KK 5A Kelompok 2

26
GANGGUAN ELIMINASI URINE MAKALAH oleh Kelompok 2 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

description

keperawatan klinik 5

Transcript of KK 5A Kelompok 2

GANGGUAN ELIMINASI URINE

MAKALAH

oleh

Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

GANGGUAN ELIMINASI URINE

TUGAS

diajukan sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Klinik V A

dengan dosen pengampu Ns. Wantiyah.,M.Kep

Oleh:

Hidayatus Sholeha NIM 122310101002

Raras Rahmatichasari NIM 122310101013

Aris Kurniawan NIM 122310101033

Ananti Destiari NIM 122310101041

Sandi Budi Darmawan NIM 122310101050

Akhmad Miftahul Huda NIM 122310101061

Nilla Sahuleka NIM 122310101070

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

1. Inkontinensia urin

a. Definisi

Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung

kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and

Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition.

Hal 1370 ).Retensi merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih

akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya,

sehingga menyebabkan distensi dari vesika urinaria. Atau, retensi urine

dapat pula merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.Kandungan urine

normal dalam vesika urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan sampai

batas jumlah tersebut urine merangsang refleks untuk berkemih.Dalam

keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung sebanyak 3000-4000

ml urine.Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di

kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk

mengosongkannya secara sempurna.Retensio urine adalah kesulitan

miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria (Kapita Selekta

Kedokteran).

b. Etiologi

Adapun etiologinya menurut Hamilton (2009) adalah sebagai berikut:

1) Relaksasi dasar anggul (disfungsi)

2) Infeksi

3) Atrofi

4) Obat-obatan

5) Keluaran rin berlebih

6) Imoilitas

7) Disfungsi usus

Adapun menurut Graber (2006) etiologi inkontinensia unrin adalah

infeksi, ureteritis atau vaginitis atrofik, serta obat-obatan antara lain

sedative, hipnotik, diuretic, opiate, penghambat saluran kalisum,

antikolinergik (antidepresan, antihistamin), dekongestan, dan lainnya.

Penyebab lainnya yang lebih sering adalah depresi, pembentukan urin

berlebihan (diabetes), mobilitas yang terbatas, serta impaksi tinja.Selain

itu juga bisa disebabkan oleh keadaan pasien yang tidak mampu pergi ke

kamar mandi.

c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin menurut

Hariati (2000) yaitu:

1) Ketidaknyamanan daerah pubis

2) Distensi vesika urinaria

3) Ketidak sanggupan untuk berkemih

4) Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)

5) Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya

6) Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih

7) Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

d. Faktor Predisposisi

Menurut Asmadi (2008) faktor predisposisi inkontinensia urin adalah

sebagai berikut.

1) Usia

Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja,

tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-

anak masih belum mampu untuk mengontrol buang air besar maupun

buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang

dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan

dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus otot,

sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan

kesulitan dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia

usia lanjut berisiko mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi

urine, terjadi penurunan kontrol otot sfingter sehingga terjadi

inkontinensia.

2) Diet

makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya

jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat

miksi karena kandungan pada jengkol yaitu asam jengkolat, dalam

jumlah yang banyak dapat menyebabkan terbentuknya kristal asam

jengkolat yang akan menyumbat saluran kemih sehingga pengeluaran

utine menjadi terganggu. Selain itu, urine juga dapat menjadi bau

jengkol.Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan tonus otot,

sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengeluarkan

feses maupun urine.Selain itu malnutrisi menyebabkan menurunnya

daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menyerang pada organ

pencernaan maupun organ perkemihan.

3) Cairan

Kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke

ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi

berkurang dan lebih pekat.

4) Latihan fisik

Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus

otot.Tonus otot yang baik dati otot-otot abdominal, otol pelvis, dan

diagfragma sangat penting bagi miksi.

5) Stres psikologi

Ketika seseorang mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia

akan mengalami diare ataupun beser.

6) Temperatur

Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan

cairan tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut

menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga dampaknya

berpotensi terjadi konstipasi dan pengeluaran urine menjadi sedikit.

