Kitchen 2

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) National advisory committee on microbiological criteria for food (committee) menganjurkan sistem HACCP sebagai pendekatan yang efektif dan rasional untuk menjamin keamanan pangan. Dalam penarapan HACCP, pengujian mikrobiologi merupakan suatu cara yang efektif untuk memantau titik kendali kritis ( CCP=Critical Control Points ) karena waktu yang dibutuhkan terlalu lama untuk mendapatkan hasil pengujian. Pada umumnya, pemantauan CCP dapat dilakukan dengan baik menggunakan hasil uji fisik dan kimia, dan melalui pengamatan visual. Akan tetapi mutu mikrobiologi makanan dapat digunakan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang diterapkan telah berhasil dengan baik ( Fardiaz, 1996 ). Prinsip HACCP harus distandarisasi sehingga memudahkan pelaksanannya oleh industri pangan dan memudahkan instansi yang berwenang dalam memantau penerapan HACCP . Berdasarkan rekomendasi National Academy of Sciences Sistem HACCP harus dikembangkan untuk setiap industri pangan, dan dikembangkan untuk setiap produk masing-masing beserta kondisi pengolahan dan distribusinya (Fardiaz, 1996). 1. Definisi HACCP HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengotrol bahaya-bahaya tersebut (Fardiaz, 1996). 2. Prinsip HACCP a. Penetapan bahaya dan risiko Penetapan bahaya dan risiko yang berhubungan dengan bahan pangan sejak pemeliharaan, pemanenan / penangkapan /pemotongan, penanganan, pemilihan ingredient dan bahan tambahan, penyimpanan bahan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan dan konsumsi (Fardiaz, 1996).

Transcript of Kitchen 2

Page 1: Kitchen 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)

National advisory committee on microbiological criteria for food

(committee) menganjurkan sistem HACCP sebagai pendekatan yang efektif

dan rasional untuk menjamin keamanan pangan. Dalam penarapan HACCP,

pengujian mikrobiologi merupakan suatu cara yang efektif untuk memantau

titik kendali kritis ( CCP=Critical Control Points ) karena waktu yang

dibutuhkan terlalu lama untuk mendapatkan hasil pengujian. Pada umumnya,

pemantauan CCP dapat dilakukan dengan baik menggunakan hasil uji fisik

dan kimia, dan melalui pengamatan visual. Akan tetapi mutu mikrobiologi

makanan dapat digunakan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang

diterapkan telah berhasil dengan baik ( Fardiaz, 1996 ).

Prinsip HACCP harus distandarisasi sehingga memudahkan

pelaksanannya oleh industri pangan dan memudahkan instansi yang

berwenang dalam memantau penerapan HACCP . Berdasarkan rekomendasi

National Academy of Sciences Sistem HACCP harus dikembangkan untuk

setiap industri pangan, dan dikembangkan untuk setiap produk masing-masing

beserta kondisi pengolahan dan distribusinya (Fardiaz, 1996).

1. Definisi HACCP

HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan

kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada

berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan

untuk mengotrol bahaya-bahaya tersebut (Fardiaz, 1996).

2. Prinsip HACCP

a. Penetapan bahaya dan risiko

Penetapan bahaya dan risiko yang berhubungan dengan bahan pangan

sejak pemeliharaan, pemanenan / penangkapan /pemotongan,

penanganan, pemilihan ingredient dan bahan tambahan, penyimpanan

bahan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan dan konsumsi

(Fardiaz, 1996).

Page 2: Kitchen 2

Analisis bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap produk pangan dan

bahan mentah, ingredient serta bahan tambahan untuk menentukan

risiko terhadap bahaya biologis, kimia dan fisik . Ada 2 tahap dalam

penetapan bahaya dan risiko yaitu analisis bahaya dan penetapan

kategori risiko bahaya. Sedangkan persiapan yang perlu dilakukan

yaitu: (1) menurut daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan

dalam proses; (2) mempersiapkan digram alir proses yang teliti untuk

memproduksi suatu produk; (3) keterangan /deskripsi produk

mengenai: (a) kelompok konsumennya, (b) cara mengkonsumsi, (c)

cara penyimpanan, (d) cara pengolahan (Fardiaz, 1996).

b. Penetapan CCP ( Critical Control Points )

Penetapan CCP yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya,

misalnya CCP-1 menjamin dapat mencegah atau menghilangkan

bahaya, CCP-2 mengurangi bahaya, tetapi tidak menjamin dapat

mencegah atau menghilangkan bahaya (Fardiaz, 1996).

c. Penetapan batas kritis

Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP yang telah

ditetapkan. Kriteria yang umum digunakan sebagai batas kritis : suhu,

waktu, kelembaban, nilai aw, nilai pH, keasaman ( titrasi ), bahan

pengawet, konsentrasi garam, khlorin bebas, viskositas (Fardiaz,

1996).

d. Pemantauan CCP

Penetapan prosedur untuk memantau CCP dan batas kritis termasuk

pengamatan, pengukuran, dan pencatatan. Kegiatan pemantauan

meliputi: (1) memeriksa apakah prosedur pengolahan dan penanganan

pada CCP dapat dikendalikan, (2) pengujian atau pengamatan

terjadwal terhadap efektifitas suatu proses untuk mengendalikan CCP

dan batas kritis, (3) pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk

menghasilkan data yang teliti dan ditujukan untuk menjamin bahwa

batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk.

Cara pemantauan meliputi: (1) pengamatan; (2) pengukuran atau

analisis terhadap (a) prose (waktu, suhu, ph, dll), (b) sanitasi, misalnya

Page 3: Kitchen 2

terhadap bahan mentah (uji kimia terhadap toksin, bahan tambahan,

kontaminan, dll; mikrobiologi terhadap koliform, E. coli, Salmonela,

dll) (Fardiaz, 1996).

e. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan

Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi

penyimpangan terhadap CCP dan batas kritis dari hasil pemantauan

(Fardiaz, 1996).

(1) Produk beresiko tinggi

Produk tidak boleh diproses atau diproduksi sebelum semua

penyimpangan dikoreksi atau diperbaiki. Produk ditahan atau tidak

dipasarkan, dan diuji keamanannya. Jika keamanan produk tidak

memenuhi syarat, perlu dilakukan tindakan koreksi yang tepat.

(2) Produk beresiko sedang.

Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus

dikoreksi dalam waktu singkat ( dalam beberapa hari atau minggu).

Pemantauan khusus diperlukan sampai semua penyimpangan

dikoreksi.

(3) Produk beresiko rendah

Produk dapat diproses penyimpangan harus dikoreksi atau

diperbaiki jika waktu memungkinkan pengawasan rutin harus

dilakukan untuk menjamin status resiko berubah menjadi resiko

sedang atau tinggi.

f. Penyusunan sistem pencatatan yang efektif

Penyusunan suatu sistem pencatatan yang efektif untuk mengarsipkan

rancangan HACCP. Beberapa keterangan yang harus dicatat : (1) judul

dan tanggal pencatatan, (2) keterangan produk (kode,tanggal dan

waktu diproduksi), (3) bahan dan peralat yang diperlukan, (4) proses

yang dilakukan, (5) CCP, (6) batas kritis yang ditetapkan, (7)

penyimpanan batas kritis, (8) tindakan koreksi atau perbaikan yang

harus dilakukan jika terjadi penyimpangan dan karyawan yang

bertanggungjawab, (9) identifikasi operator (Fardiaz, 1996).

Page 4: Kitchen 2

g. Penetapan prosedur verifikasi

Penetapan prosedur untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah

dilakukan secara efektif. Tujuan verifikasi terhadap program HACCP :

(1) untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan

sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan, (2) untuk menjamin

bahwa rencana HACCP yang ditetapkan masih efektif. Sedangkan

kegiatan atau tahap verifikasi meliputi: (1) penetapan jadwal

veerifikasi yang tepat, (2) pemeriksaan kembali (review) rencana

HACCP, (3) pemeriksaan atau penyesuaian catatan HACCP, (4)

pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi atau

perbaikan, (5) pengamatan atau inspeksi visual selama produksi untuk

mengendalikan CCP, (6) pengambilan contoh dan analisis cara

random, (7) catatan tertulis mengenai kesesuaian dengan rencana

HACCP atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi atau

perbaikan yang dilakukan. Dan verifikasi atau evaluasi dilakukan bila:

(1) secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang

ditetapkan masih dapat dikendalikan, (2) jika diketahui bahwa produk

tertentu memerlukan perhatian khusus karena informasi terbaru

mengenai keamanan makanan, (3) jika produk yang dihasilkan

diketahui sebagai penyebab keracunan makanan, (4) jika kriteria yang

diitetapkan belum mantap atau atas saran dari instansi berwenang

(Fardiaz, 1996).

