KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG...
Transcript of KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG...
KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG ISTRI SEBAGAI SEBAB PENGAJUAN PERCERAIAN
(Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor.826/Pd.G/2009/Pa Dpk dan
Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat
Mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
NAILATUL HIDAYAH 106044101431
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGAM STUDI AHWAL AL SAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
1431 H /2010 M
KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG ISTRI SEBAGAI SEBAB PENGAJUAN PERCERAIAN
(Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor.826/Pd.G/2009/Pa Dpk dan
Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
NAILATUL HIDAYAH 106044101431
Pembimbing
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP.195003061976031001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
1431H/2010M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negri
(UIN) Syarif Hidayatullah.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berada di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif hidayatullah
Jakarta
Jakarta, 09 Juli 2010
Nailatul hidayah
KATA PENGANTAR
بسم اهللا الرحمن الرحيمPuji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala taufiq dan
hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga sekripsi ini bisa
terselesaikan sebagai syarat melengkapi gelar sarjana S1 pada Universitas Islam
Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “ketidak sanggupan suami
dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian”. Studi analisis di
pengadilan Agama Depok dan pengadilan Agama Jakarta Timur. Shalawat seta salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Penulis menyadari skripsi ini terselesaikan berkat dan dorongan bagi semua
pihak. Oleh Karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terutama Bapak.
1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM, Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA, Ketua Prodi Akhwal Al-Syahsiyyah,
sekaligus pembimbing dalam penulisan sekripsi ini. Yang telah meluangkan
waktu dan tenaganya serta dengan sabar memberikan petunjuak dan
bimbingan kepada penulis.
3. Kamarusdiana, S. Ag. MH, Sekretaris Prodi Akhwal Al-Syahsiyyah.
4. Ibunda tercinta Hj. Salamah, Ayahanda H. Khusnan (Alm), Kaka-kaka ku
Hadi Lutfi dan Fauzan Arief. Saudara-saudara ku Bi Eungkus, Mang Didi, Wa
Endjah, Teh IIm, Ust. Djajuly, Dinda Aisy, K Ipeh, K Iyan, yang tercinta serta
i
kakanda Bachtyar Rifa’i yang semunya selalu mendoakan dan memberikan
motivasinya kepada penulis agar tercapai cita-citanya.
5. Teman-teman seperjuangan, konsentrasi Peradilan Agama (B) angkatan 2006,
khusus buat Nur’aida, Jamilah, Imam Hanafie, Qisty, Luqman, Wahyu Pa (A),
Mustafidz, Pipih, K Yani, Rika, Milqi, Wawad, Cahya, Teh A’I, silvie, Zumi
yang selalu berbagi cerita suka dan duka bersama-sama serta semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Rekan-rekan dekat ananda di Kosan.Murni, Tika Lina, Ifah, semoga
persahabatan kita langgeng selamanya.
7. Dosen-dosen yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya.
Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati, berharap semoga
kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis akan
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa sekripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dikemudian hari dan
memberikan manfaat bagi semua pihak serta rekan-rekan yang membacanya, dan
semoga yang telah penulis lakukan mendapat ridha Allah SWT. amin
Jakarta, Juni 2010 M Jumadil Akhir 1431 H
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah........................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
D. Metode Penelitian ....................................................................... 8
E. Studi Review ............................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN ....................... 18
A. Pengertian dan Dasar Hukum perceraian.................................... 18
B. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian............................................ 28
C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat ..................................... 31
D. Prosedur Perceraian..................................................................... 34
BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA ............................................. 40
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan
Agama Jakarta Timur.................................................................. 40
B. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok Dan Jakarta Timur .......... 42
C. Struktur Organisasi ..................................................................... 45
iii
iv
BAB IV PUTUSAN PENGADILN AGAMA DEPOK DAN JAKARTA
TIMUR ............................................................................................ 49
A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok .................. 49
B. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur ....... 58
C. Analisis Penulis........................................................................... 65
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 78
A. Kesimpulan ................................................................................. 78
B. Saran............................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 87
1. Surat Permohonan Data/Wawancara....................................................... 88
2. Surat Keterangan Observasi.................................................................... 89
3. Pedoman Wawancara .............................................................................. 91
4. Hasil Wawancara .................................................................................... 92
5. Putusan Perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA.Dpk.................................. 98
6. Putusan Perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT..................................... 104
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan suatu yang sangat fundamental dalam kehidupan
manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang mana satu dengan yang
lainnya saling membutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia itu sendiri,
tentunya dengan cara yang telah disahkan menurut Undang-Undang atau aturan
yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan
perempuan, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hamba-Nya
yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam
rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia
adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai
makhluk yang terhormat dibandingkan makhluk ciptaan lainnya. Allah telah
menjanjikan kepada hamba-Nya yang melaksanakan perkawinan akan diberikan
anugerah yang berlipat ganda.
Perkawinan juga merupakan jalan untuk menyalurkan naluri manusia
untuk memenuhi nafsu syahwatnya yang telah mendesak agar terjaga kemaluan
1 Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Perkawinan (Bandung: Fokusmedia,2005),Cet.Ke-1,h.1.
1
2
dan kehormatannya, jadi perkawinan adalah kebutuhan fitrah manusia yang harus
dilakukan oleh setiap manusia. Begitu pentingnya perkawinan dalam Islam,
Rasulullah SAW pun sangat menekankan kepada umatnya untuk melaksanakan
perkawinan seperti yang terkandung dalam hadis Rasulullah.
Pada hakikatnya, seseorang melakukan akad pernikahan adalah saling
berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati
satu dengan yang lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang
diinginkan. Tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum Islam atau
yang biasa disebut dengan KHI, pada Pasal 3.2
Islam sendiri menghendaki di capainya suatu makna yang mulia dari suatu
perkawinan atau kehidupan berumah tangga. Di sini lembaga perkawinan harus
dipandang sebagai sesuatu yang bernilai luhur dan harus mencari makna dan
esensinya, seperti ketenangan dan ketenteraman hidup. Tujuan lain dari
perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan
keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan
hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga, sejahtera artinya tercipta
ketenangan karena terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batin, sehingga
timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga.
Selain untuk membangun suatu kehidupan (berumah tangga) yang penuh
rasa kasih sayang, tenggang rasa, toleransi, solidaritas dan kesempurnaan akhlak
2 Direktorat Pembinaan Badan Peradialan Agama Deprteman Agama, Kompilasi Hukum
Islam Di Indonesia. (Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departeman Agama, 1992).
3
yang kesemuanya akan membawa seseorang pada keimanan dan ketakwaan yang
sempurna.3 Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup
yang terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dinamis, tidak lepas dari
perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dengan istri.
Kenyataan hidup seperti itu membuktikan bahwa memelihara kelestarian dan
kesinambungan hidup bersama suami istri bukanlah perkara yang mudah untuk
dilaksanakan, bahkan dalam banyak kasih sayang dan kehidupan yang harmonis
antara suami istri tidak dapat diwujudkan.
Seringkali pasangan suami istri mengalami kegagalan dalam mencapai
tujuan atau cita-cita dari perkawinannya, di mana masalah yang menyebabkan
rasa ketidakcocokan antara suami istri pun sangat komplek. Secara umum
masalah yang ada itu berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah
ekonomi.
Nafkah yang harus dipenuhi oleh seorang suami kepada istrinya.4 Agama
mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, oleh karena dengan adanya
ikatan perkawinan yang sah itu seorang istri menjadi terikat semata-mata kepada
suaminya, dan tertahan sebagai miliknya, karena ia berhak menikmatinya secara
terus menerus. memelihara dan mendidik anak-anaknya, sebaliknya bagi suami ia
berkewajiban memenuhi kebutuhannya, dan memberi belanja kepadanya, selama
3 Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fikih. (Jakarta :
Departeman Agama,1985), h.62 4 Zubair Ahmad, Relasi Suami Istri Dalam Islam, PSW UIN Syahid Jakarta,hal 61.
4
ikatan suami istri masih berjalan, dan istri tidak durhaka atau karena ada hal-hal
lain yang menghalangi penerimaan belanja.5
Nafkah merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan rumah tangga. Mewujudkan keseimbangan hak dan kewajiban suami
istri harus dilandasi dengan komitmen bersama.
Islam mewajibkan laki-laki sebagai seorang suami untuk memenuhi
kebutuhan istri dan anak-anaknya, namun hal itu tidak menggugurkan kewajiban
perempuan sebagai seorang istri yang secara moral adalah untuk membantu
suaminya mencari “nafkah”, sebagai nafkah tambahan. Karena secara realitas
banyak laki-laki (suami) yang penghasilannya tidak memenuhi tuntutan
kebutuhan pokok yang menjadi standar hidup layak di tengah-tengah masyarakat.
Perselisihan yang terjadi antara suami istri karena faktor ekonomi secara langsung
sangat berpengaruh dengan jalannya bahtera rumah tangga tersebut.
Namun terkadang dalam mencari nafkah tidak serta-merta mulus terus
dalam perjalanannya, terkadang untung ataupun rugi, itu hal yang biasa dalam
mencari nafkah (bekerja). seperti yang terjadi pada kasus di Pengadilan Agama
Depok. Si istri membantu suaminya mencari nafkah tambahan dengan bekerja di
Show Room. karena ingin mendapatkan untung banyak maka si istri yang berniat
membantu suaminya mencari nafkah, dia mencoba melisingkan BPKB di tempat
ia bekerja. Berniat mencari keuntungan malah mendapat kebuntungan (rugi).
5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Penerjemah: Muhammad Thalib, (Alma’arif), hal 80
5
karena usahanya merugi maka si istri mempunyai hutang yang banyak. Awalnya
suami tidak tahu masalah ini ternyata si istri memiliki hutang yang sangat besar
dan untuk menutupi hutang tersebut, si suami telah menjual seluruh hartanya yang
si suami miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman si suami,
sampai akhirnya si suami tidak punya tempat tinggal lagi dan masih memiliki
hutang. Pada bulan Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran
dalam rumah tangga mereka, si suami sudah tidak sanggup lagi membayar hutang
si istri tersebut, malah si suami sering didatangi oleh orang-orang yang menagih
hutang si istri tersebut ke rumah kontrakannya. Suami sudah tidak sanggup lagi
membayar hutang si istri yang begitu besar. Perceraian tersebut telah
dimusyawarahkan keluarga, akan tetapi hal tersebut tidak berhasil. Keunikan dari
Perkara Nomor. 826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Yaitu alasan tergugat karena indikasi
perbedaan pendapat (cekcok) akibat si istri terlilit hutang yang sangat besar,
sampai-sampai si suami tidak mampu lagi membayarnya.
Dari penjelasan di atas penulis tergugah untuk meneliti kasus perkara
dengan alasan suami tidak mampu membayar hutang istri sebagai penyebab
terjadinya perceraian. Maka dari itu penulis mengambil objek penelitian di
Pengadilan Agama yang notabenenya merupakan lembaga Peradilan yang
menangani kasus bagi orang yang beragama Islam. Khususnya dibatasi di
Pengadilan Agama kota Depok. karena latar belakang di atas penulis mengambil
skripsi dengan “ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai
6
sebab pengajuan perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok
Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk dan Jakarta Timur Nomor.
154/Pdt.G/2009/PA.JT)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah. Maka
penulis membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal-hal yang
berkenaan dengan masalah tanggung jawab suami, khususnya kewajiban
membayar hutang. Karena dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) Pasal 80
seharusnya suami melakukan tanggung jawabnya namun pada kasus ini suami
tidak melakukan tanggungjawabnya. Penulis melakukan penelitian Dengan
objek penelitian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah
Kewajiban suami tehadap istri telah dijelaskan dalam al-Qur’an,
Hadis Undang-Undag dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), kenyataan nya
dilapangan banyak suami yang tidak melaksanakan kewajiban nya. Oleh
karena itu penulis dalam penulisan skripsi ini terfokus untuk mengetahui hal-
hal yang menyakut kewajiaban suami terutama dalam ketidak sanggupan
seorang suami dalam melunasi hutang istri.
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merinci
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
7
a. Apakah suami tidak sanggup melunasi hutang istri dapat menjadi suatu
alasan perceraian?
b. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perceraian karena suami tidak
sanggup melunasi hutang istri?
c. Mengapa hakim memberikan putusan dalam bentuk thalak satu raj’i ?
Dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, diharapkan
skripsi ini dapat menjelaskan sesuai dengan tema yang penulis ambil dalam
judul skripsi ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai
sebab pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan
beberapa permasalahan sebagi berikut :
a. Untuk mengetahui perspektif Hukum Positif tentang Perkawinan dan
Perceraian.
b. Dapat memahami hak dan kewajiban suami kepada istri menurut Hukum
Positif
c. Mengetahui masalah perceraian menurut Hukum Acara Peradilan Agama.
d. Dapat mengetahui cerai talak akibat ketidaksanggupan suami dalam
melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian khususnya di
Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur .
8
2. Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Untuk penulis: memberikan wawasan kepada penulis, dalam rangka
meningkatkan disiplin ilmu, yang akan dikembangkan menjadi profesi
penulis sebagai mahasiswa, sesuai dengan bidang studi yang merupakan
mata kuliah pokok dan sebagai ilmu yang dimiliki penulis yang akan
diperdalam lebih lanjut melalui studi-studi lain yang serupa dengan
disiplin ilmu tersebut.
b. Untuk kalangan akademis: seperti mahasiswa dan para pengamat
akademis dengan adanya skripsi ini yang menyajikan wacana pemikiran,
dan juga biasa dijadikan informasi untuk dibahas lebih lanjut dan bahan
untuk didiskusikan.
c. Untuk Ilmu pengetahuan: memberikan sumbangan khususnya bidang Ilmu
Fikih Munakahat sehingga mengetahui tantang pandangan Hukum Islam
mengenai ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai
sebab pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta
Timur.
D. Metode Penelitian
Metode yang penulis tempuh dalam penyelesaian skripsi ini, penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Pendekatan
Pendekatan Kualitatif yaitu dengan melakukan analisa isi, menguraikan
dengan cara mendeskripsikan isi dari putusan yurisprudensi, yang penulis
9
dapatkan di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur. Kemudian
menghubungkan dan menganalisis fakta-fakta sebuah putusan yang
disebabkan karena ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri yang
berakibat perceraian. Sehingga ditemukan kesimpulan objektif, sistematis
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam penulisan ini.
a. Sumber data penelitian
Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber penelitian. Sumber-
sumber hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang
berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.6
1) Sumber data primer: merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Sumber Data Primer di sini adalah
putusan Nomor 826/pdt/2009/PA Dpk. Dari Pengadilan Agama Kota
Depok Jawa Barat dan Putusan Nomor. 154/Pdt.G/2009/Pa.JT dari
Pengadilan Jakarta Timur.
2) Sumber Data Sekunder: Data sekunder adalah data yang diperoleh
dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang
dimaksud adalah al-Qur’an, Hadis buku-buku Karangan Ilmiah,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Kompilasi Hukum Islam (KHI), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
6 Peter Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, ( Jakarta: Kencana, 2005 ),Cet. Ke-4.h. 141
10
1975 Hukum Acara Peradilan Agama dan dokumen-dokumen lain
yang berkaitan dengan judul penelitian serta data arsip di Pengadilan
Agama Kota Depok yakni tentang ketidak sanggupan suami dalam
melunasi hutang istri sebagi sebab terjadinya perceraian.
b. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
1) Menganalisa, dan menafsirkan khususnya Putusan Nomor
826/pdt/2009/PA Dpk dan Putusan Nomor 154/Pdt.G/2009/Pa.JT
dalam rangka memahami proses mencari bukti-bukti data otentik yang
berkaitan dengan ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri
sebagai sebab terjadinya perceraian di Pengadilan Agama.
Sebelum analisis dilakukan, data tersebut disusun terlebih dahulu
untuk mempermudah analisis. Penyusunan data dapat dalam bentuk
table atau membuat coding untuk analisis dengan menggunakan
bantuan komputer. Sesudah data dianalisis, maka dilakukan
interpretasi atau penafsiran terhadap data tersebut.7
2) Wawancara adalah percakapan dengan tujuan untuk menganalisis data
kebenaran dari dua pihak8, yaitu pewawancara membenarkan
7 Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005)
Cet. Ke-7, h.54. 8 Lexy J Meoleong, Metodologi Penelitian, (Bandung; Remaja Rosdakarya,2004) hal.135
11
pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya dengan kejadian yang
sebenarnya agar data tersebut dapat diterima lalu diolah dengan
menggunakan metode pendekatan statistik kuantitatif dan hasilnya
dapat disimpulkan dan diinformasikan kepada khalayak yang
membutuhkan dari data yang sudah diolah tersebut.
c. Teknik Analisis Data
Dalam melakukan teknik analisis data ini peneliti menggunakan
cara mengumpulkan data–data yang sudah ada di Pengadilan Agama,
adapun tahap yang dilakukan pertama kalinya adalah dengan cara
mengambil data yang sudah ada contohnya berupa putusan dan hasil dari
hasil putusan itu dianalisis, diolah datanya dengan metode tertentu dan
ditarik kesimpulannya. Dan hasil laporan yang sudah di dapat bisa
diinterpretasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian yang berguna
untuk khalayak orang banyak yang membutuhkan dari data penelitian
tersebut.
Membandingkan antara perbandingan hukum yang bersifat
deskriftif komparatif yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan
informasi dan perbandingan hukum terapan yang mempunyai sasaran
tertentu.9 dalam kasus ini peneliti menganalisa putusan, yaitu putusan
yang di peroleh dari pengadilan Agama depok dan pengadilan Agama
9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005),
Cet.ke-7,h.70.
12
Jakarta Utara dengan dilihat dari Hukum Islam dan Hukum Positifnya.
Kemudian menghubungkan dan menganalisis fakta-fakta sebuah putusan,
sehingga di temukan kesimpulan yang objektif dan sistematis.
d. Teknik Penulisan Data
Sesuai dengan buku PPS (Pedoman Penulisan Skripsi) yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007 dan UIN Jakarta
Press. Dengan pengecualian: penulisan terjemah al-Qur’an dan Hadis
ditulis satu spasi, dalam daftar pustaka al-Qur’an ditulis di awal.
E. Studi Review
1. Disebabkan oleh gangguan pihak ketiga, gangguan pihak ketiga merupakan
Judul skripsi : Faktor Pemicu Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama
Singaraja, BALI.
Disusun oleh : Muhammad Ridwan
Tahun : 2003
Skripsi ini berisi bahwa latar belakang pemicu terjadinya perceraian
salah satu penyebab terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang kalau
tidak segera diselesaikan akan menyebabkan semakin runtuhnya rumah
tangga. Karena dalam hal ini pihak ketiga lah yang mempengaruhi ekonomi
rumah tangga, karena dengan datangnya pihak ketiga pastinya pendapatan
yang akan diterima oleh pihak istri akan berkurang sedangkan kebutuhan dari
waktu sewaktu terus merangkak naik. Adapun perceraian karena pihak ketiga
13
ini maksudnya ada pihak luar selain suami istri yang berperan dalam
menyebabkan perceraian adalah:
Perselingkuhan ditemukan bahwa ada orang ketiga, seperti Pria
Idaman lain, dan Wanita Idaman lain yang hadir dalam kehidupan rumah
tangga yang akan sangat berpotensi terjadinya percekcokan dan pertengkaran
yang akhirnya istri atau suami merasa terlecehkan dan mengajukan gugatan
cerai ke Pengadilan Agama.
a. Mengenai kekurangan dari isi penulisan skripsi ini, sayangnya penulis
tidak melakukan penelitian lapangan ( metode wawancara atau interview )
kepada objek atau orang yang terkait penulis hanya berpedoman terhadap
teks dari buku-buku yang ada. Karena kalau kita tinjau lagi fungsi dari
kita menginterview objek atau orangnya langsung maka kita dapat
memperoleh informasi yang lebih akurat. Tanpa kita harus atau
bermaksud menyinggung perasaan orang yang sedang mengalami
permasalahan tersebut.
2. Judul skripsi : Ketidak Harmonisan yang terjadi di Kehidupan Rumah Tangga
Sebagai Pemicu perceraian di Wilayah Pengadilan Agama, Jakarta Selatan.
Disusun oleh : Ety F
Tahun : 2005
Dalam tulisannya menjelaskan bahwa: “Faktor terjadinya perceraian
salah satu penyebab adalah faktor ekonomi, faktor perselingkuhan, kekerasan
dalam rumah tangga ( KDRT ), dll. Adapun ketidakharmonisan yang terjadi
14
dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang berakhir dengan pelaporan
gugatan cerai di Pengadilan Agama Jaksel. Dan ketidakharmonisan bisa
disebabkan karena adanya sikap-sikap dan prilaku yang tidak baik di antara
mereka berdua, salah satunya adalah:
a. Ketidaktaatan, adapun salah satu kewajiban istri terhadap suaminya ialah
taat terhadap perintah suaminya selama perintah tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW, karena
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 83 ayat 1 disebutkan:
“ kewajiban utama bagi suami istri ialah berbakti lahir dan batin kepada
suami di dalam garis-garis yang dibenarkan oleh hukum Islam”
b. Penyebab yang kedua adalah penganiayaan . suami telah melakukan
penganiayaan dan pemukulan kepada pasangannya atau istrinya. Dan istri
tersebut merasa tidak diperlakukan dengan baik sebagaimana perintah
agama, dan dari point ini atau penganiayaan dapat dianalisiskan sebagai
kategori tindakan KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga ) yang
berupa kekerasan fisik, psikis, ekonomi, maupun dalam kekerasan SEX.
Yang pada akhirnya kedua belah pihak sepakat mengakhiri hubungan
suami istri di hadapan muka persidangan Pengadilan Agama Jaksel.
3. Dari beberapa penganalisaan beberapa skripsi yang saling ada hubungannya
dengan faktor pemicu perceraian.
15
Pertama : Awalnya karena disebabkan ketidak jujuran di antara pasangan
suami istri tersebut dalam memahami sikap kejelekan yang dimiliki
keduanya pada saat pacaran, dan sang istri pun tidak mengetahui
lebih jauh pekerjaan tetap yang dilakoni oleh calon suaminya, dan
apabila calon istri pun tahu latar belakang pekerjaan dan bisa
menerima secara ikhlas calon suaminya dengan permasalahan
ekonomi, maka dapat hal-hal yang menyebabkan perceraian yang di
karenakan faktor ekonomi dapat dihindari.
Kedua ; Adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) yang
berupa kekerasan fisik , psikis, ekonomi, maupun kekerasan Sex.
Yang dilakukan oleh pihak suami ke pihak istri. Dan bisa dilihat
dari pihak wanita dengan cepatnya pengambilan keputusan dalam
mengambil waktu berlangsungnya pernikahan karena tanpa
dipikirkan secara lebih mendalam lagi, bagaimana dan seperti apa
karakteristik calon suaminya kelak. Yang pada akhirnya pada awal-
awal pernikahan kedua pasangan tersebut timbul konflik-konflik
yang diakhiri dengan pelaporan gugatan cerai dan diselesaikan
dalam putusan “Cerai” di depan muka persidangan Pengadilan
Agama Jaksel.
Dari dua Tinjauan Review atau Kajian Terdahulu yang sudah dibahas di
atas maka penulis ingin lebih mengkhususkan judul skripsi penulis yakni: Ketidak
Sanggupan Suami Dalam Melunasi Hutang Istri Sebagai Sebab Pengajuan
16
Perceraian ( Analisis Studi di Pengadilan Agam Kota Depok Jawa Barat Nomor
Putusan 826/pdt.g/2009/PA Dpk dan Jakarta Timur Nomor
154/Pdt.G/2009/Pa.JT). Oleh karena itu kita dapat lebih terkonsentrasi lebih
mendalam mengenai latar belakang dari permasalahan yang terjadi oleh kedua
pasangan yang disebabkan oleh karena dari faktor finansial atau faktor ekonomi.
Maka di sini terlihatlah perbedaan dalam pembahasan judul yang sudah
dibahas dan ditulis oleh para kakak kelas penulis yakni Muhammad Ridwan, dan
Etty F. karena di dalam karyanya para kedua penulis itu membahas judul yang
tidak spesifik, maka untuk menspesifikkan kembali maka penulis mengajukan
judul yang sudah tertera. Dan mohon izinkan penulis diberikan kesempatan untuk
membahas dan meneliti kembali dari judul yang sudah penulis tetapkan.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang meliputi sebagai
berikut:
BAB KESATU PENDAHULUAN; Membahas tentang masalah yang
melatarbelakangi skripsi ini yang meliputi; Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Studi Review serta
Sistematika Penulisan.
