KLINIK DOKTER KELUARGA

download KLINIK DOKTER KELUARGA

of 12

description

jgj

Transcript of KLINIK DOKTER KELUARGA

KLINIK DOKTER KELUARGA ( KDK )a.Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK),b.Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis),c.Mempunyai bangunan yang memadai,d.Dilengkapi dengan sarana komunikasi,e.Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK,f.Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan khususpembantu KDK,g.Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok.h.Mempunyai izin yang berorientasi wilayah,i.Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu, danberkesinambungan,j.Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur,k.Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs

Mengenai apakah klinik DOGA dapat didirikan di daerah cakupan dokter keluarga lain, belum ada peraturan pasti yang mengatur ini.8.SUMBER PEMBIAYAAN PRAKTEK DOKTER KELUARGAKeuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang umum dan bersifat transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem pembiayaan praupaya maupun sistem pembiayaanfee for service.

BPJS : Badan Pengelola Jaminan Sosial

Manajemen Pembiayaan Klinik Doga

Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan klinik dokter keluarga dapat berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, danout of pocket.Model pembiayaan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan.Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan tersedianya dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan pelbagai sarana dan prasarana medis dan non medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga untuk membiayai pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan (operational cost) Seyogiyanyalah semua dana yang diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien dan atau keluarga yang memanfaatkan jasa pelayanan dokter keluarga. Masalah kesehatan seseorang dan atau keluarga adalah tanggung jawab masing-masing orang atau keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat mengatasi masalah kesehatan tersebut adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga bersedia membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak macamnya. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, pembiayaan secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien datang berobat diharuskan membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan melalui program asuransi kesehatan (health insurance), dalam arti setiap kali pasien datang berobat tidak perlu membayar secara tunai, karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga, yang dalam hat ini adalah badan asuransi.Tentu tidak sulit dipahami, tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai sesuai untuk pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal tersebut, yang dinilai sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah pembiayaan melalui program asuransi kesehatan saja. Mudah dipahami, karena untuk memperkecil risiko biaya, program asuransi sering menerapkan prinsip membagi risiko (risk sharing) dengan penyelenggara pelayanan, yang untuk mencegah kerugian, tidak ada pilihan lain bagi penyelenggara pelayanan tersebut, kecuali berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau mencegah para anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidak sampai jatuh sakit. Prinsip kerja yang seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga.Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-UpayaMengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka pada saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya ada tiga bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan.Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:1.Sistem kapitasi (capitation system)Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang tidak ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta, melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu jaminan.2. Sistem paket(packet system)Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan biaya dengan besar yang sama. Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait (diagnosis related group) yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.3. Sistem anggaran (budget system)Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada sistem anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang telah disepakati.Info terbaru terkait sistem pembiayaan dalam SKN:Salah satu solusi yang dilakukan dalam sumber pembiayaan (termasuk nantinya pembiayaan praktek dokter keluarga) untuk menyelenggarakan Sistem Kesehatan Nasional yang baik adalah dengan menyelenggarakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-Undang yang telah ditetapkan tahun 2004 ini mengalami kendala dalam realisasinya terkait pembentukan badan penyelenggaranya (BPJS) yang seharusnya telah ditetapkan saat 2009. Akhirnya pada hari rabu, 28 oktober 2011 sekitar pukul 20.40 WIB, RUU BPJS disahkan menjadi UU BPJS dengan kesepakatan bahwa BPJS I yang mengurus jaminan kesehatan diselenggarakan oleh ASKES akan mulai beroperasi pada tanggal 1 januari 2014. Sedangkan BPJS II (Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang mengurus ketenagakerjaan selambat-lambatnya beroperasi 1 juli 2015. Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan sistem dokter keluarga dapat menjadi lebih baik.9. PELAKSANAAN DOGA DI INDONESIAMekanisme dan jenjang pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh tenaga kesehatansebenarnya atau idealnya, ada tiga tahap pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat.Ketiga tahap pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut;pertama,Pelayanan Tingkat Primer. Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktik Umum atau yang selama ini dikenal dengan sebutan Dokter Umum. Tahap ini merupakan kontak pertama pasien dengan dokter yang biasanya bertempat di Klinik Pribadi, Klinik Dokter Bersama, Puskesmas, Balai Pengobatan, Klinik Perusahaan, atau Poliklinik Umum di rumah sakit, dsb.Kedua,`Pelayanan Tingkat Sekunder. Jika diangap perlu, pasien akan dirujuk ke Pelayanan Tingkat Sekunder. Untuk itu dokter praktik umum akan menulis surat konsultasi atau rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli, dalam hal ini dokter spesialis.Ketiga,Pelayanan Tingkat Tersier. Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh pelayanan di tingkat sekunder maka pasien akan dikirim ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu pasien akan dirujuk kepada dokter konsultan atau subspesialis.Setiap pasien semestinya harus ke pelayanan kesehatan primer terlebih dulu untuk semua masalah kesehatan yang dihadapinya. Perkecualian tentu saja ada, misalnya untuk kasus kedaruratan yang parah, pasien bisa langsung ke unit gawat darurat terdekat di manapun. Jika masalah pasien telah ditangani di tingkat sekunder atau tersier, maka pasien akan dikembalikan ke dokter umumnya untuk mendapatkan perawatan lanjutan.Pada dasarnya dokter keluarga adalah dokter praktik umum yang bertugas menyelenggarakan pelayanan primer. Beberapa negara masih menggunakan istilah dokter praktik umum, karena memang lulusan dokter yang keluar dari pendidikan kedokteran memang telah memiliki keterampilan khusus dokter keluarga, dan sistem pelayanan dokter keluarga telah digunakan secara menyeluruh di negara tersebut. sedang kan beberapa negara termasuk Indonesia belum menerapkan sistem pelayanan dokter keluarga ini. Lulusan-lulusan dokter dari berbagai institusi pendidikan kedokteran di Indonesia juga belum memiliki kompetensi dokter keluarga.Di Indonesia memang dokter di Puskesmas belum menerapkan fungsi DK, karena masih terbentur oleh sistem. Yang kedua terbentur pada dokternya sendiri yang belum menguasai prinsip pelayanan DK. Sistem itu begini, sebenarnya sudah ada bahwa pelayanan kedokteran itu terdiri dari pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Sistem yang ada di program Depkes juga menyebutkan Puskesmas itu hanya melayani Unit Kesehatan Masyarakat (UKM), namun yang terjadi Unit Kesehtan Personal (UKP)-nya tidak terlayani.Mungkin saja terlayani, tapi tidak manfaatnya kurang terasa. Konsep itu yang seharusnnya ada, namun dilapangan kenyataannya tidak seperti itu. PDKI menghendaki UKM dan UKP berjalan di sebagaimana mestinya, bagaimana UKP adalah bagian dari UKM, dan bisa dikatakan Puskesmas adalah klinik DK. Selain peranannya sebagai UKMNamun, ada banyak hal yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan secara komprehensif sistem pelayanan dokter keluarga. Sebagian besar masyarakat masih belum mengerti denagn peran sistem pelayanan kesehatan dokter keluarga, serta mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang. Akibatnya, sebagian masayarakat masih datang ke tempat pelayanan kesehatan sekunder untuk wilayah kerja yang harusya mampu ditangani oleh pelayanan primer. Ini tentu saja, menyebabkan biaya kesehatan yang dikelurkan oleh masyarat menjadi jauh lebih mahal. Selain itu, sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang masih belum bisa terlaksana maksimal juga menghambat terlaksananya sistem pelayanan kesehatan dokter keluarga.Satu hal lain yang juga penting untuk diperbaiki jika kita ingin menerapkan sistem pelayanan dokter keluarga ini secara konsisten adalah paradigma kita dalam pembangunan kesehatan. Semua pihak yang terkait, mulai dari pemerintah sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan, Rumah sakit, PKM, serta penyedia jasa layanan kesehatan lainnya, tenaga kesehatan, maupun masyarakat harus mampu mengubah paradigma kita dalam pelayanan kesehatan. Paradigma orang sakit yang selama ini kita gunakan, yang mengakibatkan kita lebih banyak mengarahkan pembiayaan dan upaya-upaya kesehatan untuk pengobatan dan perawatan pasca sakit, harus diubah ke arah paradigm sehat yaitu sebuah paradigma yang berusaha mengarahkan upaya dan pembiayaan kesehatan ke arah pencegahan masyarakat dari penyakit dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat agar mampu menjaga kesehatannya secara mandiri. Dengan paradigma sehat, penulis yakin penyelenggaraan pelayanan kesehatan berbasis dokter keluarga bisa terwujud dalam waktu dekat.Mengenai sistem pembiayaan dokter keluarga, ASKES sebagai salah satu BUMN yang digadang menjadi BPJS menerapkan besaran kapitasi Dokter keluarga mengacu pada pola perhitungan yang didasarkan pada 2 (dua) ketentuan popok: 1.Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas pelayan yang dimiliki 2.Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di Dokter Keluarga tersebut (Community Rating by Class)Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan bila Kantor Cabang telah melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-ketentuan pokok seperti di atas Penetapan penggolongan Dokter Keluarga berdasarkan kapitasi pelayanan yang dimilikinya dilakukan melalui pelaksanaan seleksi PPK (credentialing) dan seleksi kembali PPK (re-credentialing) dengan memperhatihkan indicator-indikator penentu yakni:1.Hasil penilaian sarana dan prasarana2.Ketersediaan tenaga perawat3.Ketersediaan tenaga administrasi4.Kemampuan penyediaan sarana laboratorium5.Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas6.pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:-Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator (indicator penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp 6500,00 per jiwa-Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi minimal 2 (dua) indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp 6000,00 per jiwa-Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi indicator sarana dan prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal Rp 5500,00Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter Keluarga untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:1.Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri dari: jasa medis dokter, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).2.Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri dari : jasa medis dokter, pelayanan obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).3.Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri dari : jasa medis dokter, pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana)Dapat disimpulkan bahwa terdapatdua hal dasar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan dokter keluarga secara konsisten, yaitu mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang dan sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi.Sayangnya sistem pembiayaan yang ada, seperti dilakukan ASKES belum ideal. Penelitian yang dilakukan oleh pakar jaminan sosial Prof. Hasbullah Thabrany menunjukkan bahwa untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang ideal, paling tidak kapitasina sebesar Rp. 20.000 per jiwa, tentu angka ini masih jauh dibanding yang telah dilaksanakan (Rp.5.500- Rp. 6500 per jiwa).Tanpa pelaksanaan mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang sangat sulit untuk mengedukasi masyarakat akan peran dan manfaat dokter keluarga. Tanpa pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang merata, juga akan tetap sangat sulit bagi masyarkat untuk mengakses pelayanan dokter keluarga. Di berbagai negara, pelaksanaan pelayanan dokter keluarga telah diintegrasikan dengan mekanisme pembiayaan kesehatan berbasis asuransi dan mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang.Sayangnya sistem jaminan sosial yang memiliki prinsip asuransi belum terlaksana (2014 akan dilaksanakan) sehingga saat ini pembiayaan praktek dokter keluarga masih menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan sistem ini.10. KOMUNIKASI DOKTER-PASIENHubungan yang berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama proses pemeriksaan/pengobatan/perawatan yang terjadi di ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien. Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya.Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan.Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan:Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:1)kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitive capacity to understand patients needs),2)menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity to patients feelings),3)kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasienMengacuhkan pendapat pasienMembuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti Kalau stress ya, mengapa datang ke sini? Atau Ya, lebih baik operasi saja sekarang.Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil laluA ha, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan lain-lainLevel 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implicitPasien, Pusing saya ini membuat saya sulit bekerjaDokter, Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?Level 3: Dokter menghargai pendapat pasienAnda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasienAnda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah ragaLevel 5:Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatirEmpati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandangpasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

maka dokter dapat sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:1.Materi Informasi apa yang disampaikana.Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan).b.Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.c.Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.d.Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis.e.Diagnosis, jenis atau tipe. (??)f.Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing cara).g.Prognosis.h.Dukungan (support) yang tersedia.

2.Siapa yang diberi informasia.Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.b.Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.c.Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung

3.Berapa banyak atau sejauh manaa.Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.b.Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

4.Kapan menyampaikan informasiSegera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

5.Di mana menyampaikannyaa.Di ruang praktik dokter.b.Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.c.Di ruang diskusi.d.Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter.

6.Bagaimana menyampaikannyaa.Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.b.Persiapan meliputi:materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim);ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;waktu yang cukup;mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang).c.Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan.d.Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

Tujuan dan manfaatTujuanDari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokteradalah:1)Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).2)Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial.3)Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan pasien.4)Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit/masalah yang dihadapinya.5)Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau halhal6)yang telah disetujui pasien.ManfaatBerdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di antaranya:1)Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau institusi pelayanan medis.2)Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan dokter-pasien yang baik.3)Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.4)Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam menghadapi penyakitnya.

11.RUJUKANMasalah Konsultasi dan RujukanMasalah yang dimaksud mencakup antara lain:1.Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas inisiatif dokter serta penjelasan yang dilakukan tidak dapat meyakinkan pasien, daat menimbulkan rasa kurang percaya pasien terhadap dokter. Sebenarnya timbul rasa kurang percayapasien ini tidak perlu terlalu dirisaukan dalam praktik sehari-hari. Malah telah terbukti, dokter yang bijaksana serta berpikiran dewasa, untuk kebaikan pasien tidak segan-segan melakukan konsultasi atau rujukan.Yang perlu dilakukan di sini hanyalah memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya kepada pasien tentang alasan serta maksud dilaksanakannya konsultasi atau rujukan tersebut.2.Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas permintaan pasien, dapat menimbulkan rasa kurang senangpada diri dokter. Dalam hal ini dokter harus meyakinkan pasien tentang perlu atau tidaknya konsultasi atau rujukan yang dimintakan pasien tersebut. Tetapi apabila pasien tetap meminta, dokter yang bijaksana lazimnya tidak menolak permintaan pasien.3.Apabilatidak ada jawabandari konsultasi4.Apabilatidak sependapatdengan saran/tindakan dokter konsultan5.Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan.Ada yang berasal dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak menunjang. Ada yang berasal dari pasien, misalnya tidak bersedia dan ataupun yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena kesulitan transportasi. Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya berbagai ketentuan program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan yang menanggung biaya pelayanan kesehatan. Penyelesaian terhadap berbagai pembatas ini harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan catatan seyogyanya sikap dan perilaku dokter sendiri tidak bersifat negatif terhadap konsultasi atau rujukan.6.Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk. Banyak yang berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai dengan hambatan sosial ekonomi. Di Indonesia hambatan yang paling banyak ditemukan adalah karena keadaan ekonomi penduduk yang belum memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat memenuhi anjuran konsultasi dan atau rujukan tersebut.Tata cara rujukan Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli tertentu. Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga. Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya. Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih sesuai. Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihakPembagian wewenang & tanggungjawab1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderitasepenuhnyakepada dokter konsultan untukjangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya untuksatu masalahkedokteran khusus saja.3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter lainuntuk selamanya.4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepadabeberapa dokterkonsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.