kimia

42
8 BAB II LEVEL MIKROSKOPIK DALAM BUKU TEKS KIMIA SMA, PEMBELAJARAN, DAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIFAT KOLIGATIF LARUTAN 2.1 Konsep Menurut Rosser (Dahar, 1996) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan- hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Oleh karena orang mengalami stimulus-stimulus yang berbeda-beda, maka orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu. Sejalan dengan itu, Sagala (2005) menyatakan bahwa konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan sesuai dengan fakta dan pengetahuan baru yang diperoleh seseorang. Secara singkat dapat kita katakan bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus-stimulus. Adapun ciri-ciri konsep Ilmu Pengetahuan Alam adalah sebagai berikut (Dahar, 1996): 1) Konsep merupakan buah pikiran yang dimiliki oleh seseorang dan dapat merupakan simbol. 2) Konsep diambil dari hasil pengamatan manusia terhadap benda, peristiwa, dan fakta.

Transcript of kimia

Page 1: kimia

8

BAB II

LEVEL MIKROSKOPIK DALAM BUKU TEKS KIMIA SMA,

PEMBELAJARAN, DAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIFAT

KOLIGATIF LARUTAN

2.1 Konsep

Menurut Rosser (Dahar, 1996) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili

satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-

hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Oleh karena orang

mengalami stimulus-stimulus yang berbeda-beda, maka orang membentuk konsep

sesuai dengan pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu. Sejalan

dengan itu, Sagala (2005) menyatakan bahwa konsep diperoleh dari fakta,

peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat

mengalami perubahan sesuai dengan fakta dan pengetahuan baru yang diperoleh

seseorang. Secara singkat dapat kita katakan bahwa suatu konsep merupakan

suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus-stimulus.

Adapun ciri-ciri konsep Ilmu Pengetahuan Alam adalah sebagai berikut

(Dahar, 1996):

1) Konsep merupakan buah pikiran yang dimiliki oleh seseorang dan dapat

merupakan simbol.

2) Konsep diambil dari hasil pengamatan manusia terhadap benda, peristiwa,

dan fakta.

Page 2: kimia

9

3) Konsep adalah hasil pikiran abstraksi manusia yang dirangkum dari berbagai

pengalaman.

4) Konsep merupakan kaitan fakta-fakta atau pola dari fakta-fakta.

5) Konsep dapat mengalami perubahan jika ditemukan fakta-fakta baru yang

menyimpang dari fakta-fakta sebelumnya.

Disebutkan Nasution (2005), bila seseorang dapat menghadapi benda atau

peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah

belajar konsep. Gagne (Dahar, 1996) membagi konsep dalam dua kategori, yaitu

konsep konkret dan konsep terdefinisi. Konsep konkret dapat diperoleh melalui

observasi atau pengamatan, sedangkan konsep terdefinisi adalah gagasan yang

diturunkan dari objek-objek atau peristiwa-peristiwa abstrak. Konsep terdefinisi

yang diturunkan dari objek-objek abstrak ini disebut juga dengan konsep

mikroskopik (Effendy, 2002). Sastrawijaya (1988) mengatakan bahwa kimia

penuh dengan konsep-konsep yang dapat diaplikasikan dalam ranah mikroskopik.

Gejala kimia yang dapat diamati pada tingkat makroskopik dijelaskan dengan

perilaku dan sifat-sifat atom pada level mikroskopik. Metode yang digunakan

dalam pembelajaran melalui representasi mikroskopik, dan pemahaman tingkat

molekuler merupakan hal yang sangat mendasar dalam kimia (Nakhleh, et al.,

1996).

Banyaknya konsep kimia yang bersifat abstrak, menyebabkan adanya

kecenderungan bahwa konsep-konsep tersebut akan dapat dipahami dengan baik

oleh anak-anak yang telah mampu berfikir abstrak. Namun, kemampuan untuk

berfikir abstrak tersebut hanya merupakan sebagian dari kemampuan yang

Page 3: kimia

10

diperlukan untuk mempelajari kimia. Kemampuan lain yang diperlukan dalam

mempelajari kimia diantaranya adalah kemampuan menghafal, kemampuan

matematis, dan kemampuan visual-spatial. Jika siswa tidak memiliki kemampuan-

kemampuan tersebut, dikhawatirkan mereka akan mendapat kesulitan dalam

mempelajari kimia dan pemahaman konsep kimia yang tidak tepat sehingga

mengakibatkan terjadinya miskonsepsi.

Informasi tentang konsep-konsep yang harus diajarkan pada siswa dengan

umur tertentu atau kelas tertentu, dapat diturunkan dari sejumlah sumber,

termasuk penulis-penulis buku-buku pelajaran (buku teks), pengembangan-

pengembangan kurikulum, pengetahuan dan pengalaman guru itu sendiri, dan

anak-anak atau siswa itu sendiri. Seorang penulis buku telah menemukan konsep-

konsep yang menurut mereka sesuai bagi para siswa dalam bidang studi itu pada

tingkat sekolah dan kelas tertentu. Jumlah konsep-konsep yang disajikan dan

ketepatan uraian atau definisi dari konsep-konsep berbeda dari buku ke buku

(Dahar, 1996). Markle (Dahar, 1996) mengemukakan bahwa kerap kali buku-

buku itu menyajikan konsep-konsep yang tidak lengkap, atau menggunakan

konsep-konsep yang lain yang mungkin para siswa tidak kenal, untuk menjelaskan

atau mendefinisikan suatu konsep baru.

2.2 Konsepsi dan Miskonsepsi

2.2.1 Definisi Konsepsi dan Miskonsepsi

Konsepsi diartikan sebagai suatu kemampuan memahami konsep, baik yang

diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh

dari pendidikan formal (Dykstra dalam Saptono, 1997). Sedangkan menurut

Page 4: kimia

11

Syauki (2000) konsepsi siswa adalah kemampuan pemahaman dan aplikasi

konsep yang dimiliki oleh siswa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa konsepsi adalah kemampuan seseorang dalam menafsirkan

suatu konsep. Walaupun para ilmuwan telah menyepakati dan mendefinisikan arti

konsep, masing-masing orang dapat menafsirkan konsep dengan cara sedikit

berbeda. Selama tafsiran tersebut tidak bertentangan dengan tafsiran para

ilmuwan, maka orang tersebut tidak dinyatakan salah konsepsi atau miskonsepsi.

