KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_GALIH_12.70.0116_F5

30
Acara I KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Galih Aji Priambodo NIM: 12.70.0116 Kelompok F5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

description

Penggunaan vinegar mampu mengurangi jumlah bakteri perusak yang menyebabkan penyakit.

Transcript of KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR_GALIH_12.70.0116_F5

  • Acara I

    KINETIKA FERMENTASI DI DALAM

    PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI FERMENTASI

    Disusun oleh:

    Nama: Galih Aji Priambodo

    NIM: 12.70.0116

    Kelompok F5

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2015

  • 1

    1. HASIL PENGAMATAN

    Berikut merupakan tabel hasil pengamatan vinegar selama 4 hari. Dalam tabel menunjukkan jumlah mikroorganisme yang dihitung

    menggunakan haemocytometer, data nilai OD, pH dan total asam tiap kelompok.

    Tabel 1. Hasil Pengamatan Vinegar.

    Kelompok Perlakuan Waktu MO Tiap Petak Rata-rata/

    MO Tiap Petak

    Rata-rata/ MO Tiap cc

    OD (nm) pH Total

    Asam 1 2 3 4

    F1 Sari Apel +

    S. cerevisiae

    N0 1 4 8 7 5 2 107 0,3162 3,82 16,32

    N24 50 47 55 45 49,25 19,7 107 1,3558 3,24 19,20

    N48 39 40 36 41 39 15,6 107 1,5890 3,35 14,40

    N72 45 62 56 69 58 23,3 107 1,6233 3,37 14,59

    N96 60 72 76 83 72,75 29,1 107 1,8378 3,40 14,02

    F2 Sari Apel +

    S. cerevisiae

    N0 12 13 11 11 11,75 4,7 107

    0,2721 3,24 16,51

    N24 81 101 92 93 91,75 36,7 107

    1,0991 3,22 17,28

    N48 169 123 157 179 157 62,8 107

    1,1038 3,33 14,40

    N72 78 72 101 128 94,75 37,9 107

    0,9060 3,42 13,82

    N96 300 300 300 300 300 120 107

    2,1425 3,43 13,63

    F3 Sari Apel +

    S. cerevisiae

    N0 28 15 22 16 20,25 8,1 107 0,3192 3,27 17,09

    N24 54 62 60 56 58 23,2 107 1,2458 3,22 17,28

    N48 120 82 81 83 91,5 36,6 107 1,4917 3,33 16,32

    N72 123 103 108 109 110,75 44,3 107 1,6415 3,34 15,55

    N96 44 39 41 37 40,25 16,1 107 1,2932 3,42 14,02

    F4 Sari Apel +

    S. cerevisiae

    N0 26 17 11 29 20,75 8,3 107 0,4084 3,30 16,32

    N24 101 90 107 124 105,5 42,2 107 1,5120 3,25 19,20

    N48 81 90 88 97 89 35,6 107 1,5583 3,13 14,40

    N72 83 76 95 75 82,25 32,9 107 0,7487 3,34 14,59

    N96 192 187 124 75 144,5 57,8 107 0,7845 3,48 13,82

  • 2

    F5 Sari Apel +

    S. cerevisiae

    N0 11 27 23 19 20 8 107 0,3352 3,32 15,74

    N24 192 187 124 75 144,5 57,8 107 1,2911 3,23 17,28

    N48 115 106 119 92 108 43,2 107 1,3860 3,35 14,40

    N72 100 75 69 52 74 29,6 107 1,6958 3,54 15,17

    N96 135 89 144 167 133,75 53,4 107 1,4069 3,46 12,86

    Pada tabel hasil pengamatan tampak data menunjukkan fluktuatifnya nilai. Rata-rata mikroorganisme tiap petak dan rata-rata

    mikroorganisme tiap cc juga mengalami fluktuatif nilai, kebanyakan data mengalami kenaikan dan penurunan nilai. Demikian juga pada

    nilai absorbansi yang didapat mengalami fluktuatif nilai. Untuk nilai pH, didapatkan nilai pH antara 3,13-3,82 sementara untuk nilai total

    asam didapatkan nilai antara 12,86-19,20. Untuk dapat menganalisa tiap fluktuatifnya nilai, maka dapat ditampilkan dalam tabel berikut

    agar lebih tampak perbandingannya.

  • 3

    Grafik 1. Hubungan Absorbansi dengan Waktu Fermentasi

    Pada Grafik 1 menunjukkan bahwa nilai absorbansi setiap kelompok menunjukkan nilai

    yang cukup fluktuatif, namun sebagian besar menunjukkan penurunan pada akhir waktu

    fermentasi. Penurunan terjadi pada kelompok F3, F4 dan F5 yang nampak absorbansi

    hari keempat menurun dari hari ketiga. Sementara kenaikan nilai absorbansi pada akhir

    waktu fermentasi terjadi pada kelompok F1 dan F2.

    Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu Fermentasi

    Pada Grafik 2 menunjukkan bahwa jumlah sel setiap kelompok menunjukkan nilai yang

    fluktuatif, namun sebagian besar menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu,

    kecuali kelompok F3 yang menunjukkan penurunan jumlah sel pada hari terakhir.

  • 4

    Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

    Pada Grafik 3 menunjukkan bahwa hubungan jumlah sel dan pH setiap kelompok

    menunjukkan hubungan yang fluktuatif.

    Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Absorbansi

    Grafik 4 menunjukkan hubungan antara jumlah sel dengan nilai absorbansi. Pada grafik

    tampak nilai hubungan antara keduanya fluktuatif. Namun ketika jumlah

    mikroorganisme sedikit dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah mikroorganisme

    menyebabkan peningkatan absorbansi. Dan ketika jumlah mikroorganisme yang

    awalnya sudah banyak menjadi lebih banyak, nilai absorbansi menjadi tidak menentu.

  • 5

    Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam

    Grafik 5 menunjukkan hubungan antara rata-rata jumlah mikroorganisme dengan total

    asam tidak selalu sebanding dalam minuman vinegar, yang mana ketika jumlah

    mikroorgaisme mengalami penurunan maka tidak disertai juga oleh penurunan total

    asam. Secara keseluruhan pola grafik yang ada tidak terbentuk secara teratur atau

    fluktuatif, dimana terihat dari Grafik 5 ada peningkatan jumlah mikroorganisme pada

    beberapa kelompok yang selanjutnya meningkatkan total asam, akan tetapi jumlah

    mikroorganisme yang mengalami penurunan tidak disertai dengan penurunan total

    asam.

  • 6

    2. PEMBAHASAN

    Apel merupakan zat yang memiliki kandungan gizi tinggi seperti fosfor, kalsium, besi,

    vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan B2 serta serat. Apel sebagai buah juga memiliki

    peran besar dalam memperbaiki metabolisme tubuh karena antioksidan yang terkandung

    di dalamnya. Sari buah apel diketahui pula memiliki sifat antiseptik, sehingga bisa

    membantu menekan jumlah bakteri jahat dalam saluran pencernaan, memperbaiki

    metabolisme tubuh, memperlancar aliran darah, mengatasi keracunan, serta menekan

    risiko obesitas (Candra, 2010). Hal ini diperkuat dengan pernyataan (Jhonston, et al.

    2013) yang menyatakan vinegar baik untuk kesehatan, yaitu mampu menghindarkan

    orang dewasa dari resiko diabetes tipe 2.

    Menurut penelitian (Lingham, et al. 2012) penggunaan vinegar mampu mengurangi

    jumlah bakteri perusak yang menyebabkan penyakit. Penelitian ini dilakukan melalui

    isolat dari bakteri yang berasal dari ikan lele. Hasil yang diperoleh adalah positif

    mampu menghambat sehingga dapat meningkatkan kualitas produk perikanan. Karena

    sifatnya yang menyehatkan ini maka apel banyak diolah menjadi berbagai panganan dan

    satu olahan apel yaitu vinegar apel. Vinegar apel didefinisikan sebagai minuman

    alkohol kadar rendah dari sari apel. Sari apel diperoleh dari pengepresan buah apel yang

    selanjutnya mengalami proses fermentasi alkohol dan konversi malolatik (Nogueira et

    al, 2007).

    Dalam praktikum ini, vinegar dibuat dari penambahan inokulum yeast yaitu

    Saccharomyces cereviceae. Menurut Godman (1987), khamir atau yeast merupakan

    jamur bersel tunggal dan memperbanyak diri dengan pertunasan, yaitu sel kecil yang

    tumbuh dari sel induknya. Yeast mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan pati dan

    gula menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida. Jenis yeast bermacam-macam dan

    masing-masing bekerja pada substrat yang berbeda-beda. Atlas (1984), menambahkan

    bahwa mikroorganisme, secara khusus khamir dengan genus Saccharomyces digunakan

    untuk memproduksi berbagai macam tipe minuman beralkohol. Produksi minuman

    beralkohol melalui proses fermentasi alkohol, yaitu konversi gula menjadi alkohol

    melalui enzim mikroba. Flavor dan perbedaan karakteristik lainnya pada berbagai tipe

  • 7

    minuman beralkohol dikarenakan oleh proses produksi dan perbedaan substrat,

    perbedaannya biakan mikrobia atau alur fermentasi yang digunakan.

    Proses fermentasi alkohol dapat menggunakan Saccharomyces cereviceae. Hal ini

    dikarena pemecahan bahan pangan dengan karbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2

    (fermentasi alkohol), dapat dilakukan oleh Saccharomyces cereviceae. Sekumpulan

    enzim yang dimiliki oleh khamir diketahui sebagai zymase yang memiliki peran pada

    fermentasi senyawa gula seperti glukosa menjadi karbondioksida dan etanol (etil

    alkohol). Jika pemberian oksigen berlebihan, sel khamir akan melakukan respirasi

    secara aerobik. Dalam keadaan demikian enzim khamir dapat memecah dengan lebih

    sempurna senyawa gula, dan dihasilkan pula air dan karbondioksida (Gaman &

    Sherrington, 1994). Menurut Rahman (1992) lebar rata-rata Saccharomyces cereviceae

    bersel tunggal adalah antara 4-6 mikron dengan panjang 5-7 mikron (Matz, 1992).

    Saccharomyces cereviceae dapat menfermentasikan glukosa dalam buah apel. Hasil

    pemecahan tersebut akan menghasilkan alkohol dan CO2.

    Pada praktikum pembuatan vinegar ini menggunakan sari apel yang diproses dengan

    menggunakan juicer. Penggunaan juicer dikarenakan juicer memiliki kemampuan

    memisahkan sari apel dari ampas lebih baik daripada blender. Inokulum Saccharomyces

    cereviceae yang telah ditumbuhkan kemudian diinokulasikan secara aseptis dalam sari

    buah apel yang telah disterilisasi. Proses sterilisasi sari buah apel ini menurut Fardiaz

    (1992) dimaksudkan untuk mematikan semua jasad renik/ mikroorganisme yang

    terdapat pada suatu benda, sehingga bila ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada

    lagi jasad renik lain yang dapat berkembang biak. Teknik aseptik dalam inokulasi

    bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari bakteri yang merugikan, baik karena

    kontaminasi praktikan, maupun karena kontaminasi udara lingkungan sekitar (akibat

    cross contamination) (Hadioetomo, 1993).

  • 8

    Gambar 1. Inkubasi Sari Apel Dengan Menggunakan Shaker

    Sari apel yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi dengan perlakuan shaker selama 4

    hari. Menurut Said (1987), proses shaker inkubator digunakan sebagai media aerasi

    untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan agitasi untuk menjamin tercapainya suspensi

    yang seragam dari sel mikroba pada media nutrien yang homogen. Proses aerasi ini

    sangat diperlukan karena pertumbuhan Saccharomyces cereviseae biasanya berlangsung

    secara aerob (Van Hoek et al, 2004). Stanburry & Whitaker (1984) menambahkan

    bahwa agitator memiliki fungsi mengurangi difusi dan menurunkan ukuran gelembung

    udara area antar permukaan serta menjaga kondisi lingkungan yang stabil dalam wadah.

    Dalam melakukan proses shaker, praktikan menggunakan labu erlenmeyer yang telah

    ditutup secara rapat. Metode ini sesuai dengan metode yang diungkapkan oleh Rahman

    (1992) yang menyatakan bahwa proses shaker dilakukan dengan menggunakan labu

    tempat bahan fermentasi dalam kondisi tertutup di atas shaker yang kecepatannya dapat

    diatur.

    Gambar 2. Pengukuran Biomassa Menggunakan Haemocytometer

    Pengujian pertama adalah mengukur biomassa menggunakan haemacytometer. Menurut

    Lobban et al (1988), haemacytometer merupakan alat yang dipakai untuk menghitung

  • 9

    jumlah sel dalam darah dan dapat juga digunakan untuk mengihitung densitas sel dari

    alga yang tergolong kecil. Haemacytometer digunakan untuk sel dengan densitas yang

    lebih besar dari 104 sel/ml. Biasanya ukuran haemacytometer adalah 1 x 1 mm

    2 yang

    kemudian terbagi menjadi sembilan bentuk persegi. Penggunaan dari haemacytometer

    adalah dengan cara sampel yang akan diamati diambil dengan menggunakan pipet

    pasteur yang kemudian sampel tersebut diletakkan diatas cekungan pada

    haemacytometer. Permukaan cekungan yang telah diberi sampel ditutup dengan

    penutup kaca tipis dan kemudian mengamatinya dengan menggunakan mikroskop.

    Dalam menggunakan haemacytometer, ketepatan perhitungannya tergantung pada

    ketepatan menghitung jumlah ruang, mencampur sampel dan jumlah sel (200-500 setiap

    0,1 mm3).

    Setiap harinya biomassa diukur menggunakan Haemacytometer yang diletakkan pada

    mikroskop dan dihitung rata-rata yeast yang tampak selama empat hari praktikum.

    Kemudian hasil pengamatan dapat dibandingkan dengan waktu, pH, OD/ absorbansi

    dan total asam. Proses pengamatan vinegar apel dilakukan setiap 24 jam sekali. Ada

    empat hal yang diamati dalam praktikum ini, yaitu jumlah sel, total asam, pH dan OD/

    absorbansi. Jumlah sel Saccharomyces cereviceae pada vinegar apel dapat diketahui

    dengan menggunakan enumerasi mikroskopik metode Petroff-Hauser yang

    menggunakan pertolongan kotak-kotak skala haemocytometer dalam melakukan

    hitungan mikroskopiknya (Fardiaz, 1992). Haemocytometer adalah suatu ruang hitung

    dengan petakpetak berukuran kecil sebagai penghitung jumlah sel di bawah

    mikroskop, umumnya digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar ukuran sel darah

    merah (Hadioetomo, 1993).

    Dari hasil pengamatan (Grafik 2) diketahui bahwa pada kebanyakan kelompok terjadi

    peningkatan jumlah sel mikroorganisme hingga fermentasi hari ke 4 (N 96). Namun

    berbeda dengan kelompok F3 yang menunjukkan penurunan jumlah sel pada hari

    terakhir (N 96).

  • 10

    Gambar 3. Hasil Pengamatan Biomassa Yeast Menggunakan Haemocytometer

    Peningkatan jumlah sel mikroorganisme ini terjadi karena glukosa yang ada di dalam

    sari apel digunakan sebagai energi melakukan pertumbuhan oleh Saccharomyces

    cereviceae. Sedangkan terjadinya penurunan pada jumlah sel mikroorganisme dihari

    ketiga hingga keempat terjadi karena Saccharomyces cereviceae mengalami kematian.

    Hasil ini membuktikan teori Stanburry & Whitaker (1984), bahwa penginokulasian pada

    kultur terjadi melalui beberapa fase yaitu fase lag, fase log, fase stasioner dan fase

    kematian. Fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian paling terlihat pada kurva

    kelompok F3 (Grafik 2) dimana fase lag terjadi pada waktu N0-N24, fase log pada

    waktu N24-N48, fase stationer pada N48-N72 dan fase kematian pada waktu N72-N96.

    Pada kelompok lain fase pertumbuhan lag, log, stasioner dan kematiaan Saccharomyces

    cereviceae tidak dapat teramati karena seluruhnya justru meningkat pada hari terakhir,

    dan bukannya menrun seperti yang seharusnya. Hal ini karena metode pengukuran

    jumlah sel dengan haemocytometer merupakan metode penerkaan sehingga jumlah sel

    yang terhitung mungkin saja lebih banyak atau lebih sedikit. Selain itu dimungkinkan

    praktikan salah menghitung sel, yaitu tidak tepat pada garis atau kotak yang seharusnya.

    Dapat pula media terkontaminasi yeast liar sehingga jumlahnya terus meningkat. Selain

    itu, menurut pertanyaan Anonim (2008), faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan

    dalam haemacytometer antara lain:

    Suspensi yang tidak seragam.

    Tidak bersihnya chamber (ruang untuk menghitung jumlah sel).

    Adanya sel yang berada dalam garis perbatasan.

    Selain itu, kinetika pertumbuhan sel Saccharomyces cereviceae dipengaruhi oleh faktor

    lain yaitu suhu. Menurut Canbas, et al. (2007), masa hidup Saccharomyces cerevicae

    akan lebih lama jika berada pada suhu 25oC dibandingkan suhu 18

    oC. Seiring dengan

    pertambahan suhu atau temperatur maka akan meningkat pula kecepatan pertumbuhan

  • 11

    dan pengkonversian sumber karbon. Namun peningkatan temperatur tersebut terbatas,

    hanya sampai pada suhu 27oC, dan jika melebihi dari suhu 27

    oC maka pertumbuhan sel-

    sel yeast tidak dapat berlangsung dengan baik lagi.

    Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diketahui pula bahwa hasil jumlah sel tiap

    kelompok dapat berbeda-beda. Hal ini menurut Hayes (1995) disebabkan karena adanya

    faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa faktor

    tersebut, antara lain nutrien, suhu, kelembaban, oksigen, dan pH. Penelitian Van Hoek

    et al (2004) juga mendukung apa yang telah diungkapkan oleh Hayes (1995). Menurut

    Van Hoek et al (2004), keoptimalan produktivitas bakers yeast juga akan sangat

    dipengaruhi oleh parameter lingkungan sekitar, seperti pH, suhu, laju aerasi, jenis gula,

    nitrogen, dan fosfor. Selain itu menurut Kulkarni et al (2011), pertumbuhan dan

    produksi alkohol S.cerevisiae dipengaruhi oleh penambahan biotin dan daun jambu.

    Namun, penambahan biotin pada kondisi pertumbuhan yang optimun tidak dapat

    meningkatkan produksi alkohol sedangkan penambahan daun jambu dapat

    meningkatkan produksi alkohol.

    Pada pengukuran OD/ absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer

    pada panjang gelombang 660 nm. Berdasarkan hasil pada Grafik 4 dan Tabel 1

    hubungan yang jelas antara jumlah sel dengan OD sulit diketahui. Hal ini karena pola

    pasti hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan tingkat kekeruhan (OD) tidak

    terbentuk. Ketika jumlah sel meningkat terkadang OD terbaca meningkat dan terkadang

    OD terbaca menurun. Terjadinya kesalahan pengukuran OD bisa dikarenakan sinar

    tersesat (stray light) yang bisa menumbuk sel dan kerja sistem optik yang terganggu

    karena debu (Khopkar, 2002). Serta kemungkinan lain seperti adanya ampas apel dalam

    sari apel karena tidak disaring dahulu sehingga dapat mempengaruhi pembacaan

    spektrofotometri. Sama halnya dengan Grafik 1, tidak dapat terlihat hubungan antara

    lama waktu fermentasi dengan tingkat kekeruhan yang terukur sebagai optical density

    (OD). Namun menurut Clark (2007) bahwa seharusnya absorbansi atau optical density

    dan konsentrasi sel berbanding lurus. Dengan demikian konsentrasi sel dalam suspensi

    dapat dinyatakan sebagai nilai OD (optical density). Oleh karena itu seharusnya jumlah

    sel berbanding lurus dengan nilai OD/ absorbansi. Tetapi hasil yang diperoleh dalam

  • 12

    praktikum ini terlihat adanya ketidaksesuaian hasil pengukuran jumlah sel yang diukur

    dengan menggunakan haemocytometer dan spektrofotometer.

    Gambar 4. Pengukuran Absorbansi

    Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam penggunaan

    spektrofotometer. Menurut Sudarmadji & Suhardi (2000), kesalahan dalam pengukuran

    spektrometri dapat timbul dari banyak sebab, antara lain:

    Kuvet yang telah kotor atau tergores

    Sidik jari yang dapat menyerap radiasi ultra violet

    Ukuran kuvet yang tidak seragam

    Penempatan kuvet yang tidak tepat

    Adanya gelembung udara/ gas dalam lintasan radiasi

    Panjang gelombang yang dihasilkan sudah tidak cocok dengan yang tertera pada

    instrumen

    Kurang teliti dalam penyiapan larutan contoh atau ketidaktetapan larutan contoh.

    Percobaan selanjutnya adalah mengenai hubungan pH dan total asam dengan jumlah sel.

    Pada Grafik 2 menunjukkan bahwa hubungan jumlah sel dan pH setiap kelompok

    menunjukkan hubungan yang fluktuatif. Artinya tidak selalu dengan kenaikan atau

    penurunan pH maka jumlah sel meningkat atau menurun. Begitu pula yang tampak pada

    Grafik 5 yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara keduanya. Pada medium, pH

    yang dihasilakan rata-rata pada kisaran 3,13-3,82. Sedangkan menurut Reed & Rehm

    (1996) yeast mampu menguraikan berbagai macam substrat. Secara umum, yeast

    tumbuh efisien pada pH 3,5-6 dan temperatur 25-30oC. Asamnya media yang digunakan

  • 13

    dapat dikarenakan media sari apel yang digunakan bersifat asam sehingga pH media

    rendah.

    Gambar 5. Pengukuran pH dan Total Asam

    Berdasarkan teori tersebut, seharusnya jumlah sel yang semakin banyak akan membuat

    pH larutan semakin rendah. Hal ini terjadi karena asam yang dihasilkan semakin

    banyak. Akan tetapi pada praktikum kali ini, kultur bakteri asam laktat tidak

    ditambahkan sehingga asam yang terbentuk adalah asam dari yeast itu sendiri. Menurut

    teori, seharusnya seiring jumlah sel yang meningkat maka semakin menurun pH

    substrat karena yeast semakin banyak menghasilkan asam. Namun ketika semakin

    banyak dihasilkan asam dan pertumbuhan yeast terganggu maka akan terjadi penurunan

    jumlah sel yang membuat berkurangnya produksi asam. Sehingga seharusnya kurva

    pertumbuhan mikroorganisme dan penurunan pH larutan berbanding terbalik, yang

    mana jumlah sel semakin banyak maka pH larutan semakin rendah. Dan nantinya akan

    terdapat suatu titik ketika kondisi keduanya sama yaitu yeast berada pada fase stasioner

    dan penurunan pH larutan berhenti. Ketidaksesuaian antara teori dan hasil percobaan

    dapat disebabkan oleh yeast yang mengalami pertumbuhan tidak stabil yaitu karena

    suhu inkubasi dan suhu optimum pertumbuhan yang tidak sesuai.

    Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui pula bahwa pada semua vinegar yang

    dihasilkan terbentuk endapan di bagian dasar dan vinegar yang dihasilkan cukup keruh.

    Menurut Satuhu (1993), aktivitas ragi berhubungan dengan konsentrasi gula yang

    ditambahkan. Karena itu konsentrasi gula pada sari buah harus dipertahankan dalam

    keadaan optimum yaitu 15%. Konsentrasi gula yang optimum akan menyebabkan

  • 14

    aktivitas ragi penuh, sehingga ragi dapat mengubah semua zat-zat dalam sari buah

    secara penuh, sehingga tidak sempat menggumpal dimana oleh karenanya tidak dapat

    membuat cairan menjadi keruh. Jadi, dilihat dari teori yang dikemukakan oleh Satuhu

    (1993) tersebut, endapan yang terbentuk pada vinegar yang telah dibuat ini mungkin

    dapat terjadi karena tidak adanya penambahan gula pada proses fermentasi vinegar ini,

    sehingga konsentrasi gula kurang optimum oleh karena itu menyebabkan terbentuknya

    gumpalan/ endapan yang membuat cairan menjadi keruh. Kekeruhan ini dapat juga

    disebabkan oleh ampas yang terikut dalam proses fermentasi. Karena menurut

    Suratiningsih (1999), sari buah yang benar-benar terbebas dari ampasnya, akan

    menyebabkan semakin sedikitnya ampas yang ikut terlarut dalam cairan dimana akan

    menyebabkan tingkat kekeruhan yang rendah. Selain itu, kekeruhan dan endapan yang

    terbentuk pada vinegar dapat juga disebabkan akibat tingginya kadar pektin pada buah

    apel. Sebab semakin tinggi kadar pektin buah maka semakin keruh pula sari buah yang

    dihasilkan (Astawan & Astawan, 1991). Seharusnya pembuatan vinegar dalam

    konsentrat jus apel akan memberikan hasil yang lebih jernih karena kandungan

    pektinnya akan berkurang akibat adanya kehadiran asam galakturonat yang

    menghasilkan depektinisasi enzimatis (Jarvis & Lea, 2000).

    Pada proses fermentasi vinegar ini terjadi dua tahap, yaitu fermentasi utama dan

    fermentasi lanjutan. Pada fermentasi utama terjadi pengubahan gula oleh khamir

    menjadi alkohol, CO2 dan kalori. Sedangkan fermentasi lanjutan bertujuan meragikan

    sisa ekstrak dari peragian utama, menyempurnakan dan mematangkan rasa dan aroma,

    menjenuhkan kadar O2, serta menjernihkan warna yang dihasilkan (Arpah, 1993).

    Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi fermantasi vinegar ini meliputi asam,

    alkohol, mikroba, suhu fermentasi, dan oksigen (Winarno et al., 1980). Selain dari apel,

    vinegar juga dapat dibuat dari berbagai jenis buah. Salah satunya dalah pisang.

    Berdasarkan penelitian Saha et al. (2013), untuk vinegar alkohol konsentrasi alkohol

    tertinggi adalah 7.77% dengan level gula 10% dan yeast sel 8%. Pembuatan dilakukan

    selama 48 jam pada suhu 28oC. Dengan maksimal keasaman 4,67 dengan menggunakan

    dry yeast (Saccharomyces cerevisiae). Berdasarkan penelitian tersebut, hasil yang

    didapat pada praktikum ini kurang seseuai dengan teori yang ada yaitu seharusnya

    jumlah mikroorganisme dan total asam berbanding lurus. Hal ini dimungkinkan terjadi

  • 15

    karena total asam terlalu banyak dihasilkan sehingga membuat semakin rendah pH

    substrat, dan kondisi tersebutlah yang menjadi penghambat atau mematikan dalam

    pertumbuhan yeast (Krusong & Vichitraka, 2009).

  • 16

    3. KESIMPULAN

    Pada proses fermentasi vinegar ini terjadi dua tahap, yaitu fermentasi utama dan

    fermentasi lanjutan.

    Pada fermentasi utama terjadi pengubahan gula oleh khamir menjadi alkohol, CO2

    dan kalori.

    Pada fermentasi lanjutan bertujuan meragikan sisa ekstrak dari peragian utama,

    menyempurnakan dan mematangkan rasa dan aroma, menjenuhkan kadar O2, serta

    menjernihkan warna yang dihasilkan.

    Dalam proses fermentasi alkohol dapat menggunakan Saccharomyces cereviceae

    yang mampu memecah bahan pangan dengan karbohidrat tinggi menjadi alkohol

    dan CO2 (fermentasi alkohol).

    Jumlah sel Saccharomyces cereviceae pada vinegar apel dapat diketahui dengan

    menggunakan enumerasi mikroskopik dengan pertolongan kotak-kotak skala

    haemocytometer

    Pertumbuhan Saccharomyces cereviceae terdiri dari beberapa fase yaitu fase lag,

    fase log dan fase stasioner.

    Waktu fermentasi semakin lama maka jumlah biomassa sel yang dihasilkan semakin

    banyak namun pada titik tertentu jumlah tersebut akan menjadi berkurang.

    Absorbansi atau optical density berbanding lurus dengan konsentrasi atau jumlah

    sel.

    Nilai OD (optical density) merupakan konsentrasi sel dalam suspensi.

    Semakin banyak jumlah sel maka semakin rendah pH larutan sebab asam yang

    dihasilkan semakin banyak.

    Total asam berbanding lurus dengan jumlah mikroorganisme.

    Semarang, 8 Juli 2015

    Praktikan, Asisten Dosen

    -Bernardus Daniel

    -Metta Meliani

    -Chaterine Meilani

    Galih Aji Priambodo

    12.70.0116

  • 17

    4. DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. (2008). Counting Cell with Haemacytometer. http://www.ajcn.org/cgi/content/

    86/2/276?maxtoshow=&hits=&hits=counting-cell-haemacytometer.21/1/2008.

    Diakses pada tanggal 7 Juli 2015

    Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

    Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat

    Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

    Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard

    Publishing Company. New York.

    Canbas, A; A. Sener and M.U. Unal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature

    on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric for 31, 349-354.

    Candra, Asep. (2010). Cuka Apel Stabilkan Tekanan Darah.

    http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/01/11331416/Cuka.Apel.Stabilkan.Teka

    nan.Darah. Diakses pada tanggal 7 Juli 2015

    Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University

    Press. Yogyakarta.

    Godman, A. (1987). Kamus Sains Bergambar. PT Gramedia. Jakarta.

    Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan Prosedur

    Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Jarvis, B & A. G. H. Lea. (2000). Sulphite Binding in Vinegars. International Journal of

    Food Science and Technology. 35: 113-127.

    Johnston Carol S.; Samantha Quagliano ; Serena White. 2013. Vinegar ingestion at

    mealtime reduced fasting blood glucose concentrations in healthy adults at risk for

    type 2 diabetes. Journal of Functional Food 2013.

    Khopkar, S. M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Pers.

    Jakarta.

  • 18

    Krusong W., & A. Vichitraka. (2009). An investigation of simultaneous pineapple

    vinegar fermentation interaction between acetic acid bacteria and yeast. Asian

    Journal on Food& Agriculture-Ind. 2010, 3(01), 192-203

    Kulkarni (2011). Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of

    S.cereveciae for Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced

    Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158

    Lingham, T. ; Samuel Besong, Gulnihal Ozbay and Jung-Lim Lee. 2012. Antimicrobial

    Activity of Vinegar on Bacterial Species Isolated from Retail and Local Channel

    Catfish (Ictalurus punctatus). J Food Process Technol 2012, S11

    http://dx.doi.org/10.4172/2157-7110.S11-001

    Lobban et al. (1988). Cell Counting using a Haemacytometer.

    http://www.marine.csiro.au/microalgae/methods/haemacytometer%20counting.htm

    Diakses pada tanggal 7 Juli 2015

    Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand

    Reinhold. New York.

    Nogueira et al. ( 2007). Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Vinegar.

    Brazilian Archives of Biology and TechnologyVol.50, n. 6 : pp.1083-1092

    Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

    Reed, G. & H. J. Rehm. (1996). Biotechnology Volume 9. VCH Verlagsge Sellschaft.

    New York.

    Saha, P. ; Soumitra Banerjee. 2013. Optimization of Process Parameters for Vinegar

    Production Using Banana Fermentation. IJRET: International Journal of Research

    in Engineering and Technology eISSN: 2319-1163 | pISSN: 2321-7308. Volume:

    02 Issue: 09.

    Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama

    Sarana Perkasa. Jakarta.

    Satuhu, S. (1993). Penanganan & Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon

    Press. New York.

  • 19

    Sudarmadji S. & B.H. Suhardi. (2000). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit

    Liberty. Yogyakarta.

    Suratiningsih, S. (1999). Pembuatan Anggur Pisang Klutuk. Duta Farming. 17: 1 (1-9).

    Van Hoek, et al. (2004). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of

    BakersYeast.http://aem.asm.org/cgi/content/full/64/11/4266?maxtoshow=&hits=RESULTFORMAT. Diakses pada tanggal 7 Juli 2015

    Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT.

    Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

  • 20

    5. LAMPIRAN

    5.1. Perhitungan

    5.1.1. Perhitungan Jumlah Biomassa dengan Haemocytometer

    Rumus :

    / =

    1

    Kelompok F1

    - N0

    / = 1 + 4 + 8 + 7

    4= 5

    / = 1

    2,5 107 5 = 2 107

    - N24

    / = 50 + 47 + 55 + 45

    4= 49,25

    / = 1

    2,5 107 49,25 = 19,7 107

    - N48

    / = 39 + 40 + 36 + 41

    4= 39

    / = 1

    2,5 107 39 = 15,6 107

    - N72

    / =45 + 62 + 56 + 69

    4= 58

  • 21

    / = 1

    2,5 107 58 = 23,2 107

    - N96

    / = 60 + 72 + 76 + 83

    4= 72,75

    / = 1

    2,5 107 72,75 = 29,1 107

    Kelompok F2

    - N0

    / = 12 + 13 + 11 + 11

    4= 11,75

    / = 1

    2,5 107 11,75 = 4,7 107

    - N24

    / = 81 + 101 + 92 + 93

    4= 91,75

    / = 1

    2,5 107 91,75 = 36,7 107

    - N48

    / = 169 + 123 + 157 + 179

    4= 157

    / = 1

    2,5 107 157 = 62,8 107

    - N72

    / = 78 + 72 + 101 + 128

    4= 94,75

    / = 1

    2,5 107 94,75 = 37,9 107

  • 22

    - N96

    / = 300 + 300 + 300 + 300

    4= 300

    / = 1

    2,5 107 300 = 120 107

    Kelompok F3

    - N0

    / = 28 + 15 + 22 + 16

    4= 20,25

    / = 1

    2,5 107 20,25 = 8,1 107

    - N24

    / = 54 + 62 + 60 + 56

    4= 58

    / = 1

    2,5 107 58 = 23,2 107

    - N48

    / = 120 + 82 + 81 + 83

    4= 91,5

    / = 1

    2,5 107 91,5 = 36,6 107

    - N72

    / =123 + 103 + 108 + 109

    4= 110,75

    / = 1

    2,5 107 110,75 = 44,3 107

    - N96

    / = 44 + 39 + 41 + 37

    4= 40,25

  • 23

    / = 1

    2,5 107 40,25 = 16,1 107

    Kelompok F4

    - N0

    / = 26 + 17 + 11 + 29

    4= 20,75

    / = 1

    2,5 107 20,75 = 8,3 107

    - N24

    / = 101 + 97 + 107 + 124

    4= 105,5

    / = 1

    2,5 107 105,5 = 42,2 107

    - N48

    / = 81 + 90 + 88 + 97

    4= 89

    / = 1

    2,5 107 89 = 35, 6 107

    - N72

    / = 83 + 76 + 95 + 75

    4= 82,25

    / = 1

    2,5 107 82,25 = 32,9 107

    - N96

    / = 82 + 76 + 83 + 86

    4= 81,75

  • 24

    / = 1

    2,5 107 81,75 = 32,7 107

    Kelompok F5

    - N0

    / = 11 + 27 + 23 + 19

    4= 20

    / = 1

    2,5 107 20 = 8 107

    - N24

    / = 192 + 187 + 124 + 75

    4= 144,5

    / = 1

    2,5 107 144,5 = 57,8 107

    - N48

    / = 115 + 106 + 119 + 92

    4= 108

    / = 1

    2,5 107 108 = 43, 2 107

    - N72

    / = 100 + 75 + 69 + 52

    4= 74

    / = 1

    2,5 107 74 = 29,6 107

    - N96

    / = 135 + 89 + 144 + 167

    4= 133,75

    / = 1

    2,5 107 133,75 = 53,4 107

  • 25

    5.1.2. Perhitungan Total Asam Selama Fermentasi

    Rumusperhitungan Total Asam

    = 192

    Kelompok F1

    - N0

    Volume titrasi = 8,5 ml

    = 8,5 0,1 192

    10= 16,32

    - N24

    Volume titrasi = 10 ml

    = 10 0,1 192

    10= 19,20

    - N48

    Volume titrasi = 7,5 ml

    = 7,5 0,1 192

    10 = 14,40

    - N72

    Volume titrasi = 7,6 ml

    = 7,6 0,1 192

    10 = 14,59

    - N96

    Volume titrasi = 7,3 ml

    = 7,3 0,1 192

    10= 14,02

  • 26

    Kelompok F2

    - N0

    Volume titrasi = 8,6 ml

    = 8,6 0,1 192

    10= 16,51

    - N24

    Volume titrasi = 9 ml

    = 9 0,1 192

    10= 17,28

    - N48

    Volume titrasi = 7,5 ml

    = 7,5 0,1 192

    10= 14,40

    - N72

    Volume titrasi = 7,6 ml

    = 7,6 0,1 192

    10= 13,82

    - N96

    Volume titrasi = 7,1 ml

    = 7,1 0,1 192

    10= 13,63

    Kelompok F3

    - N0

    Volume titrasi = 8,9 ml

    = 8,9 0,1 192

    10= 17,09

  • 27

    - N24

    Volume titrasi = 9 ml

    = 9 0,1 192

    10= 17,28

    - N48

    Volume titrasi = 8,5 ml

    = 8,5 0,1 192

    10= 16,32

    - N72

    Volume titrasi = 8,1 ml

    = 8,1 0,1 192

    10= 15,55

    - N96

    Volume titrasi = 7,3 ml

    = 7,3 0,1 192

    10= 14,02

    Kelompok F4

    - N0

    Volume titrasi = 8,5 ml

    = 8,5 0,1 192

    10= 16,32

    - N24

    Volume titrasi = 10 ml

    = 10 0,1 192

    10= 19,20

    - N48

    Volume titrasi = 7,5 ml

  • 28

    = 7,5 0,1 192

    10= 14,40

    - N72

    Volume titrasi = 7,6 ml

    = 7,6 0,1 192

    10= 14,59

    - N96

    Volume titrasi = 7,2 ml

    = 7,2 0,1 192

    10= 13,82

    Kelompok F5

    - N0

    Volume titrasi = 8,2 ml

    = 8,2 0,1 192

    10= 15,74

    - N24

    Volume titrasi = 9 ml

    = 9 0,1 192

    10= 17,28

    - N48

    Volume titrasi = 7,5 ml

    = 7,5 0,1 192

    10

    = 14,40

  • 29

    - N72

    Volume titrasi = 7,9 ml

    = 7,9 0,1 192

    10= 15,17

    - N96

    Volume titrasi = 6,7 ml

    = 6,7 0,1 192

    10= 12,86

    5.2. Abstrak Jurnal

    5.3. Laporan Sementara