Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

39
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan dari praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar ditinjau dari rata-rata jumlah mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan total asam dapat dilihat pada Tabel 1. Kel Perlak uan Wakt u mikroba tiap petak Rata - rata Rata- rata/tiap cc OD pH Tota l asam 1 2 3 4 B1 Sari apel + S.cerevic eae N0 N24 N48 N72 N96 19 21 40 70 43 14 20 50 60 44 18 21 42 40 40 12 35 45 63 25 15,7 5 24,2 5 44 58,2 5 38 6,3.10 4 9,7.10 4 17,6.1 0 7 23,3.1 0 7 15,2.1 0 7 0,177 6 - 0,145 3 - 0,219 4 - 0,579 6 - 0,300 9 2,9 6 3,1 1 3,1 3 3,2 0 3,2 9 18,0 48 20,1 6 20,5 44 17,0 88 16,3 2 B2 Sari apel + S.cerevic eae N0 N24 N48 N72 N96 42 62 58 68 73 44 60 61 65 78 45 64 73 70 75 43 68 60 75 68 43,5 63,5 63 69,5 73,5 1,74 x 10 8 2,54 x 10 8 2,52 x 10 8 2,78 x 10 8 2,94 x 10 8 0,112 4 - 0,145 3 - 0,219 4 - 0,579 6 - 3,0 1 3,0 9 3,1 2 3,1 3 3,3 2 19,9 7 20,1 6 20,5 4 20,7 4 22,0 8

description

Laporan fermentasi bab kinetika dari kloter B ini membahas tentang hasil analisa jumlah mikroorganisme dengan menggunakan alat Haemocytometer, pH, Optical Density, Total Asam pada cider apel hasil fermentasi menggunakan Saccaromyces cereviciae sebagai inokulumnya yang dianalisa pada hari ke-0 hingga hari ke-5.

Transcript of Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Page 1: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dari praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar

ditinjau dari rata-rata jumlah mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan total asam

dapat dilihat pada Tabel 1.

Kel Perlakuan

Waktu∑ mikroba tiap petak

Rata-rata

Rata-rata/∑ tiap cc

OD pHTotal asam1 2 3 4

B1

Sari apel + S.cereviceae

N0N24N48N72N96

1921407043

1420506044

1821424040

1235456325

15,7524,254458,2538

6,3.104

9,7.104

17,6.107

23,3.107

15,2.107

0,1776-0,1453-0,2194-0,5796-0,3009

2,963,113,133,203,29

18,04820,1620,54417,08816,32

B2

Sari apel + S.cereviceae

N0N24N48N72N96

4262586873

4460616578

4564737075

4368607568

43,563,56369,573,5

1,74 x 108

2,54 x 108

2,52 x 108

2,78 x 108

2,94 x 108

0,1124-0,1453-0,2194-0,5796-0,1304

3,013,093,123,133,32

19,9720,1620,5420,7422,08

B3

Sari apel + S.cereviceae

N0N24N48N72N96

23216081132

26335492138

244466109133

27546795133

253861,7594,25133,25

108

15,2 x 107

24,7 x 107

3,77 x 108

5,33 x 108

0,21710,0476-0,2155-0,57930,2191

2,943,153,193,243,57

18,0518,2418,6216,3215,36

B4

Sari apel + S.cereviceae

N0N24N48N72N96

62678990100

4960649288

44556395114

4762626784

50,56169,58696,5

2,02 x 108

2,44 x 108

2,78 x 108

3,44 x 108

3,86 x 108

0,14500,6964-0,2179-0,36290,0359

2,283,123,123,163,53

15,3616,3218,2415,3616,32

B5

Sari apel + S.cereviceae

N0 0 0 0 0 0 0 0,3116 2,52 19,39N24 38 40 38 32 37 1,48 x 108 -0,1453 3,12 19,58N48 32 35 28 38 33,25 1,33 x 108 -0,0260 3,12 20,16N72 68 58 71 92 72,25 2,89 x 108 0,2155 3,18 20,16N96 50 60 71 70 62,75 2,51 x 108 0,0359 3,68 21,50

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar

Page 2: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dilihat rata-rata mikroba/cc, Optical Density (OD),

pH, dan total asam dari N0 hingga N96. Pada N0, bisa dilihat bahwa rata-rata jumlah

mikroba/cc yang paling besar diperoleh kelompok B4 yakni sebesar 2,02 x 108,

sedangkan rata-rata jumlah mikroba/cc paling kecil diperoleh kelompok B5 yakni

sebesar 0. Pada N24, rata-rata mikroba/cc paling besar diperoleh kelompok B2 yaitu

2,54 x 108, sedangkan jumlah mikroba/cc paling kecil diperoleh kelompok B1 yaitu 9,7

x 104. Pada N48, rata-rata mikroba/cc paling besar diperoleh kelompok B4 yaitu 2,78x

108, sedangkan jumlah mikroba/cc paling kecil diperoleh kelompok B1 yaitu 17,6 x

107. Pada N72, rata-rata mikroba/cc paling besar diperoleh kelompok B3 yaitu 3,77 x

108, sedangkan jumlah mikroba/cc paling kecil diperoleh kelompok B1 yaitu 23,3 x

107. Kemudian pada N96, rata-rata mikroba/cc paling besar diperoleh kelompok B3 yaitu

5,33 x 108, sedangkan jumlah mikroba/cc paling kecil diperoleh kelompok B1 yaitu 15,2

x 107.

Untuk nilai OD (Optical Density) dapat dilihat bahwa pada N0, nilai OD tertinggi

dihasilkan oleh kelompok B5 yaitu 0,3116, sedangkan nilai OD terendah dihasilkan

oleh kelompok B2 yaitu 0,1124. Pada N24, nilai OD tertinggi dihasilkan oleh kelompok

B4 dimana nilai yang dihasilkan yaitu 0,6964, sedangkan nilai OD terendah dihasilkan

oleh kelompok B1, B2, dan B5 dimana didapatkan hasil yang sama yaitu -0,1453. Pada

N48, nilai OD tertinggi dihasilkan oleh kelompok B5 dimana nilai yang dihasilkan sama

yaitu -0,0260, sedangkan nilai OD terendah dihasilkan oleh kelompok B1 dan B2

dimana didapatkan hasil yang sama yaitu -0,2194. Pada N72, nilai OD tertinggi

dihasilkan oleh kelompok B5 dimana nilai yang dihasilkan sama yaitu -0,2155,

sedangkan nilai OD terendah dihasilkan oleh kelompok B1 dan B2 dimana didapatkan

hasil yang sama yaitu -0,5796. Pada N96, nilai OD tertinggi dihasilkan oleh kelompok

B3 yaitu 0,2979, sedangkan nilai OD terendah dihasilkan oleh kelompok B1 dimana

didapatkan hasil yang sama yaitu -0,3009.

Pada nilai pH, dapat dilihat bahwa pada N0, nilai pH tertinggi dihasilkan oleh kelompok

B2 yaitu 3,01; sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh kelompok B4 yaitu 2,28.

Pada N24, nilai pH tertinggi dihasilkan oleh kelompok B3 yaitu 3,15; sedangkan nilai pH

terendah dihasilkan oleh kelompok B2 yaitu 3,09. Pada N48, nilai pH tertinggi dihasilkan

Page 3: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

oleh kelompok B3 yaitu 3,19; sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh kelompok

B1 yaitu 3,09. Pada N72, nilai pH tertinggi dihasilkan oleh kelompok B3 yaitu 3,24;

sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh kelompok B2 yaitu 3,13. Pada N96, nilai pH

tertinggi dihasilkan oleh kelompok B5 yaitu 3,68; sedangkan nilai pH terendah

dihasilkan oleh kelompok B1 yaitu 3,29.

Untuk nilai total asam dapat dilihat bahwa pada N0, nilai total asam tertinggi dihasilkan

oleh kelompok B2 yaitu 19,97 mg/ml; sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh

kelompok B4 yaitu 15,36 mg/ml. Pada N24, nilai total asam tertinggi dihasilkan oleh

kelompok B1 dan B2 didapatkan hasil yang sama yaitu 20,16 mg/ml; sedangkan nilai

pH terendah dihasilkan oleh kelompok B4 yaitu 16,32 mg/ml. Pada N48, nilai total asam

tertinggi dihasilkan oleh kelompok B1 dan B2 dimana didapatkan hasil yang sama yaitu

20,54 mg/ml; sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh kelompok B4 yaitu 18,24

mg/ml. Pada N72, nilai total asam tertinggi dihasilkan oleh kelompok B2 yaitu 20,74

mg/ml; sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh kelompok B4 yaitu 15,36 mg/ml.

Pada N96, nilai total asam tertinggi dihasilkan oleh kelompok B2 yaitu 22,08 mg/ml;

sedangkan nilai pH terendah dihasilkan oleh kelompok B3 yaitu 15,36 mg/ml. Untuk

melihat hubungan antara beberapa parameter yang ada diatas, maka dibuatlah grafik

hubungan antara parameter-parameter tersebut. Berikut merupakan beberapa grafik

antara parameter-parameter yang ada.

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dan Total Asam

15 16 17 18 19 20 21 22 230

100000000200000000300000000400000000500000000600000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

B1B2B3B4B5

Total Asam

Jum

lah

Sel

Page 4: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Berdasarkan Gambar 1 diatas, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel/cc dengan total

asam. Tetapi, dari grafik yang dihasilkan tidak ditemukan pola yang sama tiap

kelompok atau dengan kata lain pada grafik diatas tidak ditemukan korelasi yang tepat.

Hal ini dikarenakan hasil yang didapatkan pada praktikum kinetika kloter B ini

fluktuatif.

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dan Waktu

Berdasarkan Gambar 2 diatas, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel/cc dengan

waktu. Hubungan antara jumlah sel/cc dengan waktu terlihat cenderung berbanding

lurus. Semakin lama waktunya, semakin meningkat pula sel mikroba. Hal tersebut dapat

dilihat pada kelompok B2, B3, dan B4. Sedangkan pada kelompok B1 dan B5 grafik

yang dihasilkan mengalami peningkatan pada waktu tertentu yang kemudian mengalami

penurunan.

Gambar 3. Grafik Hubungan antara OD dan Waktu

N0 N24 N48 N72 N960

100000000200000000300000000400000000500000000600000000

Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

B1B2B3B4B5

Waktu

Jum

lah

Sel

N0 N24 N48 N72 N96

-0.8000-0.6000-0.4000-0.20000.00000.20000.40000.60000.8000

Grafik Hubungan OD dengan Waktu

B1B2B3B4B5

Waktu

OD

Page 5: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Berdasarkan Gambar 3 diatas, dapat dilihat hubungan antara OD (optical Density)

dengan waktu. Ternyata pada grafik tersebut terlihat bahwa hubungan antara keduanya

tidak membentuk pola yang sama dimana mengalami peningkatan dan penurunan yang

tidak beraturan. Pada beberapa kelompok juga dihasilkan nilai OD yang minus pada

waktu tertentu. Hal ini dikarenakan hasil yang didapat ketika praktikum terlalu

fluktuatif.

Gambar 4. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dan OD

Berdasarkan Gambar 4 diatas, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel/cc dengan OD.

Pada grafik tersebut, ternyata juga tidak ditemukan pola yang jelas karena hasil yang

tidak beraturan, Hasil yang didapatkan mengalami peningkatan dan penurunan bahkan

ada hasil yang minus pada beberapa rentang waktu. Hal ini dapat terjadi karena hasil

yang didapatkan saat praktikum terlalu fluktuatif.

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD

B1B2B3B4B5

OD

Jum

lah

Sel

Page 6: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Gambar 5. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dengan pH

2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80

100000000200000000300000000400000000500000000600000000

Hubungan Jumlah Sel dengan pH

B1B2B3B4B5

pH

Jum

lah

Sel

Page 7: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

2. Berdasarkan Gambar 5 diatas, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel/cc dengan

pH. Pada grafik tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antara keduanya relatif

berbanding lurus. Semakin tinggi jumlah selnya semakin meningkat pula pH.

Namun, pada kelompok B1 dan B5 ditemukan adanya penurunan dimana saat pH

meningkat, jumlah sel/cc justru menurun. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukanlah pengamatan pada kinetika fermentasi dalam produksi

minuman vinegar. Bahan baku yang digunakan dalam praktikum ini adalah sari apel.

Sari apel ini kemudian difermentasi menjadi minuman beralkohol yang disebut dengan

cider apel. Sebelum membahas lebih jauh tentang cider apel, pengetrahuan tentang

fermentasi juga perlu diketahui terlebih dahulu.

Fermentasi secara umum adalah suatu perubahan struktur kimia dari bahan organik

dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis serta

melibatkan mikroorganisme yang menghasilkan enzim tersebut (Bailey & Ollis, 1987).

Selain itu, proses fermentasi juga merupakan suatu proses yang sering dilakukan pada

bahan pangan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang memiliki citarasa yang

lebih menarik. Winarno et al (1980) mengatakan bahwa fermentasi merupakan suatu

proses yang menghasilkan CO2 dan alkohol sebagai hasil pemecahan gula oleh aktivitas

mikroorganisme. Semua mikroorganisme yang membantu dalam proses fermentasi pada

dasarnya akan menggunakan karbon sebagai substrat atau sumber makanan. Setelah

sumber karbon yang digunakan telah habis, mikroorganisme akan menggunakan

nitrogen untuk proses metabolisme selanjutnya. Karena itulah bahan pangan yang dapat

digunakan untuk media fermentasi adalah jenis bahan pangan yang kaya akan

kandungan karbon dan nitrogen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil

fermentasi antara lain adalah jenis substrat, jenis mikroorganisme, dan proses

metabolisme mikroorganisme tersebut (Winarno et al, 1980).

Pada praktikum ini, bahan baku yang digunakan adalah sari buah apel. Penggunaan

buah apel dalam praktikum ini sesuai dengan teori Winarno et al (1980) yang

mengatakan bahwa salah satu buah yang memiliki kandungan gula cukup tinggi adalah

apel sehingga buah ini cocok digunakan sebagai substrat dalam fermentasi. Hal ini

Page 8: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

disebabkan karena gula merupakan salah satu faktor yang penting dalam berlansungnya

proses fermentasi. Gula yang berasal dari buah apel ini selanjutnya akan diuraikan oleh

mikroorganisme menjadi alkohol dan CO2. Dalam praktikum kali ini, buah apel diolah

juicer. Sebelum apel dimasukkan ke dalam juicer, apel tersebut harus dicuci terlebih

dahulu dengan tujuan agar bersih dan bebas dari kontaminasi secara fisik. Apel yang

sudah bersih selanjutnya dimasukkan ke dalam juicer. Proses penghancuran yang

dilakukan pada praktikum ini sudah sesuai dengan teori Ikhsan (1997) yang mengatakan

bahwa proses penghancuran dilakukan untuk mengeluarkan gula yang terkandung

dalam buah apel.

2.1. Cara kerja

Pada awalnya sari apel sebanyak 250 ml ditempatkan dalam labu erlenmeyer dan

disterilisasi dengan menggunakan suhu 80°C selama 30 menit. Sterilisasi sari apel ini

memiliki tujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan sehingga nantinya

inokulum S. Cerevisiae dapat tumbuh dengan baik tanpa gangguan dari mikroorganisme

lain, dan dihasilkan cider apel dengan kualitas yang diharapkan (Realita & Debby,

2010). Gambar sterilisasi cider apel yang dilakukan pada prkatikum dapat dilihat pada

Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 6. Sterilisasi Cider Apel Malang Kloter A

Sari apel malang yang sudah di sterilisasi selama 30 menit selanjutnya didinginkan

terlebih dahulu hingga suhunya turun. Sari apel harus dibiarkan dingin terlebih dahulu

beberapa saat dengan tujuan agar mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan

fermentasi akibat khamir S. cerevisiae mati. Khamir S. cerevisiae tidak tahan panas

sehingga sangat beresiko mati apabila langsung dimasukkan ke dalam cider apel yang

sudah disterilisasi (Muljohardjo, 1988). Proses pendinginan dapat dilihat pada gambar 2

dibawah. Setelah itu, biakan yeast sebanyak 30 ml diambil dengan menggunakan pipet

Page 9: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

volume yang telah disterilisasi dan kemudian diinokulasikan pada sari apel. Proses

inokulasi dilakukan secara aseptis dengan tujuan untuk mencegah kontaminasi oleh

mikroorganisme-mikroorganisme pathogen atau yang tidak diinginkan selama proses

fermentasi (Dwidjoseputro, 1994). Biakkan yeast tadi dimasukkan kedalam beaker

glass secara aseptik juga yang kemudian akan dianalisa. Analisa yang yang dilakukan

antara lain adalah pengukuran jumlah mikroba menggunakan haemocytometer,

pengukuran Optical Density dengan spektrofotometer, pengukuran pH menggunakan

pH meter, dan pengukuran total asam dengan cara titrasi. Sari apel yang masih tersisa

selanjutnya diinkubasi di-shaker pada suhu ruang (25-30˚C) selama 5 hari. Setiap 24

jam, sampel akan diambil 30 ml untuk diuji dan dianalisa kembali. Hal tersebut

dilakukan pada hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72), dan hari

ke-4 (N96).

Gambar 7. Proses pendinginan

Jenis khamir yang digunakan sebagai inokulum dalam praktikum ini adalah jenis

Saccharomyces cerevisiae. Yeast merupakan suatu jenis mikroorganisme eukariotik

yang pertumbuhannya diawali dengan proses ekspansi (peningkatan volume) dimana

hal tersebut sesuai dengan teori dari Cooney et al.,(1981). Saccharomyces cereviceae

dipilih sebagai inokulum karena dapat menfermentasikan glukosa dalam buah apel

untuk menghasilkan alkohol dan CO2 (Rahman,1992). Walaupun demikian penggunaan

jenis khamir ini juga memiliki kelemahan. Menurut Wang et al (2004) dimana

walaupun khamir S. cerevisiae berkeja optimal untuk memecah glukosa, jenis gula yang

terkandung di dalam buah apel tidak hanya glukosa melainkan juga fruktosa dan

sukrosa. Kandungan fruktosa didalam buah apel terbilang cukup tinggi yaitu mencapai

70 %. Khamir yang memiliki sifat lebih menyukai glukosa, secara otomatis akan

mencerna kandungan fruktosa secara lebih lama. Sehingga resiko timbulnya

konsentrasi residu gula dari fruktosa menjadi tinggi. Residu gula ini yang nantinya

Page 10: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

dapat menyebabkan off flavor di produk akhir. Tetapi terlepas dari itu semua, Bennion

& Hughes, (1970) menjelaskan bahwa pengunaan yeast memiliki kelebihan lain,

sehingga sering digunakan dalam proses fermentasi. Kelebihan tersebut antara lain

memberi rasa dan aroma/ flavor yang khas pada produk fermentasi, serta dapat menahan

pelepasan gas menjadi lebih lama.

Sari apel yang sudah diinokulasi dengan S. cerevisiae yang masih berada didalam

Erlenmeyer diinkubasi dengan perlakuan shaker dengan penggoyangan pada suhu ruang

yaitu 25 - 30°C. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Fardiaz (1992) yang

mengatakan bahwa suhu yang optimum agar khamir dapat tumbuh dengan baik adalah

pada suhu 25 - 30°C. Sementara itu suhu maksimum untuk pertumbuhannya adalah 37 -

47°C. Pada jurnal “Genetic and phenotypic diversity of autochthonous cider yeasts in a

cellar from Asturias” (R. Pando et al., 2009), dikatakan bahwa selain S. cerevisiae,

cider apel dapat dibuat pula dengan Saccharomyces pastorianus, Saccharomyces

bayanus, Saccharomyces mikatae, serta Saccharomyces kudriavzevii. Proses inkubasi

menggunakan shaker ini memiliki beberapa tujuan antara lain:

1. Membantu pertumbuhan yeast yang merupakan agen fermentasi

2. Menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikroorganisme di dalam media fermentasi

3. Mengecilkan ukuran gelembung-gelembung udara agar zona antar permukaan lebih

besar untuk transfer oksigen dan untuk mengurangi difusi

4. Mempertahankan kondisi media yang stabil

(Said, 1987) dan (Stanburry & Whitaker, 1984)

Selama proses inkubasi berlangsung, erlenmeyer yang digunakan ditutup dengan

aluminium foil. Dimana hal tersebut sesuai dengan teori Rahman (1992) yang

mengatakan bahwa wadah yang diletakkan di-shaker harus diberi penutup dengan

tujuan untuk menjaga kesterilan. Namun demikian, meskipun ditutup, udara dari luar

harus dapat tetap masuk ke dalam wadah. Selain aluminium foil, kapas dan busa juga

dapat digunakan sebagai penutup. Selain memperhatikan penutup, kecepatan shaker

juga harus tetap dijaga media tidak bergolak yang mana dapat mengakibatkan terjadinya

proses aerasi.

Page 11: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

2.1.1. Pengukuran biomassa dengan Haemocytometer

Pengukuran biomassa khamir di dalam media cider apel pada fermentasi ini dilakukan

dengan menggunakan alat haemocytometer. Jumlah sel Saccharomyces cereviceae

dalam cider apel dapat diketahui dengan menggunakan enumerasi mikroskopik metode

Petroff-Hauser. Dimana perhitungan mikroskopik dilakukan dengan pertolongan kotak-

kotak skala haemocytometer (Fardiaz, 1992). adalah suatu ruang hitung yang terdiri atas

petak–petak berukuran kecil yang berfungsi untuk menghitung jumlah sel di bawah

mikroskop. Metode ini biasanya digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar ukuran sel

darah merah. Alat ini bisa menghitung jumlah atau kepadatan sel dalam suatu media

dengan kondisi konsentrasi rendah (Hadioetomo, 1993).

Gambar 8. Pengisian kedalam Haemocytometer

Haemocytometer memiliki sembilan kotak yang terpisahkan oleh 3 garis. Di dalam

masing – masing sembilan kotak itu ada 16 kotak kecil. Jumlah sel yang dihitung yakni

sel – sel khamir di dalam 4 kotak besar yang berdekatan (Atlas, 1984). Pertama – tama

sampel yang hendak diteliti diambil dengan pipet tetes kemudian dituangkan ke atas

haemocytometer. Penuangan sampel ini dengan catatan tidak boleh terdapat gelembung

karena nantinya akan menyulitkan penghitungan jumlah biomassa. Setelah sampel

dituangkan, sampel ditutup dengan deck glass setebal 0,1 mm. Haemocytometer

kemudian diletakkan di bawah mikroskop untuk dilakukan penghitungan kepadatan

mikroorganisme yang digunakan. Menurut Chen & Chiang (2011), sel yang dihitung

sebagai data kepadatan biomassa, adalah sel – sel yang berada pada kotak 4 x 4 dengan

3 garis lurus sebagai pembatas di masing – masing tepinya. Chen & Chiang (2011) juga

menambahkan keunggulan dari haemocytometer adalah murah dan dapat digunakan

untuk skala kecil. Selain itu alat tersebut cukup teliti yaitu dengan ketelitian mencapai

84,6 % (Atlas, 1984).

Page 12: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Penghitungan nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap petak dilakukan dengan

cara merata-rata jumlah mikroorganisme di empat buah kotak 4x4 yang telah ditentukan

ketika pencarian. Sedangkan nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme setiap cc nya

didapatkan dengan cara membagi rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap petak

dengan volume petak. Diketahui volume petak adalah sebesar 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1

mm. Didapatkan nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap petak sebanding dengan

nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap cc nya. Pengukuran laju kinetika

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

proses fermentasi dapat menghasilkan etanol dari hasil reduksi gula dari substrat sari

apel malang.

2.1.2. Penentuan OD (Optical Density)

Selain dilakukan pengukuran jumlah mikroba, dalam praktikum ini juga dilakukan

pengukuran Optical Density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer. Prinsip dari

penggunaan spektrofotometer adalah dengan membandingkan absorbsi energi radiasi

panjang gelombang dari larutan sampel terhadap larutan standar. Panjang gelombang

yang digunakan perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan kemampuan zat yang diuji

untuk mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang yang digunakan (Ewing,

1976). Pengukuran absorbansi pada praktikum ini menggunakan panjang gelombang

660 nm. Dengan demikian panjang gelombang yang digunakan pada praktikum ini

sudah sesuai dengan teori Sevda & Rodrigues (2011) dalam jurnal yang berjudul

“Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L)

Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production” yang mengatakan

bahwa bahwa pengukuran OD terhadap yeast dengan jenis Saccharomyces cereviceae

adalah dengan menggunakan panjang gelombang 660 nm.

2.1.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar/ Cider Apel

Analisa berikutnya adalah pengukuran pH minuman vinegar atau cider apel. Analisa ini

dilakukan dengan mengambil larutan sampel sebanyak 10 ml yang kemudian

dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya pH sampel cider apel malang diukur

Page 13: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

dengan menggunakan pH meter dan hasil dari setiap kelompok dicatat dan

dibandingkan.

Gambar 9. Penggunaan pH meter

Didalam jurnal “Status of Winer Production from Guava (Psidium Guajava L) : A

traditional Food in India” (Gurvinder & Pooja, 2011), dikatakan bahwa tingkat pH

pada media pertumbuhan S. cerevisiae sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan

berpengaruh pada kesuksesan proses fermentasi sebab secara langsung mempengaruhi

pertumbuhan khamir S. cerevisiae. Sehingga dapat mempengaruhi jumlah etanol yang

terbentuk dan karakteristik sensori dari produk akhir yang diinginkan.

2.1.4. Penentuan Total Asam di dalam Sampel Cider Apel selama Fermentasi

Selain analisa OD dan pH, juga dilakukan uji total asam selama fermentasi dilakukan

dengan menggunakan metode titrasi. Pertama - tama 10 ml sampel cider apel diambil

dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dilakukan dengan indikator PP hingga larutan

sampel berubah warna menjadi kecoklatan. Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi

akan digunakan untuk mengethaui total asam selama fermentasi dengan memasukkan

data tersebut ke dalam rumus berikut ini :

Total asam (mg/ml) : ml NaOH x Normalitas NaOH X 192

10 ml sampel

Page 14: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Pengukuran asam ini dilakukan bersamaan dengan penghitungan biomassa

menggunakan alat haemocytometer. Penggunaan NaOH 0,1 N juga telah sesuai dengan

pernyataan Petrucci & Suminar (1987) bahwa titrasi dilakukan dengan larutan standar

berupa basa atau asam kuat yang telah diketahui konsentrasinya. Menurut Solomon

(1983) indikator PP akan mengalami perubahan warna dari colorless / tidak berwarna

pada kondisi asam atau netral, menjadi kecoklatan di kondisi basa di saat titik akhir

titrasi. Indikator ini berkeja baik pada kisaran pH 8-9. Hasil titrasi sampel cider apel

dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini.

Gambar 10. Hasil titrasi

2.2. Pembahasan hasil2.2.1. Hubungan Antara Jumlah Mikroorganisme dan Waktu

Jumlah mikroba yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok berbeda meskipun

menggunakan bahan dan kultur yang sama dimana hal tersebut dapat dilihat pada tabel

hasil pengamatan. Ternyata hal tersebut juga terjadi setiap harinya. Pada Gambar 2,

dapat diketahui bahwa jumlah mikroba akan mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan waktu kecuali pada kelompok B1 dan B5. Hal tersebut menunjukkan

bahwa selama proses inkubasi terjadi pertumbuhan yeast. Menurut Campelo & Isabel

(2004), pertumbuhan yeast ini disebabkan karena adanya nutrisi pada media yang

memanfaatkannya untuk tumbuh serta adanya kondisi aerob yang mendukung

pertumbuhan yeast. Inkubasi yang dilakukan dengan kondisi aerob dan tekanan tinggi

juga akan mendukung pertumbuhan yeast Saccharomyces cereviceae.

Menurut jurnal yang berjudul “Effects of temperature, pH and sugar Concentration on

the growth parameters of Saccharomyces cerevisiae, S. kudriavzevii and their

interspecific hybrid” dikatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan dari yeast, yaitu pH, suhu, dan nutrient yang terkandung dalam media

yang dalam hal ini adalah gula (Noe et al, 2009). Kandungan senyawa volatil seperti

Page 15: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

contohnya kandungan etanol selama proses fermentasi dipengaruhi oleh suhu fermentasi

dan selama terjadinya proses fermentasi, dihasilkan pula asam laktat dan asam asetat.

Oleh sebab itu, produksi asam volatil seperti diatas harus dicegah selama fermentasi

(Herrero et al, 2006).

Dalam jurnal yang berjudul “Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity

of Baker’s Yeast”, pada proses fermentasi yang menghasilkan alkohol, jumlah mikroba

akan mengalami penurunan dalam waktu tertentu setelah pada awalnya mengalami

peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karena alkohol merupakan metabolit sekunder

yang bersifat toksik bagi mikroorganisme itu sendiri. Oleh sebab itu, proses fermentasi

yang menghasilkan alkohol biasanya tidak diinginkan. Selain alasan tersebut, penurunan

jumlah mikroba juga dapat disebabkan karena substrat yang digunakan untuk

pertumbuhan mikroba sudah habis. Hasil yang diperoleh ketika praktikum, untuk

kelompok B1 dan B5 sudah sesuai dengan teori, sedangkan pada kelompok lainnya

belum sesuai karena tidak mengalami penurunan jumlah mikroba. Ketidaksesuaian ini

dapat disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam menghitung jumlah mikroba

(Noe et al, 2009).

Angka yang menunjukkan pertumbuhan spesifik dari suatu mikroorganisme spesifik per

satuan waktu disebut dengan kecepatan pertumbuhan spesifik atau spesific growth rate.

Kecepatan pertumbuhan spesifik ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ln Xt = µt + ln X0

dimana, X0 = jumlah mikroba awal sebelum inkubasi

Xt = jumlah mikroba akhir setelah inkubasi

t = waktu dilakukannya inkubasi

µ = kecepatan pertumbuhan spesifik

(Stanburry & Whitaker, 1984)

Pada saat praktikum, garis pada haemocytometer ketika dilihat dengan mikroskop tidak

terlalu jelas. Hal inilah yang menyulitkan proses pengukuran karena sulit mendapatkan

garisnya. Sehingga bisa juga menjadi salah satu penyebab kesalahan pembacaan.

Fardiaz (1992), menjelaskan bahwa salah satu penyebab ketidakjelasan garis ini antara

Page 16: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

lain karena sampel yang terlalu pekat sehingga diperlukan proses pengenceran terlebih

dahulu. Dimana proses pengenceran dapat dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 ml

cider apel kemudian dilarutkan dalam 9 ml aquades dan di-vortex hingga larutan

tersebut homogen. Jumlah sel yang terhitung dari hasil pengenceran tersebut yang

terlihat melalui haemocytometer kemudian dikalikan dengan 10. Proses pengenceran ini

bertujuan untuk memudahkan proses penghitungan biomassa menggunakan

haemocytometer. Walaupun demikian, pada praktikum ini tidak dilakukan pengenceran

tersebut. Berikut adalah foto dari penampakan haemocytometer ketika dilihat dengan

menggunakan mikroskop milik kelompok B5 dimulai dari N0 hingga N96.

N0 N24 N36 N72 N96

2.2.2. Hubungan Antara Jumlah Mikroorganisme dan OD

Sebelumnya telah diketahui melalui teori bahwa nilai OD menunjukkan kekeruhan

suatu larutan. Laily et al (2004) mengatakan bahwa timbulnya kekeruhan pada cider

apel menunjukkan adanya pertumbuhan yeast yang ada di dalamnya. Hubungan antara

keduanya adalah berbanding lurus dimana jika semakin tinggi jumlah mikroba maka

kekeruhan juga akan semakin meningkat yang ditujukan dengan nilai OD yang semakin

tinggi. Selain itu, ketika pertumbuhan mikroba berada dalam fase lag maka nilai OD

akan stabil. Ketika pertumbuhan mikroba berada dalam fase eksponensial atau fase log

maka nilai OD akan meningkat karena terjadi penambahan jumlah mikroba dalam

larutan tersebut. Ketika pertumbuhan mikroba memasuki fase stasioner maka nilai OD

akan mengalami penurunan yang diikuti dengan penurunan bobot biomassa kering

(Laily et al, 2004). Hoseney (1994) juga menambahkan bahwa selama proses

fermentasi, larutan menjadi semakin keruh dan kental sebagai akibat dari penurunan pH

dan perubahan fase cair menjadi jenuh. Berdasarkan teori di atas, seharusnya nilai OD

yang didapatkan ketika praktikum pada N0 mengalami peningkatan hingga N72 dan

kemudian mengalami penurunan pada N96. Peningkatan OD menunjukkan adanya

pertumbuhan yeast dan penurunan OD menunjukkan yeast sudah berada dalam fase

Page 17: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

kematian. Fase kematian ini disebabkan karena sudah munculnya produk metabolit

yang dalam hal ini adalah alkohol (Mahreni & Sri, 2011). Pada Gambar 4 dapat dilihat

mengenai hubungan antara jumlah sel dan OD dapat dilihat bahwa hasilnya tidak

beraturan. Sehingga hasil yang didapatkan pada praktikum ini belum sesuai dengan teori

tersebut. Hal tersebut disebabkan karena data yang didapat fluktuatif. Namun,

Anagnostopoulos et al. (2010) pada jurnalnya yaitu “Effect of Growth Conditions on

Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells” mengatakan bahwa seharusnya

ketika semakin tinggi jumlah mikroba, maka nilai OD juga semakin meningkat.

Menurut Pomeranz & Meloan (1994), hasil OD yang tidak beraturan hingga didapatkan

pula data yang minus dapat disebabkan karena ketidaktepatan spektrofotometer, seperti

cuvet yang digunakan tergores atau kotor, ukuran cuvet tidak sama, penempatan cuvet

tidak tepat, terdapat gelembung gas dalam larutan, panjang gelombang yang digunakan

tidak sesuai dengan yang tertera dalam instrumen, dan penyiapan sampel yang tidak

sempurna. Khopkar (2002) juga mengatakan bahwa hasil yang fluktuatif ini dapat

terjadi pula karena kesalahan dalam pengukuran OD akibat adanya debu yang

mengganggu kerja sistem optik, adanya sinar yang tersesat (stray light) yang dapat

menumbuk sel. Kemungkinan lainnya adalah karena sari apel yang digunakan tidak

disaring terlebih dahulu sehingga ampas apel sebagian terikut dan mempengaruhi

pembacaan spektrofotometri. Hal - hal tersebut dapat menimbulkan hasil pengukuran

yang berbeda sehingga grafik yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori.

2.2.3. Hubungan Antara Jumlah Mikroorganisme dan pH

Susanto dan Bagus (2011) dalam jurnal “Pengaruh Varietas Apel (Malus Sylvestris) dan

Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cereviceae Sebagai Perlakuan Pra-

Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup” mengatakan bahwa semakin tinggi jumlah

mikroba maka keadaan akan semakin asam yang ditandai dengan pH yang semakin

turun. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi selain dihasilkan alkohol

juga akan dihasilkan asam-asam organik. Pada analisa hubungan antara jumlah mikroba

dan pH dapat dilihat pada gambar 5. Pada gambar tersebut tampak bahwa pada

kelompok B1 nilai pH tertinggi dihasilkan pada N96 yaitu sebesar 3,29 ketika jumlah

mikroba sebesar 15,2 x 107. Pada kelompok B2 nilai pH tertinggi dihasilkan pada N96

Page 18: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

yaitu sebesar 3,32 ketika jumlah mikroba sebesar 2,94 x 108. Pada kelompok B3 nilai

pH tertinggi dihasilkan pada N96 yaitu sebesar 3,57 ketika jumlah mikroba sebesar 5,33

x 108. Pada kelompok B4 nilai pH tertinggi dihasilkan pada N96 yaitu sebesar 3,53

ketika jumlah mikroba sebesar 3,86 x 108. Pada kelompok B5 nilai pH tertinggi

dihasilkan pada N96 yaitu sebesar 3,18 ketika jumlah mikroba sebesar 2,89 x 108.

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan hubungan antara

jumlah mikroba dan pH berbanding lurus dimana pH tertinggi dihasilkan ketika jumlah

mikroba tertinggi pula.

Jika dilihat, ternyata hasil yang diperoleh saat praktikum kurang sesuai dengan teori

yang ada di dalam jurnal “Pengaruh Varietas Apel (Malus Sylvestris) dan Lama

Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cereviceae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan

Terhadap Karakteristik Sirup” dimana pH yang dihasilkan tiap kelompok secara garis

besar mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah mikroba.

Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori ini disebabkan karena proses fermentasi

pada praktikum ini tidak ditambahkan Acetobacter aceti, dimana mikroba tersebut

berperan dalam memproduksi asam selama proses fermentasi (Kwartiningsih dan

Nuning, 2005).

2.2.4. Hubungan Antara Jumlah Mikroorganisme dan Total Asam

Pada gambar 1 dapat dilihat grafik hasil analisa hubungan antara jumlah

mikroorganisme dan total asam. Pada kelompok B1 nilai total asam tertinggi diperoleh

pada N48 yaitu sebesar 20,54 mg/ml ketika jumlah mikroba sebesar 17,6 x 107. Pada

kelompok B2 nilai total asam tertinggi diperoleh pada N96 yaitu sebesar 22,08 mg/ml

ketika jumlah mikroba sebesar 2,94 x 108. Pada kelompok B3 nilai total asam tertinggi

diperoleh pada N48 yaitu sebesar 18,62 mg/ml ketika jumlah mikroba sebesar 24,7 x 107.

Pada kelompok B4 nilai total asam tertinggi diperoleh pada N48 yaitu sebesar 18,24

mg/ml ketika jumlah mikroba sebesar 2,78 x 108. Kemudian pada kelompok B5 nilai

total asam tertinggi diperoleh pada N96 yaitu sebesar 21,50 mg/ml ketika jumlah

mikroba sebesar 2,51 x 108. Melihat data seperti yang didapat tersebut, tidak dapat

diketahui korelasi yang jelas antara jumlah mikroba dan total asam karena data yang

diperoleh terlalu fluktuatif.

Page 19: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Jika melihat teori dari Susanto dan Bagus (2011), dikatakan bahwa semakin tinggi

jumlah mikroba maka keadaan akan semakin asam. Dengan demikian, berdasarkan teori

tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi jumlah mikroorganisme, maka nilai total

asam juga semakin tinggi. Pernyataan ini juga didukung oleh teori dari Sreeramulu et al

(2000), dimana dikatakan bahwa selama proses fermentasi asam-asam organik akan

melepas proton (H+) sehingga menyebabkan penurunan pH yang menunjukkan

peningkatan total asam. Walalupun data yang didapat terlalu fluktuatif, terdapat

beberapa data yang sesuai dengan teori karena total asam tertinggi diperoleh pada hari

terakhir dimana jumlah mikroba juga tertinggi. Namun demikian, tetap masih ada

beberapa kelompok yang hasilnya belum sesuai dengan teori tersebut. Ketidaksesuaian

hasil praktikum tersebut dapat disebabkan karena kesalahan praktikan selama

melakukan percobaan.

2.2.5. Hubungan Antara OD dan Waktu

Pada Gambar 3 dapat dilihat hasil analisa hubungan antara OD dan waktu yang

digambarkan melalui grafik. Pada kelompok B1 OD tertinggi dihasilkan saat N0 yaitu

sebesar 0,1776. Pada kelompok B2 OD tertinggi dihasilkan saat N0 yaitu sebesar

0,1124. Pada kelompok B3 OD tertinggi dihasilkan saat N96 yaitu sebesar 0,2191. Pada

kelompok B4 OD tertinggi dihasilkan saat N24 yaitu sebesar 0,6964. Pada kelompok B5

OD tertinggi dihasilkan saat N0 yaitu sebesar 0,3116. Dengan data hasil tersebut dapat

diketahui bahwa hubungan antara OD dan waktu tidak memiliki korelasi yang jelas. Hal

ini dapat disebabkan karena data yang didapat saat praktikum sangat fluktuatif.

Menurut Clark (2007), dikatakan bahwa apabila waktu fermentasi semakin lama, maka

jumlah sel semakin banyak, penampakan cairan semakin keruh, OD juga akan

meningkat. Sementara hasil yang fluktuatif bisa terjadi karena kesalahan dalam

pengukuran OD akibat adanya debu yang mengganggu kerja sistem optik, adanya stray

light yang dapat menumbuk sel (Khopkar, 2002). Kemungkinan lainnya adalah karena

sari apel yang digunakan tidak disaring dulu sehingga ada sebagian ampas apel yang

tercampur dan mempengaruhi pembacaan spektrofotometri.

Page 20: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

3. KESIMPULAN

Fermentasi merupakan proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 dalam

suatu media.

Yeast Saccharomyces cereviceae merupakan jenis mikroorganisme yang umum

digunakan dalam fermentasi yang menghasilkan alkohol dan tumbuh optimal pada

suhu 25o-30oC, pH 4-5, dan suasana lingkungan yang aerob .

Haemocytometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur jumlah mikroba

dalam suatu cairan dimana konsentrasi sel pada cairan tersebut rendah.

Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yeast adalah nutrisi, suhu, dan pH

didalam media.

Nilai Optical Density (OD) yang terukur akan meningkat dari hari ke-0 hingga hari

tertentu sebelum akhirnya terjadi penurunan dimana sel memasuki fase kematian.

Semakin tinggi jumlah mikroorganisme maka kekeruhannya akan semakin tinggi

pula yang ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai OD

Jumlah mikroorganisme akan mengalami peningkatan dari hari ke-0 hingga hari

tertentu sebelum kemudian mengalami penurunan.

Semakin tinggi jumlah mikroorganisme maka pH akan semakin menurun dan

kandungan total asam akan semakin meningkat.

Semarang, 1 Juni 2014Praktikan Asisten Dosen:

- Stella Mariss H- Meilisa Lelyana D- Chrysentia A.L.M- Katharina Nerissa- Andriani Cintya S

Raymundus Pito W11.70.0095

Page 21: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

4. DAFTAR PUSTAKA

Anagnostopoulos, V. A., B. D. Symeopoulos, and M.J. Soupioni.(2010). Effect of

Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global

NEST Journal, Vol 12, No 3, pp 288-295.

Atlas, R.M. 1984.  Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard

Publishing Company. New York.

Bailey, J.E., & Ollis, D.F. (1987). Biochemical Enginering Fundamentals. Mc Graw-

Hill Kogakusha Ltd, Tokyo.

Bennion, M & O, Hughes. 1970. Introductory Foods 6th Edition. Collier Macmillan

Publisher. London.

Campelo, A.F and Isabel, B.(2004). Fermentative Capacity of Baker’s Yeast Exposed to

Hyperbaric Stress.

Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang.(2011). Automatic Cell Counting for

Hemocytometers through Image Processing.World Academy of Science, Engineering

and Technology 58.

Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultravi

olet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/

Cooney, C.L.; Rehm, H.J. and Reed, G. 1981.  Biotechnology volume 1. VCH.

Weinheim

Ewing, G.W. 1976.  Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book

Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 22: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar

Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kartohardjono, S.; Anggara;

Herrero, M., Garcia, L. A., and Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider:

Inoculation Time and Fermentation Temperature Effects.

Hoseney, R. C. (1994). Pasta and Noodles Principles of Cereal Science & Technology

Second Edition. American Association of Cereal Chemists. Minnesota.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap

Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Khopkar, S. M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Pers.

Jakarta.

Kwartiningsih, E. & Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi

Vinegar. Ekuilibriu, 4(1): 8-12.

Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, dan L. Hartono. (2004). Kinetika

Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur

Kocok.

Mahreni dan Sri S. (2011).Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam

Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216.

Noe, F. A. L, Sandi O., Amparo Q., and Eladio B. (2009).Effects of Temperature, pH,

and Sugar Concentration on the Growth Parameters of Saccharomyces cerevisiae, S.

kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiologu

131, 120-127.

Petrucci, R.H., & Suminar. (1987). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta:Erlangga.

Page 23: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Pomeranz, Y. & C.E. Meloan. (1994). Food Analysis: Theory and Practise. Von

Nostrand Reinhold Company. New York.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama

Sarana Perkasa. Jakarta.

Sevda, S. and Rodrigues L. (2011).Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains

During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava

Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.

Sreeramulu, G., Zhu, Y., & Knol, W. (2000). Kombucha Fermentation and It’s

Antimicrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886: 65-73

Stanburry, P.F. and Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology.

Pergamon Press. New York.

Susanto, W.H & Bagus R.S. (2011). Pengaruh Varietas Apel (Malus Sylvestris) dan

Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cereviceae Sebagai Perlakuan Pra-

Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian 2(3): 135-142.

Winarno, F.G.; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 24: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

*Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc

Jumlah sel/cc= 1Volume petak

× rata−rata jumlah MO tiap petak

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

Kelompok B5

N0 :

Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 0 = 0 sel/cc

N24:

Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 37 = 1,48 x 108 sel/cc

N48:

Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 33,25 = 1,33 x 108 sel/cc

N72:

Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 72,25= 2,89 x 108 sel/cc

N96:

Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 62,75 = 2,51 x 108 sel/cc

*Total Asam

Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192

10 ml sampel

Page 25: Fermentasi-kinetika-kloter-B-Raymundus Pito-11-70-0095

Kelompok B5

N0

Total Asam = 10,1 x 0,1 x 192

10 = 19,39 mg/ml

N24

Total Asam = 10,2 x 0,1 x 192

10 = 19,58 mg/ml

N48

Total Asam = 10,5 x 0,1 x192

10 = 20,16 mg/ml

N72

Total Asam = 10,5 x 0,1 x192

10 =20,16 mg/ml

N96

Total Asam = 11,2 x0,1 x192

10 = 21,50 mg/ml

5.2. Abstrak Jurnal

5.3. Laporan Sementara