B. Pengolahan

1. Pengertian Pengolahan

Pengolahan merupakan berbagai cara pengubahan hasil-hasil bahan

pangan oleh budidaya manusia baik secara fisik, kimiawi atau biokimiawi

menjadi produk-produk guna memenuhi kebutuhannya (Makfoeld, 1982).

Pengolahan bertujuan untuk memperoleh pangan yang

beranekaragam, berkualitas tinggi, tahan simpan, meningkatkan nilai tukar

dan daya guna bahan mentahnya (Astawan dan Made, 1988). Produk hasil

pengolahan sering disebut sebagai hasil olah. Hasil olah ada yang dapat

Page 5: Kitchen 2

langsung memenuhi kebutuhan manusia disebut hasil jadi (final product)

atau suatu hasil olah yang perlu diolah lebih lanjut untuk langsung

memenuhi kebutuhan disebut hasil setengah jadi (semi final product)

(Makfoeld, 1982).

2. Pengolahan Suhu Tinggi

Pengolahan suhu tinggi merupakan salah satu cara paling penting

yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan

pangan. Walaupun demikian, pengolahan suhu tinggi juga mempunyai

pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena itu pengolahan suhu tinggi

memang mungkin memperpanjang dan menaikkan ketersediaan bahan

pangan untuk konsumen, tetapi bahan pangan tersebut mungkin

mempunyai kadar gizi yang lebih rendah ( dibandingkan dengan keadaan

segarnya ). Beberapa proses yang menggunakan suhu tinggi antara lain:

Pengolahan suhu tinggi adalah pengolahan yang menggunakan

panas, baik dari panas api maupun dari alat listrik. Pengaruh pemanasan

terhadap bahan makanan dan zat-zat gizi yang dikandungnya adalah sangat

penting. Pengaruh-pengaruh tersebut ialah:

a. Pecahnya Dinding Sel Tumbuhan

Dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari atas zat selulosa yang tidak

dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia. Dengan pemanasan

dinding sel dirusak menjadi pecah, sehingga isi sel teerbuka terhadap

pengaruh cairan pencernaan tubuh di dalam rongga usus.

b. Pemanasan Membunuh Mikroba

Panas yang cukup tinggi dan lama akan membunuh berbagai mikroba

yang mingkin bersifat patogen dan menyebabkan penyakit, terutama

penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan

minuman.

c. Panas Dapat Meniadakan Zat-zat Toksik

Pemasakan dengan mempergunakan panas dapat pula menetralkan

pengaruh beberapa zat toksik yang terdapat secara alamiah dalam

berbagai bahan makanan, baik nabati maupun hewani.

Page 6: Kitchen 2

d. Panas Dapat Mengubah Berbagai Zat Gizi Secara Positip

Pengaruh thermis memberikan pula perubahan-perubahan yang

menguntungkan kepada karbohidrat dan protein yang terdapat di dalam

makanan, sehingga meningkatkan nilai gizinya.

e. Pemanasan Dapat Memberikan Pengaruh Negatip

Penggunaan panas dengan suhu terlalu tinggi dapat mengadakan

perubahan kimiawi kepada karbohidat dan protein yang bersifat

negatip, yaitu merugikan dengan menurunkan nilai gizi zat-zat gizi

tersebut.

f. Pemanasan yang Terlalu Tinggi Dapat Menimbulkan Zat

Carcinogenik

Dalam bahan makanan yang hangus, baik nabati maupun hewani dapat

terjadi ikatan-ikatan polycylik yang bersifat carcinogenik, yaitu

merangsang terjadinya kanker. Zat-zat toksik ini misalnya terdapat

dalam asap makanan yang hangus terbakar.

C. Telur

Dalam mempertahankan kelanggengan hidupnya hewan tertentu

berkembang biak dengan menghasilkan telur, seperti ikan, unggas, binatang

melata, dan sebagainya. Sebagai bahan pangan telur mempunyai nilai yang

penting karena merupakan sumber protein dan lemak. Untuk dapat menangani

dan memanfaatkan telur seoptimal mungkin perlu diketahui sifat-sifatnya baik

fisik maupun kimia, serta perubahan-perubahannya selama penyimpanan

(Muchtadi dan Sugiyono, 1992 ).

1. Jenis Telur

Banyak sekali jenis hewan yang dapat mengahsilkan telur. Dari

sekian telur yang dihasilkan oleh beberapa hewan, hanya beberapa jenis

telus yang biasa diperdagangkan dan dikonsumsi manusia yaitu telur

ayam, bebek, telur puyuh, dan telur ikan. Yang paling populer adalah telur

ayam sehingga dalam kehidupan sehari-hari istilah telur diasosiasikan

dengan telur ayam.

Telur ayam terdapat 2 jenis yaitu telur ayam kampung (Buras) dan

telur ayam negeri (ras). Telur ayam kampung harganya lebih mahal

Page 7: Kitchen 2

dibandingkan telur ayam negeri karena penawarannya sangat terbatas dan

anggapan lebih berkhasiat. Telur bebek juga ada 2 jenis yaitu yang

berwarna biru dan berwarna putih. Masing-masing telur ini dihasilkan oleh

jenis bebek yang berbeda (Muchtadi dan Sugiyono, 1992 ).

Sifat-sifat fungsional didefinisikan sebagai sekumpulan sifat dari

pangan atau bahan pangan yang mempengaruhi penggunaannya. Sifat-sifat

tersebut antara lain : daya koagulasi, daya buih, daya emuisi, kontrol

kristalisasi serta pewarna. Sifat-sifat fungsional sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik faktor fisika maupun kimia. Yang banyak berperan

dalam menentukan sifat tersebut adalah sifat fisik-kimia protein yang

meliputi komposisi asam amino termasuk prosentase dan penyebarannya,

ukuran molekul, konfirmasi dan ikatan serta gaya yang berperan dalam

struktur molekul protein tersebut. Jadi perubahan sifat fisika-kimia protein

telur juga akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsional telur yang

bersangkutan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992 ).

Telur baik, secara keseluruhan maupun bagian misalnya kuning telur

atau putih telur memiliki sifat seperti berikut :

a. Daya Koagulasi

Koagulasi pada telur ditandai dengan kelarutan atau

berubahnya bentuk cairan (sol) menjadi padat (gel). Perubahan struktur

molekul protein ini dapat disebabkan oleh pengaruh panas, mekanik,

asam, basa, garam, dan pereaksi garam lain seperti urea. Koagulasi

yang irreversible disebabkan dengan pemanasan pada suhu 60-700C.

Sifat koagulasi ini dimiliki putih maupun kuning telur.

b. Daya Buih (foaming)

Buih adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Apabila

putih telur dikocok maka gelembung udara akan terperangkap dalam

albumen cair dan membentuk busa. Semakin banyak udara yang

terperangkap busa yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan

sifat alirnya. Kestabilan buih ditentukan oleh kandungan ovomusin

(salah satu komponen putih telur).

Page 8: Kitchen 2

c. Daya Emulsi (Emulsifying properties)

Emuisi adalah campuran antara dua jenis cairan yang secara

normal tidak dapat bercampur, dimana salah satu fase terdispersi

dalam fase pendispersi. Kuning telur juga merupakan emulsi minyak

dalam air. Kuning telur mengandung bagian yang bersifat surface

active yaitu lesitin, kolesterol dan lesitoprotein. Lesitin mendukung

terbentuknya emulsi minyak dalam air (o/w), sedangkan kolesterol

cenderung untuk membentuk emulsi air dalam minyak (w/o).

d. Kontrol Kristalisasi

Penambahan albumen ke dalam larutan gula (sirup) dapat

mencegah terbentuknya kristal gula. Keberadaan albumen tersebut

mencegah penguapan sehingga mencegah inversi sukrosa yang

berlebihan. Sifat telur yang demikian ini dimanfaatkan dalam

pembuatan gula-gula (candy). Penambahan telur dalam pembuatan

gula-gula memberiakn rasa di mulut manis, halus serta selalu basah.

e. Pemberi Warna

Sifat ini hanya dimiliki oleh kuning telur, yaitu pigmen kuning

dari xantofil, lutein, beta karoten dan kriptoxantin. Sifat ini tidka

banyak dimanfaatkan seperti sifat yang lain, hanya digunakan dalam

beberapa produk misalnya baked product, es krim, custard dan saus.

2. Cara Memilih Telur (Gaman dan Sherrington, 1994)

a. Pilih telur yang utuh, bersih, berat sesuai dengan besar, tidak

kocok, bentuk bulat lonjong.

Telur diliputi oleh selaput kutikula yang berfungssi mencegah

masuknya bakteri dan terjadinya penguapan. Telur yang telah

dicuci akan kehilangan pelindung kulit, sehingga telur tidak tahan

lama disimpan. Telur yang masih baru belum kehilangan uap

airnya, sehingga berat telur masih utuh dan akan terasa lebih berat

dibandingkan telur yang sama besar tetapi sudah lama.

b. Pilih telur yang berukuran kecil atau sedang saja, karena telur yang

berukuran besar biasanya dihasilkan oleh induk yang sudah tua.

Telur yang seperti itu kurang mempunyai zat pelindung kulit,

Page 9: Kitchen 2

sehingga telur mudah menguapkan air dan akan menyebabkan telur

tidak tahan disimpan lama.

c. Bentuk telur yang bulat lonjong menandakan letak kuning telur

tersusun rapi dan terlindung di dalam putih telur dengan baik.

3. Penyimpangan-penyimpangan telur

Telur yang dibentuk dalam tubuh induk dapat mengalami

penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh berbagai faktor

(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Penyimpangan secara fisik baik pada

bagian dalam telur ataupun bagian luar telur yang dapat terdeteteksi antara

lain :

a. Telur dengan dua kuning telur, terjadi jika dua kuning telur dilepaskan

pada saat yang bersamaan atau satu buah kuning telur masuk pada

saluran telur dibungkus bersama dengan kuning yang dilepaskan pada

hari berikutnya.

b. Telur tanpa kuning, biasanya terjadi karena sebagian ovari atau oviduct

terkupas. Kupasan jaringan tersebut merangsang sekresi glandula yang

melepaskan bagian putih telur sehingga dihasilkan telur tanpa kuning.

c. Telur dalam telur terjadi jika ada pembalikan arah telur oleh dinding

oviduct. Tersebut akan ditambahkan pada hari berikutnya dan

dibungkus bersama-sama.

d. Telur bernoda darah (bloodspots) disebabkan oleh pecahnya sebagian

darah pada saat ovulasi.

e. Noda daging, terjadinya seperti pada noda darah, tetapi disebabkan

oleh reaksi kimia atau terlepasnya jaringan alat reproduksi induk.

f. Penyimpangan warna kuning telur, disebabkan oleh bahan-bahan yang

ada dalam pakan. Warna burik (mottling) disebabkan oleh nikarbasin,

asam tanat, asam galat atau karena keturunan. Warna platinum

disebabkan oleh kekurangan vitamin A atau xantofil, bakteri atau

infeksi oleh cacing.

g. Penyimpangan flavor (off-flavor), disebabkan oleh penyakit atau

flavor dalam pakan.

h. Kulit telur lunak, terjadi karena dikeluarkan premature sehingga waktu

Page 10: Kitchen 2

untuk deposit bahan-bahan kulit kurang. Dapat juga disebabkan oleh

bahan kimia misalnya pestisida dan estrogen, penyakit hewan serta

kekurangan kalsium atau vitamin D.

i. Kulit telur tipis, hal ini dapat disebabkan oleh kekurangan pakan,

penyakit tertentu atau keturunan.

j. Kulit berkapur dan mengkilap (glassy and chalky shelled eggs)

disebabkan oleh kurang berfungsinya uterus. Keadaan “glassy”

mencerminkan kulit tersebut kurang berpori dan biasanya tidak dapat

menetas, tetapi biasanya lebih tahan terhadap penurunan kualitas.

k. Bentuk yang tidak normal (menyimpang dari biasanya), disebabkan

oleh serangan penyakit pernafasan pada induk ayam, dan dapat juga

oleh perlakuan penyinaran dengan sinar -X.

4. Perubahan Fisiko Kimia Telur

Telur yang normal segera setelah ditelurkan mempunyai mutu yang

terbaik. Hal ini disebabkan keadaan kulit telur, besarnya ruang udara,

kondisi putih telur dan kuning tetur serta lembaga masih dalam keadaan

normal. Dengan pertambahan waktu simpan mutu telur tersebut semakin

menurun, karena terjadinya perubahan beberapa sifat fisik telur yang

dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tempat telur berada dan sifat fisik

serta kimia telur yang bersangkutan. Peralihan telur dari dalam alat

reproduksi induk yang mempunyai kelembaban yang tinggi dan dengan

suhu hangat ke ruangan dengan keadaan yang lebih kering dan suhu yang

lebih rendah menyebabkan berbagai perubahan (Muchtadi dan Sugiyono,

1992).

Terjadinya ruang udara atau pemisahan membran kulit luar dan

dalam disebabkan oleh perubahan suhu tersebut. Sesaat setelah ditelurkan

besarnya ruang udara 1/8 inci dan terus bertambah besar sebanding dengan

bertambahnya waktu menyebabkan kehilangan air dan gas karbon

dioksida. Besarnya ruang udara tersebut dipakai sebagai atribut mutu telur.

Permukaan kulit mula-mula diselimuti oleh cairan mukosa yang

kental. Pada saat peneluran terjadi pengeringan mukosa tersebut. Pada saat

masih basah mukosa mampu melindungi telur dari penetrasi air, gas dan

Page 11: Kitchen 2

bakteri melalui kulit. Setelah mengering penutupan pori-pori kulit tidak

sempurna lagi. Waktu penyimpanan yang makin lama menyebabkan pori-

pori tersebut menjadi semakin besar yang mempengaruhi berbagai

peristiwa. Air, gas dan bakteri lebih mudah melewati kulit tanpa ada yang

menghalangi sehingga penguapan semakin cepat; Telur yang disimpan

mengalami penurunan berat jenis. Hal tersebut disebabkan penurunan

berat oleh penguapan air dan gas CO2, sedangkan volume telur tetap.

Makin lama penurunan berat semakin besar yang dipengaruhi oleh suhu

dan kelembaban ruang penyimpanan. Penurunan berat jenis dari telur

normal 1,008 -1,095 menjadi 0,825 setelah disimpan selama tiga bulan.

Penurunan berat jenis ini dapat dideteksi dengan merendam dalam air

biasa, jika tenggelam menandakan penurunan berat jenis belum sampai

dibawah 1,000.

Putih telur selama penyimpanan dapat mengalami berbagai

perubahan yang disebabkan oleh fisiko-kimia telur. Kehilangan CO2

melalui pori-pori kulit dari albumen menyebabkan perubahan fisik dan

kimia. Selama beberapa jam pertama setelah ditelurkan kehilangan CO2

sangat banyak dan didalam albumen terkandung juga asam karbonat

menjadi karbon dioksida dan air.

Pemecahan asam karbonat dalam albumen menyebabkan

perubahan dari keadaan netral (kira-kira 7,6) menjadi keadaan alkali (pH

9,7). Albumen yang kehilangan CO2 dan perubahan pH menjadi berair

(encer). Pengenceran tersebut disebabkan perubahan struktur protein

musin yang memberi tekstur kental dari putih telur. Putih telur yang masih

baik atau belum mengalami kerusakan dapat dilihat dengan memecah telur

tersebut, kemudian diukur tinggi putih telur yang kental setelah dituang

pada wadah yang datar.

Kuning telur menyerap air dari albumen karena perbedaan

konsentrasi antara keduanya. Air bergerak melalui membran vitelin

sampai diperoleh keseimbangan antara albumen dan kuning telur. Air yang

diserap menyebabkan pertambahan volume sehingga menekan membran

vitelin. Tekanan tersebut mengakibatkan perubahan bentuk kuning telur

Page 12: Kitchen 2

dari bulat (special), menjadi masa yang kendur.

Perubahan bentuk fisik kuning telur mempengaruhi kualitas telur.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan peneropongan (candling).

Telur yang masih baik keadaan letak kuning telur masih ditengah.

Dengan pertambahan umur simpan letak kuning telur akan bergeser dari

pusat dan kemungkinan dapat sampai menempel pada kulit telur. Kuning

telur yang mengalami perkecambahan juga dapat terlihat dengan

peneropongan ini. Penilaian kuning telur juga dapat dilakukan dengan

memecah telur, kemudian diukur tinggj dan lebar kuning tetur.

Selanjutnya dihitung indeks kuning telur yaitu membagi lebar dengan

tinggi dikalikan dengan 100. Nilai yang kecil menunjukkan telur telah

disimpan lama.

Air dari albumen selain diserap oleh kuning telur, juga diuapkan

dari albumen melalui pori-pori kulit.

Oleh sebab itu konsentrasi albumen menjadi lebih tinggi. Keadaan

yang demikian ini menyebabkan pergerakan air kembali dari kuning telur

kedalam albumen. Keadaan yang terjadi selanjutnya adalah kuning telur

mengendap atau menempel pada membran kulit (stuck yolk) sehingga

tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Jika membran vitelin telah pecah maka

terjadi pencampuran antara putih telur dengan kuning telur (mixed rots).

Percobaan telur dapat juga disebabkan oleh mikroba yang berasal

dari lingkungan tempat penyimpanan telur. Sebenarnya telur yang baru

dikeluarkan bersih dan bebas dari mikroba baik pada bagian kulit maupun

isi telur. Lapisan kutikula merupakan pelindung yang paling luar

kemudian membran kulit juga memiliki aktivitas bakterisidal. Demikian

juga pada bagian albumen yang mengandung senyawa anti bakteri antara

lain lizozim, conalbumin, riboflavin, avidin, apoprotein, dan ovoin

inhibitor.

Bagian kuning telur tidak mengandung senyawa anti bakteri, selain

itu komponennya sangat lengkap sehingga mudah dimanfaatkan oleh

mikroba. Kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh bakteri antara lain :

a. “Red-rots”

Page 13: Kitchen 2

Ditandai dengan warna kemerahan kuning telur dan dapat

dideteksi dengan peneropongan. Albumen biasanya mengalami

pengenceran dan berwama keabuan yang diselimuti warna kemerahan.

Kerusakan ini disebabkan oleh Pseudomonas.

b. “Green rots” atau “Sour rots”.

Kerusakan ini terlihat pada bagian albumen, kuning telur dan

membran vitelin. Albumen mengalami pengenceran, berserabut dan

biasanya tampak berwama hijau. Kuning telur diselimuti bintik- bintik

berwama pink atau putih serta mengeras seperti telah dimasak.

Membran vitelin mengalami penebalan dan berwarna putih atau.

kadang-kadang hitam. Kerusakan ini disebabkan oleh Pseudomonas

yang mengkontaminasi pada saat ditelurkan dan dipercepat oleh

kotoran yang menempel.

c. “Black rots”

Tanda-tanda kerusakan ini adalah ruang udara besar, albumen

berwama coklat kehijauan dan encer serta kuning telur berwama hitam.

Jika dibuka terjadi perubahan bau yaitu bau busuk dan kuning tetur liat

seperti karet. Dalam kerusakan ini ditemukan bermacam-macam

mikroba antara lain Proteus alcaligenes, Escherichia dan sebagainya.

Sumber kontaminan berasal dari debu yang menempel pada kulit

telur dan penggunaan air terkontaminasi oleh mikroba tersebut.

5. Penanganan Telur

Penanganan telur bertujuan untuk memperlambat penurunan mutu

dan kerusakan telur. penyebab penurunan mutu tersebut adalah penguapan

air, penguapan karbon dioksida dan aktivitas mikroba. Sedangkan faktor-

faktor yang mempengaruhi penyebab kerusakan tersebut adalah waktu

Penyimpanan, suhu dan kelembaban ruang penyimpanan, kotoran yang

ada pada kulit telur dan teknik penanganan serta peralatan yang digunakan

dalam penanganan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Pengumpulan telur dari kandang disarankan sesering mungkin (3-4

kali sehari) yang bertujuan untuk menekan telur yang pecah, kotor dan

dapat segera diberi perlakuan pendinginan. Pendinginan yang tepat

Page 14: Kitchen 2

diperlukan untuk mencegah kerusakan yang tidak diinginkan pada suhu

500 F selama 12-24 jam sebelum dikemas. Penyimpanan disarankan pada

kelembaban yang.terkontrol yaitu 70-80% untuk menghindarkan

pertumbuhan kapang dan bahaya penguapan. Pengepakan terhadap telur

dengan ukuran yang seragam sangat diperlukan pemasaran yang sering

misalnya dua kali per minggu bermanfaat untuk mengurangi kerusakan

dalam penyimpanan dan memperpendek antara waktu produksi dan

konsumsi.

a. Pembersihan

Perlakuan pembersihan bertujuan untuk menghilangkan

kotoran dari permukaan kulit tetur. Kebanyakan telur dibersihkan

dengan larutan deterjen sanitaiser.

Yang perlu diperhatikan dalam pencucian ini adalah sifat

berpori kulit telur dan sifat mengembang dan kontraksi isi telur.

Perlakuan dalam air panas dari air dingin menyebabkan

pengembangan yang cepat yang tepat menyebabkan keretakan.

Demikian juga perlakuan dari air panas ke air dingin, selain itu dalam

perlakuan dari panas dan didinginkan memungkinkan

perkembangbiakan mikroba yang ada dan kemungkinan dapat masuk

kedalam telur. Untuk mengurangi kemungkinan yang tidak baik

tersebut maka digunakan semprotan air yang berisi sanitaiser, diikuti

pembilasan dengan air hangat dan dikeringkan dengan aliran udara

panas.

USDA (US Department of Agriculture) telah

merekomendasikan metode untuk pencucian telur yaitu : Pencucian

segera dilakukan setelah dipungut. Jaringan mencoba membersihkan

yang berlebihan terhadap telur yang kotor. Jangan digunakan air yang

mengandung besi (Fe) lebih dari 2 ppm. Jangan membasahi telur

dengan air pembersih lebih dari 5 menit. Jangan menggunakan

kembali air pencuci, kecuali untuk proses yang bersifat kontinyu.

Suhu air pembersih yang digunakan sama atau lebih dari 90 F.

Pertahankan suhu air pencuci 20-400 F diatas suhu telur. Bilas dengan

Page 15: Kitchen 2

semprotan air hangat yang berisi bahan sanitaiser. Keringkan telur

sebelum dikemas atau dipecah untuk diolah langsung atau untuk

bahan baku.

Pencucian dengan air panas memberikan kerusakan yang lebih

banyak, pada telur yang lebih lama umurnya, karena ruang udara yang

ada lebih besar. Deterjen satinitiser yang dapat digunakan NaOH

0,35% dan klorin kurang dari 50 ppm dapat menimbulkan warna pada

permukaan kulit karena reaksi antara klor dengan asam amino yang

ada pada lapisan kutikula sudah cukup.

Pembersihan kulit telur dapat dilakukan juga dengan cara

kering yaitu dengan menggosok permukaan telur dengan bahan

abrasif. Alatnya adalah “steel wool”, “omey paper” atau dengan

kertas gosok (amplas). Kelemahan cara ini adalah waktu yang

dibutuhkan lebih lama dan berbentuk guratan pada kulit.

Kemungkinan juga pelebaran pori-pori kulit yang dapat mempercepat

penguapan. Perlakuan ini juga dapat menyebabkan pencairan putih

telur kental karena goyangan dan vibrasi.

b. Pendinginan

Pendinginan ditunjukkan untuk menyimpan telur dalam waktu

yang lebih lama. Dalam penyimpanan ini perlu diperhatikan faktor

suhu dan kelembaban. Pada suhu yang rendah (dingin) kegiatan,

mikroba dan peristiwa fisika maupun kimia berjalan lebih lambat.

Dalam suhu yang rendah kecepatan penguapan lebih rendah

dan kelarutan gas dalam cairan lebih besar. Dengan demikian

penguapan air dari telur dapat ditekan sehingga mutu telur dapat

dipertahankan dalam waktu yang lebih lama. Suhu yang digunakan

jika terlalu rendah akan mengakibatkan pengembunan pada

permukaan telur setelah dikeluarkan dari ruang penyimpanan. Oleh

sebab itu disarankan penyimpanan pada suhu 50-600 F.

Kelembaban yang tinggi menghambat perpindahan air dari

bahan ke ruangan. Kelembaban relatif yang tinggi juga dapat

menstimulir pertumbuhan mikroba bakteri dan kapang. Ruang

Page 16: Kitchen 2

penyimpanan diatur kelembaban relatifnya yang baik yaitu 75%

sampai 80%.

Pencegahan penguapan dapat dipertahankan lebih baik lagi

jika dilakukan pengemasan. Dengan pengemasan maka terjadi

keseimbangan CO2 antara didalam dan diluar telur demikian juga

dengan air. Dengan mempertahankan atau pencegahan penguapan air

dan karbon dioksida maka tidak terjadi kenaikan Ph dan keadaan

albumen dapat dipertahankan tetap kental. Dengan kata lain awet atau

tahan lama.

Penyimpanan dingin pun masih tetap menyebabkan berbagai

perubahan telur yang disimpan. Specifik Gracity menurun selama

penyimpanan. Yang besarnya tergantung pada kondisi penyimpanan

khususnya kelembaban relatif. Kadar air kuning telur mengalami

kenaikan dan perbandingan albumen kental dan encer makin turun.

Kemampuan kristalisasi albumen dapat hilang pada penyimpanan 180

C selama 2-3 minggi akan tetapi tetap baik jika disimpan pada suhu -

1,5 – 00 C dalam waktu 11 bulan. Kadar amonia telur meningkat dari

6-14 mg/100 gr meningkat menjadi 21-24 mg setelah disimpan selama

6 minggu. Pertambahan amonia tersebut sebagai aktivitas enzim

proteolitik, tripsin. Ratio tinggi dan lebar kuning telur (yolk indekx)

mengalami penurunan.

c. Cara penanganan telur utuh yang lain

Pemanasan telur pada suhu 600 C selama 10 menit dapat

digunakan dengan tujuan pengawetan. Pemanasan tersebut akan

menyebabkan pembentukan lapisan tipis albumen yang terkoagulasi.

Hal ini akan menutup pori-pori kulit sehingga perpindahan gas dan

cairan keluar dari telur dapat dihambat. Air pemanas dapat diberi

senyawa fenol yang mempunyai aktivitas anti bakteri. Penanganan

terakhir ini biasa digunakan dalam pembuatan pindang. Senyawa

fenol akan bereaksi dengan protein dalam telur maupun lapisan

kutikula.

Page 17: Kitchen 2

D. Organisme-Organisme Penyebab Penyakit yang Ditularkan Melalui

Bahan Pangan

1. Salmonella

Salmonella adalah jenis gram negatif, berbentuk batang bergerak

serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob.

Termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Sejumlah 2000 tipe

Salmonella telah dibedakan secara serologis dan diberi nama khusus.

Misalmya, Salmonellatyphi dan Salmonella parathyphi penyebab demam

tiphus. Salmonella typhimurium, S. agona, S. panama adalah hanya

sebagian kecil dari berbagai jenis mikroorganisme penyebab keracunan

bahan pangan tipe gastroenteritis yang sudah lama dikenal. Gejala-gejala

demam typhus akan nampak setelah 7-14 hari infeksi dan umumnya

ditandai oleh perasaan kurang enak dan sakit kepala. Keadaan ini diikuti

oleh demam dan perdarahan di dalam jika tidak diobati. Penyakit ini dapat

mengakibatkan tingkat kematian sekitar 10%. Jenis mikroorganisme

penyebabnya (S. typhi dan S. paratyphi) hanya terdapat pada manusia dan

tidak dijumpai pada hewan lain. Pembawa utama organisme-organisme ini

adalah manusia. Organisme-organisme dikeluarkan ke dalam alam

sekeliling melalui kotoran (faeces) dimana bahan pangan dan air akan

tercemar olehnya. Rantai penularannya adalah: manusia – bahan pangan

(air) – manusia. Bakteri-bakteri ini sangat infektif, yaitu hanya dengan

sejumlah kurang dari 100 sel cukup untuk menimbulkan penyakit. Oleh

karena dosis infeksinya cukup rendah, maka umumnya tidak diperlukan

perkembangbiakan sel dalam bahan pangan untuk menjadi berbahaya,

walaupun perkembangbiakan dapat terjadi.

Salmonella penyebab gastroenteritis ditandai oleh gejala-gejala

yang umumnya nampak 12-36 jam setelah makan bahan pangan yang

tercemar. Gejala-gejala tersebut adalah berak-berak (diarrhea), sakit

kepala, muntah-muntah dan demam dan dapat berakhir selama 1-7 hari.

Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi jumlah ini meningkat pada anak-

anak, orang tua atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya jenis

mikroorganisme ini adalah pada alat-alat pencernaan hewan dan burung –

Page 18: Kitchen 2

baik yang sudah diternakkan atau yang masih liar. Tempat diperolehnya

jenis organisme yang terbanyak yang sehubungan dengan suplai bahan

pangan manusia adalah sapi, domba, babi dan ayam (K.A. Buckle, 1987).

Rentang tumbuh bakteri salmonella adalah pada suhu ( minimum :

5oC – 7oC, optimum : 35oC – 37oC, maksimum : 47oC ), pH 4,5 – 9,0 (

optimum 6,5 – 7,5 ), garam ( relative sensitive terhadap garam, konsentrasi

maksimum untuk pertumbuhan adalah 5,3 %. Bakteri ini dapat tumbuh

baikpada suhu kamar dan pada makanan yang berasam rendah. Pemanasan

yang direkomendasikan untuk menghancurkan Salmonella adalah suhu

66oC selama paling sedikit 20 menit (Winarno, 1982).

2. Clostridium perfringens

Clostridium perfringens adalah gram positif, pembentu spora,

bakteri berbentuk batang yang tidak bergerak dan anaerobik. Keracunan

bahan pangan yang tercemar oleh organisme ini selalu sehubungan dengan

penggunaan produk daging dan ayam – terutama potongan daging atau

daging panggang dalam ukuran besar atau daging kalkun yang diisi

bumbu-bumbu (stuffed turkeys) dan ayam yang dimasak kurang sempurna

dan dibiarkan dingin perlahan-lahan atau disimpan pada suhu kamar.

Sebagai pembentuk spora, organisme itu dapat hidup saat bahan dimasak

dan pada pendinginan selanjutnya spora-spora tersebut berkembang biak.

Pertumbuhan dapat cepat terjadi terutama pada bahan pangan berukuran

besar karena bagian dalamnya bersifat anaerobik. Clostridium perfringens

berkembang biak cepat sekali pada suhu antara 370 – 550C dengan

pembelahan sel terjadi setiap 10-15 menit.

Gejala-gejala dari keracunan bahan pangan yang tercermar oleh

Clostridium perfringens akan nampak setelah 8-24 jam memakan bahan

pangan yang tercermar dan ditandai oleh sakit perut, diare, pusing tetapi

jarang terjadi muntah-muntah. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung

terus untuk 12-24 jam. Jumlah dosis yang besar (108 sel) diperlukan untuk

bersifat infeksi dan setelah dimakan, organisme akan berkembang dalam

alat pencernaan karena itu menghasilkan racun yang menimbulkan gejala

patogenik.

Page 19: Kitchen 2

Clostridium perfringens terdapat meluas di alam sekitar dan

mungkin merupakan bakteri patogen yang paling luas penyebarannya.

Bakteri ini telah berada secara alamiah dalam alat pencernaan manusia,

binatang dan burung yang sehat dan kemudian dikeluarkan ke tanah dan

air dimana organisme tersebut akan tetap dapat hidup untuk jangka waktu

cukup lama. Adanya organisme ini dalam produk sering digunakan

sebagai ukuran dari polusi kotoran (faecal pollution). Produk-produk

daging dan ayam seringkali tercemar oleh organisme ini (K.A. Buckle,

1987). Cara pencegahan infeksi oleh C. perfringens adalah (1)

pendinginan yang cukup dan cepat dari daging dan makanan lain yang

telah dimasak; (2) menjaga makanan tetap panas di atas 60oC; (3)

pemanasan kembali makanan yang dibiarkan lama pada suhu kamar; dan

(4) hygiene pekerja yang baik (Winarno, 1982).

3. Staphylococcus aureus

Sel-sel Staphylococcus aureus adalah gram positif berbentuk bola

yang umumnya tersusun berkelompok seperti buah anggur. Bakteri ini

tidak bergerak, fakultatif anaerob dan dapat tumbuh pada produk-produk

yang mengandung NaCl sampai 16%. Secara ekologis, Staphylococcus

aureus erat sekali hubungannya dengan manusia dan hewan lainnya –

terutama pada bagian kulit, hidung, dan tenggorokan. Dengan demikian

makanan kebanyakan tercemar melalui pengelolaan oleh manusia. Secara

keseluruhan, organisme ini tidak kuat bersaing dengan lainnya dan

akibatnya bakteri ini tidak mempunyai peran yang berarti pada bahan-

bahan pangan yang tidak dimasak. Akan tetapi, dalam bahan pangan yang

telah dimasak atau diasin, dimana organisme-organisme yang ada telah

rusak oleh pemanasan atau pertumbuhannya terhambat oleh konsentrasi

garam, sel-sel Staphylococcus aureus dapat terus berkembang mencapai

tingkat yang membahayakn. Keracunan karena bahan pangan yang

tercemar Staphylococcus aureus kebanyakan berhubungan dengan produk

bahan pangan yang telah dimasak terutama yang dikelola oleh manusia

seperti daging dan ayam yang dimasak, udang kupas yang dimasak, ham,

bacon, lunch meats dan produk-produk susu seperti kue-kue krim (cream

Page 20: Kitchen 2

cakes), custard pies dan keju. Gejala-gejala dari keracunan bahan pangan

yang tercemar oleh Staphylococcus aureus adalah yang bersifat

intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan

menghasilkan racun enterotoksin, dimana apabila termakan dapat

mengakibatkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan

muntah-muntah yang hebat. Diare dapat juga terjadi. Penyembuhannya

cukup cepat dan umumnya sehari. Untuk menghasilkan enterotoksin yang

cukup dalam produk untuk bersifat meracuni dibutuhkan kira-kira 106

sel/g (K.A. Buckle, 1987).

4. Escherichia coli

Escherichia coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan

manusia dan hewan. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak, berbentuk

batang, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan

Enterobacteriaceae. Suatu serotipe tertentu bersifat enteropathogenic dan

dikenal sebagai penyebab diare pada bayi. Beberapa galur lainnya juga

sebagai penyebab diare pada orang dewasa. Organisme ini berada di dapur

dan tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan

selanjutnya masuk ke makanan yang telah dimasak melalui tangan,

permukaan alat-alat, tempat-tempat masakan dan peralatan lain. Masa

inkubasi adalah 1-3 hari dan gejala-gejalanya menyerupai gejala-gejala

keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau disentri

(K.A. Buckle, 1987).

Makanan yang umum terkontaminasi adalah susu, air minum,

daging, keju dan lain-lain. Untuk mencegah infeksi ini antara lain

makanan perlu dimasak dengan baik, menjaga higiene pekerja, air dijaga

dan diberi perlakuan misalnya dikhlorinasi (Winarno, 1982).

5. Shigella

Shigella ternasuk golongan Enterobacteriaceae dan terdapat empat

spesies yaitu Shigella sonnei, Sh. boydii, Sh. flexneri, dan Sh. dysenteriae

dan sel-sel ini adalah gram negatif, tidak bergerak, berbentuk batang dan

bersifat fakultatif anaerob. Perbedaan jenis-jenis ini dibandingkan dengan

jenis Salmonella dan Escherichia coli adalah ketidakmampuannya unutk

Page 21: Kitchen 2

memfermentasikan laktosa dan menghasilkan hidrogen sulfida. Shigella

dapat mengakibatkan infeksi akut dari usus yang ditandai oleh diare yang

disertai dengan demam dan muntah-muntah. Masa inkubasinya sekitar 1-7

hari. Sel-sel tersebut menyerang jaringan epitel usus menyebabkan ulserasi

(luka-luka) sehingga kotoran seringkali bercampur darah, lendir, dan

nanah. Dosis infeksi cukup sedikit yaitu 100-200 sel hidup. Kejadian

shigellosis di negara-negara yang maju umumnya cukup rendah (sekitar

5%), tetapi mungkin lebih tinggi daripada yang umumnya diperkirakan. Di

negara-negara yang sedang berkembang seperti di negara-negara Asia

Tenggara, kejadian shigellosis ini diduga cukup tinggi dan lebih banyak

terdapat penyakit disentri yang lebih serius yang disebabkan oleh Shigella

dysenteriae.

Terdapatnya jenis Shigella di lingkungan sekitar tidak sepenuhnya

dipahami, karena tidak dimilikinya metode isolasi dan enumerasi yang

cocok. Susu dan tiram (oyster) diduga ada hubungannya dengan kejadian

shigellosis dan karen dosis infeksi yang rendah maka suplai air yang

terkontaminasi juga diperkirakan merupakan penyebab penting dari

penyakit ini. Shigella tidak terdapat pada hewan, sehingga terdapatnya

pada bahan pangan adalah sebagai akibat pencemaran oleh para pengelola

yang telah terinfeksi atau air yang tercemar. Karena ruang ekologis

organisme ini adalah usus manusia, maka air tercemar melalui kotoran

(K.A. Buckle, 1987).

E. Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest dan sida (cide). Pest artinya hama,

sedangkan sida artinya pembunuh (racun) jadi pestisida bearti pembunuh

hama. Jenis-jenis pestisida yang kit akenal adalah insektisida (racun

serangga), fungisida (racun jamur), bakterisida (racun bakteri), akarisida

(racun tungau), rodentisida (racun tikus), nematisida (racun nematode), dan

herbisida (racun herbal/gulma).

Nama-nama pestisida yang diperdagangkan biasanya terdiri dari nama

umum yang diusulkan oleh organisasi profesi, nama dagang yang dibuat oleh

Page 22: Kitchen 2

produsen atau distributornya, dan nama kimiawi yang digunakan oleh ahli

kimia untuk menjelaskan senyawa kimia pada insektisida tersebut. Sebagai

contoh, insektisida Furadan 3G mempunyai nama dagang Furadan 3G, nama

umum karbofuron, dan nama kimianya 2,3 – dihidro 2,2 – dimetil – 7 –

benzoil metal karbonat.

Sebagian besar pestisida khususnya insektisida yang digunakan saat ini

merupakan racun saraf. Insektisida jenis ini bekerja dengan jalan mengganggu

koordinasi saraf. Di samping itu juga ada insektisida yang cara membunuhnya

melalui pernapasan, racun otot, dan racun fisik.

Menurut cara masuknya ke dalam tubuh serangga, insektisida dibagi

menjadi racun perut, racun kontak, dan fumigant. Racun perut menunjukkan

bahwa masuknya, insektisida tersebut melalui perut. Racun kontak

menunjukkan bahwa masuknya insektisida melalui kontak serangga dengan

insektisida. Fumigan menunjukkan insektisida tersebut masuk ke dalam tubuh

melalui sistem pernapasan. Pada saat ini ada racun sistemik yang

menunjukkan bahwa insektisida tersebut dapat ditranslokasikan ke seluruh

bagian tanaman dan akan meracuni hama apabila bagian tanaman yang sudah

mengandung insektisida dimakan hama. Jadi racun sistemik sebenarnya

merupakan racun perut.

Setelah DDT dan pestisida golongan hidrokarbon ber-klor lainnya

dilarang karena banyak menimbulkan masalah lingkungan, golongan pestisida

yang banyak diperdagangkan sekarang adalah insektisida organik sintetik

yang termasuk golongan organofosfat, karbonat, penghambat khitin, dan

phiretroid sintetik. Selain itu, juga terdapat pestisida organik yang diambil dari

bahan-bahan alami berupa tanaman dan pestisida microbe yang mengandung

microorganisme pembunuh serangga hama.

Pestisida diperdagangkan dalam berbagai bentuk, ada yang berbentuk

cairan, tepung, dan butiran. Pestisida yang diperdagangkan tersebut

merupakan campuran bahan aktif yang beracun terhadap hama ditambah

sinergis dan bahan-bahan lainnya sehingga memungkinkan pestisida tersebut

lebih efektif, praktis, dan efisien.Yang dimaksud dengan sinergis ialah suatu

bahan yang tidak beracun terhadap serangga, tetapi bila dicampur dengan

Page 23: Kitchen 2

bahan aktif akan meningkatkan daya racunnya. Bahan-bahan lain yang

dicampurkan pada pestisida biasanya ditujukan untuk meningkatkan daya

lekat, daya campur, tekanan permukaan, persistensinya di lingkungan, dan

sebagai pembawa insektisida di lapangan. Campuran bahan aktif, sinergis, dan

bahan-bahan lain disebut formulasi ( Khaerudin, 1996).

F. Higiene Sanitasi

1. Pengertian Secara Umum

Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan

yang harus dilaksanankan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan

sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau

mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai

perpindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan

penerapan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu

memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan kesehatan yang baik

pada manusia ( Purnawijayanti, 2001).

Berkaitan dengan proses pengolahan pangan secara kusus

mendefinisikan sanitasi sebagai penciptaan atau pemeliharaaan kondisi

yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya

penyakit yang disebabkan oleh makanan.

Karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan

sangat besar, penerapan sanitasi pada personil yang terlibat di dalamnya

perlu mendapat perhatian kusus. Dalam hal ini pemahaman mengenai

higine perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan, sangat

penting. Dalam Ensiklopedi Indonesia (1982) disebutkan bahwa

pengertian higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah

kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk

memperbaiki kesehatan. Higiene juga mencakup upaya perawatan

kesehatan diri, termasuk ketetapan sikap tubuh.

2. Sanitasi Pekerja

Ada 3 kelompok penderita penyakit yang tidak boleh dilibatkan

dalam penanganan makanan, yaitu penderita penyakit infeksi saluran

Page 24: Kitchen 2

pernafasan, pencernaan, dan penyakit kulit. Ketiga jenis penyakit ini

dapat dipindahkan kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau

disajikan penderita, Orang sehat pun sebetulnya masih milyaran

mikroorganisme di dalam mulut, hidung, kulit, dan saluran pencernaannya.

Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun

ada pula beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan penyakit kepada

manusia. Dengan demikian, pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi

yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang

ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolahan makanan

adalah pencucian tangan, kebersihan, dan kesehatan diri.

a. Pencucian Tangan

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan

bakteri dan virus parogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke

makanan. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal pokok

yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam penanganan

makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya merupakan kegiatan

ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya

mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun

dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan mikrobia yang

terdapat pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai

pembersih, penggosokan, dan aliran air akan menghanyutkan partikel

kotoran yang banyak mengandung mikrobia.

Frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan.

Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat, setelah tangan

menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan atau

cemaran. Berikut ini adalah beberapa pedoman praktis, pencucian

tangan yang harus dilakukan:

1. Sebelum memulai pekerjaan dan pada waktu menanani kebersihan

tangan harus dijaga.

2. Sesudah waktu istirahat.

Page 25: Kitchen 2

3. Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya merokok,

makan, minum, bersin, batuk, dan setelah menggunakan

toilet/kamar mandi (buang air kecil atau besar).

4. Setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber

kontaminan misalnya telepon, uang, kain atau baju kotor, bahan

makan mentah atau pun segar, daging, cangkang telur, dan

peralatan kotor.

5. Setelah mengunyah permen karet atau setelah menggunakan tusuk

gigi.

6. Setelah menyentuh kepala, rambut, hidung, mulut, dan bagian–

bagian tubuh yang terluka.

7. Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan. Misalnya,

menyapu atau memungut benda yang terjatuh dilantai.

8. Sesudah menggunakan bahan-bahan pemersih dan atau sanitaiser

kimia.

9. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja.

Fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai

adalah bak cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan

tertutup, kran air panas, sabun, dan handuk kertas atau tissue atau

mesin pengering. Bak air yang digunakan untuk pencucian tangan

harus terpisah dari bak pencucian peralatan dan bak untuk preparasi

makanan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan dengan jumlah

karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk 10

orang karyawan. Tempat cuci tangan harus diletakkan sedekat

mungkin dengan tempat kerja ( Purnawijayanti, 2001 ).

b. Kebersihan dan Kesehatan Diri

Syarat utama pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan

yang baik. Untuk itu disarankan pekerjaan melakukan tes kesehatan,

terutama tes darah dan pemotretan Rontgen pada dada untuk melihat

kesehatan paru-paru dan saluran pernapasan. Tes kesehatan tersebut

sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi pengolahan

makanan di dapur rumah sakit.

Page 26: Kitchen 2

Ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para

pengolah makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang

diolahnya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Berpakaian dan Berdandan

Pakaian pengolahan dan penyajian makanan harus selalu

bersih. Apabila tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan

seragam, pakaian sebaiknya tidak bermotif dan berwarna terang.

Hal ini dilakukan agar pengotoran pada pakaian mudah dilihat.

Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian. Disarankan

untuk mengganti dan mencuci pakaian secara periodik, untuk

mengurangi risiko kontaminasi.

Pekerja harus mandi setiap hari. Pengunaan make-up dan

deodoran yang berlebihan harus dikurangi. Kuku pekerja harus

selalu bersih, dipotong pendek, dan sebaiknya tidak dicat.

Perhiasan dan asesoris misalnya cincin, kalung, anting, dan jam

tangan sebaiknya dilepas, sebelum pekerja memasuki daerah

pengolahan makanan. Kulit di bagian bawah perhiasan sering

sekali menjadi tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembang

biak bakteri.

Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan

tidak boleh digunakan sebagai lap tangan. Setelah tangan

menyantuh celemek, sebaiknya segera dicuci menurut menurut

prosedur yang telah dijelaskan. Celemek harus ditanggalkan bila

pekerja meninggalkan ruangan pengolahan. Pekerja juga harus

memakai sepatu yang memadai dan selalu alam keadaan bersih.

Sebaiknya dipilih sepatu yang tidak terbuka pada bagian jari-jari

kakinya. Sepatu boot disarankaan untuk dipilih (Purnawijayanti,

2001).

2. Rambut

Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama

mengolah atau menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak

terjatuh kedalam makanan. Meskipun rambut yang jatuh bukan

Page 27: Kitchen 2

penyebab utama kontaminasi bakteri, tetapi adanya rambut dalam

makanan amat tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena itu

pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan

disarankan menggunakan topi /tutup kepala atau jala rambut.

Setiap kali tangan menyentuh, menggaruk, menyisir, atau menyikat

rambut, harus segera dicuci sebelum digunakan lagi untuk

menangani makanan. Untuk pekerja laki-laki yang memiliki kumis

atau jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya. Tetapi

akan lebih baik jika kumis atau jengot tersebut dicukur bersih

(Purnawijayanti, 2001).

3. Kondisi Sakit

Pekerja yang sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya

tidak dilibatkan terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan,

sampai gejala-gejala penyakit tersebut hilang. Pekerja yang

memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka tersebut dengan

menutup pelindung dengan pelindung yang kedap air, misalnya

plester, sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak

terpindahnya mikrobia yang terdapat pada luka ke dalam makanan.

Selain hal-hal tersebut di atas, berikut ini ada beberapa hal

yang harus diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam

pengolahan makanan, sebagai berikut:

a. Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misalnya permen

karet, tembakau, dan lain-lain) selama melakukan aktivitas

penanganan makanan.

b. Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah

pengolahan.

c. Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau

bersin. Sedapat mungkin batuk dan bersin tidak di dekat

makanan.

d. Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau

jari. Gunakan sendok bersih, spatula, penjepit atau peralatan

lain yang sesuai.

Page 28: Kitchen 2

e. Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagian tubuh

misalnya mulut, hidung, telinga, atau menggaruk bagian-

bagian tubuh pada waktu menangani makanan.

f. Seminimal mungkin menyentuh makanan yang siap disajikan

dengan mengunakan tangan. Pada waktu memegang gelas

minum pun dilarang untuk menyentuh bibir gelas.

g. Jangan sekali-kali duduk di atas meja kerja.

3. Sanitasi Peralatan

Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan disanitasi/

desinfeksikan (dibersihkan agar tidak terkontaminasi kembali) untuk

mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan,

pengolahan, penyimpanan sementara, maupun penyajian. Diketahui

bahwa pada peralatan dapur seperti alat pemotong, papan pemotong

(talenan), dan alat saji merupakan sumber kontaminan potensial bagi

makanan (Purnawijayanti, 2001).

Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung pada jenis alat yang

digunakan. Alat saji dan alat masak harus dicuci, dibilas, dan disanitasi

segera setelah digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung

kontak dengan makanan, seperti pemanggang atau oven (oven listrik, gas,

kompor,maupun microwave), dibersihkan paling sedikit satu kali sehari.

Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan

harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi

debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lain

Kadang-kadang untuk membantu proses pembersihan peralatan.

diperlukan bantuan kain lap/serbet. Serbet makan yang digunakan

bersamaan dengan penyajian makanan harus bersih, kering dan tidak

digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang digunakan untuk

melap peralatan dapur yang secara langsung bersentuhan dengan makanan,

harus bersih dan sering dicuci serta disanitasi dengan bahan sanitaiser

yang sesuai. Serbet atau spon tersebut tidak boleh digunakan untuk

keperluan lain.

Page 29: Kitchen 2

Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara

manual maupun secara mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian

manual diperlukan pada peralatan besar seperti oven, pemanggang, panci

perebus. Pencucian manual juga diterapkan pada pan, baskom adonan,

pengaduk, serta pisau.

Peralatan untuk pengovenan seperti loyang alumunium dicuci dan

dibersihkan untuk mencegah terjadinya akumulasi pada permukaannya.

Pembersihan menyeluruh dilakukan setiap kali setelah pemakaian.

Peralatan kemudian dicuci dengan larutan deterjen, setelah semua kotoran

dihilangkan, peralatan kemudian dibilas, dikeringkan, dan disimpan dirak

/lemari.

Oven konvensional dibersihkan minimal satu kali sehari, setelah

oven didinginkan. Semua makanan yang tercecer di dalam oven harus di

keluarkan. Sisa makanan yang menempel pada rak pemanggang harus

dikeruk. Ruangan oven dilap dengan kain basah yang mengandung larutan

deterjen, dilanjutkan pembilasan dan pengeringan. Memercikan air secara

langsung ke dalam ruangan oven tidak diperbolehkan. Demikian pula

bahan pembersih basa kuat tidak boleh digunakan, karena dapat merusak

oven. Rak oven dapat dikeluarkan, dicuci, dibilas, dan dikeringkan. Bagian

luar dari oven dapat dicuci dengan larutan deterjen panas, kemudian

dibilas dan dikeringkan ( Purnawijayanti, 2001 ).

4. Sanitasi Ruang Pengolahan Makanan

Ruang pengolahan makanan atau dapur juga berperan penting

dalam menentukan berhasil atau tidaknya upaya sanitasi makanan secara

keseluruhan. Dapur yang bersih dipelihara dengan baik akan merupakan

tempat yang higienis sekaligus menyenangkan tempat kerja. Dapur seperti

itu juga dapat menimbulkan citra (image) yang baik bagi institusi yang

bersangkutan.Dua hal yang menentukan dalam menciptakan dapur yang

saniter adalah kontruksi dapur dan tata letak.

a. Kontruksi Dapur

Salah satu hal utama yang perlu diperhatikan dalam merencanakan

dapur yang baik, adalah kontruksi bangunan yang anti tikus. Tikus

Page 30: Kitchen 2

merupakan pembawa mikroba patogen, serta merusak bahan makanan

selama penyimpanan. Lubang-lubang yang ada di dalam dapur yang dapat

menjadi pintu keluar masuk tikus yang harus ditutup dengan kawat kasa

langit-langit dan dinding dapur sebaiknya dibuat dari bahan-bahan yang

tidak menyerap partikel dan mudah dicuci. Lantai dapur dan daerah

penyajian sebaiknya dari keramik atau bahan-bahan lain yang tidak licin

(Purnawijayanti, 2001 ).

Sistem ventilasi dapur harus dibuat sedemikian rupa, sehingga

dapat dihindari terjadinya kondensasi di ruangan dapur yang dapat

memacu pertumbuhan jamur dan baktei. Ventilasi yang baik didisain

untuk dapat mengeluarkan asap, uap, kondensasi, kelebihan panas, dan

bau dari ruangan. Dengan demikian, dapur memerlukan alat penghisap,

atau paling tidak dilengkapi cerobong dengan sungkup asap

(Purnawijayanti, 2001 ).

Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin

bahwa peralatan yang digunakan di dapur dan di ruangan penyajian dalam

keadaan bersih. Selain itu pencahayaan yang memadai juga sangat penting

untuk menjamin keberhasilan pekerjaan, pengolahan, penyajian, dan

penyimpanan makanan.

Kontruksi dapur sebaiknya menghindari terbentuknya sudut-

sudut dan celah mati yang sulit dibersihkan. Bagian ruang seperti ini

kemungkinan besar akan menjadi tempat akumulasi kotoran, atau

tempat bersarangnya serangga dan hewan pengerat.

b. Tata Letak Dapur

Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus

memenuhi tuntutan yaitu:

1. Memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan

secara runtut dan efisien.

2. Terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan

mentah, peralatan kontor, dan limbah pengolahan.

Penataan alat pengolahan dan fasilitas penunjang mengikuti

urutan pekerjaan yang harus dilalui, dari bahan mentah sampai

Page 31: Kitchen 2

makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi, pengolahan atau

pemasakan, dan penyajian.

Kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah dapat

dihindari apabila jalur yang ditempuh produk makanan terpisah dari

jalur bahan mentah. Penanganan peralatan kotor harus menggunakan

fasilitas penampung air yang berbeda dengan yang akan digunakan

untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan untuk makanan masak

dipisahkan dari makanan mentah.

Sanitasi dapur dapat diupayakan dengan pembersihan secara

rutin, diikuti aplikasi sanitasi apabila diperlukan. Makanan yang

tercecer dilantai harus segera dibersihkan. Lantai juga harus disapu

dan dipel setiap hari dengan cairan sanitaiser. Dinding dan langit harus

dibersihkan sekurang-kurangnnya 1 bulan sekali, dengan metode

pembersihan yang sesuai. Misalnya dengan menggunakan busa

(Purnawijayanti, 2001).

G. Air

Air merupakan komoditi yang sangat penting untuk persiapan bahan

pangan. Air juga digunakan untuk mencuci bahan pangan sebelum dimasak,

dan bahkan sering digunakan sebagai medium untuk masak. Di samping itu,

air juga diperlukan untuk membersihkan alat sebelum dan sesudah persiapan

dan pengolahan. Di industri minuman, air bahkan merupakan bahan utama

yang sangat penting. Karena itu, seluruh air yang akan digunakan untuk tujuan

minum dan memasak harus bebas dari bakteri patogen yang membahayakan

kesehatan manusia (Winarno, 1993).

Air yang digunakan untuk membuat es harus memenuhi persyaratan air

minum. Es sering digunakan untuk mendinginkan makanan atau ditambahkan

pada minuman dingin. Dapat dibayangkan bila es yang kita konsumsi berasal

dari air yang tidak bersih (Winarno, 1993).

Beberapa jenis penyakit yang dapat disebarkan melalui air yang

terkontaminasi adalah kolera, tipus, paratipus, disentri basiler, serta disentri

amuba.

Page 32: Kitchen 2

Yang disebut air minum adalah air yang bebas dari bakteri patogen, enak

rasanya dan pantas untuk diminum oleh manusia, dalam bahasa Inggris

disebut palatable. Suatu contoh, air mungkin mengandung garam dan mineral

yang terlarut, yang memberi rasa dan bau nimbrah atau amis, maka untuk

memenuhi persyaratan air minum, air itu masih harus mendapat perlakuan

khusus untuk menghilangkan garam dan mineral yang terlarut tersebut.

Persediaan air minum di perusahaan catering dan restoran, yang cukup

jumlahnya serta memenuhi persyaratan, mutlak perlu. Demikian juga halnya

di tempat-tempat lain seperti asrama, kafetaria, restoran, dan hotel (Winarno,

1993).

Air buangan dapat merupakan wahana bagi berbagai jenis bakteri

patogen. Hal ini disebabkan banyak di antara orang yang sehat bertindak

sebagai carrier, tanpa dia sendiri terserang. Orang-orang yang sedang

menderita penyakit usus juga akan meningkatkan jumlah bakteri patogen

dalam air got (Winarno, 1993).

Sistem pembuangan kotoran manusia sering kurang mendapat perhatian

khusus, terutama di daerah perkotaan yang padat penduduknya. Tempat

pembuangan dan penampungan kotoran manusia yangb terlalu dekat dengan

sumur, danau atau air sungai, akan meningkatkan penyebaran dan kontaminasi

(Winarno, 1993).

Bila air tersebut akan digunakan, tentu saja dapat merupakan sumber

kontaminasi yang membahayakan. Dalam banyak hal, masalahnya bukan

karena mereka itu tidak tahu arti air bersih, tetapi karena terpaksa , sumber air

yang tersedia memang tidak memberi pilihan lain.

Tidak tersedianya sistem pembuangan yang memadai dapat

menyebabkan penimbunan comberan-comberan yang bau yang menjadi

tempat ideal bagi berkembangnya nyamuk dan lalat. Serangga-serangga

tersebut menyebarkan kuman penyakit dari tempat-tempat pembuangan tadi

ke tempat-tempat lain di sekitarnya sehingga menimbulkan masalah

kesehatan. Berbagai jenis makanan yang dihidangkan terbuka atau makanan

jajanan yang dijajakan tidak tertutup mudah terkontaminasi oleh lalat-lalat

tersebut (Winarno, 1993).

Page 33: Kitchen 2

Di daerah perkotaan, yang pipa saluran air PAM-nya sudah tua dan

banyak bocor, apalagi bila air tidak mengalir selam 24 jam, sulit untuk

mempunyai tekanan air yang positif di sepanjang saluran air, dengan demikian

peluang masuknya air kotor ke dalam saluran air tersebut lebih besar.

Limbah industri yang sering dibuang ke dalam sungai merupakan

sumber kontaminasi lain yang sangat serius. Jenis kotoran tersebut banyak

menghabiskan oksigen dalam air dengan akibat banyak iakan dan makhluk air

lainnya tidak tahan hidup, mati dan mengakibatkan bau busuk tidak sedap

(Winarno, 1993).

H. Kelapa

Kelapa termasuk tumbuhan berkeping satu (monocotyledonae), berakar

serabut, dan termasuk golongan palem (palmae). Kelapa (Cocos nucifera L) di

Jawa Timur dan Jawa Tengah dikenal denagan sebutan kelopo atau krambil.

Di Belanda masyarakat mengenalnya sebagai kokosnoot atau klapper,

sedangkan orang Inggris menyebutnya coconut. Orang Jerman menyebutnya

cocosnoot, sedangkan bangsa Prancis menyebutnya cocotier.

Adanya berbagai macam nama kelapa tersebut menandakan bahwa

tanaman kelapa cukup dikenal di dunia. Hampir semua daerah beriklim tropis

yang memenuhi syaray tumbuhnya kelapa terdapat tanaman kelapa. Tanaman

kelapa menurut varietasnya dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan

kelapa dalam, golongan kelapa genjah, dan golongan kelapa hibrida. Menurut

warna kulit buahnya, tanaman kelapa dibagi menjadi tiga golongan utama

yaitu kelapa hijau, kelapa cokelat, dan kelapa kuning.

I. Kerangka Konsep

Pengawasan Mutu Makanan HACCP

Bahan Pangan Pengolahan telur ayam Produk yang aman