Ki Hajar Dewantara

3
KI HAJAR DEWANTARA Di sebuah kerajaan tepatnya di Jogyakarta, pada hari Kamis 2 Mei 1889 lahirlah seorang anak laki-laki bernama Suwardi Suryaningrat. Ayahnya bernama Kangjeng Pangeran Hadipati Haryo Suryaningrat yang bergelar Sri Paku Alam III. Sri Paku Alam III ingin anak-anaknya maju dan berpendidikan, suatu hari beliau berkata “ Wahai anak-anaku, ayah ingin kamu sekalian menjadi anak yang maju dan berpendidikan, maukah kalian aku sekolahkan ke sekolah Belanda?. “Iya ayah, kami mau bersekolah” kata Suwardi dan anak-anaknya yang lain. Suwardi Suryaningrat bersekolah di ELS (SD Belanda 1) yang murid-muridnya berasal dari berbagai suku dan agama. Selama bersekolah Suwardi sering berkelahi sehingga sering mendapat teguran dari ayah dan gurunya. Tapi untunglah pada tahun 1904 Suwardi tamat dari Sekolah Dasar Belanda itu. “Alhamdulillah aku telah atamat SD, aku ingin melanjutkan ke sekolah guru dan kelak aku akan menjadi guru” ujar Suwardi dalam hatinya, tetapi apa yang terjadi ? ternyata Dr. Wahidin Sudiro Husodo menawarkan Bea Siswa ke STOVIA (Sekolah Kedokteran), akhirnya dengan berat hati ia berangkat ke PURA Pakualaman JAwa bersama Dr. Wahidin, Suwardi tinggal bersama 200 murid dari berbagai daerah, di asrama. Ketika Suwardi sedang giat-giatnya menikmati hari-hari sekolahnya, tiba- tiba Suwardi jatuh sakit, “Aduuuh aku sakit, badanku panas, aduuuh aku sakit.” Lama kelamaan sakitnya bertambah parah sampai 4 bulan lamanya. Apa yang terjadi?? Suwardi tidak naik kelas dan dikeluarkan dari STOVIA, padahal menurut Direktur STOVIA Suwardi dinyatakan murid yang pandai bahasa Belanda. Pengalaman dan kenangan berharga tidak bisa dilupakan oleh Suwardi Suryaningrat, terutama karena selama sekolah di STOVIA beliau diperlakukan sama dengan anak-anak lain, walaupun berbeda suku dan agama, sehingga membuka mata hati Suwardi akan pentingnya persatuan bagi suatu bangsa. I sadar bahwa kemajuan suatu bangsa akan tercapai apabila suku dan agama di Indoensia bersatu padu. Sebelum keluar dari STOVIA Suwardi Suryaningrat sudah mulai aktif berorganisasi. Organisasi pertama ia masuki adalah “Budi Utomo” di dalam organisasi itu Ia mendapat tugas di bagian Propaganda dan dari situlah

Transcript of Ki Hajar Dewantara

Page 1: Ki Hajar Dewantara

KI HAJAR DEWANTARA

Di sebuah kerajaan tepatnya di Jogyakarta, pada hari Kamis 2 Mei 1889 lahirlah seorang anak laki-

laki bernama Suwardi Suryaningrat. Ayahnya bernama Kangjeng Pangeran Hadipati Haryo

Suryaningrat yang bergelar Sri Paku Alam III.

Sri Paku Alam III ingin anak-anaknya maju dan berpendidikan, suatu hari beliau berkata “ Wahai

anak-anaku, ayah ingin kamu sekalian menjadi anak yang maju dan berpendidikan, maukah kalian

aku sekolahkan ke sekolah Belanda?.

“Iya ayah, kami mau bersekolah” kata Suwardi dan anak-anaknya yang lain.

Suwardi Suryaningrat bersekolah di ELS (SD Belanda 1) yang murid-muridnya berasal dari berbagai

suku dan agama. Selama bersekolah Suwardi sering berkelahi sehingga sering mendapat teguran

dari ayah dan gurunya. Tapi untunglah pada tahun 1904 Suwardi tamat dari Sekolah Dasar Belanda

itu.

“Alhamdulillah aku telah atamat SD, aku ingin melanjutkan ke sekolah guru dan kelak aku akan

menjadi guru” ujar Suwardi dalam hatinya, tetapi apa yang terjadi ? ternyata Dr. Wahidin Sudiro

Husodo menawarkan Bea Siswa ke STOVIA (Sekolah Kedokteran), akhirnya dengan berat hati ia

berangkat ke PURA Pakualaman JAwa bersama Dr. Wahidin, Suwardi tinggal bersama 200 murid dari

berbagai daerah, di asrama.

Ketika Suwardi sedang giat-giatnya menikmati hari-hari sekolahnya, tiba-tiba Suwardi jatuh sakit,

“Aduuuh aku sakit, badanku panas, aduuuh aku sakit.” Lama kelamaan sakitnya bertambah parah

sampai 4 bulan lamanya. Apa yang terjadi?? Suwardi tidak naik kelas dan dikeluarkan dari STOVIA,

padahal menurut Direktur STOVIA Suwardi dinyatakan murid yang pandai bahasa Belanda.

Pengalaman dan kenangan berharga tidak bisa dilupakan oleh Suwardi Suryaningrat, terutama

karena selama sekolah di STOVIA beliau diperlakukan sama dengan anak-anak lain, walaupun

berbeda suku dan agama, sehingga membuka mata hati Suwardi akan pentingnya persatuan bagi

suatu bangsa. I sadar bahwa kemajuan suatu bangsa akan tercapai apabila suku dan agama di

Indoensia bersatu padu.

Sebelum keluar dari STOVIA Suwardi Suryaningrat sudah mulai aktif berorganisasi. Organisasi

pertama ia masuki adalah “Budi Utomo” di dalam organisasi itu Ia mendapat tugas di bagian

Propaganda dan dari situlah beliau berkenalan dengan Douwes Decker yang menjabat sebagai

Redaktur Bataviaashe Nieuwblad pimpinan Zaalberg. namun tak lama kemudian Douwes Dekker

dipecat karena sering memuat tulisan-tulisan yang sangat merugikan Belanda, tapi kemudian ia

menerbitkan majalah Het Tijdchrift dan harian De Expres.

Melihat kegiatan Douwes Dekker hati Suwardi makin terpanggil. Ia pun menjadi pengasuh di harian

The Expres, ia berkarya dengan Ciptomangunkusumo. Sejak itulah mereka bertiga bertekad ingin

melepaskan Indonesia dari tangan penjajah. Sehingga berkat keberanian mereka, orang-orang

menjuluki mereka Tiga Serangkai

Maka pada tanggal 6 September 1912 mereka mendirikan Indische Partij yang berhaluan

kebangsaan, kerakyatan dan kemerdekaan.

Pada tahun 1913, Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo mendirikan Komite Bumi Putera.

“Semboyannya adalah Rawe-rawe rantas, malang-malang putung” artinya berjuang sampai titik darah

penghabisan.

Page 2: Ki Hajar Dewantara

Suwardi suryaningrat membuat puisi dengan judul “Andai Saya Orang Belanda”. Belanda sangat

marah dengan isi dari puisi tersebut.

“Suwardi! Apa maksud kamu menulis puisi itu ha..??

Apa kamu ingin menentang Belanda?”

Dijawablah oleh Suwardi “saya menulis puisi itu hanya ingin membuka mata hati dan pikiran Bangsa

Indonesia tentang pentingnya arti Kemerdekaan bagi suatu bangsa.” ia pun menyatakan bahwa

selama idenbug menjabat sebagai wali Negara Indonesia, maka Indonesia tak akan pernah merdeka.

“Tangkaplah Suwardi dan teman-temannya, ayo Tangkap!” kata Belanda. lalu mereka ditangkap dan

dibuang ke Belanda tanggal 6 September 1913.

Selama di Belanda Tiga Serangkai terus mengembangkan ilmu jurnalistiknya sambil menyebarkan

informasi tentang Indonesia, usaha tiga serangkai tak sia-sia sehingga mereka berhasil menyangkal

pendapat umum yang menyatakan bahwa Rakyat Indonesia tetap setia kepada Sri Ratu Belanda.

Mmmhhh…. Padahal itu tidak benar sama seklai, guman Suwardi dalam hatinya.

suwardi pun semakin dekat dengan para mahasiswa Indonesia di Belanda dan diangkat menjadi

Majalah Hindia Putera. selain aktif menulis, Suwardi pun berkenalan dengan tokoh Belanda bernama

Van Kool, seorang anggota Dewan parlemen Belanda yang senang memperhatikan nasib bangsa-

bangsa yang di jajahnya. Suwardi pun dengan berapi-api berkata pada Van Kool “Aku ingin negaraku

Merdeka dan lepas dari Belanda” kemudian hasil perbincangan itu dicetak dengan judul

PERJUANGAN NASIONAL HINDIA.

tak terasa hukuman Suwardi telah habis, sebelum pulang tanggal 5 September 1919 ia mendirikan

dulu kantor berita bernama Indonesische vesberu sebagai pusat pemberitaan tentang Indopnesia.

itulah pertama kali nama Indonesia dikenal dan dipakai di Koran Belanda.

karena semangat perjuangannya tetap tinggi Belanda pun semakin kuat menekan Suwardi, beberapa

kali Ia di tahan tapi tak pernah membuatnya jera. saat Kongres Al Indi di Bandung, Suwardi berpidato

tentang kesengsaraan rakyat akibat ulah Belanda “Lidahku terhalang oleh polisi sebagai mata-mata

Belanda, tapi aku tahu tuan-tuan paham apa yang aku katakan”

Setelah itu Suwardi Suryaningrat memusatkan perhatiannya kepada dunia pendidikan dan

pengajaran. karena Suwardi melihat anak-anak tak memiliki Jiwa nasionalis akibat adanya perbedaan

perlakuan, hanya anak yang pandai bahasa Belanda lah yang dapat pekerjaan yang layak, Ia berfikir

harus mendirikan sekolah-sekolah yang bersifat nasionalisme.

Pada tanggal 3 Juli 1922, Suwardi Suryaningrat mendirikan Perguruan Taman Siswa dengan

Semboyan “Tutwuri Handayani”

Belanda tak suka akan Taman Siswa, sehingga harus dibubarkan, tapi Suwardi tetap gigih

mempertahankannya.

Kegigihan Suwardi Suryaningrat lah yang membuat orang memanggilnya “KI HAJAR DEWANTARA”

atau BAPAK TAMAN SISWA.

Pada tanggal 8 Maret 1955 pemerintah Indonesia member gelar kepadanya sebagai Pahlawan

Perintis Kemerdekaan. Empat tahun kemudian tepatnya 26 April 1959 beliau meninggal dunia, ia

gugur sebagai seorang pendidik sejati, jasadnya dimakamkan di Jogyakarta.

“SELAMAT JALAN KI HAJAR DEWANTARA, JASA-JASAMU AKAN SELALU KAMI KENANG”