Selain itu, demam juga dapat memegaruhi nafsu makan yaitu terjadi

anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan.

7) Nyeri

Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet

yang seimbang, maupun nyaman.Oleh karena itu berpangaruh pada

eliminasi urine.

8) Sosiokultural

Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contoh saja di

masyarakat Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet

merupaka sesuatu yang pribadi , sementara budaya Eropa menerima

fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama (Potter &

Perry,2005).

9) Status volume

Apabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam

keseimbangan, peningkatakan asupan cairan dapat menyebabkan

peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan

meningkatakan volume filtrat glomerulus dan eksresi urina (Potter &

Perry,2005).

10) Penyakit

Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih

menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi

penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk

mengontrol urinasi.Misalnya diabetes melitus dan sklerosis multiple

menyebabkan kondusi neuropatik yang mengubah fungsikandung

kemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif dan parkinson,

penyakit ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (Potter &

Perry,2005).

11) Prosedur bedah

Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan

sebelum menjali pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit

atau puasa praoperasi, yang memperburuk berkurangnya keluaran

urine. Respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron

menyebabkan berkurangnya keluaran urine dalam upaya

mempertahankan volume sirkulasi cairan (Potter & Perry,2005).

12) Obat-obatan

Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik

(atropin), antihistamin (sudafed), antihipertensi (aldomet), dan obat

penyekat beta adrenergik (inderal) (Potter & Perry,2005).

e. Epidemiologi

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia

lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah

sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat

inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.

f. Klasifikasi

Adapun klasifikasi inkonintesia urin menurut Hamilton (2009) adalah

sebagai berikut.

1) Inkontinensia urgensi

Kontraksi otot detrusor yang tidak terkontrol menyebabkan

kebocoran urine, kandug kemih yang hiperaktif, atau ketidakstabilan

detrusor.

a. Disfungsi neurologis

b. Sistisis

c. Obstruksi pintu kandung kemih

2) Inkontinensia stress

Adalah keluarnya urin tanpa kontraksi detrusor.

1. Tonus otot pangul yang buruk

2. Defisiensi sfingter uretra, konginetal atau didapat

3. Kelebihan berat badan

3) Inkotinensia kombinasi

Adalah suatu kombinasi inkontinensia ombinasi gejala inkontinensia

urgens dan inkontinensia stress.

4) Inkontinensia overflow

Adalah menetes saat kandung kemih penuh.

1. Disfungsi neurologis

2. Penyakit endokrin

3. Penurunan kelenturan dinding kandung kemih

4. Obstruksi pintu keluar kandung kemih.

g. Patofisiologi

Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya

antara lain :

a. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik.

Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau

berkontraksi.

b. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat

antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah) menyebabkan

kelemahan pada otot detrusor.

c. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor

pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma

uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).

Persalinan pervaginan Proses menua Peningkatan produksi

urine (DM)

Menyebarkan infeksi

dari uretra

Hiperglikemia

Perpindahan cairan

intraseluler secara osmotik

Ginjal reabsorbsi

kelebihan glukosa

Glukosuria

Polyuria

Kadar hormon menurun

Otot dasar peanggul rusak

Melemahkan tekanan

akhir keluaran urine

Pergerakan otot jaringan

robek

Melemahnya otot panggul

Tidak dapat menahan

kencing

INKONTINENSIA

URINE

ISK

Refluks urtrovesikal

Melemahkan otot

detrusor

Sfingter dan otot

dasar panggul

terganggu

Pengosongan

kandung kemih tidak

sempurna

h. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Borley

(2006) adalah sebagai berikut.

a. Kultur urin : untuk menyingkirkan infeksi.

b. IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi

atau fistula.

c. Urodinamik

– Uroflowmetri : mengukur kecepatan aliran

– Sistrometri : menggambarkan kontraktur detrusor

– Sistometri video : menunjukkan kebocoran urin saat mengedan

pada pasien dengan inkontinensia stress dan flowmetri tekanan

uretra: mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat istirahat

dan selama berkemih.

