KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

27
Acara I KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Fellycia Devi P. 12.70.0109 Kelompok F5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATA SEMARANG 2015

description

Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan vinegar dengan menggunakan sari apel malang sebagai substrat. Kultur yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Saccharomyces cerevisiae.

Transcript of KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

Page 1: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

Acara I

KINETIKA FERMENTASI DALAM

PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Fellycia Devi P. 12.70.0109

Kelompok F5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

1

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Kinetika Fermentasi pada Produksi Minuman Vinegar

Data hasil pengamatan kinetika fermentasi pada produksi minuman vinegar kloter F dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi pada Produksi Minuman Vinegar

Kel Perlakuan Waktu Σ MO tiap petak Rata-rata/ Σ MO

tiap petak

Rata-rata/ Σ

MO tiap cc OD (nm) pH

Total Asam

(mg/ml) 1 2 3 4

F1 Sari Apel +

S. cerevisiae

N0 1 4 8 7 5 2 x 107 0,3162 3,82 16,32

N24 50 47 55 45 49,25 19,7 x 107 1,3558 3,24 19,20

N46 39 40 36 41 39 15,6 x 107 1,5890 3,35 14,40

N72 45 62 56 69 58 23,2 x 107 1,6233 3,37 14,59

N96 60 72 76 83 72,75 29,1 x 107 1,8378 3,40 14,02

F2 Sari Apel +

S. cerevisiae

N0 12 13 11 11 11,75 4,7 x 107 0,2721 3,24 16,51

N24 81 101 92 93 91,75 36,7 x 107 1,0991 3,22 17,28

N46 169 123 157 179 157 62,8 x 107 1,1038 3,33 14,40

N72 78 72 101 128 94,75 37,9 x 107 0,9060 3,42 13,82

N96 300 300 300 300 300 120 x 107 2,1425 3,43 13,63

F3 Sari Apel +

S. cerevisiae

N0 28 15 22 16 20,25 8,1 x 107 0,3192 3,27 17,09

N24 54 62 60 56 58 23,2 x 107 1,2458 3,22 17,28

N46 120 82 81 83 91,5 36,6 x 107 1,4917 3,33 16,32

N72 123 103 108 109 110,75 44,3 x 107 1,6415 3,34 15,55

N96 44 39 41 37 40,25 16,1 x 107 1,2932 3,42 14,02

F4 Sari Apel +

S. cerevisiae

N0 26 17 11 29 20,75 8,3 x 107 0,4084 3,30 16,32

N24 101 90 107 124 105,5 42,2 x 107 1,5120 3,25 19,20

N46 81 90 88 97 89 35,6 x 107 1,5583 3,13 14,40

N72 83 76 95 75 82,25 32,9 x 107 0,7487 3,34 14,59

N96 82 76 83 86 81,75 32,7 x 107 0,7845 3,48 13,82

Page 3: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

2

F5 Sari Apel +

S. cerevisiae

N0 11 27 23 19 20 8 x 107 0,3352 3,32 15,74

N24 192 187 124 75 144,5 57,8 x 107 1,2911 3,23 17,28

N46 115 106 119 92 108 43,2 x 107 1,3860 3,35 14,40

N72 100 75 69 52 74 29,6 x 107 1,6958 3,54 15,17

N96 135 89 144 167 133,75 53,4 x 107 1,4069 3,46 12,86

Berdasarkan Tabel 1., dapat dilihat bahwa seluruh kelompok menggunakan sari apel yang ditambah dengan kultur Saccharomyces cerevisiae.

Dapat dilihat bahwa waktu fermentasi yang dilakukan adalah 5 hari yang di beri kode sebagai N0, N24, N48, N72 dan N96. Data rata-rata per jumlah

mikroorganisme tiap cc didapati memiliki hasil yang fluktuatif dan berbeda tiap kelompoknya. Pada data OD, dapat dilihat bahwa kelompok F1

memiliki nilai OD yang terus meningkat seiiring berjalannya waktu fermentasi, sedangkan untuk kelompok lainnya mengalami kenaikan dan

penurunan pada N72 dan N96. Kemudian, pada N48 mengalami penurunan pH menjadi semakin asam. Seiring berjalannya fermentasi, pH pada

N72 akan mengalami peningkatan kembali. Lalu, pada data total asam dapat dilihat bahwa , pada N48 mengalami kenaikan total asam menjadi

semakin asam. Seiring berjalannya fermentasi, pH pada N72 akan mengalami penurunan total asam.

Page 4: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

3

1.2. Hubungan Nilai OD dengan Waktu Fermentasi

Data hasil pengamatan hubungan nilai OD dengan waktu fermentasi kloter F dapat dilihat pada Grafik 1. dibawah ini.

Grafik 1. Hubungan Nilai OD dengan Waktu Fermentasi

Berdasarkan Grafik 1., dapat dilihat bahwa hubungan antara nilai OD dengan waktu fermentasi pada tiap kelompok mengalami peningkatan

hingga N48. Kelompok F2 dan F4 mengalami penurunan pada N72, sedangkan kelompok F1, F3 dan F5 mengalami kenaikan. Pada N96, kelompok

F2 dan F1 mengalami kenaikan, sedangkan F3, F4 dan F5 mengalami penurunan.

0,0000

0,5000

1,0000

1,5000

2,0000

2,5000

N0 N24 N48 N72 N96

Ab

sorb

an

si

Waktu Fermentasi

F1

F2

F3

F4

F5

Page 5: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

4

1.3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu Fermentasi

Data hasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan waktu fermentasi kloter F dapat dilihat pada Grafik 2. dibawah ini.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu Fermentasi

Berdasarkan Grafik 2., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan waktu fermentasi pada seluruh kelompok

mengalami peningkatan pada N24. Kelompok F1, F4 dan F5 mengalami penurunan jumlah sel mikroorganisme pada N48, sedangkan kelompok

F2 dan F3 mengalami kenaikan. Untuk kelompok F3, jumlah sel mikroorganisme terus meningkat hingga N72. Pada N96, seluruh kelompok

kecuali F3 mengalami kenaikan jumlah sel mikroorganisme.

0

200000000

400000000

600000000

800000000

1000000000

1200000000

1400000000

N0 N24 N48 N72 N96

Ju

mla

h S

el M

ikro

org

an

ism

e

Waktu Fermentasi

F1

F2

F3

F4

F5

Page 6: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

5

1.4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

Data hasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan pH kloter F dapat dilihat pada Grafik 3. dibawah ini.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

Berdasarkan Grafik 3., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan pH pada seluruh kelompok mengalami memiliki

hasil yang berbeda-beda. Semakin basa pH yang diperoleh, maka semakin tinggi pula jumlah sel mikroorganismenya. Namun, dapat dilihat pada

kelompok F1 memiliki pH paling basa 3,8 pada N0 dimana jumlah mikroorganisme masih sedikit.

0

200000000

400000000

600000000

800000000

1000000000

1200000000

1400000000

3 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8

Ju

mla

h S

el M

ikro

org

an

ism

e

pH

F1

F2

F3

F4

F5

Page 7: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

6

1.5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Nilai OD

Data hasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan nilai OD kloter F dapat dilihat pada Grafik 4. dibawah ini.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Nilai OD

Berdasarkan Grafik 4., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan nilai OD pada seluruh kelompok memiliki hasil

yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme, maka semakin tinggi pula OD / absorbansinya. Akan tetapi,

terdapat juga hasil jumlah sel mikroorganisme yang menurun diikuti dengan peningkatan nilai OD (kelompok F1, F4, dan F5).

0

200000000

400000000

600000000

800000000

1000000000

1200000000

1400000000

0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000

Ju

mla

h S

el M

ikro

org

an

ism

e

Absorbansi

F1

F2

F3

F4

F5

Page 8: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

7

1.6. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam

Data hasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan total asam kloter F dapat dilihat pada Grafik 5. dibawah ini.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam

Berdasarkan Grafik 5., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam pada seluruh kelompok memiliki

hasil yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa semakin rendah jumlah sel mikroorganisme, maka semakin tinggi pula total asamnya. Jumlah sel

mikroorganisme yang menurun atau meningkat tidak sama seiring dengan meningkatnya total asam.

0

200000000

400000000

600000000

800000000

1000000000

1200000000

1400000000

12 13 14 15 16 17 18

Ju

mla

h S

el M

ikro

org

an

ism

e

Total Asam

F1

F2

F3

F4

F5

Page 9: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

8

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, praktikan akan membuat minuman vinegar dengan

menggunakan proses fermentasi pada sari apel malang. Menurut Fardiaz (1992),

fermentasi merupakan proses metabolisme suatu mikroorganisme dengan menggunakan

sumber karbon berupa gula yang nantinya diubah menjadi energi untuk dapat merombak

nutrisi kompleks menjadi lebih sederhana. Didapatkan pula produk samping pada proses

fermentasi, sehingga dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Kwartiningsih &

Nuning (2005), menambahkan bahwa minuman vinegar adalah hasil fermentasi substrat

mengandung gula yang akan diubah menjadi alkohol. Teori dari Winarno et al., (1980)

menambahkan bahwa proses fermentasi dapat terjadi apabila terdapat aktivitas

mikroorganisme yang menyebabkan proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2.

Nogueira et al., (2008) mengatakan bahwa cider atau fermentasi apel merupakan salah

satu produk fermentasi dengan kandungan alkohol yang rendah dan memiliki residual

sugar. Didukung pula oleh teori Utami et al. (2009) yang mengatakan bahwa kinetika

pembuatan minuman vinegar perlu diketahui, sehingga pertumbuhan dan pembentukan

produk dari suatu mikroorganisme dapat diketahui secara rinci. Tujuan dilakukannya

praktikum kali ini adalah untuk mengetahui hubungan OD dengan jumlah koloni sel

yeast, mengetahui metode penghitungan sel dengan menggunakan haemocytometer dan

dapat mengukur asam dalam produk minuman vinegar.

2.1. Cara Pembuatan Minuman Vinegar

Pertama-tama, dilakukan penghancuran buah apel malang sebanyak 4 kg, lalu diambil

sari apelnya menggunakan juicer. Sari apel yang telah dipress dapat digunakan sebagai

bahan utama dalam fermentasi vinegar apel yang nantinya akan menghasilkan alkohol

dengan persentase yang kecil (Nogueira et al., 2008). Penggunaan juicer adalah untuk

memisahkan gula pada apel, sehingga pada saat fermentasi berlangsung, mikroorganisme

lebih mudah menguraikan gula tersebut (Ikhsan, 1997). Penggunaan sari apel malang

sudah sesuai dengan teori Winarno et al., (1980) bahwa substat yang digunakan pada

proses fermentasi harus memiliki kandungan karbon serta nitrogen yang nantinya

digunakan oleh mikroorganisme untuk menghasilkan alkohol dan CO2. Apel disini sudah

sesuai dengan teori karena apel memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga dapat

Page 10: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

9

mencukupi kebutuhan karbon dan nitrogen yang nantinya digunakan oleh

mikroorgansime saat proses fermentasi berlangsung. Kemudian, 250 ml sari apel malang

dimasukkan ke dalam botol kaca dan dilakukan sterilisasi selama 15 menit pada 121 oC.

Perlakuan sterilisasi telah sesuai dengan teori Fardiaz (1992) yang mengatakan bahwa

sterilisasi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme dengan menggunakan

suhu 121 oC selama 15 menit.

Gambar 1. Penyaringan dan Sterilisasi Sari Apel Malang

Setelah itu, dilakukan pengkulturan biakan yeast ke dalam sari apel malang dengan secara

aseptis pada laminar air flow (LAF). Biakan yeast Saccharomyces cerevisiae yang

digunakan adalah sebanyak 30 ml dan kemudian dilakukan pengocokan hingga rata.

Pengkulturan harus dilakukan secara aseptis. Hal ini penting agar dapat menghindari

terjadinya kontaminasi pada media. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat

masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercermar

(Hadioetomo, 1993). Gaman & Sherrington (1994) mengatakan bahwa yeast S.

cerevisiae dapat membentuk karbohidrat menjadi alkohol dan CO2. Kemampuan yeast

dalam memecah karbohidrat karena memiliki enzim zymase yang dapat memfermentasi

gula menjadi alkohol dan CO2. Lievense & Lim (1982) dalam Kulkarni et al., (2011)

mengakatan bahwa S. cerevisiae menggunakan glukosa, fruktosa, maltosa serta

maltotriosa sebagai sumber karbon untuk menghasilkan alkohol pada kondisi anaerob.

Querol & Fleet, (2006) dalam Lopez et al., (2009) menambahkan bahwa yeast berperan

penting dalam fermentasi yang dapat mempengaruhi kualitas dan flavor pada produk

akhir. Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces bayanus var. uvarum merupakan

yeast yang sangat berperan penting pada proses fermentasi. Azizah et al., (2012)

mengatakan bahwa S. cerevisiae memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

Page 11: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

10

mikroorganisme lainnya, seperti mudah beradaptasi pada lingkungan, tahan pada kadar

alkohol dibawah 2,5% serta mudah didapatkan. Didukung pula oleh teori Sevda &

Rodrigues (2011) bahwa penggunaan S. cerevisiae sebagai starter yeast sudah dapat

diaplikasikan pada industri minuman, salah satunya produk minuman vinegar. Ruiz et al.,

(2003) dalam Kulkarni et al., (2011) menambahkan bahwa S. cerevisiae dapat digunakan

sebagai yeast pada produk bir, roti, wine, sake, ekstrak/vitamin yeast serta distilled spirits.

Setelah itu, diambil 25 ml sampel dan diletakkan ke dalam beaker glass untuk dijadikan

sampel pengujian jumlah biomassa dengan menggunakan haemocytometer pada

mikroskop, pengujian total asam dengan menggunakan metode titrasi, pengujian pH

dengan menggunakan pH meter dan pengujian pengukuran nilai optical density (OD)

dengan menggunakan spektrofotometer. Lalu, dilakukan inkubasi pada suhu ruang yaitu

sekitar 25-30 oC selama 5 hari dengan menggunakan shaker. Menurut Fardiaz (1992),

suhu optimum untuk pertumbuhan yeast adalah sekitar 25-30 oC. Sehingga, penggunaan

suhu inkubasi yang dilakukan pada praktikum kali ini sudah sesuai dengan teori. Said

(1987) menambahkan, shaker bertujuan untuk menyuplai O2 pada mikroorganisme

sehingga pertumbuhan yeast dapat berjalan dengan lancar. Stanburry & Whitaker (1984)

menambahkan bahwa pengadukan bertujuan untuk menurunkan gelembung udara serta

membantu mempertahankan kondisi yang stabil saat proses fermentasi berlangsung.

Setiap 24 jam dilakukan pengambilan 25 ml sampel untuk diuji jumlah biomassa, total

asam, pH serta nilai OD.

Gambar 2. Pengkulturan pada Laminar Air Flow dan Penginkubasian pada Shaker

2.1.1. Pengukuran Biomassa Sel dengan Haemocytometer

Page 12: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

11

Pengukuran biomassa sel dilakukan dengan mengambil beberapa tetes sampel dengan

menggunakan pipet tetes. Sebelumnya, haemocytometer telah dibersihkan terlebih dahulu

dengan menggunakan alkohol. Penggunaan haemocytometer adalah untuk menghitung

jumlah viable cell mikroorganisme (Kulkarni et al., 2011; Sevda & Rodrigues, 2011).

Peletakan sampel diatas haemocytometer haruslah benar dan tidak boleh ada gelembung.

Setelah itu, haemocytometer ditutup dengan penutup objek steril dan diamati dengan

menggunakan mikroskop. Jumlah sel dihitung dengan menggunakan bantuan hand

counter. Menurut Hadioetomo (1993), haemocytometer merupakan salah satu alat untuk

menghitung jumlah sel dengan menghitung sel dalam petak kecil yang dilihat dengan

menggunakan mikroskop. Pada haemocytometer terdapat 9 kotak besar yang dibatasi

dengan 3 garis pada tiap sisinya. Sel yang berada pada luar petak tidak termasuk dalam

hitungan. Pada praktikum kali ini, terdapat 4 petak untuk menghitung jumlah sel. Jumlah

sel mikroorganisme yang telah dihitung menggunakan haemocytometer dapat dihitung

tiap cc nya dengan menggunakan rumus berikut.

Jumlah sel tiap cc =1 cm3

volume petak× rata − rata jumlah sel tiap petak

Keterangan:

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

Gambar 3. Petak Haemocytometer dan Penggunaan Haemocytometer pada Mikroskop

2.1.2. Pengukuran Total Asam

Pertama-tama, 10 ml sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Buret dan statif

disiapkan terlebih dahulu. Buret diisi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sebanyak 50 ml.

Sesaat akan dilakukan titrasi, sampel diteteskan dengan indikator phenolpthalein (PP)

sebanyak 2 tetes. Menurut teori Chang (1991), penggunaan indikator harus sesuai dengan

jenis titran yang digunakan. Penggunaan indikator PP dapat bereaksi dengan basa yang

Page 13: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

12

nantinya akan menghasilkan warna merah muda. Maka, penggunaan PP dan NaOH telah

sesuai dengan teori yang ada. Petrucci & Suminar (1987) menambahkan bahwa titrasi

pada umumnya menggunakan asam atau basa kuat. Titrasi dihentikan ketika terbentuk

warna merah muda pada sampel. Banyaknya NaOH yang digunakan kemudian dicatat

dan dilakukan penghitungan total asam dengan menggunakan rumus berikut.

Total asam = ml NaOH × Normalitas NaOH × 192

10 ml sampel

Gambar 4. Titrasi

2.1.3. Pengukuran pH

Pertama-tama, 10 ml sampel dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian sampel

diukur pHnya dengan menggunakan pH meter. Nilai pH yang telah didapatkan, kemudian

dicatat. Menurut Tranggono et al., (1989), pH merupakan konsentrasi ion H+ dan

merupakan ukuran suatu asam. Martoharsono (1994) menambahkan bahwa pH larutan

dapat diukur dengan menggunakan metode titrasi, kertas lakmus serta pH meter. Day &

Underwood (1992) menambahkan bahwa prinsip penggunaan pH meter adalah dengan

mencelupkan elektroda pH meter pada sampel. Pencelupan elektroda tidak diperbolehkan

menyentuh wadah, karena dapat mengurangi ketelitian pengukuran pH tersebut.

Gambar 5. pH meter

2.1.4. Pengukuran Nilai OD / Absorbansi

Page 14: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

13

Pertama-tama, sampel dimasukkan ke dalam cuvet yang sisi-sisinya sudah dibersihkan

dengan menggunakan tissue. Setelah itu, cuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer

dengan panjang gelombang 660 nm. Penggunaan panjang gelombang 660 nm sudah

sesuai dengan teori Sevda & Rodrigues (2011) bahwa pengukuran OD yang digunakan

untuk mengetahui jumlah S. cerevisiae adalah 660 nm. Nilai OD yang telah didapatkan,

kemudian dicatat. Ewing (1976) menambahkan bahwa nilai absorbansi akan semakin

tinggi apabila konsentrasi larutan semakin tinggi yang ditandai dengan kekeruhan pada

larutan sampel.

Gambar 6. Mengukur nilai OD dengan Spektrofotometer

2.2. Hasil Pengamatan

Berdasarkan Tabel 1., dapat dilihat bahwa seluruh kelompok menggunakan sari apel yang

ditambah dengan kultur S. cerevisiae. Dapat dilihat bahwa waktu fermentasi yang

dilakukan adalah 5 hari yang di beri kode sebagai N0, N24, N48, N72 dan N96. Data rata-

rata per jumlah mikroorganisme tiap cc didapati memiliki hasil yang fluktuatif dan

berbeda tiap kelompoknya. Pada data OD, dapat dilihat bahwa kelompok F1 memiliki

nilai OD yang terus meningkat seiiring berjalannya waktu fermentasi, sedangkan untuk

kelompok lainnya mengalami kenaikan dan penurunan pada N72 dan N96. Kemudian, pada

N48 mengalami penurunan pH menjadi semakin asam. Seiring berjalannya fermentasi, pH

pada N72 akan mengalami peningkatan kembali. Lalu, pada data total asam dapat dilihat

bahwa, pada N48 mengalami kenaikan total asam menjadi semakin asam. Seiring

berjalannya fermentasi, pH pada N72 akan mengalami penurunan total asam. Faktor yang

dapat mempengaruhi hasil menurut Fardiaz (1992) yaitu faktor lingkungan seperti suhu,

kelembaban, pH lingkungan serta O2. Didukung oleh teori Fardiaz (1992), suhu optimal

untuk pertumbuhan yeast adalah sekitar 25-30 oC.

Page 15: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

14

Gambar 7. Hasil Produk Minuman Vinegar

2.2.1. Hubungan Nilai OD dengan Waktu Fermentasi

Berdasarkan Grafik 1., dapat dilihat bahwa hubungan antara OD dengan waktu fermentasi

pada tiap kelompok mengalami peningkatan hingga N48. Kelompok F2 dan F4 mengalami

penurunan pada N72, sedangkan kelompok F1, F3 dan F5 mengalami kenaikan. Pada N96,

kelompok F2 dan F1 mengalami kenaikan, sedangkan F3, F4 dan F5 mengalami

penurunan. Hasil yang didapatkan sangatlah fluktuatif.

Jomdecha & Prateepasen (2006) mengemukakan bahwa waktu fermentasi berbanding

lurus dengan nilai absorbansi yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah sel

yeast selama fermentasi akan semakin meningkat, akan tetapi pada akhir fermentasi akan

mengalami penurunan karena telah berada pada fase kematian. Laily et al., (2004)

menambahkan bahwa peningkatan nilai OD menunjukkan sel yeast ada pada fase

pertumbuhan. Berdasarkan teori diatas, dapat dilihat bahwa data kelompok F1 telah

sesuai dengan teori karena semakin lama waktu fermentasi, maka nilai OD akan semakin

tinggi. Sedangkan utnuk kelompok F2, F3, F4 dan F5 masih kurang sesuai dengan teori

yang ada. Pada N72, nilai OD kelompok F2 dan F4 mengalami penurunan dan kemudian

pada N96 mengalami kenaikan nilai OD. Berbeda dengan kelompok F3 dan F5, nilai OD

hingga N72 mengalami kenaikan, akan tetapi, pada N96 mengalami penurunan. Menurut

Ewing (1976) dan Khopkar (2002), penurunan jumlah sel yeast dikarenakan penempatan

cuvet yang kurang tepat, kotornya cuvet, serta adanya zat pengotor pada sampel yang diuji

sehingga dapat mempengaruhi pembacaan spektrofotometri.

2.2.2. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu Fermentasi

Berdasarkan Grafik 2., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme

dengan waktu fermentasi pada seluruh kelompok mengalami peningkatan pada N24.

Kelompok F1, F4 dan F5 mengalami penurunan jumlah sel mikroorganisme pada N48,

Page 16: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

15

sedangkan kelompok F2 dan F3 mengalami kenaikan. Untuk kelompok F3, jumlah sel

mikroorganisme terus meningkat hingga N72. Pada N96, seluruh kelompok kecuali F3

mengalami kenaikan jumlah sel mikroorganisme. Hasil yang didapatkan sangatlah

fluktuatif. Menurut Fardiaz (1992), sewaktu inkubasi, mikroorganisme akan ada pada

fase lag. Fase lag merupakan fase adaptasi sel pada lingkungan. Selanjutnya akan

memasuki fase log atau fase akselerasi, pada fase ini pertumbuhan mikroorganisme

sangat pesat. Triwahyuni et al., (2012) menambahkan bahwa pada proses fermentasi, sel

yeast mengalami pertumbuhan yang cepat pada inkubasi 24-48 jam. Pada jam ke-48,

pertumbuhan yeast berada pada fase log atau akselerasi, dimana jumlah yeast akan

menjadi sangat tinggi. Setelah jam ke-48, yeast akan memasuki fase stasioner yang

dikarenakan substrat yang ada sudah semakin sedikit. Setelah fase stasioner, sel yeast

akan memasuki fase kematian atau death phase yang menyebebakan sel yeast dalam

mengalami penurunan atau tidak tumbuh kembali karena media sudah habis. Berdasarkan

teori diatas, data yang sesuai dengan teori hanyalah kelompok F2 dan F3 dimana sel yeast

mengalami penurunan pada N72 dan N96, sedangkan pada kelompok F1, F4 dan F5

didapati penurunan sel yeast mulai dari N48.

Penurunan sel pada N48 kurang sesuai dengan teori Triwahyuni et al., (2012) yang telah

disebutkan tadi. Ketidaksesuaian pada praktikum kali ini terjadi karena saat pengambilan

jumlah sampel yang tidak merata serta kemudian kesalahan pada waktu melakukan

penghitungan jumlah sel yeast. Hal ini didukung oleh teori Atlas (1984) yang mengatakan

bahwa penghitungan jumlah sel dengan haemocytometer akan dipengaruhi saat waktu

pencampuran sampel. Pada saat penetesan sampel, tidak diperbolehkan adanya

gelembung udara pada plat. Clark (2007) menambahkan bahwa peningkatan jumlah sel

akan berbanding lurus dengan waktu fermentasi, namun pada waktu N96 akan mengalami

penurunan jumlah sel yeast karena telah berada pada fase kematian.

Gambar 8. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Page 17: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

16

Gambar 9. Sel Yeast pada Plat Haemocytometer

2.2.3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

Berdasarkan Grafik 3., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme

dengan pH pada seluruh kelompok mengalami memiliki hasil yang berbeda-beda.

Semakin basa pH yang diperoleh, maka semakin tinggi pula jumlah sel

mikroorganismenya. Namun, dapat dilihat pada kelompok F1 memiliki pH paling basa

3,8 pada N0 dimana jumlah mikroorganisme masih sedikit. Pada praktikum kali ini, pH

yang dihasilkan adalah sekitar 3,13 hingga 3,82. Menurut teori Roukas (1994), S.

cerevisiae tumbuh optimum pada pH 3,5-6,5. Berdasarkan hasil yang diperoleh,

seharusnya semakin banyak jumlah sel yeast dan semakin lama waktu fermentasi, pH

yang diperoleh akan semakin asam. Hal ini dapat terjadi karena S. cerevisiae dapat

mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 (Gaman & Sherrington, 1994); Lievense &

Lim, 1982 dalam Kulkarni et al., 2011). Yalcin & Ozbas (2008) menambahkan bahwa

pH dapat mempengaruhi proses fermentasi. Apabila pH terlalu tinggi, laju produksi sel

yeast akan semakin menurun karena sel tersebut tumbuh optimal pada pH 4.

Berdasarkan teori diatas, maka dapat dilihat bahwa hasil praktikum yang sesuai ada pada

kelompok F3 yang jumlah sel yeastnya mengalami peningkatan hingga N72 dan

mengalami penurunan pada N96. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat pula pH

kelompok F3 pada N0 memiliki pH 3,27. Lalu selama fermentasi hingga N72, pH akan

menjadi semakin asam seiring dengan banyaknya jumlah sel yeast. Untuk kelompok

selain F3 masih kurang sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat terjadi karena S.

cerevisiae merupakan yeast yang dapat menghasilkan alkohol yang memiliki sifat asam.

Page 18: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

17

Maka, sewaktu proses fermentasi, alkohol dan CO2 akan semakin banyak dan

menyebabkan pH semakin asam (Kartohardjono et al., 2007).

2.2.4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Nilai OD

Berdasarkan Grafik 4., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme

dengan OD pada seluruh kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Dapat dilihat

bahwa semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme, maka semakin tinggi pula OD /

absorbansinya. Akan tetapi, terdapat juga hasil jumlah sel mikroorganisme yang menurun

diikuti dengan peningkatan nilai OD (kelompok F1, F4, dan F5). Jomdecha &

Prateepasen (2006) mengemukakan bahwa jumlah sel yeast berbanding lurus dengan nilai

absorbansi yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah sel yeast selama

fermentasi akan semakin meningkat, akan tetapi pada akhir fermentasi akan mengalami

penurunan karena telah berada pada fase kematian. Laily et al., (2004) menambahkan

bahwa peningkatan nilai OD menunjukkan sel yeast ada pada fase pertumbuhan.

Triwahyuni et al., (2012) menambahkan bahwa pada proses fermentasi, sel yeast

mengalami pertumbuhan yang cepat pada inkubasi 24-48 jam. Pada jam ke-48,

pertumbuhan yeast berada pada fase log atau akselerasi, dimana jumlah yeast akan

menjadi sangat tinggi. Setelah jam ke-48, yeast akan memasuki fase stasioner yang

dikarenakan substrat yang ada sudah semakin sedikit. Setelah fase stasioner, sel yeast

akan memasuki fase kematian atau death phase yang menyebebakan sel yeast dalam

mengalami penurunan atau tidak tumbuh kembali karena media sudah habis. Berdasarkan

teori diatas, data yang sesuai dengan teori hanyalah kelompok F2 dan F3 dimana sel yeast

mengalami penurunan pada N72 dan N96, sedangkan pada kelompok F1, F4 dan F5

didapati penurunan sel yeast mulai dari N48. Namun, pada N96 seharusnya didapati jumlah

sel yeast dan nilai OD yang semakin menurun, bukan semakin meningkat. Hal ini

disebabkan karena sel yeast sudah memasuki fase kematian, sehingga alkohol dan CO2

tidak diproduksi kembali karena substrat yang digunakan semakin habis.

2.2.5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam

Berdasarkan Grafik 5., dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme

dengan total asam pada seluruh kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Dapat

dilihat bahwa semakin rendah jumlah sel mikroorganisme, maka semakin tinggi pula total

Page 19: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

18

asamnya. Jumlah sel mikroorganisme yang menurun atau meningkat tidak sama seiring

dengan meningkatnya total asam. Sreeramulu et al., (2000) mengatakan total asam

berbanding lurus dengan jumlah sel yeast yang ada. Maka, semakin tinggi jumlah sel

yeast, total asam akan semakin tinggi pula. Berdasarkan teori diatas, data yang sesuai

dengan teori hanyalah kelompok F2 dan F3 dimana sel yeast mengalami penurunan pada

N72 dan N96, sedangkan pada kelompok F1, F4 dan F5 didapati penurunan sel yeast mulai

dari N48. Namun, pada N96 seharusnya didapati jumlah sel yeast dan total asam yang

semakin menurun, bukan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena sel yeast sudah

memasuki fase kematian, sehingga alkohol dan CO2 tidak diproduksi kembali karena

substrat yang digunakan semakin habis. Ketidaksesuaian hasil dengan teori dapat

disebabkan karena ketidakakuratan sewaktu melakukan titrasi. Hal ini diperkuat oleh Day

& Underwood (1992) bahwa titrasi dilakukan secara perlahan agar titran yang digunakan

tidak menempel pada dinding buret, sehingga pada sewaktu proses pembacaan volume

tidak salah.

Page 20: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

19

3. KESIMPULAN

Produk minuman vinegar adalah hasil fermentasi dari sari apel sebagai media dan S.

cerevisiae sebagai yeast yang mengubah gula menjadi alkohol dan CO2.

Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi ialah suhu, pH, kelembaban dan jumlah

O2.

Haemocytometer merupakan salah satu metode untuk menghitung viable cells dengan

cara menghitung petak-petak dibawah mikroskop.

Keasaman vinegar dapat diuji dengan menggunakan metode titrasi dan pH meter.

Jumlah sel yeast berbanding lurus dengan pH, nilai OD dan total asam.

Waktu fermentasi tergantung pada kurva pertumbuhan S. cerevisiae.

Jumlah sel yeast akan semakin meningkat hingga N48, lalu akan menurun saat N72.

Semarang, 10 Juli 2015

Praktikan, Asisten Praktikum

- Bernardus Daniel H.

- Chaterine Meilani

- Metta Meliani

Fellycia Devi Paramitha

(12.70.0109)

Page 21: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

20

4. DAFTAR PUSTAKA

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard

Publishing Company. New York.

Azizah, N. A.; N. Al-Baarri & S. Mulyani. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap

Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey

dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, Vol. 1 (2) : 72-77.

Semarang.

Chang, R. (1991). Chemistry. MC Graw Hill. USA.

Clark, J. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/

instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak-uv-vis/

hukum_beer_lambert. Diakses tanggal 9 Juli 2015.

Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Kelima Jilid 2.

Erlangga. Jakarta.

Ewing, G. W. (1976).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book

Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Hadioetomo, R. S., (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka.

Jakarta.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap

Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Jomdecha, C. & A. Prateepasen. (2006). The Research of Low Ultrasonic Energy Affects

to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia Pacific Conference on NDT.

Auckland, New Zealand.

Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi & Yuliusman. (2007). Absorbsi CO2 dari

Campurannya dengan CH4 atau N2 melalui Kontaktor Membran Serat Berongga

Menggunakan Pelarut Air. Jurnal Teknologi, Vol. 11 (2): 97-102.

Page 22: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

21

Khopkar, S. M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Pers.

Jakarta.

Kulkarni. 2011. Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of

S.cereveciae for Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced

Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158.

Kwartiningsih, E & L. Nuning S. M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi

Vinegar. Ekuilibrium, Vol. 4 (1) : 8-12.

Laily, N.; Atariansah; D. Nuraini; S. Istini; I. Susanti & L. Hartono. (2004). Kinetika

Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasteurianum Pada Kultur

Kocok. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lievense J.C. and Lim H.C. (1982). The growth and dynamics of Saccharomyces

cerevisiae. Annu. Rep. Ferment. Proc. 5, 211–261.

Lopez, F. N. A., S. Orlic., A. Querol., dan E. Barrio. (2009). Effects of temperature, pH

and sugar concentration on growth parameters of Saccharomyces cerevisiae, S.

kudriavzevii and their interspecific hybrid. International Journal of Food

Microbiology 131: 120-127.

Martoharsono, S. (1994). Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Nogueira, A; J. M. Le Quere; P. Gestin; A. Michel; G. Wosiacki & J. F. Drilleau. (2008).

Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction.

Journal Inst. Brew., Vol. 114 (2) : 102-110.

Petrucci, R & Suminar. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat

Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Querol, A., Fleet, G., (2006). Yeasts in Food and Beverages. Springer-Verlag, Berlin,

Germany.

Roukas, T. 1994. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized

Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology

Biotech. 59: 387-393.

Ruiz, L. C., N. Pérez-Guerra and R.Pérez Roses (2003). Factors affecting the growth of

Saccharomyces cerevisiae in batch culture and in solid sate fermentation, Electronic

journal of Environmental, agriculture and food chemistry, 2 (5) pp 531-542

Page 23: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

22

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama

Sarana Perkasa. Jakarta.

Sevda SB, Rodrigues L (2011) Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During

Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine

Production. J Food Process Technol 2:118.

Sreeramulu; Guttapadu; Y. Zhu & W. Knol. (2000). Kombucha Fermentation and Its

Antimicrobial Activity. Journal Agriculture Food Chem., Vol. 48 (6) : 2589-2594.

Stanburry, P. F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon

Press. New York.

Tranggono; B. Setiaji; Suhardi; Sudarmanto; Y. Marsono; A. Murdiati; I. S. Utami &

Suparmo. (1989). Petunjuk Laboratorium Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas

– Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah & T. idiyanti. (2012). The Effect of Dry Yeast

Saccharomyces cereviceae Concentration on Fermentation Process for Bioethanol

Production from Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31-34.

Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang

Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-

55.pdf

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yalcin & Ozbas. (2008). Effects of Ph and Temperature on Growth and Glycerol

Production Kinetics of Two Indigenous Wine Strains of Saccharomyces cerevisiae

from Turkey. Brazilian Journal of Microbiology, Vol. 39 : 325-332.

Page 24: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

23

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

5.1.1. Perhitungan Jumlah Biomassa dengan Haemocytometer

Rumus :

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎/ 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑠𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑐𝑐 =

1

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘× 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑠𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘

Kelompok F1

- N0 = 1

2,5×10−7 × 5 = 2 × 107

- N24 = 1

2,5×10−7 × 49,25 = 19,7 × 107

- N48= 1

2,5×10−7 × 39 = 15,6 × 107

- N72 = 1

2,5×10−7 × 58 = 23,2 × 107

- N96= 1

2,5×10−7 × 72,75 = 29,1 × 107

Kelompok F2

- N0 = 1

2,5×10−7 × 11,75 = 4,7 × 107

- N24= 1

2,5×10−7 × 91,75 = 36,7 × 107

- N48= 1

2,5×10−7 × 157 = 62,8 × 107

- N72= 1

2,5×10−7 × 94,75 = 37,9 × 107

- N96= 1

2,5×10−7 × 300 = 120 × 107

Kelompok F3

- N0 = 1

2,5×10−7 × 20,25 = 8,1 × 107

- N24= 1

2,5×10−7× 58 = 23,2 × 107

- N48 = 1

2,5×10−7 × 91,5 = 36,6 × 107

- N72= 1

2,5×10−7 × 110,75 = 44,3 × 107

- N96= 1

2,5×10−7 × 40,25 = 16,1 × 107

Kelompok F4

- N0= 1

2,5×10−7 × 20,75 = 8,3 × 107

- N24= 1

2,5×10−7× 105,5 = 42,2 × 107

- N48= 1

2,5×10−7 × 89 = 35, 6 × 107

- N72= 1

2,5×10−7 × 82,25 = 32,9 × 107

- N96= 1

2,5×10−7 × 81,75 = 32,7 × 107

Kelompok F5

- N0= 1

2,5×10−7 × 20 = 8 × 107

- N24 = 1

2,5×10−7 × 144,5 = 57,8 × 107

- N48= 1

2,5×10−7 × 108 = 43, 2 × 107

- N72= 1

2,5×10−7 × 74 = 29,6 × 107

- N96= 1

2,5×10−7 × 133,75 = 53,4 × 107

Page 25: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

24

5.1.2. Perhitungan Total Asam Selama Fermentasi

Rumus perhitungan Total Asam

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 192

𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Kelompok F1

- N0

Volume titrasi = 8,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,5 × 0,1 × 192

10

= 16,32

- N24

Volume titrasi = 10 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 10 × 0,1 × 192

10

= 19,20

- N48

Volume titrasi = 7,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,5 × 0,1 × 192

10

= 14,40

- N72

Volume titrasi = 7,6 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,6 × 0,1 × 192

10

= 14,59

- N96

Volume titrasi = 7,3 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,3 × 0,1 × 192

10

= 14,02

Kelompok F2

- N0

Volume titrasi = 8,6 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,6 × 0,1 × 192

10

= 16,51

- N24

Volume titrasi = 9 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 9 × 0,1 × 192

10

= 17,28

- N48

Volume titrasi = 7,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,5 × 0,1 × 192

10

= 14,40

- N72

Volume titrasi = 7,6 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,6 × 0,1 × 192

10

= 13,82

- N96

Volume titrasi = 7,1 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,1 × 0,1 × 192

10

= 13,63

Page 26: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

25

Kelompok F3

- N0

Volume titrasi = 8,9 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,9 × 0,1 × 192

10

= 17,09

- N24

Volume titrasi = 9 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 9 × 0,1 × 192

10

= 17,28

- N48

Volume titrasi = 8,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,5 × 0,1 × 192

10

= 16,32

- N72

Volume titrasi = 8,1 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,1 × 0,1 × 192

10

= 15,55

- N96

Volume titrasi = 7,3 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,3 × 0,1 × 192

10

= 14,02

Kelompok F4

- N0

Volume titrasi = 8,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,5 × 0,1 × 192

10

= 16,32

- N24

Volume titrasi = 10 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 10 × 0,1 × 192

10

= 19,20

- N48

Volume titrasi = 7,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,5 × 0,1 × 192

10

= 14,40

- N72

Volume titrasi = 7,6 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,6 × 0,1 × 192

10

= 14,59

- N96

Volume titrasi = 7,2 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,2 × 0,1 × 192

10

= 13,82

Kelompok F5

- N0

Volume titrasi = 8,2 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 8,2 × 0,1 × 192

10

= 15,74

- N24

Volume titrasi = 9 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 9 × 0,1 × 192

10

= 17,28

Page 27: KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_FELLYCIA DEVI PARAMITHA_12.70.0109_F5

26

- N48

Volume titrasi = 7,5 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,5 × 0,1 × 192

10

= 14,40

- N72

Volume titrasi = 7,9 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 7,9 × 0,1 × 192

10

= 15,17

- N96

Volume titrasi = 6,7 ml

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 = 6,7 × 0,1 × 192

10= 12,86

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal