Klasifikasi-Hipertensi
description
Transcript of Klasifikasi-Hipertensi
KRITERIA HIPERTENSI
Dalam menangani penyakit hipertensi, banyak organisasi kesehatan di dunia membuat suatu
pedoman dalam tata laksana hipertensi. Pada intinya pedoman-pedoman tersebut berisikan
cara mengatasi penyakit hipertensi dengan perubahan gaya hidup atau terapi non
farmakologi, obat yang digunakan dalam terapi farmaklogi dan target tekanan darah yang
ingin dicapai serta penanganan pada penderita hipertensi dengan keadaan khusus. Berikut ini
pedoman tata laksana hipertensi :
1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) tahun
2003, berisikan :
Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole >= 140 mmhg dan diastole >= 90
mmhg diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi
penderita yang obese/kegemukan, olahraga yang teratur, mengurangi konsumsi
alkohol dan garam, tidak merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.
Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai dengan
diuretik tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan
lebih dari satu macam obat hipertensi.
2. Joint National Committee (JNC) berisikan :
Perubahan gaya hidup dan terapi obat memberikan manfaat yang berarti bagi pasien
hipertensi
Target tekanan darah < 140/90 bagi hipertensi tanpa komplikasi dan target tekanan
darah < 130/80 bagi hipertensi dengan komplikasi
Diuretik tiazid merupakan obat pilihan pertama untuk mencegah komplikasi
kardiovaskular.
Hipertensi dengan komplikasi pilihan pertama diuretik tiazid tapi juga bisa digunakan
penghambat ACE (captopril,lisinopril,ramipril dll), ARB (valsartan, candesartan dll),
beta bloker (bisoprolol) dan antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin dll) bisa juga
dipertimbangkan.
Pasien hipertensi dengan kondisi lain yang menyertai seperti gagal ginjal dan lain-
lain, obat anti hipertensi disesuaikan dengan kondisinya.
Monitoring tekanan darah dilakukan 1 bulan sekali sampai target tercapai dilanjutkan
setiap 2 bulan, 3 bulan atau 6 bulan. Semakin jauh dari percapaian target tekanan
darah, semakin sering monitoring dilakukan.
3. British Hypertensive Society (BHS)
Terapi non farmakologi dilakukan pada pasien hipertensi dan mereka yang
keluarganya ada riwayat hipertensi
Pengobatan dimulai pada tekanan darah sistole >=140 dan diastole >= 90
Target yang ingin dicapai setelah pengobatan, sistol =< 140 dan diastole =< 85
obat piliha pertama tiazid atau beta bloker bila tidak ada kontraindikasi.
4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)
Modifikasi gaya hidup sebagai penanganan menyeluruh, dapat dikombinasi dengan
terapi obat
Menerapkan pola makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension) untuk
penderita hipertensi
Hipertensi tanpa komplikasi harus dimulai dengan diuretik atau beta bloker
Hipertensi dengan penyakit penyerta, pemilihan obat harus berdasarkan masing-
masinghambat individu dan berubah dari mono terapi ke terapi kombinasi yang
fleksibel
5. European Society of Hypertension (ESH)
Fokus diberikan pada paien individual dan risiko kardiovaskularnya.
Penderita hipertensi dapat menerima satu atau lebih macam obat selama tujuan terapi
tercapai
Penatalaksanaan harus difokuskan pada pencapaian target pengobatan kardiovaskular
dengan perubahan gaya hidup atau dengan terapi obat
Kombinasi obat yang digunakan untuk mencapai target tekanan darah harus
ditetapkan secara individual pada masing-masing pasien
Penghambat ACE dan ARB tidak boleh digunakan pada kehamilan.
6. UK's NICE
Penghambat ACE sebagai lini pertama bagi penderita hipertensi usia < 55 tahun dan
antagonis kalsium atau diuretika bagi penderita hipertensi > 55 tahun
ARB direkomedasikan jika penghambat ACE tidak dapat ditoleransi
Penggunakan beta bloker sebagai lini keempat.
7. PEDOMAN HIPERTENSI (KONSENSUS PERHIMPUNAN HIPERTENSI
INDONESIA)
Hasil konsensus Pedoman Penanganan Hipertensi di Indonesia tahun 2007 berisikan :
Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) serta perkembangan penyakit ginjal
dimulai dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup
ke arah yang lebih sehat.
Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100
mmhg
Sebelum bertindak dalam penanganan hipertensi, perlu dipertimbangkan adanya
risiko kardiovaskular, kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Penanganan
dengan obat dilakukan pada penderita dengan banyaknya faktor risiko 3 atau lebih
atau dengan adanya kerusakan organ target,diabetes, penyakit penyerta, di samping
perubahan gaya hidup.
Penanganan dengan obat dilakukan bila upaya perubahan gaya hidup belum mencapai
target tekanan darah (masih >= 140/90 atau >= 130/80 bagi penderita diabetes/
penyakit ginjal kronis).
Pemilihan obat didasarkan ada tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi
khusus, obat tergantung pada derajat hipertensi (derajat 1 atau derajat 2 JNC7)
Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada
suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. Berbagai macam klasifikasi hipertensi
yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National
Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, Klasifikasi menurut
Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society
of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut
International Society on Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga
keturunan Afrika yang tinggal di Amerika. Badan kesehatan dunia, WHO juga membuat
klasifikasi hipertensi.
Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional
Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat
membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data
penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang.
Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO
dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90