d. Sistokopi : jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma

kandung kemih

e. Pemeriksaan speculum vagina dan sistogram jika dicurigai terdapat

fistula vesikovagina.

i. Penatalaksanaan

Adapun penatalksanaan yang dapat dilakukan oleh perawat menurut

Borley (2006) adalah sebagia berikut.

a. Inkontinensia urgensi

1. Terapai medikamentosa: modifikasi asupan cairan, hindari kafein,

obati setiap hari penyebab (infeksi, tunor, batu); latihan berkemih,

antikolinergik/relaksan otot polos (oksibutinin, tolterdin).

2. Terapi pembedahan sistokopi dan distensi kandung kemih,

sistoplasti augmentasi.

b. Inkontinensia stress

1. Terapi medikamentosa: latihan ototdasar panggul esterogen untuk

vaginitis atrofik.

2. Terapi pembedahan: uretropeksi retropubik atau endoskopik,

perbaikan vagina, sfingter buatan.

c. Inkontinensia overflow

1. Jika terdapat obstruksi: obati penyebab obstruksi, misalnya TURP.

2. Jika tidak terdapat obstruksi: drainase jangka pendek dengan

kateter untuk memungkinkan otot detrusor pulih dari peregangan

berlebihan, kemudian penggunaan stimulant otot detrusor jangja

pendek (berhenekol, distigmin). Jika semua gagal katerisasi

intermiten yang dilakukan sendiri (inkontinensia overflow

neurogenik)

d. Fistula urinarius

Selalu membutuhkan terapi pembedahan.

2. Retensi Urin

a. Definisi

Adapun defisi retensi urin adalah sebagai berikut.

1. Retensi urin adalah pengumpulan urin di dalam kandung kemih dan

ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkannya sehingga

terjadi distensi (Hidayat, 2008).

2. Retensi urin adalah merupakan penumpukan urine dalam kandung

kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan

kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau

merupakan kedaan ketika seseoarang mengalami pengosongan

kandung kemih yang tidak lengkap (Kozier, 2009).

3. Retensi urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari

fesika urinaria (Masjoer, 2000).

4. Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi

meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.

(Brunner & Suddarth).

b. Etiologi

Adapun penyebab dari penyakit retensi urine adalah sebagai berikut:

1) Supra Vesikal (kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4

setinggi T12 L1)

2) Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun

seluruhnya, misalnya pada keadaan pasca operasi, kelainan medulla

spinalis yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

3) Vesikal (kelemahan otot detrusor karena lama mengalami peregangan)

4) Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika,

striktur, batu kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.

5) Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan

patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi

neurogenik kandung kemih.

6) Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik

(atropine), preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat

antihistamin Pseudoefedrin hidroklorida (Sudafed), preparat penyekat

adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

7) Penyebab tersering retensi urin adalah hipertrofi prostat jinak pada

pria. Penyebab lainnya diantaranya adalah ISK. Penyakit neurologis

atau keganasan prostat (Glendle, 2007).

c. Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut.

1. Ketidaknyamanan daerah pubis

2. Distensi vesika urinaria

3. Ketidaksanggupan untuk berkemih

4. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50) ml

5. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya

6. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih

7. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

(Hidayat, 2006).

d. Patofisiologi

Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan

rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya

dibagi menjadi 2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak

terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan

intra-abdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau

kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan

ini.Pada keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran

di luar kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih

dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau

memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa

dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing.Cara kerja kandung kemih yaitu

sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga

meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung

kemih tetap rendah.Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme

penutupan selalu dalam keadaan tegang.Dengan demikian maka uretra

tetap tertutup.Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih

meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi

pengendoran mekanisme penutup di dalam uretra.Uretra membuka dan

urine memancar keluar.Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung

kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase

pengeluaran.Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke

dalam ureter (refluks).

Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa

kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah

control volunter dan disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor

kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol

sistem safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak.

Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot

detrusor, lapisan submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot detrusor

berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung

kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih

berlangsung. otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas

beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot

detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol

berkemih. Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin,

rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke

pusar saraf kortikal dan subkortikal.Pusat subkortikal (pada ganglia basal

dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat

mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk

berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan

kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja

menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikaldan

subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan

menunda pengeluaran urin.Komponen penting dalam mekanisme sfingter

adalah hubungan urethra dengan kandung kemih dan rongga

perut.Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat

antara urethra dan kandung kemih.Fungsi sfingter urethra normal juga

tergantung pada posisi yang tepat dari urethra sehiingga dapat

meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke

uretre. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat

tekanan atau batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen.

Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks-refleks yang

berpusat dimedula spinalis segmen sakral yang dikenal sebagai pusat

berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan

aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher

kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih serta penghambatan

aktivitas parasimpatis dan mempertahankan inversisomatik pada otot

dasar panggul.Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatik

menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi

otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses reflek ini

dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks

serebri dan serebelum. Pada usia lanjut biasanya ada beberapa jenis

inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia

tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow.

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara

lain:

Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila

batuk atau bersin.Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran

kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas

berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan

pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot

dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang

salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat

menahan air seni.Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari

dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi

sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia

Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian

bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan

kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah

bisa karena infeksi.Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi

urine berlebih karena berbagai sebab.Misalnya gangguan metabolik,

seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi

akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca

melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang

aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama

kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena

ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat

otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan

penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko

terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon

estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi

penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra),

sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang

lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan

lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua

seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine,

karena terjadi perubahan struktur kandung kemih.

e. Pemeriksaan penunjang

Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine

adalah sebagai berikut.

1) Pengambilan: steril, random, midstream.

2) Pengambilan umum: mengetahui pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa,

Hb, Keton, Nitrit.

3) Sistoskopy, IVP.

4) Ureum dan elektrolit: mengetahui fumgsi ginjal

5) Kultur dan sensitivitas MSU: berhubungan dengan infeksi, termasuk

sistologi jika dicurigai terdapat tumor

Supravesikal

(DM)

Kerusakan Medula spinalis

TH12-L1, kerusakan saraf

simpatasi danparasimpatis

Neuropati (otot tidak

mau berkontraksi)

Distensi kandung

kemih Retensi Urine

Vesikal (batu

kandung kemih

Otot detrousor

elemah

Intravesikal

(obstruksi

kandung kemih)

Penyumbatan/penye

mpitan kandung

kemih

6) Urodinamik: memberikan identifikasi dan penilaian masalah

neurologis, penilaian BPH (Borley, 2006).

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai

berikut:

1) Kateterisasi urethra.

2) Dilatasi urethra dengan boudy.

3) Drainage suprapubik (Borley, 2006).

3. Kandung Kemih Neurogenik

a. Definisi

Kandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya

fungsi kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian

sistem sarafnya.Orang-orang yang menderita kandung kemih neurogenik

yang lebih aktif mampu berkemih, tetapi mereka memiliki kesulitan

untuk mengosongkan kandung kemih secara keseluruhan. Mereka juga

dapat mengalami gejala, seperti keinginan yang kuat untuk sering

berkemih tetapi hanya dapat mengeluarkan sejumlah kecil urin dan

kebocoran urin/mengompol. Karena mereka cenderung untuk menahan

sejumlah kecil urin pada kandung kemih, hal ini meningkatkan resiko

mereka untuk terinfeksi pada saluran kemih. Namun, penderita kandung

kemih neurogenik kurang aktif mampu menahan sejumlah besar urin

tetapi tidak mampu merasakan kandung kemih penuh atau tidak. Mereka

juga memiliki kesulitan dalam mengendalikan otot-otot kandung kemih

secara baik. Oleh karena itu, mereka akan sering mengompol ketika

kandung kemih terisi melewati batas. Kondisi ini umumnya ditemukan

pada orang-orang dengan penyakit neurogenik, seperti Alzheimer,

penyakit Parkinson, sklerosis multipel dan cedera medula spinalis.