BAB KEDUA KAJIAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN; membahas
tantang pengertian dan dasar hukum perceraian, Sebab-sebab
17
terjadinya perceraian, perbedaan cerai thalak dan cerai gugat,
prosedur perceraian.
BAB KETIGA POTRET PENGADILAN AGAMA ; Membahas tentang
sejarah singkat Pengadilan Agama Depok dan Jakarta
Timur,Yurisprudensi pengadilan Agama Depok dan Jakarta
Timur, Struktur pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur
BAB KEEMPAT PUTUSAN PENGADILN AGAMA DEPOK DAN
JAKARTA TIMUR; Membahas Tentang Duduk Perkara
Pengadilan Agama Depok, dan Duduk Perkara Pengadilan
Agama Jakarta Timur, Analisa Penulis.
BAB KELIMA PENUTUP; yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-
saran, penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lampiran-
lampiran yang dianggap penting
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum perceraian
1. Pengertian Perceraian
Kata perceraian atau talak dalam bahasa Arab berasal dari tholaqo-
yathluqu-tollaqo yang bermakna melepaskan atau menguraikan tali pengikat,
baik tali pengikat itu bersifat konkret seperti tali pengikat kuda atau unta
maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan.1 Dalam Al-munawir
kamus Arab Indonesia, cerai adalah terjemahan dari bahasa arab “Thalaqa”
yang secara bahasa artinya melepaskan ikatan.2 Dalam kamus Ensiklopedia
Islam dijelaskan bahwa kata talak adalah melepaskan ikatan, meninggalkan,
dan memisahkan. Di Zaman jahiliah istilah talak digunakan untuk
memisahkan hubungan suami istri.3 Pada Ensiklopedi Islam Indonesia
diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami
istri secara sepihak dengan menggunakan kata “Talak” atau seumpamanya.4
Dalam kamus istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan dengan kata-kata
1 Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta, Ilmu
Fikih, ( Jakarta : Departemen Agama, 1985 ), Cet.ke-2, h.226 2 Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, ( Surabaya : Pustaka
Progresif, 1997 ) Cet Ke-14, h.207 3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta : PT.Ikhtiar baru Van
Hoeve,1997 ), Cet.Ke-4,h.53 4 Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1987) Jilid 3, h.940
18
19
jelas atau sarih, atau dengan kata-kata sindiran atau kinayah.5 Selanjutnya
mazhab Syafi’I mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan
lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu. Sedangkan Mazhab maliki
mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya
kehalalan hubungan suami istri.6
Kata talak menurut Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa perceraian
atau talak adalah penghapusan perkawinan dengan putusan atau tuntutan salah
satu pihak dari dalam perkawinan itu.
Dalam istilah agama talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau
bubarnya hubungan perkawinan.7 Sedangkan menurut istilah, thalak adalah
melepas ikatan pernikahan, atau menghilangkan ikatan pernikahan pada saat
itu juga (melalui thalak ba’in) atau pada masa mendatang setelah iddah
(melalui thalak raj’i ) dengan ucapan tertentu.8
Pada Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI), talak adalah ikrar
suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang terjadi salah satu sebab
putusnya ikatan perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 129,130, dan 131 Ayat (1) dan (2).9 Dan dalam Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, talak adalah seorang suami yang
5 Salahuddin Khairi Sadiq, Kamus Istilah Agama, ( Jakarta : CV.Sient Tarama,1983 ),h.358 6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Talak” Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.Ikhtiar Baru
Van Hoeve, 1997 ), Cet. Ke-4,h.53 7 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid3, Pena Pundi Aksara : 2007, h.135 8 Abu Malik bin Sayyid Salim, Fikih Sunnah Untuk Wanita, Al-I’Tisham, Jakarta : 2007 9 Lihat Kompilasi Hukum Islam
20
beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan
kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
Menurut H.A Fuad Said mendefinisikan perceraian adalah putus
hubungan perkawinan antara suami dan istri.10 Dari definisi-definisi di atas,
maka dapatlah dipahami bahwa talak adalah menghilangkan ikatan
perkawinan sehingga setelah ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi
suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan dalam arti
mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi
suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak
suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi satu menjadi hilang hak talak
itu, yaitu terjadi dalam talak Raj’i.11
Jadi dari beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa talak merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah
pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan
talak menggunakan lafal-lafal tertentu, namun penekanannya dimaksudkan
bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya suami istri, dalam arti putusnya
hubungan perkawinan.
10 H.A Fuad Said. Perceraian Dalam Hukum Islam ( Jakarta : Pustaka Al-Husna,1993 hal 1) 11 Sri Mulyani, Editor, Relasi Suami Istri Dalam Islam, Pusat Studi Wanita, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta : 2004, Hal 16-17
21
2. Dasar Hukum Perceraian
Akad perkawinan dalam hukum islam bukanlah perkara perdata semata,
melainkan ikatan suci (Mitsaqan Galizan) yang terkait dengan keyakinan dan
keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam sebuah
perkawinan. Karena untuk itu syaria’at islam menjadikan pertalian suami istri
dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, Firman Allah
Q.S An-Nisa(4): 21
⌧
⌧ )21: 4/النساء(
Artinya: bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. dan mereka (istri istrimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.(Q.S. An-Nisaa/4:21)
Oleh karena itu suami istri wajib menjaga terhubungnya tali pengikat
perkawinan dan tidak sepantasnya pasangan suami istri berusaha merusak dan
memutuskan tali tersebut dan perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga
bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam islam yakni
terwujudnya keluarga sejahtera dapat terwujud.12 Bila hubungan pernikahan itu
tidak dapat lagi dipertahankan dan jika dilanjutkan juga akan menghadapi
kehancuran dan kemudharatan, maka islam membuka pintu untuk dapat
terjadinya perceraian. Agama Islam telah menetapkan kebolehan perceraian jika
12 H.Amiur Nuruddin, Hukum Pardata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam Dari Fikih, Undang-Undang Nomor 1/1974 Sampai KHI, ( Jakarta : Kencana,2006),h.206
22
hubungan perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan dengan terjadinya
pertengkaran (siqaq) yang terus menerus. Hasan Bin Ziyad meriwayatkan dari
Imam Ja’far Shadiq, beliau berkata : “Seseorang pria tidak boleh menceraikan
istrinya tanpa alasan, kemudian dirujuk dan diceraikan kembali. Ini merupakan
suatu bentuk penganiayaan yang dilarang Allah SWT kecuali apabila dia
menceraikan dan merujuknya kembali dengan tujuan menahan diri dari sesuatu.
Apabila kita menilik besarnya tuntutan mencegah perceraian dalam kondisi
tertentu, perceraian merupakan perbuatan terlarang dan dosa. Misalnya, apabila
dengan perceraian itu dapat merusak kehidupan agama dan kehormatan wanita.
Bertolak dari sini, sudah seharusnya bagi siapa saja yang akan melakukan
perceraian, terlebih dahulu harus benar-benar mempertimbangkan baik dari segi
cara, waktu maupun risiko yang akan ditimbulkannya sebelum akhirnya berani
memutuskan untuk bercerai, agar perceraian tersebut menjadi perceraian yang
baik.13 Adakalanya perceraian tersebut terjadi tanpa adanya alasan yang kuat, hal
inilah yang menyebabkan lahirnya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974. Selain itu juga untuk mewujudkan suatu perkawinan yang bahagia, kekal
dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang ada dalam penjelasan umum
Undang-Undang Perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian.14 Dalam
hal ini agama Islam telah terlebih dahulu mengatur sedemikian rupa masalah
13 Ali Husaian Muhammad Makki Al- Amili, Perceraian Salah Siapa ?, ( Jakarta : Lentera,
2001), h.37 14 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1978 ),h.36
23
perceraian ini dengan menurunkan ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi yang
berkenaan dengan perceraian tersebut sehingga mempunyai dasar hukum dan
aturannya tersendiri. Di antaranya yaitu Q.S Al-Baqarah (2) : 228
☺
☺
☺
☯
)228: 2/البقرة(
Artinya: wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru' tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang di ciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-Baqarah/2 : 228)
Demikian pula disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2)229
⌧
☺ ☺
⌧ ☺
⌧ ☺
⌧
)229: 2/البقرة(
24
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”.
Dilanjutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 230
⌧ ⌧
⌧ ⌧ ☺
☺
)230: 2/البقرة( ☺ Artinya: “kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua),
Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah/2 : 230)
Begitu pula dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 231 yang berbunyi
25
Artinya: “apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir
iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya mereka Barang siapa berbuat demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-Baqarah/2 : 231)
Dilanjutkan dalam Q.S Al-baqarah (2) : 232
⌧
⌧
☺ )232: 2/البقرة(
Artinya: apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, Maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang di nasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Al-Baqarah/2 : 232)
26
Serta dalam Q.S At-Thalaq (65) : 1
⌧
: 65/الطالق( 1(15
Artinya: Hai nabi, apabila kamu menceraikan Istri-istrimu Maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S At-Thalaq/65 : 1)
Namun demikian pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu
yang tidak disenangi yang dalam istilah usul fikih disebut MAKRUH. Hukum
makruh ini dapat dilihat adanya usaha pencegahan terjadinya talak itu dengan
berbagai penahapan. Beberapa ayat al-Qur’an mengantisipasi kemungkinan
terjadinya perceraian itu.
Namun demikian para ulama sepakat membolehkan talak. Ini melihat
bahwa bisa saja sebuah rumah tangga mengalami keretakan hubungan yang
mengakibatkan runyamnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam
15 Imam Abi Husaini Muslim Ibn Hajjaji, Shaih Muslim, (Darul Fiqr,1992),Juz 1,h.685
27
keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak membawa
keuntungan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk
menghindari dan menghilangkan berbagai hal negatif tersebut yaitu dengan cara
talak.
Lalu tentang hukum cerai ini, ulama fikih berbeda pendapat. Pendapat
yang paling benar di antara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang” kecuali
karena alasan yang benar. Ini menurut golongan Hanafi dan Hambali. Alasannya
adalah sabda Rasulullah SAW
وابن , داود أبو رواه. (الطلاق الله عند الحلال أبغض :ρ الله رسول قال: قال -عنهما الله رضي - عمر ابن عن 16.(إرساله حاتم أبو ورجح , الحاآم وصححه , ماجه
Artinya: Dari Ibnu Umar semoga Allah Swt meridhoi keduanya berkata:
Rasulullah SAW bersabda: perbuatan halal yang dibenci oleh Allah
SWT ialah talak. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim, serta
dikuatkan oleh Abu Hatim
B. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian
Suatu perkawinan dimaksudkan untuk menciaptakan kehidupan suami
istri yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina keluarga yang
sejahtera dan bahagia sepanjang masa. Setiap pasangan suami istri selalu
mendambakan agar hubungan yang diikat oleh akad perkawinan itu semakin
kokoh terpatri sepanjang hayat.
16 Muhammad ibn Ismail Al Amir As-Shan’ni, Subul As-Salam Al Musholah ila Bulugh Al
Maram, Juz 3 (Kairo: Dar Ibn Al Jauzi, 1428 H), h.156
28
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal
38 disebutkan ada 3 (tiga) hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan,yaitu:17
(1) Karena Kematian;
(2) Karena Perceraian ; dan
(3) Karena Putusan Hakim.
Dalam hal ini, penulis akan menguraikannya secara gamblang.
1. Karena Kematian
Putusnya perkawinan karena kematian tidak menimbulkan banyak
persoalan, karena dengan sendirinya ikatan perkawinan keduanya menjadi
putus. Apabila pihak suami atau istri yang masih hidup ingin menikah lagi
maka bisa saja asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah
ditentukan dalam Hukum Islam.18
2. Karena Perceraian
Peraturan pemerintah menggunakan kata perceraian ini dengan istilah
“cerai talak” untuk membedakannya dengan pengertian perceraian atas
Putusan Pengadilan menggunakan istilah “cerai gugat”.19
Sebagai ketentuan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perceraian Pasal 39 Ayat 1 disebutkan bahwa : “perceraian hanya dapat
17 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 18 Lili Rasidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, ( Bandung :
Remaja Rosdakarya,1991),h.194 19 Arso Sostroatmodjo, et.al., Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta ; Bulan Bintang,
1981),h.60
29
dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak”.20
Menurut hemat penulis, maksud di hadapan sidang Pengadilan Agama
ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak
suami istri tersebut, sebagaimana hal tersebut dikaitkan dengan pasal 2 ayat 2
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan
bahwa : “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan per Undang-
Undangan yang berlaku”.
