Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

26
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN Oleh Br. Theo Riyanto, FIC Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, sebagian besar manusia dipengaruhi perilakunya oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi). Banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain. Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia yang terkuasai oleh kemajuan teknologi. Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini seringkali diukur dari “to have” (apa saja materi yang dimilikinya) dan “to do” (apa saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi yang bersangkutan (“to be” atau “being”nya). Dalam pendidikan perlu ditanamkan sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand !” Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia makin bersikap individualis. Mereka “gandrung teknologi”, asyik dan terpesona dengan penemuan- penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba

description

 

Transcript of Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

Page 1: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKANOleh Br. Theo Riyanto, FIC

Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, sebagian besar manusia dipengaruhi perilakunya oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi). Banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain.

Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia yang terkuasai oleh kemajuan teknologi. Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini seringkali diukur dari “to have” (apa saja materi yang dimilikinya) dan “to do” (apa saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi yang bersangkutan (“to be” atau “being”nya). Dalam pendidikan perlu ditanamkan sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand !”

Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia makin bersikap individualis. Mereka “gandrung teknologi”, asyik dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. Oleh karena itu, pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan kebersamaan sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran hendaknya juga dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.

Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Page 2: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam masalah kebudayaan berlaku pepatah:”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.

Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap

Page 3: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.

Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.

Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian. Semoga!

Theo Riyanto, FIC

Page 4: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

Aliran-Aliran Pendidikan

Info terbaru seputar Aliran-Aliran Pendidikan yang barangkali bermanfaat untuk kepentingan chat online. Mari kita simak bersama Aliran-Aliran Pendidikan dibawah ini.

Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial-budaya dan perkembangan IPTEK.

Aliran Klasik Dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan

Aliran-aliran klasik yang meliputi aliran empirisme, nativisme, naturalism dan konvergensi merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.

Aliran-aliran klasik dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di Indonesia

Manusia merupakan makhluk yang misterius, yang mampu menjelajah angkasa luar, tetapi angkasa dalam nya masih belum cukup terungkap; minimal para pakar dari ilmu-ilmu perilaku cenderung berbeda pendapat tentang berbagai hal mengenai perilaku manusia itu. Dalam paparan tentang landasan psikologi telah dikemukakan perbedaan, bahkan pertentangan psiko-edukatif, utamanya teori kepribadian. Sehubunga dengan kajian tentang aliran-aliran pendidikan, perbedaan pandangan itu berpangkal pada perbedaan pandangan tentang perkembangan manusia itu. Terdapat perbedaan penekanan di dalam sesuatu teori kepribadian tertentu tentang faktor manakah yang paling berpengaruh dalam perkembangan kepribadian.

Perbedaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut di atas yang menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis itu. Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja, dan dengan demikian, mengajukan gagasan untuk mengoptimalisasikan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.

Aliran empirisme

Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-

Page 5: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

1704) yang mengembangkan teori Tabula rasa anak lahir di dunia bagaikan meja lilin atau kertas putih yang bersih. Pengalaman empiric yang dipoerleh dari lingkungan yang berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut environtalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidikan dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Aliran nativisme

Aliran nativisme bertolak dari Leibnitrian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak, karena hasil pendidikan tergantung pada pembawaan. Schoompnheaur (filsuf Jerman 1788-1860) berpendpat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawah sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natives yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya, kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik. Pembawaan buruk dan baik ini tidak dapat diubah kekuatan dari luar.

Aliran naturalism

Pandangan yang ada persamaan dengan nativisme adalah aliran naturalism yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, Rosseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Namun pembawaan baik itu akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Rosseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativism, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak didik dan diserahkan saja pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksankan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itutidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. J.J. Rausseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat berkembang secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaanya, kemampuannya, dan kecenderungannya. Pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat berbuat-buat dan dapat membawa anak kembali kea lam

Page 6: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

untuk mempertahankan segala yang baik. Seperti diketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin diperlukan.

Aliran konvergensi

William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa ldama proses perkembangan anak, baik faktor pembawan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lanir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk pengembangan itu. Sebagai contoh pada hakikatnya kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawana untuk berbicara dan melalui situasi lingkungannya anak belajar berbicaradalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya.

Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi artinya memusatkan kesatu titik. Jadi menurut teori konvergensi:

1) Pendidikan mungkin dilaksanakan

2) Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang buruk.

3) Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.

Pengaruh aliran klasik terhadap pemikiran dan peraktek pendidikan di Indonesia

Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain, meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan eksistis fungsional yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun di tempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang, manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah. Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia (Sulo lipu la sulo, 1981: 30-46).

Gerakan baru dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan pendidikan di Indonesia

Page 7: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntun pengangan untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada beberapa komponen tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan anak harus bersifat subjektif dan objektif. Dari penelitian secara tekun, Declory menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua hal yang khas dari Declory, yaitu:

Metode global (keseluruhan)

Dari hasil yang didapat dari observasi dan tes, dapatlah ia menetapkan, bahwa anak-anak mengamati dan mengingat secara global (keseluruhan). Keseluruhan lebih dulu daripada bagian-bagian. Jadi ini berdasar atas prinsip psikologi Gestlat. Dalam mengajarkan membaca dan menulis, ternyata dengan mengajarkan kalimat lebih mudah diajarkan daripada huruf-huruf secara tersendiri. Metode ini bersifat ideo visual sebab arti sesuatu kata ini yang diajarkan itu selalu diasosiasikan dengan tanda tulisan atau suatu gambar yang dapat dilihat.

Centre d’internet (pusat minat)

Dari penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak-anak mempunyai minat yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan tersebut. Sebab apabila tidak, yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran itu tidak akan banyak hasilnya. Anak mempunyai pengajaran itu tidak akan banyak hasilnya. Anak mempunyai minat-minat spontan terhadap diri sendiri dan terhadap masyarakat (bio sosial). Minat terhadap diri sendiri itu dapat kita bedakan menjadi; a) dorongan mempertahankan diri, b) dorongan mencari makan dan minum dan c) dorongan memelihara diri. Sedangkan minat terhadap masyarakat ialah a) doorngan sibuk (bermain-main), b) doorngan meniru orang lain.

Dorongan-dorongan inilah yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan pendidikan yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan dengan pusat-pusat minat tersebut.

Gerakan pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar kegiatan belajar mengajar berbgai upaya gar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar dll) agr perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Ajaran selanjutnya atau mata pelajaran yang lain harus dipusatkan atas mata pelajaran sebelumnya.

Haruslah diadakan perjalanan memasuki hidu senyatanya. Kesemua jurusan agar murid faham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya (pengajaran alam sekitar).

Pokok-pokok pendapat pengajaran alam sekitar tersebut telah banyak dilakukan di sekolah, baik dengan peragaan, penggunan bahan local dalam pengajaran dan lain-lain. Seperti telah dikemukakan bahwa beberapa tahun terakhir ini telah ditetapkan adanya

Page 8: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

muatan local dalam kurikulum, termasuk penggunaan alam sekitar. Dengan muatan local tersebut diharapkan anak-anak makin dekat dengan alam dan masyarakat lingkungannya. Di samping alam sekitar sebagai isi bahan ajaran, alam sekitar juga menjadi kajian empiric melalui percobaan, studi banding, dan sebagainya. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, anak lebih menghargai, mencintai dan melestarikan lingkungannya.

Pengajaran Pusat Perhatian

Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Davids Declory (1871-1932) dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat (center dinternet), disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Pendidikan menurut Declory berdasar pada semboyan ecois pour ia vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan oleh hidup). Anak harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan. Oleh karena itu, anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri (tentang hasrat dan cita-citanya) dan pengetahuan tentang dunianya (lingkungannya, terdapat hidup di hari depannya).

Pengajaran alam sekitar

Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar.

Sekolah kerja

Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J A Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa dan tangan (kterampilan, kerja tangan). J. H. Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukangan di sekolahnya. Perlu dikemukakan bahwa sekolah kerja bertolak dari pandangan individu tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, sekolah berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik yakni 1) tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapanga jabatan; 2) tiap orang wajib menymbangkan tenaganya untuk kepentingan negara, dan 3) dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah telah diusahakan kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara.

Pengajaran Proyek

Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewy, namun pelaksanaannya dilakukan oleh pengikutnya,utamanya W. H. Kilpatrick. Dewey menegaskan bahwa sekolah haruslah sebagai mikrokosmos dari masyarakat (become a microcosm of society); oleh karena itu, pendidikan adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukanya penyiapan untuk kehidupan di masa depan (education is process of living and not a preparation for future living). Ulich 1950;318). Proyek itulah yang menyebabkan mata pelajaran-pelajaran itu tidak terpisah-pisah antara yang satu dengan

Page 9: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

yang lain. Pengajaran berkisar di sekitar pusat-pusat minat sewajarnya.

Pengaruh gerakan baru dalam pendidikan terhadap penyelengaraan pendidikan di Indonesia

Telah dikemukakan bahwa gerakan baru dalam pendidikan tersebut terutama berkaitan dengan kegiatan berlajar mengajar di sekolah; namun dasar-dasar pikirannya tentulah menjangkau semua segi dari pendidikan, baik aspek konseptual maupun operasional.

Perlu ditekankan lagi bahwa tentang pemikiran-pemikiran pendidikan pada masa lalu akan sangat bermanfaat untuk memperluas pemahaman tentang seluk beluk pendidikan serta memupuk wawasan historis dari setiap tenaga kependidikan.

Dua Aliran Pokok Pendidikan Di Indonesia

Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah perguruan kebangsaan taman siswa dan ruang pendidik INS kayu tanam. Keduanya dipandang suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.

Perguruan kebangsaan taman siswa

Perguruan kebangsaaan taman siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pad tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta yakni dalam bentuk yayasan. Pertama kali mulai didirikan taman indria (taman kanak-kanak) dan kursus guru, selanjutnya taman muda (SD), disusul taman dewasa telah dikembangkan sehingga meliputi pula taman Hadya, prasarjana dan sarjana wiyata. Dengan demikian siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Seperti harapan kepada taman siswa, ruang pendidikan INS kayu taman juga diharapkan melakukan penyegaraan dan dinamisasi, seiring dengan perkembangan masyarakat dan IPTEK. Di samping itu, upaya-upaya pengembangan ruang pendidikan INS tersebut seyogianya dilakukan dalam kerangka pengembangan SISDIKNAS, sebagai bagian dari usaha mewujudkan cita-cita ruang pendidikan INS; mencerdaskan seluruh raykat Indonesia.

Rangkuman

Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini dan masa yang akan datang terus berkembang. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran dan atau gerakan baru dalam pendidikan. Aliran/gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Dari sisi lain, di Indonesia juga muncul gagasan-gagasan tentang pendidikan, yang dapat dikategorikan sebagai aliran pendidikan, yakni taman siswa dan INS kayu taman.

Kajian tentang berbagai aliran dan atau gerakan pendidikan itu akan memberikan pengetahuan dan wawasan historis kepada tenaga kependidikan. Hal itu sangat historis

Page 10: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

kepada tenaga pendidik dapat memahami, dan pada gilirannya, kelak dapat memberi konstribusi terhadap dinamika pendidikan itu. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan dan wawasan historis tersebut, setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi, serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan atau tindakan sehari-hari.

adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.

Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan

Page 11: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.

Page 12: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta.  Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.

Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:

1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;

2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;3. Menunjukkan sikap percaya diri;4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi

dalam lingkup nasional;

Page 13: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;

7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang

dimilikinya;9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari;10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;

13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang

dengan baik;16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;

Menghargai adanya perbedaan pendapat;18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;21. Memiliki jiwa kewirausahaan.

Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

Page 14: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

Positivisme dikembangkan oleh Auguste Comte pada tahun 1830 sampai dengan 1850-an. Pada intinya, positivisme merupakan tahap puncak dari hukum tiga tahap perkembangan yang dicirikan Comte dimana pada tahap positivisme masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah, dan manusia berkonsentrasi pada kegiatan observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik maupun sosial. Tahap sebelum positivisme dinyatakan Comte dengan tahap teologis dan tahap metafisika. Pada tahap positivisme, gejala alam dijelaskan oleh akal budi berdasarkan pada hukum-hukum yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas dasar metode empiris. Dalam sebuah tulisannya Comte menjelaskan bagaimana filsafat positivismenya menolak filsafat-filsafat sebelumnya: “Jika kita merenungkan semangat positive dikaitkan dengan konsep ilmiah… kita akan menemukan bahwa filsafat ini berbeda dengan teologi dan metafisika karena berkecenderungan untuk menggambarkan ide-ide relative, ide-ide yang semula adaah absolut. Bagian yang tak terelakkan dari absolute menuju yang relative ini adalah salah satu hasil dari filsafat yang sangat penting dari setiap revolusi intelektual yang telah dilakukan pada setiap bentuk spekulasi dari teologi atau metafisika menuju ranah berpikir ilmiah. Dalam pandangan ilmiah, perbedaan antara relative dan absolute itu dapat dianggap sebagai manifestasi dari penolakan yang jelas dari filsafat modern terhadap filsafat di masa lalu.Comte juga menyatakan kecenderungannya untuk menelusuri ilmu pengetahuan berdasarkan pada hukum-hukum keteraturan alam sebagai berikut: “Cukup lama manusia belajar bahwa kekuatan manusia memodifikasi fenomena hanya akan berhasil jika melalui pengetahuannya tentang hukum alam; dan ketika berhadapan dengan ketidakdewasaan pengetahuan, mereka yakin bahwa dirinya mampu mengerahkan kekuatannya yang tak terbatas menghadapi fenomena pengetahuan semacam itu… Aliran metafisika memperlihatkan tindakan sosial manusia menjadi tidak pasti dan arbitrary, termasuk dalam memikirkan gejala biologi, kimia, fisika, bahkan astronomi, pada tahap awal perkembangan pengetahuan yang mereka miliki… tidak ada peluang menumbuhkan keteraturan dan konsensus. Prosedur (positive) adalah basis pengetahuan dalam kehidupan manusia; karena kecenderungan watak manusia yang menghendaki karakteristik otoritas yang sebenarnya yang harus dipenuhi dengan menempuh hukum rasional.”Positivisme menganggap bahwa pengetahuan sosial mensyaratkan subordinasi observasi terhadap hukum statik maupun dinamik fenomena. Dengan demikian, formasi teori sosial memerlukan pemikiran yang terorganisir, dipersiapkan dengan cara-cara berpikir rasional empiris. Dalam persepsi ini, fenomena sosial dapat dipastikan memiliki makna investigasi yang ekstensif dan variatif. Pandangan semacam ini, bukan hanya kelanjutan dari sebuah penelitian yang cermat atau deskripsi langsung mengenai berbagai peristiwa yang menghasilkan instrumen yang bermanfaat untuk melakukan eksplorasi berdasarkan atas hukum positive, melainkan juga merupakan perkembangan tahap lanjut dari pemikiran traditif yang tidak lagi bermakna, apresiasi terhadap berbagai bentuk analisis dan perbandingan teoritis untuk mencapai keteraturan dan konsensus kebenaran yang ilmiah. Comte menganjurkan untuk keluar dari pemikiran abstrak dan melakukan riset dengan metode eksperimentasi dan analisis perbandingan sejarah. Positivisme adalah pemikiran empiric, rasional dan positive manusia yang dipercaya mampu menjelaskan

Page 15: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

realitas kehidupan tidak secara spekulatif, arbitrary, melainkan secara konkret, pasti, bahkan absolut. Demikian, semoga bermanfaat.

Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/contemporary-theory/2180243-pengertian-positivisme/#ixzz1lw9Dsovl

Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.

Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.• Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.• Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.

Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2. HadiahBerikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

Page 16: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan

3. Saingan/kompetisiGuru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

4. PujianSudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5. HukumanHukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajarStrateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

Nah… sekarang bagaimana menurut anda? bisakah kita sebagai pendidik mempunyai niat untuk itu ? tinggalkan komentar anda…

http://smpn1dolopo.wordpress.com/2011/05/07/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa-2/

Page 17: Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan