Kode Etik Dan Disiplin
description
Transcript of Kode Etik Dan Disiplin
1
KARS
2
Rumah Sakit PasienCure & Care
STANDAR PELAYANAN RS
Standar Akreditasi
PeraturanPerundang-undangan
Regulasi
3
T K PTATA KELOLA RUMAH SAKIT
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT
PIMPINAN DEPARTEMEN / UNIT DAN PELAYANAN
ETIKA ORGANISASI
TKP 1
TKP 6
TKP 5
TKP 2-4
PASIEN
4
T K PTATA KELOLA RUMAH SAKIT
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT
UNIT DAN PELAYANAN
Hospital Bylaws
ETIKA O
RGANISASI
5
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
6
Perubahan tata nilaiUU 44/2009
Hukum
7
Pasal 32Hak Pasien
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
8
Pasal 29
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas
Kewajiban RS
9
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit
Kewajiban RS
10
Adanya kewajiban hukum RS
Bukti legal/hukum
DokumenDokumentasi
11
Dokumen
Dokumentasipemberian atau pengumpulan bukti
Surat atau naskah
Regulasi
Dokumen
No documentation You do nothing
12
RegulasiNasional/Referensi
Regulasi RS:• Kebijakan• Pedoman/
Panduan• SPO
PeranDirektur RS
Authorized
person
13
RegulasiNasional/Referensi
Regulasi RS:• Kebijakan• Pedoman/
Panduan• SPO
PeranDirektur RS
Tid
ak b
ole
h b
ert
en
tan
gan
Standar Pelayanan RS
Acuan
Direction
Decision
ImplementasiPelayanan RS
14
RegulasiNasional/Referensi
Regulasi RS:• Kebijakan• Pedoman/
Panduan• SPO
ImplementasiPelayanan RS
SurveiAkreditasi
OW
Telusur
Bukti-buktiD
TELAAH
DOKUMEN Individual Sistem
Skenario survei
Acuan
Tid
ak b
ole
h b
ert
en
tan
gan
Standar Pelayanan RS
15
RegulasiNasional/Referensi
Regulasi RS:• Kebijakan• Pedoman/
Panduan• SPO
KonfirmasiDirektur
OWBukti-buktiD
ImplementasiPelayanan RSAcuan
16
Standar TKP.6.Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien diberikan dalam norma profesi, keuangan dan hukum yang melindungi pasien dan hak mereka.Elemen Penilaian TKP. 6.1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma
etika dan hukum yang dapat melindungi pasien dan hak mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik nasional dan international.
17
Standar TKP 6.2Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.Elemen Penilaian TKP 6.2
1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat dilema etik dalam pelayanan non-klinis
3. Dukungan ini siap tersedia4. Kerangka kerja rumah sakit memberikan
pelaporan yang aman bagi masalah etika dan hukum / legal
18
Standar TKP.2/GLDSeorang manajer senior atau direktur bertanggung jawab untuk menjalankan rumah sakit dan mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku. Elemen Penilaian TKP.2
5. Manajer senior atau Direktur menjamin kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku
The senior manager or director ensures compliance with applicable laws and regulations.
19
Kode EtikRumah Sakit Indonesia
(Kodersi)
20
BAB IKewajiban Umum Rumah Sakit
Pasal 1
Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)
Pasal 2
Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah sakit.
21
PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN
MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA
PERSI - MAKERSI
22
BAB IITATA LAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH SAKIT
Pasal 3
Pembentukan KERS 1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan
perangkat organisasi rumah sakit di bentuk di Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di rumah sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib
TKP 6
23
Kode Etik Rumah SakitEtika ProfesiEtika Pegawai RS
Komite Etik Rumah SakitKomite MedikKomite Keperawatan
24
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
25
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
Pasal 13
26
Pasal 33
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjangmedis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
27
Panitia Mutu dan Keselamatan PasienPanitia Etik dan Disiplin RSPanitia Farmasi & TerapiPanitia Rekam MedisPanitia K3Panitia PPI RSTim TBTim PONEKTim HIV/AIDS
Direktur RS
KOMITE MEDIK
Subkom KredensialSubkom Mutu ProfesiSubkom Etika dan Disiplin
Kepala Unit Kerja
Permenkes 755/2011
Bukan merupakan
wadah staf medis
Tata kelola klinis
yang baik
28
Panitia Mutu dan Keselamatan PasienPanitia Etik dan Disiplin RSPanitia Farmasi & TerapiPanitia Rekam MedisPanitia K3Panitia PPI RSTim TBTim PONEKTim HIV/AIDS
Direktur RS
KOMITE KEPERAWATAN
Subkom KredensialSubkom Mutu ProfesiSubkom Etika dan Disiplin
Kepala Unit Kerja
Bukan merupakan
wadah staf keperawatan
Tata kelola klinis
yang baik
Permenkes 49/2013
29
Subkomite etik dan disiplin profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertugas merekomendasikan pembinaan etik dan disiplin profesi
30
Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:a. pembinaan etika dan disiplin profesi
kedokteran;b. pemeriksaan staf medis yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin;c. rekomendasi pendisiplinan pelaku
profesional di rumah sakit; dand. pemberian nasehat/pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis pada asuhan medis pasien
31
Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:a. melakukan sosialisasi kode etik profesi
tenaga keperawatan;b. melakukan pembinaan etik dan disiplin
profesi tenaga keperawatan;c. merekomendasikan penyelesaian masalah
pelanggaran disiplin dan masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan keperawatan dan kebidanan;
d. merekomendasikan pencabutan Kewenangan Klinis; dan
e. memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis dalam asuhan keperawatan dan kebidanan
32
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011
TENTANGDISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI
33
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi adalah ketaatan terhadap aturan- aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
34
Terkait dengan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi, maka pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1. melaksanakan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten;
2. tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik; dan
3. berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran / kedokteran gigi.
35
Pasal 3
(1)Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang melakukan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
(2)Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28 bentuk:
36
a. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten;
b. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter Gigi lain yang memiliki kompetensi yang sesuai;
c. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;
d. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut;
e. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien;
37
f. tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien;
g. melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien;
h. tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan Praktik Kedokteran;
i. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya;
j. tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja;
38
k. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
l. melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau keluarganya;
m. menjalankan Praktik Kedokteran dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara Praktik Kedokteran yang layak;
n. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah;
39
o. tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
p. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
q. membuka rahasia kedokteran;r. membuat keterangan medis yang tidak
didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut;
s. turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi hukuman mati;
40
t. meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
u. melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan Praktik Kedokteran;
v. menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya;
w. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau memberikan resep obatlalat kesehatan;
x. mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuanl pelayanan yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan;
41
y. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya;
z. berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
aa.tidak jujur dalam menentukan jasa medis;ab.tidak memberikan informasi, dokumen, dan
alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi;
42
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014
TENTANGTATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN
PELANGGARAN DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI
43
44
KEPUTUSAN PB IDINo. 111/PB/A.4/02/2013
TentangKODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
45
KEWAJIBAN UMUM
46
Pasal 1Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
Pasal 2Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
47
Pasal 4Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri .
Pasal 5Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
48
Pasal 7Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
49
Pasal 10Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
50
Pasal 13Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
51
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
52
Pasal 14Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
53
Pasal 17Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Pasal 16Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
54
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
55
Pasal 18Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
56
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
57
Pasal 20Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
58
Kode Etik PerawatA. Perawat dan KlienB. Perawat dan PraktikC. Perawat dan MasyarakatD. Perawat dan Teman SejawatE. Perawat dan Profesi
59
Kode Etik Bidan1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat ( 6 butir )2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya ( 3 butir )3. Kewajiban Bidan terhadap sejawab dan tenaga kesehatan
lainnya ( 2 butir )4. Kewajiban bidan terhadap profesinya ( 3 butir )5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri ( 2 butir )6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah
air ( 2 butir )
60
Standar Akreditasi
61
Standar TKP 6
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien diberikan dalam norma profesi, keuangan dan hukum yang melindungi pasien dan hak mereka.
Elemen Penilaian TKP. 6.1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma etika
dan hukum yang dapat melindungi pasien dan hak mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik nasional dan international.
62
Standar TKP 6.2Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.
Elemen Penilaian TKP. 6.2.1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola
etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat dilema etik dalam pelayanan non-klinis
3. Dukungan ini siap tersedia4. Kerangka kerja rumah sakit memberikan
pelaporan yang aman bagi masalah etika dan hukum / legal
63
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2012
TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Referensi
64
Pengaduan masyarakat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan pelayanan RS, sehingga perlu mendapatkan tanggapan dengan cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan
65
PEDOMAN ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUMDALAM PENANGANAN KASUS PELAYANAN MEDIS
DI RUMAH SAKIT2005
Referensi
66
PROSEDUR PENANGANANKASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS
67
A. Langkah penangananB. Pemilahan dan pendalaman kasusC. Pengamanan bukti dan informasi
PROSEDUR PENANGANANKASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS
68
A. Langkah penanganan1. Menerima keluhan/komplain2. Mengelola keluhan3. Investigasi kasus4. Analisis kasus5. Tindak lanjut penangan kasus6. Penyelesaian kasus7. Dokumentasi kasus8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
69
1. Menerima keluhan/komplain
Media massa Kotak saran Laporan staf RS Laporan/keluhan pasien Somasi pasien/kuasa hukum Laporan LSM Tokoh masyarakat Telepon pengaduan atau SMS
70
2. Mengelola keluhan
a. Mencatat dan mengkaji informasi• Identitas dan kondisi pasien• Peristiwa• Tuntutan pasien
b. Menanggapi keluhan• Mengucapkan terima kasih atas laporan• Memberikan penjelasan sementara• Menjamin keluhan akan ditindaklanjuti• Menenangkan pelapor• Memberikan tanda terima laporan
c. Melaporkan ke Direksi RS• Mengisi formulir sesuai keluhan• Memberi pertimbangan• Meminta pengarahan tindaklanjut
d. Menindaklanjuti instruksi Direksi
71
1. Menerima keluhan/komplain2. Mengelola keluhan3. Investigasi kasus4. Analisis kasus5. Tindak lanjut penangan kasus6. Penyelesaian kasus7. Dokumentasi kasus8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
72
1. Menerima keluhan/komplain2. Mengelola keluhan3. Investigasi kasus4. Analisis kasus5. Tindak lanjut penangan kasus6. Penyelesaian kasus7. Dokumentasi kasus8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
73
Pemilahan kasusKasus hukum pelayanan medis
1. Aspek hukum pidana2. Aspek hukum perdata3. Pelanggaran etik4. Pelanggaran disiplin/administrasi
Pendalaman kasus hukum dalam pelayanan medis
B. Pemilahan dan pendalaman kasus
Pendalaman kasus
74
C. Pengamanan bukti dan informasi
1. Penataan dokumen2. Penyimpanan3. Pengungkapan isi dokumen
75
1) Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter / dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2) 3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan
UU Praktik Kedokteran Pasal 66
76
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
77
Pasal 32Hak Pasien
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
78
TERJADI!!!Kecacatan/kematian atau reaksi tubuh yang tidak
diharapkan
TIDAK TERJADI!!!Kecacatan/kematian atau reaksi tubuh yang tidak
diharapkan
MISCONDUCT(Tidak sesuai kaidah teknis
medis)
GOOD CONDUCT(Sesuai kaidah teknis medis)
Analisis linier (pada good system) menetapkan malpraktik
PELA
NGGARAN
DIS
IPLI
N
(Pas
ien
tida
k di
rugi
kan)
Pidana dan/atau perdata (-)Hukum disiplin (+)
Pidana dan/atau perdata (-)Hukum disiplin (-)
BUKAN
MALP
RAKTIK
Pidana dan/atau perdata (+)Hukum disiplin (+)
MALPRAKTIK
(Pasien dirugikan)
KONDISI IDEAL
SI-060805
79
Standar PelayananKedokteran
80
Standar PP.1.Kebijakan dan prosedur dan undang-undang dan peraturan terkait mengarahkan pelayanan pasien yang seragam.
Elemen Penilaian PP.1.
1. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan proses pelayanan yang seragam.
2. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan yang seragam sesuai dengan undang-undang dan peraturan terkait.
3. Pemberian pelayanan yang seragam memenuhi ad a) s/d ad e).
UU 29/2004PMK 1438/2010
81
Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
82
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 44
UU 29/2004
83
Yang dimaksud dengan “standar pelayanan” adalah :
Peraturan Menteri Kesehatan
Pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran
84
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa
85
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannnya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
86
Yang dimaksud dengan standar profesi adalah :
batasan kemampuan (knowledge, skill and proffesional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi
batasan kemampuan minimal KOMPETENSI
87
Yang dimaksud dengan standar prosedur operasional adalah :
Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi
88
UU Praktik Kedokteran
Pasal 44 Pasal 50 dan 51
Standar Pelayanan Kedokteran
Standar Prosedur
Operasional
Permenkes 1438 Tahun 2010
89
Prinsip Dasar
Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO)
PNPK merupakan Standar Pelayanan Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta disahkan oleh Menteri
Permenkes 1438 / 2010
90
Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan menggunakan pilihan pendekatan :
Pengelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain atau komplikasi;
Pengelolaan berdasarkan kondisi.
91
92
Persyaratan penyusunan PNPK
• PNPK diperlukan bila: – jumlah kasusnya banyak (high volume)– mempunyai risiko tinggi (high risk)– cenderung memerlukan biaya
tinggi/banyak sumber daya (high cost)
terutama bila terdapat variasi yang luas di antara para praktisi untuk penanganan kasus yang sama.
93
PNPK disusun oleh sekelompok pakar yang dapat melibatkan profesi kedokteran, kedokteran gigi, atau profesi kesehatan lainnya, atau pihak lain yang dianggap perlu dan disahkan oleh Menteri.
94
Tata Laksana Bayi Berat Lahir Rendah: Resusitasi, Stabilisasi, dan Mekanisme MerujukOktober 2011
95
Peringkat Bukti (Hierarchy of Evidence)
• IA metaanalisis, uji klinis• IB uji klinis yang besar dengan validitas yang
baik• IC all or none• II uji klinis tidak terandomisasi • III studi observasional (kohort, kasus kontrol)• IV konsensus dan pendapat ahli
96
Derajat Rekomendasi
• Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level IA atau IB.
• Rekomendasi B bila berdasar atas bukti level IC atau II.
• Rekomendasi C bila berdasar atas bukti level III atau IV.
97
Resusitasi• Resusitasi BBLR dapat dilakukan dengan menggunakan
udara kamar (FiO2 21%). Level of evidence IB, derajat rekomendasi A
• Selama proses resusitasi, blender digunakan untuk mengatur konsentrasi oksigen dan pulse oxymeter dipasang untuk memantau saturasi oksigen.
Level of evidence IV, derajat rekomendasi C
• Pada BBLSR yang bernapas spontan saat lahir, bantuan pernapasan diberikan berupa NCPAP. Tindakan intubasi hanya dilakukan untuk pemberian surfaktan jika ada indikasi.Level of evidence IB, derajat rekomendasi A
98
Resusitasi• Pada bayi dengan RDS yang sudah diintubasi di kamar bersalin
akibat distres pernapasan, pemberian surfaktan dalam dua jam pertama menurunkan risiko acute pulmonary injury, mortalitas, maupun penyakit paru kronik.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Pemberian surfaktan dini dengan ekstubasi segera (<1 jam) kemudian digantikan oleh NCPAP, dibandingkan dengan surfaktan lambat dengan ventilasi mekanis kontinu dan ekstubasi ketika dukungan ventilasi mekanis telah minimal, menurunkan kejadian BPD dan pemakaian ventilasi mekanis selama perawatan. Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Penggunaan T-piece rescucitator di tempat bayi dilahirkan menurunkan risiko kegagalan CPAP.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
99
Stabilisasi• Penggunaan radiant warmer meningkatkan insensible water
loss (IWL) sehingga perhitungan kebutuhan cairan perlu disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap bayi.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Metode perawatan model kanguru (PMK) efektif untuk mencegah hipotermia pada BBLR di sarana dengan fasilitas terbatas.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Membungkus bayi dengan berat badan <1500 g menggunakan plastik setinggi leher sampai kaki mengurangi kejadian hipotermia.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
100
Stabilisasi• Penggunaan udara yang telah dihangatkan dan dilembabkan
(heated and humidified air) mengurangi kejadian hipotermia pada BBLR.
Level of evidence III, derajat rekomendasi C
• Pemberian terapi oksigen harus secara restricted dan terpantau kadarnya dalam darah.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Terapi oksigen dalam kadar rendah menurunkan risiko ROP dan BPD.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Penghentian terapi oksigen dilakukan secara bertahap.Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
101
102
SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan dan ditetapkan oleh Pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
SPO harus selalu ditinjau kembali dan diperbaharui sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
103
Standar Prosedur Operasional 1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya.
2) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
3) SPO disusun dalam bentuk panduan praktis klinis (clinical practice guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway), algoritme, protokol, prosedur atau standing order.
4) Panduan praktis klinis (PPK) harus memuat sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisis, kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis, dan kepustakaan
104
BENTUK SPO Pelayanan Kedokteran
Panduan praktik klinis (Clinical Practice Guideline)Alur klinis (Clinical Pathways)AlgoritmeProtokolProsedurStanding Orders
105
PENDEKATAN PENGELOLAAN PASIEN
•Diagnosis kerja•Kondisi klinis
Standar pelayanan di RS :
Panduan Praktik Klinis• Definisi• Anamnesis• Pemeriksaan fisis• Kriteria diagnosis• Diagnosis banding• Pemeriksaan penunjang• Terapi• Edukasi• Prognosis• Kepustakaan
Alur klinisAlgoritmeProtokolProsedurStanding orders
S P O
dapat dilengkapi dengan
Perlidungan Hukum
APK 3Kriteria pulang
106
107
Diberikan pada diare dehidrasi berat atau intake yang tidak terjamin.
≤ 2 tahun : ASERING system 24 jam4 jam I : 5 tetes/kgBB/menit20 jam II : 3 tetes/kgBB/menit Asetat Ringer, karena asam asetat dimetabolisme di otot menjadi bikarbonat. Asering sering dipakai pada anak < 2 tahun karena fungsi heparnya belum matang sehingga belum dapat mengubah asam laktat menjadi bikarbonat.
>2 tahun : RINGER LAKTAT1 jam I : 10 tetes/kgBB/menit7 jam II : 3 tetes/kgBB/menit RL, karena fungsi hati sudah sempurna
Protokol
108
Kalau ada tanda-tanda asma berat:
I. Oxygen ½ - 2 l/menitII. Nebulise ventolin (salbutamol),
dosis 2.5mg (1 ampul) kalau usia <5 tahun, dosis 5mg (2 ampul) kalau > 5 tahun, selama 10 menit.
15 menit
III. Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak napas
15 menit
IV. Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak napas
15 menit
V. Kalau setelah 3 nebuliser belum ada perubahan, ini kategori asma berat. Mulai aminophylline (loading dose dan setelah ini, infus)
VI. Berikan dexamethasone iv VII. Kalau ada kemungkinan juga ada infeksi saluran napas,
berikan antibiotika (lihat protocol pneumonia)
109