Perawatan biasanya termasuk kateterisasi, dengan memasukan pipa tipis

kedalam kandung kemih untuk mempermudah pengosongan kandung

kemih. Apabila tidak dirawat secara tepat, kandung kemih neurogenik

dapat menyebabkan gagal ginjal karena tekanan yang dihasilkan sebagai

akibat ekspansi kandung kemih yang berlebihan dan infeksi saluran

kemih.

b. Etiologi

Neurogenic bladder bisa terjadi akibat:

1) Penyakit

2) Cedera

3) Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang menuju ke

kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung kemih maupun

keduanya.

4) kandung kemih neurogenik bisa kurang aktif, dimana kandung kemih

tidak mampu berkontraksi dan tidak mampu menjalankan

pengosongan kandung kemih dengan baik; atau menjadi terlalu aktif

(spastik) dan melakukan pengosongan berdasarkan refleks yang tak

terkendali.

Kandung kemih yang kurang aktif biasanya terjadi akibat gangguan

pada saraf lokal yang mempersarafi kandung kemih, penyebab

tersering adalah cacat bawaan pada medula spinalis (misalnya spina

bifida atau mielomeningokel).

5) kandung kemih bisa juga terlalu aktif biasanya terjadi akibat adanya

gangguan pada pengendalian kandung kemih yang normal oleh

medula spinalis dan otak. Penyebabnya adalah cedera atau suatu

penyakit, misalnya sklerosis multipel pada medula spinalis yang juga

menyebabkan kelumpuhan tungkai (paraplegia) atau kelumpuhan

tungkai dan lengan (kuadripelegia). Cedera ini seringkali pada

awalnya menyebabkan kandung kemih menjadi kaku selama beberapa

hari, minggu atau bulan (fase syok).

c. Patofisiologi

Jika masalah datang dari sistem saraf pusat, siklus terkait akan

terpengaruhi. Beberapa bagian sistem saraf yang mungkin terlibat

diantaranya otak, pons, medula spinalis dan saraf perifer. Sebuah kondisi

disfungsi menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin

akut hingga overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya.

Ketidak lancaran urinaria berasal dari disfungsi kandung kemih, spincter

atau keduanya. Overaktivitas kandung kemih (spastic bladder)

berhubungan dengan gejala ketidak lancaran yang mendesak, sedangkan

spincter underaktivitas (decreased resistance) menghasilkan gejala stress

incontinence. Adapun penyakit yang menyebabkan timbulnya kandung

kemih neurogenik adalah lesi otak, lesi medula spinalis dan cedera

sakral.

d. Komplikasi

1) Kebocoran urin

2) Retensio urin

3) Rusaknya pembuluh darah ginjal

4) Infeksi kandung kemih dan ureter.

e. Penatalaksanaan

1) Kandung kemih yang kurang aktif

Jika penyebabnya adalah cedera saraf, maka dipasang kateter melalui

uretra untuk mengosongkan kandung kemih, baik secara

berkesinambungan maupun untuk sementara waktu. Pemasangan

kateter secara permanen lebih sedikit menimbulkan masalah pada

wanita dibandingkan dengan pria. Pada pria, kateter bisa

menyebabkan peradangan uretra dan jaringan di sekitarnya.

2) Kandung kemih overaktif

Jika kejang pada saluran keluar kandung kemih menyebabkan

pengosongan yang tidak sempurna, maka bisa dipasang kateter. Bisa

diberikan rangsangan listrik pada kandung kemih, saraf yang

mengendalikan kandung kemih atau medula spinalis; supaya kandung

kemih berkontraksi.

3) Pemberian obat-obatan bisa memperbaiki fungsi penampungan air

kemih oleh kandung kemih. Pengendalian kandung kemih overaktif

biasanya bisa diperbaiki dengan obat yang mengendurkan kandung

kemih, seperti obat anticholinergik.Tetapi obat ini bisa menimbulkan

efek samping berupa mulut kering dan sembelit.