Namun apabila tafsiran seseorang bertentangan dengan tafsiran para ilmuwan

maka orang tersebut dikatakan mengalami salah konsep atau miskonsepsi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan van den Berg (Haffan, 2001), bahwa miskonsepsi

adalah kesalahan dalam memahami sebuah konsep yang menunjuk pada konsep

yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para

pakar dalam bidang itu.

2.2.2 Sumber-Sumber Miskonsepsi

Penyebab miskonsepsi siswa, bisa berasal dari luar dan dari dalam diri siswa

tersebut. Peneliti miskonsepsi menemukan beberapa hal yang menjadi penyebab

miskonsepsi pada siswa diantaranya yaitu siswa, guru, konteks, buku teks, dan

metode mengajar (Suparno, 2005). Dalam hal ini, akan dibahas mengenai

penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa, guru, dan buku teks.

a. Siswa

Penyebab miskonsepsi bisa berasal dari diri siswa itu sendiri. Menurut

filsafat konstruktivisme, adanya miskonsepsi menunjukkan bahwa pengetahuan

itu dibentuk oleh siswa sendiri. Berg (1991) mengungkapkan bahwa terjadinya

miskonsepsi dapat disebabkan oleh gagasan-gagasan yang muncul dari pikiran

siswa yang bersifat pribadi. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dikelompokkan

dalam beberapa hal, antara lain:

Page 5: kimia

12

1) Konsep awal siswa

Sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di sekolah, siswa sudah

mempunyai konsep awal tentang suatu bahan pelajaran. Apabila konsep awal

yang dimiliki siswa mengandung miskonsepsi, maka konsep awal ini akan

menyebabkan miskonsepsi pada materi-materi selanjutnya, sampai kesalahan-

kesalahan itu diperbaiki. Konsep awal siswa bisa didapat dari beberapa hal

misalnya dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalamannya sendiri di

lingkungannya. Miskonsepsi akan lebih banyak terjadi jika yang

mempengaruhi pembentukan konsep awal siswa tersebut mempunyai banyak

miskonsepsi.

2) Pemikiran asosiatif siswa

Asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang bisa menyebabkan

miskonsepsi (Marioni dalam Suparno, 2005). Perbedaan pengertian suatu kata

yang sama antara siswa dengan guru dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata

dan istilah yang digunakan oleh guru pada pembelajaran diasosiasikan lain

oleh siswa, karena kata dan istilah itu mempunyai arti lain dalam kehidupan

mereka sehari-hari.

3) Reasoning yang tidak lengkap atau salah

Menurut Comins (Suparno, 2005), miskonsepsi juga dapat disebabkan

reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Tidak

lengkapnya informasi atau data yang diperoleh, bisa menyebabkan alasan

yang tidak lengkap pula. Hal ini akan berakibat pada siswa pada saat menarik

kesimpulan. Siswa akan salah menarik kesimpulan dan ini akan menyebabkan

Page 6: kimia

13

miskonsepsi. Selain tidak lengkapnya informasi yang diperoleh, alasan yang

salah juga dapat terjadi karena logika yang salah dalam mengambil

kesimpulan atau menggeneralisasi, sehingga terjadi miskonsepsi.

4) Tahap perkembangan kognitif siswa

Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang

digelutinya dapat menyebabkan miskonsepsi siswa. Pada umumnya, siswa

yang masih dalam tahap operational concrete akan sulit untuk menangkap

suatu bahan yang abstrak dan sering salah mengerti tentang konsep tersebut.

Siswa yang masih dalam tahap operational concrete, berpikir berdasarkan hal-

hal yang konkret, nyata yang dapat dilihat oleh indra. Untuk itu, agar konsep

ketidakpastian tersebut dapat dikonstruksi oleh siswa, maka perlu disajikan

dalam contoh yang konkret. Dalam ilmu kimia, objek konkret dalam level

mikroskopik harus diganti dengan model, misalnya model atom atau model

molekul (Sastrawijaya, 1988). Walaupun model yang disajikan seringkali

tidak dapat mencakup keutuhan abstraksi, namun dengan adanya model,

diharapkan akan membantu siswa memahami konsep kimia secara utuh.

Effendy (2002) menyatakan bahwa konsep kimia pada umumnya merupakan

penyederhanaan dari keadaan sebenarnya, terutama yang berkaitan dengan

gambaran mikroskopik dari objek atau peristiwa kimia.

5) Kemampuan siswa

Perbedaan kemampuan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Siswa

yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam mempelajari suatu bidang

Page 7: kimia

14

tertentu, sering mengalami kesulitan untuk menangkap konsep yang benar

pada proses belajar.

6) Minat belajar

Siswa yang tidak tertarik pada suatu bidang studi tertentu, biasanya kurang

berminat untuk mempelajarinya dan kurang memperhatikan penjelasan guru

pada saat proses belajar. Akibatnya mereka akan lebih mudah salah

menangkap dan menimbulkan miskonsepsi.

b. Guru

Miskonsepsi siswa dapat terjadi karena guru kurang menguasai bahan

pelajaran atau salah dalam memahami pelajaran. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Dian Finatri (2007) ditemukan bahwa ternyata guru

masih mengalami miskonsepsi dalam memahami level mikroskopik pada

konsep larutan. Bila miskonsepsi ini diteruskan kepada siswa yang

menganggap apa-apa yang diberikan guru selalu benar, maka siswa akan

mengalami miskonsepsi yang sangat kuat dan biasanya sulit diperbaiki.

Miskonsepsi pada guru ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu,

pendidikan dan pelatihan guru yang kurang dan buku referensi yang kurang

menunjang pengetahuan guru.

c. Buku Teks

Buku teks berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar-mengajar dalam mata

pelajaran tertentu. Semakin baik kualitas suatu buku teks maka semakin

sempurna pengajaran mata pelajaran yang ditunjangnya. Buku teks mengenai

kimia yang bermutu tentu akan meningkatkan kualitas pengajaran kimia.

Page 8: kimia

15

Greene dan Petty (Tarigan, 1986) telah menyusun cara penilaian buku teks

dengan sepuluh kriteria. Apabila suatu buku teks dapat memenuhi 10

persyaratan yang diajukan maka dapat dikatakan buku teks tersebut

berkualitas. Butir-butir yang harus dipenuhi oleh suatu buku teks, yang

tergolong dalam kategori berkualitas tinggi diantaranya ialah harus memuat

ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya dan harus

dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan

tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang memakainya.

Sarana-sarana khusus yang ada dalam suatu buku teks dapat menolong para

pembaca untuk memahami isi buku teks. Sarana seperti skema, diagram,

matriks, gambar-gambar ilustrasi, dan sebagainya berguna sekali dalam

mengantar pembaca ke arah pemahaman isi buku.

Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa buku teks ternyata dapat

menyebabkan miskonsepsi (Renner dalam Suparno, 2005). Penyebab

miskonsepsi biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah.

Kalimat-kalimat yang digunakan kaku, kurang mengalir, kering, dan tidak

komunikatif. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar

juga dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.

Akibatnya, mereka hanya menangkap sebagian atau bahkan tidak mengerti

sama sekali. Pengertian yang tidak utuh ini dapat menimbulkan miskonsepsi

yang besar, terlebih bila siswa menghadapi persoalan yang lebih luas dan

mendalam. Selain itu, sering kali buku-buku yang ada tidak dilengkapi dengan

visualisasi. Siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir visual-

Page 9: kimia

16

spatialnya, padahal kemampuan ini merupakan kemampuan yang cukup

penting untuk memahami konsep kimia selain kemampuan hafalan dan

hitungan. Sebagai akibatnya, siswa belum bisa berpikir visual-spatial yang

sesuai dengan konsep kimia yang sedang dipelajari dan siswa akan

mengembangkan imajinasinya sendiri yang mungkin sesuai dengan pendapat

ilmuwan atau bisa juga bertentangan (tidak sesuai atau mengalami

miskonsepsi).

2.2.3 Cara Mendeteksi Miskonsepsi

Sebelum menangani miskonsepsi yang dialami siswa, maka kita perlu

mengetahui apa saja miskonsepsi yang terjadi itu dan darimana miskonsepsi

tersebut didapat. Oleh karena itu, diperlukan cara mendeteksi miskonsepsi

tersebut. Ada beberapa alat yang sering digunakan oleh peneliti dan guru

diantaranya peta konsep, tes multiple choice dengan reasoning terbuka, tes esai

tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam kelas, dan praktikum dengan tanya

jawab (Suparno, 2005). Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk meneliti

pemahaman level mikroskopik siswa adalah tes esai tertulis dilengkapi dengan

penggambaran model partikel yang memuat beberapa konsep dalam materi sifat

koligatif larutan. Dari tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa

dan dalam hal apa siswa tersebut mengalami miskonsepsi.

Page 10: kimia

17

2.3. Level Mikroskopik dalam Kimia

Level pemahaman pada mata pelajaran kimia terdiri dari level makroskopik,

mikroskopik, dan simbolik (gambar 2.1). Johnstone menyatakan bahwa konsep

IPA dan tiga level cara mamahami IPA, menjadikan IPA sulit dipelajari. Ia juga

mengatakan tiga level pemahaman ini tidak hanya khas untuk kimia, tapi juga

untuk biologi dan fisika. Hanya saja kimia lebih sering menggunakan lambang

matematik, rumus, dan persamaan untuk memperlihatkan hubungan level

makroskopik dan mikroskopik (Gabel, 1999).

Makroskopik

Sub-mikro (partikulat) Simbolik

Gambar 2.1. Tiga Tingkatan Pemahaman Kimia (Johnstone dalam Gabel,

1999).

Menurut Dori, J.Y, et al. (2002), level makroskopik adalah level sensor di

mana subjek materi dapat dilihat, dipegang, atau dicium dan juga meliputi

beberapa perubahan warna atau massa. Level simbolik merupakan terjemahan dari

pengalaman dan kegiatan eksperimen atau level mikroskopik ke dalam simbol-

simbol, persamaan reaksi dan rumus-rumus, sedangkan level mikroskopik

mempresentasikan tentang susunan dan pergerakan partikel-partikel zat dalam

suatu fenomena yang tidak langsung teramati (Raviolo, 2001). Ketiga jenis level

Page 11: kimia

18

representasi ini memiliki keterkaitan satu sama lain, di mana level mikroskopik

berfungsi untuk menjelaskan level makroskopik dan menjembatani kedua level

lainnya dalam memahami suatu konsep.

Pemahaman pada level mikroskopik dalam pelajaran kimia di sekolah

seringkali diabaikan. Padahal, gejala kimia yang dapat diamati pada level

makroskopik dapat dijelaskan dengan perilaku dan sifat-sifat atom pada level

mikroskopik. Walaupun sudah banyak siswa yang melakukan praktikum kimia

(makroskopik), namun mereka terkadang tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi

sesungguhnya (mikroskopik) dalam percobaan yang mereka lakukan tersebut.

Banyak siswa yang mengalami kesulitan mempelajari level pemahaman

simbolik dan molekuler dalam kimia (Wu, 1997). Berdasarkan penelitian empiris

(e.g., Ben-Zvi, Eylon, & Silberstein, 1987; Ben-Zvi, Eylon, & Silberstein, 1988;

Griffiths & Preston, 1992) menunjukkan bahwa level mikroskopik dan simbolik

merupakan kesulitan teristimewa pada siswa karena level ini invisibel dan abstrak

sedangkan pikiran siswa mengandalkan informasi sensori motorik yang dialami

oleh pancainderanya (Wu, 1997).

