Kitosan

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar negeri (Anna danSemeru, 1992). Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit udang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kitin dan kitosan. Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang terdapat pada hewan kelompok Crustacea seperti udang-udangan dan kepiting. Senyawa kitosan ini memiliki banyak manfaat sebagai bahan dasar industri seperti kosmetik, makanan kesehatan, pertanian, koagulasi untuk pengolahan limbah industri, kultur sel, imobilisasi enzim, dan pembuatan membran dan bioplastik. Kitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai lurus, tersusun dari 2000-3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D- glukosa) yang terangkai dengan ikatan 1,4-β-gliksida. Kitin memiliki rumus molekul [C 8 H 13 NO 5 ]n dengan berat molekul 1,2x10-6 Dalton ini tersedia banyak di alam dan banyak ditemukan pada hewan tingkat rendah, jamur, insekta dan golongan Crustaceae seperti udang, kepiting dan kerang (Damajanti, 1999). Pemanfaatan limbah kulit hewan dari golongan Crustacea perlu adanya peningkatan karena dari limbah tersebut menyimpan sejumlah manfaat yang besar. Walaupun kitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk pengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (Crustaceae) yang dipanen secara komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan

description

Kimia Organik

Transcript of Kitosan

BAB IPENDAHULUAN1. Latar belakangUdang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untukmengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar negeri (Anna danSemeru, 1992). Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampakyang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit udang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kitindan kitosan.Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang terdapat pada hewan kelompok Crustacea seperti udang-udangan dan kepiting. Senyawa kitosan ini memiliki banyak manfaat sebagai bahan dasar industri seperti kosmetik, makanan kesehatan, pertanian, koagulasi untuk pengolahan limbah industri, kultur sel, imobilisasi enzim, dan pembuatan membran dan bioplastik. Kitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai lurus, tersusun dari 2000-3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang terangkai dengan ikatan 1,4--gliksida. Kitin memiliki rumus molekul [C8H13NO5]n dengan berat molekul 1,2x10-6 Dalton ini tersedia banyak di alam dan banyak ditemukan pada hewan tingkat rendah, jamur, insekta dan golongan Crustaceae seperti udang, kepiting dan kerang (Damajanti, 1999).Pemanfaatan limbah kulit hewan dari golongan Crustacea perlu adanya peningkatan karena dari limbah tersebut menyimpan sejumlah manfaat yang besar. Walaupun kitin tersebar di alam, tetapi sumber utamayang digunakan untukpengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (Crustaceae) yang dipanen secara komersial. Limbah udangsebenarnya bukan merupakan sumber yang kaya akan kitin, namun limbah inimudah didapat dan tersedia dalam jumlahbesar sebagai limbah hasil dari pengolahan udang.1. Tujuan percobaan 1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui pembuatan kitin dan kitosan1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui reaksi deasetilasi amida1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui kadar air dan kadar abu pada kitosan

BAB IITINJAUAN PUSTAKABahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya. Atau dapat juga sebagai bahan yang dapat memberikan perlindunganbahan pangan dari pembusukan. Menurut peraturan Meneteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor2722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.Departemen THP FPIK-IPB secara intensif telah melakukan riset bahan aktif untuk aplikasi produk-produk perairan guna menggantikan bahan-bahan kimia seperti formalin, klorin dan sianida. Salah satu produk tersebut adalah chitosan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yaitu produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50% dari total berat udang. Kadar chitin dalam berat udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi chitosanmenghasilkan yield 15-20%.Chitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida chitin. Chitosan mempunyai nama kimia Poly D-glucosamine ( beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose), bentuk chitosan padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Chitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin. Kelarutan chitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer.Chitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila chitosan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100oF maka sifat kelarutannya dan viskositasnya akan berubah. Bila chitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka (terjadi kontak dengan udara) maka akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi kekuningan dan viskositas larutan menjadi berkurang. Hal ini dapat digambarkan seperti kapas atau kertas yang tidak stabil terhadap udara, panas dan sebagainya.Chitosan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh chitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan chitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi.Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk keda lam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan.

Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu molekul chitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan cell bakteri kemudian teradsorbi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relative lebih aman.Kerusakan bahan pangan dapat diidentifikasi dengan beberapa cara, yang pertama adalah dengan Uji organoleptik yaitu dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, keketanlan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, dan lainlain. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis. Dari berbagai uji kerusakan pangan tersebut, beberapa uji yang dianggap cukup sederhana untuk diterapkan di daerah-daerah dengan fasilitas peralatan yang sederhana, yaitu: Uji mikrobiologis, dengan menghitung jumlah mikroba. (Siagian, 2002).Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa. Perubahan bau menyimpang (offodor) pada daging biasanya terjadi jika total bakteri pada permukaan daging mencapai 107,0-7,5 koloni/cm2, di ikuti dengan pembentukan lendir pada permukaan jika jumlah bakteri mencapai 107,5-8,0 koloni/cm2.

BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUMA. Alat dan BahanAlat : Erlenmeyer Spatula hot plate magnetic stirrer indikator pH eksikator tanur listrik neraca analitik botol timbang cawan porselen.

Bahan: Kulit udang Aquadest NaOH 1 M HCL 1 M Bayelin atau KMnO4

B. Cara Kerjaa. Pembuatan Kitin1. Cuci dan bersihkan kulit udang dari pengotornya1. Keringkan kulit udang tersebut dalam oven 80o C selama 24 jam dan serbukkan menggunakan blender

b. Deproteinisasi1. Panaskan pada suhu 60-70o C larutan NaOH 1 M dan serbuk udang dengan perbandingan 1:10 (gr serbuk/ml NaOH) sambil diaduk selama 60 menit1. Pisahkan campuran dengan cuci endap menggunakan aquadest sampai 17 kali sehingga didapatkan PH netral1. Saring lalu keringkan endapannya didalam oven

c. Demineralisasi1. Pada suhu 25-30oC masukkan larutan HCL 1 M dan serbuk udang dengan perbandingan 1:10 (gr serbuk/ml HCl) sambil di aduk selama 120 menit1. Pisahkan campuran dengan cuci endap menggunakan aquadest sampai 15 kali sehingga didapatkan PH netral1. Saring lalu keringkan endapannya didalam oven

d. Deasetilasi kitin menjadi kitosan1. Masukkan kitin ke dalam larutan NaOH 50% pada suhu 90-100o C sambil di aduk kecepatan konstan selama 60 menit dengan hasil berupa slurry1. Cuci endapan dengan aquadest hingga pH netral, saring dan keringkan endapannya1. Lakukan analisa kitosan dengan metode FTIR untuk mengetahui Derajat Deasetilasi (DD)1. Gunakan metode garis pleh Moore dan Robert seperti ditunjukkan dalam persamaan (I)1. Buat sampel dalam bentuk pellet dalam bubuk KBr dan tentukan spektrumnya.

e. Uji kadar air1. Timbang botol timbang kosong1. Masukkan serbuk kitosan kedalam botol timbang1. Masukkan botol timbang kedalam oven selama 2 jam1. Masukkan kedalam eksikator selama 15 menit1. Ambil botol yang berisi serbuk kitosan lalu timbang

f. Uji kadar abu1. Timbang cawan porselen kosong1. Masukkan serbuk kitosan kedalam cawan porselen1. Masukkan cawan porselen yang berisi serbuk kitosan kedalam tanur listrik sampai serbuk kitosan berwarna putih1. Masukkan kedalam eksikator selama 15 menit1. Ambil botol yang berisi serbuk kitosan lalu timbang

METODE KERJA

1. Deproteinisasi dan demineralisasi

Uji kadar air

Uji kadar abu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil

0. Pembuatan Kitin Massa awal kulit udang sebelum perlakuan = 200 gram Massa akhir kulit udang setelah perlakuan = 20,0 gram 0. Deproteinisasi Massa hasil pembuatan kitin awal = 20,0 gram Massa hasil proses deproteinisasi = 7,12 gram Volume NaOH yang dibutuhkan = 1:10 (g serbuk/ml NaOH) = 71,2 ml NaOH Penetralan: 17 kali 0. Demineralisasi Volume HCl yang digunakan cukup untuk merendam produk hasil deproteinisasi.0. Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan Dihasilkan massa kitosan yang relatif halus = 3,45 graM5. Kadar AirMassa serbuk udang awal = 1 gram Massa serbuk setelah dioven = 0,95 gram 1. Kadar Abu Massa serbuk udang awal = 1 gram Massa serbuk udang setelah ditanur = 0,09 gram

B. Pembahasana. Pembuatan kitinDengan mencuci dan membersihkan kulit udang dari pengotornya. Kemudian mengeringkannya ke dalam oven 80C selama 24 jam menggunakan baki yang dilapisi aluminium foildan menyerbukkannya dengan blender. Kulit udang yang diperoleh dari hasil pengeringan adalah sebanyak 20 gram dari 500 mg berat kulit udang basah yang diperoleh dari 2 kg berat udang utuh.Kitin merupakan suatu hipolimer (poli-N Asetil Glukosamin). Deasetilasi kitin akan menghasilkan senyawa yang lebih potensial, yaitu kitosan atau poli (-(1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa) atau D-glukosamina.b. Tahap deproteinisasiSelanjutnya, dilakukan deproteinisasi (penghilangan protein) dengan stirrer menggunakan kulit udang yang diletakkan di beaker glass 500 ml pada suhu 70C yang telah dicampurkan dengan NaOH 1 M sampai batas terendam saja sambil diaduk selama 60 menit. Apabila menggunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu lebih tinngi akan menyebabkan kitin terdeasetilasi. Protein dari kitin akan terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negative dan mengendap. Kemudian, pisahkan campuran dan saring untuk diambil endapannya dengan mencuci endapan menggunakan air suling (sistem endap tuang), kemudian difiltrasi untuk dikeringkan endapannya menggunakan oven selama 5 hari. Pembilasan dilakukan sebanyak 17 kali hingga pH netral. Setelah disaring dan dikeingkan endapannya diperoleh berat kitin sebanyak 7,12 gram.c. Tahap demineralisasiLalu, pada demineralisasi (penghilangan mineral) dengan suhu 25C, masukkan larutan HCl 1 M dan kulit udang yang sudah di oven ke dalam beaker glass 500 ml sampai batas terendam saja, di stirrer selama 120 menit. Kemudian, campuran dipisahkan dan disaring untuk diambil endapannya. Pembilasan dilakukan sebanyak 19 kali hingga pH netral. Setelah disaring dan dikeingkan endapannya diperoleh berat sebanyak 3,45 gram.d. Deasetilasi kitin menjadi kitosanMasukkan kitin ke dalam larutan NaOH 50% pada suhu 90C-100C sambil diaduk dengan kecepatan konstan selama 60 menit dengan hasil berupa slurry. Cuci endapan dengan aquadest hingga pH netral, saring, dan keringkan endapannya sehingga terbentuklah kitosan. Pada proses ini, terjadi pemutusan gugus asetil dengan atom nitrogen yang terdapat pada kitin sehingga menghasilkan suatu amina. Setelah kitosan didapatkan, dilakukan pengukuran kadar air dan kadar abu.1. Perhitungan kadar airBerat yang hilang = berat awal (massa serbuk udang awal) - berat akhir (massa serbuk udang setelah di oven) = 1 gram 0,95 gram = 0,05 gram

Kadar air (%) = berat yang hilang / berat awal x 100% = 0,05 gram / 1 gram x 100% = 5%

Dengan menggunakan metode oven kering, penentuan kadar air memperlihatkan jumlah kandungan air dalam kitosan sebanyak 5%.Kitosan merupakan biopolymer higroskopis sehingga terjadi penyerapan uap air ketika kitosan dalam keadaan terbuka.2. Perhitungan kadar abuKadar abu (%) = berat akhir (massa serbuk udang setelah ditanur) / berat awal x 100% = 0,09 gram / 1 grm x 100% = 9%Dengan menggunakan metode pengabuan kering diperoleh sebanyak 9%.Kualitas kitosan yang baik memiliki kadar abu sebesar kurang dari 1%. Penentuan kadar abu merupakan indicator keefektifan tahap demineralisasi untuk menghilangkan mineral yang terdapat dalam kitosan. Tanpa proses demineralisasi, produk akan menghasilkan kadar abu antara 31-36%. Besarnya kadar abu yang terkandung pada kitosan memperlihatkan proses demineralisasi yang kurang sempurna.

BAB VPENUTUPA. Kesimpulan0. Kitin dibuat dari kulit udang kering. Jika diproses ebih lanjut, kitin menghasilkan kitosan.0. Deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terkandung dalam kulit udang. Dengan menggunakan larutan NaOH 1 M.0. Pemisahan campuran pada proses deproteinisasi dapat dilakukan dengan cara dekantasi atau endap tuang.0. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam kulit udang dengan penambahan larutan HCl 1M.0. Deasetilasi adalah proses terbentuknya kitin dari kitosan.0. Kadar air yang didapatkan adalah 5%.0. Kadar aabu yang didapatkan adalah 9%.B. Saran0. Kulit udang yang dikeringkan pada awal pembuatan kitosan sebaiknya sudah dibersihkan dengan baik, agar bau yang dihasilkan tidak terlalu menyengat.0. Sebaiknya digunakan aquadest saat melakukan setiap proses, terutama saat demineralisasi karena dapat mempengaruhi kitosan yang terbentuk.0. Praktikan diharapkan dapat mengefisiesikan waktu yang diberikan saat praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara : Jakarta.Hanafi, Muhammad, Syahrul Aiman, Efriana D., B. Suwandi. Pemanfaatan Kulit Udang untuk Pembuatan Kitosan dan Glukosamin. LIPI kawasan PUSPITEK, Serpong.Linawati, H. 2006. Chitosan Bahan Alami Pengganti Formalin. Departemen Teknologi Perairan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FKIK-IPB). http://www.kompas.com/kesehatan/news/0601/07/085109.htmSiagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU digital Library : Sumatera Utara.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 2PEMBUATAN KITOSAN

Dosen PembimbingTim Dosen Praktikum Kimia Organik

Disusun oleh:Kelompok 1 D

Nama Kelompok :Agustin Medika (1113102000069)Elok Faikoh (1113102000077)Geraldi (1113102000037)Lulu Annisa (1113102000017)Sinthiya Nur Septiani (1113102000038)Zakiyatul Munawaroh (1113102000079)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA/DESEMBER 2014