4) Kadang dilakukan pembedahan untuk mengalirkan air kemih ke suatu

lubang eksternal (ostomi) yang dibuat di dinding perut atau untuk

menambah ukuran kandung kemih.

5) Air kemih dari ginjal dialirkan ke permukaan tubuh dengan

mengambil sebagian kecil usus halus, yang dihubungkan dengan

ureter dan disambungkan ke ostomi; air kemih dikumpulkan dalam

suatu kantung. Prosedur ini disebut ileal loop.

6) Penambahan ukuran kandung kemih dilakukan dengan menggunakan

sebagian usus dalam suatu prosedur yang disebut sistoplasti

augmentasi disertai pemasangan kateter oleh penderita sendiri.

Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko

terjadinya batu ginjal.

7) Dilakukan pengawasan ketat terhadap fungsi ginjal. Jika terjadi

infeksi, segera diberikan antibiotik. Dianjurkan untuk minum air putih

sebanyak 6-8 gelas/hari.

f. Tanda dan Gejala

1. Nyeri

Gejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi

kurang aktif atau overaktif.Suatu kandung kemih yang kurang aktif

biasanya tidak kosong dan meregang sampai menjadi sangat

besar.Pembesaran ini biasanya tidak menimbulkan nyeri karena

peregangan terjadi secara perlahan dan karena kandung kemih

memiliki sedikit saraf atau tidak memiliki saraf lokal.

2. Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus

menerus menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih.

3. Infeksi

Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam

kandung kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri.Bisa terbentuk

batu kandung kemih, terutama pada penderita yang mengalami infeksi

kandung kemih menahun yang memerlukan bantuan kateter terus

menerus.Gejala dari infeksi kandung kemih bervariasi, tergantung

kepada jumlah saraf yang masih berfungsi.

4. Suatu kandung kemih yang overaktif bisa melakukan pengisian dan

pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa

disadari. Pada kandung kemih yang kurang aktif dan yang overaktif,

tekanan dan arus balik air kemih dari kandung kemih ke ureter bisa

menyebabkan kerusakan ginjal. Pada penderita yang mengalami

cedera medula spinalis, kontraksi dan pengenduran kandung kemih

tidak terkoordinasi, sehingga tekanan di dalam kandung kemih tetap

tinggi dan ginjal tidak dapat mengalirkan air kemih.

g. Pengobatan

Adapun pengbatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Kateterisasi

2) Meningkatkan intake cairan

3) Pembedahan merupakan cara terakhir

Pada kandung kemih yang kurang aktif, jika penyebabnya adalah cedera

saraf, maka dipasang kateter melalui uretra untuk mengosongkan

kandung kemih, baik secara berkesinambungan maupun untuk sementara

waktu.Kateter dipasang sesegera mungkin agar otot kandung kemih tidak

mengalami kerusakan karena peregangan yang berlebihan dan untuk

mencegah infeksi kandung kemih.Pemasangan kateter secara permanen

lebih sedikit menimbulkan masalah pada wanita dibandingkan dengan

pria.Pada pria, kateter bisa menyebabkan peradangan uretra dan jaringan

di sekitarnya.Pada kandung kemih overaktif, jika kejang pada saluran

keluar kandung kemih menyebabkan pengosongan yang tidak sempurna,

maka bisa dipasang kateter. Pada pria lumpuh yang tidak dapat

memasang kateternya sendiri, dilakukan pemotongan sfingter (otot

seperti cincin yang melingkari lubang) di saluran keluar kandung kemih

sehingga proses pengosongan bisa terus berlangsung dan dipasang

penampung air kemih. Bisa diberikan rangsangan listrik pada kandung

kemih, saraf yang mengendalikan kandung kemih atau medula spinalis;

supaya kandung kemih berkontraksi.Tetapi hal ini masih dalam taraf

percobaan.

