KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG...

94
KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG ISTRI SEBAGAI SEBAB PENGAJUAN PERCERAIAN (Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor.826/Pd.G/2009/Pa Dpk dan Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat Mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: NAILATUL HIDAYAH 106044101431 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGAM STUDI AHWAL AL SAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H /2010 M

Transcript of KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG...

KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG ISTRI SEBAGAI SEBAB PENGAJUAN PERCERAIAN

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor.826/Pd.G/2009/Pa Dpk dan

Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat

Mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

NAILATUL HIDAYAH 106044101431

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGAM STUDI AHWAL AL SAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

1431 H /2010 M

KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG ISTRI SEBAGAI SEBAB PENGAJUAN PERCERAIAN

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor.826/Pd.G/2009/Pa Dpk dan

Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT)

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

NAILATUL HIDAYAH 106044101431

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP.195003061976031001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

1431H/2010M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negri

(UIN) Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berada di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif hidayatullah

Jakarta

Jakarta, 09 Juli 2010

Nailatul hidayah

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرحيمPuji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala taufiq dan

hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga sekripsi ini bisa

terselesaikan sebagai syarat melengkapi gelar sarjana S1 pada Universitas Islam

Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “ketidak sanggupan suami

dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian”. Studi analisis di

pengadilan Agama Depok dan pengadilan Agama Jakarta Timur. Shalawat seta salam

semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan

kepada kita jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penulis menyadari skripsi ini terselesaikan berkat dan dorongan bagi semua

pihak. Oleh Karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu terutama Bapak.

1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM, Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA, Ketua Prodi Akhwal Al-Syahsiyyah,

sekaligus pembimbing dalam penulisan sekripsi ini. Yang telah meluangkan

waktu dan tenaganya serta dengan sabar memberikan petunjuak dan

bimbingan kepada penulis.

3. Kamarusdiana, S. Ag. MH, Sekretaris Prodi Akhwal Al-Syahsiyyah.

4. Ibunda tercinta Hj. Salamah, Ayahanda H. Khusnan (Alm), Kaka-kaka ku

Hadi Lutfi dan Fauzan Arief. Saudara-saudara ku Bi Eungkus, Mang Didi, Wa

Endjah, Teh IIm, Ust. Djajuly, Dinda Aisy, K Ipeh, K Iyan, yang tercinta serta

i

kakanda Bachtyar Rifa’i yang semunya selalu mendoakan dan memberikan

motivasinya kepada penulis agar tercapai cita-citanya.

5. Teman-teman seperjuangan, konsentrasi Peradilan Agama (B) angkatan 2006,

khusus buat Nur’aida, Jamilah, Imam Hanafie, Qisty, Luqman, Wahyu Pa (A),

Mustafidz, Pipih, K Yani, Rika, Milqi, Wawad, Cahya, Teh A’I, silvie, Zumi

yang selalu berbagi cerita suka dan duka bersama-sama serta semangat kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Rekan-rekan dekat ananda di Kosan.Murni, Tika Lina, Ifah, semoga

persahabatan kita langgeng selamanya.

7. Dosen-dosen yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati, berharap semoga

kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis akan

mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari

bahwa sekripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun sangat penulis harapkan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dikemudian hari dan

memberikan manfaat bagi semua pihak serta rekan-rekan yang membacanya, dan

semoga yang telah penulis lakukan mendapat ridha Allah SWT. amin

Jakarta, Juni 2010 M Jumadil Akhir 1431 H

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah........................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

D. Metode Penelitian ....................................................................... 8

E. Studi Review ............................................................................... 12

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN ....................... 18

A. Pengertian dan Dasar Hukum perceraian.................................... 18

B. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian............................................ 28

C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat ..................................... 31

D. Prosedur Perceraian..................................................................... 34

BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA ............................................. 40

A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan

Agama Jakarta Timur.................................................................. 40

B. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok Dan Jakarta Timur .......... 42

C. Struktur Organisasi ..................................................................... 45

iii

iv

BAB IV PUTUSAN PENGADILN AGAMA DEPOK DAN JAKARTA

TIMUR ............................................................................................ 49

A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok .................. 49

B. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur ....... 58

C. Analisis Penulis........................................................................... 65

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 78

A. Kesimpulan ................................................................................. 78

B. Saran............................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 84

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 87

1. Surat Permohonan Data/Wawancara....................................................... 88

2. Surat Keterangan Observasi.................................................................... 89

3. Pedoman Wawancara .............................................................................. 91

4. Hasil Wawancara .................................................................................... 92

5. Putusan Perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA.Dpk.................................. 98

6. Putusan Perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT..................................... 104

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu yang sangat fundamental dalam kehidupan

manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang mana satu dengan yang

lainnya saling membutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia itu sendiri,

tentunya dengan cara yang telah disahkan menurut Undang-Undang atau aturan

yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan

perempuan, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hamba-Nya

yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam

rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia

adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai

makhluk yang terhormat dibandingkan makhluk ciptaan lainnya. Allah telah

menjanjikan kepada hamba-Nya yang melaksanakan perkawinan akan diberikan

anugerah yang berlipat ganda.

Perkawinan juga merupakan jalan untuk menyalurkan naluri manusia

untuk memenuhi nafsu syahwatnya yang telah mendesak agar terjaga kemaluan

1 Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang

Perkawinan (Bandung: Fokusmedia,2005),Cet.Ke-1,h.1.

1

2

dan kehormatannya, jadi perkawinan adalah kebutuhan fitrah manusia yang harus

dilakukan oleh setiap manusia. Begitu pentingnya perkawinan dalam Islam,

Rasulullah SAW pun sangat menekankan kepada umatnya untuk melaksanakan

perkawinan seperti yang terkandung dalam hadis Rasulullah.

Pada hakikatnya, seseorang melakukan akad pernikahan adalah saling

berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati

satu dengan yang lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang

diinginkan. Tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum Islam atau

yang biasa disebut dengan KHI, pada Pasal 3.2

Islam sendiri menghendaki di capainya suatu makna yang mulia dari suatu

perkawinan atau kehidupan berumah tangga. Di sini lembaga perkawinan harus

dipandang sebagai sesuatu yang bernilai luhur dan harus mencari makna dan

esensinya, seperti ketenangan dan ketenteraman hidup. Tujuan lain dari

perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan

keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan

hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga, sejahtera artinya tercipta

ketenangan karena terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batin, sehingga

timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga.

Selain untuk membangun suatu kehidupan (berumah tangga) yang penuh

rasa kasih sayang, tenggang rasa, toleransi, solidaritas dan kesempurnaan akhlak

2 Direktorat Pembinaan Badan Peradialan Agama Deprteman Agama, Kompilasi Hukum

Islam Di Indonesia. (Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departeman Agama, 1992).

3

yang kesemuanya akan membawa seseorang pada keimanan dan ketakwaan yang

sempurna.3 Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup

yang terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dinamis, tidak lepas dari

perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dengan istri.

Kenyataan hidup seperti itu membuktikan bahwa memelihara kelestarian dan

kesinambungan hidup bersama suami istri bukanlah perkara yang mudah untuk

dilaksanakan, bahkan dalam banyak kasih sayang dan kehidupan yang harmonis

antara suami istri tidak dapat diwujudkan.

Seringkali pasangan suami istri mengalami kegagalan dalam mencapai

tujuan atau cita-cita dari perkawinannya, di mana masalah yang menyebabkan

rasa ketidakcocokan antara suami istri pun sangat komplek. Secara umum

masalah yang ada itu berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah

ekonomi.

Nafkah yang harus dipenuhi oleh seorang suami kepada istrinya.4 Agama

mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, oleh karena dengan adanya

ikatan perkawinan yang sah itu seorang istri menjadi terikat semata-mata kepada

suaminya, dan tertahan sebagai miliknya, karena ia berhak menikmatinya secara

terus menerus. memelihara dan mendidik anak-anaknya, sebaliknya bagi suami ia

berkewajiban memenuhi kebutuhannya, dan memberi belanja kepadanya, selama

3 Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fikih. (Jakarta :

Departeman Agama,1985), h.62 4 Zubair Ahmad, Relasi Suami Istri Dalam Islam, PSW UIN Syahid Jakarta,hal 61.

4

ikatan suami istri masih berjalan, dan istri tidak durhaka atau karena ada hal-hal

lain yang menghalangi penerimaan belanja.5

Nafkah merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting dalam

kehidupan rumah tangga. Mewujudkan keseimbangan hak dan kewajiban suami

istri harus dilandasi dengan komitmen bersama.

Islam mewajibkan laki-laki sebagai seorang suami untuk memenuhi

kebutuhan istri dan anak-anaknya, namun hal itu tidak menggugurkan kewajiban

perempuan sebagai seorang istri yang secara moral adalah untuk membantu

suaminya mencari “nafkah”, sebagai nafkah tambahan. Karena secara realitas

banyak laki-laki (suami) yang penghasilannya tidak memenuhi tuntutan

kebutuhan pokok yang menjadi standar hidup layak di tengah-tengah masyarakat.

Perselisihan yang terjadi antara suami istri karena faktor ekonomi secara langsung

sangat berpengaruh dengan jalannya bahtera rumah tangga tersebut.

Namun terkadang dalam mencari nafkah tidak serta-merta mulus terus

dalam perjalanannya, terkadang untung ataupun rugi, itu hal yang biasa dalam

mencari nafkah (bekerja). seperti yang terjadi pada kasus di Pengadilan Agama

Depok. Si istri membantu suaminya mencari nafkah tambahan dengan bekerja di

Show Room. karena ingin mendapatkan untung banyak maka si istri yang berniat

membantu suaminya mencari nafkah, dia mencoba melisingkan BPKB di tempat

ia bekerja. Berniat mencari keuntungan malah mendapat kebuntungan (rugi).

5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Penerjemah: Muhammad Thalib, (Alma’arif), hal 80

5

karena usahanya merugi maka si istri mempunyai hutang yang banyak. Awalnya

suami tidak tahu masalah ini ternyata si istri memiliki hutang yang sangat besar

dan untuk menutupi hutang tersebut, si suami telah menjual seluruh hartanya yang

si suami miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman si suami,

sampai akhirnya si suami tidak punya tempat tinggal lagi dan masih memiliki

hutang. Pada bulan Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran

dalam rumah tangga mereka, si suami sudah tidak sanggup lagi membayar hutang

si istri tersebut, malah si suami sering didatangi oleh orang-orang yang menagih

hutang si istri tersebut ke rumah kontrakannya. Suami sudah tidak sanggup lagi

membayar hutang si istri yang begitu besar. Perceraian tersebut telah

dimusyawarahkan keluarga, akan tetapi hal tersebut tidak berhasil. Keunikan dari

Perkara Nomor. 826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Yaitu alasan tergugat karena indikasi

perbedaan pendapat (cekcok) akibat si istri terlilit hutang yang sangat besar,

sampai-sampai si suami tidak mampu lagi membayarnya.

Dari penjelasan di atas penulis tergugah untuk meneliti kasus perkara

dengan alasan suami tidak mampu membayar hutang istri sebagai penyebab

terjadinya perceraian. Maka dari itu penulis mengambil objek penelitian di

Pengadilan Agama yang notabenenya merupakan lembaga Peradilan yang

menangani kasus bagi orang yang beragama Islam. Khususnya dibatasi di

Pengadilan Agama kota Depok. karena latar belakang di atas penulis mengambil

skripsi dengan “ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai

6

sebab pengajuan perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok

Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk dan Jakarta Timur Nomor.

154/Pdt.G/2009/PA.JT)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah. Maka

penulis membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal-hal yang

berkenaan dengan masalah tanggung jawab suami, khususnya kewajiban

membayar hutang. Karena dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) Pasal 80

seharusnya suami melakukan tanggung jawabnya namun pada kasus ini suami

tidak melakukan tanggungjawabnya. Penulis melakukan penelitian Dengan

objek penelitian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah

Kewajiban suami tehadap istri telah dijelaskan dalam al-Qur’an,

Hadis Undang-Undag dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), kenyataan nya

dilapangan banyak suami yang tidak melaksanakan kewajiban nya. Oleh

karena itu penulis dalam penulisan skripsi ini terfokus untuk mengetahui hal-

hal yang menyakut kewajiaban suami terutama dalam ketidak sanggupan

seorang suami dalam melunasi hutang istri.

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merinci

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

7

a. Apakah suami tidak sanggup melunasi hutang istri dapat menjadi suatu

alasan perceraian?

b. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perceraian karena suami tidak

sanggup melunasi hutang istri?

c. Mengapa hakim memberikan putusan dalam bentuk thalak satu raj’i ?

Dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, diharapkan

skripsi ini dapat menjelaskan sesuai dengan tema yang penulis ambil dalam

judul skripsi ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai

sebab pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan

beberapa permasalahan sebagi berikut :

a. Untuk mengetahui perspektif Hukum Positif tentang Perkawinan dan

Perceraian.

b. Dapat memahami hak dan kewajiban suami kepada istri menurut Hukum

Positif

c. Mengetahui masalah perceraian menurut Hukum Acara Peradilan Agama.

d. Dapat mengetahui cerai talak akibat ketidaksanggupan suami dalam

melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian khususnya di

Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur .

8

2. Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Untuk penulis: memberikan wawasan kepada penulis, dalam rangka

meningkatkan disiplin ilmu, yang akan dikembangkan menjadi profesi

penulis sebagai mahasiswa, sesuai dengan bidang studi yang merupakan

mata kuliah pokok dan sebagai ilmu yang dimiliki penulis yang akan

diperdalam lebih lanjut melalui studi-studi lain yang serupa dengan

disiplin ilmu tersebut.

b. Untuk kalangan akademis: seperti mahasiswa dan para pengamat

akademis dengan adanya skripsi ini yang menyajikan wacana pemikiran,

dan juga biasa dijadikan informasi untuk dibahas lebih lanjut dan bahan

untuk didiskusikan.

c. Untuk Ilmu pengetahuan: memberikan sumbangan khususnya bidang Ilmu

Fikih Munakahat sehingga mengetahui tantang pandangan Hukum Islam

mengenai ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai

sebab pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta

Timur.

D. Metode Penelitian

Metode yang penulis tempuh dalam penyelesaian skripsi ini, penulis

menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Pendekatan

Pendekatan Kualitatif yaitu dengan melakukan analisa isi, menguraikan

dengan cara mendeskripsikan isi dari putusan yurisprudensi, yang penulis

9

dapatkan di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur. Kemudian

menghubungkan dan menganalisis fakta-fakta sebuah putusan yang

disebabkan karena ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri yang

berakibat perceraian. Sehingga ditemukan kesimpulan objektif, sistematis

sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam penulisan ini.

a. Sumber data penelitian

Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber penelitian. Sumber-

sumber hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang

berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.6

1) Sumber data primer: merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Sumber Data Primer di sini adalah

putusan Nomor 826/pdt/2009/PA Dpk. Dari Pengadilan Agama Kota

Depok Jawa Barat dan Putusan Nomor. 154/Pdt.G/2009/Pa.JT dari

Pengadilan Jakarta Timur.

2) Sumber Data Sekunder: Data sekunder adalah data yang diperoleh

dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen

yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang

dimaksud adalah al-Qur’an, Hadis buku-buku Karangan Ilmiah,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

Kompilasi Hukum Islam (KHI), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

6 Peter Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, ( Jakarta: Kencana, 2005 ),Cet. Ke-4.h. 141

10

1975 Hukum Acara Peradilan Agama dan dokumen-dokumen lain

yang berkaitan dengan judul penelitian serta data arsip di Pengadilan

Agama Kota Depok yakni tentang ketidak sanggupan suami dalam

melunasi hutang istri sebagi sebab terjadinya perceraian.

b. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:

1) Menganalisa, dan menafsirkan khususnya Putusan Nomor

826/pdt/2009/PA Dpk dan Putusan Nomor 154/Pdt.G/2009/Pa.JT

dalam rangka memahami proses mencari bukti-bukti data otentik yang

berkaitan dengan ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri

sebagai sebab terjadinya perceraian di Pengadilan Agama.

Sebelum analisis dilakukan, data tersebut disusun terlebih dahulu

untuk mempermudah analisis. Penyusunan data dapat dalam bentuk

table atau membuat coding untuk analisis dengan menggunakan

bantuan komputer. Sesudah data dianalisis, maka dilakukan

interpretasi atau penafsiran terhadap data tersebut.7

2) Wawancara adalah percakapan dengan tujuan untuk menganalisis data

kebenaran dari dua pihak8, yaitu pewawancara membenarkan

7 Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005)

Cet. Ke-7, h.54. 8 Lexy J Meoleong, Metodologi Penelitian, (Bandung; Remaja Rosdakarya,2004) hal.135

11

pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya dengan kejadian yang

sebenarnya agar data tersebut dapat diterima lalu diolah dengan

menggunakan metode pendekatan statistik kuantitatif dan hasilnya

dapat disimpulkan dan diinformasikan kepada khalayak yang

membutuhkan dari data yang sudah diolah tersebut.

c. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan teknik analisis data ini peneliti menggunakan

cara mengumpulkan data–data yang sudah ada di Pengadilan Agama,

adapun tahap yang dilakukan pertama kalinya adalah dengan cara

mengambil data yang sudah ada contohnya berupa putusan dan hasil dari

hasil putusan itu dianalisis, diolah datanya dengan metode tertentu dan

ditarik kesimpulannya. Dan hasil laporan yang sudah di dapat bisa

diinterpretasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian yang berguna

untuk khalayak orang banyak yang membutuhkan dari data penelitian

tersebut.

Membandingkan antara perbandingan hukum yang bersifat

deskriftif komparatif yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan

informasi dan perbandingan hukum terapan yang mempunyai sasaran

tertentu.9 dalam kasus ini peneliti menganalisa putusan, yaitu putusan

yang di peroleh dari pengadilan Agama depok dan pengadilan Agama

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005),

Cet.ke-7,h.70.

12

Jakarta Utara dengan dilihat dari Hukum Islam dan Hukum Positifnya.

Kemudian menghubungkan dan menganalisis fakta-fakta sebuah putusan,

sehingga di temukan kesimpulan yang objektif dan sistematis.

d. Teknik Penulisan Data

Sesuai dengan buku PPS (Pedoman Penulisan Skripsi) yang

diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007 dan UIN Jakarta

Press. Dengan pengecualian: penulisan terjemah al-Qur’an dan Hadis

ditulis satu spasi, dalam daftar pustaka al-Qur’an ditulis di awal.

E. Studi Review

1. Disebabkan oleh gangguan pihak ketiga, gangguan pihak ketiga merupakan

Judul skripsi : Faktor Pemicu Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama

Singaraja, BALI.

Disusun oleh : Muhammad Ridwan

Tahun : 2003

Skripsi ini berisi bahwa latar belakang pemicu terjadinya perceraian

salah satu penyebab terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang kalau

tidak segera diselesaikan akan menyebabkan semakin runtuhnya rumah

tangga. Karena dalam hal ini pihak ketiga lah yang mempengaruhi ekonomi

rumah tangga, karena dengan datangnya pihak ketiga pastinya pendapatan

yang akan diterima oleh pihak istri akan berkurang sedangkan kebutuhan dari

waktu sewaktu terus merangkak naik. Adapun perceraian karena pihak ketiga

13

ini maksudnya ada pihak luar selain suami istri yang berperan dalam

menyebabkan perceraian adalah:

Perselingkuhan ditemukan bahwa ada orang ketiga, seperti Pria

Idaman lain, dan Wanita Idaman lain yang hadir dalam kehidupan rumah

tangga yang akan sangat berpotensi terjadinya percekcokan dan pertengkaran

yang akhirnya istri atau suami merasa terlecehkan dan mengajukan gugatan

cerai ke Pengadilan Agama.

a. Mengenai kekurangan dari isi penulisan skripsi ini, sayangnya penulis

tidak melakukan penelitian lapangan ( metode wawancara atau interview )

kepada objek atau orang yang terkait penulis hanya berpedoman terhadap

teks dari buku-buku yang ada. Karena kalau kita tinjau lagi fungsi dari

kita menginterview objek atau orangnya langsung maka kita dapat

memperoleh informasi yang lebih akurat. Tanpa kita harus atau

bermaksud menyinggung perasaan orang yang sedang mengalami

permasalahan tersebut.

2. Judul skripsi : Ketidak Harmonisan yang terjadi di Kehidupan Rumah Tangga

Sebagai Pemicu perceraian di Wilayah Pengadilan Agama, Jakarta Selatan.

Disusun oleh : Ety F

Tahun : 2005

Dalam tulisannya menjelaskan bahwa: “Faktor terjadinya perceraian

salah satu penyebab adalah faktor ekonomi, faktor perselingkuhan, kekerasan

dalam rumah tangga ( KDRT ), dll. Adapun ketidakharmonisan yang terjadi

14

dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang berakhir dengan pelaporan

gugatan cerai di Pengadilan Agama Jaksel. Dan ketidakharmonisan bisa

disebabkan karena adanya sikap-sikap dan prilaku yang tidak baik di antara

mereka berdua, salah satunya adalah:

a. Ketidaktaatan, adapun salah satu kewajiban istri terhadap suaminya ialah

taat terhadap perintah suaminya selama perintah tersebut tidak

bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW, karena

dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 83 ayat 1 disebutkan:

“ kewajiban utama bagi suami istri ialah berbakti lahir dan batin kepada

suami di dalam garis-garis yang dibenarkan oleh hukum Islam”

b. Penyebab yang kedua adalah penganiayaan . suami telah melakukan

penganiayaan dan pemukulan kepada pasangannya atau istrinya. Dan istri

tersebut merasa tidak diperlakukan dengan baik sebagaimana perintah

agama, dan dari point ini atau penganiayaan dapat dianalisiskan sebagai

kategori tindakan KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga ) yang

berupa kekerasan fisik, psikis, ekonomi, maupun dalam kekerasan SEX.

