energi-
energi tersebut pada semua ikatan, sudut ikatan, torsi dan interaksi non-ikatan
pada semua atom yang tidak terikat pada antara satu dengan yang lain.
Metode POS digunakan pada pemodelan kompleks Gd(III), parameter-
parameter yang dikembangkan untuk medan gaya TAFF dapat dilihat pada
Tabel 1. Parameter ini adalah jumlah minimal yang diperlukan untuk
memodelkan kompleks Gd yang dilaporkan pada penelitian ini. Parameter yang
tidak ditunjukkan pada
Tabel 1, secara eksplisit menggunakan parameter standar yang ada pada
medan gaya TAFF.13 Parameter ini diturunkan dari 12 kompleks gadolinium,
yaitu Gd(EDTA),14 Gd(DTPA-BEA),15 GdDOTA,16 GdDOTA-OH,17
Gd(DO3MA), GdHP-DO3A, Gd(HAM), Gd(18-crown-6), Gd(DO3A),
GdBOPTA, Gd(DTPA-pn), and Gd(DTPAen).18 Parameter yang paling kritis
mempengaruhi struktur kompleks logam adalah ulur ikatan TAFF. Parameter ini
menentukan panjang ikatan kesetimbangan antara atom donor dengan logam, serta
kemudahan ikatan ini mengalami stretching. Parameter-parameter yang ada pada
Tabel 1 mampu menghasilkan struktur kristal yang cukup baik (RMS posisi
rata-rata = 0,3624 Å). Pada semua kasus, pengaruh elektrostatik diabaikan
sehingga struktur kompleks logam ditentukan semata-mata oleh pengaruh sterik.
7
Tabel 1. Parameter-parameter Gd(III) untuk SYBYL.
2.2. Coordination Scans
Handcock dkk., berhasil menggunakan mekanika molekul untuk
menentukan hubungan antara selektifitas ligan dengan ukuran ion logam.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan energi regang
kompleks sebagai fungsi panjang ikatan M–L. Ini dilakukan dengan
memodelkan kompleks dengan logam generik dan memvariasikan jari-jari
ionnya. Kurva yang dihasilkan memberikan energi minimum yang terkait
dengan jari-jari ion logam yang paling sesuai. Ligan dengan selektifitas yang
tinggi terhadap logam tertentu akan memiliki kurva yang curam (steep)
dengan lokasi minimum mendekati harga jari-jari ionik, sebaliknya kurva
yang dangkal akan mensarankan bahwa ligan tidak selektif terhadap
pengikatan (binding) logam.
Teknik yang juga berhubungan dengan hal ini adalah “coordination
scan”, yang dapat menghasilkan kurva yang mirip dengan cara meminimisasi
kompleks terhadap berbagai jumlah molekul air yang terkoordinasi pada ion
8
logam, yang pada saat yang sama mengubah-ubah panjang ikatan M–L.
Bilangan koordinasi logam yang lebih disukai ditentukan oleh posisi jari-jari
ionik yang tekait dengan lokasi titik-titik perpotongan.
Teknik coordination scan digunakan untuk menentukan bilangan
koordinasi Gd(III) pada berbagai kompleks yang dipelajari. Struktur awal
dibangun dari data koordinat sinar-x (jika mungkin). Atom Gd pada setiap
kompleks kemudian diatur pada bilangan koordinasi yang berbeda yang secara
kovalen mengikat jumlah air yang sesuai. Hal penting yang perlu dicatat
adalah SYBYL menghitung air seolah-olah memiliki energi regang 0,00
kkal/mol; jadi air yang ditambahkan pada kompleks tidak menambah energi
selain interaksi sterik dengan ligan.
Jari-jari ionik Gd(III) secara efektif divariasikan dengan cara sistematik
dengan mengubah-ubah panjang ikatan kesetimbangan Gd–N dan Gd–O.