Pemberian obat-obatan bisa memperbaiki fungsi penampungan air kemih

oleh kandung kemih.Pengendalian kandung kemih overaktif biasanya

bisa diperbaiki dengan obat yang mengendurkan kandung kemih, seperti

obat anticholinergik.Tetapi obat ini bisa menimbulkan efek samping

berupa mulut kering dan sembelit.Kadang dilakukan pembedahan untuk

mengalirkan air kemih ke suatu lubang eksternal (ostomi) yang dibuat di

dinding perut atau untuk menambah ukuran kandung kemih.Air kemih

dari ginjal dialirkan ke permukaan tubuh dengan mengambil sebagian

kecil usus halus, yang dihubungkan dengan ureter dan disambungkan ke

ostomi; air kemih dikumpulkan dalam suatu kantung.Prosedur ini disebut

ileal loop.

Penambahan ukuran kandung kemih dilakukan dengan menggunakan

sebagian usus dalam suatu prosedur yang disebut sistoplasti augmentasi

disertai pemasangan kateter oleh penderita sendiri.Sebagai contoh, sautau

hubungan dibuat diantara kandung kemih dan lubang di kulit

(verikostomi) sebagai tindakan sementara sampai anak cukup dewasa

untuk menjalani pembedahan definitif.

Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko

terjadinya batu ginjal.Dilakukan pengawasan ketat terhadap fungsi

ginjal.Jika terjadi infeksi, segera diberikan antibiotik.Dianjurkan untuk

minum air putih sebanyak 6-8 gelas/hari.

4. Kandung Kemih Flaccid dan Spastic

a. DefinisiKandung Kemih Flaksid dan Spastik

Adapun menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut.

1) Kandung Kemih Flaksid

Adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami kelayuan

sehingga tidak mampumenyimpan urin.

2) Kandung Kemih Spastik

Adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami kekakuan

sehingga tidak mampu mengosongkan kandung kemih.

b. Perbedaan Kandung Kemih Spastik dan Flaksid

No Spastik Flaksid

1 Kaku Layuh

2 Reflek fisiologis Reflex fisiologis

3 Reflex patologis (+) Reflex patologis (-)

4 Tidak ditemukan atrofi,

kecuali sudah berlangsung

lama

Atrofi cepat terjadi

5 Tonus otot meningkat Tonus normal atau menurun

Sumber: Heldayana 2010

c. Etiologi

Secara umum, etiologi paralisis menurut Heldayana (2010) disebabkan

oleh:

1) Perubahan pada tonus otot

2) Guillain-Barre syndrome (GBS)

3) Myasthenia gravis

4) poliomyelitis paralitik dan myelitis transversal

5) etiologi yang jarang terjadi berupa neuritis traumatis, ensefalitis,

meningitis dan tumor

6) Penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus West Nile juga dapat

menyebabkan paralisis flaksid.

d. Manifestasi klinis sindrom paralisis

Adapunmanifestasi klinis menurut Heldayana (2010) adalah sebagai

berikut.

1) Spastic

a. Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus

b. Peningkatan tonus spastik

c. Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai

oleh klonus

d. Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (refleks

abdominal, refleks plantar, dan refleks kremaster).

e. Refleks patologis (refleks Babinski, Oppenheim, Gordon, dan

Mendel-Bekhterev, serta diinhibisi respons hindar (flight), dan

f. Pada awalnya massa otot tetap baik.

2) Flaksid

a. Penurunan kekuatan kasar

b. Hipotonia atau atonia otot

c. Hiporefleksia atau arefleksia

d. Atrofi otot

e. Penatalaksanaan

1. Pengggunaan kateter sangat efektif untuk mengatasi gangguan

kandung kemih (Muttaqin, 2008 )

2. Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih, dapat diberika

asam askorbat unttuk mengasamkan urin, sehingga kemungkinan

bakteri untuk tumbuh sangat kecil.

3. Selain itu pemberian antibiotic juga dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2009. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.

Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce. 2003. Anatomi Fisiologi: untuk paramedic. Jakarta: PT

Gramedia

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Ginjal. Jawa Barat: Salemba

Medika

Price, A.S 1995. Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. edisi 4.

Jakarta: EGC

Smeltzer S. C., dan Bare G. B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC