KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD DALAM …
Transcript of KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD DALAM …
KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD DALAM BERDAKWAH DAN BERWIRAUSAHA MELALUI
PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH PONDOK PETIR SAWANGAN DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi syarat meraih gelar
Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
MOH. MASYKUR NIM 102051025605
JURASAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 MKIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD DALAM BERDAKWAH DAN BERWIRAUSAHA
MELALUI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH
PONDOK PETIR SAWANGAN DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi syarat meraih gelar
Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
MOH. MASYKUR NIM 102051025605
Di bawah bimbingan,
LILI BARIADI, MM, M.Si NIP. 1974 0519 199803 1 004
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Kiprah dan Pemikiran Abdullah Mas’ud Dalam Berdakwah Dan Berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan Depok telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 September 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.1) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Jakarta, 15 September 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap Anggota, Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Arief Subhan, MA Umi Musyarofah, MA NIP. 19660110 199303 1 004 NIP. 19710816 199703 2 002
Anggota:
Penguji 1 Penguji II
Dr. Hj. Roudhonah, MA Gun Gun Heryanto, M.Si NIP. 19580910 198703 2 001 NIP. 19760812 200501 1 005
Pembimbing
LILI BARIADI, MM, M.Si NIP. 19740519 199803 1 004
ABSTRAK
Moh. Masykur, Kiprah dan Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam Berdakwah dan Berwirausaha melalui Pondok pesantren an-Nahdloh Pondok Petir Sawangan Depok. Skripsi. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 Agustus 2009. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran konkrit mengenai kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan berwirausaha melalui pondok pesantern an-Nahdloh Pondok Petir Sawangan Depok. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pembahasan pada kiprah, pemikiran serta proses pengembangan dan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara observasi, wawancara dengan Abdullah Mas’ud, serta dokumentasi data-data yang diperlukan untuk menunjang penyusunan dan penulisan laporan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kiprah Abdullah Mas’ud dalam dunia dakwah dan wirausaha dilakukan melalui pesantrean An-Nahdlah dengan memberikan nilai-nilai wirausaha kepada para santri, sehingga nantinya dapat mencari penghidupan dengan bekal ilmu yang telah diterimanya. Adapun pemikiran Abdullah Mas’ud tentang dakwah adalah memberikan pengertian dan pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat. Sedangkan wirausaha menurut pemikiran Abdullah Mas’ud adalah usaha yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Proses pengembangan kewirauahaan di Pesantren An-Nahdlah dimulai dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Berkat pertolongan
serta nikmat-Nya, penulis mampu menjalani segala macam rintangan dan
halangan saat pengerjaan skripsi ini.
Proses penulisan skripsi ini memang tidak semudah yang penulis
bayangkan sebelumnya. Dalam perjalanannya, begitu banyak hal yang penulis
belum tahu sebelumnya, penulis ketahui saat melakukan penulisan skripsi ini.
Memang ilmu Allah Maha Luas, manusia hanya mengetahi sedikit dari
kemahaluasan ilmu tersebut.
Rintangan dan cobaan yang ada saat penulis melakukan penulisan skripsi
ini, alhamdulillah dapat penulis lalui. Begitu banyak pelajaran dan hikmah yang
berharga yang penulis dapatkan.
Terdapat begitu banyak pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian
skripsi ini. Dalam lembar ini, penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Wahidin, MA, selaku ketua jurusan KPI dan Umi Musyarofah, MA.,
selaku sekretaris jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) atas segala
bantuan yang berbentuk masukan dan juga kemudahan dalam mengurus
segala macam administrasi.
3. Bapak Lili Bariadi, M.M, M.Si, selaku pembimbing yang tiada pernah
lelah dan letih dalam memberikan bimbingan kepada penulis. Segala
kesabaran dalam menunjukkan kesalahan penulisan maupun pengetikan
mungkin tidak ternilai harganya. Penulis hanya bisa berdoa, semoga apa
yang Bapak berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT,
dan merupakan nilai ibadah di sisi-Nya.
4. Petugas perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas Dakwah dan
Komunikasi yang sudah melayani penulis dalam memenuhi kebutuhan
literatur.
5. Orang tua penulis, Bapak H. Sholihan, yang terus memberikan semangat
dan dukungan kepada penulis agar sesegera mungkin untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Juga Ibu Sukarsih (alm), semoga apa yang beliau
selalu doakan dan inginkan kepada anak-anaknya terkabul, dan beliau
mendapatkan tempat di sisi Allah SWT, amin.
6. Saudara penulis, Sholihah, Abdul Qadir, Abdul Hadi, Maimun, yang tiada
henti-hentinya mendorong dan membantu penulis agar selekas mungkin
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih sekali lagi.
7. H. Abdullah Mas’ud, M.Si. Terima kasih sudah meluangkan waktunya
untuk melayani wawancara dengan penulis dan memberikan data yang
penulis perlukan dalam penulisan skripsi ini.
8. Para dewan guru Pesantren An-Nahdlah beserta seluruh santri, yang sudi
memberikan tempat kepada penulis saat melakukan penelitain. Semoga
mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
9. Teman-teman penulis di KPI 2002 kelas E: Nasrul Umam Syafi’I, S. Sos.I,
Ufi Ulfiyah, S.Sos.I, Louis Gambua, Iwan Komaruddin, S.Sos.I, dan
seluruh teman-teman seangkatan penulis yang tidak bisa penulis sebutkan
namanya satu persatu, terima kasih atas masukan yang kalian berikan
dalam skripsi ini.
10. Untuk seluruh aktivitis WASIAT (Wadah Silaturrahmi Alumni Tarbiyatut
Tholabah) di Jakarta: Ka’ Milah, Pak Salam, Huda, Kholid, Da’il, Umus,
Sun’iyah, Qoni’ah, Memey, Nengil, Hanna, Abdul Aziz, Ogie, Rohul,
Farih, Najib, Fauzul, Muchtar, dan seluruh anggota WASIAT yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
11. Seluruh karyawan Masjid Al-Muqsith dan guru LPQ (Lembaga
Pendidikan al-Qur’an) Al-Muqsith, Tugu Utara Cisarua Bogor: Syamsul
Arifin, Thobroni, Siti Jamilah, yang menemani perjuangan penulis dalam
mengaplikasikan ilmu yang di dapat di bangku kuliah. Tetap
semangat…..!
12. Seluruh teman-teman penulis yang tidak mungkin penulis sebutkan
namanya satu persatu di sini. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.
Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kemajuan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis yakin bahwa skripsi ini jauh dari
sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan literatur yang berguna
bagi semua pihak serta menambah khazanah keilmuan, khususnya bidang dakwah
dan komunikasi.
Jakarta, 25 Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................. ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 8
D. Metodologi Penelitian ............................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan. ............................................................ 14
BAB II LANDASAN PEMIKIRAN
A. Kiprah dan Dakwah ................................................................ 16
1. Pengertian Kiprah........................................................ 16
2. Pengertian Dakwah ..................................................... 16
3. Unsur-unsur dakwah…………………………………19
B. Pemikiran dan Kewirausahaan ................................................ 28
1. Pengertian Pemikiran .................................................. 28
2. Pengertian Wirausaha.................................................. 28
C. Proses Pengembangan dan Internalisasi Kewirausahaan dalam
Berdakwah............................................................................... 34
BAB III AKTIFITAS DAKWAH DAN KEWIRAUSAHAAN
ABDULLAH MAS’UD
A. Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak ............................. 39
B. Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah .......................................... 40
C. Aktivitas Abdullah Mas’ud dalam Bidang Kewirausahaan dan
Dakwah ................................................................................... 43
D. Sekilas tentang Pesantren An-Nahdlah ................................... 45
BAB IV ANALISIS KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH
MAS’UD TENTANG DAKWAH DAN WIRAUSAHA
A. Kiprah Abdullah Mas’ud dalam Berdakwah dan
Berwirausaha .......................................................................... 51
B. Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam Berdakwah dan
Berwirausaha .......................................................................... 59
C. Proses Pengembangan Kewirausahaan di Pesantren
An-Nahdlah ............................................................................ 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 69
B. Saran-saran ............................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang muslim, tentu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah kewajiban. Seorang muslim hendaknya tidak menengadahkan tangannya, mengharap belas kasihan dari orang lain untuk bertahan hidup. Ia harus bekerja dan mencari nafkah yang halal di mata Allah, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena apa yang dihasilkan dari bekerja tersebut, lebih baik dari pada apa yang diterimanya jika ia menengadahkan tangannya, mengharapkan belas kasihan.
Kerja adalah usaha komersil yang dianggap sebagai suatu keharusan demi hidup atau sesuatu yang imperatif dalam diri dan terikat pada identitas diri yang telah diberikan oleh agama.1
Kerja untuk menghasilkan uang guna mencukupi kebutuhan hidup, bagi
seorang Muslim merupakan suatu keharusan, terutama bagi mereka yang sudah
berumah tangga. Karena mencukupi kebutuhan keluarga, baik berupa makanan,
pakaian, tempat tinggal, biaya pendidikan dan lain sebagainya, adalah kewajiban
yang tidak boleh ditinggalkan. Karena Allah SWT akan murka bila seorang suami
menelantarkan keluarganya dengan tidak bekerja mencari nafkah.
Untuk mencari nafkah, ada yang bekerja sebagai buruh, karyawan,
eksekutif muda, politisi dan lain sebagainya. Selain itu ada juga yang memilih
untuk berusaha sendiri atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Mereka ini
adalah orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Maju
dan mundurnya usaha yang dirintis tergantung seberapa keras kerja seseorang.
Semakin keras seseorang dalam bekerja, maka kemungkinan usahanya
berkembang akan semakin besar. Sebaliknya, semakin malas seseorang bekerja
1 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta, LP3ES, 1993), h. 3.
sebagai seorang wirausaha, semakin kecil kemungkinannya untuk berkembang
dan sukses dalam berusaha.
Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan
dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari
kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan
peluang. Proses kreatif dan inovatif tersebut biasanya diawali dengan munculnya
sesuatu yang baru dan berbeda.2
Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1995
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan
atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.3
Selain kewajiban bekerja dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan
hidup, manusia dituntut juga untuk melakukan syiar agama Islam. Jangan sampai
karena begitu sibuknya mencari nafkah sehingga melupakan kewajiban seorang
muslim dalam hal menyeru kepada kebaikan dan melarang kemunkaran.
Menyeru kepada kebaikan dan mencegah terjadinya kemunkaran,
merupakan salah satu dari inti ajaran agama Islam. Dalam bahasa agama, menyeru
kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran disebut juga dengan amr
2 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses (Jakarta: Salemba Empat, 2003), hal. 1
3 Umi Sukamto Nurbito, Manajemen Perusahaan Kecil dan Kewirausahaan: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, (Jakarta: PPGSM, 1997), hal. 57-58
ma’rûf nahy al-munkar. Sedangkan mensyi’arkan agama Islam, sering disebut
sebagai dakwah.
Dakwah dapat ditinjau dari dua segi yaitu, etimologi dan terminologi.
Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yakni da’â, yad’û,
dakwatan. Jadi kata dakwatan atau dakwah adalah mashdar dari da’â yang mana
keduanya mempunyai arti yang sama yaitu ajakan atau panggilan. Sedangkan asal
kata da’â ini bisa diartikan dengan bermacam-macam arti, tergantung kepada
pemakainnya dalam kalimat, misalnya saja da’âhu yang dapat diartian memanggil
atau menyeru akan dia, da’â lahu dapat diartikan mendoakan dia baginya.4
Hal ini serupa dengan pendapat Ahmad Warson Munawir dalam Kamus
Arab Indonesia Al-Munawwir yang menyebutkan bahwa kata dakwah merupakan
mashdar dari kata da’a, yad’u yang berarti memanggil, mengajak dan menyeru. 5
Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Nahl: 125) Pemahaman masyarakat awam mengenai dakwah adalah, menyeru kepada
yang baik dan mencegah kepada yang munkar serta mengajarkan ajaran agama
4 Al-Wisral Imam Zaidillah, Strategi Dakwah, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), Cet. ke-1, hal. 1
5 Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1996), hal. 406
Islam kepada orang lain dengan melakukan ceramah maupun khotbah di berbagai
tempat. Masyarakat masih memahami bahwa dakwah itu harus dilakukan dengan
cara menjadi seorang da’i, muballigh, yang sering memberikan ceramah di
berbagai tempat dan berbagai perayaan hari-hari besar agama Islam.
Dalam berdakwah, seseorang tidak harus menunggu untuk mencapai umur
tertentu. Karena ketika seseorang sudah berada pada posisi mukallaf, maka segala
kewajiban yang dibebankan oleh agama, termasuk di antaranya untuk
mensyiarkan ajaran agama Islam harus dijalankan. Seseorang bahkan dapat
berdakwah meskipun masih kecil. Bahkan, salah satu televise swasta yang ada di
Indonesia pernah menayangkan sebuah program yang berisikan tentang kompetisi
untuk menjadi seorang da’i dari kalangan anak-anak, selain mengadakan juga
kompetisi da’i untuk kalangan dewasa. Dengan kata lain, dakwah dapat dilakukan
oleh siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan keagamaan yang cukup.
Kalau dakwah dapat dilakukan kapan saja, bahkan saat masih kanak-
kanak, demikian juga dengan berwirausaha. Bahkan sangat dianjurkan bagi para
orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anaknya untuk memiliki jiwa
wirausaha sejak dini. Untuk berwirausaha, seseorang tidak perlu menunggu
mencapai umur tertentu untuk menjalankannya. Atau menunggu modal yang
cukup dan waktu yang luang untuk memulai berwirausaha.
Salah satu kelebihan orang yang bekerja dengan berwirausaha adalah
bahwa ia menguasai penuh dengan usaha yang sedang dijalankannya, tanpa harus
diawasi oleh orang lain. Keuntungan yang didapat juga merupakan keuntungan
pribadinya, atau dengan rekan-rekan kerja yang memiliki kontribusi dalam usaha
tersebut. Berbeda dengan orang yang memilih untuk menjadi karyawan maupun
buruh, yang selalu tergantung dengan atasan dan takut terhadap PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja).
Pertanyaannya kemudian adalah, dapatkah kita melakukan dakwah sambil
berwirausaha? Tentu saja jawabannya sangat bisa, tergantung seberapa besar
keinginan dan niat kita untuk menjalaninya. Memang tidak mudah untuk
menjalankan dua profesi atau dua kegiatan yang masing-masing kegiatan
membutuhkan energi, waktu, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit.
Salah seorang yang penulis anggap berhasil menjalankan keduanya, yaitu
berdakwah atau mensyiarkan ajaran agama Islam sambil melakukan wirausaha
adalah Abdullah Mas’ud. Beliau adalah salah seorang wirausahawan yang juga
berdakwah melalui Pondok Pesantren An-Nahdloh. Dalam usianya yang terbilang
masih muda, Abdullah Mas’ud terus berupaya mencari terobosan baru dalam
berwirausaha dan terus mengembangkan usahanya tanpa melupakan
kewajibannya sebagai seorang Muslim untuk terus mensyiarkan ajaran agama
Islam melalui Pondok Pesantren yang diurusnya.
Usaha yang dilakukan oleh Abdullah Mas’ud dengan menggunakan
bendera CV. Paramuda, yang di dalamnya meliputi anak perusahaan Paramuda
Advertizing yang mencakup bidang usaha general trading (perdagangan umum),
percetakan, event organizer (penyelenggara acara). Advertizing (periklanan).
Kemudian Pustaka Cendekia yang bergerak di bidang penerbitan buku dan
majalah. Lalu ada Paramuda Foundation yang bergerak di bidang lembaga
pendidikan, pengembangan sumber daya manusia dan life skill, keagamaan dan
sosial. Dalam melaksakanan usahanya ini, Abdullah Mas’ud dibantu oleh
beberapa karyawan yang oleh beliau lebih sering disebut sebagai mitra kerja.
Sehingga hubungan antara atasan dan bawahan lebih bersifat kekeluargaan.
Apa yang penulis sebut di atas adalah usaha yang dilakukan oleh Abdullah
Mas’ud yang beliau kerjakan di luar mengurusi lembaga pendidikan. Adapun
untuk mengurus Pondok Pesantren An-Nahdloh, beliau bersama Dr. H. M.
Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai direktur An-Nahdlah dan Drs. H. Hilmi
Muhammadiyah, M.Si, selaku Pembina An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud menjadi
kepala madrasah dan pendidikan formal An-Nahdlah. Meskipun Abdullah Mas’ud
memiliki jabatan sebagai kepala madrasah dan pendidikan formal di An-Nahdlah,
namun beliau juga sering terlibat langsung dengan berbagai macam kegiatan yang
dilakukan para santri. Dengan kata lain, beliau berperan layaknya seorang kyai di
pondok-pondok pesantren di Jawa.
Dengan melihat tanggung jawab dan aktivitas Abdullah Mas’ud di atas,
ada sesuatu yang luar biasa, ketika beliau dapat membagi waktu dan tenaganya
untuk tetap konsisten dalam menjalankan amanat yang diembannya. Hal
demikian, tentu membutuhkan tanggung jawab dan juga kemampuan untuk
membagi waktu, sehingga segala aktivitas yang dikerjakan dapat berjalan dengan
baik.
Mengenai kegiatan wirausaha yang ada di Pondok Pesantren An-Nahdlah,
terdapat bidang usaha peternakan, toko buku, serta koperasi pelajar. Usaha-usaha
tersebut memang masih baru dirintis, sehingga belum memberikan hasil yang
maksimal. Meskipun demikian, berbagai unit kegiatan tersebut dilakukan
sungguh-sungguh, hal ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran kepada para
santri dalam berwirausaha. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh santri adalah
mengikuti pelatihan wirausaha.
Dengan segala aktivitasnya tersebut, maka penulis tergerak untuk menulis
skripsi yang berjudul “KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD
DALAM BERDAKWAH DAN BERWIRAUSAHA MELALUI PONDOK
PESANTREN AN-NAHDLAH PONDOK PETIR SAWANGAN DEPOK”.
Adapun alasan penulis mengangkat judul tersebut adalah karena ia ini
termasuk orang yang relatif muda dalam dunia usaha serta mempunyai perhatian
yang cukup tinggi mengenai syiar agama Islam. Hal ini ditandai dengan tekad
beliau bersama beberapa temannya mendirikan pondok pesantren An-Nahdlah
yang memiliki konsep pendidikan gratis bagi masyarakat miskin dengan fasilitas
yang sama, sebagaimana para santri yang membayar penuh. Di dalam pesantren
tersebut, para santri selain diajarkan berbagai ilmu agama, juga diajarkan
mengenai kewirausahaan, sebagai modal untuk menjalani hidup. Kesibukan
Abdullah Mas’ud dalam berwirausaha, tidak mengurangi perhatiannya terhadap
dunia pendidikan dan dakwah di pesantren An-Nahdlah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penulis membatasi tulisan ini pada kiprah dan pemikiran Abdullah
Mas’ud dalam berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-
Nahdloh Pondok Petir Sawangan Depok serta proses pengembangan dan
internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis rumuskan dalam bentuk
pernyataan sebagai berikut:
a. Bagaimana kiprah Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan
berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir
Sawangan Depok?
b. Bagaimana pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan
berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir
Sawangan Depok?
c. Bagaimana proses pengembangan dan internalisasi nilai-nilai
kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Untuk mengetahui kiprah Abdullah Mas’ud dalam dalam berdakwah
dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlha Pondok Petir
Sawangan Depok.
b. Untuk mengetahui pemikiran Abdullah Mas’ud dalam dalam
berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah
Pondok Petir Sawangan Depok.
c. Untuk mengetahui proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren
An-Nahdlah.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat,
yaitu:
a. Secara akademis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan
pengetahuan tentang dakwah dan berwirausaha bagi khazanah keilmuan
Islam. Serta dapat memberikan referensi bagi peminat dakwah.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
kalangan teoritis, praktisi dan aktivis dakwah yang konsen di bidang
wirausaha khususnya. Serta umumnya bagi para praktisi dakwah yang
menjadikan wirausaha sebagai penopang untuk berdakwah mensyiarkan
ajaran agama Islam.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. di mana penelitian kualitatif menekankan bahwa setiap temuan
(sementara) dilandaskan pada data, sehingga temuan itu semakin tersahihkan
sebelum dinobatkan sebagai teori.6
6 A. Chaidar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif; Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2002), Cet. Ke-1, hal. 102
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan
(field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke
lapangan, mewawancari dan mengamati objek penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah sebuah metode ilmiah berupa pengamatan dan
pencatatan secara sistematik mengenai fenomena-fenomena yang
diselidiki.7 Pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan untuk
memperoleh data berkenaan dengan fokus penelitian. Penulis melakuan
observasi di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan.
b. Wawancara
Suatu wawancara dapat disifatkan sebagai suatu proses interaksi
dan komunikasi dimana sejumlah variabel memainkan peranan yang
penting karena kemungkinan untuk mempengaruhi dan menentukan hasil
wawancara.8 Dengan melakukan wawancara langsung dengan Abdullah
Mas’ud, diharapkan bisa mendapatkan informasi tentang apa yang
dijadikan objek permasalahan dari penelitian ini.
Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Abdullah Mas’ud
untuk menggali informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Selain itu
juga penulis mewawancarai beberapa pengurus pesantren dan karyawan
7 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 83
8 J. Vredenberg, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1984), hal. 88 - 89
Abdullah Mas’ud untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam
penelitian ini.
c. Dokumentasi
Dalam penelitian ini juga mengumpulkan berbagai macam
dokumentasi seperti foto, kliping surat kabar maupun majalah yang
berkenaan dengan tema penelitian untuk kemudian dijadikan data penguat
dalam penyusunan skripsi ini.
Data-data yang sudah terkumpul kemudian dijelaskan secara sistematis
yang mudah untuk dicerna dan dipahami karena itu metode yang digunakan
dari hasil penelitian nanti menggunakan metode deskriptif analitik9. Temuan
data akan dianalisa dengan menggunakan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya.
Metode deskiptif analitik adalah metode yang mencoba memaparkan
atau menggambarkan kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud dalam dalam
berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlha Pondok
Petir Sawangan Depok.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penyusunan penelitian ini penulis
menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi karangan
Hamid Nasuhi, et.all, yang diterbitkan oleh CeQDA tahun 2007
9 Wardi Bahtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997) hal. 39
E. Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai dakwah dan wirausaha belum pernah dibahas
sebelumnya. Namun, dalam penelusuran penulis, terdapat beberapa pembahasan
mengenai wirausaha yang penulis temukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Di antaranya adalah Muhammad Syaichu dalam skripsinya
yang berjudul Pengembangan Ekonomi Masyarakat Melalui Wirausaha Industri
Perhiasan (Aksesoris) Di Desa Taman Rahayu Kec. Setu Kabupaten Bekasi.
Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2006. Dalam skripsinya tersebut, Syaichu berusaha
menjelaskan bagaimana mengembangkan ekonomi masyarakat dengan
memberikan motivasi kepada mereka untuk melakukan wirausaha, salah satunya
dengan usaha industri perhiasan (aksesoris). Dalam skripsinya tersebut, Syaichu
menemukan masalah bahwa, masyarakat banyak yang terkendala pada masalah
akses pada modal dan pangsa pasar dari hasil kerajinan mereka. Untuk itu
diperlukan perhatian dari berbagai pihak untuk mendukung keberhasilan usaha
mereka, sehingga terjadi perbaikan ekonomi yang signifikan pada masyarakat
daerah penelitian.
Selanjutnya adalah Titin Yuniartin, yang menulis skripsinya dengan judul
Kajian Hadis-hadis tentang Wirausaha, Jurusan Tafsir Hadit Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2003. Dalam skripsinya ini
Titin berusaha mengkaji hadis-hadis yang membahas tentang wirausaha dengan
menelusuri periwayatannya sehingga dapat diketahui kualitas hadis tersebut,
apakah dapat dijadikan dalil atau tidak.
Lalu Ahmad Sapei, dalam skripsinya yang berjudul Pemberdayaan
Ekonomi Umat Melalui Pengembangan Wirausaha, Sejarah Peradaban Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004.
Dalam skripsinya ini, Sapei berusaha untuk memberikan langkah-langkah jitu
kepada masyarakat dengan memberdayakan kemampuan dan keahlian mereka
untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka dengan berwirausaha. Hal ini
dilakukan karena dengan berwirausaha, kemungkinan seseorang untuk berhasil
lebih besar jika dibandingkan harus menjadi karyawan atau buruh. Meskipun
demikian, ada resiko yang harus siap ditanggung oleh mereka yang melakukan
wirausaha.
Berikutnya adalah Ajeng Sofa Marwaty dalam skripsinya yang berjudul
Upaya Bimbingan Islam Dalam Menanamkan Motivasi Wirausaha Pada Santri
Remaja Pengajian Al Falah Desa Lulut Bogor, Bimbingan Penyuluhan Islam,
Fakutlas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2003.
Dalam skripsinya ini, Ajeng berusaha untuk melakukan bimbingan kepada para
santri Pengajian Al-Falah yang ada di Desa Lulut Bogor untuk menanamkan
motivasi yang kuat kepada mereka dalam melakukan wirausaha.
Yang terakhir adalah Yudi Yansyah dalam skripsinya yang berjudul
Aplikasi Manajemen Wirausaha Para Pedagang Muslim Pasar Pd. Jaya Grogol,
Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2005. Dalam skripsinya ini, Yudi membahas mengenai aplikasi
manajemen wirausaha yang dilakukan pada para pedagang yang beragama
Muslim di pasar Pondok Jaya Grogol. Dengan mengaplikasikan manajemen yang
baik, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para pedagang sehingga
membantu ekonomi mereka.
Adapun penelitian yang akan penulis lakukan ini, letak perbedaannya pada
bagaimana kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan
berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdloh, Pondok Petir Sawangan.
Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggali dan mengkaji mengenai
pemikiran Abdullah Mas’ud dalam melaksanakan dakwah disela-sela
kesibukannya dalam mengurus usahanya dan juga pondok pesantren yang
dipimpinnya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui secara global tentang penulisan ini, maka sistematika
penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab II Landasan Pemikiran, bab ini membahas tentang kiprah dan dakwah
yang meliputi, pengertian kiprah, pengertian dakwah dan metode
dakwah. Selanjutnya diteruskan dengan bahasan tentang pemikiran
dan kewirausahaan, yang terdiri dari pengertian pemikiran,
pengertian wirausaha. Selanjutnya adalah proses pengembangan
dan internalisasi wirausaha dalam berdakwah.
Bab III Aktifitas Dakwah dan kewirausahaan Abdullah Mas’ud, yang
membahas mengenai, Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak,
Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah, Aktivitas Abdullah Mas’ud
dalam Bidang dakwah dan kewirausahaan
Bab IV Analisis Kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud Tentang Dakwah
dan Wirausaha. Dalam bab ini akan dibahas dan dianalisa
mengenai kiprah Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan
berwirausaha, pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan
berwirausaha dan proses pengembangan kewirausahaan di
pesantren An-Nahdlah
BAB V Penutup, yang membahas tentang kesimpulan dan saran-saran
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
D. Kiprah Dakwah dan Kewirausahaan
1. Pengertian Kiprah
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia secara etimologi kiprah
adalah kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau
berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha disebuah
bidang.10 Sedangkan menurut WJS. Purwodarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia kata kiprah diartikan sebagai tindakan, aktifitas,
kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadap ideologi atau
institusinya.
2. Pengertian Dakwah
Dakwah dapat ditinjau dari dua segi yaitu, yakni etimologi dan
terminologi. Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yakni
da’a, yad’u, dakwatan. Jadi kata dakwatan atau dakwah adalah mashdar dari
da’a yang mana keduanya mempunyai arti yang sama yaitu ajakan atau
panggilan. Sedangkan asal kata da’a ini bisa diartikan dengan bermacam-
macam arti, tergantung kepada pemakainnya dalam kalimat, misalnya saja
da’ahu yang dapat diartikan memanggil atau menyeru akan dia, da’alahu
dapat diartikan mendoakan dia baginya.11
10 Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hal. 442
11 Al-Wisral Imam Zaidillah, Strategi Dakwah, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), Cet. ke-1, hal. 1
Apabila kita melihat dalam struktur kalimat, maka kata dakwah artinya
bisa bermacam-macam. Berikut contoh penggunaannya dalam beberapa ayat
Al-Quran:
a. Dakwah berarti ajakan, pada Q.S Yusuf:33 yang berbunyi:
قال رب السجن أحب إلي مما تدعوننى إليه وإلا تصرف عني كيدهن أصب إليهن وأكن من الجاهلين .
Artinya: Yusuf berkata:"Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33)
b. Dakwah berarti seruan, pada Q.S Yunus:25 yang berbunyi:
واالله يدعوا إلى دار السلام ويـهدى من يشاء إلى صراط مستقيم .
Artinya: Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (QS. 10:25)
c. Dakwah berarti panggilan, pada Q.S Al-Anfal:24 yang berbunyi:
يا أيـها الذين أمنوا استجيبوا الله وللرسول إذا دعاكم لما يحييكم واعلموا أن االله يحول بـين المرء وقـلبه وأنه إليه تحشرون .
Artinya: Hai orang-orang beriman, penuhilah panggilan Allah dan panggilan Rasul apabila Rasul memanggil kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS. 8:24)
Dari pengertian etimologis, Prof Thoha Yahya Oemar mendefinisikan
dakwah dengan mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan Allah
sesuai dengan perintah-Nya, untuk kemaslahatan umat manusia didunia dan
diakhirat.12
Sementara menurut Jamaluddin Kafie dalam bukunya Psikologi
Dakwah menyebutkan bahwa dakwah merupakan suatu strategi
menyampaikan nilai-nilai Islam kepada umat manusia demi tata kehidupan
yang imani dan realitas hidup yang Islami.13 Sedangkan menurut Endang
Saefuddin Anshari dakwah itu adalah upaya aktualisasi ajaran Islam pada
semua sisi kehidupan manusia.14
Banyak sekali memang yang memberi pengertian dakwah secara
terminologi, salah satunya adalah Syeikh Ali Mahfudz dalam kitabnya
Hidayatul Mursidin yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz. Bagi beliau dakwah
merupakan upaya untuk mendorong dan memotivasi manusia agar berbuat
kebaikan dan terus mengikuti jalan petunjuk (agama), melakukan amar maruf
nahi munkar dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.15
Sedangkan Aboe Bakar Atjeh menyatakan bahwa dakwah merupakan
seruan kepada seluruh umat manusia untuk kembali kepada ajaran hidup
sepanjang ajaran Allah yang benar dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan
nasehat yang baik. 16
Walaupun beberapa ta’rif dakwah di atas berbeda redaksinya akan
tetapi setiap redaksinya memiliki tiga unsur pengertian pokok, yaitu:
12 Thoha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: CV. Wijaya, 1971), hal. 1 13 Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Indah ,1993), hal. 29 14 Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: CV. Rajawali Press 1986), hal.
25 15 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 9 16 Aboe Bakar Atjeh, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islamiyah, (Semarang:
Romadoni, 1971), hal. 6
a. Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari seseorang
kepada orang lain
b. Dakwah adalah penyampaian ajaran Islam yang berupa amr ma’ruf
(Ajaran kepada kebaikan) nahy munkar (mencegah kemunkaran)
c. Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya
suatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan
sepenuhnya seluruh ajaran Islam.17
Dengan demikian dakwah adalah segala bentuk aktifitas penyampaian
ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk
terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan.
3. Unsur-unsur Dakwah
Ada beberapa unsur dakwah yang dapat dijadikan pedoman
keberhasilan dakwah bagi para da’i maupun lembaga sosial keagamaan,
yaitu: dai, mad’u, materi, metode, media dan tujuan.
a. Subyek (Da’i)
Subyek adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah, yaitu
da’i. Unsur ini merupakan komponen yang menentukan keberhasilan
dakwah. Adanya keberhasilan dakwah dapat dilihat pada sejarah
kehidupan Rasulullah SAW, terutama dipengaruhi oleh pribadi beliau
yang berakhlak mulia. Demikian pula para sahabat yang meneruskan
estafet perjuangannya, para ulama yang menyebarkan Islam. Dari karakter
mereka ini dapat diperoleh suatu gambaran bahwa faktor pribadi yang
17 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hal. 10
menjadi perhatian orang yang dihadapinya. Sifat itu haruslah menjadi
panutan bagi para da’i untuk mencapai keberhasilan dakwah.
Secara umum setiap muslim yang mukallaf atau dewasa secara
otomatis dapat menyampaikan dakwah sebagai da’i yang berkewajiban
menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada semua umat manusia. Dalam
arti, suatu proses di mana setiap muslim dapat mendayagunakan masing-
masing kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain agar bersikap dan
bertingkah laku sesuai ajaran Islam. Potensi para da’i akan dianggap lebih
berbobot jika daya kemampuan itu dihimpun dalam suatu lembaga untuk
bersama-sama mewujudkan ajaran Islam.18
b. Obyek (mad’u)
Obyek atau mad’u adalah orang yang menajdi sasaran dakwah atau
masyarakat. Masyarakat sebagai obyek dakwah adalah salah satu unsur
penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah penting peranannya.
Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah yang kompleks yang
harus dipelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang selanjutnya.
Situasi dan kondisi, latar belakang kehidupannya, status sosialnya, adat
istiadat, taraf pengetahuan dan problem-problem lainnya adalah
merupakan pertanyaan yang harus dijawab oleh subyek dai dengan dasar
bekal pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan
masalah masyarakat atau dalam hal ini dikenal dengan istilah obyek
18 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), Cet. Ke-1, h. 39-40
dakwah.19 Dalam hal ini yang menjadi obyek atau sasaran dakwah adalah
masyarakat pada waktu itu.
c. Materi
Materi adalah bahan yang disampaikan oleh seorang da’i dalam
berdakwah. Pada dasarnya materi dakwah islamiyah tergantung pada
tujuan dakwah yang henak dicapai. Secara global, materi dakwah dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal, yaitu masalah akidah, syariah, dan
masalah akhlak.20
Akidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad bathiniyah yang
mencakup masalah-masalah yang erat hubunganya dengan rukun iman.
Bidang ini bukan saja pembahasannya tertuju pada hal-hal yang wajib
diimani, tetapi meliputi pula masalah-masalah yang dilarang, seperti
syirik, inkar, dan lain sebagainya.
Materi dakwah yang kedua adalah syariah. Masalah ini
berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan
Allah guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengatur
pergaulan hidup antara sesama manusia. Masalah syairiah juga
berhubungan dengan jual beli, rumah tangga, bertetangga, warisan,
kepemimpinan dan amal-amal saleh lainnya. Demikian pula masalah zina,
minum-minuman yang memabukkan, mencuri, dan lain sebagainya
termasuk pada materi dakwah.
Materi dakwah yang ketiga atau yang terakhir adalah akhlak.
Masalah akhlak ini merupakan manifestasi keimanan, dan akhlak juga
19 Asmuni Sukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islamiyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, t.th), h. 65-66
20 Barmawi Umary, Azas-azas Dakwah, (Solo: Ramadhan, 1995), Cet. Ke-3, h. 77
sebagai penyempurna keimanan dan keislama.21 Materi dakwah
sepenuhnya harus bertolak dan bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadits
serta hasil ijtihad para sarjana atau para alim ulama.22
d. Metode
Metode berarti jalan, cara penyajian materi dakwah. Metode
dakwah adalah cara-cara yang dilakukan oleh para dai untuk mencapai
suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah, kasih sayang dan persuasif.
Artinya pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human
oriented yang menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.23
Di sisi lain, metode dakwah menyangkut masalah bagaimana
caranya dakwah itu harus dilaksanakan. Tindakan atau kegiatan dakwah
yang telah dirumuskan akan efektif jika dilaksanakan dengan cara yang
tepat. Kalau ditinjau secara umum, metode dakwah terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu: bil lisan, bil haal, dan bil kitabah. Metode bil lisan (al-
maqal), yaitu seperti yang selama ini dipahami oleh sebagian banyak
masyarakat, melalui pengajian, kelompok majlis taklim, di mana ajaran
Islam disampaikan oleh para dai melalui pidato, nasihat atau ceramah
secara langsung. Metode bil haal biasanya dilakukan melalui proyek-
proyek pembangunan dan pengembangan serta pengabdian yang langsung
menyentuh masyarakat sebagai obyek dakwah. Sedangkan metode bil
kitabah, yakni dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan. Akan
tetapi ada cara yang lebih tepat sebagaimana digambarkan dalam al-Qu’an,
21 Ibid, h. 60-63 22 A.H. Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publisitas dalam Kepemimpinan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1982), h. 41. 23 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, h. 43.
yaitu bil hikmah. Hal ini sesuai dengan bunyi al-Qur’an surat Al-Nahl ayat
125:
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Nahl: 125)
Adapun maksud hikmah di sini yaitu bijaksana atau kebijaksanaan,
atau secara luas diartikan sebagai berikut:
“Memahami rahasia sesuatu secara mendalam, sehingga merupakan pendorong untuk suatu langkah yang tepat. Dengan kata lain, dakwah bil hikmah itu sebagai kesanggupan seorang dai untuk menyiarkan ajaran Islam dengan mengingat waktu dan tempat serta masyarakat yang dihadapinya.24 Metode yang akan digunakan tidak ditentukan pada suatu metode
tertentu, tetapi melihat metode dakwah lainnya yang dapat mencapai hasil
kegiatan dakwah secara efektif dan efisien. Dalam al-Qur;an mulai dari
awal sampai akhir tersirat metode, seperti pesan Luqman kepada anaknya,
terkandung pesan psikologi pendidikan, memperkenalkan dunia dan
akhirat dan sebagainya.
24 Abdul Rasyid Shaleh, Manajemen Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet. Ke-2, h. 72-73.
Ada beberapa metode dakwah yang kiranya dapat digunakan oleh
para dai untuk mencapai tujuan dakwah, di antaranya:
1) Dakwah Bil-lisan
Dakwah lisan adalah termasuk dari metode dakwah yang sering
digunaakn oleh seorang dai untuk menyampaikan materi kepada para
pendengar (mad’u). Dakwah lisan lebih banyak digunakan oleh dai karena
memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode
lainnya.
Metode bil lisan adalah cara yang digunakan menyampaikan ajaran
Islam melalui lisan. Bentuknya dapat berupa ceramah keagamaan,
pengajian dalam segala bentuknya. Dalam ceramah tersebut dai dapat
melucu, baik melalui kata-kata maupun gerakan badan anggota tubuh dan
mimik wajah.
Metode ini didasarkan atas fakta psikologis bahwa manusia
diberikan rasa ingin senang, di antaranya senang melihat dan mendengar
sesuatu yang lucu yang dapat menghilangkan rasa sedih.25
Dakwah bil-lisan antara lain seperti:
a) Qaulun ma’rufun ialah dengan berbicara dalam pergaulannya
sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu agama Islam.
b) Mudzakarah, ialah mengingatkan orang lain jika berbuat salah baik
dalam ibadah maupun dalam perbuatan.
25 Ki Moesa A. Machfoed, Filsafat Dakwah; Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004), Cet. Ke-2, h. 108
c) Nasihuddin, ialah memberi nasehat kepada orang yang tengah
dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya
dengan baik, seperti bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya.
d) Majlis Ta’lim dengan menggunakan buku atau kitab dan berakhir
dengan dialog atau tanya jawab.
e) Mujadalah ialah perdebatan dengan menggunakan argumentasi
serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan
menarik kesimpulan.26
2) Dakwah Bil-Qalam
Dakwah bil-qalam yaitu dakwah dengan menggunakan
keterampilan menulis berupa artikel atau naskah kemudian dimuat dalam
majalah atau surat kabar, brosur, bulletin, buku dan sebagainya. Dakwah
seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu
yang lebih lama serta luas jangkauannya, di samping itu masyarakat atau
suatu kelompok dapat mempelajarinya serta memahaminya sendiri.27
3) Dakwah Bil-hal
Dakwah bil-hal yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai
kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek
dakwah dengan karya subjek serta ekonomi sebagai materi dakwah.
Adapun cara melakukan dakwah bil-hal sebagai berikut:
a) Pemberian bantuan berupa dana untuk usaha yang produktif.
b) Pemberian bantuan yang bersifat konsumtif.
c) Bersilaturrahmi ke yayasan-yayasan dan panti-panti asuhan.
26 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 49.
27 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi, hal. 50
d) Pengabdian kepada masyarakat dan lain-lain.28
e. Media
Media dalam bahasa Latin berarti alat perantara yang merupakan
segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang,
orang, tempat, kondisi tertentu, dan sebagainya.29
Asmuni Syukir berpendapat bahwa ada beberapa media dakwah
yang dapat dijadikan alat perantara untuk mencapai tujuan dakwah, yaitu:
1) Lembaga-lembaga pendidikan formal
2) Lingkungan keluarga
3) Organisasi-organisasi Islam
4) Hari-hari besar Islam
5) Media massa, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, kantor-
kantor dan seni serta budaya.30
Sedangkan A. Hasjmy menyatakan bahwa media dan sarana
dakwah diperlukan bagi juru dakwah untuk melaksanakan kewajibannya.
Ada beberapa media dan sarana yang membantu, seperti:
1) Mimbar dan khithabah
2) Qalam dan kitabah
3) Masrah dan malhamah (pementasan dan pendramaan)
4) Seni bahasa dan seni suara
5) Madrasah dan rumah
28 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi, hal. 50 29 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islamiyah, h. 163 30 Ibid, h. 168-190
6) Lingkungan kerja dan usaha.31
f. Tujuan
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memeri arah atau
pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah.32 Tujuan merupakan nilai
tertentu yang diharapkan dapat dicapai dan diperoleh. Setipa
penyelenggaraan dakwah harus mempunyai tujuan tanpa itu
penyelenggaraan dakwah tidak mempunyai apa-apa.
Abdul Rosyad Shaleh menyatakan bahwa:
...tujuan juga menjadi dasar pengentuan sasaran dan strategi atau kebijaksanaan serta langkah-langkah operasional dakwah. Di samping itu, tujuan dakwah juga menentukan langkah-langkah penyusunan tindakan dakwah dalam kesatuan-kesatuan horizontal dan vertikal, serta penentuan orang-orang yang berkompeten....33 Bagi proses dakwah, tujuan merupakan salah satu faktor terpenting
dan sentral karena melandasi segenap tindakan dalam rangka usaha kerja
sama dakwah. Tujuan seolah-olah sebagai kompas pedoman yang tidak
boleh diabaikan dalam proses penyelenggaraan dakwah.34
Dalam al-Qur’an disebutkan:
Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Q.S. Al-Fushshilat: 33)
31 A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Cet. Ke-2, h. 321
32 A. Hasjmy, Dustur Dakwah menurut Al-Qur’an, h. 49 33 Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islamiyah, h. 19 34 Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islamiyah, h. 20
Setelah unsur-unsur dakwah tersebut dapat dipenuhi oleh seorang dai,
maka berhasil atau tidaknya tergantung bagaimana ia menerapkan unsur-
unsur tersebut. Penguasaan jama’ah menjadi catatan penting yang harus
selalu diperhatikan oleh seorang dai. Jangan sampai metode, materi, tujuan
yang sudah direncanakan sebelumnya salah sasaran atau tidak pada
tempatnya. Hal ini dapat mengakibatkan gagalnya dakwah yang hendak
dilakukan.
E. Pemikiran dan Kewirausahaan
1. Pengertian Pemikiran
Kata pemikiran menurut WJS. Purwodarminta adalah berati abstraksi
seseorang terhadap sesuatu atau lebih jauh, pemikiran diartikan sebagai
konsepsi, pandangan, nalar akal seseorang atas suatu hal.35 Dalam skripsi ini,
pemikiran yang penulis maksud adalah konsep yang dikemukakan oleh
subjek penelitian mengenai tema penelitain, yaitu tentang dakwah dan
wirausaha. Penulis berusaha untuk mencari tahu konsep yang dimiliki oleh
subjek penelitian untuk kemudian penulis sajikan dalam bentuk laporan
penelitian dengan dianalisa terlebih dahulu dengan menggunakan teori-teori
yang ada.
2. Pengertian Wirausaha
Istilah kewirausahaan ini berasal dari enterpreneur (bahasa perancis)
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau
35 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 735
go between. Menurut Joseph Schumpeter, enterpreneur atau wirausaha adalah
orang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang
dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau
mengolah bahan baku baru.36
Berwirausaha memberi peluang kepada seseorang untuk banyak-
banyak berbuat baik, bukan sebaliknya. Berbuat baik dalam wirausaha
perdagangan, misalnya membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja,
kemudahan memperoleh alat pemenuhan kebutuhan, pelayanan cepat,
memberi potongan, memuaskan hati konsumen, dan sebagianya.37 Dengan
demikian, usaha yang ada akan berkembang dengan pesat dan memberikan
keuntungan bagi pemiliknya.
Di dalam buku The Portable MBA in Enterpreneurship, wirausaha
adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah
organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Proses kewirausahaan
meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan
memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi.
Bagi Schumpeter, seorang enterpreneur tidak selalu seorang pedagang
(businessman) atau seorang manajer; enterpreneur adalah orang yang unik
yang pembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-
produk innovatife dan teknologi baru ke dalam perekonomian.
Secara lengkap wirausaha dinyatakan oleh Joseph Schumpeter sebagai
orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan
barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau
36 Joseph Schumpeter dalam Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 22
37 Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 229
mengolah bahan baku baru. Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui
organisasi bisnis yang baru atau pun yang telah ada. Dalam definisi tersebut
ditekankan bahwa wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang
kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang
tersebut. Sedangkan proses kewirausahaan adalah meliputi semua kegiatan
fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan
menciptakan suatu organisasi. Istilah wirausaha dan wiraswasta sering
digunakan secara bersamaan, walaupun memiliki substansi yang agak
berbeda.38
Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan
dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari
kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan
peluang. Proses kreatif dan inovatif tersebut biasanya diawali dengan
munculnya sesuatu yang baru dan berbeda.39
Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang
yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia
nyata secara kreatif. Sukses kewirausahaan akan tercapai apabila berpikir dan
melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama dengan cara-cara baru
(think and doing new thing in new way).40
Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki jiwa mandiri, bisa
mengadakan kombinasi baru, selalu memiliki rasa wewenang, melihat ke
38 Artikel diakses pada tanggal 02 Agustus 2209 dari http://www.geocities.com/agus_lecturer/kewirausahaan/definsi_kewirausahaan.htm
39 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses (Jakarta: Salemba Empat, 2003), hal. 1
40 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, hal. 2
masa depan, mempunyai naluri yang kuat, mempunyai kebebasan berpikir
dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Kewirausahaan adalah sikap untuk
melakukan suatu usaha karena ada suasana yang mendukung untuk
merealisasikannya. Seorang wirausahawan akan selalu berpikir untuk
bertindak mencari pemecahan, sesuai dengan gagasan yang muncul untuk
meraih suatu tujuan/target tertentu.41
Menurutu Suharsono Sagir mengatakan bahwa wirausaha adalah
“seorang yang modal utamanya adalah ketekunan yang dilandasi sikap
optimis, kreatif dan melakukan usaha sebagai pendiri utama disertai pula
dengan keberanian menanggung resiko berdasarkan suatu perhitungan dan
perencanaan yang tepat.”42
Sedangkan menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4
Tahun 1995 Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan
kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang
mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan
yang lebih besar.43
Dalam pengertian wirausaha di atas tersimpul konsep-konsep seperti
situasi baru, mengorganisir, menciptakan, kemakmuran, dan menanggung
resiko. Wirausaha ini dijumpai pada semua profesi seperti pendidikan,
41 Mujahid, AK, dkk, Kepemimpinan Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002), hal. 37
42 Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 18 43 Umi Sukamto Nurbito, Manajemen Perusahaan Kecil dan Kewirausahaan: Konsep,
Prinsip dan Aplikasi, (Jakarta: PPGSM, 1997), hal. 57-58
kesehatan, penelitian, hukum, arsitektur, engineering, pekerjaan sosial dan
distribusi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa kewirausahaan adalah sikap yang optimis, kreatif, berbudi luhur,
berani menanggung resiko dan bersemangat dalam melakukan usahanya.
a. Jiwa dan Sikap Kewirausahaan
Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang yang
menafsirkan dan memandang bahwa kewirausahaan identik dengan apa
yang dimiliki dan dilakukan “usahawan” atau “wiraswasta”. Pandangan
tersebut tidaklah tepat, karena jiwa dan sikap kewirausahaan dimiliki oleh
setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan
usahawan maupun masyakat umum seperti petani, karyawan, pegawai
pemerintah, mahasiswa, guru, dan pimpinan organisasi lainnya.
Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan, yaitu orang yang percaya diri
(yakin, optimis, dan penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya
diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke
depan), memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil beda), dan berani
mengambil resiko dengan penuh perhitungan (karena itu suka akan
tantangan).44
Setiap kewirausahaan meliputi keterbukaan, kebebasan, pandangan
yang luas, berorientasi pada masa datang, berkeyakinan, sadar, dan
menghormati orang lain dan pendapat orang lain.
44 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, hal. 2
Orang yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru akan
lebih siap untk menghadapi segala peluang, tantangan dan perubahan
sosial, misalnya dalam mengubah standar hidupnya. Orang-orang yang
terbuka terhadap ide-ide baru merupakan wirausaha yang inovatif dan
kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan.
Telah dikemukakan di atas bahwa wirausaha adalah innovator dalam
mengkombinasikan sumber-sumber bahan baru, teknologi baru, metode
produksi baru, akses pasar baru dan pangsa pasar baru.
Oleh Ibnu Soedjono menamakan perilaku kreatif dan inovatif tersebut
dengan “entrepreneurial action, yang ciri-cirinya: (1) selalu mengamankan
investasi terhadap resiko, (2) mandiri, (3) berkreaasi menciptakan nilai
tambah, (4) selalu mencari peluang (5) berorientasi ke masa depan.
Perilaku tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai kepribadian wirausaha,
yaitu nilai-nilai keberanian menghadapi resiko, sikap positif, optimis,
keberanian mandiri, memimpin dan kemauan belajar dari pengalaman.
Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Menurut Sujuti Jahja , faktor
internal yang berpengaruh adalah kemauan, kemampuan dan kelemahan.
Sedangkan faktor eksternal yang sangat berpengaruh adalah kesempatan dan
peluang.45
45 Sujuti Jahja, Penelitian tentang Kewirausahaan dalam Rangka Pengembangan Disiplin Ilmu Kewirausahaan, (Makalah Seminar Nasional, Jatinangor: IKOPIN, 1997).
F. Proses Pengembangan dan Internalisasi Kewirausahaan dalam
Berdakwah
1. Faktor-faktor Pemicu Kewirausahaan
David C. McClelland, mengemukakan bahwa kewirausahaan
(entrepreneurship) ditentukan oleh:
a. Motif berprestasi (achievement),
b. Optimisme (optimism),
c. Sikap-sikap nilai (value attitudes),
d. Status kewirausahaan (entreprenuerial status).
Ibnoe Soedjono dan Roopke, menyatakan bahwa proses
kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan (entrepreneurial action)
merupakan fungsi dari:
a. Property Right (PR),
b. Competency/ability (C),
c. Incentive (I), dan
d. External Environment (E).
Kemampuan berwirausaha (entrepreneurial) merupakan fungsi dari
perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja
keras, dan keberanian menghadapi resiko untuk memperoleh peluang.
2. Ciri-ciri Tahap Permulaan dan Pertumbuhan Kewirausahaan
Pada umumnya proses pertumbuhan kewirausahaan pada usaha kecil
memiliki tiga ciri penting, yaitu:
a. Tahap imitasi dan duplikasi,
b. Tahap duplikasi dan pengembangan,
c. Tahap menciptakan sendiri barang dan jasa baru yang berbeda.
Dilihat dari prosesnya, Zimerer, membagi tahap perkembangan
kewirausahaan menjadi dua, yaitu:
a. Tahap awal (perintisan),
b. Tahap pertumbuhan.
3. Langkah Menuju Keberhasilan Wirausaha
a. Memiliki ide atau visi bisnis yang jelas.
b. Kemauan dan keberanian untuk menghadapi resiko baik waktu
maupun uang.
c. Membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan, dan
menjalankannya.
d. Mengembangkan hubungan, baik dengan mitra usaha maupun dengan
semua pihak yang terkait dengan kepentingan perusahaan.
4. Faktor Penyebab Kegagalan Wirausaha
Penyebab wirausaha gagal dalam menjalankan usahanya:
a. Tidak kompeten dalam manajerial
b. Kurang berpengalaman, baik itu kemampuan teknik,
memvisualisasikan usaha, mengkoordinasikan, mengelola sumber
daya
c. Kurang dapat mengendalikan keuangan
d. Gagal dalam perencanaan
e. Lokasi yang kurang memadai
f. Kurangnya pengawasan peralatan
g. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha
h. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan
Potensi yang membuat seseorang mundur dari kewirausahaan:
a. Pendapatan yang tidak menentu
b. Kerugian akibat hilangnya modal investasi
c. Perlu kerja keras dan waktu yang lama
d. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meskipun usahanya mantap
5. Keuntungan dan Kerugian Berwirausaha
Keuntungan berwirausaha:
a. Otonomi
b. Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi
c. Kontrol finansial
Kerugian berwirausaha:
a. Pengorbanan personal
b. Beban tanggungjawab
c. Kecilnya margin keuntungan dan kemungkinan gagal
Berdasarkan beberapa pendapat yang penulis kemukakan di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa sifat-sifat wirausaha adalah seluruh
sikap-sikap positif yang menjadi kekuatan pribadi untuk mencapai tujuan dan
kebutuhan hidupnya.
G. Kreativitas dan Inovasi dalam Wirausaha
Bila menganalisis kembali bagaimana para ahli menjelaskan sosok
wirausaha, ciri kreatif dan inovatif tampak sangat menonjol. Oleh karena itu,
banyak pembahasan tentang wirausaha dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan
kedua ciri tersebut.
Dalam wacana sosial dan kepustakaan riset, pengertian kreativitas dan
inovasi sering dicampur-aduk. Munculnya istilah yang berbeda-beda ini menurut
Wehner, Csikzentmhalyi, & Magyarei Beck dikarenakan kreativitas diterapkan
pada berbagai bidang yang berbeda.
Untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, Wehner, Csikzentmhalyi, &
Magyarei Beck meneliti 100 disertasi dari berbagai bidang ilmu. Mereka
menemukan bahwa dalam dunia bisnis kreativitas lebih dikenal dengan istilah
inovasi dan cenderung dilihat pada tingkat organisasi. Sebaliknya dalam bidang
psikologi, cenderung istilah kreativitas dan lingkup bahasannya cenderung dilihat
pada tingkat individu. Dengan demikian, istilah kreativitas menunjukkan
kreativitas individu, sedangkan istilah inovasi menunjuk pada kreativitas tingkat
organisasi.46
Sifat keorisinal seorang wirausaha menuntut adanya kreativitas dalam
pelaksanaan tugasnya. Carol Kinsey Goman menyatakan bahwa kreatif ialah
menghadirkan suatu gagasan baru bagi anda. Inovasi adalah penerapan secara
praktis gagasan yang kreatif. Conny Setiawan menyatakan kreativitas diartikan
sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Produk baru artinya
tidak perlu seluruhnya baru tetapi dapat merupakan bagian-bagian produk saja.47
Namun pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang
relative berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
46 Ibid., hal. 40 47 Conny Setiawan dalam Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 51
Para peneliti seperti Amabile, Barron, Eysenck, Gough, dan HacKinnon
sependapat bahwa ada satu kepribadian tertentu yang menjadi ciri seorang kreatif,
seperti membuat penilaian secara independen, rasa percaya diri, suka akan
kerumitan, berorientasi estetis dan berani mengambil resiko. Menurut Molen, sifat
kepribadian kreatif sudah ada pada awal kehidupan, yakni ada kecenderungan
idnividu dalam menerima konsekuensi kehidupan sosial.48
Ada beberapa faktor personal yang mendorong inovasi adalah: keinginan
berprestasi, adanya sifat penasaran, keinginan menanggung resiko, faktor
pendidikan dan faktor pengalaman. Adanya inovasi yang berasal dari diri
seseorang akan mendorong dia mencari pemicu kearah memulai usaha.
Sedangkan faktor-faktor environment mendorong inovasi adalah: adanya peluang,
pengalaman dan kreativitas.49
Tidak diragukan lagi pengalaman adalah sebagai guru yang berharga yang
memicu perintisan usaha, apalagi ditunjang oleh adanya peluang dan kreativitas.
Holt berpendapat bahwa kreativitas adalah pembenihan yang memberikan
gagasan entrepreneurship, sedangkan inovasi adalah proses dari entrepeneurship.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kreativitas menekankan pada munculnya gagasan ke dalam produk yang berguna.
Dengan demikian benarlah apa yang dikatakan Holt bahwa kreativitas adalah
syarat untuk inovasi.
48 Benedicta Prihatin Dwi Ariyanti, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian hal. 44
49 Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 8
BAB III
AKTIFITAS DAKWAH DAN KEWIRAUSAHAAN
ABDULLAH MAS’UD
E. Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak
Abdullah Mas’ud lahir di sebuah desa pesisir utara, tepatnya Desa
Bulangan Kecamatan Dukuh Kabupaten Gresik Jawa Timur pada tanggal 10 April
1975. Beliau lahir dari pasangan yang cukup harmonis, yaitu pasangan Bapak
Markan Hadi dan Ibunda Asyiatin. Beliau adalah anak pertama dari 6 bersaudara.
Adik-adiknya adalah: Zumrotul Mahbubah, Lathifatul Suniyah, Farihatul
Basho’ir, Hazimatul Layyinah, Jazil Ahsin Masruri.50
Masa kanak-kanak Abdullah Mas’ud tidak banyak berbeda dengan anak-
anak pada umumnya. Beliau sering menghabiskan masa luangnya dengan bermain
di sawah, dan tempat-tempat bermain anak-anak desa pada umumnya. Namun
demikian, selain asyik bermain dengan teman-teman sebaya, beliau harus belajar
untuk mendalami berbagai ilmu, baik ilmu umum yang dipelajari di Madrasah
Ibtidaiyah, maupun ilmu agama yang dipelajari di pondok pesantren.
Malam hari Abdullah Mas’ud mengikuti pengajian yang diadakan di
masjid dekat kediamannya. Meskipun di madrasah diniyah beliau sudah
mempelajari tata cara membaca al-Qur’an, namun beliau tetap saja ingin
mengikuti pengajian yang diadakan di masjid tersebut. Menurut pengakuannya,
hal ini karena beliau masih ingin lebih mendalami lagi dan ingin cepat bisa
membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.51
50 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 51 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009
Sebagai anak pertama dari 6 bersaudara, Abdullah Mas’ud juga turut
menjaga adik-adiknya dan mengajari apa yang sudah diketahuinya kepada adik-
adiknya tersebut.
F. Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah
Latar belakang pendidikan Abdullah Mas’ud dimulai dari Madrasah
Ibtidaiyah Miftahul Ulum Gresik tahun 1982 dan tamat pada tahun 1987.
Kemudian dari Madrasah Ibtidaiyah ini beliau melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi, yaitu di Madrasah Tsanawiyah Al-Karimi 2 Gresik pada tahun 1987 dan
menamatkan pendidikannya tersebut pada tahun 1990. Setelah itu beliau
memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Tarbiyatut
Thalabah di Lamongan. Di jenjang pendidikan menengah atasnya ini, Abdullah
Mas’ud juga menimba ilmu dari pesantren di mana beliau sekolah, yaitu madrasah
diniyah. Pesantren Tarbiyatut Thalabah ini diasuh oleh K.H. Muhammad Baqir
Adlan. Namun sekarang ini, kepemimpinan pesantren tersebut dilanjutkan oleh
putranya yang bernama K.H. Nasrullah Baqir. Di lembaga pendidikan ini,
Abdullah Mas’ud menyelesaikannya pada tahun 1993.
Adapun pendidikan non formal Abdullah Mas’ud dijalaninya pertama
adalah di Pesantren Roudlotul Firdaus Gresik pada tahun 1982 hingga tahun 1987.
Ini berarti beliau saat menempuh jenjang pendidikan dasar, juga belajar di
pesantren yang tempatnya berlainan. Kemudian beliau menempuh pendidikan non
formalnya di pesantren Tarbiyatut Thalabah, Lamongan Jawa Timur.
Selanjutnya, Abdullah Mas’ud memutuskan untuk melanjutkan
pendidikannya di Jakarta, dengan masuk ke sebuah lembaga pendidikan yang
bernama Ma’had Aly Daarur Rahman Jakarta dari tahun 1993 hingga tahun 1997.
Selain itu juga beliau juga belajar di perguruan tinggi yaitu di Fakultas Syariah wa
Qonun IID (Institut Islam Daarur Rahman) Jakarta di tahun yang sama.
Selepas menamatkan pendidikan strata satunya, Abdullah Mas’ud
kemudian melanjutkan pendidikan strata dua di Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Jakarta dari tahun 2004
hingga sekarang.
Lalu penulis kemudian menanyakan perihal pengalaman organisasi yang
pernah dijalani oleh Abdullah Mas’ud. Dari pengakuannya, saat menimba ilmu di
Pesantren Tarbiyatut Thalabah Lamongan, beliau pernah aktif menjadi Ketua
IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) Komisariat Pesantren Tarbiyatut
Tholabah Lamongan (1991-1992). Setelah melanjutkan pendidikan di perguruan
tinggi, Abdullah Mas’ud pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Senat
Mahasiswa IID Jakarta (1994-1996). Selain itu juga beliau ikut menjadi Pendiri
dan Sekretaris Cabang PMII Jakarta Selatan (1995-1997). Karir beliau di dunia
aktivis terus meningkat. Hal ini terbukti dengan kedudukannya sebagai Bendahara
Umum PP IPNU (2000-2003). Selain di dunia aktivitis IPNU, beliau juga aktif di
dunia dakwah dengan menjadi Sekretaris Jenderal PP FKDMI (Forum
Komunikasi Dai Muda Indonesia) tahun 2004-Sekarang.
Pengalaman organisasinya terus berlanjut dengan aktif di Rabithah Ma’had
Indonesia (RMI), yaitu sebuah organisasi yang menaungi pesantren-pesantren
yang ada di Indonesia. Jabatan beliau adalah sebagai Wakil Sekretaris PP RMI
PBNU (2005-2009). Dan saat ini, beliau adalah Ketua Yayasan Paramuda dari
tahun 2006 sampai sekarang.
Selain asyik di dunia aktivis, beliau juga tidak lupa untuk mencari nafkah,
menghidupi dirinya serta untuk bertahan hidup di Jakarta. Menurut pengakuan
yang disampaikan Abdullah Mas’ud kepada penulis, pengalaman beliau antara
lain adalah Pimpinan Redaksi Lensa Remaja PP IPNU (2001-2003). Memang
dalam menjalani suatu profesi, terkadang orang masih ingin berada di dunia di
mana dia hidup sebelumnya. Tak terkecuali Abdullah Mas’ud, yang agak sulit
untuk meninggalkan dunia aktivis yang digelutinya.
Namun demikian, sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud terus
mencari peluang dalam meningkatkan taraf hidupnya. Selanjutnya, pengalaman
kerja beliau adalah sebagai Manajer Produksi Jurnal Khas “Tasawwuf” (2001-
Sekarang).
Salah satu peluang yang diambil oleh Abdullah Mas’ud saat dirinya
berusaha untuk meningkatkan karirnya, adalah menjadi Dewan Pendiri/Direktur
Keuangan ELSAS foundation Jakarta (2003-2005). ELSAS Foundation adalah
salah satu lembaga swadaya masyarakat yang ada di Jakarta yang peduli terhadap
masalah sosial keagamaan.
Tidak berapa lama kemudian, Abdullah Mas’ud mendirikan sebuah usaha
yang diberinya nama Paramuda. Dalam perusahaan ini Abdullah Mas’ud
mempunyai kedudukan sebagai Direktur CV. Paramuda Advirtising Jakarta
(2003-Sekarang). Seperti yang telah dijelaskan sekilas di bab satu, Paramuda
adalah sebuah perusahaan yang memiliki unit-unit usaha, di antaranya percetakan,
penerbitan, pelatihan dan beberapa usaha-usaha lainnya.
Lalu pengalaman beliau juga di antaranya adalah sebagai Petugas Haji
Indonesia (PPIH) daerah Makkah (2003). Saat menekuni pekerjaan ini, Abdullah
Mas’ud juga melaksakan perintah kelima agama Islam, yaitu haji.
Kesibukan terakhir yang dijalani oleh Abdulalh Mas’ud saat ini adalah
sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Nahdlah (2006-Sekarang). Di madrasah
yang juga pesantren ini, Abdullah Mas’ud memiliki tanggung jawab untuk
memantau dan menjalankan roda kehidupan pesantren dengan dibantu oleh
beberapa staf guru.
G. Aktivitas Abdullah Mas’ud dalam Bidang Kewirausahaan dan Dakwah
Latar belakang Abdullah Mas’ud yang tidak bisa lepas dari aktivitas sosial
keagamaan, membuatnya terus berkarya dan mendedikasikan hidupnya dalam
sosial keagamaan. Salah satu kegiatan yang saat ini sedang dijalaninya adalah
mendirikan CV Paramuda, sebuah lembaga yang di dalamnya mencakup berbagai
macam bidang usaha dan juga sosial keagamaan.
Saat ini Abdullah Mas’ud bertempat tinggal di Jl. Otista Raya (Ruko Prima
Ciputat Blok A-32) Ciputat Tangerang 15411. Tempat kediaman beliau juga
merupakan kantor CV Paramuda. Sebelum bertempat tinggal ruko tersebut,
Abdullah Mas’ud tinggal dengan cara mengontrak dan sempat berpindah-pindah
tempat. Ruko tersebut saat ini sudah menjadi hak milik Abdullah Mas’ud.
Unit usaha yang berada di bidang sosial keagamaan adalah mengadakan
berbagai macam pelatihan yang diperuntukkan untuk memberdayakan generasi
muda agar dapat bekerja dengan keahlian yang mereka miliki. Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan Abdullah Mas’ud, beliau sudah mengadakan 4 kali
pelatihan service handphone yang diikuti oleh puluhan peserta. Dalam pelatihan
tersebut, Paramuda bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah untuk ikut
serta dalam memberdayakan generasi muda, sehingga memiliki keahlian yang
selanjutnya diharapkan dapat menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya.
Dalam bidang keagamaan beliau bersama beberapa temannya membina
kelahiran pesantren An-Nahdlah. Untuk mengurus Pondok Pesantren An-
Nahdloh, beliau bersama Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai direktur
An-Nahdlah dan Drs. H. Hilmi Muhammadiyah, M.Si, selaku Pembina An-
Nahdlah, Abdullah Mas’ud menjadi kepala madrasah dan pendidikan formal An-
Nahdlah. Meskipun Abdullah Mas’ud memiliki jabatan sebagai kepala madrasah
dan pendidikan formal di An-Nahdlah, namun beliau juga sering terlibat langsung
dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan para santri. Dengan kata lain,
beliau berperan layaknya seorang kyai di pondok-pondok pesantren di Jawa.
Di pesantren ini pula Abdullah Mas’ud memiliki ide kreatif untuk
mengajak segenap pengurus dan penghuni pondok pesantren untuk mendirikan
unit usaha, yang nantinya diharapkan dapat menghidupi dan memberikan
masukan bagi pesantren dan para penghuninya. Ini adalah sebuah langkah yang
positif, karena mengajarkan kepada para santri untuk belajar menjadi seorang
wirausahawan.
Sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud sering diundang untuk
menjadi pembicara di berbagai acara yang berkenaan dengan wirausaha. Dalam
acara tersebut, beliau diminta untuk memberikan kesaksian kepada para peserta
bagaimana menjalani proses pendirian sebuah usaha. Dengan berbagi
pengalaman, baik yang pahit maupun yang manis, diharapkan para peserta dapat
mengambil hikmahnya, dan tidak cepat putus asa jika mengalami kegagalan
dalam berusaha.
Dalam salah satu kesempatan, Abdullah Mas’ud memberikan masukan
bagi para wirausahawan untuk tetap tekun dan rajin dalam menjalani proses
mendirikan sebuah usaha. Beliau menceritakan bagaimana menghadapi suatu
kegagalan karena ketidaktahuan akan pengerjaan suatu order. Dengan mengalami
kesalahan dan kemudian belajar dari kesalahan tersebut, menurutnya, seseorang
akan lebih berhati-hati dalam menjalankan usahanya serta dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan yang pernah dibuatnya. Ini adalah salah satu sifat yang
harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Jika seorang wirausahawan tidak
memiliki sifat ulet dan mau belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya, maka
orang tersebut akan cepat putus asa dan menyerah saat menjalani proses
mendirikan sebuah usaha. Jika hal ini terus berlanjut, maka sulit bagi orang itu
untuk berhasil membuat suatu usaha.
H. Sekilas tentang Pesantren An-Nahdlah
Pondok Pesantren al-Nahdlah diproyeksikan sebagai pusat transformasi
budaya lokal sekaligus benteng terakhir tradisi. Peran ini dipilih setelah mengkaji
peran besar pesantren di negeri ini dalam sejarahnya yang sangat panjang. Maka
di Pondok Pesantren al-Nahdlah ini di samping berlangsung proses penguatan
keimanan dan ketakwaan secara sistematis dan kontinyu juga terjadi proses
pelestarian budaya dan tradisi.52
52 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas-online.org/pesantren/, tanggal 05 September 2009
Secara lebih spesifik, Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan
generasi tafaqquh fi al-din. Pola pendekatan fiqh oriented yang kontekstual dan
sosiologis secara tidak langsung telah menjadikan pesantren sekaligus sebagai
pusat pembentukan dan penguatan karakter masyarakat muslim yang lokalistik.
Dengan demikian santri al-Nahdlah menjadi salah satu unsur yang dapat
memperkuat corak muslim yang berkarakter Indonesia. Banyak sekali tradisi
muslim lokal yang tidak ditemui di belahan dunia lain, seperti tahlil, selapanan,
tingkepan, khaul, halal bi halal, dan sebagainya. Jika memperhatikan hal ini maka
dapat dipahami bahwa keberadaan Pondok Pesantren al-Nahdlah akan
memberikan kontribusi besar bagi proses transformasi ilmu pengetahuan sekaligus
pelestarian tradisi di tengah masyarakat Indonesia.
Pondok Pesantren al-Nahdlah merupakan institusi keagamaan dan sosial
yang siap sedia bergabung dalam barisan yang berjuang mempertahankan
kepentingan dan idealisme komunitas pesantren. Jadi hakikat keberadaan Pondok
Pesantren al-Nahdlah adalah berupaya mewujudkan idealisasi dan kepentingan
pesantren sekaligus mengembangkan perjuangan penguatan identitas lokal,
membangun peradaban yang berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan
politik kebangsaan.
Sebagai konsekuensi kelahiran Pondok Pesantren al-Nahdlah di tengah
arus informasi, corak pergerakan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah
menyiapkan genrasi muslim sekaligus mendorong masyarakat untuk berinteraksi
dengan budaya baru tanpa harus mengorbankan tradisinya. Maka dalam tataran
praksis, Pondok Pesantren al-Nahdlah melengkapi diri dengan gedung megah,
pemberlakuan pengajaran sistem klasikal, menata administrasi hingga
komputerisasi, pengadaan perpustakaan yang lengkap dengan koleksi mulai dari
kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali hingga buku The Third Way karya
Anthony Giddens, dan membentuk usaha-usaha di sektor ekonomi. Sedangkan di
sisi lain, Pondok Pesantren al-Nahdlah masih mempertahankan pola hubungan
santri-kiai manhaj Ta’lim al-Muta’allim, pengajian sistem wethon dan sorogan,
dan menempatkan figur kiai sebagai institusi yang harus dihormati.
Tujuan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah:
1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam
pemahaman keagamaan.
2. Meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang
ilmu pengetahuan.
3. Menghubungkan Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan
internasional.
4. Menyiapkan generasi yang beretika mulia (akhlaq al-karimah) dan
menjunjung tinggi nilai keteladanan.
Fokus Pengembangan Pondok Pesantren Al-Nahdlah
Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan:
1. Mengembangkan dan membiasakan berbahasa Arab dan Inggris untuk
menyiapkan generasi muslim yang dapat bersosialisasi dan
berkompetisi di tingkat global. Maka al-Nahdlah mengembangkan
kursus Bahasa Arab/Inggris yang harus diikuti oleh semua santri.
2. Mengembangkan tradisi kajian kitab kuning sebagai sumber otentik
doktrin-doktrin keislaman agar santri terbiasa hidup dengan
berlandaskan pada otentisitas referensi.
3. Mengembangkan teknologi informasi sehingga santri mempunyai
wawasan kehidupan yang luas.
4. Mengembangkan pola perilaku khas pesantren yang menjunjung tinggi
etika, sopan santun dengan menempatkan kiai (dan bentuk-bentuk
institusi terhormat lainnya) sebagai figur sentral keteladanan.
Mengenai sitem pendidikan, Pesantren an-Nahdlah menerapkan sistem
pendidikan integral. Dr Niam mengungkapkan selain pendidikan formal, para
santri akan menerima pelajaran pendidikan informal. Hakikat pesantren, ucapnya,
justru terletak di pendidikan informal. Dalam keseharian para santri belajar
keteladan, cara berkehidupan yang baik di bawah asuhan kiai dan pengasuh
pondok. Setalah belajar formal di kelas, kehidupan para santri lalu ditangkap oleh
kiai dan pembibing asrama, mulai dari ibadah, ekstra kurikuler, semuanya
terintergarsi.53
Selain pendidikan formal, yang kebanyakan materinya adalah pengetahun
umum, Pesantren an-Nahdlh juga mengajarkan kitab kuning. Penguasaan kitab
kuning ini merupakan ciri pesantren. Dari itu, untuk memperkuat pengetahuan
kitab kuning, Pesantren an-Nahdlah berkerja sama dengan Pesantren Sunan Giri,
Jawa Timur. Setiap tahun Pesantren Sunan Giri mengirim guru bantu untuk
mengajar di an-Nahdlah.
Sementara dalam kesehariannya, para santri menggunakan Bahasa Arab
dan Bahasa Inggris sebagai media komunikasi. Kecuali santri baru. Mereka baru
pada tahap transisi, jelasnya. Jadi tidak begitu banyak menggunakan kedua bahasa
53 Zul Hidayat, Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok Mencetak Santri Menjadi Berkualitas, artikel diakses dari http://indonesiafile.com/content/view/1714/42/, tanggal 5 September 2009
asing tersebut. Menariknya, dalam triwulan sekali pihak pesantren menghadirkan
native speaker untuk Bahasa Arab langsung dari al-Azhar, Mesir.
Native speaker tersebut merupakan mabuts (delegasi) al-Azhar untuk
pengembangan Bahasa Arab, ucapnya. Di samping itu, dalam keseharian juga
para santri diasuh oleh ustadz, alumnus al-Azhar dan Arab Saudi. Untuk Bahasa
Inggris, Pesantren an-Nahdlah mensekolahkan kader-kadernya ke Pare, Kediri.
Sebuah kampung yang khusus digunakan untuk belajar Bahasa Inggris.
Untuk memperkaya wawasan para santri, Pesantren an-Nahdlah
memberikan materi pelajaran yang dipadukan antara laboratorim, perpustakaan,
baik digital maupun manual. Saat ini Pesantren an-Nahdlah telah masuk dalam
jejaring TV Edukasi yang akan mempermudah proses pembelajaran para santri.
Sementara itu untuk kegiatan ekstra kurikulernya, pesantren memiliki
bermacam fasilitas sebagai media untuk mengembangkan minat dan bakat santri.
Mulai dari pembuatan Mading, Pramuka, marawis, karya ilmiah remaja (KIR),
pelatihan jurnalistik, sampai cabang olahraga. Saat ini sudah ada santri yang
menulis buku dalam bentuk puisi dan buku tentang drugs.
Tentang pengembangan minat dan bakat ini, pesantren memiliki seorang
ahli, alumnus Pascasarjana Sosialogi UI, yang khusus memonitor perkembangan
dan mengarahkan minat bakat santri secara intens.
Saat ini, dalam usianya yang masih Balita (bawah lima tahun), Pesantren
an-Nadlah telah mengukir beragam prestasi. Di tahun pertama meluluskan santri,
santri an-Nahdah mendapat nilai tertinggi untuk pelajaran Bahasa Indonesia se-
Depok pada Ujian Nasional (UN). Salah satu santri an-Nahdlah juga diterima di
MAN Insan Cendikia, Serpong, asuhan Prof BJ Habibie. Secara individual, santri
an-Nahdlah masuk 10 Besar Olimpiade Sains se-Jawa Barat, katanya sambil
mengatakan saat ini MTs Pesantren an-Nahdla telah terakreditasi A.
Dari segi fisik, Pesantren an-Nahdlah masih terus berbenah. Pembangunan
gedung juga belum rampung secara sempurna. Yang menarik, bangunan kelas,
masjid, dan asrama menjadi satu bangunan yang menyambung. Setiap santri,
ustadz, dan tamu yang datang yang masuk ke ruangan harus melepas sepatu.
Lantai pun, terlihat bersih. Semua wajib lepas sepatu. Tapi harus pakai kaos kaki.
Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, Pesantren an-Nahdlah
menyelenggarakan majelis taklim untuk ibu-ibu dan kelas Taman Pendidikan al-
Quran (TPQ) untuk anak-anak.
Saat ini kegiatan MTs al-Nahdlah dilakukan di atas lahan seluas 3.843 m2.
Kondisi sarana dan prasarana cukup baik. Di areal tersebut berdiri gedung
berwujud 6 (enam) ruang belajar; 1 (satu) ruang lab. komputer & bahasa; 1 (satu)
auditórium. Tersedia 1 (satu) kantor guru; 1 (satu) kantor eLSAS, 1 (satu) ruang
perpustakaan; 18 (delapan belas) toilet/kamar mandi; 1 (satu) lapangan volley; 1
(satu) dapur & kantin, empat (4) ruang asrama putra & putri; 3 kamar inap; dan
satu (1) kompleks bisnis. Konsepnya adalah murid diberi kebebasan untuk
memanfaatkan fasilitas sebagai media pembelajaran.54
54 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas-online.org/pesantren/
BAB III
AKTIFITAS DAKWAH DAN KEWIRAUSAHAAN
ABDULLAH MAS’UD
I. Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak
Abdullah Mas’ud lahir di sebuah desa pesisir utara, tepatnya Desa
Bulangan Kecamatan Dukuh Kabupaten Gresik Jawa Timur pada tanggal 10 April
1975. Beliau lahir dari pasangan yang cukup harmonis, yaitu pasangan Bapak
Markan Hadi dan Ibunda Asyiatin. Beliau adalah anak pertama dari 6 bersaudara.
Adik-adiknya adalah: Zumrotul Mahbubah, Lathifatul Suniyah, Farihatul
Basho’ir, Hazimatul Layyinah, Jazil Ahsin Masruri.55
Masa kanak-kanak Abdullah Mas’ud tidak banyak berbeda dengan anak-
anak pada umumnya. Beliau sering menghabiskan masa luangnya dengan bermain
di sawah, dan tempat-tempat bermain anak-anak desa pada umumnya. Namun
demikian, selain asyik bermain dengan teman-teman sebaya, beliau harus belajar
untuk mendalami berbagai ilmu, baik ilmu umum yang dipelajari di Madrasah
Ibtidaiyah, maupun ilmu agama yang dipelajari di pondok pesantren.
Malam hari Abdullah Mas’ud mengikuti pengajian yang diadakan di
masjid dekat kediamannya. Meskipun di madrasah diniyah beliau sudah
mempelajari tata cara membaca al-Qur’an, namun beliau tetap saja ingin
mengikuti pengajian yang diadakan di masjid tersebut. Menurut pengakuannya,
hal ini karena beliau masih ingin lebih mendalami lagi dan ingin cepat bisa
membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.56
55 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 56 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009
Sebagai anak pertama dari 6 bersaudara, Abdullah Mas’ud juga turut
menjaga adik-adiknya dan mengajari apa yang sudah diketahuinya kepada adik-
adiknya tersebut.
J. Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah
Latar belakang pendidikan Abdullah Mas’ud dimulai dari Madrasah
Ibtidaiyah Miftahul Ulum Gresik tahun 1982 dan tamat pada tahun 1987.
Kemudian dari Madrasah Ibtidaiyah ini beliau melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi, yaitu di Madrasah Tsanawiyah Al-Karimi 2 Gresik pada tahun 1987 dan
menamatkan pendidikannya tersebut pada tahun 1990. Setelah itu beliau
memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Tarbiyatut
Thalabah di Lamongan. Di jenjang pendidikan menengah atasnya ini, Abdullah
Mas’ud juga menimba ilmu dari pesantren di mana beliau sekolah, yaitu madrasah
diniyah. Pesantren Tarbiyatut Thalabah ini diasuh oleh K.H. Muhammad Baqir
Adlan. Namun sekarang ini, kepemimpinan pesantren tersebut dilanjutkan oleh
putranya yang bernama K.H. Nasrullah Baqir. Di lembaga pendidikan ini,
Abdullah Mas’ud menyelesaikannya pada tahun 1993.
Adapun pendidikan non formal Abdullah Mas’ud dijalaninya pertama
adalah di Pesantren Roudlotul Firdaus Gresik pada tahun 1982 hingga tahun 1987.
Ini berarti beliau saat menempuh jenjang pendidikan dasar, juga belajar di
pesantren yang tempatnya berlainan. Kemudian beliau menempuh pendidikan non
formalnya di pesantren Tarbiyatut Thalabah, Lamongan Jawa Timur.
Selanjutnya, Abdullah Mas’ud memutuskan untuk melanjutkan
pendidikannya di Jakarta, dengan masuk ke sebuah lembaga pendidikan yang
bernama Ma’had Aly Daarur Rahman Jakarta dari tahun 1993 hingga tahun 1997.
Selain itu juga beliau juga belajar di perguruan tinggi yaitu di Fakultas Syariah wa
Qonun IID (Institut Islam Daarur Rahman) Jakarta di tahun yang sama.
Selepas menamatkan pendidikan strata satunya, Abdullah Mas’ud
kemudian melanjutkan pendidikan strata dua di Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Jakarta dari tahun 2004
hingga sekarang.
Lalu penulis kemudian menanyakan perihal pengalaman organisasi yang
pernah dijalani oleh Abdullah Mas’ud. Dari pengakuannya, saat menimba ilmu di
Pesantren Tarbiyatut Thalabah Lamongan, beliau pernah aktif menjadi Ketua
IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) Komisariat Pesantren Tarbiyatut
Tholabah Lamongan (1991-1992). Setelah melanjutkan pendidikan di perguruan
tinggi, Abdullah Mas’ud pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Senat
Mahasiswa IID Jakarta (1994-1996). Selain itu juga beliau ikut menjadi Pendiri
dan Sekretaris Cabang PMII Jakarta Selatan (1995-1997). Karir beliau di dunia
aktivis terus meningkat. Hal ini terbukti dengan kedudukannya sebagai Bendahara
Umum PP IPNU (2000-2003). Selain di dunia aktivitis IPNU, beliau juga aktif di
dunia dakwah dengan menjadi Sekretaris Jenderal PP FKDMI (Forum
Komunikasi Dai Muda Indonesia) tahun 2004-Sekarang.
Pengalaman organisasinya terus berlanjut dengan aktif di Rabithah Ma’had
Indonesia (RMI), yaitu sebuah organisasi yang menaungi pesantren-pesantren
yang ada di Indonesia. Jabatan beliau adalah sebagai Wakil Sekretaris PP RMI
PBNU (2005-2009). Dan saat ini, beliau adalah Ketua Yayasan Paramuda dari
tahun 2006 sampai sekarang.
Selain asyik di dunia aktivis, beliau juga tidak lupa untuk mencari nafkah,
menghidupi dirinya serta untuk bertahan hidup di Jakarta. Menurut pengakuan
yang disampaikan Abdullah Mas’ud kepada penulis, pengalaman beliau antara
lain adalah Pimpinan Redaksi Lensa Remaja PP IPNU (2001-2003). Memang
dalam menjalani suatu profesi, terkadang orang masih ingin berada di dunia di
mana dia hidup sebelumnya. Tak terkecuali Abdullah Mas’ud, yang agak sulit
untuk meninggalkan dunia aktivis yang digelutinya.
Namun demikian, sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud terus
mencari peluang dalam meningkatkan taraf hidupnya. Selanjutnya, pengalaman
kerja beliau adalah sebagai Manajer Produksi Jurnal Khas “Tasawwuf” (2001-
Sekarang).
Salah satu peluang yang diambil oleh Abdullah Mas’ud saat dirinya
berusaha untuk meningkatkan karirnya, adalah menjadi Dewan Pendiri/Direktur
Keuangan ELSAS foundation Jakarta (2003-2005). ELSAS Foundation adalah
salah satu lembaga swadaya masyarakat yang ada di Jakarta yang peduli terhadap
masalah sosial keagamaan.
Tidak berapa lama kemudian, Abdullah Mas’ud mendirikan sebuah usaha
yang diberinya nama Paramuda. Dalam perusahaan ini Abdullah Mas’ud
mempunyai kedudukan sebagai Direktur CV. Paramuda Advirtising Jakarta
(2003-Sekarang). Seperti yang telah dijelaskan sekilas di bab satu, Paramuda
adalah sebuah perusahaan yang memiliki unit-unit usaha, di antaranya percetakan,
penerbitan, pelatihan dan beberapa usaha-usaha lainnya.
Lalu pengalaman beliau juga di antaranya adalah sebagai Petugas Haji
Indonesia (PPIH) daerah Makkah (2003). Saat menekuni pekerjaan ini, Abdullah
Mas’ud juga melaksakan perintah kelima agama Islam, yaitu haji.
Kesibukan terakhir yang dijalani oleh Abdulalh Mas’ud saat ini adalah
sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Nahdlah (2006-Sekarang). Di madrasah
yang juga pesantren ini, Abdullah Mas’ud memiliki tanggung jawab untuk
memantau dan menjalankan roda kehidupan pesantren dengan dibantu oleh
beberapa staf guru.
K. Aktivitas Abdullah Mas’ud dalam Bidang Kewirausahaan dan Dakwah
Latar belakang Abdullah Mas’ud yang tidak bisa lepas dari aktivitas sosial
keagamaan, membuatnya terus berkarya dan mendedikasikan hidupnya dalam
sosial keagamaan. Salah satu kegiatan yang saat ini sedang dijalaninya adalah
mendirikan CV Paramuda, sebuah lembaga yang di dalamnya mencakup berbagai
macam bidang usaha dan juga sosial keagamaan.
Saat ini Abdullah Mas’ud bertempat tinggal di Jl. Otista Raya (Ruko Prima
Ciputat Blok A-32) Ciputat Tangerang 15411. Tempat kediaman beliau juga
merupakan kantor CV Paramuda. Sebelum bertempat tinggal ruko tersebut,
Abdullah Mas’ud tinggal dengan cara mengontrak dan sempat berpindah-pindah
tempat. Ruko tersebut saat ini sudah menjadi hak milik Abdullah Mas’ud.
Unit usaha yang berada di bidang sosial keagamaan adalah mengadakan
berbagai macam pelatihan yang diperuntukkan untuk memberdayakan generasi
muda agar dapat bekerja dengan keahlian yang mereka miliki. Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan Abdullah Mas’ud, beliau sudah mengadakan 4 kali
pelatihan service handphone yang diikuti oleh puluhan peserta. Dalam pelatihan
tersebut, Paramuda bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah untuk ikut
serta dalam memberdayakan generasi muda, sehingga memiliki keahlian yang
selanjutnya diharapkan dapat menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya.
Dalam bidang keagamaan beliau bersama beberapa temannya membina
kelahiran pesantren An-Nahdlah. Untuk mengurus Pondok Pesantren An-
Nahdloh, beliau bersama Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai direktur
An-Nahdlah dan Drs. H. Hilmi Muhammadiyah, M.Si, selaku Pembina An-
Nahdlah, Abdullah Mas’ud menjadi kepala madrasah dan pendidikan formal An-
Nahdlah. Meskipun Abdullah Mas’ud memiliki jabatan sebagai kepala madrasah
dan pendidikan formal di An-Nahdlah, namun beliau juga sering terlibat langsung
dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan para santri. Dengan kata lain,
beliau berperan layaknya seorang kyai di pondok-pondok pesantren di Jawa.
Di pesantren ini pula Abdullah Mas’ud memiliki ide kreatif untuk
mengajak segenap pengurus dan penghuni pondok pesantren untuk mendirikan
unit usaha, yang nantinya diharapkan dapat menghidupi dan memberikan
masukan bagi pesantren dan para penghuninya. Ini adalah sebuah langkah yang
positif, karena mengajarkan kepada para santri untuk belajar menjadi seorang
wirausahawan.
Sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud sering diundang untuk
menjadi pembicara di berbagai acara yang berkenaan dengan wirausaha. Dalam
acara tersebut, beliau diminta untuk memberikan kesaksian kepada para peserta
bagaimana menjalani proses pendirian sebuah usaha. Dengan berbagi
pengalaman, baik yang pahit maupun yang manis, diharapkan para peserta dapat
mengambil hikmahnya, dan tidak cepat putus asa jika mengalami kegagalan
dalam berusaha.
Dalam salah satu kesempatan, Abdullah Mas’ud memberikan masukan
bagi para wirausahawan untuk tetap tekun dan rajin dalam menjalani proses
mendirikan sebuah usaha. Beliau menceritakan bagaimana menghadapi suatu
kegagalan karena ketidaktahuan akan pengerjaan suatu order. Dengan mengalami
kesalahan dan kemudian belajar dari kesalahan tersebut, menurutnya, seseorang
akan lebih berhati-hati dalam menjalankan usahanya serta dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan yang pernah dibuatnya. Ini adalah salah satu sifat yang
harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Jika seorang wirausahawan tidak
memiliki sifat ulet dan mau belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya, maka
orang tersebut akan cepat putus asa dan menyerah saat menjalani proses
mendirikan sebuah usaha. Jika hal ini terus berlanjut, maka sulit bagi orang itu
untuk berhasil membuat suatu usaha.
L. Sekilas tentang Pesantren An-Nahdlah
Pondok Pesantren al-Nahdlah diproyeksikan sebagai pusat transformasi
budaya lokal sekaligus benteng terakhir tradisi. Peran ini dipilih setelah mengkaji
peran besar pesantren di negeri ini dalam sejarahnya yang sangat panjang. Maka
di Pondok Pesantren al-Nahdlah ini di samping berlangsung proses penguatan
keimanan dan ketakwaan secara sistematis dan kontinyu juga terjadi proses
pelestarian budaya dan tradisi.57
57 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas-online.org/pesantren/, tanggal 05 September 2009
Secara lebih spesifik, Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan
generasi tafaqquh fi al-din. Pola pendekatan fiqh oriented yang kontekstual dan
sosiologis secara tidak langsung telah menjadikan pesantren sekaligus sebagai
pusat pembentukan dan penguatan karakter masyarakat muslim yang lokalistik.
Dengan demikian santri al-Nahdlah menjadi salah satu unsur yang dapat
memperkuat corak muslim yang berkarakter Indonesia. Banyak sekali tradisi
muslim lokal yang tidak ditemui di belahan dunia lain, seperti tahlil, selapanan,
tingkepan, khaul, halal bi halal, dan sebagainya. Jika memperhatikan hal ini maka
dapat dipahami bahwa keberadaan Pondok Pesantren al-Nahdlah akan
memberikan kontribusi besar bagi proses transformasi ilmu pengetahuan sekaligus
pelestarian tradisi di tengah masyarakat Indonesia.
Pondok Pesantren al-Nahdlah merupakan institusi keagamaan dan sosial
yang siap sedia bergabung dalam barisan yang berjuang mempertahankan
kepentingan dan idealisme komunitas pesantren. Jadi hakikat keberadaan Pondok
Pesantren al-Nahdlah adalah berupaya mewujudkan idealisasi dan kepentingan
pesantren sekaligus mengembangkan perjuangan penguatan identitas lokal,
membangun peradaban yang berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan
politik kebangsaan.
Sebagai konsekuensi kelahiran Pondok Pesantren al-Nahdlah di tengah
arus informasi, corak pergerakan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah
menyiapkan genrasi muslim sekaligus mendorong masyarakat untuk berinteraksi
dengan budaya baru tanpa harus mengorbankan tradisinya. Maka dalam tataran
praksis, Pondok Pesantren al-Nahdlah melengkapi diri dengan gedung megah,
pemberlakuan pengajaran sistem klasikal, menata administrasi hingga
komputerisasi, pengadaan perpustakaan yang lengkap dengan koleksi mulai dari
kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali hingga buku The Third Way karya
Anthony Giddens, dan membentuk usaha-usaha di sektor ekonomi. Sedangkan di
sisi lain, Pondok Pesantren al-Nahdlah masih mempertahankan pola hubungan
santri-kiai manhaj Ta’lim al-Muta’allim, pengajian sistem wethon dan sorogan,
dan menempatkan figur kiai sebagai institusi yang harus dihormati.
Tujuan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah:
5. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam
pemahaman keagamaan.
6. Meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang
ilmu pengetahuan.
7. Menghubungkan Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan
internasional.
8. Menyiapkan generasi yang beretika mulia (akhlaq al-karimah) dan
menjunjung tinggi nilai keteladanan.
Fokus Pengembangan Pondok Pesantren Al-Nahdlah
Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan:
5. Mengembangkan dan membiasakan berbahasa Arab dan Inggris untuk
menyiapkan generasi muslim yang dapat bersosialisasi dan
berkompetisi di tingkat global. Maka al-Nahdlah mengembangkan
kursus Bahasa Arab/Inggris yang harus diikuti oleh semua santri.
6. Mengembangkan tradisi kajian kitab kuning sebagai sumber otentik
doktrin-doktrin keislaman agar santri terbiasa hidup dengan
berlandaskan pada otentisitas referensi.
7. Mengembangkan teknologi informasi sehingga santri mempunyai
wawasan kehidupan yang luas.
8. Mengembangkan pola perilaku khas pesantren yang menjunjung tinggi
etika, sopan santun dengan menempatkan kiai (dan bentuk-bentuk
institusi terhormat lainnya) sebagai figur sentral keteladanan.
Mengenai sitem pendidikan, Pesantren an-Nahdlah menerapkan sistem
pendidikan integral. Dr Niam mengungkapkan selain pendidikan formal, para
santri akan menerima pelajaran pendidikan informal. Hakikat pesantren, ucapnya,
justru terletak di pendidikan informal. Dalam keseharian para santri belajar
keteladan, cara berkehidupan yang baik di bawah asuhan kiai dan pengasuh
pondok. Setalah belajar formal di kelas, kehidupan para santri lalu ditangkap oleh
kiai dan pembibing asrama, mulai dari ibadah, ekstra kurikuler, semuanya
terintergarsi.58
Selain pendidikan formal, yang kebanyakan materinya adalah pengetahun
umum, Pesantren an-Nahdlh juga mengajarkan kitab kuning. Penguasaan kitab
kuning ini merupakan ciri pesantren. Dari itu, untuk memperkuat pengetahuan
kitab kuning, Pesantren an-Nahdlah berkerja sama dengan Pesantren Sunan Giri,
Jawa Timur. Setiap tahun Pesantren Sunan Giri mengirim guru bantu untuk
mengajar di an-Nahdlah.
Sementara dalam kesehariannya, para santri menggunakan Bahasa Arab
dan Bahasa Inggris sebagai media komunikasi. Kecuali santri baru. Mereka baru
pada tahap transisi, jelasnya. Jadi tidak begitu banyak menggunakan kedua bahasa
58 Zul Hidayat, Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok Mencetak Santri Menjadi Berkualitas, artikel diakses dari http://indonesiafile.com/content/view/1714/42/, tanggal 5 September 2009
asing tersebut. Menariknya, dalam triwulan sekali pihak pesantren menghadirkan
native speaker untuk Bahasa Arab langsung dari al-Azhar, Mesir.
Native speaker tersebut merupakan mabuts (delegasi) al-Azhar untuk
pengembangan Bahasa Arab, ucapnya. Di samping itu, dalam keseharian juga
para santri diasuh oleh ustadz, alumnus al-Azhar dan Arab Saudi. Untuk Bahasa
Inggris, Pesantren an-Nahdlah mensekolahkan kader-kadernya ke Pare, Kediri.
Sebuah kampung yang khusus digunakan untuk belajar Bahasa Inggris.
Untuk memperkaya wawasan para santri, Pesantren an-Nahdlah
memberikan materi pelajaran yang dipadukan antara laboratorim, perpustakaan,
baik digital maupun manual. Saat ini Pesantren an-Nahdlah telah masuk dalam
jejaring TV Edukasi yang akan mempermudah proses pembelajaran para santri.
Sementara itu untuk kegiatan ekstra kurikulernya, pesantren memiliki
bermacam fasilitas sebagai media untuk mengembangkan minat dan bakat santri.
Mulai dari pembuatan Mading, Pramuka, marawis, karya ilmiah remaja (KIR),
pelatihan jurnalistik, sampai cabang olahraga. Saat ini sudah ada santri yang
menulis buku dalam bentuk puisi dan buku tentang drugs.
Tentang pengembangan minat dan bakat ini, pesantren memiliki seorang
ahli, alumnus Pascasarjana Sosialogi UI, yang khusus memonitor perkembangan
dan mengarahkan minat bakat santri secara intens.
Saat ini, dalam usianya yang masih Balita (bawah lima tahun), Pesantren
an-Nadlah telah mengukir beragam prestasi. Di tahun pertama meluluskan santri,
santri an-Nahdah mendapat nilai tertinggi untuk pelajaran Bahasa Indonesia se-
Depok pada Ujian Nasional (UN). Salah satu santri an-Nahdlah juga diterima di
MAN Insan Cendikia, Serpong, asuhan Prof BJ Habibie. Secara individual, santri
an-Nahdlah masuk 10 Besar Olimpiade Sains se-Jawa Barat, katanya sambil
mengatakan saat ini MTs Pesantren an-Nahdla telah terakreditasi A.
Dari segi fisik, Pesantren an-Nahdlah masih terus berbenah. Pembangunan
gedung juga belum rampung secara sempurna. Yang menarik, bangunan kelas,
masjid, dan asrama menjadi satu bangunan yang menyambung. Setiap santri,
ustadz, dan tamu yang datang yang masuk ke ruangan harus melepas sepatu.
Lantai pun, terlihat bersih. Semua wajib lepas sepatu. Tapi harus pakai kaos kaki.
Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, Pesantren an-Nahdlah
menyelenggarakan majelis taklim untuk ibu-ibu dan kelas Taman Pendidikan al-
Quran (TPQ) untuk anak-anak.
Saat ini kegiatan MTs al-Nahdlah dilakukan di atas lahan seluas 3.843 m2.
Kondisi sarana dan prasarana cukup baik. Di areal tersebut berdiri gedung
berwujud 6 (enam) ruang belajar; 1 (satu) ruang lab. komputer & bahasa; 1 (satu)
auditórium. Tersedia 1 (satu) kantor guru; 1 (satu) kantor eLSAS, 1 (satu) ruang
perpustakaan; 18 (delapan belas) toilet/kamar mandi; 1 (satu) lapangan volley; 1
(satu) dapur & kantin, empat (4) ruang asrama putra & putri; 3 kamar inap; dan
satu (1) kompleks bisnis. Konsepnya adalah murid diberi kebebasan untuk
memanfaatkan fasilitas sebagai media pembelajaran.59
59 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas-online.org/pesantren/
BAB IV
ANALISIS KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD TENTANG
DAKWAH DAN WIRAUSAHA
D. Kiprah Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan Berwirausaha
1. Dakwah dalam Pandangan Abdullah Mas’ud
Sebagai salah seorang wirausahawan muda, Abdullah Mas’ud adalah
sosok yang giat dan tidak mengenal lelah dalam berusaha dan berwirausaha.
Selain sebagai sosok wirausahawan, Abdullah Mas’ud juga merupakan
aktivis dakwah yang memiliki perhatian terhadap syiar agama Islam.
Dakwah, sebagai salah satu metode dalam mensyiarkan agama Islam,
dipahami oleh Abdullah Mas’ud sebagai upaya untuk memberikan pengertian
dan pengajaran kepada masyarakat mengenai ajaran Islam itu sendiri. Lebih
lanjut Abdullah Mas’ud menjelaskan bahwa dalam berdakwah seseorang
tidak harus melalui mimbar-mimbar pengajian dan majlis-majlis taklim,
sebagaimana dipahami oleh sebagian besar masyarakat awam. Berdakwah
juga dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang memberikan
kepedulian terhadap pendidikan agama masyarakat, khususnya generasi muda
yang menjadi penerus untuk terus mensyiarkan agama Islam. Hal ini
sebagaimana yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan Abdullah
Mas’ud berikut ini:
“Menurut saya dakwah itu adalah memberikan pengertian dan pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam upaya untuk memberikan pengertian dan pengajaran tersebut, kita tidak mesti harus melalui mimbar-mimbar ceramah, maupun melalui majlis-majlis taklim, sebagiamana yang dipahamai oleh masyarakat awam, bahwa dakwah itu ya harus ceramah, harus jadi mubaligh maupun
mubalighah. Tidak seperti itu. Menurut saya banyak cara yang bisa ditempuh oleh seorang Muslim dalam mensyiarkan agama Islam. Salah satunya adalah melalui lembaga pendidikan. Dengan memberikan perhatian terhadap pendidikan, maka hal tersebut juga bisa menjadi jalan dakwah dalam mensyiarkan agama Islam. Apalagi yang kita perhatikan adalah para generasi muda yang nantinya diharapkan dalam meneruskan perjuangan dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di muka bumi ini. Saya beranggapan justru dalam bidang pendidikanlah kita harus menaruh perhatian lebih besar, karena ini adalah fondasi bagi generasi muda untuk terus melangkah, menapaki kehidupan.”60
Dari jawaban yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut,
memiliki makna yang sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Moh. Abdul
Aziz yang memberikan pengertian dakwah sebagai berikut:
d. Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari seseorang
kepada orang lain
e. Dakwah adalah penyampaian ajaran Islam yang berupa amr ma’ruf
(Ajaran kepada kebaikan) nahy munkar (mencegah kemunkaran)
f. Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya
suatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan
sepenuhnya seluruh ajaran Islam.61
Seruan untuk mempelajari agama Islam secara lebih mendalam
memang menjadi panggilan bagi setiap orang Muslim. Karena pada dasarnya,
belajar adalah suatu kewajiban, baik tentang ilmu agama Islam maupun ilmu
umum lainnya.
Lalu penulis kemudian mengajukan pertanyaan mengenai kegiatan
dakwah beliau selama berwirausaha. Dari jawaban yang penulis peroleh,
Abdullah Mas’ud tetap menjalankan dakwahnya meskipun di tengah-tengah
60 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 61 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 10
aktivitas wirausaha yang ia jalankan. Menurutnya, hal ini sejalan dengan apa
yang telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa kita dipersilahkan
untuk mencari kehidupan dunia, namun jangan sampai lupa dengan
kewajiban kita sebagai orang Muslim. Bahkan Nabi memberikan batasan
dalam mencari kehidupan dunia dengan menganggap bahwa kita akan hidup
selama-lamanya, namun dalam mencari kehidupan akhirat, kita beranggapan
bahwa kita akan meninggal esok hari. Namun demikian, menurut Abdullah
Mas’ud, ada kritik yang harus disampaikan, yaitu alangkah lebih baiknya jika
dalam mencari kehidupan dunia pun kita mendapatkan lebih banyak,
sehingga dapat membatu syiar Islam tanpa harus menengadahkan tangan
mengharap bantuan orang lain. Seperti yang diungkapkannya:
“Kalau anda bertanya kepada saya apakah selama anda berwirausaha anda juga melakukan dakwah, maka jawaban saya adalah iya. Karena dalam beraktivitas untuk mencari penghidupan tersebut, saya tetap berusaha untuk memikirkan syiar Islam yang saya rintis bersama teman-teman di pesantren An-Nahdlah. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya memberikan petunjuk kepada kita bahwa dalam mencari kehidupan dunia anggaplah kita akan hidup selama-lamanya, namun dalam mencari penghidupan akhirat kita beranggapan bahwa kita akan meninggal esok hari. Dari hadis ini pelajaran yang bisa ditarik adalah bahwa dalam mencari kehidupan dunia, kita dianjurkan untuk mencari seperlunya saja, karena kita kan hidup selama-lamanya. Sebaliknya, dalam mencari kehidupan akhirat, kita harus mencari sebanyak-banyaknya karena esok hari kita tahu kita akan meninggal. Menurut saya, ada kritik dalam hadis tersebut, alangkah baiknya jika dalam mencari kehidupan dunia kita juga mencari sebanyak-banyaknya. Kalau sudah dapat yang banyak, harta tersebut kan bisa kita pergunakan untuk membantu aktivitas dakwah kita, sehingga kita tidak perlu meminta-minta bantuan orang lain, jika memang kebutuhan pendanaan dalam dakwah tersebut sudah mencukupi.”62 Mengenai bentuk dakwah yang dilakukan oleh Abdullah Mas’ud, ia
berdakwah melalui lembaga pendidikan agama, yaitu Pesantren Agama.
62 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
Dalam dakwahnya tersebut, melalui Pesantren An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud
memberikan santunan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan di hari-
hari besar agama Islam. Ini dilakukan sebagai salah satu bentuk perhatian
Pesantren terhadap kondisi sekitar. Selain itu juga hal ini untuk memberikan
pelajaran bagi para santri untuk selalu peduli dengan keadaan sekeliling.
Selain bantuan berbentuk materi, kami juga melakukan pelatihan life skill.
Seperti yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:
“Mengenai bentuk dakwah yang saya lakukan, saya lebih memberikan perhatian dalam pengembangan Pesantren An-Nahdlah. Melalui pesantren tersebut, kami sering memberikan santunan kepada masyarakat sekitar saat perayaan hari-hari besar agama Islam. Ini adalah salah satu bentuk perhatian pesantren terhadap masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Selain itu, kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pelajaran kepada para santri untuk selalu peduli dengan keadaan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Selain dalam bentuk materi, kami juga memberikan pelatihan kepada masyarakat melalui program life skill”.63 Bentuk dakwah yang dilakukan oleh Abdullah Mas’ud ini masuk ke
dalam kategori dakwah bil-hal. Dakwah bil-hal yaitu dakwah yang dilakukan
melalui berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat
sebagai objek dakwah dengan karya subjek serta ekonomi sebagai materi
dakwah. Adapun cara melakukan dakwah bil-hal sebagai berikut:
a. Pemberian bantuan berupa dana untuk usaha yang produktif.
b. Pemberian bantuan yang bersifat konsumtif.
c. Bersilaturrahmi ke yayasan-yayasan dan panti-panti asuhan.
Pengabdian kepada masyarakat dan lain-lain.64
63 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 64 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah
(Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 50
Penulis kemudian menanyakan kepada Abdullah Mas’ud mengenai unsur-
unsur yang terdapat dalam dakwah itu sendiri. Saat penulis menanyakan
kepadanya tentang unsur-unsur dakwah tersebut Abdullah Mas’ud memberikan
jawaban sebagai berikut:
“Dalam berdakwah tentu saja harus ada orang yang berdakwah, dalam hal ini adalah sang da’i itu sendiri. Karena ia adalah subjek dari dakwah yang akan dilakukan, sehingga seorang da’i harus memiliki beberapa syarat, seperti pengetahuan agama yang cukup, sehingga dalam menyampaikan suatu materi, ia dapat menyampaikannya dengan baik dan benar. Kalau seorang da’i yang memiliki pengetahuan agama yang kurang, maka nanti dalam penyampaian dakwah ditakutkan justru membuat orang-orang yang hendak diberikan dakwah menjadi bingung. Kemudian selain da’i, dalam berdakwah juga harus ada yang didakwahi, atau dalam istilah kontemporernya adalah audience. Kan tidak mungkin kita berdakwah jika tidak ada orang yang hendak kita dakwahi tersebut. Tapi jangan lupa, sekarang-sekarang ini, sering juga dijumpai seorang da’i yang berdakwah tanpa ada audience di depannya. Ini bukan berarti tidak ada audience, melainkan sasaran dakwah tersebut tidak berada langsung di depan sang da’i. Misalnya kita lihat di beberapa acara televisi yang hanya menampilkan da’inya saja, tanpa ada audience. Atau acara di radio, di mana da’i hanya menyampaikan materi dakwahnya, tanpa tahu siapa audience-nya.”65 Apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut, dalam ilmu
dakwah, yang menjadi subjek dakwah adalah da’i dan yang menjadi objek
dakwah disebut mad’u atau audience. Dalam ilmu dakwah, diperlukan
pengetahuan yang luas mengenai kondisi objek dakwah. Hal ini berkaitan dengan
latar belakang masyarakat sebagai mad’u, budaya mereka, pengetahuan mereka,
sehingga dalam menyampaikan suatu materi tidak membingungkan objek yang
dimaksud. Mengingat keanekaragamaan latar belakang masyarakat, baik dari segi
ekonomi, budaya, maupun pengetahuan, sehingga seorang da’i hendaknya
mengetahui audience-nya, agar nantinya dalam berdakwah sesuai dengan materi
yang hendak disampaikan.
65 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 18 Oktober 2009
Lalu penulis menanyakan lebih lanjut mengenai unsur-unsur dakwah yang
lainnya. Dari jawaban yang diberikan oleh Abdullah Mas’ud, ia memberikan
jawaban sebagai berikut:
“Setahu saya, selain dai dan mad’u, dalam berdakwah harus ada materi yang akan disampaikan. Dengan kata lain, seorang dai harus menguasai materi apa yang ingin ia sampaikan. Selain itu juga da’i tersebut harus menguasai beberapa metode yang digunakan dalam berdakwah. Karena metode yang dipakai oleh seorang dai, bisa membantunya menyampaikan materi kepada audience. Menurut saya, metode apapun yang digunakan oleh seorang da’i biasanya dilatarbelakangi oleh spesialisasi atau kesukaan dai tersebut dalam menyampaikan suatu materi.”66 Dari jawaban yang diberikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut di atas,
penulis mengasumsikan bahwa Abdullah Mas’ud sudah mengetahui beberapa
unsur yang terdapat dalam dakwah. Kemudian penulis menanyakan kembali
adakah unsur-unsur lain yang ada dalam dakwah. Mendengar pertanyaan tersebut,
Abdullah Mas’ud memberikan jawaban:
“Mungkin sarana ya. Ini bisa berupa apa saja, yang sekiranya mendukung penyampaian materi dakwah kepada audience. Sarana tersebut misalnya berupa tempat yang menarik atau media-media lainnya yang memberikan kemudahan kepada para da’i untuk menyampaikan materi. Karena yang saya perhatikan di beberapa media elektronik, banyak da’i sekarang ini sudah menggunakan teknologi seperti laptop, proyektor, dan lain sebagainya dalam berdakwah.”67 Apa yang dimaksud oleh Abdullah Mas’ud tersebut di atas, dalam ilmu
dakwah disebut media. Media dalam dakwah dapat berupa barang, orang, tempat,
kondisi tertentu, dan sebagainya.
Ada satu unsur lagi yang tidak disebutkan oleh Abdullah Mas’ud, yaitu
tujuan. Dalam dunia dakwah, tujuan memiliki peran yang cukup penting. Bagi
proses dakwah, tujuan merupakan salah satu faktor terpenting dan sentral karena
melandasi segenap tindakan dalam rangka usaha kerja sama dakwah. Tujuan
66 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 18 Oktober 2009 67 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 18 Oktober 2009
seolah-olah sebagai kompas pedoman yang tidak boleh diabaikan dalam proses
penyelenggaraan dakwah.
2. Wirausaha dalam Pandangan Abdullah Mas’ud
Wirausaha, menurut pandangan Abdullah Mas’ud adalah suatu usaha
yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki
untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha,
seseorang dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena
keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri.
Sebagaimana yang diungkapkan Abdullah Mas’ud kepada penulis:
“Menurut saya wirausaha itu adalah usaha yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha, seseorang dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri. Hal ini berbeda dengan pegawai atau karyawan, yang mendapatkan gaji dan penghasilan dari orang lain. Wirausaha adalah hasil usaha kita sendiri, sehingga sangat bergantung pada etos kerja yang kita miliki.”68 Mengenai awal mula Abdullah Mas’ud terjun ke dalam dunia
wirausaha, ia menjelaskan bahwa hal tersebut dimulai sejak tahun 2001, di
mana waktu itu usaha yang dimulai bermula dari berjualan kaset-kaset dan
buku-buku Islami di masjid-masjid tiap hari Jum’at sebelum dan sesudah
shalat Jum’at dilaksanakan. Abdullah Mas’ud menceritakan bahwa dalam
usahanya tersebut, ia pindah dari satu masjid ke masjid lainnya dengan tidak
mengenal lelah.69
Kemudian, ia mencoba untuk terjun dalam dunia advertising
(percetakan) dengan mula-mula mencetak undangan berbagai acara seperti
68 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 69 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
pernikahan, sunatan, dan acara-acara lainnya. Meskipun pada mulanya ia
tidak begitu mengerti tentang dunia percetakan, lambat-laun pengetahuannya
tentang bisnis percetakan mulai berkembang.
Alasan Abdullah Mas’ud untuk terjun ke dalam dunia wirausaha
adalah karena selama ini pandangan yang berkembang di masyarakat adalah
bahwa untuk menjadi orang sukses dalam hal ekonomi, seseorang harus
bekerja di perusahaan yang besar dengan penghasilan yang besar pula. Hal ini
membuat banyak orang tidak berani atau tidak mau untuk berwirausaha.
Padahal, menurut Abdullah Mas’ud, justru melalui wirausahalah seseorang
akan dapat berhasil. Karena keberhasilan usaha tersebut ditentukan oleh
orang yang bersangkutan, demikian juga resiko yang ada. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:
“Alasan mengapa saya terjun ke dunia wirausaha, karena selama ini paradigma yang berkembang di masyarakat adalah bahwa bekerja itu ya menjadi karyawan. Dan untuk mencapai suatu keberhasilan di bidang ekonomi, seseorang harus bekerja di perusahaan yang besar dengan gaji yang besar pula. Padahal menurut saya, justru dengan berwirausaha, seseorang dapat mencapai keberhasilan yang lebih besar dibandingkan jika harus menjadi karyawan di suatu perusahaan. Namun yang perlu diingat, ya harus siap dan berani menanggung resiko yang ada.”70 Mengenai kendala yang dihadapi dalam berwirausaha, Abdullah
Mas’ud mengaku bahwa hal tersebut sudah menjadi resiko bagi orang yang
berwirausaha. Karena segala sesuatu, menurut Abdullah Mas’ud, pasti
memiliki resiko yang harus ditanggung, entah itu dalam bentuk untung
maupun rugi. Mengenai kerugian, Abdullah Mas’ud juga pernah
mengalaminya. Namun hal tersebut tidak membuatnya patah semangat atau
70 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
putus asa dalam berwirausaha, melainkan menjadi pengalaman berharga di
kemudian hari dan pelajaran yang harus dianalisa lebih lanjut sehingga tidak
terulang untuk kesekian kalinya. Seperti yang diungkapkan oleh Abdullah
Mas’ud kepada penulis:
“Kalau kendala yang saya hadapi dalam berwirausaha, itu pasti ada. Karena segala sesuatunya pasti memiliki resiko, tak terkecuali dalam berwirausaha. Pernah saya harus menanggung kerugian yang tidak sedikit karena ketidakpuasan customer dengan hasil cetakan, sehingga customer tersebut tidak mau menerima barang yang sudah jadi. Ini sudah jadi resiko saya. Namun itu semua menjadi pengalaman bagi saya untuk selanjutnya dijadikan pelajaran agar tidak terulang di kemudian hari.”71 Dari apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud di atas, dapat
disimpulkan bahwa untuk menjadi seseorang yang berhasil dalam bidang
ekonomi, wirausaha adalah salah satu jalan yang bisa ditempuh. Hal ini
mengingat dalam berwirausaha, seseorang dapat menentukan keberhasilannya
sendiri, dengan resiko yang juga ditanggung sendiri. Berbeda dengan
karyawan yang menggantungkan keberhasilannya di tangan pemimpin dan
terikat dengan berbagai aturan perusahaan atau instansi tempat ia bekerja.
E. Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan Berwirausaha
Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah antara lain adalah bahwa
sebagai seorang Muslim memang sudah menjadi kewajibannya untuk
mensyiarkan, menyebarkan agama Allah SWT di muka bumi ini. Sebagai khalifah
Allah yang memiliki beban untuk mensyiarkan agama Islam, seorang Muslim
dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam berdakwah. Hal ini dilakukan agar
dalam dakwah tersebut, nantinya akan menarik minat masyarakat luas dalam
71 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
mempelajari dan mendalami serta mensyiarkan agama Islam. Untuk itulah
mengapa banyak dai yang berusaha untuk menemukan cirri khas masing-masing
guna mendapatkan perhatian dari masyarakat atau mad’u. hal ini sebagaimana
yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:
“Menurut saya diperlukan kreativitas dan inovasi dalam berdakwah. Sekarang ini dakwah tidak bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional sebagaimana yang banyak digunakan oleh muballigh maupun muballighah yang hanya ceramah, memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat, tanpa memperhatikan aspek-aspek yang membuat masyarakat tersebut tertarik. Kalau dalam ceramah, seseorang menggunakan cara-cara yang monoton, tentu tidak banyak mad’u yang tertarik untuk mengikuti ceramah atau ajakannya, meskipun materi yang disampaikan sebenarnya sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi kehidupan keagamaan masyarakat itu sendiri.”72 Lebih lanjut Abdullah Mas’ud menjelaskan bahwa sebaiknya para da’i
memanfaatkan berbagai teknologi yang ada untuk kepentingan dakwahnya.
Dengan semakin pesatnya laju teknologi, hal ini seharusnya semakin
mempermudah para da’i untuk mensyiarkan agama Islam. Salah satu contoh
teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi internet. Dengan internet,
seseorang dapat menyampaikan materi dakwahnya ke banyak mad’u tanpa
terbatas ruang dan waktu. Di samping itu juga, melalui internet dapat digali
sedalam-dalamnya berbagai informasi yang diharapkan dapat menunjang proses
dakwah itu sendiri. Karena seorang da’i memang sudah seharusnya selalu up to
date terdapat berbagai informasi yang berkembang di masyarakat. Hal ini untuk
menghindari seorang da’i dari keterbelakangan informasi, yang menjadikannya
tidak disukai oleh para mad’u. sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah
Mas’ud:
72 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
“Saat ini adalah jamannya teknologi modern. Seorang da’i sudah seharusnya memanfaatkan teknologi tersebut untuk menunjang dakwahnya. Ambil contoh misalnya teknologi internet. Melalui internet seseorang dapat menjangkau mad’u tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan internet juga seorang da’i dapat terus memperbaharui informasinya sehingga selalu up to date. Kalau seorang da’i informasinya kok tidak up to date, ya bisa ditinggalkan oleh para mad’unya. Informasi kan berkembangnya tidak dalam hitungan hari, tapi hitungan detik. Jadi harus selalu mengikuti informasi terbaru, dan bisa menjadikan informasi tersebut sebagai salah satu daya tarik untuk menyampaikan materi yang hendak disampaikan oleh dai tersebut.”73
Dalam ilmu dakwah, dakwah yang dilakukan dengan tulisan disebut
dengan dakwah bil-qalam. Dakwah bil-qalam yaitu dakwah dengan
menggunakan keterampilan menulis berupa artikel atau naskah kemudian dimuat
dalam majalah atau surat kabar, brosur, bulletin, buku dan sebagainya. Dakwah
seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang
lebih lama serta luas jangkauannya, di samping itu masyarakat atau suatu
kelompok dapat mempelajarinya serta memahaminya sendiri.74
Selain dakwah bil-qalam, ada juga dakwah bil-lisan dan dakwah bil-hal.
Masing-masing dakwah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, serta dapat
difungsikan menurut keperluan dan keadaan dari para da’i itu sendiri.
Dalam berwirausaha, menurut pemikiran Abdullah Mas’ud, memang
sudah menjadi suatu keharusan bagi seorang Muslim untuk memiliki jiwa
wirausaha. Karena Islam sendiri sudah memberikan ajaran, bahwa untuk dapat
berubah, baik itu dalam bidang pendidikan maupun ekonomi, seseorang harus
berusaha. Terlebih dalam hal ekonomi, usaha yang dilakukan oleh seorang
73 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 74 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah
(Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 50
Muslim harus lebih besar dan lebih keras lagi. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Abdullah Mas’ud:
“Menjadi seorang wiruasahawan memang sudah seharusnya menjadi sikap seorang Muslim. Karena dalam Islam, orang yang mau berubah, baik itu dalam pendidikan, ekonomi, harus berusaha terlebih dahulu, baru kemudian menyerahkan apa yang telah diusahakannya tersebut kepada Allah SWT. Jangan buru-buru sudah pasrah, menyerahkan segala kepada Allah SWT, tapi tanpa pernah mau berusaha memperbaiki kondisi ekonominya. Ini namanya konyol, karena tidak ada usaha sama sekali.”75 Untuk menekuni dunia kewirausahaan, seseorang memang sudah memiliki
sifat tersebut sebelumnya. Sehingga dalam proses, nantinya akan terus belajar dari
pengalaman yang didapatinya dari menjalankan usaha tersebut.
Orang bisnis seringkali melakukan silaturrahmi dengan partner bisnisnya
ataupun dengan langganannya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa kita
harus selalu mempererat silaturrahmi satu sama lain. Manfaat silaturrahmi ini
disamping mempererat ikatan persaudaraan, juga sering kali membuka peluang-
peluang bisnis yang baru.76
F. Proses Pengembangan Kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah
Sebagai seorang wirausahawan yang juga memiliki perhatian terhadap
dunia dakwah, Abdullah Mas’ud dengan beberapa temannya mendirikan sebuah
lembaga pendidikan yang diberi nama Pesantren An-Nahdlah. Pesantren ini
terletak di Jalan Serua Bulak No. 1 Pondok Petir Sawangan Depok Jawa Barat.
Melalui pesantren ini, Abdullah Mas’ud ingin menyalurkan perhatiannya terhadap
dunia dakwah melalui lembaga pendidikan pesantren. Motivasi yang
melatarbelakangi keterlibatan Abdullah Mas’ud di dalam mengelola pesantren ini
75 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 76 Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 247-248
adalah karena menurutnya, modal awal untuk mengembangkan masyarakat Islam
harus dengan memperbaiki terlebih dahulu kondisi pendidikannya. Karena dengan
pendidikan, segala keterbelakangan yang saat ini sedang melanda umat Muslim
dapat dikejar bahkan dapat berlari lebih cepat. Seperti yang diungkapkan oleh
Abdullah Mas’ud:
“Motivasi saya terlibat dalam pesantren ini adalah salah satu bentuk concern saya terhadap kondisi pendidikan umat Muslim. Karena saya yakin, dengan pendidikanlah, masyarakat Muslim dapat mengejar segala ketertinggalan dan dapat sejajar dengan masyarakat yang lainnya. Kalau masalah pendidikan belum terselesaikan, rasanya sulit mengejar semua ketertinggalan itu. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Pesantren An-Nahdlah berusaha untuk menyediakan lembaga pendidikan bagi umat Muslim untuk menimba ilmu seluas-luasnya dengan diasuh oleh para guru yang berkompeten di bidangnya.”77 Pesantren An-Nahdlah adalah salah satu lembaga pendidikan agama yang
memfokuskan pendidikannya bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh Asrorun Ni’am, Direktur Pesantren An-
Nahdlah, proses penerimaan santri baru, katanya, tidak dibuka secara umum. An-
Nahdlah hanya menerima siswa yang berprestasi, dengan kriteria memiliki
kemampuan akademik di atas rata-rata di kelas. Indikatornya siswa tersebut
rangking 1-3 mulai dari Kelas 4-6. Santri an-Nahdlah merupakan perwakilan dari
beberapa provinsi di Indonesia. Seperti, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, Papua, dan Sulawesi Selatan. Dalam perekrutan
santri, pihak pesantren bekeraja sama dengan Lembaga Pendidikan Maarif NU
dan Rabithah Maahid Islamiyah (asosiasi pondok pesantren) Setelah seleksi
berkas, baru kemudian tes tulis dan lisan.78
77 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 78 Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok Mencetak Santri Menjadi Berkualitas, artikel diakses tanggal 02 Agustus dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=76941
Apa yang disampaikan oleh Asrorun Niam di atas, hampir sama dengan
apa yang ada di benak Abdullah Mas’ud. Menurutnya, ide awal pendirian
Pesantren An-Nahdlah memang ditujukan untuk memberikan akses pendidikan
kepada masyarakat yang kurang mampu, namun memiliki nilai akadamis yang
bagus. Dengan demikian diharapkan, para santri tersebut dapat mengembangkan
bakat yang dimilikinya dan memperoleh pendidikan yang layak dengan berbagai
fasilitas yang layak pula. Seperti yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:
“Awal mula kami memiliki ide untuk mendirikan pesantren An-Nahdlah adalah karena selama ini banyak masyarakat yang memiliki kemampuan akademis yang bagus namun tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk itu kami mendirikan lembaga pendidikan ini, agar mereka yang memiliki bakat akademis yang bagus dapat menyalurkan minat mereka dengan mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang layak. Nantinya diharapkan, mereka dapat memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kemampuan intelektualitas mereka.”79 Selain untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, melalui
Pesantren An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud juga ingin menanamkan nilai-nilai
kewirausahaan kepada para santri, yang nantinya diharapkan tidak terlalu
bergantung kepada pencarian pekerjaan dalam pemenuhan hidup mereka. Dengan
memiliki jiwa wirausaha, seseorang nantinya diharapkan tidak akan bingung lagi
dalam menghadapi ketatnya persaingan dunia usaha. Untuk itu, di Pesantren ini
dikembangkan nilai-nilai wirausaha dengan mendirikan beberapa unit usaha yang
mengajarkan kepada para santri untuk mendalami dunia kewirausahaan sejak dini.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:
“Pesantren An-Nahdlah, selain sebagai lembaga pendidikan yang memberikan perhatian terhadap kondisi pendidikan masyarakat, khususnya masyarakat Muslim, juga ingin memberikan nilai-nilai kewirausahaan kepada para santrinya. Hal ini untuk memberikan pengajaran dan pemahaman kepada para santri bahwa dalam mengarungi hidup, seseorang
79 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
tidak harus bekerja sebagai buruh atau karyawan, melainkan dapat dengan menjadi seorang wirausaha yang memiliki kendali penuh terhadap usaha yang dijalankannya. Dengan begitu, maka nantinya para santri tidak akan bingung lagi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu di Pesantren An-Nadhlah ada beberapa unit usaha yang melibatkan para santri dalam pengelolaannya.”80 Apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud mengenai perlunya
penanaman jiwa kewirausahaan terhadap para santri, agar nantinya dapat
memenuhi hidupnya tidak hanya dengan berharap menjadi seorang pegawai atau
karyawan, adalah sesuatu yang penting. Namun perlu diingat, sebagai seorang
wirausahawan, seseorang hendaknya dapat juga memberikan solusi bagi
keterbatasan lapangan pekerjaan yang sampai saat ini masih menjadi
permasalahan berbagai pihak. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki
jiwa mandiri, bisa mengadakan kombinasi baru, selalu memiliki rasa wewenang,
melihat ke masa depan, mempunyai naluri yang kuat, mempunyai kebebasan
berpikir dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Kewirausahaan adalah sikap untuk
melakukan suatu usaha karena ada suasana yang mendukung untuk
merealisasikannya. Seorang wirausahawan akan selalu berpikir untuk bertindak
mencari pemecahan, sesuai dengan gagasan yang muncul untuk meraih suatu
tujuan/target tertentu.81
Lebih lanjut, Abdullah Mas’ud menjelaskan mengenai proses
pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah. Di dalam lingkungan
pesantren, didirikan pusat bisnis yang di dalamnya terdiri dari beberapa unit usaha
yang melibatkan para santri. Dengan mendapatkan bimbingan dari para ustadz di
lingkungan pesantren, para santri mendapatkan pengajaran dan pengetahuan
80 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 81 Mujahid, AK, dkk, Kepemimpinan Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan
Agama dan Keagamaan, 2002), hal. 37
mengenai proses pembentukan sebuah usaha serta bagaimana menjalankannya.
Selain itu juga para santri mendapatkan berbagai pelatihan life skill yang
berkenaan dengan wirausaha itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Abdullah Mas’ud:
“Proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah kami mulai dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah. Di dalam pusat bisnis ini terdiri dari beberapa unit usaha, antara lain: bidang peternakan, toko buku dan koperasi pelajar. Melalui unit-unit usaha tersebut, diharapkan keterlibatan santri dalam pengelolaannya memberikan pembelajaran bagi mereka, yang kelak nantinya dapat dijadikan bekal untuk mengarungi hidup. Selain mendirikan pusat bisnis, kami juga sering menyelenggarakan berbagia pelatihan life skill yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak lagi bekal bagi para santri untuk menjalani hidup.”82 Berbagai aktivitas yang diadakan di pesantren An-Nahdlah yang banyak
berkaitan dengan pelatihan kewirausahaan, diharapkan dapat memberikan nilai-
nilai yang bisa diserap oleh santri, sehingga bisa menambah wawasan
pengetahuan para santri, terutama dalam bidang keduniaan.
Saat penulis tanyakan mengenai perhatian pemerintah terhadap
kewirausahaan yang ada di Pesantren An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud menyatakan
bahwa untuk hal tersebut, pihak pesantrenlah yang harus aktif dalam mendapatkan
berbagai bantuan yang dapat membantu kelancaran program yang sudah
dicanangkan oleh pesantren. Dalam bahasa Abdullah Mas’ud, bantuan tersebut
sifatnya bukan sekedar memberikan ikan, tapi lebih kepada pemberian kail, yang
nantinya akan dipergunakan untuk mendapatkan ikan yang lebih besar lagi. Hal
ini untuk menghindari ketergantungan pesantren terhadap bantuan pemerintah.
Untuk itu, bentuk bantuan pemerintah lebih sering berupa dana untuk
penyelenggaraan pelatihan life skill, maupun bantuan dana yang diwujudkan
82 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 3 Agustus 2009
dalam bentuk barang seperti ternak alat-alat keterampilan dan lain sebagainya. Hal
ini seperti yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud kepada penulis:
“Mengenai bantuan pemerintah, kita memang memerlukannya. Tapi dalam hal ini kita yang harus bersikap aktif dalam mencari bantuan tersebut. Bantuan yang diberikan pemerintah bukan dalam bentuk materi murni, melainkan bantuan-bantuan yang sifatnya mendidik para santri untuk mempergunakannya. Ya kalau dianalogikan seperti pemberian kail, yang nantinya kail tersebut digunakan untuk memancing ikan sebanyak-banyaknya, bukan bantuan berbentuk ikan. Karena kalau bantuan itu langsung berbentuk ikan, meskipun berguna, tapi hanya bersifat jangka pendek, tidak dalam jangka panjang. Dan kita justru khawatir bantuan tersebut membuat kita semakin bergantung kepada pemberian pemerintah, bukan mengusahakannya dan mengembangkannya. Sering pemerintah memberikan bantuan dana yang diwujudkan dalam bentuk barang, seperti sapi ternak yang ada di pesantren An-Nahdlah. Kalau diberi uang kan bisa cepat habis, tapi kalau sapi ternak, kita bisa mengembangbiakkannya dan dari situ dapat memberikan nilai tambah bagi pesantren serta pembelajaran bagi para santri itu sendiri.”83 Dari apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-
Nahdlah dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dan praktik langsung
kepada para santri mengenai kewirausahaan. Unit-unit usaha yang ada di
Pesantren An-Nahdlah selain untuk menopang ekonomi pesantren, juga untuk
memberikan pengajaran kepada para santri tentang kewirausahaan itu sendiri.
Proses pengembangan kewirausahaan yang dilakukan oleh Abdullah
Mas’ud dan teman-temannya di pesantren An-Nahdlah, adalah sebagai bentuk
perhatian mereka terhadap generasi muda, selain sebagai bentuk syiar agama
Islam. Sebagai calon generasi muda yang diharapkan dapat menjadi pemimpin,
para santri An-Nahdlah dipersiapkan dengan berbagai materi sebagai bekal
pengetahuannya dalam menjalani kehidupan kelak. Diharapkan, dengan bekal
tersebut, para santri akan merasa siap dengan segala bentuk kondisi dan kompetisi
83 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009
yang ada dalam kehidupan di luar pesantren, sehingga dalam menghadapinya
tidak lagi mengalami shock atau terkejut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagaimana berikut ini:
1. Dakwah menurut Abdullah Mas’ud adalah memberikan pengertian dan
pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam upaya untuk
memberikan pengertian dan pengajaran tersebut, tidak harus melalui
mimbar-mimbar ceramah, maupun melalui majlis-majlis taklim,
sebagiamana yang dipahamai oleh masyarakat awam, bahwa dakwah itu
tidak jauh berbeda dengan ceramah, atau harus jadi mubaligh maupun
mubalighah. Menurut Abdullah Mas’ud, banyak cara yang bisa ditempuh
oleh seorang Muslim dalam mensyiarkan agama Islam. Salah satunya
adalah melalui lembaga pendidikan. Dengan memberikan perhatian
terhadap pendidikan, maka hal tersebut juga bisa menjadi jalan dakwah
dalam mensyiarkan agama Islam. Apalagi yang diperhatikan adalah para
generasi muda yang nantinya diharapkan dalam meneruskan perjuangan
dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di muka bumi ini. Ia beranggapan
justru dalam bidang pendidikanlah harus ditaruh perhatian lebih besar,
karena ini adalah fondasi bagi generasi muda untuk terus melangkah,
menapaki kehidupan.
2. Kewirausahaan menurut Abdullah Mas’ud adalah usaha yang dikerjakan
oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha, seseorang
dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena
keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri. Hal ini
berbeda dengan pegawai atau karyawan, yang mendapatkan gaji dan
penghasilan dari orang lain. Wirausaha adalah hasil usaha sendiri,
sehingga sangat bergantung pada etos kerja yang dimiliki.
3. Proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah dimulai
dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah. Di dalam pusat bisnis ini
terdiri dari beberapa unit usaha, antara lain: bidang peternakan, penerbitan
buku, koperasi pelajar. Melalui unit-unit usaha tersebut, diharapkan
keterlibatan santri dalam pengelolaannya memberikan pembelajaran bagi
mereka, yang kelak nantinya dapat dijadikan bekal untuk mengarungi
hidup. Selain mendirikan pusat bisnis, Pesantren An-Nahdlah juga sering
menyelenggarakan berbagia pelatihan life skill yang bertujuan untuk
memberikan lebih banyak lagi bekal bagi para santri untuk menjalani
hidup.
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi Abdullah Mas’ud, hendaknya lebih banyak lagi meluangkan waktu
untuk memberikan perhatian terhadap keadaan dan kondisi pesantren An-
Nahdlah. Dengan demikian, seluruh aktivitas yang ada di Pesantren dapat
berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya,
mengingat kesibukan Abdullah Mas’ud sebagai seorang wirausaha.
2. Pesantren sebagai salah satu pusat pendidikan, hendaknya tidak melupakan
kewajibannya untuk berdakwah, baik di kalangan internal pesantren
maupun eksternal pesantren, demi syiarnya agama Islam.
3. Hendaknya lebih diperbanyak lagi unit-unit usaha Pesantren, untuk
memberikan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman kepada para santri
sebagai bekal mereka dalam mengaruhi hidup setelah menamatkan
pendidikan mereka di pesantren An-Nahdlah.
4. Perlu adanya perhatian yang lebih, baik dari pihak pengurus pesantren,
penghuni pesantren, instansi terkait, serta masyarakat dalam rangka untuk
lebih memajukan pesantren, dakwah kepada masyarakat luas, serta
wirausaha yang terdapat di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004) Abdullah, Taufik, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta,
LP3ES, 1993 Alma, Buchari, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005) Alwasilah, A. Chaidar, Pokoknya Kualitatif; Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya, 2002, Cet. Ke-1 Amir M.S., Wiraswasta Manusia Unggul Berbudi Luhur, (Jakarta: Pustaka
Binama Pressindo, 2000) Anshari, Endang Saefuddin, Wawasan Islam, (Jakarta: CV. Rajawali Press 1986) Atjeh, Aboe Bakar, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islamiyah, (Semarang:
Romadoni, 1971) Bahtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997 Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1992) Haikal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Ikrar Mandiri
Abadi, 2000), Cet. Ke-20 Jahja, Sujuti, Penelitian tentang Kewirausahaan dalam Rangka Pengembangan
Disiplin Ilmu Kewirausahaan, (Makalah Seminar Nasional, Jatinangor: IKOPIN, 1997)
Kafie, Jamaluddin, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Indah ,1993) al-Khayyath, Abdul Aziz, Etika Bekerja Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press,
1995 Machfoed, Ki Moesa A., Filsafat Dakwah; Ilmu Dakwah dan Penerapannya,
(Jakarta: Bulan Bintang, 2004), Cet. Ke-2 Mujahid, AK, dkk, Kepemimpinan Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang
Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002) Munawi, Ahmad Warson r, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, (Yogyakarta:
Pondok Pesantren Krapyak, 1996)
Nurbito, Umi Sukamto, Manajemen Perusahaan Kecil dan Kewirausahaan: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, Jakarta: PPGSM, 1997
Oemar, Thoha Yahya, Ilmu Dakwah, (Jakarta: CV. Wijaya, 1971) Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1976) Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999 Riyanti, Benedicta Prihatin Dwi, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian, (Jakarta: Grasindo, 2003) Sasono, Adi, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan
Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998) Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses,
Jakarta: Salemba Empat, 2003 Tasmara, Toto, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta, Gema Insani Press,
2002 Vredenberg, J., Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia,
1984 Zaidillah, Al-Wisral Imam, Strategi Dakwah, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), Cet.
ke-1 Website: http://www.pelita.or.id/baca.php?id=76941 http://www.geocities.com/agus_lecturer/kewirausahaan/definsi_kewirausahaan.htm http://www.elsas-online.org/pesantren/ http://indonesiafile.com/content/view/1714/42 Wawancara: Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus
2009 dan 18 Oktober 2009
Hasil Wawancara dengan Abdullah Mas’ud
Tangerang, 03 Agustus 2009
1. Apa yang anda ketahui tentang dakwah?
Menurut saya dakwah itu adalah memberikan pengertian dan pengajaran ajaran
Islam kepada masyarakat. Dalam upaya untuk memberikan pengertian dan
pengajaran tersebut, kita tidak mesti harus melalui mimbar-mimbar ceramah,
maupun melalui majlis-majlis taklim, sebagiamana yang dipahamai oleh
masyarakat awam, bahwa dakwah itu ya harus ceramah, harus jadi mubaligh
maupun mubalighah. Tidak seperti itu. Menurut saya banyak cara yang bisa
ditempuh oleh seorang Muslim dalam mensyiarkan agama Islam. Salah satunya
adalah melalui lembaga pendidikan. Dengan memberikan perhatian terhadap
pendidikan, maka hal tersebut juga bisa menjadi jalan dakwah dalam mensyiarkan
agama Islam. Apalagi yang kita perhatikan adalah para generasi muda yang
nantinya diharapkan dalam meneruskan perjuangan dalam mensyiarkan ajaran
agama Islam di muka bumi ini. Saya beranggapan justru dalam bidang
pendidikanlah kita harus menaruh perhatian lebih besar, karena ini adalah fondasi
bagi generasi muda untuk terus melangkah, menapaki kehidupan.
2. Apakah selama anda berwirausaha anda juga melakukan dakwah?
Kalau anda bertanya kepada saya apakah selama anda berwirausaha anda juga
melakukan dakwah, maka jawaban saya adalah iya. Karena dalam beraktivitas
untuk mencari penghidupan tersebut, saya tetap berusaha untuk memikirkan syiar
Islam yang saya rintis bersama teman-teman di pesantren An-Nahdlah. Nabi
Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya memberikan petunjuk kepada kita
bahwa dalam mencari kehidupan dunia anggaplah kita akan hidup selama-
lamanya, namun dalam mencari penghidupan akhirat kita beranggapan bahwa kita
akan meninggal esok hari. Dari hadis ini pelajaran yang bisa ditarik adalah bahwa
dalam mencari kehidupan dunia, kita dianjurkan untuk mencari seperlunya saja,
karena kita kan hidup selama-lamanya. Sebaliknya, dalam mencari kehidupan
akhirat, kita harus mencari sebanyak-banyaknya karena esok hari kita tahu kita
akan meninggal. Menurut saya, ada kritik dalam hadis tersebut, alangkah baiknya
jika dalam mencari kehidupan dunia kita juga mencari sebanyak-banyaknya.
Kalau sudah dapat yang banyak, harta tersebut kan bisa kita pergunakan untuk
membantu aktivitas dakwah kita, sehingga kita tidak perlu meminta-minta
bantuan orang lain, jika memang kebutuhan pendanaan dalam dakwah tersebut
sudah mencukupi
3. Seperti apa bentuk dakwah yang anda lakukan?
Mengenai bentuk dakwah yang saya lakukan, saya lebih memberikan perhatian
dalam pengembangan Pesantren An-Nahdlah. Melalui pesantren tersebut, kami
sering memberikan santunan kepada masyarakat sekitar saat perayaan hari-hari
besar agama Islam. Ini adalah salah satu bentuk perhatian pesantren terhadap
masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Selain itu, kegiatan ini dilakukan
untuk memberikan pelajaran kepada para santri untuk selalu peduli dengan
keadaan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Selain dalam bentuk materi, kami
juga memberikan pelatihan kepada masyarakat melalui program life skill.
4. Menurut anda apa itu kewirausahaan?
Menurut saya wirausaha itu adalah usaha yang dikerjakan oleh seseorang dengan
segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih
baik. Dalam berwirausaha, seseorang dituntut untuk lebih giat dan lebih keras
dalam bekerja, karena keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu
sendiri. Hal ini berbeda dengan pegawai atau karyawan, yang mendapatkan gaji
dan penghasilan dari orang lain. Wirausaha adalah hasil usaha kita sendiri,
sehingga sangat bergantung pada etos kerja yang kita miliki.
5. Bisakah anda menjelaskan mengapa anda terjun ke dalam dunia wirausaha?
Alasan mengapa saya terjun ke dunia wirausaha, karena selama ini paradigma
yang berkembang di masyarakat adalah bahwa bekerja itu ya menjadi karyawan.
Dan untuk mencapai suatu keberhasilan di bidang ekonomi, seseorang harus
bekerja di perusahaan yang besar dengan gaji yang besar pula. Padahal menurut
saya, justru dengan berwirausaha, seseorang dapat mencapai keberhasilan yang
lebih besar dibandingkan jika harus menjadi karyawan di suatu perusahaan.
Namun yang perlu diingat, ya harus siap dan berani menanggung resiko yang ada.
6. Apa kendala yang anda hadapi dalam berwirausaha?
Kalau kendala yang saya hadapi dalam berwirausaha, itu pasti ada. Karena segala
sesuatunya pasti memiliki resiko, tak terkecuali dalam berwirausaha. Pernah saya
harus menanggung kerugian yang tidak sedikit karena ketidakpuasan customer
dengan hasil cetakan, sehingga customer tersebut tidak mau menerima barang
yang sudah jadi. Ini sudah jadi resiko saya. Namun itu semua menjadi pengalaman
bagi saya untuk selanjutnya dijadikan pelajaran agar tidak terulang di kemudian
hari.
7. Strategi apa yang anda gunakan dalam berdakwah?
Menurut saya diperlukan kreativitas dan inovasi dalam berdakwah. Sekarang ini
dakwah tidak bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional sebagaimana yang
banyak digunakan oleh muballigh maupun muballighah yang hanya ceramah,
memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat, tanpa memperhatikan
aspek-aspek yang membuat masyarakat tersebut tertarik. Kalau dalam ceramah,
seseorang menggunakan cara-cara yang monoton, tentu tidak banyak mad’u yang
tertarik untuk mengikuti ceramah atau ajakannya, meskipun materi yang
disampaikan sebenarnya sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi kehidupan
keagamaan masyarakat itu sendiri.
8. Mengapa hal tersebut diperlukan?
Saat ini adalah jamannya teknologi modern. Seorang da’i sudah seharusnya
memanfaatkan teknologi tersebut untuk menunjang dakwahnya. Ambil contoh
misalnya teknologi internet. Melalui internet seseorang dapat menjangkau mad’u
tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan internet juga seorang da’i dapat terus
memperbaharui informasinya sehingga selalu up to date. Kalau seorang da’i
informasinya kok tidak up to date, ya bisa ditinggalkan oleh para mad’unya.
Informasi kan berkembangnya tidak dalam hitungan hari, tapi hitungan detik. Jadi
harus selalu mengikuti informasi terbaru, dan bisa menjadikan informasi tersebut
sebagai salah satu daya tarik untuk menyampaikan materi yang hendak
disampaikan oleh dai tersebut.
9. Apakah ada ajaran Islam yang menganjurkan seorang Muslim untuk
berwirausaha?
Menjadi seorang wiruasahawan memang sudah seharusnya menjadi sikap seorang
Muslim. Karena dalam Islam, orang yang mau berubah, baik itu dalam
pendidikan, ekonomi, harus berusaha terlebih dahulu, baru kemudian
menyerahkan apa yang telah diusahakannya tersebut kepada Allah SWT. Jangan
buru-buru sudah pasrah, menyerahkan segala kepada Allah SWT, tapi tanpa
pernah mau berusaha memperbaiki kondisi ekonominya. Ini namanya konyol,
karena tidak ada usaha sama sekali.
10. Apa motivasi anda mendirikan Pesantren An-Nahdlah dengan beberapa
teman anda?
Motivasi saya terlibat dalam pesantren ini adalah salah satu bentuk concern saya
terhadap kondisi pendidikan umat Muslim. Karena saya yakin, dengan
pendidikanlah, masyarakat Muslim dapat mengejar segala ketertinggalan dan
dapat sejajar dengan masyarakat yang lainnya. Kalau masalah pendidikan belum
terselesaikan, rasanya sulit mengejar semua ketertinggalan itu. Sebagai sebuah
lembaga pendidikan, Pesantren An-Nahdlah berusaha untuk menyediakan
lembaga pendidikan bagi umat Muslim untuk menimba ilmu seluas-luasnya
dengan diampu oleh para guru yang berkompeten di bidangnya.
11. Bisa dijelaskan lebih jauh?
Awal mula kami memiliki ide untuk mendirikan pesantren An-Nahdlah adalah
karena selama ini banyak masyarakat yang memiliki kemampuan akademis yang
bagus namun tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Untuk itu kami mendirikan lembaga pendidikan ini, agar mereka yang memiliki
bakat akademis yang bagus dapat menyalurkan minat mereka dengan
mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang layak. Nantinya diharapkan, mereka
dapat memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kemampuan
intelektualitas mereka.
12. Selain pendidikan agama, apa yang anda harapkan bagi para santri yang
menuntut ilmu di Pesantren An-Nahdlah?
Pesantren An-Nahdlah, selain sebagai lembaga pendidikan yang memberikan
perhatian terhadap kondisi pendidikan masyarakat, khususnya masyarakat
Muslim, juga ingin memberikan nilai-nilai kewirausahaan kepada para santrinya.
Hal ini untuk memberikan pengajaran dan pemahaman kepada para santri bahwa
dalam mengarungi hidup, seseorang tidak harus bekerja sebagai buruh atau
karyawan, melainkan dapat dengan menjadi seorang wirausaha yang memiliki
kendali penuh terhadap usaha yang dijalankannya. Dengan begitu, maka nantinya
para santri tidak akan bingung lagi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk
itu di Pesantren An-Nadhlah ada beberapa unit usaha yang melibatkan para santri
dalam pengelolaannya.
13. Bagaimana proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah?
Proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah kami mulai
dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah. Di dalam pusat bisnis ini terdiri dari
beberapa unit usaha, antara lain: bidang peternakan, toko buku, koperasi pelajar.
Melalui unit-unit usaha tersebut, diharapkan keterlibatan santri dalam
pengelolaannya memberikan pembelajaran bagi mereka, yang kelak nantinya
dapat dijadikan bekal untuk mengarungi hidup. Selain mendirikan pusat bisnis,
kami juga sering menyelenggarakan berbagia pelatihan life skill yang bertujuan
untuk memberikan lebih banyak lagi bekal bagi para santri untuk menjalani hidup.
14. Apakah ada bantuan dari pemerintah yang diterima oleh pesantren untuk
kemajuan Pesantren?
Mengenai bantuan pemerintah, kita memang memerlukannya. Tapi dalam hal ini
kita yang harus bersikap aktif dalam mencari bantuan tersebut. Bantuan yang
diberikan pemerintah bukan dalam bentuk materi murni, melainkan bantuan-
bantuan yang sifatnya mendidik para santri untuk mempergunakannya. Ya kalau
dianalogikan seperti pemberian kail, yang nantinya kail tersebut digunakan untuk
memancing ikan sebanyak-banyaknya, bukan bantuan berbentuk ikan. Karena
kalau bantuan itu langsung berbentuk ikan, meskipun berguna, tapi hanya bersifat
jangka pendek, tidak dalam jangka panjang. Dan kita justru khawatir bantuan
tersebut membuat kita semakin bergantung kepada pemberian pemerintah, bukan
mengusahakannya dan mengembangkannya. Sering pemerintah memberikan
bantuan dana yang diwujudkan dalam bentuk barang, seperti sapi ternak yang ada
di pesantren An-Nahdlah. Kalau diberi uang kan bisa cepat habis, tapi kalau sapi
ternak, kita bisa mengembangbiakkannya dan dari situ dapat memberikan nilai
tambah bagi pesantren serta pembelajaran bagi para santri itu sendiri.
Wawancara susulan
Tangerang, Tanggal 18 Oktober 2009
Apa yang anda ketahui tentang unsur-unsur dakwah?
Dalam berdakwah tentu saja harus ada orang yang berdakwah, dalam hal ini
adalah sang da’i itu sendiri. Karena ia adalah subjek dari dakwah yang akan
dilakukan, sehingga seorang da’i harus memiliki beberapa syarat, seperti
pengetahuan agama yang cukup, sehingga dalam menyampaikan suatu materi, ia
dapat menyampaikannya dengan baik dan benar. Kalau seorang da’i yang
memiliki pengetahuan agama yang kurang, maka nanti dalam penyampaian
dakwah ditakutkan justru membuat orang-orang yang hendak diberikan dakwah
menjadi bingung. Kemudian selain da’i, dalam berdakwah juga harus ada yang
didakwahi, atau dalam istilah kontemporernya adalah audience. Kan tidak
mungkin kita berdakwah jika tidak ada orang yang hendak kita dakwahi tersebut.
Tapi jangan lupa, sekarang-sekarang ini, sering juga dijumpai seorang da’i yang
berdakwah tanpa ada audience di depannya. Ini bukan berarti tidak ada audience,
melainkan sasaran dakwah tersebut tidak berada langsung di depan sang da’i.
Misalnya kita lihat di beberapa acara televisi yang hanya menampilkan da’inya
saja, tanpa ada audience. Atau acara di radio, di mana da’i hanya menyampaikan
materi dakwahnya, tanpa tahu siapa audience-nya.
Bisa anda jelaskan lebih jauh mengenai unsur-unsur dakwah lainnya?
Setahu saya, selain dai dan mad’u, dalam berdakwah harus ada materi yang akan
disampaikan. Dengan kata lain, seorang dai harus menguasai materi apa yang
ingin ia sampaikan. Selain itu juga da’i tersebut harus menguasai beberapa metode
yang digunakan dalam berdakwah. Karena metode yang dipakai oleh seorang dai,
bisa membantunya menyampaikan materi kepada audience. Menurut saya, metode
apapun yang digunakan oleh seorang da’i biasanya dilatarbelakangi oleh
spesialisasi atau kesukaan dai tersebut dalam menyampaikan suatu materi.
Adakah unsur lainnya?
Mungkin sarana ya. Ini bisa berupa apa saja, yang sekiranya mendukung
penyampaian materi dakwah kepada audience. Sarana tersebut misalnya berupa
tempat yang menarik atau media-media lainnya yang memberikan kemudahan
kepada para da’i untuk menyampaikan materi. Karena yang saya perhatikan di
beberapa media elektronik, banyak da’i sekarang ini sudah menggunakan
teknologi seperti laptop, proyektor, dan lain sebagainya dalam berdakwah
Interviewer, Interviewee
Moh. Masykur Abdullah Mas’ud
H. Abdullah Mas’ud, M.Si, saat menyerahkan raport kepada siswa-siswi berprestasi
Salah satu gedung Pesantren An-Nahdlah
Santriwati MTs An-Nahdlah sedang dalam proses belajar-mengajar
Salah satu kegiatan di Pesantren An-Nahdlah: Pemilu Raya untuk Osis MTs
Sapi ternak yang berada di Pesantren An-Nahdlah
Unit wirausaha Pesantren An-Nahdlah: Toko Buku dan Kelontong
Suasana Pelantikan Pengurus Baru Ikatan Siswa-siswi An-Nahdlah
Santriwati Pesantren An-Nahdlah sedang menari Saman