Panjang ikatan Gd–N ditetapkan dengan hubungan berikut: panjang ikatan
kesetimbangan = (jari-jari ionik Gd) + 1,7 Å. Dengan cara yang sama panjang
ikatan kesetimbangan Gd–O ditetapkan menggunakan hubungan: panjang
ikatan kesetimbangan = (jari-jari ionik Gd) + 1,4 Å. Jari-jari ionik awal Gd
ditetapkan sebesar 0,5 Å. Faktor skala 1,7 dan 1,4 Å dihasilkan dari panjang
ikatan kesetimbangan rata-rata untuk ikatan Gd–L dikurangi jari-jari ionik
rata-rata Gd(III) 1,0 Å. Tetapan gaya untuk ulur ikatan dijaga pada nilai
konstan 100 kkal mol–1 Å–1. Kemudian kompleks diminimisasi dan energi
kompleks diperoleh. Kemudian jari-jari ionik dinaikkan sebesar 0,1 Å,
panjang ikatan kesetimbangan dimodifikasi pada nilai baru, kemudian
kompleks diminimisasi kembali. Proses ini dilakukan terus-menerus sampai
jari-jari ionik Gd mencapai 1,5 Å; rentang 0,5-1,5 Å ini cukup besar sehingga
dapat mencakup semua keadaan koordinasi yang mungkin. Prosedur ini
diulang untuk kompleks dengan satu air, dua air dan seterusnya sampai semua
keadaan koordinasi ditentukan.
Perajahan energi kompleks terhadap jari-jari ionik logam dibuat untuk
setiap bilangan koordinasi. Kurva-kurva ini dicocokkan dengan polinom orde
9
ketiga berikut: 3 2y ax bx cx d= + + + dan kurva resultan diplot bersama-sama.
Persamaan-persamaan kurva kemudian diselesaikan secara serempak untuk
menentukan titik-titik perpotongan atau “crossover points”. Pengujian posisi
titik-titik silang ini yang terkait dengan jari-jari ionik yang lebih disukai untuk
ion logam pada keadaan koordinasi yang diberikan menunjukkan bilangan
koordinasi yang lebih disukai. Pada Gd3+, jari-jari untuk lingkungan
koordinasi 6 adalah 0,938 Å, untuk koordinasi 7 adalah 1,00 Å, koordinasi 8
adalah 1,053 Å dan koordinasi 9 adalah 1,107 Å.
Agar koordinasi yang diberikan bagus, jari-jari ionik harus berada pada
sisi yang benar dari titik silang; semakin dekat jari-jari ionik kepada titik
silang semakin besar keadaan koordinasi lain berkontribusi terhadap sistem
kesetimbangan. Selain perbedaan energi antara jari-jari ideal dari suatu
bilangan koordinasi tertentu dan titik silang memperlihatkan seberapa mudah
koordinasi kompleks tertentu akan berubah; perbedaan energi yang kecil akan
lebih disukai, sedangkan perbedaan yang besar tidak akan menyukai
perubahan koordinasi.
3. Hasil dan diskusi
Dengan perbaikan parameter-parameter Gd(III) yang sesuai untuk paket
pemodelan SYBYL, pemodelan kompleks-kompleks Gd(III) secara mekanika
molekul (MM) telah dilakukan. Penelitian dilakukan pada dua kajian utama, yaitu
kemampuan untuk memprediksi kestabilan kompleks Gd dan kemampuan untuk
memprediksi keefektifan senyawa tertentu sebagai media pengontras. Untuk
mengkalibrasi hasil yang muncul dari studi komputasi ini, dicari literatur tentang
kompleks Gadolinium yang harga kestabilan termodinamika dan ukuran
relaksifitasnya telah ditentukan dengan kondisi semirip mungkin.
Untuk meminimalkan perbedaan jenis ligan, kelas-kelas ligan dipelajari
secara terpisah. Tiga kelas ligan yang biasa digunakan dalam berkoordinasi
dengan Gd adalah ligan jenis EDTA, DTPA dan DOTA. Jenis DTPA dan DOTA
adalah yang paling umum digunakan untuk merancang media pengontras untuk
10
penggunaan MRI. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah dan jenis
gugus donor yang terlibat pada binding terhadap atom logam.
Parameter-parameter untuk memodelkan kompleks Gd dengan medan gaya
TAFF yang diimplementasikan pada SYBYL dapat dilihat pada
Tabel 1; parameter lain yang diperlukan berasal dari nilai default medan
gaya TAFF. Pada penelitian ini digunakan pendekatan minimal dengan jumlah
parameter yang sedikit untuk menghasilkan data yang sesuai dengan struktur hasil
eksperimen. Dua parameter penting yang ditemukan pada penelitian ini adalah
torsi yang melibatkan ikatan karboksilat dengan Gd dan panjang ikatan
kesetimbangan. Tanpa memasukkan parameter-parameter sudut torsi ini,
karboksilat memiliki kecenderungan terikat kepada logam dengan cara bidentat.
Panjang ikatan kesetimbangan yang digunakan pada penelitian ini, secara umum
lebih panjang daripada yang dilaporkan oleh Hay dan Cundari, hal ini terutama
disebabkan oleh perbedaan antara medan gaya TAFF dengan MM2.
Tabel 2. Coordination scan dibandingkan dengan harga q hasil penenetuan secara eksperimen.
keterangan: semua nilai q berasal dari keadaan padat kecuali ditentukan lain.
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknik
pemodelan yang memungkinkan memprediksi jumlah hidrasi q. Lebih banyak
jumlah air yang terikat langsung kepada ion paramagnetik, lebih besar relaktifitas
keseluruhannya dan media pengontras akan lebih efisien. Cara yang paling jelas
untuk menaikkan q adalah dengan menghilangkan gugus pembentuk ligan
(ligating groups) dari ligan; akan tetapi dengan menurunnya kerapatan (denticity)
ligan, kestabilan kompleks akan secara negatif dipengaruhi.
11
Coordination scan memungkinkan penentuan jumlah koordinasi dan
sekaligus harga q; juga membantu menentukan bobot molekul dari kompleks yang
dilarutkan (solvated complex) yang penting untuk gerakan rotasi. Teknik ini
nampaknya sangat berhasil dalam memprediksikan jumlah air yang terikat
langsung pada Gd seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil untuk GdEDTA,
GdDTPA, GdDTPA-BMA, GdDTPA-BEA, GdDTPA-BPA, GdBOPTA,
GdDOTA, GdDO3A, GdDO3MA, dan GdHP-DO3A semua harga q-nya sesuai
dengan literatur. Pada teknik coordination scan, kurva energi regang kompleks
sebagai fungsi jari-jari ionik dibuat dengan cara meminimisasi kompleks terhadap
berbagai jumlah molekul air yang terikat langsung pada ion logam. Bilangan
koordinasi logam yang lebih disukai ditentukan oleh posisi jari-jari ionik yang
terkait dengan lokasi titik-titik perpotongan. Jika koordinasi yang diberikan
memiliki jari-jari sebelah kanan dari titik potong, maka bilangan koordinasi lebih
disukai. Jika jari-jari ada di sebelah kiri titik potong, maka bilangan koordinasi
tidak disukai dan bilangan koordinasi yang lebih kecil yang disukai. Contoh yang
mewakili adalah coordination scan terhadap GdDTPA yang terlihat pada Gambar
1. Jari-jari ionik untuk Gd dengan bilangan koordinasi 9 adalah 1,107 Å yang
terletak di sebelah kanan dari titik potong koordinasi 8/9. Jadi bilangan koordinasi
9 dari kompleks Gd lebih disukai daripada bilangan koordinasi 8 yang berarti
kompleks akan mengikat 1 molekul air untuk memberikan bilangan hidrasi q = 1.
Penelitian yang menarik telah dilakukan melalui penggunaan
“coordination scan”. Perbedaan energi coordEΔ , antara kompleks dengan solvasi
lingkar-dalamnya dan kompleks yang desolvated, nampaknya berhubungan
dengan tetapan kestabilan termodinamik, log K. Perbedaan energi ini mewakili
harga energetik (energetic cost) untuk mengubah bilangan koordinasi Gd pada
kompleks yang diberikan dari keadaan yang lebih disukai (solvasi lingkar-dalam
yang sesuai) terhadap yang disebabkan oleh kerapatan ligan saja. Ciri yang dapat
ditandai dari hubungan ini adalah, hal ini muncul semata-mata dari interaksi
sterik, pengaruh elektronik dan elektrostatik tidak diperhitungkan dalam perlakuan
dengan MM ini.
12
Selain membagi kompleks Gd(III) berdasarkan jenis ligan, seperti EDTA
dan DTPA, akan lebih informatif apabila membaginya berdasarkan jumlah
molekul air yang terikat pada atom logam pusatnya. Tiga kategori utama muncul
dari skema ini, yaitu bilangan hidrasi 1, 2 dan 3. Seksi berikutnya akan
membicarakan ketiga kategori ini berdasarkan kestabilannya, dan pada kasus
dengan q = 1 juga akan membicarakan relaksifitasnya. Akan tetapi sayangnya
tidak ada relaksifitas pembandingnya untuk q =2 dan 3, karena terlalu sedikit
kompleks tersebut yang telah diukur secara eksperimen. Untuk semua kompleks
yang dibicarakan di sini, pertama-tama strukturnya dibuat dan diminimisasi, yang
dimulai dari struktur berdasarkan koordinat hasil sinar-x. Kemudian diatur pada
berbagai keadaan koordinasi untuk dilakukan coordination scan untuk
menentukan q dan coordEΔ .
Gambar 1. Coordination scan untuk GdDTPA: koordinasi-delapan q=0,
koordinasi-sembilan yang lebih disukai, q=1.
13
Gambar 2. Struktur ligan-ligan pada kompleks Gd(III) yang memiliki harga q=1.
3.1. Kompleks Gd(III) dengan q =1
Mayoritas dari kompleks ini diturunkan dari jenis ligan DTPA dan DOTA;
struktur dari ligan ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. 23 kompleks Gd(III)
yang ditentukan dengan coordination scan, ditemukan mengikat 1 molekul air,
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Mayoritas kompleks ini adalah koordinasi 8
berdasarkan denticity ligan; dengan pengikatan 1 molekul air akan menjadi
koordinasi 9.
14
Gambar 3. Struktur ligan-ligan kompleks Gd(III) tambahan yang memiliki harga q=1.
Tabel 3. Kompleks-kompleks Gd(III) dengan q=1.
Seperti sudah dicatat sebelumnya, Kumar dan Tweedle menemukan bahwa
ada korelasi yang baik antara energi regang ligan Ed,1 dengan ΔG+ untuk
15
reorganisasi dari intermediet Gd(*HL) pada kasus poliaminomakrosiklik. Jika
dipertimbangkan harga energetik reorganisasi kompleks dari solvasi lingkar
dalam, koordinasi maksimum, sampai kompleks desolvasi lingkar dalam,
koordinasi minimum, sebagai ukuran rigiditas ligan, orang akan mengharapkan
untuk mencari hubungan antara coordEΔ dengan konstanta kestabilan
termodinamik.
Jika tetapan kestabilan termodinamik, log K diplotkan terhadap coordEΔ ,
diperoleh korelasi linier (r2 = 0,91). Plot ini (Gambar 4) memperlihatkan dengan
jelas bahwa hubungan antara kestabilan dengan coordEΔ tidak dipengaruhi oleh
jenis ligan, linier atau makrosiklik. Karena coordEΔ meningkat, kestabilan
termodinamik menurun, yang menyarankan bahwa tahap kunci pembentukan
kompleks melibatkan suatu reorganisasi ligan selama perubahan bilangan
koordinasi untuk Gd pada saat kompleks lengkap. Dengan demikian, jika ada
suatu peningkatan rigiditas kompleks, maka akan terjadi penurunan coordEΔ ,
secara bersamaan meningkatkan kestabilan termodinamik.
Gambar 4. Perajahan tetapan kestabilan termodinamika, log K, sebagai fungsi coordEΔ untuk kompleks Gd yang mengikat satu molekul air. ligan
yang hanya mengandung gugus karboksilat, = ligan dengan satu gugus karboksilat yang diganti, =ligan dengan dua gugus karboksilat yang diganti.
16
Perbandingan ligan-ligan makrosiklik DOTA dan MCTA memperlihatkan
dengan jelas hubungan antara coordEΔ dan log K. Penambahan satu gugus metil
pada tulang punggung MCTA meningkatkan rigiditas ligan, menurunkan coordEΔ
dan terjadi peningkatan kestabilan. Pengaruh ini dapat juga dilihat dengan dua
jenis ligan EDTA yang ditemukan hanya mengikat satu molekul air. Ligan CPTA
sangat rigid dengan cincin siklopentil bergabung dengan jembatan etilen,
sedangkan cis-BDTA punya dua gugus metil pada tulang punggungnya
memberikan rigiditas.
Penelitian terbaru menyarakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi
relaksifitas proton kompleks lantanida(III) adalah kemampuan logam pusat untuk
melewati dengan bilangan koordinasi 8 selama proses pertukaran air. Jika
demikian, diharapkan untuk melihat hubungan antara coordEΔ dengan relaksifitas
eksperimen; tidak ada korelasi seperti itu pada penelitian ini. Akan nampak bahwa
pengaruh coordEΔ terhadap relaksifitas cukup kecil, dengan mudah dikalahkan
oleh pengaruh tumbling rotasi yang bergantung pada bobot molekul.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 3, modifikasi atau kehilangan gugus
karboksilat punya pengaruh yang signifikan pada kestabilan kompleks.
Penggantian karboksilat dengan amida, DTPA-PA dan DOTA-PE menurukan
tetapan kestabilan sebesar 102–103. Dengan cara yang sama penggantian gugus
karboksilat dengan ester DTPA-PE menurunkan tetapan kestabilan 103–104.
Penggantian karboksilat dengan nonligating group, seperti fenil dalam PhDTPA
menurunkan kestabilan yang lebih besar 107. Penggantian dua karboksilat dengan
dua amida menurunkan tetapan kestabilan 102–106.
Ligan-ligan tersebut dengan oksigen amida terkoordinasi dengan Gd(III)
terlihat lebih rendah daripada kestabilan yang diharapkan. Penjelasan yang
memuaskan untuk penelitian ini akan merupakan perbedaan kekuatan ikatan
antara Gd(III) dengan oksigen amida, dibandingkan dengan oksigen karboksilat.
Pada semua kompleks bis(amida), dua interaksi yang kuat karboksilat–Gd(III)
telah diganti dengan interaksi amida–Gd(III) yang lebih lemah dengan penuruan
17
kestabilan yang setaraf kira-kira 105. Semua bis(amida) yang diperiksa memiliki
tulang punggung DTPA yang tidak tersubstitusi, perubahan semuanya dalam
gugus amida yang dihilangkan dari pusat logam, dengan demikian orang akan
berharap substitusi-substitusi ini memainkan peranan yang kecil pada perubahan
lingkungan sterik di sekitar pusat logam.
Relaxifitas
Seperti terlihat pada persamaan 2 dan 3, ada beberapa kemungkinan
untuk meningkatkan relaktifitas. Satu metode adalah meningkatkan correlation
time, τc. Dari persamaan 4, τc bergantung pada residence time, laju relaksasi
elektron dan gerakan rotasi kompleks. Dari semua ini, dua faktor paling mudah
dimodifikasi yaitu residence time dan gerakan rotasi. Gerakan rotasi secara mudah
diubah dengan cara memodifikasi bobot molekul kompleks, yang paling umum
adalah dengan merancang senyawa yang dikonjugasikan pada makromolekul.
Gambar 5. Perajahan relatifitas lingkar-dalam sebagai fungsi bobot molekul
kompleks tersolvasi: ligan yang hanya mengandung gugus karboksilat, =ligan dengan dua gugus amida.
Residence time, τm adalah ekivalen dengan 1/kex (kex adalah tetapan laju
pertukaran) dan berada pada orde 10–6–10–9 detik. Sampai saat ini, laju pertukaran
molekul air pada media pengontras berbasis Gd(III), dianggap kira-kira sama
dengan ion aqua Gd3+ (8,3 ± 1,0) × 108 per detik. Pada deretan variabel suhu dan
tekanan pada penelitian NMR, Merbach dkk., menemukan bahwa laju pertukaran
air, kex untuk kompleks Gd-DTPA dan –DOTA adalah dua orde lebih rendah
18
daripada (GdDTPA kex (4,1 ± 0.3) × 106 s-1; GdDOTA kex (4,8 ± 0.4) × 106 s-1).
Jelas, adanya gugus aminokarboksilat mempengaruhi laju pertukaran
dibandingkan dengan kompleks aqua. Pada studi yang lebih baru yang dilakukan
oleh Mesbach ditemukan bahwa pertukaran air melalui mekanisme disosiatif
dengan Gd-DTPA-BMA dan berspekulasi bahwa laju pertukaran dapat dikontrol
oleh persyaratan sterik ligan pada sisi binding air.
Aime dkk., menemukan hubungan antara bobot molekul dengan
relaksifitas lingkar dalam R1. Untuk senyawa dengan ukuran dan massa yang
sama dan oleh karenanya laju difusi, pada kekuatan medan magnet yang relatif
tinggi, kontribusi R2 lingkar luar kira-kira akan sama. Twedle dkk., menunjukkan
hal ini secara eksperimen untuk kompleks aminokarboksilat linier dan
makrosiklik; pada 0,47 T dan 40°C mereka menemukan R2 rata-rata 2,0 ± 0.3
(mM.s)–1. Untuk kompleks dengan nilai q yang sama, berapapun perbedaan
relaktifitas, akan disebabkan oleh perbedaan R1. Faktor utama yang
mempengaruhi R1 dalam berbagai hal adalah nilai τR. Satu kekecualian teramati
pada kompleks bis-(amida); pada kasus ini τm nampaknya mempengaruhi
relaktifitas. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5, korelasi yang baik antara
relaktifitas eksperimen R1 dengan bobot molekul kompleks tersolvasi.
Pada hampir semua poli(amino) karboksilat, faktor utama yang
menentukan τc adalah τs, τm, dan τR tercepat, dengan τR biasanya merupakan yang
tercepat. Aime dkk., meneliti ketergantungan laju relaksasi air terhadap medan
magnet dari GdDTPA-BMA dan menemukan bahwa τM kira-kira 4 kali lipat lebih
lama daripada τM GdDTPA. Kenaikan ini cukup untuk membuat kontribusi τM
signifikan. Mereka kemudian mempostulasikan dua penjelasan yang mungkin
dalam memperlama τM ini. Pertama adanya jaringan tiga dimensi yang diperluas
dari molekul-molekul air yang berikatan hidrogen antara gugus amida dan
karboksilat. Alternatif lain adalah adanya gugus-gugus amida mempengaruhi
muatan atom parsial pada Gd yang menghasilkan kenaikan τM. Penelitian ini tidak
mampu menentukan apakah kedua hipotesis ini benar atau salah meskipun kedua
hipotesis ini dapat dipertanggung jawabkan untuk studi komputasi selanjutnya.
19
Tabel 4. Kompleks-kompleks Gd(III) dengan q=2.
3.2. Kompleks Gd(III) dengan q = 2.
Lima kompleks Gd(III) ditemukan memiliki bilangan hidrasi 2, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 2. Sturktur dari ligan-ligan ini dapat dilihat pada Gambar
6. Dari semua ini hanya MeDTPA yang bukan makrosiklik; pada ligan ini daerah
koordinasi tambahan pada Gd tersedia karena kuarternisasi dari gugus amina
pusat pada ligan. Seperti yang ditemukan pada kompleks Gd(III) dengan q =1, ada
korelasi linier antara log K dengan coordEΔ (r2=0,85). Hubungan ini digambarkan
pada Gambar 7. Satu kompleks yang memiliki kestabilan lebih rendah dari yang
diharapkan adalah Me2DETA, dimana tambahan dua gugus metil pada cincin
triazasiklodekana agak mendestabilisasi kompleks, meskipun ini nampaknya tidak
disebabkan oleh regang sterik terhadap kompleks. Seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 4, coordEΔ Me2DETA sebenarnya lebih rendah daripada MeDETA, yang
menyarankan bahwa rintangan sterik bukan alasan untuk kestabilan yang lebih
rendah ini; penjelasan yang mungkin adalah perubahan keasaman nitrogen karena
efek elektronik dari substituen alkil.
Kemiringan (gradien) korelasi, juga perpotongan dengan sumbu-x dan
sumbu-y adalah sangat dekat dengan kompleks yang ditemukan pada kompleks
dengan q=1. Ini menyarankan mekanisme yang sama untuk kedua kelas kompleks
ini.
3.3. Kompleks Gd(III) dengan q=3.
Tiga belas kompleks Gd(III) yang diperiksa dengan coordination scan
ditemukan memiliki bilangan koordinasi 3. Seperti dapat dilihat pada Gambar 8,
semua kompleks ini memiliki dentisiti 6, membiarkan tiga sisi koordinasi terbuka
20
untuk mengikat molekul air untuk memberikan atom Gd(III) bilangan koordinasi
9. Hasil penelitian ini ditemukan pada tabel 5. Sayangnya, hanya hubungan antara
coordEΔ dan log K yang dapat diperikasa, karena hanya kompleks-kompleks yang
relaksifitasnya telah diukur adalah GdEDTA, GdHAM, dan GdHAM2. Tiga
ukuran ini tidak cukup untuk membentuk korelasi. Seperti yang ditunjukkan oleh
DTPA bis(amida), relaksifitasnya sangat sensitif terhadap perubahan pada ligating
atoms; perbedaan yang diharapkan antara amino karboksilat dan siklik heksaza,
seperti HAM dan HAM2, pasti akan lebih besar daripada amino amida terhadap
amino karboksilat.
Gambar 6. Struktur ligan kompleks Gd(III) dengan q=2.
Gambar 7. Perajahan tetapan kestabilan termodinamika, log K, sebagai fungsi
coordEΔ untuk kompleks Gd(III) yang mengikat dua molekul air. Ligan Me2DETA ditemukan tidak berhubungan dengan ligan lain pada kelompok ligan ini.
21
Seperti pada kompleks dengan q sama dengan 1 dan 2, korelasi linier
antara coordEΔ dengan log K ditemukan seperti yang ditunjukkan Gambar 9.
Korelasi ini jauh lebih rendah daripada yang ditemukan untuk dua kelas kompleks
lain, r2= 0,54, selain kemiringan garis korelasi bertentangan dengan yang
ditemukan untuk senyawa dengan q sama dengan 1 dan 2.
Gambar 8. Struktur ligan kompleks Gd(III) dengan q=3.
Tabel 5. Kompleks-kompleks Gd(III) dengan q=3.
22
Ini akan menyarankan suatu perubahan mekanisme dari ligan jenis DTPA dan
DOTA. Korelasi yang rendah yang ditemukan untuk kelas ini tidak mengagetkan
karena variasi struktur yang besar dari ligan yang menyusun kelas ini.
Pemerikasaan struktur dari ligan-ligan ini mengarahkan kepada suatu
pandangan bahwa pengaruh substituen pada kestabilan termodinamika.
Pemasukan gugus-gugus alkil pada tangan-tangan karboksilat nampaknya tidak
menyukai koordinasi 9 karena rintangan sterik. Ligan NOTA lebih suka mengikat
3 molekul air, sedangkan ligan NOTMA yang hampir sama yang mengandung
gugus metil pada setiap tangan karboksilat lebih menyukai mengikat 2 molekul
air.
Contoh lain, yang kurang dramatis, dapat ditemukan pada perbedaan
kestabilan antara ligan EDTA dan ligan diMeEDTA dengan dua gugus metil
menempati dua tangan; substitusi ini merendahkan kestabilan sekitar 0,35 satuan
log. Perbedaan kestabilan antara EDTA dengan di(i-Pr)EDTA seperti yang
diharapkan dengan memasukkan gugus isopropil yang secara sterik lebih besar
pada tangan, adalah 0,75 satuan log. Perbedaan dalam syarat sterik untuk jenis
ligan NOTA dan EDTA akan nampak signifikan. Substitusi alkil pada NOTA
menyebabkan penurunan bilangan koordinasi sedangkan substitusi pada EDTA
yang kurang sterik menghasilkan log K yang sedikit lebih rendah tanpa
mempengaruhi bilangan koordinasi.
Gambar 9. Perajahan tetapan kestabilan termodinamika, log K, sebagai fungsi
coordEΔ untuk kompleks Gd(III) yang mengikat tiga molekul air. Ligan
23
NOTA dan PMDTA ditemukan tidak terkait dengan ligan lain pada kelas ligan ini.
Substitusi pada tulang punggung etilen juga mempengaruhi bilangan
koordinasi kompleks Gd juga kestabilannya. Kompleks GdCDTA memiliki cincin
sikloheksana yang dimasukkan dalam jembatan etilen dan lebih suka dalam
keadaan bilangan koordinasi 9, sedangkan kompleks GdCPDTA dengan cincin
siklopentana lebih suka dengan keadaan bilangan koordinasi 7. Perbedaan yang
mencolok lainnya dapat dilihat pada cis- dan trans-GdBDTA; ligan trans
menyukai bilangan koordinasi 9, sedangkan cis lebih suka koordinasi 7.
Mengenai kestabilan, substitusi alkil pada tulang punggung etilen
cenderung meningkatkan nilai log K. Jika log K dari GdEDTA dibandingkan
dengan GdCDTA dan GdPDTA, teramati peningkatan kestabilan. Tetapi
substitusi alkil juga dapat menurunkan kestabilan, perbandingan antara GdEDTA
dengan GdMePDTA menemukan bahwa penambahan dua gugus metil pada salah
satu karbon backbone menurunkan kestabilan dan bukannya menaikkan
kestabilan. Meningkatkan ukuran backbone juga tidak disukai. Ligan TMDTA
dengan backbone propil sebagai pengganti etil seperti pada EDTA memiliki
kestabilan yang jauh lebih rendah Δ log K = 3,52. isu tentang ukuran cincin khelat
ini secara luas telah diperikasa. Ligan PMDTA dengan backbone beranggota lima
secara ekstrim didestabilkan dibandingkan dengan EDTA, Δ log K = 6,98, seperti
pada Gambar 9.
4. Ringkasan dan kesimpulan
Usaha untuk mengembangkan alat yang berguna dalam merancang
kontras media baru untuk penggunaan MRI, kita telah berhasil mengembangkan
parameter medan gaya MM untuk kompleks Gd(III). Penggunaan parameter ini
dan koordination scan dalam menganalisis berbagai kompleks Gd(III) yang
ditemukan pada literatur telah menyediakan sejumlah besar pemahaman yang
mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan termodinamika
dan relaksifitas. Koordination scan memungkinkan untuk memprediksi jumlah
24
molekul air yang terikat pada Gd, yang terkait dengan relaksifitas total, juga
perkiraan tentang kestabilan termodinamika suatu kompleks. Melalui hubungan
antara kestabilan eksperiment dan ukuran relaksifitas ini, MM memungkinkan
untuk memprediksi sifat-sifat ini untuk kompleks Gd yang baru. Selain itu,
hubungan antara coordEΔ dengan log K menyarankan suatu mekanisme umum
pembentukan kompleks, baik untuk ligan jenis DTPA maupun DOTA yang
melibatkan penyusunan ulang intermediet yang secara struktur mirip dengan
kompleks akhir. Perkembangan teknik dan hubungan ini akan mengarahkan
kepada perancangan rasional kontras media yang lebih baik untuk penggunaan
MRI.
5. Daftar Pustaka
1 Lauffer, R. B. Chem. ReV. 1987, 87, 901. 2 Weinmann, H.-J.; Brasch, R. C.; Press, W. R.; Wesbey, G. E. Am. J. Radi. 1984, 142, 619. 3 Cacheris, W. P.; Quay, S. C.; Rocklage, S. M. Magn. Reson. Imaging 1990, 8, 467. 4 Hay, B. P. Coord. Chem. ReV. 1993, 126, 177. 5 Hancock, R. D. Prog. Inorg. Chem. 1989, 37, 187. 6 Fossheim, R.; Dahl, S. G. Acta Chem. Scand. 1990, 44, 698. 7 Fossheim, R.; Dugstad, H.; Dahl, S. G. J. Med. Chem. 1991, 34, 819. 8 Kumar, K.; Tweedle, M. F. Inorg. Chem. 1993, 32, 4193. 9 Hay, B. P. Inorg. Chem. 1991, 30, 2876. 10 Sommerer, S. O.; Westcott, B. L.; Krause, J.; Cundari, T. R. Inorg.
Chim. Acta 1993, 209, 101. 11 Cundari, T. R.; Moody, E. W.; Sommerer, S. O. Inorg. Chem. 1995,
34, 5989. 12 SYBYL 6.1 Theory Manual, p 48. 13 Clark, M.; Cramer, R. D.; Van Opdenbosch, N. J. Comput. Chem.
25
1989, 10, 982.
14 Templeton, L.; Templeton, D. H.; Zalkin, A.; Ruben, H. W. Acta
Crystallogr., Sect. B: Struct. Sci. 1982, 38, 2155. 15 Konigs, M. S.; Dow, W. C.; Love, D. B.; Raymond, K. N.; Quay, S.
C.; Rocklage, S. M. Inorg. Chem. 1990, 29, 1488. 16 Chang, C. A.; Francesconi, L. C.; Malley, M. F.; Kumar, K.;
Gougoutas, J. Z.; Tweedle, M. F.; Lee, D. W.; Wilson, L. J. Inorg. Chem. 1993, 32, 3501
17 Aime, S.; Anelli, P. L.; Botta, M.; Fedelli, F.; Grandi, M.; Paoli, P.;
Uggeri, F. Inorg. Chem. 1992, 31, 2422. 18 Kang, S. I.; Ranganathan, R. S.; Emswiler, J. E.; Kumar, K.;
Gougoutas, J. Z.; Malley, M. F.; Tweedle, M. F. Inorg. Chem. 1993, 32, 2912.