Komoditi Buah

download Komoditi Buah

of 3

description

MARKTNG

Transcript of Komoditi Buah

Komoditi buah-buahan yang dimiliki oleh Indonesia mempunyai peluang untuk menembus pasar intemasional. Manggis ( Garcinia Mangostana ) adalah salah satu komoditi yang memberikan kontribusi cukup besar. Analisis terhadap kecenderungan permintaan konsumen di beberapa negara importir menunjukkan bahwa manggis menjadi komoditi yang sangat diminati oleh konsumen intemasional. Negara yang menjadi tujuan utama ekspor manggis adalah Taiwan, disusul Hongkong, Singapura, Belanda dan lain-lain. Tasikmalaya sebagai salah satu sentra buah manggis yang ada di Jawa Barat, memilih manggis sebagai komoditi unggulannya untuk mengembangkan komoditi hortikultura terutama buah-buahan. Ekspor manggis dari daerah ini meluas ke Timur Tengah. Permasalahan dalam aspek pemasaran banyak ditentukan oleh peranan lembaga pemasaran yang berfungsi sebagai penghubung dan akan membentuk pola jalur distribusi manggis. Untuk pemasaran buah-buahan termasuk manggis, penanganan pasca panen belum sepenuhnya dilakukan dengan baik oleh lembaga pemasaran. Disamping itu, sebaran marjin pemasaran pun belum merata. Dari permasalahan pemasaran yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) mengetahui pola saluran pemasaran manggis dari petani sampai ke konsumen di daerah penelitian 2) mengetahui pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi pada lembaga pemasaran manggis 3) mengetahui struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada komoditi manggis 4) mengetahui sebaran marjin pemasaran komoditi manggis yang terjadi pada setiap saluran pemasaran manggis. Penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan responden dalam penelitian dilakukan dengan mengikuti arus komoditi manggis dari petani sampai konsumen. Metode analisis untuk saluran pemasaran adalah dengan menelusuri jalur / arus manggis dari produsen sampai ke konsumen, analisis terhadap struktur pasar didasarkan pada saluran pemasaran yaitu jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, mudah tidaknya masuk atau keluar pasar, serta jenis komoditi yang diperdagangkan. Perilaku pasar komoditi manggis diketahui dengan mengamati praktek pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga dan keIjasama antar lembaga pemasaran. Sedangkan marjin pemasaran diuraikan sebagai perbedaan harga yang terjadi di tingkat produsen (harga beli) dengan harga di tingkat konsumen (harga jual) atau dapat pula diperoleh melalui penjumlahan biaya pemasaran dengan keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran. Secara umum terdapat delapan pola saluran pemasaran. Dari petani manggis disalurkan ke bandar kampung atau langsung melalui pengepul yang akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer lokal. Melalui pengepul ini pula manggis disalurkan ke pedagang grosir di Bandung, yang menjual kembali manggis ke pedagang pengecer, baik pengecer lokal maupun pengecer di Bandung. Untuk pasar luar negeri, manggis disalurkan oleh pengepul melalui eksportir. Petani menjual manggis melalui dua cara yaitu dengan panen tebasan dan panen sendiri. Setiap lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi pemasaran yang berbeda-beda seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan bandar kampung cenderung mengarah ke oligopsoni. Hal ini didasarkan pada jumlah pembeli yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penjuaI. Struktur pasar yang dihadapi oleh pengepul dilihat dari sisi pembeli mengarah ke pasar persaingan monopolistik, begitu pula dengan eksportir. Sedangkan di tingkat pedagang grosir dan pengecer pasar yang dihadapi mengarah ke pasar oligopoli, dimana jumlah pembeli lebih banyak dibandingkat jumlah penjual. Sistem penentuan harga manggis antara pelaku pasar yang terjadi adalah secara tawar-menawar dan ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Dalam sistem tawar menawar ini harga pembelian didasarkan pada kesepakatan antara pelaku-pelaku pasar. Petani tebasan dalam menetapkan harga manggis dipengaruhi oleh kebutuhan yang mendesak. Kondisi ini menyebabkan posisi petani, terutama petani tebasan lemah dan eenderung bersikap sebagai penerima harga. Hasil analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa marjin terkecil untuk pasar dalam negeri dimiliki oleh saluran yang pendek yaitu saluran 5. Dalam saluran ini farmer share yang diterima oleh petani besar yaitu 44,37% dengan total biaya pemasaran sebesar Rp 490,07perkg dan total keuntungan sebesar Rp 711.60 perkg. Saluran yang panjang menyebabkan total marjin pemasaran besar dan farmer share yang diterima oleh petani lebih keeil. Marjin pemasaran yang paling besar terdapat pada saluran pemasaran manggis untuk pasar luar negeri, yaitu saluran 4. Selain saluran yang digunakan panjang, komponen biaya pemasaran pada saluran ini cukup besar yaitu dalam hal biaya untuk transportasi udara ke negara tujuan yang dikeluarkan oleh seorang eksportir. Total marjin pemasaran pada saluran ini adalah adalah Rp 23.376 dengan total biaya pemasaran sebesar Rp 18.568,65 dan total keuntungan Rp 4807,67 perkg. Rasio keuntungan-biaya (B/C) terbesar dimiliki oleh pengecer sebesar 2,63 artinya setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 263,00. Secara keseluruhan, sebaran marjin pemasaran belum merata dan share yang diterima oleh petani masih rendah.

Kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam melakukan tindakan penertiban Pedagang Kaki Lima yang dilakukan dengan salah satu cara yaitu penggusuran memang dapat dimengerti, mengingat sebagian besar lokasi yang digunakan oleh para Pedagang Kaki Lima untuk melakukan kegiatan dagang merupakan lokasi umum yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun, tindakan penggusuran tersebut berdampak negatif bagi sebagian besar Pedagang Kaki Lima, yaitu mereka merasa kehilangan sumber pendapatan mereka. Sehingga terkadang masyarakat sering beranggapan bahwa kebijakan pemerintah bersifat tidak adil.Berkaitan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kota Medan membuat suatu kebijakan, yaitu dengan melakukan tindakan relokasi kepada para Pedagang Kaki Lima, yaitu dengan menempatkan para Pedagang Kaki Lima ke suatu tempat yang tidak mengganggu ketertiban umum. Tetapi, sering sekali tindakan relokasi ini dilakukan pada lokasi yang tidak strategis sebagai tempat berdagang, sehingga para Pedagang Kaki Lima mencari lokasi lain yang merupakan lokasi umum.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam mengelola Pedagang Kaki Lima yang sering dianggap sebagai sektor informal yang mengganggu ketertiban umum. Untuk itu, penelitian ini dilakukan kepada para Pedagang Kaki Lima di depan Rumah Sakit Elisabeth Medan yang merupakan salah satu lokasi tempat berkumpulnya para Pedagang Kaki Lima yang ditata dan dikelola oleh Pemerintah Kota Medan, karena lokasi para Pedagang Kaki Lima ini dianggap tidak mengganggu ketertiban umum, sebab tidak berada di jalan protokol, tidak berada di sekitar perumahan warga, terletak di dekat Taman Ahmad Yani, dan terletak dekat dengan lokasi perkantoran, sekolah, dan rumah sakit.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk itu, penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan yang dianggap mengetahui atau terkait dengan judul penelitian ini, kemudian menganalisanya berdasarkan teori dan fenomena yang ada di lapangan.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mengelola Pedagang Kaki Lima di lokasi depan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, Pemerintah Kota Medan membuat suatu wadah, yaitu dalam bentuk koperasi, untuk mengelola dan menata para Pedagang Kaki Lima tersebut yang disusun dalam wujud peraturan yang dibuat oleh koperasi. Koperasi ini juga berfungsi sebagai wadah untuk menerima bantuan dari berbagai pihak yang bersedia membantu dalam proses pengelolaan dan penataan para Pedagang Kaki Lima di lokasi ini.