Untuk membantu siswa memahami kimia pada tiga level tersebut, para

peneliti telah mengusulkan variasi pada pendekatan instruksional (Wu, 1997),

seperti menggabungkan aktivitas laboratorium ke dalam pelajaran di kelas

(Johnstone & Letton, 1990), menggunakan model konkret (Copolo & Hounshell,

1995), dan menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran (Barnea & Dori,

1996). Diantara beberapa pendekatan ini, penggunaan model konkret dan

Page 12: kimia

19

teknologi sebagai media pembelajaran nampaknya lebih menjanjikan untuk

membantu siswa dalam memahami level mikroskopik yang bersifat abstrak.

2.4. Peranan Model Mikroskopik dalam Pembelajaran

Menurut Hoffman & Laszlo (1991), suatu konsep mikroskopik akan

menjadi representasi makroskopik bila penjelasan tentang level mikroskopik

tersebut menjadi sesuatu yang diamati; misalnya pergerakan elektron yang

terdistribusi dalam molekul. Berbagai fenomena alam yang berhubungan dengan

level mikroskopik dapat dijelaskan dengan menggunakan model yang telah dibuat

atau dikembangkan oleh para ahli ilmu pengetahuan.

Model dalam IPA bersifat hipotesis. Selama semua orang tidak bisa melihat

benda aslinya, maka model yang lama tidak boleh ditinggalkan atau disalahkan.

Model akan terus berkembang berdasarkan data yang baru (Barke dalam Sopandi,

2006). Setiap pemodelan yang ditampilkan disesuaikan dengan fenomena yang

akan dijelaskan. Suatu pemodelan tidak selalu dapat diterapkan dalam

menjelaskan berbagai fenomena. Sehingga model-model yang ada pada saat ini

setiap saat bisa ditolak, diperbaharui atau dimodifikasi sesuai dengan data yang

ada. Model-model yang lama masih tetap bisa digunakan dan tidak bisa

disalahkan jika model yang terbaru juga masih bersifat teoritis atau masing-

masing model tepat digunakan sesuai dengan fenomena yang dapat dijelaskannya

(Barke dalam Sopandi, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stork (1988) ternyata siswa

tingkat XII belum dapat berfikir secara operasional formal, sehingga masih

Page 13: kimia

20

diperlukan bantuan berupa visualisasi konkret dalam proses pembelajarannya.

Namun, tidak semua pemodelan yang diterapkan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Terkadang pemodelan yang digunakan untuk menjelaskan suatu

konsep menimbulkan miskonsepsi pada siswa, hal ini disebabkan karena siswa

dibiarkan berimajinasi sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya, dan

tingkat pemahaman siswa yang kurang sesuai dengan tingkat perkembangan

diusianya. Siswa belum bisa membedakan antara model dengan kenyataan pada

model-model yang digunakan dalam pembelajaran. Selain itu guru kurang

menekankan esensi model yang digunakan dalam menjelaskan suatu konsep

bahwa setiap model berbeda dengan yang aslinya (Barke dalam Sopandi, 2006).

Kemampuan guru dalam membuat pemodelan dalam menjelaskan suatu konsep

dapat menimbulkan miskonsepsi.

Dari penggunaan pemodelan yang kurang sesuai dan yang dapat

menyebabkan miskonsepsi tersebut akan mempengaruhi pemahaman siswa dalam

mempelajari konsep-konsep selanjutnya. Miskonsepsi ini akan tertanam kuat

dalam pemahaman siswa dan perlu upaya tertentu untuk memperbaikinya.

2.6. Analisis Level Mikroskopik pada Materi Sifat Koligatif Larutan

Air murni membeku pada suhu 0oC, namun larutan yang mengandung 15%

NaCl membeku pada -10oC. Begitu pula ketika zat terlarut yang tidak mudah

menguap dilarutkan ke dalam air, larutannya akan mendidih pada suhu yang lebih

tinggi dibandingkan dengan air murni. Fenomena ini sering dimanfaatkan dalam

kehidupan sehari-hari. Di negara berhawa dingin mudah terjadi salju apabila

Page 14: kimia

21

musim dingin. Salju merupakan masalah yang serius karena dapat mengganggu

transportasi, sebab salju yang menutup jalan akan mengakibatkan jalan sangat

licin dan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir. Untuk mencairkan salju di

jalanan, maka dilakukan penaburan CaCl2. Penambahan CaCl2 akan

menyebabkan titik beku (titik lebur) air akan turun di bawah 0oC. Misalnya

dengan penambahan garam titik beku air akan menjadi -10oC, maka pada suhu -

6oC air hujan belum berubah menjadi salju, dan salju yang ada di jalanan akan

segera mencair bila ditaburi CaCl2.

Larutan merupakan campuran homogen antara dua atau lebih zat. Salah satu

sifat yang diakibatkan adanya zat terlarut dalam suatu larutan dikenal sebagai sifat

koligatif. Fenomena yang terjadi di atas disebabkan karena adanya pengaruh sifat

ini. Kata koligatif berasal dari kata latin colligare yang berarti berkumpul

bersama, karena sifat ini bergantung pada pengaruh kebersamaan (kolektif) semua

partikel. Jadi, sifat koligatif larutan hanya dipengaruhi oleh jumlah partikel zat

terlarut di dalam larutan, dan tidak bergantung pada jenis atau sifat partikel zat

terlarut.

Sifat koligatif larutan meliputi penurunan tekanan uap (ΔP), kenaikan titik

didih (ΔTb), penurunan titik beku (ΔTf) dan tekanan osmotik (π ).

A. Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit

1. Penurunan Tekanan Uap

Jika ke dalam suatu ruangan tertutup dimasukkan pelarut murni pada suhu

tertentu, sebagian pelarut akan menguap. Uap yang dihasilkan menimbulkan

tekanan tertentu yang disebut tekanan uap jenuh pelarut murni (P0). Pada saat

Page 15: kimia

22

penguapan, sejumlah tertentu molekul dalam cairan memiliki energi kinetik yang

cukup untuk meninggalkan permukaan. Molekul-molekul bergerak dari cairan ke

ruang kosong. Molekul-molekul dalam ruang di atas cairan segera membentuk

fasa uap. Saat konsentrasi molekul dalam fasa uap meningkat, beberapa molekul

kembali ke fasa cair, suatu proses yang disebut pengembunan. Keadaan

kesetimbangan dinamis tercapai ketika laju penguapan (molekul pelarut

meninggalkan cairan) dan pengembunan (molekul pelarut kembali ke cairan)

menjadi sama. Pada saat inilah timbul tekanan uap jenuh.

Jika kedalam pelarut tersebut dimasukkan zat terlarut yang sukar menguap

hingga terbentuk larutan, maka tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh pelarut

dari larutan disebut tekanan uap jenuh larutan (P).

Adanya zat terlarut yang sukar menguap menyebabkan jumlah fraksi

molekul pelarut di permukaan berkurang, sehingga menghambat pelarut untuk

menguap dan menyebabkan jumlah partikel uap pelarut yang terbentuk berkurang.

Untuk menjaga kesetimbangan, maka hanya sedikit molekul uap pula yang

kembali memasuki cairan. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil

dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murninya, artinya terjadi penurunan

tekanan uap.

Page 16: kimia

23

Gambar 2.2. Model Mikroskopik Penguapan Air

Gambar 2.3. Model Mikroskopik Penguapan pada Larutan

Page 17: kimia

24

Dari percobaan yang dilakukan Raoult, dapat disimpulkan sebagai berikut :

Tekanan uap jenuh larutan sama dengan fraksi mol pelarut dikalikan dengan

tekanan uap jenuh pelarut murni. Hukum Raoult hanya berlaku untuk zat

terlarutnya yang sukar menguap (nonvolatile).

Keterangan:

P = tekanan uap jenuh larutan

PP

0 = tekanan uap jenuh pelarut murni

Xp = fraksi mol zat pelarut

Tekanan uap jenuh larutan lebih kecil daripada tekanan uap jenuh pelarut

murninya, maka terjadi penurunan tekanan uap jenuh (ΔP).

Keterangan:

ΔP = penurunan tekanan uap jenuh

Xt = fraksi mol zat terlarut

Page 18: kimia

25

Tabel 2.1. Penurunan Tekanan Uap Jenuh (ΔP) Berbagai Jenis Larutan

Nonelektrolit dalam Air pada 20oC*)

Zat terlarut Fraksi mol zat

terlarut

Tekanan uap jenuh

larutan

Penurunan

tekanan uap

jenuh

Air murni - 17,54 mmHg -

Glikol 0,01 17,36 mmHg 0,18 mmHg

Glikol 0,02 17,18 mmHg 0,36 mmHg

Urea 0,01 17,36 mmHg 0,18 mmHg

Urea 0,02 17,18 mmHg 0,36 mmHg

*) Michael Purba. (2000). Kimia 2000 3A tengah semester tahun pertama SMU kelas III.

Jakarta. Erlangga.

Fraksi mol adalah perbandingan banyaknya mol suatu zat yang ada dalam

campuran tersebut. Fraksi mol tidak memiliki satuan dan dinotasikan dengan X.

Untuk menentukan fraksi suatu larutan, misalnya larutan A dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Keterangan :

Xt = fraksi mol zat terlarut

nt = jumlah mol zat terlarut

np = jumlah mol pelarut

Xp = fraksi mol zat pelarut

Page 19: kimia

26

Gambar 2.4. Larutan Urea dengan Fraksi Mol Urea 0,1

Contoh soal:

Pada suhu 25oC tekanan uap benzena murni adalah P0 = 0,1252 atm.

Andaikan 0,0499 mol naftalena (nt), C10H8, dilarutkan dalam 1 mol benzena

(np), hitunglah penurunan tekanan uap larutan!

Jawab:

Dik: P0 = 0,1252 atm

np = 1 mol

nt = 0,0499 mol

Dit: ΔP = ?

Jawab:

Xt = ____nt____ = __0,0499 mol__ = 0,05 nt + np 1 + 0.0499 mol

Jadi, penurunan tekanan uap larutan sebesar 0,00626 atm

Page 20: kimia

27

Soal-Soal!

1) Apa yang dimaksud penurunan tekanan uap?

2) Mengapa jika dimasukkan zat terlarut yang sukar menguap ke dalam pelarut

(contoh larutan gula) akan menyebabkan penurunan tekanan uap?

3) Tekanan uap air pada 100oC adalah 760 mmHg. Berapakah tekanan uap

larutan glukosa 18% pada 100o C? (Ar H = 1; C = 12; O = 16)?

2. Kenaikan Titik Didih

Tekanan uap suatu zat cair akan meningkat bila suhu dinaikkan sampai zat

itu mendidih. Suatu zat cair dikatakan mendidih bila tekanan uapnya sama dengan

tekanan udara di atas cairan (tekanan udara luar).

Jika ke dalam cairan yang mendidih ditambahkan zat yang sukar menguap

maka tekanan uap larutan yang terbentuk akan lebih rendah dari tekanan uap

pelarut murninya. Bila ditinjau secara mikroskopik dapat dikatakan bahwa adanya

partikel zat terlarut akan mengurangi fraksi molekul pelarut yang akan menguap

sehingga jumlah partikel pelarut yang meninggalkan cairan dengan yang kembali

ke cairan berkurang pada saat titik didih pelarut. Akibatnya, agar larutan itu

mendidih diperlukan tambahan suhu untuk menyamakan tekanan uap larutan

dengan tekanan udara luar. Dengan demikian, larutan akan mendidih pada suhu

lebih tinggi dari suhu didih pelarut murni. Gejala ini yang disebut sebagai

kenaikan titik didih.

Page 21: kimia

28

Gambar 2.5. Model Mikroskopik Titik Didih Pelarut

Gambar 2.6. Model Mikroskopik Titik Didih Larutan

Page 22: kimia

29

Gambar 2.7. Diagram PT air dan larutan (Silberberg, 2006)

Pada gambar 2.7, diperlihatkan kurva tekanan uap air dan tekanan uap

larutan yang mengandung zat terlarut yang sukar menguap. Perhatikan bahwa

pada suhu tertentu, tekanan uap larutan akan lebih rendah daripada pelarut

murninya yaitu air. Juga perhatikan bahwa tekanan uap larutan akan mencapai 1

atm pada temperatur yang lebih tinggi daripada tekanan uap pelarut murni.

Dengan kata lain, titik didih larutan akan lebih tinggi daripada pelarut murninya.

Jumlah kenaikan titik didih pada diagram dinyatakan dengan tanda ΔTb dan

penambahan ini disebut kenaikan titik didih.

Besarnya kenaikan titik didih, ΔTb (relatif terhadap titik didih pelarut murni)

larutan berbanding lurus dengan molalitas larutan. Maka kenaikan titik didih

(ΔTb) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Page 23: kimia

30

Dengan :

ΔTb = kenaikan titik didih (oC)

m = molalitas (mol/Kg)

Kb = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/m)

Tabel 2.2. Daftar Tetapan Kenaikan Titik Didih Molal Beberapa Pelarut*)

Pelarut Titik Didih (OC) Kb

Air 100,0 0,52

Benzena 80,1 2,53

Karbon tetraklorida 76,8 5,02

etanol 78,4 1,22

*) sumber: Yayan S. (2003). Kimia Dasar 2. Bandung: Alkemi Grafisindo Press

Molalitas (m) menyatakan banyaknya zat terlarut dalam setiap 1000 gram

pelarut. Untuk menentukan molalitas (m) suatu larutan dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Keterangan :

m = kemolalan

g = massa zat terlarut (gram)

Mr = massa molekul relatif

P = massa pelarut (gram)

Page 24: kimia

31

Gambar 2.8. Larutan Glukosa 1 Molal

Contoh soal:

Tentukan kenaikan titik didih larutan yang mengandung 18 gram glukosa (Mr =

180) dalam 500 gram air dengan Kb air = 0,52oC/m!

Dik: g = 18 gram

Mr = 180

P = 500 gram

Kb = 0,52oC/m

Dit: ΔTb

Jawab:

m = 0,2 mol kg-1

Jadi, harga kenaikan titik didihnya adalah:

Page 25: kimia

32

Soal-soal!

1) Jika 36 g glukosa dilarutkan dalam 2 kg air (Mr glukosa = 180 dan Kb air =

0,52oC/m), tentukan titik didih larutan glukosa yang terbentuk!

2) Jika terdapat larutan urea dengan kadar 2,4% (diketahui Mr urea = 30 dan Kb

air = 0,52oC/m), tentukan titik didih larutan urea tersebut!

3) Jika 9 g glukosa dilarutkan dalam 100 g asam asetat (diketahui Mr glukosa =

180, titik didih asam asetat = 118,3oC, dan Kb asam asetat = 3,07oC/m),

tentukan titik didih larutan glukosa dalam asam asetat tersebut!

3. Penurunan Titik Beku

Perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan. Titik beku suatu

cairan adalah suhu pada saat laju pembentukan fasa cair dan pembentukan fasa

padat berada dalam kesetimbangan. Untuk membeku suatu cairan melepaskan

energi sedangkan untuk mencair suatu padatan menyerap energi.

Page 26: kimia

33

Gambar 2.9. Model Mikroskopik Titik Beku Air Es

Titik beku air murni pada tekanan 760 mmHg adalah 0oC. Jika ke dalam air

tersebut dimasukan zat terlarut yang sukar menguap sehingga membentuk larutan,

kemudian didinginkan ternyata pada suhu 0oC larutan tersebut belum membeku.

Hal ini disebabkan karena partikel zat terlarut menghambat molekul pelarut untuk

membentuk fasa padat yang teratur. Agar semua molekul pelarut membentuk fasa

padat yang teratur maka suhu harus diturunkan, sehingga terjadi penurunan titik

beku larutan. Ketika suhu diturunkan maka akan terjadi keseimbangan kembali

antara jumlah molekul pelarut yang membentuk fasa padat dan molekul pelarut

yang membentuk fasa cair. Ketika terjadi pembekuan larutan, hanya molekul

pelarut yang membeku menjadi padatan sedangkan partikel zat terlarutnya tidak

Page 27: kimia

34

ikut membeku bersama molekul pelarut. Pada temperatur ini, kedua fasa yaitu fasa

cair dan fasa padatnya berada dalam kesetimbangan.

Gambar 2.10. Model Mikroskopik Titik Beku Larutan Gula

Di negara yang memiliki musim dingin, suhu udara dapat mencapai di

bawah titik beku normal air, sehingga diperlukan zat yang dapat menurunkan titik

beku air dalam radiator mobil yang disebut ’zat anti beku’.

Page 28: kimia

35

Tabel 2.3. Data Tetapan Penurunan Titik Beku Molal*)

Pelarut Titik beku/oC Kf/(oC m-1)

Air, (H2O) 0,00 1,86

Benzen, (C6H6) 5,50 5,12

Etanol, C2H6O -144,60 1,99

Kloroform, CHCl3 -63,50 4,68

*) sumber: sumber: Yayan S. (2003). Kimia Dasar 2. Bandung: Alkemi Grafisindo Press

Maka penurunan titik beku dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

ΔTf = penurunan titik beku (oC)

m = molalitas (mol/Kg)

Kf = tetapan penurunan titik beku molal (oC/m)

Contoh soal:

Tentukan penurunan titik beku larutan yang mengandung 0,2 mol kg-1dengan Kf

air = 1,86oC/m!