Maksud apabila perkawinan harus dicatatkan, begitu pula bila terjadi
perceraian antara keduanya. Jadi, ketika menikah suami istri tentu memiliki
akta nikah sebagai bukti otentik perkawinannya dari Kantor Urusan Agama.
Namun, apabila terjadi perceraian akta nikah diganti dengan akta cerai yang
diberikan oleh Pengadilan Agama yang menangani kasus perceraian suami
istri yang bersangkutan.
3. Karena putusan Pengadilan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perceraian yang
terjadi karena putusan pengadilan terjadi di luar kehendak suami atau istri,
yaitu apabila majelis hakim berpendapat atau menilai bahwa perkawinan
20 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1
30
keduanya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, bentuknya berupa fasakh
( pembatalan perkawinan).21
Fasakh perkawinan adalah sesuatu yang merusak akad ( perkawinan)
dan bukan merupakan talak, fasakh bisa terjadi karena syarat-syarat yang
tidak terpenuhi pada waktu akad nikah atau karena hal-hal lain yang datang
kemudian dan dapat mendatangkan kelangsungan perkawinan.22 Contoh
fasakh adalah seperti baru diketahui bahwa pasangannya adalah saudara
kandung maka perkawinannya batal demi hukum.
Adapun menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan pada Pasal 39 Ayat (2) dijelaskan untuk melakukan perceraian
harus ada cukup alasan bahwa pasangan tersebut tidak dapat hidup rukun lagi
sebagai suami istri, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada
Pasal 116 menjelaskan alasan-alasan terjadinya perceraian yaitu:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat penjudi,
dan lain sebagai nya yang sukar di sembuhkan
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain (suami atau istri) selama 2 (dua)
tahun berturut-turut tanpa mendapat izin dari pihak lain
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima ) tahun, atau lebih
berat setelah perkawinan berlangsung
21 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,h.197 22 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah., h.268
31
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
dapat membahayakan pihak lain
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri
f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran,
serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
g. Suami melanggar taklik talak
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya perceraian
ketiak rukunan dalam rumah yang.
B. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat
Cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan
atas kehendak suami. Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Peradilan
Agama Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perceraian pada Pasal 66 Ayat (1) yaitu :
“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna
menyaksikan ikrar talak”.23
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 117 yaitu :
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah
23 Lihat UU No 7 Tahun 1989, Pasal 66
32
pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak”.24
Cerai talak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang
berhak untuk menalak istrinya, sedangkan istri tidak berhak menalak suaminya.
Bagi suami yang mengajukan gugatan talak maka suami harus melengkapi
persyaratan administrasi sebagai berikut :
1. Kutipan Tanda penduduk (KTP)
2. Surat keterangan akta talak dari Kepala desa atau lurah setempat
3. Kutipan Akta Nikah (model NA)
4. Membayar uang muka biaya perkara menurut peraturan yang berlaku
5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai Negeri Sipil (PNS)
atau anggota TNI atau POLRI.25
Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak
istri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Perceraian pada Pasal 73 Ayat (1), yang berbunyi : “gugatan perceraian
dilajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat”.26
24 Lihat Kompilasi Hukum Islam, Pasal 117 25 Sutarmadji Dan Mesraini, “ Administrasi Pernikahan Dan Menejemen Keuangan,(Jakarta :
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,2006).h149 26 Lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989,Tentang Peradilan Agama, Pasal 73 Ayat (1)
33
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 132 Ayat (1) yaitu : “
Gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan
Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami ”.27
Dalam perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak gugat untuk
bercerai dari suaminya, karena dalam cerai talak haknya hanya dimiliki oleh
suami. Akan tetapi bukan berarti cerai gugat haknya mutlak milik istri. Dengan
demikian masing-masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya
menuntut perceraian.
Dalam Islam tidak mengenal istilah cerai gugat karena cerai gugat
hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam hukum acara di Indonesia. Akan
tetapi dalam Hukum Islam menganal khulu, yang mempunyai persamaan dengan
cerai gugat,dan tetap ada perbedaannya yaitu jika dalam khulu itu ada Iwadl yang
harus dibayar oleh istri, dan yang mengucapkan kalimat perceraian (Talak) adalah
suami setelah adanya pembayaran Iwadl tersebut. Sedangkan cerai gugat tidak
ada pembayaran Iwadl serta yang memutuskan perceraian adalah Hakim.28 Selain
itu, dalam cerai talak apabila suami ingin mengajukan ikrar talak, ia (suami) tidak
mengajukan gugatan melainkan mengajukan permohonan izin mengucapkan ikrar
talak di Pengadilan Agama. Karena talak itu ada di tangan suami. Berbeda dengan
27 Lihat Kompilasi Hukum Islam,Pasal 132 Ayat (1) 28 M. Yasir Arafat, “ Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga.” (Skrpsi Fakultas
Syariah dan Hukum, Unifersitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,2003),h.16
34
cerai gugat yaitu si istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam Islam
istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan Iwadl
kepada suami. Hal ini yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat.
Dalam perkara cerai gugat, adapun persyaratan administrasi yang harus
dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut :
1. Kutipan Tanda penduduk (KTP)
2. Surat keterangan untuk cerai dari kepala desa atau lurah setempat
3. Kutipan akta nikah (model NA)
4. Membayar uang muka biaya menurut peraturan yang berlaku
5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negeri Sipil (PNS) atau
Anggota TNI atau POLRI
C. Prosedur Perceraian
Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan
di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan
cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi karena
talak suami kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah
permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan.
Awal surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani
diajukan ke kepaniteraan pengadilan Agama (surat gugatan diajukan pada sub
kepaniteraan gugatan sedangkan permohonan pada sub kepaniteraan
permohonan). Undang-Undang membedakan antara perceraian atas kehendak
35
suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik Hukum
Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian.29
Sebelum perkara terdaftar di kepaniteraan, panitera melakukan penelitian
terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian terhadap bentuk
dari isi gugatan permohonan) sudah dilakukan sebelum perkara di daftarkan.
Misalnya dalam membuat surat gugatan, kepaniteraan dibolehkan memberikan
arahan pada penggugat apabila dalam gugatan yang dibuat tidak sesuai. Apabila
terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan maka tidak boleh didaftarkan
sebelum petitum dan positanya jelas, seperti ada petitum namun tidak didukung
oleh posita berarti gugatan atau permohonan tidak jelas.30
Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut terlebih
dahulu harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam
meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaliknya melakukan penelitian
tersebut disertai dengan membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara,
lalu berkas perkara beserta resume tersebut diserahkan kepada Ketua pengadilan
(dengan buku ekspedisi lokal sebenarnya). Dengan disertai saran tidak misalnya
berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan”. 31
29 Latif, Anaka Hukum Perceraian Di Indonesia, h.72 30 Mukti Arto, Peraktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama,(Jakarta: Pustaka
Pelajar,2003),cet.ke-4,h.76 31 Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradialan Agama, ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2001),ed.ke-2,cet.ke-8,h.129
36
Kemudian penggugat atau pemohon kemeja I untuk menaksir besarnya
biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan
perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan Pasal 193 Rbg / Pasal 128 Ayat (1) HIR /
Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama, yang meliputi:
1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai
2. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah
3. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain
4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan
yang berkenaan dengan perkara tersebut.32
Ketentuan di atas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan
untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo (cuma-cuma).
Ketidakmampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari
Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu,
penggugat atau pemohon menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat
gugatan/permohonan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah
dibayar. Setelah selesai, kemudian surat gugatan/permohonan tersebut di masukan
32 Pasal 90 Ayat (1), Unadng-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-Uandang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama,h.74
37
dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil Panitera untuk
disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera.33
Setelah terdaftar, gugatan diberi nomor perkara kemudian diajukan kepada
Ketua Pengadilan, setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan maka ia
menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada
prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua
menunjuk seorang hakim sebagai ketua majelis dan dibantu dua orang hakim
anggota.34
Setelah itu hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat
menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua
majelis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam
persidangan. Pasal 121 HIR,35 untuk Membantu Majelis Hakim dalam
menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang dalam
hal ini panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti.36
Tata cara pemanggilan di mana harus secara resmi dan patut, yaitu:
a. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi
yang dipanggil di tempat tinggalnya;
33 M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah Di
Indonesia, (Jakarta: Sinar Garfika,2004), Cet.ke-2,h.14 34 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta:
Sinar Grafika,2004), Cet.ke-6,h.39 35 M. FAuzan, Pokok Pokok Acara Peradilan Agama, h.13 36 A. Basiq Djalil, Peradialan Agma Di Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2006), cet.ke-1,h.214
38
b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada
Kepala Desa di mana ia tinggal;
c. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli
warisnya;
d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah
(tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil) kepada hakim yang akan
memeriksa perkara yang bersangkutan;
e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai.37
Sedangkan proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui
tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah tertera dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 5438:
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus
dalam Undang-Undang ini”.
Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum,
dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya
bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa
mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian, inisiatif
37 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.40 38 A. Basiq Djalil,Peradilan Agama Di Indonesia,h.202-203
39
perdamaian dapat timbul dari hakim. Penggugat ataupun tergugat. Hakim harus
sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian
yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum
dilanjutkan ke tahap pemeriksaan diawali membaca surat gugatan.39
Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan kesempatan
untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat
melalui Hakim. Pada tahap replik penggugat kembali menegaskan isi gugatannya
yang dilakukan oleh tergugat dan juga mempertahankan diri atas sanggahan-
sanggahan yang disangkal tergugat. Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat
menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.40
Tahap Replik Duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat
memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap
pembuktian, penggugat dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang
dimiliki untuk mendukung jawabannya (sanggahan), masing-masing pihak berhak
menilai alat bukti pihak lawannya.
Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan pendapat
akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim
menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulkan
dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa.41
39 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.41-42 40 Ibid.,h.43 41 Ibid., h.45
47
BAB III
POTRET PENGADILAN AGAMA
A. Sejarah Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Sejarah Pengadilan Agama Depok
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Depok yang
berawal dari satu wilayah Kecamatan Depok berkembang menjadi sebuah
Kota Administratif sebagai bagian dari Kab. Bogor kemudian menjadi Kota
Madya, yang pada saat ini menjadi sebuah pemerintahan Kota Depok
dibentuk pula Pengadilan Agama Depok berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002.
Pembentukan Pengdilan Agama Depok ini bersamaan dengan di bentuknya 11
Pengadilan Agama lainnya sesuai KEPRES Pengadilan Agama Depok yang
peresmian oprasional oleh Walikota Depok dilaksanakan pada tanggal 25 Juni
2003 di Balai Kota Depok mulai menjalankan fungsi peradilan sejak 1 Juli
2003, Di samping dasar pembentukan dan dasar oprasional sebagaimana
tersebut di atas, yang menjadi dasar pertimbangan perlunya dibentuk
Pengadilan Agama Depok adalah antara lain:
a. Depok telah menjadi sebuah pemerintahan Kota, yang berdiri sendiri lepas
dari pemkab. Bogor yang perlu dibentuk/adanya sebuah Pengadilan
Agama sesuai Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.
40
41
b. Perkara-perkara yang harus diselesakan oleh Pengadilan Agama Cibinong,
55% nya berasal dari penduduk yang berdomisili di Depok, sesuai hasil
studi kelayakan.
c. Untuk melaksanakan asas cepat dalam penyelesaian perkara, karena
Pemerintahan Kota Depok harus menempuh jarak yang jauh ke
Pengadilan Agama Cibinong
2. Sejarah pengadilan Agama Jakarta Timur
Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 Tahun 1967 tertanggal 17 Januari
1967.
Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta.
Pada saat munculnya sebutan Pengadilan Agama Jakarta Timur di
wilayah hukum DKI Jakarta, bermula dari sebuah proses. Ketika Lembaga
Pengadilan Agama di wilayah hukum DKI Jakarta diberi nama dengan
sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur lalu pada saat yang bersamaan
lahir pula Pengadilan Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah
hukum DKI Jakarta dalam lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur,
yaitu :
a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan
b. Pengadilan Agama Jakarta Barat
c. Pengadilan Agama Jakarta Utara dan
42
d. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah tercermin di
dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari
1967 tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Secara nyata pula dalam ke putusan
tersebut ditegaskan bahwa Pengadilan Agama yang terletak di jantung Ibukota
Negara Republik Indonesia memiliki keistimewaan yaitu double/peran ganda
dan atau dua sisi yaitu di satu sisi sebagai “Kantor Induk” dari 4 (empat)
Pengadilan Agama yang berada di 4 (empat) wilayah yurisdiksi yang
mengelilinginya, sedangkan pada sisi yang lain dalam operasionalnya adalah
juga Pengadilan Agama yang berkedudukan di wilayah kekuasaan “Kota
Jakarta Pusat”.
B. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok Dan pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok
Hukum Pengadilan Agama Depok adalah meliputi wilayah
Pemerintahan kota Depok, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 yang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 62 tahun
2002 Pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa “ Daerah hukum Pengadilan Agama
Depok meliputi wilayah pemerintahan Kota Depok Propinsi Jawa Barat”.
2. Yurisdiksi pengadilan Agama Jakarta Timur
43
Pembahasan tentang wilayah yurisdiksi ini bermuara dari istilah yang
menjadi urat nadinya ke wenangan memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan.
Dalam istilah “ke wenangan” mengadili ini sebagaimana bersinonim
dengan kata “kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan ke wenagnan dan
kekuasaan dan atau pada HIR dikenal pula dengan istilah kompetensi. Adapun
pembahasan kompetensi ini terbagi kepada 2 (dua) aspek yaitu :
Kompetensi Absolut, yaitu ke wenangan atau kekuasaan untuk
memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan yang
menyangkut pokok perkara itu sendiri.
Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
disebut pada Bab III yang berjudul KEKUASAAN PENGADILAN Pasal 49
Ayat (1) yang berbunyi “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara perkata di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan;
b. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c. Wakaf dan Shodaqoh
d. Ekonomi Syari’ah
Kompetensi Relatif, yaitu ke wenangan atau kekuasaan untuk
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan
44
yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari
keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai berikut :
a. HIR Pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo Pasal 142 (2) dan
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 66 Ayat 1 s/d 5.
Tentang kompentensi relatif ini bagi Pengadilan Agama yang
berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah
ditetapkan pada saat kelahirannya yaitu dalam Keputusan Menteri Agama
Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain :
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan Kota Jakarta Utara.
b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan Kota Jakarta Barat.
c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan Kota Jakarta Selatan.
d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan Kota Jakarta Timur.
e. Khusus untuk Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya ditetapkan
sebagai Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarta Raya yang daerah
hukumnya meliputi seluruh wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, adalah juga sebagai Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
meliputi wilayah kekuasaan Kota Jakarta Pusat.
C. Struktur Organisasi
45
1. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kota Depok
Pengadilan Agama Depok merupakan Pengadilan Agama kelas II,
karena ia baru dibentuk, yang saat ini dipimpin oleh seorang Ketua (Drs.
Kurtubi Kosim, SH, M.Hum) dan seorang Wakil Ketua (H. Asril
Nasution,SH,M.Hum) mempunyai struktur organisasi sebagai berikut1:
a. Pimpinan:
Ketua dan wakil ketua
b. Tenaga Fungsional :
para hakim
c. Kepaniteraan/Kesekretariatan ;
1) Panitera dibantu oleh:
Wakil panitera, Panitera Muda Permohonan, Panitera Gugatan dan
panitera Hukum serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita
pengganti, sesuai dengan Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989.
2) Sekretaris dibantu oleh :
Wakil Sekretaris sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 yang dilengkapi dengan :
Kepala Urusan Kepegawaian, Kepala urusan Keuangan dan kepala
urusan Umum
1 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok.hal 11
47
40
Gambar 3.1 Bagan Struktur Organisasi Peradilan Agama Depok2
2 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005. h.15
46
47
2. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
Adapun struktur organisasi pengadilan Agama Jakarta Timur adalah
sebagai berikut:
a. Pimpinan:
Ketua dan wakil ketua
b. Tenaga Fungsional :
para hakim
c. Kepaniteraan/Kesekretariatan ;
1) Panitera dibantu oleh:
Wakil panitera, Panitera Muda Permohonan, Panitera Gugatan dan
panitera Hukum serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita
pengganti, sesuai dengan pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989.
2) Sekretaris dibantu oleh :
Wakil Sekretaris sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 yang dilengkapi dengan :
Kepala Urusan Kepegawaian, Kepala urusan Keuangan dan kepala
urusan Umum.
40
47
40
Gambar 3.2 Bagan Struktur Organisasi Peradilan Agama Jakarta Timur3
3 http://www.pajaktim.go.id/stuktur-organisai.php/
KETUA
PANITERA/SEKRETARIS
WAKIL WAKIL SEKRETARIS PANITERA
WAKIL KETUA
PANMUD PERMOHO
PANMUD GUGATAN
PANMUD HUKUM
STAF
STAF
KASUB KEPEG
KASUB KEUANGAN
KASUB UMUM
STAF
STAF
STAF
JURU SITA PENGGANTI JURU SITA
PANITERA PENGGANTI
HAKIM
STAF
48
BAB IV
PUTUSAN PENGADILN AGAMA NOMOR:826/Pdt.G/2009/PA Dpk DAN
NOMOR:154/Pdt.G/2009/PA.JT
A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok
Nomor:826/Pdt.G/2009/PA Dpk
Berdasarkan para pihak dan saksi, dalam putusan
Nomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk disebutkan bahwa pemohon adalah Herry
Karnadi bin Drs. Pg Hirwanto, umur 38 tahun, Agama Islam, pendidikan S.2,
pekerjaan PNS Pemda Kota Bogor, tempat tinggal di Telaga Golf Blok E.8B RT.
03 RW 08 No.2 Kelurahan Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
Dengan termohon Sri Tuti Wartini binti MO. Sjahroni, umur 37 tahun, agama
Islam, pendidikan SMA, pekerjaan pegawai Swasta, , tempat tinggal di Telaga
Golf Blok E.8B RT. 03 RW 08 No.2 Kelurahan Sawangan, Kecamatan
Sawangan, Kota Depok. Atas dasar surat gugatannya tertanggal 5 Juni 2009 yang
didaftarkan di Kepanitraan Pengadilan Agama Depok pada tanggal itu juga
dengan register perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk.
Menurut Pengakuan Pemohon, Pemohon adalah suami sah termohon,
yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 14 April 1996, di Rego, Kodya
Bandung, Kutipan Akta Nikah Nomor 31/31/IV/1996 tanggal 15 April 1996, yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Rego, Kodya
Bandung.
49
50
Selama berumah tangga antara pemohon dan termohon telah dikaruniai 2
orang anak bernama; Nadhira Nurul Afindandiva, perempuan, berusia 12 tahun,
dan Hasan Nurul Aziza, perempuan, usia 5 tahun.
Semula rummah tangga antara pemohon dan termohon rukun dan
harmonis, tetapi sejak April 2008 sampai sekarang antara pemohon dan termohon
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, disebabkan tanpa
sepengetahuan pemohon, termohon memiliki hutang yang sangat besar dan untuk
menutupi hutang tersebut, pemohon telah menjual seluruh hartanya yang
pemohon miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman Pemohon,
sampai akhirnya Pemohon tidak punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang.
Pada Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam
rumah tangga Pemohon dan Termohon, Termohon memiliki hutang lagi yang
jumlahnya besar, Pemohon sudah tidak sanggup lagi membayar hutang
Termohon, malahan pemohon sering didatangi oleh orang-orang yang menagih ke
rumah kontrakan Pemohon hingga saat ini Pemohon dan Termohon masih tinggal
serumah. Keluarga telah berupaya mendamaikan Pemohon dan Termohon agar
kembali rukun dalam membina rumah tangga, namun upaya tersebut tidak
membuahkan hasil.
Dengan beberapa kejadian tersebut di atas, rumah Tangga antara pemohon
dan Termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik lagi, sehingga rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan warahmah, tidak tercapai, Pemohon merasa
menderita lahir batin.
51
1. Gugatan Pemohon
Mengenai isi dari tuntutan Pemohon, pemohon memohon kepada
pengadilan Agama Depok kiranya dapat menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
a. Mengabulkan Permohonan pemohon
b. Menetapkan, memberikan Izin kepada Pemohon (Herry Karnadi bin Drs.
PG Hirwanto) untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon (Sri
Tuti Wartini binti MO.Sjahroni) di depan sidang Pengadilan Agama
Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.
d. Apabila Pengadilan Agama Depok berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya.
Pada hari sidang yang telah ditetapkan Pemohon telah datang
menghadap di persidangan, sedangkan Termohon telah tidak datang
menghadap atau menyuruh orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah
untuk menghadap di persidangan, meskipun termohon telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sedang tidak ternyata
ketidakhadiran Termohon disebabkan oleh sesuatu halangan sah menurut
hukum. Majlis hakim telah menasihati Pemohon agar bersabar untuk rukun
kembali dengan Termohon, namun tidak berhasil.
Bahwa sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, Pemohon telah
memperoleh izin atasan untuk bercerai dari Termohon berupa Keputusan
52
Walikota Bogor Nomor: 474.2.45-126 Tahun 2009 tentang Pemberian Izin
perceraian An.Drs. Herry Karnadi, M.Si., dikeluarkan oleh Walikota Bogor
tanggal 4 Agustus 2009.
Kemudian dibacakanlah surat Permohonan pemohon tersebut dalam
persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum yang isinya tetap
dipertahankan oleh pemohon dengan penjelasan lisan bahwa saat ini
Termohon berada dalam tahanan kepolisian Pulogadung untuk keperluan
penyidikan oleh karenanya Pemohon tetap menunjuk alamat Termohon
seperti dalam surat permohonan cerai pemohon tersebut sebagai domisili
Termohon.
2. Pembuktian
Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya telah mengajukan bukti
tertulis berupa foto copy buku Kutipan Akta Nikah Nomor 31/31/IV/1996
Tanggal 15 April 1996, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA)
kecamatan Rego kodya Bandung; telah dinazegelen, setelah dicocokkan
dengan aslinya dan diparaf oleh ketua Majlis, selanjutnya diberi kode P.
Majlis Hakim telah memerintahkan Pemohon untuk menghadirkan
saksi-saksi untuk di dengarkan keterangannya dan untuk itu Pemohon telah
menghadirkan 2 (dua) orang saksi sebagai berikut:
a. P. G Hirwanto bin Djo Semito, dengan di bawah sumpahnya memberikan
keterangan sebagai berikut:
1) Saksi adalah ayah kandung Pemohon
53
2) Saksi tahu antara Pemohon dan Termohon adalah suami istri dan telah
dikaruniai 2 (dua) orang anak.
3) Saksi tahu antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi
pertengkaran disebabkan Termohon banyak mempunyai hutang
4) Semula saksi tidak tahu kalau Termohon terlibat hutang, tetapi sejak
Agustus 2008 Pemohon mencari pinjaman uang kepada keluarga saksi
katanya untuk membantu Termohon membayar hutang.
5) Saksi tahu sejak tahun 2009 hutang yang dibuat Termohon semakin
menjadi-jadi sampai harta yang dimiliki Pemohon dan Termohon
terjual untuk membayar hutang.
6) Saksi tidak tahu Termohon berhutang untuk keperluan apa, bahkan
saat saksi tanyakan kepada Pemohon juga tidak tahu.
7) Saksi tahu sejak bulan Mei 2009 Termohon berada di tahanan polisi
karena dalam penyelidikan kasus penipuan yang dilakukan Termohon,
yaitu melisingkan BPKB orang (Termohon bekerja di show Room).
8) Saksi sudah mengupayakan untuk membicarakan masalah rumah
tangga Pemohon dengan Termohon dengan pihak besan di Bandung,
tetapi pihak besan tidak ada solusi.
9) Saksi sudah berupaya merukunkan Pemohon dan Termohon, namun
tidak berhasil
54
10) Saksi tidak sanggup lagi untuk merukunkan Pemohon dan Termohon,
karena keadaan Pemohon sudah memprihatinkan tercemar nama
baiknya di lingkungan tempat tinggal dan di kantornya.
b. A. Syahroni bin Utari Byli dengan di bawah sumpahnya memberikan
keterangan sebagai berikut:
1) Saksi kenal dengan Pemohon sejak tahun 2005 sebagai teman sekantor
tetapi sekarang sudah berbeda bagian, saksi juga kenal Termohon
sebagai Istri Pemohon dan Perkawinan Pemohon dengan Termohon
sudah dikaruniai 2 (dua) orang anak.
2) Saksi tahu saat ini Termohon berada di rutan karena terlibat hutang
piutang.
3) Pada mulanya saksi mengenal Pemohon dan Termohon biasa saja,
tetapi sejak tahun 2008 saksi membantu Pemohon untuk pinjam uang
di kantor, tetapi semakin lama pinjaman Pemohon semakin besar.
4) Saksi tahu ternyata Pemohon pinjam uang untuk menutupi hutang-
hutang Termohon.
5) Saksi pernah beberapa kali melihat Pemohon bertengkar dengan
Termohon melalui HandPhone (HP).
6) Saksi tidak sanggup lagi untuk merukunkan Pemohon dan Termohon.
Bahwa atas keterangan 2 (dua) orang saksi tersebut Pemohon
membenarkan seluruh keterangannya.Kemudian Pemohon mengajukan
kesimpulan yang pada pokok isinya tetap pada pendiriannya untuk bercerai
55
dengan Termohon, selanjutnya mohon putusan.dengan keterangan dan bukti-
bukti tersebut di atas, Majlis Hakim telah menganggap cukup untuk
mempertimbangkan perkara ini.
3. Pertimbangan Hukum
Maksud dan tujuan dari permohonan Pemohon adalah sebagaimana
tersebut di atas. Bahwa Majlis Hakim telah menasihati Pemohon agar
berdamai dengan Termohon, namun tidak berhasil. Sebagai seorang Pegawai
Negeri Sipil, Pemohon telah memperoleh izin untuk melakukan perceraian
dari atasannya berupa surat keputusan Walikota Bogor, sebagaimana terurai di
atas, dengan demikian ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983
jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, telah terpenuhi.
Ternyata termohon meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut
untuk datang menghadap di persidangan ternyata ketidakhadirannya itu
disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah menurut hukum, maka Termohon
harus dinyatakan tidak hadir dan permohonan pemohon dapat diperiksa
dengan tanpa kehadiran Termohon tersebut.
Dengan ketidakhadiran Termohon tersebut, Majlis Hakim berpendapat
Termohon telah melepaskan hak jawabnya dan berarti pula mengakui kebenaran
dalil-dalil permohonan Pemohon.
Yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalah sejak dan
pertengkaran yang terus menerus, disebabkan tanpa sepengetahuan Pemohon.
Termohon memiliki hutang yang sangat besar dan untuk menutupi hutang
56
tersebut, Pemohon telah menjual seluruh harta yang pemohon miliki dan juga
meminjam uang ke saudara dan teman-teman Pemohon, sampai akhirnya
Pemohon sudah tidak punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang. Pada bulan
Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga
Pemohon dan Termohon, Termohon memiliki hutang lagi yang jumlahnya besar,
Pemohon sudah tidak sanggup lagi membayar hutang Termohon, malahan
Pemohon sering didatangi oleh orang-orang yang menagih ke rumah kontrakan
Pemohon.
Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya Pemohon telah mengajukan
bukti tertulis P dan 2 orang saksi sebagaimana tersebut di atas. Dari bukti P
berupa foto copy kutipan akta nikah atas nama Pemohon dan Termohon,
memperkuat fakta bahwa antara Pemohon dan Termohon terkait dalam
perkawinan yang sah. Dari 2 (dua) orang saksi Pemohon diperoleh keterangan
yang saling bersesuaian bahwa Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan
dan pertengkaran disebabkan Termohon terlibat hutang yang jumlahnya besar
bahkan melakukan penipuan yang mengakibatkan Termohon ditahan polisi.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas yang diperkuat
dengan keterangan saksi-saksi Pemohon yang menyatakan sudah tidak sanggup
untuk merukunkan Pemohon dan Termohon; Majelis Hakim berpendapat bahwa
hubungan antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga sudah
tidak harmonis sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana
maksud dari al-Qur’an Surat ar-Rum Ayat 21 dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor
57
1 Tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (INPRES Nomer 1 Tahun
1991). Dalam kondisi tidak harmonis tersebut Majelis Hakim berpendapat ikatan
perkawinan antara Pemohon dan Termohon telah pecah yang disebabkan oleh
hal-hal- sebagaimana tersebut di atas, sehingga antara Pemohon dan Termohon
tidak mungkin untuk dapat dirukunkan kembali untuk membina rumah tangga
bersama dan permohonan Pemohon telah memenuhi maksud Pasal 39 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan Pasal 19 Huruf f
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Huruf f Kompilasi
Hukum Islam, dengan demikian permohonan Pemohon untuk bercerai dengan
Termohon cukup beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga permohonan
tersebut dapat dikabulkan dengan mengizinkan kepada pemohon untuk
menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan
Agama Depok
Oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, berdasarkan
Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perkawinan,
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,
semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon. Perkara
ini dipertimbangkan yang amarnya yaitu “Pasal 125 HIR dan segala peraturan
per undang-undangan yang berlaku. Memperhatikan kaidah hukum syara’ yang
berkaitan dengan perkara ini”.
58
B. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor
154/Pdt.G/2009/PA.JT
Berdasarkan para pihak dan saksi, dalam putusan Nomor
154/Pdt.G/2009/PA.JT bahwa pemohon adalah. Patah Yasin bin Abu Sujak,
umur 37 Tahun, Agama Islam, Pendidikan SD, pekerjaan swasta, bertempat
tinggal di Kp. Jembatan No. 17 RT. 02 RW. 17 kelurahan panggilingan,
kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Dengan termohon Muawiyah binti
Muhdi, umur 32 Tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah
tangga, bertempat tinggal di Kp. Jembatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Atas
dasar surat gugatannya tertanggal 27 Januari 2009 yang didaftarkan di
Kepanitraan Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal itu juga dengan
register perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA JT. Telah mengajukan hal-hal sebagai
berikut:
Pada hari selasa tanggal 19 Desember 1995, telah berlangsung pernikahan
antara pemohon dan termohon, tercatat di PPN KUA Kecamatan Lebak Wangi,
Kuningan, Jawa Barat dengan Akta Nikah Nomor: 67134/XII/1995 tanggal 19
Desember 1995. Setelah menikah kehidupan rumah tangga Pemohon dan
Termohon dalam keadaan rukun, dan telah berhubungan badan sebagaimana
layaknya suami istri, dan bertempat tinggal bersama di Rawa Tarate selama 3
Tahun, dan dikaruniai 2 orang anak bernama: Rini Apriani, lahir tanggal 03 April
1997 dan Fitri Amelia, lahir tanggal 27 April 2001.
59
Kehidupan rumah tangga Pemohon dan Termohon berubah menjadi tidak
harmonis lagi dan goyah, setidaknya terjadi mulai tahun 2004, disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut: yaitu Antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada
kecocokan dalam membina rumah tangga.
Termohon tidak jujur dalam hal mengatur keuangan rumah tangga.
Termohon telah melakukan hutang piutang dengan pihak lain sampai
menggadaikan rumah dan motor tanpa pengetahuan Pemohon. Pemohon dan
Termohon sudah tidak ada kepercayaan dan Termohon selalu curiga Pemohon
mempunyai hubungan khusus dengan wanita lain. Pemohon dan Termohon masih
satu rumah, namun sejak Juni 2008 kurang lebih 7 bulan sudah pisah ranjang dan
sudah tidak berhubungan badan sebagaimana layaknya suami istri. Pemohon telah
berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan atau cara bermusyawarah atau
berbicara dengan Termohon secara baik, tetapi tidak berhasil.
Dengan sebab-sebab tersebut di atas, maka Pemohon merasa rumah
tangga antara Pemohon dan Termohon tidak bisa dipertahankan lagi, karena
perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit
diatasi dan tidak dapat diharapkan lagi, maka Pemohon berkesimpulan lebih baik
bercerai dengan Termohon.
60
1. Gugatan Pemohon
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pemohon memohon kepada
Bapak Ketua pengadilan Agama Jakarta Timur atau Majelis Hakim untuk
menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
b. Menetapkan memberi izin kepada Pemohon, Patah Yasin bin Abu Sujak,
untuk menjatuhkan talak satu roj’i terhadap Termohon, muawiyah binti
Muhdi.
c. Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan per undang-
undangan yang berlaku.
Pada hari sidang yang telah ditetapkan untuk itu, Pemohon dan
Termohon telah hadir sendiri ke persidangan majelis telah berusaha
memberikan nasihat kepada Pemohon agar kembali dengan Termohon, namun
usaha tersebut tidak berhasil. Kemudian dibicarakanlah permohonan pemohon
yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon. Termohon telah memberikan
jawaban secara lisan yang padanya intinya membenarkan dalil-dalil
permohonan Pemohon dan tidak keberatan bercerai dengan termohon. Atas
pertanyaan Ketua Majelis, Pemohon bersedia memberikan akibat cerai kepada
Termohon berupa nafkah Iddah sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah),
mut’ah berupa televisi berwarna 14 inch merek Sanyo, dan nafkah untuk 2
(dua) orng anak sebesar Rp 500.00,- (lima ratus ribu) setiap bulan di luar
biaya pendidikan dan kesehatan.
61
2. Pembuktian
Untuk menguatkan dalil-dalil Permohonan Pemohon, maka di
persidangan pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagai berikut:
a. Bukti Surat : fotokopi kutipan Akta Nikah Nomor 67/34/XII/1995, yang
dikeluarkan oleh kantor Urusan Agama kecamatan Lebak Wangi,
Kuningan, Jawa Barat tertanggal 19 Desember 1995, yang telah
bermeterai cukup, sesuai dengan aslinya, diberi tanda P.
b. Saksi-saksi ; 1. Slamet Urip bin Ta’at (kakak ipar pemohon)
2. Erwin bin Azwar (kakak ipar termohon)
kedua saksi menerangkan di bawah sumpahnya yang ada pada
pokoknya disimpulkan sebagi berikut:
c. Saksi kenal Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang telah
dikaruniai anak 2 (dua) orang.
d. Setahu saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat pada awalnya rukun
saja, namun sekarang mulai goyah dan diantara mereka sering terjadi
perselisihan yang mengakibatkan pertengkaran.
e. Penyebabnya adalah masalah ekonomi. Termohon tidak dapat mengatur
keuangan rumah tangga sehingga sering berhutang pada pihak lain yang
jumlahnya cukup besar. Selain itu termohon sering mencurigai Pemohon
mempunyai hubungan dengan wanita lain.
f. Pemohon dan Termohon masih tinggal satu rumah namun sejak bulan Juni
2008 sudah pisah ranjang.
62
g. Saksi telah berusaha memberikan nasehat agar penggugat dan Tergugat
rukun kembali, namun Penggugat tetap dengan pendiriannya sehingga
saksi tidak sanggup lagi mengusahakannya.
h. Atas keterangan para saksi tersebut Pemohon dan Termohon menyatakan
tidak keberatan. Pada tahap kesimpulan Pemohon menyampaikan tetap
dengan Permohonannya dan mohon putusan dan Termohon berkesimpulan
bersedia cerai dengan Pemohon. Untuk menyingkat uraian dalam putusan
ini, maka majelis cukup menunjuk berita acara persidangan ini sebagai hal
yang tidak dapat dipisahkan dengan putusan ini.
3. Pertimbangan Hukum
Maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana tersebut di
atas. Pemohon dan Termohon telah manikah pada tanggal 19 Desember 1995,
tercatat pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Lebak Wangi, Kuningan, Jawa
Barat, dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 67/34/XII/1995, tanggal 19 Desember
1995. Dari pernikahan antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 2 (dua)
orang anak, yang bernama Rini Apriani, lahir tanggal 03 April 1997 dan Fitri
Amelia, lahir tanggal 27 April 2001.
Bahwa Majelis Hakim pada tiap persidangan telah berusaha memberikan
nasihat agar Pemohon bersabar dan rukun kembali dengan Termohon sebagai
suami istri, sesuai dengan maksud Pasal 82 Ayat (1) dan (4) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo.
Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam, namun usaha tersebut tidak berhasil. Pada
63
pokoknya pemohon mendalilkan bahwa rumah tangganya tidak rukun lagi, sering
terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan oleh ketidakcocokan dalam
membina rumah tangga, Termohon yang tidak jujur dalam hal keuangan dan
sering berhutang tanpa sepengetahuan Pemohon, serta ketidakpercayaan
Termohon kepada Pemohon. Sehingga sejak bulan Juni 2008 yang lalu antara
Pemohon dan Termohon sudah berpisah ranjang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 yakni untuk mengetahui keadaan tangga pemohon dan Termohon yang
sebenarnya, majelis telah mendengar keterangan saksi kedua belah pihak
sebagaimana tersebut di atas.
Berdasarkan dalil-dalil yang diajukan pemohon dihubungkan dengan
bukti-bukti yang diajukan di persidangan diperoleh fakta yaitu sesuai dengan
bukti Pemohon berupa fotokopi kutipan akta nikah Pemohon dan Termohon yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Lebak Wangi, Kuningan,
Jawa Barat, yang berisikan data tentang telah dilaksanakannya pernikahan antara
pemohon dan Termohon, sebagai akta autentik maka kekuatan pembuktiannya
adalah sempurna dan mengikat serta sesuai pula dengan ketentuan pasal 7 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, bahwa Akta Nikah adalah satu-satunya bukti tentang
sahnya suatu perkawinan. Dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh
pemohon adalah saling bersesuaian antara keterangan yang satu dengan
keterangan keterangan yang lainnya, yang pada pokoknya menyatakan rumah
tangga Pemohon dan Termohon tidak rukun lagi, seiring terjadi perselisihan dan
64
pertengkaran karena masalah ekonomi. Sehingga sejak bulan Juni 2008 antara
Pemohon dan Termohon sudah berpisah ranjang.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas menurut Majelis Hakim,
permohonan pemohon telah sesuai dengan maksud pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 19 Huruf (f) peraturan pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Huruf (f) Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu
perceraian. Tujuan sebuah perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 adalah untuk membentuk rumah tangga yang kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang diperlukan adanya rasa kasih sayang, saling mencintai
antara kedua belah pihak sebagai suami istri sebagaimana yang diisyaratkan oleh
al-Quar’an surat Ar-Rum ayat 21, yang maksudnya:
“Dan di antara tanda-tanda ke kuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung merasa tenteram
kepadanya, dan di jadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan
sayang,sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir”.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, telah nyata
bahwa kedua belah pihak telah kehilangan hakikat dan makna sebuah perkawinan,
oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa ikatan perkawinan pemohon
dan termohon sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena mempertahankan
ikatan perkawinan yang telah rapuh seperti itu tidak akan membawa maslahat
bahkan akan menyebabkan mudharat yang lebih besar lagi bagi kedua belah
65
pihak, maka permohonan Pemohon sudah sewajarnya untuk dikabulkan.
Mengenai akibat cerai Pemohon telah menyanggupi untuk memberikan kepada
Termohon nafkah iddah sebesar Rp 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah), mut’ah
berupa televisi berwarna 14 inch merek Sanyo, dan nafkah untuk 2 (dua) oarng
anak sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap bulan di luar biaya
pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut telah disetujui oleh termohon, oleh
karenanya Majelis tidak mempertimbangkan lagi dan menghukum pemohon
untuk membayar kepada Termohon akibat cerai tersebut sesuai yang telah
disanggupinya. Berdasarkan ketentuan pasal 89 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang di amandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Peradilan Agama, maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon. Mengingat
segala ketentuan dan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan Hukum
syar’i yang berkaitan dengan perkara ini.
C. Analisis Penulis
Putusan Pengadilan Agama Depok terhadap Herry Karnadi bin Drs. PG
Hirwanto dan Sri Tuti Wartini binti Mo. Sjahrom dengan perkara
Nomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur
terhadap Patah Yasin bin Abu Sujak dan Muawiyah binti Muhdi dengan perkara
Nomor. 154/Pdt.G/2009/PA.JT Bahwa para hakim pada umumnya dalam
memberikan putusan mengambil dasar hukum, di antaranya faktor-faktor
penyebab perceraian diatas ini sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor. 9
66
Tahun 1975 Tentang Perkawinan, merupakan puncak perselisihan dan
pertengkaran dalam rumah tangga antara pemohon dan termohon.1
Persengketaan yang terjadi dikarenakan faktor ekonomi yakni pemohon
tidak sanggup membayar hutang Termohon yang begitu besar sampai-sampai si
pemohon telah menjual seluruh harta yang pemohon miliki dan juga meminjam
uang ke saudara dan teman-teman pemohon, Sampai akhirnya pemohon tidak
punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang. dalam kondisi seperti ini sering
terjadi ketegangan antara suami dengan istri yang berakibat pada pertengkaran.2
Yang akhirnya di karnakan suami tidak sanggup lagi menanggung lagi
perasaannya maka suami pun memilih untuk mengajukan permohonan perceraian
ke Pengadilan Agama dikarenakan kondisi yang terjadi pada dirinya.
Dalam al-Qrur’an surat Ath-thalaq ayat 7 di jelaskan yaitu.
☺
)7: 6/الطالق( Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
1 Drs. Nasrul, SH., Wawancara Pribadi 2 Dra. Sulkha Harwiyati, SH., Wawancara Pribadi
67
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.( Q.S. Ath-Thalaq/65:7)
Bahwa berdasarkan hal tersebut maka tidak lagi sesuai dengan Nomor. 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan permohonan pemohon
kiranya sudah dapat memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975. Dengan kejadian tersebut di atas,rumah tangga antara Pemohon dan
termohon sudah tidak dapat lagi dibina dengan baik sehingga untuk mencapai
kehidupan yang sakinah mawaddah dan warahmah sudah tidak dapat
dipertahankan lagi.
Dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 Ayat 2 dan 4
dinyatakan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah:
1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu kehidupan
rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
2. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat tinggal bagi istrinya.
b. Biaya berumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anak.
c. Biaya pendidikan bagi anak.3
Berdasarkan ayat dan pasal tersebut, maka suami wajib memberikan
nafkah kepada istri dan anak-anaknya ( biaya kehidupan ) akan tetapi ada suami
yang melakukan kewajiban tersebut. Tidak semata-mata perceraian karena faktor
3 KHI, Pasal 80 Ayat 2 Dan 4. h., 44
68
ekonomi yang menyebabkan perceraian, di antaranya: istri tidak merasa cukup
dengan penghasilan suaminya sementara istri selalu menuntut dan ada juga karena
usahanya bangkrut. Atau bisa juga disebabkan oleh istri tidak jujur dan tidak
dapat memegang kepercayaan suami dalam hal masalah ekonomi dan dalam
putusan Pengadilan Agama Depok Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Dan
Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT. Yakni suami
melakukan permohonan yang isinya sebagai berikut:
Pertama, adalah pemohon memohon kepada Majelis Hakim agar dapat
mengabulkan seluruh tuntutannya untuk dikabulkan.
Kedua, adalah pemohon memohon kepada majelis hakim untuk
mengucapkan ikrar talak terhadap termohon
Ketiga, adalah Pemohon memohon kepada majelis hakim menetapkan
biaya perkara sesuai dengan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku dan
menjatuhkan putusan perkara seadil-adilnya
Majlis Hakim di pengadilan Agama pun akan mengabulkan gugatan cerai
yang diajukan oleh pihak suami maupun pihak dari istri. Sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974.
“Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”.
Hal-hal yang meliputi dan menjadi pertimbangan hukum, hakim di Pengadilan
Agama dalam menjatuhkan putusan perkara ketidaksanggupan suami dalam
melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian yaitu bahwasanya
69
gugatan yang sudah dilayangkan oleh pemohon untuk termohon di Pengadilan
Agama telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perceraian dan
pertengkaran itu dan juga sudah mendengar pendapat-pendapat dari pihak ke dua
keluarga yang dekat dengan kedua pasangan suami istri tersebut.
Dengan telah di perolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk
perkara antara pemohon dengan termohon telah terjadi perselisihan yang tidak
mungkin lagi dapat dirukunkan.4 Dinilai telah memenuhi alasan hukum baik
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana
yang tersebut pada Pasal 19 Huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
maupun berdasarkan ketentuan Hukum Islam sebagaimana tersebut pada Pasal
116 Huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim sudah dapat mendalilkan Pasal 9
Huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 maupun berdasarkan
ketentuan Hukum Islam sebagaimana tersebut pada Pasal 116 Huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam karena kalau dipaksakan rumah tangganya untuk bersatu
maka sudah tidak layak lagi karena sudah melanggar Pasal 3 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan perkawinan
bahwa:
“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan warahmah”.
Berdasarkan ketentuan hukum islam maka telah jelas jatuhlah
4 Arso Satroatmodjo, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta:Bulan Bintang, 1981).h.60
70
Talak satu Raj’i. Yaitu di mana suami memiliki hak untuk merujuk
istrinya, sebab akad perkawinannya tidak mempengaruhi hubungannya hak
(kepemilikan) dan tidak mempengaruhi hubungannya yang halal (kecuali
persetubuhan). Majelis hakim perlu mengetengahkan petunjuk Allah sebagaimana
tersebut dalam surat al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi:
⌧
☺ ☺ ⌧ ☺
⌧
☺
⌧
)229: 2/البقرة( Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Baqarah/2:229)
Dapat ditafsirkan dalam ayat di atas bahwasanya ketika kedua pasangan
suami istri tersebut sudah tidak ada lagi kecocokan kembali dan dalam
71
percekcokan tersebut telah melanggar dari tujuan perkawinan itu sendiri dengan
telah diperolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara antara
pemohon dengan termohon terjadi perselisihan yang tidak mungkin lagi dapat
dirukunkan.
Bahwa baik berdasarkan Ketentuan Hukum Islam sebagaimana yang
tersebut dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat (21) yang diperjelas oleh Pasal (3)
Kompilasi Hukum Islam maupun berdasarkan ketentuan peraturan per Undang-
Undangan yang berlaku sebagaimana tersebut pada Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa Perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.5 Dan
manakala antara pemohon dan termohon sering terjadi perselisihan dan
percekcokan terus menerus, maka kehidupan rumah tangga antara pemohon dan
termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik dan untuk mencapai tujuan
perkawinan sebagaimana tersebut di atas sulit akan tercapai, dan karenanya
Majelis berpendapat agar masing-masing pihak tidak lagi lebih jauh melanggar
norma-norma hukum, maka perceraian dapat dijadikan satu alternatif untuk
menyelesaikan perselisihan rumah tangga antara pemohon dan termohon.
Berdasarkan ketentuan Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun
1989 karena Pemohon yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama
maka mengenai hal isi permohonan maka biaya perkara patut dibebankan kepada
5 Zainudin Ali, Hukum Islam Di Indonesia.
72
pemohon. Mengingat segala ketentuan peraturan per Undang-undangan yang
berlaku dan kaidah syar’iyyah yang berkaitan dengan perkara ini.
Di samping itu dalam melakukan pertimbangan hukum Hakim di
Pengadilan Agama juga mengacu pada undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan.6
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
pengadilan yang dimaksud dalam pasal ini memberikan isyarat bahwa bagi
pasangan suami istri dalam melaksanakan perkawinan adalah dengan tujuan
mendapatkan kebahagiaan dan ke tentraman hati.
Dengan pertimbangan tersebut maka undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan Pasal 1 menegaskan bahwa.
“perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.
Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan keterangan mengenai dasar
dan tujuan perkawinan bahwa:
“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah warahmah”.
Setelah pernikahan dinyatakan sah, maka hak dan kewajiban suami istri
secara timbal balik merupakan hak keduanya secara bersama-sama dan sekaligus
6 Bakti A. Rahman, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam,Undang-Undang Perkawinan
Dan Hukum Perdata,(Jakarta, PT. Hidakarya Agung), 1981
73
merupakan kewajiban suami istri di antaranya saling mencintai dan memberi
kasih sayang antara suami istri. Hak dan kewajiban tersebut tidak mungkin
dilakukan secara sepihak, sebab keduanya saling membutuhkan dan saling
memberi. Hak dan kewajiban inilah yang sebenarnya yang merupakan dasar
terjadinya suatu pernikahan.
Selanjutnya tentang alasan mengabulkan permohonan perceraian ke
pengadilan Agama berdasarkan pada ketentuan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu:
“Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”.
Alasan juga telah di akui dan ditegaskan oleh intruksi presiden Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 Huruf f yaitu:
“Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Adapun tentang alasan-alasan untuk melakukan pengajuan permohonan
perceraian yang telah dijadikan pertimbangan hukum dalam memberikan
permohonan cerainya oleh Pengadilan Agama, adalah alasan-alasan sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 Huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
74
Untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan Agama sebagaimana
dimaksud Pasal 39 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, harus dipatuhi alasan-alasan sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, penjudi, dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan
2. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Sementara Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan 2 (dua)
alasan-alasan tambahan di atas, pertama, suami melanggar ta’lik talak. Kedua,
peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketiak rukuanan rumah tangga.7
7 Himpunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Depatemen Agama Republik
Indonesia,2004
75
Di samping bisa dipandang sebagai upaya meminimalkan perceraian,
ketentuan yang menyangkut keterlibatan Pengadilan Agama alasan-alasan yang
bisa dijadikan dasar perceraian tersebut di atas juga merupakan langkah ke arah
menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang terjadi
benar-benar sah, bukan perceraian haram. Dan kewajiban-kewajiban yang
menjadi konsekuensi logis dari perceraian bisa ditunaikan dengan baik, sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan.8
Terhadap alasan sebagaimana dimaksud dalam Huruf f serta Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi
Hukum Islam, menurut hasil penelitian penulis, Pengadilan Agama telah
menggunakan pertimbangan tersebut. Dan terbukti tentang alasan-alasan yang
telah diberikan oleh pemohon baik secara tertulis maupun lisan di dalam
persidangan, serta di hadapan pejabat yang sah untuk itu.
Al-Qur’an surat An-nisa 4;3
☺
)3: 4/النسا( Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau
8 Suher Sidik Ismail,Ketentraman Suami Istri, (Surabaya: Dunia Ilmu,1999),cet.1.h.129
76
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’/4: 3)
Apabila dalam melangsungkan kehidupan rumah tangga terdapat sengketa
atau perselisihan yang terjadi di dalam rumah tangga dan di antara suami istri
terus menerus mengalami perselisihan dan tidak ada harapan untuk bisa
membangun kembali rumah tangganya. Ini terdapat dalam surat An-nisa/4:35
☺ ☺
☯ ☺
: 4/النساء( ☺ ⌧35(
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakim itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S.An-Nisa/4:35)
Sebagi contoh dalam perkara Noomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk atas nama
Herry Karnadi bin Drs. PG Hirwanto dan perkara Nomor.154/Pdt.G/2009/PA.JT
atas nama Patah Yasin bin Abu Sujak.yang menyatakan dengan sebab-sebab
terjadinya perselisihan atau pertengkaran terus-menerus maka pemohon merasa
rumah tangganya tidak dapat lagi dipertahankan kembali dan juga tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
77
Wahbah Az-zuhaili menyatakan, setelah pernikahan dinyatakan sah,
lahirlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami istri secara timbal balik
sehubungan ada yang merupakan hak-hak keduanya secara bersama dan sekaligus
merupakan hak istri terhadap suaminya, yaitu mahar, nafkah, dan keadilan antara
sesama baik istri maupun suami. Ada juga yang hanya merupakan kewajiban istri
sekaligus merupakan hak suami semata terhadap istrinya, menjaga
kehormatannya, memelihara, mendidik anak-anak serta menjaga harta kekayaan
suami.
Adapun yang merupakan hak dan kewajiban keduanya secara bersama-
sama adalah saling mencintai dan memberikan kasih sayang antara suami istri.
Hak dan kewajiban tersebut tidak mungkin dilakukan secara sepihak, sebab
keduanya saling membutuhkan dan saling memberikan. Hak dan kewajiban inilah
yang sebenarnya merupakan dasar terjadinya suatu pernikahan.
Apabila itu suami istri tidak saling mencintai lagi maka tidak dapat
dipaksakan lagi untuk melanjutkan perkawinannya. Karena cinta dan kasih
sayang antara suami istri termasuk salah satu dari sekian tanda-tanda kekuasaan
Allah SWT sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an surat ar-Rum (30) ayat
21.9
Dengan demikian maka Pengadilan Agama yang memeriksa permohonan
atau permohonan pemohon tersebut merasa tidak ada kekhawatiran dikarenakan
9 Taufik Abdullah dkk,Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove),
JIlid 3.h.85
78
pemohon sering terjadi perselisihan dan pertengkaran di dalam rumah tangganya
sehingga permohonan pemohon dikabulkan.
Dari hasil pemeriksaan perkara dan pertimbangan hukum hakim dengan
merujuk pada Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Maka
permohonan pemohon dikabulkan oleh hakim dengan demikian perimbangan
hukum hakim mempunyai dasar yang cukup kuat berdasarkan peraturan per
Undang-Undangan yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang terdahulu penulis mengangkat beberapa
kesimpulan bahwa:
1. Mengenai persoalan ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri
sebagai sebab pengajuan perceraian yang ditangani oleh pengadilan Agama
Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur sepanjang tahun 2009. Menjadi
faktor penyebab masalah perselisihan yang diakibatkan dari faktor
ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri.Dalam kompilasi hukum
Islam (KHI) Pasal 80 ayat 2 dan 4 dinyatakan bahwa kewajiban suami
terhadap istri dalam hal:
Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
kehidupan berumah tangga sesuai kemampuannya meliputi:
a. Nafkah, kiswah dan tempat tinggal bagi istrinya.
b. Biaya berumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anak.
c. Biaya pendidikan bagi anak.
Berdasarkan ayat dan pasal tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa kurangnya pemahaman, dan penghayatan dari tujuan perkawinan
itu sendiri untuk membina rumah tangga yang rukun masih lah kurang,
juga kurangnya pemahaman dalam Agama.
78
79
2. Pertimbangan Majlis Hakim dalam memutus perkara Nomor
826/Pdt.G/2009/PA Dpk dan perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT. Awalnya
adalah untuk mendamaikan kedua belah pasangan suami istri yang bercerai
sesuai PERMA ( Peraturan Mahkamah Agung) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2008 Tentang Mediasi, keterlibatan Pengadilan Agama sebagai alasan
yang dapat dijadikan dasar perceraian merupakan langkah ke arah
menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang
terjadi benar-benar sah, sehingga tidak ada lagi yang dirugikan. Dan Majlis
Hakim pun dalam melakukan pertimbangan mengacu pada Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam
(KHI) memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan perkawinan bahwa:
“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah mawaddah warahmah”.
Dan yang terakhir adalah surat An-Nisa ayat 35. Oleh karena itu demi
kemaslahatan bersama maka perceraian pun dapat dikabulkan oleh Majlis
Hakim.
3. Bahwa talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi bagi suaminya, dan ini terjadi dalam
hal talak Raj’i, sedangkan dalam arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan
ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya
jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi
satu menjadi hilang hak talak itu talak merupakan pemutus hubungan suami
80
dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun
dalam pengucapan talak menggunakan lafal-lafal tertentu, namun
penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya
suami istri, dalam arti putusnya hubungan perkawinan.
B. Saran
Berdasarkan kenyataan yang sudah di uraikan di atas, maka penulis
menyarankan:
1. Kepada lembaga pengurus perkawinan yakni Kantor Urusan Agama (KUA)
terutama kepada Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4)
supaya lebih mengintensifkan kembali tentang pemahaman berumah tangga
kepada para calon pengantin yang ingin mendaftarkan pernikahannya di
Kantor Urusan Agama, agar dapat menghayati perlunya membina rumah
tangga yang sakinah mawaddah warahmah yang merupakan tujuan dari
kehidupan berumah tangga itu sendiri.
2. Hak suami istri perlu perlu di sosialisasikan melalui khotib jum’at, kualiah
subuh, jurnal dan lain-lain
3. Hak suami istri tersebut di berikan kurikulum kepada anak-anak madrasah
tsanawiyah dan aliyah dengan kurikulum ilmu Fikih.
DAFTAR PUSTAKA
Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Dirja Binbag Islam. 1992
UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Peraturan Pemerintah Nomer 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Perkawinan
Ahmad,Zubair. relasi suami istri dalam islam,PSW UIN Syahid Jakarta Rosdakarya,2004
Al-Amili, Ali Husaian Muhammad Makki , perceraian salah siapa ?, Jakarta : Lentera, 2001
Arafat, M. Yasir. “ perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga.” (skrpsi Si Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri syarif Hidayatullah Jakarta, 2003
Arto, Mukti. Praktek perkara Perdata pada peradilan Agama, Jakarta: pustaka pelajar,2003
As-Shan’ni, Muhammad ibn Ismail al Amir. Subul As-Salam Al Musholah ila Bulugh Al Maram, Juz 3 Kairo: Dar Ibn Al Jauzi, 1428 H
Daud,Sunan Abi Bab thalaq, Bairut : Daru Ibn Hizam, 1998
Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana dan sarana Perguruan tinggi IAIN, 1987
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT.Ikhtiar baru Van Hoeve,1997
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh. Jakarta : Departemen Agama,1985
Djalil, Basik,Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana Media Group, 2006
Fauzan, M. Pokok-pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Sinar Garfika,2004
Ismail, Suher Sidik. Ketentraman Suami Istri, Surabaya: Dunia Ilmu,1999
81
82
Mahmud, Peter Marzuki. penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005
Meoleong, Lexy . J, , Metodologi Penelitian, Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004
Mesraini, dan Sutarmadji, “Administrasi Pernikahan dan Menejemen Keuangan,(Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,2006
Mulyani, Sri editor. Relasi suami istri dalam islam, Pusat studi wanita, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 2004
Munawir, Ahmad Warsan , Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997
Nuruddin, H.Amir, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI, Jakarta : Kencana,2006
Proyek pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fikih, Jakarta : Departemen Agama, 1985
Rahman, Bakti A., Hukum Perkawinan menurut Hukum Islam,UU Perkawinan dan Hukum Perdata, Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1981
Rasidi, Lili. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung : Remaja Rosdakarya,1991
Rasyid, Raihan A. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo persada,2001
Sabiq,Sayyid. Fiqih Al Sunnah, Cet.4. Bairut: Dar Al-Fikr, 983.
Sadiq, Salahuddin Khairi. Kamus Istilah Agama, Jakarta : CV.Sient Tarama,1983
Said, H.A Fuad. Perceraian dalam hukum Islam Jakarta : Pustaka Al-Husna,1993
Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia Jakarta : Ghalia Indonesia, 1978
Satroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta:Bulan Bintang, 1981
Sayyid Salim bin Abu Mali, Fiqih Sunnah untuk Wanita, Al-I’Tisham, Jakarta : 2007
Soeroso, R. Praktek Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Gtafika,2004
83
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005
Wawancara Pribadi Dengan Nasrul.Pengadilan Agama Jakarta Timur. 30 Mei 2010
Wawancara Pribadi Dengan Sulkha Harwiyanti, Pengadilan Agama Depok. 02 Juni 2010
91
PEDOMAN WAWANCARA
1. Menurut Bapak/Ibu, benarkah ketika seorang suami tidak mampu dalam
membayar hutang istri merupakan salah satu factor penyebeb terjadinya
perceraian?
2. Apa dasar hukum seorang hakim dalam memutuskan perkara ini?
3. Bagaimana proses penyelesaian perceraian karena suami tidak mampu membayar
hutang istri?
4. Apa saja yang menjadi alasan-alasan cerai thalak di Pengadilan Agama?
5. Dalam hal tidak mampunya seorang suami dalam membayar hutang istri, menurut
Bapak/Ibu, Apakah seorng hakim wajib memutuskan hubungan suami istri(cerai)?
6. Menurut bapak/Ibu,apakah ada solusi untuk mempertahankan hubungan suami-
istri akibat si suami tidak mampu membayar hutang istri?