Dik: m = 0,2 mol kg-1

Kf air = 1,86oC/m!

Dit: ΔTf

Page 29: kimia

36

Jawab:

Soal – soal!

1) Sebanyak 45 g glukosa (Mr = 180) dilarutkan dalam 400 gram air. Jika

diketahui Kb air = 1,86oC/m, tentukan titik beku larutan glukosa!

2) Diketahui larutan urea 0,5 molal membeku pada suhu -0,9oC. Berapakah titik

beku dari larutan urea 1 m?

3) Diketahui larutan urea 0,5 molal membeku pada suhu -0,9oC. Berapakah titik

beku dari larutan glukosa 1 m?

4. Tekanan Osmotik

Osmosis adalah proses spontan perpindahan molekul pelarut dari pelarut

murni ke larutan melalui membran semipermeabel atau perpindahan molekul

pelarut dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat melalui membran

semipermiabel. Membran semipermiabel adalah selaput yang dapat dilalui

molekul-molekul pelarut tetapi tidak dapat dilalui oleh zat terlarut (menahan zat

terlarut).

Beberapa contoh osmosis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

misalnya: ketimun yang ditempatkan dalam cairan garam akan kehilangan airnya

akibat osmosis sehingga terjadi pengerutan; wortel menjadi lunak karena

Page 30: kimia

37

kehilangan air akibat menguap, ini dapat dikembalikan dengan merendam wortel

tersebut dalam air.

Gambar 2.11. Model Mikroskopik Proses Tekanan Osmotik

Pada suatu percobaan, digunakan sebuah tabung U (gambar 2.11) dengan

diberikan membran semipermeabel untuk memisahkan larutan gula dengan air.

Membran semipermeabel hanya dapat dilalui oleh molekul air dari kedua arah.

Namun arah laju perpindahan molekul air dari larutan gula lebih kecil

dibandingkan laju perpindahan molekul air ke larutan gula (gambar A). Oleh

karena itu, volume larutan menjadi lebih besar dan konsentrasinya menjadi lebih

kecil.

Page 31: kimia

38

Akibat adanya kenaikan volume larutan, maka ada tekanan yang akan

menekan keluar molekul air dari larutan melalui membran. Tekanan pada larutan

di titik ini, akan berbanding lurus dengan tinggi cairan, h. Pada kesetimbangan,

laju molekul air yang ditekan keluar dari larutan sama dengan laju molekul air

yang masuk (gambar B). Tekanan pada saat kesetimbangan ini dinamakan

tekanan osmotik ( ), yang diartikan sebagai tekanan yang diperlukan untuk

menjaga perpindahan molekul air dari pelarut air menuju larutan (gambar C).

Harga tekanan osmotik berbeda untuk setiap konsentrasi. Hal ini terlihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.4. Data Percobaan Tekanan Osmotik Larutan Gula Pada Berbagai Konsentrasi*)

Volume (mL) Larutan Mengandung

1 gram Sukrosa Tekanan Osmotik (atm)

100 0,70

50 1,34

36,5 2,0

25 2,74

16,7 4,04

*) Michael Purba. (2000). Kimia 2000 3A tengah semester tahun pertama SMU kelas III.

Jakarta. Erlangga.

Pada tahun 1887, J.H. Van’t Hoff menemukan hubungan tekanan osmotik

larutan encer sesuai dengan persamaan gas ideal.

π = MRT

Page 32: kimia

39

Dengan :

π = tekanan osmotik (atm)

M = molaritas (mol/L)

R = tetapan gas (0,082 L atm/mol L)

T = suhu mutlak (K)

Contoh Soal:

Berapakah tekanan osmotik larutan sukrosa 0,0010 M pada 25oC?

Jawab:

Soal-soal!

1) Tentukan tekanan osmotik larutan yang tiap liternya mengandung 0,6 gram

urea pada suhu 25oC (Mr urea = 60)!

2) Berapa gram glukosa (Mr = 180) diperlukan untuk membuat 500 mL larutan

dengan tekanan osmotik 1 atm pada suhu 25oC?

B. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Dari hasil pengamatan, ternyata sifat koligatif elektrolit lebih besar

daripada nonelektrolit mengapa? Sifat koligatif tergantung dari jumlah partikel.

Zat elektrolit dapat terionisasi dalam larutan sehingga menghasilkan jumlah

Page 33: kimia

40

partikel lebih banyak daripada zat nonelektrolit. Dengan demikian sifat koligatif

elektrolit lebih besar bila dibandingkan nonelektrolit.

Jika 0,01 mol Urea dilarutkan dalam 1 kg air maka kemolalan partikel zat

terlarut adalah 0,01 molal. Jika 0,01 molal NaCl dilarutkan dalam air, maka NaCl

akan terionisasi menjadi 0,01 mol ion Na+ dan 0,01 mol ion Cl- sehingga

kemolalan total partikel terlarut 0,02 mol. Hal itu menunjukkan sifat koligatif

larutan NaCl (elektrolit) dua kali lebih besar daripada sifat koligatif urea

(nonelektrolit) pada konsentrasi yang sama.

Gambar 2.12. Model Mikroskopik Larutan Elektrolit (a) dan Larutan

Nonelektrolit (b)

Perbandingan antara harga sifat koligatif elektrolit dengan nonelektrolit

disebut faktor van’t hoff (i).

i = 1 + (n – 1)α

Dengan :

i = faktor van’t hoff

n = jumlah koefisien kation dan anion

α = derajat ionisasi

Adanya faktor van’t hoff ini, membedakan harga sifat koligatif antara

larutan elektrolit dengan nonelektrolit. Perbedaan rumus perhitungan sifat

Page 34: kimia

Sifat koligatif Nonelektrolit Elektrolit

Penurunan tekanan uap (ΔP)

Kenaikan titik didih (ΔTb)

Penurunan titik beku (ΔTf)

Tekanan osmotik (π )

koligatif antara larutan elektrolit dengan larutan nonelektrolit dapat dilihat pada

tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5. Rumus Sifat Koligatif Non Elektrolit dan Elektrolit

41

Page 35: kimia

42

Berdasarkan materi di atas, maka konsep-konsep tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan

Label Konsep Level Makroskopik Level

Mikroskopik Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik

Penurunan tekanan

uap

Bila diukur dengan barometer, larutan gula memiliki tekanan uap yang lebih rendah dibandingkan dengan air murni.

Adanya zat terlarut yang sukar menguap menyebabkan jumlah fraksi molekul pelarut di permukaan berkurang, sehingga menghambat pelarut untuk menguap dan menyebabkan jumlah partikel uap pelarut yang terbentuk berkurang. Untuk menjaga kesetimbangan, maka hanya sedikit molekul uap pula yang kembali

model mikroskopik penguapan air

model mikroskopik penguapan pada larutan

urea

Keterangan: ΔP = penurunan tekanan uap jenuh Xt = fraksi mol zat terlarut

Page 36: kimia

43

Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level Makroskopik Level Mikroskopik

Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik

memasuki cairan. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murninya, artinya terjadi penurunan tekanan uap.

Kenaikan titik didih

Bila diukur dengan termometer, titik didih larutan gula lebih tinggi daripada titik didih air murni.

adanya partikel zat terlarut akan akan mengurangi fraksi molekul pelarut yang akan menguap sehingga jumlah partikel pelarut yang meninggalkan cairan dengan yang kembali ke cairan berkurang. Akibatnya, agar

model mikroskopik titik didih pelarut murni

Dengan : ΔTb = kenaikan titik didih (oC) m = molalitas (mol/Kg) Kb = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/m)

Page 37: kimia

44

Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level Makroskopik Level Mikroskopik

Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik

larutan itu mendidih diperlukan tambahan suhu untuk menyamakan tekanan uap larutan dengan tekanan udara luar. Dengan demikian, larutan akan mendidih pada suhu lebih tinggi dari suhu didih pelarut murni. Gejala ini yang disebut sebagai kenaikan titik didih.

model mikroskopik titik didih larutan

Page 38: kimia

45

Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level Makroskopik Level Mikroskopik

Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik Penurunan titik beku

Es krim memiliki titik beku lebih rendah dibandingkan dengan air murni.

Adanya partikel zat terlarut yang sukar menguap menghambat molekul pelarut untuk membentuk fasa padat yang teratur. Agar semua molekul pelarut membentuk fasa padat yang teratur maka suhu harus diturunkan, sehingga terjadi penurunan titik beku larutan. Ketika suhu diturunkan maka akan terjadi keseimbangan kembali antara jumlah molekul pelarut yang membentuk fasa

model mikroskopik pembekuan air es

Model mikroskopik titik beku larutan gula

Keterangan: ΔTf = penurunan titik beku (oC) m = molalitas (mol/Kg) Kf = tetapan penurunan titik beku molal (oC/m)

Page 39: kimia

46

. Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level Makroskopik Level Mikroskopik

Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik

padat dan molekul pelarut yang membentuk fasa cair.

ketimun yang ditempatkan dalam cairan garam akan kehilangan airnya akibat osmosis

Osmosis adalah proses spontan perpindahan molekul pelarut dari pelarut murni ke larutan melalui membran semipermeabel atau perpindahan molekul pelarut dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat melalui membran semipermiabel

model mikroskopik proses osmosis

Osmosis

π = MRT

Page 40: kimia

47

. Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level Makroskopik Level Mikroskopik

Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik

Tekanan osmotik

Data Percobaan Tekanan Osmosis Larutan Gula

pada Berbagai Konsentrasi

Volume (mL) Larutan Mengandung 1 gram Sukrosa

Tekanan Osmosis (atm)

100 0,70 50 1,34

36,5

Dari data di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin pekat suatu larutan maka semakin besar tekanan osmotiknya

2,0 25 2,74

16,7 4,04

Akibat adanya kenaikan volume larutan yang disebabkan oleh peristiwa osmosis, maka ada tekanan yang akan menekan keluar molekul air dari larutan melalui membran. Tekanan pada larutan di titik ini, akan berbanding lurus dengan tinggi cairan, h. Pada kesetimbangan, laju molekul air yang ditekan keluar dari larutan sama dengan laju molekul air yang masuk (gambar B). Tekanan pada

Model mikroskopik proses tekanan osmotik

Dengan : π = tekanan osmotik (atm) M = molaritas (mol/L) R = tetapan gas (0,082 L atm/mol L) T = suhu mutlak (K)

π = MRT

Page 41: kimia

48

. Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level Makroskopik Level Mikroskopik

Visualisasi Level Mikroskopik Level Simbolik

saat kesetimbangan dinamakan tekanan osmotik (

) Sifat koligatif larutan elektrolit

Kenaikan titik didih larutan garam lebih besar daripada larutan glukosa pada konsentrasi yang sama

Jika 0,01 mol Urea dilarutkan dalam 1 kg air maka kemolalan partikel zat terlarut adalah 0,01 molal. Jika 0,01 molal KCl dilarutkan dalam air, maka KCl akan terionisasi menjadi 0,01 mol ion K

Rumus sifat koligatif larutan elektrolit

Penurunan tekanan uap

(a) Kenaikan titik didih

+ dan 0,01 mol ion Cl- sehingga kemolalan total partikel terlarut 0,02 mol. Hal itu menunjukan sifat koligatif larutan

(b) model mikroskopik larutan elektrolit (a) dan

larutan nonelektrolit (b)

Penurunan titik beku

Page 42: kimia

49

Tabel 2.6. Matriks Materi Sifat Koligatif Larutan Label

Konsep Level

Mikroskopik Visualisasi Level Mikroskopik Level Makroskopik Level Simbolik

KCl (elektrolit) dua kali lebih besar daripada sifat koligatif urea (nonelektrolit).

Tekanan osmotik