Yang pada akhirnya kedua belah pihak sepakat mengakhiri hubungan

suami istri di hadapan muka persidangan Pengadilan Agama Jaksel.

3. Dari beberapa penganalisaan beberapa skripsi yang saling ada hubungannya

dengan faktor pemicu perceraian.

15

Pertama : Awalnya karena disebabkan ketidak jujuran di antara pasangan

suami istri tersebut dalam memahami sikap kejelekan yang dimiliki

keduanya pada saat pacaran, dan sang istri pun tidak mengetahui

lebih jauh pekerjaan tetap yang dilakoni oleh calon suaminya, dan

apabila calon istri pun tahu latar belakang pekerjaan dan bisa

menerima secara ikhlas calon suaminya dengan permasalahan

ekonomi, maka dapat hal-hal yang menyebabkan perceraian yang di

karenakan faktor ekonomi dapat dihindari.

Kedua ; Adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) yang

berupa kekerasan fisik , psikis, ekonomi, maupun kekerasan Sex.

Yang dilakukan oleh pihak suami ke pihak istri. Dan bisa dilihat

dari pihak wanita dengan cepatnya pengambilan keputusan dalam

mengambil waktu berlangsungnya pernikahan karena tanpa

dipikirkan secara lebih mendalam lagi, bagaimana dan seperti apa

karakteristik calon suaminya kelak. Yang pada akhirnya pada awal-

awal pernikahan kedua pasangan tersebut timbul konflik-konflik

yang diakhiri dengan pelaporan gugatan cerai dan diselesaikan

dalam putusan “Cerai” di depan muka persidangan Pengadilan

Agama Jaksel.

Dari dua Tinjauan Review atau Kajian Terdahulu yang sudah dibahas di

atas maka penulis ingin lebih mengkhususkan judul skripsi penulis yakni: Ketidak

Sanggupan Suami Dalam Melunasi Hutang Istri Sebagai Sebab Pengajuan

16

Perceraian ( Analisis Studi di Pengadilan Agam Kota Depok Jawa Barat Nomor

Putusan 826/pdt.g/2009/PA Dpk dan Jakarta Timur Nomor

154/Pdt.G/2009/Pa.JT). Oleh karena itu kita dapat lebih terkonsentrasi lebih

mendalam mengenai latar belakang dari permasalahan yang terjadi oleh kedua

pasangan yang disebabkan oleh karena dari faktor finansial atau faktor ekonomi.

Maka di sini terlihatlah perbedaan dalam pembahasan judul yang sudah

dibahas dan ditulis oleh para kakak kelas penulis yakni Muhammad Ridwan, dan

Etty F. karena di dalam karyanya para kedua penulis itu membahas judul yang

tidak spesifik, maka untuk menspesifikkan kembali maka penulis mengajukan

judul yang sudah tertera. Dan mohon izinkan penulis diberikan kesempatan untuk

membahas dan meneliti kembali dari judul yang sudah penulis tetapkan.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang meliputi sebagai

berikut:

BAB KESATU PENDAHULUAN; Membahas tentang masalah yang

melatarbelakangi skripsi ini yang meliputi; Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Studi Review serta

Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA KAJIAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN; membahas

tantang pengertian dan dasar hukum perceraian, Sebab-sebab

17

terjadinya perceraian, perbedaan cerai thalak dan cerai gugat,

prosedur perceraian.

BAB KETIGA POTRET PENGADILAN AGAMA ; Membahas tentang

sejarah singkat Pengadilan Agama Depok dan Jakarta

Timur,Yurisprudensi pengadilan Agama Depok dan Jakarta

Timur, Struktur pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur

BAB KEEMPAT PUTUSAN PENGADILN AGAMA DEPOK DAN

JAKARTA TIMUR; Membahas Tentang Duduk Perkara

Pengadilan Agama Depok, dan Duduk Perkara Pengadilan

Agama Jakarta Timur, Analisa Penulis.

BAB KELIMA PENUTUP; yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-

saran, penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lampiran-

lampiran yang dianggap penting

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum perceraian

1. Pengertian Perceraian

Kata perceraian atau talak dalam bahasa Arab berasal dari tholaqo-

yathluqu-tollaqo yang bermakna melepaskan atau menguraikan tali pengikat,

baik tali pengikat itu bersifat konkret seperti tali pengikat kuda atau unta

maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan.1 Dalam Al-munawir

kamus Arab Indonesia, cerai adalah terjemahan dari bahasa arab “Thalaqa”

yang secara bahasa artinya melepaskan ikatan.2 Dalam kamus Ensiklopedia

Islam dijelaskan bahwa kata talak adalah melepaskan ikatan, meninggalkan,

dan memisahkan. Di Zaman jahiliah istilah talak digunakan untuk

memisahkan hubungan suami istri.3 Pada Ensiklopedi Islam Indonesia

diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami

istri secara sepihak dengan menggunakan kata “Talak” atau seumpamanya.4

Dalam kamus istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan dengan kata-kata

1 Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta, Ilmu

Fikih, ( Jakarta : Departemen Agama, 1985 ), Cet.ke-2, h.226 2 Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, ( Surabaya : Pustaka

Progresif, 1997 ) Cet Ke-14, h.207 3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta : PT.Ikhtiar baru Van

Hoeve,1997 ), Cet.Ke-4,h.53 4 Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1987) Jilid 3, h.940

18

19

jelas atau sarih, atau dengan kata-kata sindiran atau kinayah.5 Selanjutnya

mazhab Syafi’I mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan

lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu. Sedangkan Mazhab maliki

mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya

kehalalan hubungan suami istri.6

Kata talak menurut Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa perceraian

atau talak adalah penghapusan perkawinan dengan putusan atau tuntutan salah

satu pihak dari dalam perkawinan itu.

Dalam istilah agama talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau

bubarnya hubungan perkawinan.7 Sedangkan menurut istilah, thalak adalah

melepas ikatan pernikahan, atau menghilangkan ikatan pernikahan pada saat

itu juga (melalui thalak ba’in) atau pada masa mendatang setelah iddah

(melalui thalak raj’i ) dengan ucapan tertentu.8

Pada Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI), talak adalah ikrar

suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang terjadi salah satu sebab

putusnya ikatan perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 129,130, dan 131 Ayat (1) dan (2).9 Dan dalam Undang-Undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, talak adalah seorang suami yang

5 Salahuddin Khairi Sadiq, Kamus Istilah Agama, ( Jakarta : CV.Sient Tarama,1983 ),h.358 6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Talak” Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.Ikhtiar Baru

Van Hoeve, 1997 ), Cet. Ke-4,h.53 7 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid3, Pena Pundi Aksara : 2007, h.135 8 Abu Malik bin Sayyid Salim, Fikih Sunnah Untuk Wanita, Al-I’Tisham, Jakarta : 2007 9 Lihat Kompilasi Hukum Islam

20

beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan

kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.

Menurut H.A Fuad Said mendefinisikan perceraian adalah putus

hubungan perkawinan antara suami dan istri.10 Dari definisi-definisi di atas,

maka dapatlah dipahami bahwa talak adalah menghilangkan ikatan

perkawinan sehingga setelah ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi

suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan dalam arti

mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi

suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak

suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi satu menjadi hilang hak talak

itu, yaitu terjadi dalam talak Raj’i.11

Jadi dari beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa talak merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah

pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan

talak menggunakan lafal-lafal tertentu, namun penekanannya dimaksudkan

bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya suami istri, dalam arti putusnya

hubungan perkawinan.

10 H.A Fuad Said. Perceraian Dalam Hukum Islam ( Jakarta : Pustaka Al-Husna,1993 hal 1) 11 Sri Mulyani, Editor, Relasi Suami Istri Dalam Islam, Pusat Studi Wanita, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta : 2004, Hal 16-17

21

2. Dasar Hukum Perceraian

Akad perkawinan dalam hukum islam bukanlah perkara perdata semata,

melainkan ikatan suci (Mitsaqan Galizan) yang terkait dengan keyakinan dan

keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam sebuah

perkawinan. Karena untuk itu syaria’at islam menjadikan pertalian suami istri

dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, Firman Allah

Q.S An-Nisa(4): 21

⌧ )21: 4/النساء(

Artinya: bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu

telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. dan mereka (istri istrimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.(Q.S. An-Nisaa/4:21)

Oleh karena itu suami istri wajib menjaga terhubungnya tali pengikat

perkawinan dan tidak sepantasnya pasangan suami istri berusaha merusak dan

memutuskan tali tersebut dan perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga

bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam islam yakni

terwujudnya keluarga sejahtera dapat terwujud.12 Bila hubungan pernikahan itu

tidak dapat lagi dipertahankan dan jika dilanjutkan juga akan menghadapi

kehancuran dan kemudharatan, maka islam membuka pintu untuk dapat

terjadinya perceraian. Agama Islam telah menetapkan kebolehan perceraian jika

12 H.Amiur Nuruddin, Hukum Pardata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan

Hukum Islam Dari Fikih, Undang-Undang Nomor 1/1974 Sampai KHI, ( Jakarta : Kencana,2006),h.206

22

hubungan perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan dengan terjadinya

pertengkaran (siqaq) yang terus menerus. Hasan Bin Ziyad meriwayatkan dari

Imam Ja’far Shadiq, beliau berkata : “Seseorang pria tidak boleh menceraikan

istrinya tanpa alasan, kemudian dirujuk dan diceraikan kembali. Ini merupakan

suatu bentuk penganiayaan yang dilarang Allah SWT kecuali apabila dia

menceraikan dan merujuknya kembali dengan tujuan menahan diri dari sesuatu.

Apabila kita menilik besarnya tuntutan mencegah perceraian dalam kondisi

tertentu, perceraian merupakan perbuatan terlarang dan dosa. Misalnya, apabila

dengan perceraian itu dapat merusak kehidupan agama dan kehormatan wanita.

Bertolak dari sini, sudah seharusnya bagi siapa saja yang akan melakukan

perceraian, terlebih dahulu harus benar-benar mempertimbangkan baik dari segi

cara, waktu maupun risiko yang akan ditimbulkannya sebelum akhirnya berani

memutuskan untuk bercerai, agar perceraian tersebut menjadi perceraian yang

baik.13 Adakalanya perceraian tersebut terjadi tanpa adanya alasan yang kuat, hal

inilah yang menyebabkan lahirnya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun

1974. Selain itu juga untuk mewujudkan suatu perkawinan yang bahagia, kekal

dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang ada dalam penjelasan umum

Undang-Undang Perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian.14 Dalam

hal ini agama Islam telah terlebih dahulu mengatur sedemikian rupa masalah

13 Ali Husaian Muhammad Makki Al- Amili, Perceraian Salah Siapa ?, ( Jakarta : Lentera,

2001), h.37 14 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1978 ),h.36

23

perceraian ini dengan menurunkan ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi yang

berkenaan dengan perceraian tersebut sehingga mempunyai dasar hukum dan

aturannya tersendiri. Di antaranya yaitu Q.S Al-Baqarah (2) : 228

)228: 2/البقرة(

Artinya: wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga

kali quru' tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang di ciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-Baqarah/2 : 228)

Demikian pula disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2)229

☺ ☺

⌧ ☺

⌧ ☺

)229: 2/البقرة(

24

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

Dilanjutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 230

⌧ ⌧

⌧ ⌧ ☺

)230: 2/البقرة( ☺ Artinya: “kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua),

Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah/2 : 230)

Begitu pula dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 231 yang berbunyi

25

Artinya: “apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir

iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya mereka Barang siapa berbuat demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-Baqarah/2 : 231)

Dilanjutkan dalam Q.S Al-baqarah (2) : 232

☺ )232: 2/البقرة(

Artinya: apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, Maka

janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang di nasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Al-Baqarah/2 : 232)

26

Serta dalam Q.S At-Thalaq (65) : 1

: 65/الطالق( 1(15

Artinya: Hai nabi, apabila kamu menceraikan Istri-istrimu Maka hendaklah kamu

ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S At-Thalaq/65 : 1)

Namun demikian pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu

yang tidak disenangi yang dalam istilah usul fikih disebut MAKRUH. Hukum

makruh ini dapat dilihat adanya usaha pencegahan terjadinya talak itu dengan

berbagai penahapan. Beberapa ayat al-Qur’an mengantisipasi kemungkinan

terjadinya perceraian itu.

Namun demikian para ulama sepakat membolehkan talak. Ini melihat

bahwa bisa saja sebuah rumah tangga mengalami keretakan hubungan yang

mengakibatkan runyamnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam

15 Imam Abi Husaini Muslim Ibn Hajjaji, Shaih Muslim, (Darul Fiqr,1992),Juz 1,h.685

27

keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak membawa

keuntungan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk

menghindari dan menghilangkan berbagai hal negatif tersebut yaitu dengan cara

talak.

Lalu tentang hukum cerai ini, ulama fikih berbeda pendapat. Pendapat

yang paling benar di antara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang” kecuali

karena alasan yang benar. Ini menurut golongan Hanafi dan Hambali. Alasannya

adalah sabda Rasulullah SAW

وابن , داود أبو رواه. (الطلاق الله عند الحلال أبغض :ρ الله رسول قال: قال -عنهما الله رضي - عمر ابن عن 16.(إرساله حاتم أبو ورجح , الحاآم وصححه , ماجه

Artinya: Dari Ibnu Umar semoga Allah Swt meridhoi keduanya berkata:

Rasulullah SAW bersabda: perbuatan halal yang dibenci oleh Allah

SWT ialah talak. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim, serta

dikuatkan oleh Abu Hatim

B. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Suatu perkawinan dimaksudkan untuk menciaptakan kehidupan suami

istri yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina keluarga yang

sejahtera dan bahagia sepanjang masa. Setiap pasangan suami istri selalu

mendambakan agar hubungan yang diikat oleh akad perkawinan itu semakin

kokoh terpatri sepanjang hayat.

16 Muhammad ibn Ismail Al Amir As-Shan’ni, Subul As-Salam Al Musholah ila Bulugh Al

Maram, Juz 3 (Kairo: Dar Ibn Al Jauzi, 1428 H), h.156

28

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal

38 disebutkan ada 3 (tiga) hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan,yaitu:17

(1) Karena Kematian;

(2) Karena Perceraian ; dan

(3) Karena Putusan Hakim.

Dalam hal ini, penulis akan menguraikannya secara gamblang.

1. Karena Kematian

Putusnya perkawinan karena kematian tidak menimbulkan banyak

persoalan, karena dengan sendirinya ikatan perkawinan keduanya menjadi

putus. Apabila pihak suami atau istri yang masih hidup ingin menikah lagi

maka bisa saja asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah

ditentukan dalam Hukum Islam.18

2. Karena Perceraian

Peraturan pemerintah menggunakan kata perceraian ini dengan istilah

“cerai talak” untuk membedakannya dengan pengertian perceraian atas

Putusan Pengadilan menggunakan istilah “cerai gugat”.19

Sebagai ketentuan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perceraian Pasal 39 Ayat 1 disebutkan bahwa : “perceraian hanya dapat

17 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 18 Lili Rasidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, ( Bandung :

Remaja Rosdakarya,1991),h.194 19 Arso Sostroatmodjo, et.al., Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta ; Bulan Bintang,

1981),h.60

29

dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan

berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak”.20

Menurut hemat penulis, maksud di hadapan sidang Pengadilan Agama

ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak

suami istri tersebut, sebagaimana hal tersebut dikaitkan dengan pasal 2 ayat 2

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan

bahwa : “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan per Undang-

Undangan yang berlaku”.

Maksud apabila perkawinan harus dicatatkan, begitu pula bila terjadi

perceraian antara keduanya. Jadi, ketika menikah suami istri tentu memiliki

akta nikah sebagai bukti otentik perkawinannya dari Kantor Urusan Agama.

Namun, apabila terjadi perceraian akta nikah diganti dengan akta cerai yang

diberikan oleh Pengadilan Agama yang menangani kasus perceraian suami

istri yang bersangkutan.

3. Karena putusan Pengadilan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perceraian yang

terjadi karena putusan pengadilan terjadi di luar kehendak suami atau istri,

yaitu apabila majelis hakim berpendapat atau menilai bahwa perkawinan

20 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1

30

keduanya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, bentuknya berupa fasakh

( pembatalan perkawinan).21

Fasakh perkawinan adalah sesuatu yang merusak akad ( perkawinan)

dan bukan merupakan talak, fasakh bisa terjadi karena syarat-syarat yang

tidak terpenuhi pada waktu akad nikah atau karena hal-hal lain yang datang

kemudian dan dapat mendatangkan kelangsungan perkawinan.22 Contoh

fasakh adalah seperti baru diketahui bahwa pasangannya adalah saudara

kandung maka perkawinannya batal demi hukum.

Adapun menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan pada Pasal 39 Ayat (2) dijelaskan untuk melakukan perceraian

harus ada cukup alasan bahwa pasangan tersebut tidak dapat hidup rukun lagi

sebagai suami istri, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada

Pasal 116 menjelaskan alasan-alasan terjadinya perceraian yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat penjudi,

dan lain sebagai nya yang sukar di sembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain (suami atau istri) selama 2 (dua)

tahun berturut-turut tanpa mendapat izin dari pihak lain

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima ) tahun, atau lebih

berat setelah perkawinan berlangsung

21 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,h.197 22 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah., h.268

31

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

dapat membahayakan pihak lain

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran,

serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

g. Suami melanggar taklik talak

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya perceraian

ketiak rukunan dalam rumah yang.

B. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat

Cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan Agama yang

menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan

atas kehendak suami. Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Peradilan

Agama Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perceraian pada Pasal 66 Ayat (1) yaitu :

“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya

mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna

menyaksikan ikrar talak”.23

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 117 yaitu :

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah

23 Lihat UU No 7 Tahun 1989, Pasal 66

32

pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua

belah pihak”.24

Cerai talak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang

berhak untuk menalak istrinya, sedangkan istri tidak berhak menalak suaminya.

Bagi suami yang mengajukan gugatan talak maka suami harus melengkapi

persyaratan administrasi sebagai berikut :

1. Kutipan Tanda penduduk (KTP)

2. Surat keterangan akta talak dari Kepala desa atau lurah setempat

3. Kutipan Akta Nikah (model NA)

4. Membayar uang muka biaya perkara menurut peraturan yang berlaku

5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai Negeri Sipil (PNS)

atau anggota TNI atau POLRI.25

Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak

istri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Perceraian pada Pasal 73 Ayat (1), yang berbunyi : “gugatan perceraian

dilajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja

meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat”.26

24 Lihat Kompilasi Hukum Islam, Pasal 117 25 Sutarmadji Dan Mesraini, “ Administrasi Pernikahan Dan Menejemen Keuangan,(Jakarta :

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,2006).h149 26 Lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989,Tentang Peradilan Agama, Pasal 73 Ayat (1)

33

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 132 Ayat (1) yaitu : “

Gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan

Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri

meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami ”.27

Dalam perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak gugat untuk

bercerai dari suaminya, karena dalam cerai talak haknya hanya dimiliki oleh

suami. Akan tetapi bukan berarti cerai gugat haknya mutlak milik istri. Dengan

demikian masing-masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya

menuntut perceraian.

Dalam Islam tidak mengenal istilah cerai gugat karena cerai gugat

hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam hukum acara di Indonesia. Akan

tetapi dalam Hukum Islam menganal khulu, yang mempunyai persamaan dengan

cerai gugat,dan tetap ada perbedaannya yaitu jika dalam khulu itu ada Iwadl yang

harus dibayar oleh istri, dan yang mengucapkan kalimat perceraian (Talak) adalah

suami setelah adanya pembayaran Iwadl tersebut. Sedangkan cerai gugat tidak

ada pembayaran Iwadl serta yang memutuskan perceraian adalah Hakim.28 Selain

itu, dalam cerai talak apabila suami ingin mengajukan ikrar talak, ia (suami) tidak

mengajukan gugatan melainkan mengajukan permohonan izin mengucapkan ikrar

talak di Pengadilan Agama. Karena talak itu ada di tangan suami. Berbeda dengan

27 Lihat Kompilasi Hukum Islam,Pasal 132 Ayat (1) 28 M. Yasir Arafat, “ Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga.” (Skrpsi Fakultas

Syariah dan Hukum, Unifersitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,2003),h.16

34

cerai gugat yaitu si istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam Islam

istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan Iwadl

kepada suami. Hal ini yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat.

Dalam perkara cerai gugat, adapun persyaratan administrasi yang harus

dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut :

1. Kutipan Tanda penduduk (KTP)

2. Surat keterangan untuk cerai dari kepala desa atau lurah setempat

3. Kutipan akta nikah (model NA)

4. Membayar uang muka biaya menurut peraturan yang berlaku

5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negeri Sipil (PNS) atau

Anggota TNI atau POLRI

C. Prosedur Perceraian

Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan

di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan

cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi karena

talak suami kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah

permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan.

Awal surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani

diajukan ke kepaniteraan pengadilan Agama (surat gugatan diajukan pada sub

kepaniteraan gugatan sedangkan permohonan pada sub kepaniteraan

permohonan). Undang-Undang membedakan antara perceraian atas kehendak

35

suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik Hukum

Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian.29

Sebelum perkara terdaftar di kepaniteraan, panitera melakukan penelitian

terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian terhadap bentuk

dari isi gugatan permohonan) sudah dilakukan sebelum perkara di daftarkan.

Misalnya dalam membuat surat gugatan, kepaniteraan dibolehkan memberikan

arahan pada penggugat apabila dalam gugatan yang dibuat tidak sesuai. Apabila

terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan maka tidak boleh didaftarkan

sebelum petitum dan positanya jelas, seperti ada petitum namun tidak didukung

oleh posita berarti gugatan atau permohonan tidak jelas.30

Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut terlebih

dahulu harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam

meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaliknya melakukan penelitian

tersebut disertai dengan membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara,

lalu berkas perkara beserta resume tersebut diserahkan kepada Ketua pengadilan

(dengan buku ekspedisi lokal sebenarnya). Dengan disertai saran tidak misalnya

berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan”. 31

29 Latif, Anaka Hukum Perceraian Di Indonesia, h.72 30 Mukti Arto, Peraktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama,(Jakarta: Pustaka

Pelajar,2003),cet.ke-4,h.76 31 Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradialan Agama, ( Jakarta: Raja Grafindo

Persada,2001),ed.ke-2,cet.ke-8,h.129

36

Kemudian penggugat atau pemohon kemeja I untuk menaksir besarnya

biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan

perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan Pasal 193 Rbg / Pasal 128 Ayat (1) HIR /

Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama, yang meliputi:

1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai

2. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah

3. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain

4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan

yang berkenaan dengan perkara tersebut.32

Ketentuan di atas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan

untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo (cuma-cuma).

Ketidakmampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari

Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu,

penggugat atau pemohon menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat

gugatan/permohonan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah

dibayar. Setelah selesai, kemudian surat gugatan/permohonan tersebut di masukan

32 Pasal 90 Ayat (1), Unadng-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-Uandang

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama,h.74

37

dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil Panitera untuk

disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera.33

Setelah terdaftar, gugatan diberi nomor perkara kemudian diajukan kepada

Ketua Pengadilan, setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan maka ia

menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada

prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua

menunjuk seorang hakim sebagai ketua majelis dan dibantu dua orang hakim

anggota.34

Setelah itu hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat

menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua

majelis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam

persidangan. Pasal 121 HIR,35 untuk Membantu Majelis Hakim dalam

menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang dalam

hal ini panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti.36

Tata cara pemanggilan di mana harus secara resmi dan patut, yaitu:

a. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi

yang dipanggil di tempat tinggalnya;

33 M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah Di

Indonesia, (Jakarta: Sinar Garfika,2004), Cet.ke-2,h.14 34 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta:

Sinar Grafika,2004), Cet.ke-6,h.39 35 M. FAuzan, Pokok Pokok Acara Peradilan Agama, h.13 36 A. Basiq Djalil, Peradialan Agma Di Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2006), cet.ke-1,h.214

38

b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada

Kepala Desa di mana ia tinggal;

c. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli

warisnya;

d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah

(tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil) kepada hakim yang akan

memeriksa perkara yang bersangkutan;

e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai.37

Sedangkan proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui

tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah tertera dalam

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 5438:

“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama dalam lingkungan

Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus

dalam Undang-Undang ini”.

Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum,

dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya

bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa

mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian, inisiatif

37 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.40 38 A. Basiq Djalil,Peradilan Agama Di Indonesia,h.202-203

39

perdamaian dapat timbul dari hakim. Penggugat ataupun tergugat. Hakim harus

sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian

yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum

dilanjutkan ke tahap pemeriksaan diawali membaca surat gugatan.39

Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan kesempatan

untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat

melalui Hakim. Pada tahap replik penggugat kembali menegaskan isi gugatannya

yang dilakukan oleh tergugat dan juga mempertahankan diri atas sanggahan-

sanggahan yang disangkal tergugat. Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat

menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.40

Tahap Replik Duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat

memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap

pembuktian, penggugat dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang

dimiliki untuk mendukung jawabannya (sanggahan), masing-masing pihak berhak

menilai alat bukti pihak lawannya.

Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan pendapat

akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim

menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulkan

dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa.41

39 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.41-42 40 Ibid.,h.43 41 Ibid., h.45

47

BAB III

POTRET PENGADILAN AGAMA

A. Sejarah Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Sejarah Pengadilan Agama Depok

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Depok yang

berawal dari satu wilayah Kecamatan Depok berkembang menjadi sebuah

Kota Administratif sebagai bagian dari Kab. Bogor kemudian menjadi Kota

Madya, yang pada saat ini menjadi sebuah pemerintahan Kota Depok

dibentuk pula Pengadilan Agama Depok berdasarkan Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002.

Pembentukan Pengdilan Agama Depok ini bersamaan dengan di bentuknya 11

Pengadilan Agama lainnya sesuai KEPRES Pengadilan Agama Depok yang

peresmian oprasional oleh Walikota Depok dilaksanakan pada tanggal 25 Juni

2003 di Balai Kota Depok mulai menjalankan fungsi peradilan sejak 1 Juli

2003, Di samping dasar pembentukan dan dasar oprasional sebagaimana

tersebut di atas, yang menjadi dasar pertimbangan perlunya dibentuk

Pengadilan Agama Depok adalah antara lain:

a. Depok telah menjadi sebuah pemerintahan Kota, yang berdiri sendiri lepas

dari pemkab. Bogor yang perlu dibentuk/adanya sebuah Pengadilan

Agama sesuai Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.

40

41

b. Perkara-perkara yang harus diselesakan oleh Pengadilan Agama Cibinong,

55% nya berasal dari penduduk yang berdomisili di Depok, sesuai hasil

studi kelayakan.

c. Untuk melaksanakan asas cepat dalam penyelesaian perkara, karena

Pemerintahan Kota Depok harus menempuh jarak yang jauh ke

Pengadilan Agama Cibinong

2. Sejarah pengadilan Agama Jakarta Timur

Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan

Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 Tahun 1967 tertanggal 17 Januari

1967.

Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah Khusus

Ibukota (DKI) Jakarta.

Pada saat munculnya sebutan Pengadilan Agama Jakarta Timur di

wilayah hukum DKI Jakarta, bermula dari sebuah proses. Ketika Lembaga

Pengadilan Agama di wilayah hukum DKI Jakarta diberi nama dengan

sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur lalu pada saat yang bersamaan

lahir pula Pengadilan Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah

hukum DKI Jakarta dalam lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur,

yaitu :

a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan

b. Pengadilan Agama Jakarta Barat

c. Pengadilan Agama Jakarta Utara dan

42

d. Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah tercermin di

dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari

1967 tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Secara nyata pula dalam ke putusan

tersebut ditegaskan bahwa Pengadilan Agama yang terletak di jantung Ibukota

Negara Republik Indonesia memiliki keistimewaan yaitu double/peran ganda

dan atau dua sisi yaitu di satu sisi sebagai “Kantor Induk” dari 4 (empat)

Pengadilan Agama yang berada di 4 (empat) wilayah yurisdiksi yang

mengelilinginya, sedangkan pada sisi yang lain dalam operasionalnya adalah

juga Pengadilan Agama yang berkedudukan di wilayah kekuasaan “Kota

Jakarta Pusat”.

B. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok Dan pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok

Hukum Pengadilan Agama Depok adalah meliputi wilayah

Pemerintahan kota Depok, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 yang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 62 tahun

2002 Pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa “ Daerah hukum Pengadilan Agama

Depok meliputi wilayah pemerintahan Kota Depok Propinsi Jawa Barat”.

2. Yurisdiksi pengadilan Agama Jakarta Timur

43

Pembahasan tentang wilayah yurisdiksi ini bermuara dari istilah yang

menjadi urat nadinya ke wenangan memeriksa, memutuskan dan

menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan.

Dalam istilah “ke wenangan” mengadili ini sebagaimana bersinonim

dengan kata “kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan ke wenagnan dan

kekuasaan dan atau pada HIR dikenal pula dengan istilah kompetensi. Adapun

pembahasan kompetensi ini terbagi kepada 2 (dua) aspek yaitu :

Kompetensi Absolut, yaitu ke wenangan atau kekuasaan untuk

memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan yang

menyangkut pokok perkara itu sendiri.

Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

disebut pada Bab III yang berjudul KEKUASAAN PENGADILAN Pasal 49

Ayat (1) yang berbunyi “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara perkata di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan;

b. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;

c. Wakaf dan Shodaqoh

d. Ekonomi Syari’ah

Kompetensi Relatif, yaitu ke wenangan atau kekuasaan untuk

memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan

44

yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari

keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai berikut :

a. HIR Pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo Pasal 142 (2) dan

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 66 Ayat 1 s/d 5.

Tentang kompentensi relatif ini bagi Pengadilan Agama yang

berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah

ditetapkan pada saat kelahirannya yaitu dalam Keputusan Menteri Agama

Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain :

a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara yang daerah hukumnya

meliputi kekuasaan Kota Jakarta Utara.

b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah hukumnya

meliputi kekuasaan Kota Jakarta Barat.

c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang daerah hukumnya

meliputi kekuasaan Kota Jakarta Selatan.

d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya

meliputi kekuasaan Kota Jakarta Timur.

e. Khusus untuk Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya ditetapkan

sebagai Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarta Raya yang daerah

hukumnya meliputi seluruh wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, adalah juga sebagai Pengadilan Agama yang daerah hukumnya

meliputi wilayah kekuasaan Kota Jakarta Pusat.

C. Struktur Organisasi

45

1. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kota Depok

Pengadilan Agama Depok merupakan Pengadilan Agama kelas II,

karena ia baru dibentuk, yang saat ini dipimpin oleh seorang Ketua (Drs.

Kurtubi Kosim, SH, M.Hum) dan seorang Wakil Ketua (H. Asril

Nasution,SH,M.Hum) mempunyai struktur organisasi sebagai berikut1:

a. Pimpinan:

Ketua dan wakil ketua

b. Tenaga Fungsional :

para hakim

c. Kepaniteraan/Kesekretariatan ;

1) Panitera dibantu oleh:

Wakil panitera, Panitera Muda Permohonan, Panitera Gugatan dan

panitera Hukum serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita

pengganti, sesuai dengan Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989.

2) Sekretaris dibantu oleh :

Wakil Sekretaris sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 yang dilengkapi dengan :

Kepala Urusan Kepegawaian, Kepala urusan Keuangan dan kepala

urusan Umum

1 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok.hal 11

46

47

40

Gambar 3.1 Bagan Struktur Organisasi Peradilan Agama Depok2

2 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005. h.15

46

47

2. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Adapun struktur organisasi pengadilan Agama Jakarta Timur adalah

sebagai berikut:

a. Pimpinan:

Ketua dan wakil ketua

b. Tenaga Fungsional :

para hakim

c. Kepaniteraan/Kesekretariatan ;

1) Panitera dibantu oleh:

Wakil panitera, Panitera Muda Permohonan, Panitera Gugatan dan

panitera Hukum serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita

pengganti, sesuai dengan pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989.

2) Sekretaris dibantu oleh :

Wakil Sekretaris sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 yang dilengkapi dengan :

Kepala Urusan Kepegawaian, Kepala urusan Keuangan dan kepala

urusan Umum.

40

47

40

Gambar 3.2 Bagan Struktur Organisasi Peradilan Agama Jakarta Timur3

3 http://www.pajaktim.go.id/stuktur-organisai.php/

KETUA

PANITERA/SEKRETARIS

WAKIL WAKIL SEKRETARIS PANITERA

WAKIL KETUA

PANMUD PERMOHO

PANMUD GUGATAN

PANMUD HUKUM

STAF

STAF

KASUB KEPEG

KASUB KEUANGAN

KASUB UMUM

STAF

STAF

STAF

JURU SITA PENGGANTI JURU SITA

PANITERA PENGGANTI

HAKIM

STAF

48

47

40

BAB IV

PUTUSAN PENGADILN AGAMA NOMOR:826/Pdt.G/2009/PA Dpk DAN

NOMOR:154/Pdt.G/2009/PA.JT

A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok

Nomor:826/Pdt.G/2009/PA Dpk

Berdasarkan para pihak dan saksi, dalam putusan

Nomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk disebutkan bahwa pemohon adalah Herry

Karnadi bin Drs. Pg Hirwanto, umur 38 tahun, Agama Islam, pendidikan S.2,

pekerjaan PNS Pemda Kota Bogor, tempat tinggal di Telaga Golf Blok E.8B RT.

03 RW 08 No.2 Kelurahan Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

Dengan termohon Sri Tuti Wartini binti MO. Sjahroni, umur 37 tahun, agama

Islam, pendidikan SMA, pekerjaan pegawai Swasta, , tempat tinggal di Telaga

Golf Blok E.8B RT. 03 RW 08 No.2 Kelurahan Sawangan, Kecamatan

Sawangan, Kota Depok. Atas dasar surat gugatannya tertanggal 5 Juni 2009 yang

didaftarkan di Kepanitraan Pengadilan Agama Depok pada tanggal itu juga

dengan register perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk.

Menurut Pengakuan Pemohon, Pemohon adalah suami sah termohon,

yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 14 April 1996, di Rego, Kodya

Bandung, Kutipan Akta Nikah Nomor 31/31/IV/1996 tanggal 15 April 1996, yang

dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Rego, Kodya

Bandung.

49

50

Selama berumah tangga antara pemohon dan termohon telah dikaruniai 2

orang anak bernama; Nadhira Nurul Afindandiva, perempuan, berusia 12 tahun,

dan Hasan Nurul Aziza, perempuan, usia 5 tahun.

Semula rummah tangga antara pemohon dan termohon rukun dan

harmonis, tetapi sejak April 2008 sampai sekarang antara pemohon dan termohon

telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, disebabkan tanpa

sepengetahuan pemohon, termohon memiliki hutang yang sangat besar dan untuk

menutupi hutang tersebut, pemohon telah menjual seluruh hartanya yang

pemohon miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman Pemohon,

sampai akhirnya Pemohon tidak punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang.

Pada Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam

rumah tangga Pemohon dan Termohon, Termohon memiliki hutang lagi yang

jumlahnya besar, Pemohon sudah tidak sanggup lagi membayar hutang

Termohon, malahan pemohon sering didatangi oleh orang-orang yang menagih ke

rumah kontrakan Pemohon hingga saat ini Pemohon dan Termohon masih tinggal

serumah. Keluarga telah berupaya mendamaikan Pemohon dan Termohon agar

kembali rukun dalam membina rumah tangga, namun upaya tersebut tidak

membuahkan hasil.

Dengan beberapa kejadian tersebut di atas, rumah Tangga antara pemohon

dan Termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik lagi, sehingga rumah tangga

yang sakinah, mawaddah, dan warahmah, tidak tercapai, Pemohon merasa

menderita lahir batin.

51

1. Gugatan Pemohon

Mengenai isi dari tuntutan Pemohon, pemohon memohon kepada

pengadilan Agama Depok kiranya dapat menjatuhkan putusan sebagai

berikut:

a. Mengabulkan Permohonan pemohon

b. Menetapkan, memberikan Izin kepada Pemohon (Herry Karnadi bin Drs.

PG Hirwanto) untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon (Sri

Tuti Wartini binti MO.Sjahroni) di depan sidang Pengadilan Agama

Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.

c. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.

d. Apabila Pengadilan Agama Depok berpendapat lain, mohon putusan yang

seadil-adilnya.

Pada hari sidang yang telah ditetapkan Pemohon telah datang

menghadap di persidangan, sedangkan Termohon telah tidak datang

menghadap atau menyuruh orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah

untuk menghadap di persidangan, meskipun termohon telah dipanggil secara

resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sedang tidak ternyata

ketidakhadiran Termohon disebabkan oleh sesuatu halangan sah menurut

hukum. Majlis hakim telah menasihati Pemohon agar bersabar untuk rukun

kembali dengan Termohon, namun tidak berhasil.

Bahwa sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, Pemohon telah

memperoleh izin atasan untuk bercerai dari Termohon berupa Keputusan

52

Walikota Bogor Nomor: 474.2.45-126 Tahun 2009 tentang Pemberian Izin

perceraian An.Drs. Herry Karnadi, M.Si., dikeluarkan oleh Walikota Bogor

tanggal 4 Agustus 2009.

Kemudian dibacakanlah surat Permohonan pemohon tersebut dalam

persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum yang isinya tetap

dipertahankan oleh pemohon dengan penjelasan lisan bahwa saat ini

Termohon berada dalam tahanan kepolisian Pulogadung untuk keperluan

penyidikan oleh karenanya Pemohon tetap menunjuk alamat Termohon

seperti dalam surat permohonan cerai pemohon tersebut sebagai domisili

Termohon.

2. Pembuktian

Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya telah mengajukan bukti

tertulis berupa foto copy buku Kutipan Akta Nikah Nomor 31/31/IV/1996

Tanggal 15 April 1996, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA)

kecamatan Rego kodya Bandung; telah dinazegelen, setelah dicocokkan

dengan aslinya dan diparaf oleh ketua Majlis, selanjutnya diberi kode P.

Majlis Hakim telah memerintahkan Pemohon untuk menghadirkan

saksi-saksi untuk di dengarkan keterangannya dan untuk itu Pemohon telah

menghadirkan 2 (dua) orang saksi sebagai berikut:

a. P. G Hirwanto bin Djo Semito, dengan di bawah sumpahnya memberikan

keterangan sebagai berikut:

1) Saksi adalah ayah kandung Pemohon

53

2) Saksi tahu antara Pemohon dan Termohon adalah suami istri dan telah

dikaruniai 2 (dua) orang anak.

3) Saksi tahu antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi

pertengkaran disebabkan Termohon banyak mempunyai hutang

4) Semula saksi tidak tahu kalau Termohon terlibat hutang, tetapi sejak

Agustus 2008 Pemohon mencari pinjaman uang kepada keluarga saksi

katanya untuk membantu Termohon membayar hutang.

5) Saksi tahu sejak tahun 2009 hutang yang dibuat Termohon semakin

menjadi-jadi sampai harta yang dimiliki Pemohon dan Termohon

terjual untuk membayar hutang.

6) Saksi tidak tahu Termohon berhutang untuk keperluan apa, bahkan

saat saksi tanyakan kepada Pemohon juga tidak tahu.

7) Saksi tahu sejak bulan Mei 2009 Termohon berada di tahanan polisi

karena dalam penyelidikan kasus penipuan yang dilakukan Termohon,

yaitu melisingkan BPKB orang (Termohon bekerja di show Room).

8) Saksi sudah mengupayakan untuk membicarakan masalah rumah

tangga Pemohon dengan Termohon dengan pihak besan di Bandung,

tetapi pihak besan tidak ada solusi.

9) Saksi sudah berupaya merukunkan Pemohon dan Termohon, namun

tidak berhasil

54

10) Saksi tidak sanggup lagi untuk merukunkan Pemohon dan Termohon,

karena keadaan Pemohon sudah memprihatinkan tercemar nama

baiknya di lingkungan tempat tinggal dan di kantornya.

b. A. Syahroni bin Utari Byli dengan di bawah sumpahnya memberikan

keterangan sebagai berikut:

1) Saksi kenal dengan Pemohon sejak tahun 2005 sebagai teman sekantor

tetapi sekarang sudah berbeda bagian, saksi juga kenal Termohon

sebagai Istri Pemohon dan Perkawinan Pemohon dengan Termohon

sudah dikaruniai 2 (dua) orang anak.

2) Saksi tahu saat ini Termohon berada di rutan karena terlibat hutang

piutang.

3) Pada mulanya saksi mengenal Pemohon dan Termohon biasa saja,

tetapi sejak tahun 2008 saksi membantu Pemohon untuk pinjam uang

di kantor, tetapi semakin lama pinjaman Pemohon semakin besar.

4) Saksi tahu ternyata Pemohon pinjam uang untuk menutupi hutang-

hutang Termohon.

5) Saksi pernah beberapa kali melihat Pemohon bertengkar dengan

Termohon melalui HandPhone (HP).

6) Saksi tidak sanggup lagi untuk merukunkan Pemohon dan Termohon.

Bahwa atas keterangan 2 (dua) orang saksi tersebut Pemohon

membenarkan seluruh keterangannya.Kemudian Pemohon mengajukan

kesimpulan yang pada pokok isinya tetap pada pendiriannya untuk bercerai

55

dengan Termohon, selanjutnya mohon putusan.dengan keterangan dan bukti-

bukti tersebut di atas, Majlis Hakim telah menganggap cukup untuk

mempertimbangkan perkara ini.

3. Pertimbangan Hukum

Maksud dan tujuan dari permohonan Pemohon adalah sebagaimana

tersebut di atas. Bahwa Majlis Hakim telah menasihati Pemohon agar

berdamai dengan Termohon, namun tidak berhasil. Sebagai seorang Pegawai

Negeri Sipil, Pemohon telah memperoleh izin untuk melakukan perceraian

dari atasannya berupa surat keputusan Walikota Bogor, sebagaimana terurai di

atas, dengan demikian ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, telah terpenuhi.

Ternyata termohon meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut

untuk datang menghadap di persidangan ternyata ketidakhadirannya itu

disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah menurut hukum, maka Termohon

harus dinyatakan tidak hadir dan permohonan pemohon dapat diperiksa

dengan tanpa kehadiran Termohon tersebut.

Dengan ketidakhadiran Termohon tersebut, Majlis Hakim berpendapat

Termohon telah melepaskan hak jawabnya dan berarti pula mengakui kebenaran

dalil-dalil permohonan Pemohon.

Yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalah sejak dan

pertengkaran yang terus menerus, disebabkan tanpa sepengetahuan Pemohon.

Termohon memiliki hutang yang sangat besar dan untuk menutupi hutang

56

tersebut, Pemohon telah menjual seluruh harta yang pemohon miliki dan juga

meminjam uang ke saudara dan teman-teman Pemohon, sampai akhirnya

Pemohon sudah tidak punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang. Pada bulan

Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga

Pemohon dan Termohon, Termohon memiliki hutang lagi yang jumlahnya besar,

Pemohon sudah tidak sanggup lagi membayar hutang Termohon, malahan

Pemohon sering didatangi oleh orang-orang yang menagih ke rumah kontrakan

Pemohon.

Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya Pemohon telah mengajukan

bukti tertulis P dan 2 orang saksi sebagaimana tersebut di atas. Dari bukti P

berupa foto copy kutipan akta nikah atas nama Pemohon dan Termohon,

memperkuat fakta bahwa antara Pemohon dan Termohon terkait dalam

perkawinan yang sah. Dari 2 (dua) orang saksi Pemohon diperoleh keterangan

yang saling bersesuaian bahwa Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan

dan pertengkaran disebabkan Termohon terlibat hutang yang jumlahnya besar

bahkan melakukan penipuan yang mengakibatkan Termohon ditahan polisi.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas yang diperkuat

dengan keterangan saksi-saksi Pemohon yang menyatakan sudah tidak sanggup

untuk merukunkan Pemohon dan Termohon; Majelis Hakim berpendapat bahwa

hubungan antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga sudah

tidak harmonis sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana

maksud dari al-Qur’an Surat ar-Rum Ayat 21 dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor

57

1 Tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (INPRES Nomer 1 Tahun

1991). Dalam kondisi tidak harmonis tersebut Majelis Hakim berpendapat ikatan

perkawinan antara Pemohon dan Termohon telah pecah yang disebabkan oleh

hal-hal- sebagaimana tersebut di atas, sehingga antara Pemohon dan Termohon

tidak mungkin untuk dapat dirukunkan kembali untuk membina rumah tangga

bersama dan permohonan Pemohon telah memenuhi maksud Pasal 39 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan Pasal 19 Huruf f

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Huruf f Kompilasi

Hukum Islam, dengan demikian permohonan Pemohon untuk bercerai dengan

Termohon cukup beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga permohonan

tersebut dapat dikabulkan dengan mengizinkan kepada pemohon untuk

menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan

Agama Depok

Oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, berdasarkan

Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perkawinan,

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,

semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon. Perkara

ini dipertimbangkan yang amarnya yaitu “Pasal 125 HIR dan segala peraturan

per undang-undangan yang berlaku. Memperhatikan kaidah hukum syara’ yang

berkaitan dengan perkara ini”.

58

B. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

154/Pdt.G/2009/PA.JT

Berdasarkan para pihak dan saksi, dalam putusan Nomor

154/Pdt.G/2009/PA.JT bahwa pemohon adalah. Patah Yasin bin Abu Sujak,

umur 37 Tahun, Agama Islam, Pendidikan SD, pekerjaan swasta, bertempat

tinggal di Kp. Jembatan No. 17 RT. 02 RW. 17 kelurahan panggilingan,

kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Dengan termohon Muawiyah binti

Muhdi, umur 32 Tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah

tangga, bertempat tinggal di Kp. Jembatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Atas

dasar surat gugatannya tertanggal 27 Januari 2009 yang didaftarkan di

Kepanitraan Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal itu juga dengan

register perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA JT. Telah mengajukan hal-hal sebagai

berikut:

Pada hari selasa tanggal 19 Desember 1995, telah berlangsung pernikahan

antara pemohon dan termohon, tercatat di PPN KUA Kecamatan Lebak Wangi,

Kuningan, Jawa Barat dengan Akta Nikah Nomor: 67134/XII/1995 tanggal 19

Desember 1995. Setelah menikah kehidupan rumah tangga Pemohon dan

Termohon dalam keadaan rukun, dan telah berhubungan badan sebagaimana

layaknya suami istri, dan bertempat tinggal bersama di Rawa Tarate selama 3

Tahun, dan dikaruniai 2 orang anak bernama: Rini Apriani, lahir tanggal 03 April

1997 dan Fitri Amelia, lahir tanggal 27 April 2001.

59

Kehidupan rumah tangga Pemohon dan Termohon berubah menjadi tidak

harmonis lagi dan goyah, setidaknya terjadi mulai tahun 2004, disebabkan oleh

hal-hal sebagai berikut: yaitu Antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada

kecocokan dalam membina rumah tangga.

Termohon tidak jujur dalam hal mengatur keuangan rumah tangga.

Termohon telah melakukan hutang piutang dengan pihak lain sampai

menggadaikan rumah dan motor tanpa pengetahuan Pemohon. Pemohon dan

Termohon sudah tidak ada kepercayaan dan Termohon selalu curiga Pemohon

mempunyai hubungan khusus dengan wanita lain. Pemohon dan Termohon masih

satu rumah, namun sejak Juni 2008 kurang lebih 7 bulan sudah pisah ranjang dan

sudah tidak berhubungan badan sebagaimana layaknya suami istri. Pemohon telah

berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan atau cara bermusyawarah atau

berbicara dengan Termohon secara baik, tetapi tidak berhasil.

Dengan sebab-sebab tersebut di atas, maka Pemohon merasa rumah

tangga antara Pemohon dan Termohon tidak bisa dipertahankan lagi, karena

perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit

diatasi dan tidak dapat diharapkan lagi, maka Pemohon berkesimpulan lebih baik

bercerai dengan Termohon.

60

1. Gugatan Pemohon

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pemohon memohon kepada

Bapak Ketua pengadilan Agama Jakarta Timur atau Majelis Hakim untuk

menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut:

a. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.

b. Menetapkan memberi izin kepada Pemohon, Patah Yasin bin Abu Sujak,

untuk menjatuhkan talak satu roj’i terhadap Termohon, muawiyah binti

Muhdi.

c. Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan per undang-

undangan yang berlaku.

Pada hari sidang yang telah ditetapkan untuk itu, Pemohon dan

Termohon telah hadir sendiri ke persidangan majelis telah berusaha

memberikan nasihat kepada Pemohon agar kembali dengan Termohon, namun

usaha tersebut tidak berhasil. Kemudian dibicarakanlah permohonan pemohon

yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon. Termohon telah memberikan

jawaban secara lisan yang padanya intinya membenarkan dalil-dalil

permohonan Pemohon dan tidak keberatan bercerai dengan termohon. Atas

pertanyaan Ketua Majelis, Pemohon bersedia memberikan akibat cerai kepada

Termohon berupa nafkah Iddah sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah),

mut’ah berupa televisi berwarna 14 inch merek Sanyo, dan nafkah untuk 2

(dua) orng anak sebesar Rp 500.00,- (lima ratus ribu) setiap bulan di luar

biaya pendidikan dan kesehatan.

61

2. Pembuktian

Untuk menguatkan dalil-dalil Permohonan Pemohon, maka di

persidangan pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagai berikut:

a. Bukti Surat : fotokopi kutipan Akta Nikah Nomor 67/34/XII/1995, yang

dikeluarkan oleh kantor Urusan Agama kecamatan Lebak Wangi,

Kuningan, Jawa Barat tertanggal 19 Desember 1995, yang telah

bermeterai cukup, sesuai dengan aslinya, diberi tanda P.

b. Saksi-saksi ; 1. Slamet Urip bin Ta’at (kakak ipar pemohon)

2. Erwin bin Azwar (kakak ipar termohon)

kedua saksi menerangkan di bawah sumpahnya yang ada pada

pokoknya disimpulkan sebagi berikut:

c. Saksi kenal Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang telah

dikaruniai anak 2 (dua) orang.

d. Setahu saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat pada awalnya rukun

saja, namun sekarang mulai goyah dan diantara mereka sering terjadi

perselisihan yang mengakibatkan pertengkaran.

e. Penyebabnya adalah masalah ekonomi. Termohon tidak dapat mengatur

keuangan rumah tangga sehingga sering berhutang pada pihak lain yang

jumlahnya cukup besar. Selain itu termohon sering mencurigai Pemohon

mempunyai hubungan dengan wanita lain.

f. Pemohon dan Termohon masih tinggal satu rumah namun sejak bulan Juni

2008 sudah pisah ranjang.

62

g. Saksi telah berusaha memberikan nasehat agar penggugat dan Tergugat

rukun kembali, namun Penggugat tetap dengan pendiriannya sehingga

saksi tidak sanggup lagi mengusahakannya.

h. Atas keterangan para saksi tersebut Pemohon dan Termohon menyatakan

tidak keberatan. Pada tahap kesimpulan Pemohon menyampaikan tetap

dengan Permohonannya dan mohon putusan dan Termohon berkesimpulan

bersedia cerai dengan Pemohon. Untuk menyingkat uraian dalam putusan

ini, maka majelis cukup menunjuk berita acara persidangan ini sebagai hal

yang tidak dapat dipisahkan dengan putusan ini.

3. Pertimbangan Hukum

Maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana tersebut di

atas. Pemohon dan Termohon telah manikah pada tanggal 19 Desember 1995,

tercatat pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Lebak Wangi, Kuningan, Jawa

Barat, dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 67/34/XII/1995, tanggal 19 Desember

1995. Dari pernikahan antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 2 (dua)

orang anak, yang bernama Rini Apriani, lahir tanggal 03 April 1997 dan Fitri

Amelia, lahir tanggal 27 April 2001.

Bahwa Majelis Hakim pada tiap persidangan telah berusaha memberikan

nasihat agar Pemohon bersabar dan rukun kembali dengan Termohon sebagai

suami istri, sesuai dengan maksud Pasal 82 Ayat (1) dan (4) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo.

Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam, namun usaha tersebut tidak berhasil. Pada

63

pokoknya pemohon mendalilkan bahwa rumah tangganya tidak rukun lagi, sering

terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan oleh ketidakcocokan dalam

membina rumah tangga, Termohon yang tidak jujur dalam hal keuangan dan

sering berhutang tanpa sepengetahuan Pemohon, serta ketidakpercayaan

Termohon kepada Pemohon. Sehingga sejak bulan Juni 2008 yang lalu antara

Pemohon dan Termohon sudah berpisah ranjang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 yakni untuk mengetahui keadaan tangga pemohon dan Termohon yang

sebenarnya, majelis telah mendengar keterangan saksi kedua belah pihak

sebagaimana tersebut di atas.

Berdasarkan dalil-dalil yang diajukan pemohon dihubungkan dengan

bukti-bukti yang diajukan di persidangan diperoleh fakta yaitu sesuai dengan

bukti Pemohon berupa fotokopi kutipan akta nikah Pemohon dan Termohon yang

dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Lebak Wangi, Kuningan,

Jawa Barat, yang berisikan data tentang telah dilaksanakannya pernikahan antara

pemohon dan Termohon, sebagai akta autentik maka kekuatan pembuktiannya

adalah sempurna dan mengikat serta sesuai pula dengan ketentuan pasal 7 ayat (1)

Kompilasi Hukum Islam, bahwa Akta Nikah adalah satu-satunya bukti tentang

sahnya suatu perkawinan. Dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh

pemohon adalah saling bersesuaian antara keterangan yang satu dengan

keterangan keterangan yang lainnya, yang pada pokoknya menyatakan rumah

tangga Pemohon dan Termohon tidak rukun lagi, seiring terjadi perselisihan dan

64

pertengkaran karena masalah ekonomi. Sehingga sejak bulan Juni 2008 antara

Pemohon dan Termohon sudah berpisah ranjang.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas menurut Majelis Hakim,

permohonan pemohon telah sesuai dengan maksud pasal 39 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 19 Huruf (f) peraturan pemerintah Nomor

9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Huruf (f) Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu

perceraian. Tujuan sebuah perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 adalah untuk membentuk rumah tangga yang kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa, yang diperlukan adanya rasa kasih sayang, saling mencintai

antara kedua belah pihak sebagai suami istri sebagaimana yang diisyaratkan oleh

al-Quar’an surat Ar-Rum ayat 21, yang maksudnya:

“Dan di antara tanda-tanda ke kuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung merasa tenteram

kepadanya, dan di jadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan

sayang,sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berpikir”.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, telah nyata

bahwa kedua belah pihak telah kehilangan hakikat dan makna sebuah perkawinan,

oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa ikatan perkawinan pemohon

dan termohon sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena mempertahankan

ikatan perkawinan yang telah rapuh seperti itu tidak akan membawa maslahat

bahkan akan menyebabkan mudharat yang lebih besar lagi bagi kedua belah

65

pihak, maka permohonan Pemohon sudah sewajarnya untuk dikabulkan.

Mengenai akibat cerai Pemohon telah menyanggupi untuk memberikan kepada

Termohon nafkah iddah sebesar Rp 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah), mut’ah

berupa televisi berwarna 14 inch merek Sanyo, dan nafkah untuk 2 (dua) oarng

anak sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap bulan di luar biaya

pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut telah disetujui oleh termohon, oleh

karenanya Majelis tidak mempertimbangkan lagi dan menghukum pemohon

untuk membayar kepada Termohon akibat cerai tersebut sesuai yang telah

disanggupinya. Berdasarkan ketentuan pasal 89 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 yang di amandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama, maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon. Mengingat

segala ketentuan dan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan Hukum

syar’i yang berkaitan dengan perkara ini.

C. Analisis Penulis

Putusan Pengadilan Agama Depok terhadap Herry Karnadi bin Drs. PG

Hirwanto dan Sri Tuti Wartini binti Mo. Sjahrom dengan perkara

Nomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

terhadap Patah Yasin bin Abu Sujak dan Muawiyah binti Muhdi dengan perkara

Nomor. 154/Pdt.G/2009/PA.JT Bahwa para hakim pada umumnya dalam

memberikan putusan mengambil dasar hukum, di antaranya faktor-faktor

penyebab perceraian diatas ini sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor. 9

66

Tahun 1975 Tentang Perkawinan, merupakan puncak perselisihan dan

pertengkaran dalam rumah tangga antara pemohon dan termohon.1

Persengketaan yang terjadi dikarenakan faktor ekonomi yakni pemohon

tidak sanggup membayar hutang Termohon yang begitu besar sampai-sampai si

pemohon telah menjual seluruh harta yang pemohon miliki dan juga meminjam

uang ke saudara dan teman-teman pemohon, Sampai akhirnya pemohon tidak

punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang. dalam kondisi seperti ini sering

terjadi ketegangan antara suami dengan istri yang berakibat pada pertengkaran.2

Yang akhirnya di karnakan suami tidak sanggup lagi menanggung lagi

perasaannya maka suami pun memilih untuk mengajukan permohonan perceraian

ke Pengadilan Agama dikarenakan kondisi yang terjadi pada dirinya.

Dalam al-Qrur’an surat Ath-thalaq ayat 7 di jelaskan yaitu.

)7: 6/الطالق( Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang

1 Drs. Nasrul, SH., Wawancara Pribadi 2 Dra. Sulkha Harwiyati, SH., Wawancara Pribadi

67

Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.( Q.S. Ath-Thalaq/65:7)

Bahwa berdasarkan hal tersebut maka tidak lagi sesuai dengan Nomor. 1

Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan permohonan pemohon

kiranya sudah dapat memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975. Dengan kejadian tersebut di atas,rumah tangga antara Pemohon dan

termohon sudah tidak dapat lagi dibina dengan baik sehingga untuk mencapai

kehidupan yang sakinah mawaddah dan warahmah sudah tidak dapat

dipertahankan lagi.

Dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 Ayat 2 dan 4

dinyatakan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah:

1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu kehidupan

rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan tempat tinggal bagi istrinya.

b. Biaya berumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak.

c. Biaya pendidikan bagi anak.3

Berdasarkan ayat dan pasal tersebut, maka suami wajib memberikan

nafkah kepada istri dan anak-anaknya ( biaya kehidupan ) akan tetapi ada suami

yang melakukan kewajiban tersebut. Tidak semata-mata perceraian karena faktor

3 KHI, Pasal 80 Ayat 2 Dan 4. h., 44

68

ekonomi yang menyebabkan perceraian, di antaranya: istri tidak merasa cukup

dengan penghasilan suaminya sementara istri selalu menuntut dan ada juga karena

usahanya bangkrut. Atau bisa juga disebabkan oleh istri tidak jujur dan tidak

dapat memegang kepercayaan suami dalam hal masalah ekonomi dan dalam

putusan Pengadilan Agama Depok Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Dan

Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT. Yakni suami

melakukan permohonan yang isinya sebagai berikut:

Pertama, adalah pemohon memohon kepada Majelis Hakim agar dapat

mengabulkan seluruh tuntutannya untuk dikabulkan.

Kedua, adalah pemohon memohon kepada majelis hakim untuk

mengucapkan ikrar talak terhadap termohon

Ketiga, adalah Pemohon memohon kepada majelis hakim menetapkan

biaya perkara sesuai dengan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku dan

menjatuhkan putusan perkara seadil-adilnya

Majlis Hakim di pengadilan Agama pun akan mengabulkan gugatan cerai

yang diajukan oleh pihak suami maupun pihak dari istri. Sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974.

“Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri

itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”.

Hal-hal yang meliputi dan menjadi pertimbangan hukum, hakim di Pengadilan

Agama dalam menjatuhkan putusan perkara ketidaksanggupan suami dalam

melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian yaitu bahwasanya

69

gugatan yang sudah dilayangkan oleh pemohon untuk termohon di Pengadilan

Agama telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perceraian dan

pertengkaran itu dan juga sudah mendengar pendapat-pendapat dari pihak ke dua

keluarga yang dekat dengan kedua pasangan suami istri tersebut.

Dengan telah di perolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk

perkara antara pemohon dengan termohon telah terjadi perselisihan yang tidak

mungkin lagi dapat dirukunkan.4 Dinilai telah memenuhi alasan hukum baik

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana

yang tersebut pada Pasal 19 Huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

maupun berdasarkan ketentuan Hukum Islam sebagaimana tersebut pada Pasal

116 Huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

Dalam pertimbangannya Majelis Hakim sudah dapat mendalilkan Pasal 9

Huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 maupun berdasarkan

ketentuan Hukum Islam sebagaimana tersebut pada Pasal 116 Huruf (f)

Kompilasi Hukum Islam karena kalau dipaksakan rumah tangganya untuk bersatu

maka sudah tidak layak lagi karena sudah melanggar Pasal 3 Kompilasi Hukum

Islam (KHI) memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan perkawinan

bahwa:

“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah dan warahmah”.

Berdasarkan ketentuan hukum islam maka telah jelas jatuhlah

4 Arso Satroatmodjo, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta:Bulan Bintang, 1981).h.60

70

Talak satu Raj’i. Yaitu di mana suami memiliki hak untuk merujuk

istrinya, sebab akad perkawinannya tidak mempengaruhi hubungannya hak

(kepemilikan) dan tidak mempengaruhi hubungannya yang halal (kecuali

persetubuhan). Majelis hakim perlu mengetengahkan petunjuk Allah sebagaimana

tersebut dalam surat al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi:

☺ ☺ ⌧ ☺

)229: 2/البقرة( Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Baqarah/2:229)

Dapat ditafsirkan dalam ayat di atas bahwasanya ketika kedua pasangan

suami istri tersebut sudah tidak ada lagi kecocokan kembali dan dalam

71

percekcokan tersebut telah melanggar dari tujuan perkawinan itu sendiri dengan

telah diperolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara antara

pemohon dengan termohon terjadi perselisihan yang tidak mungkin lagi dapat

dirukunkan.

Bahwa baik berdasarkan Ketentuan Hukum Islam sebagaimana yang

tersebut dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat (21) yang diperjelas oleh Pasal (3)

Kompilasi Hukum Islam maupun berdasarkan ketentuan peraturan per Undang-

Undangan yang berlaku sebagaimana tersebut pada Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa Perkawinan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.5 Dan

manakala antara pemohon dan termohon sering terjadi perselisihan dan

percekcokan terus menerus, maka kehidupan rumah tangga antara pemohon dan

termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik dan untuk mencapai tujuan

perkawinan sebagaimana tersebut di atas sulit akan tercapai, dan karenanya

Majelis berpendapat agar masing-masing pihak tidak lagi lebih jauh melanggar

norma-norma hukum, maka perceraian dapat dijadikan satu alternatif untuk

menyelesaikan perselisihan rumah tangga antara pemohon dan termohon.

Berdasarkan ketentuan Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun

1989 karena Pemohon yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama

maka mengenai hal isi permohonan maka biaya perkara patut dibebankan kepada

5 Zainudin Ali, Hukum Islam Di Indonesia.

72

pemohon. Mengingat segala ketentuan peraturan per Undang-undangan yang

berlaku dan kaidah syar’iyyah yang berkaitan dengan perkara ini.

Di samping itu dalam melakukan pertimbangan hukum Hakim di

Pengadilan Agama juga mengacu pada undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan.6

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

pengadilan yang dimaksud dalam pasal ini memberikan isyarat bahwa bagi

pasangan suami istri dalam melaksanakan perkawinan adalah dengan tujuan

mendapatkan kebahagiaan dan ke tentraman hati.

Dengan pertimbangan tersebut maka undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan Pasal 1 menegaskan bahwa.

“perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.

Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan keterangan mengenai dasar

dan tujuan perkawinan bahwa:

“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah warahmah”.

Setelah pernikahan dinyatakan sah, maka hak dan kewajiban suami istri

secara timbal balik merupakan hak keduanya secara bersama-sama dan sekaligus

6 Bakti A. Rahman, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam,Undang-Undang Perkawinan

Dan Hukum Perdata,(Jakarta, PT. Hidakarya Agung), 1981

73

merupakan kewajiban suami istri di antaranya saling mencintai dan memberi

kasih sayang antara suami istri. Hak dan kewajiban tersebut tidak mungkin

dilakukan secara sepihak, sebab keduanya saling membutuhkan dan saling

memberi. Hak dan kewajiban inilah yang sebenarnya yang merupakan dasar

terjadinya suatu pernikahan.

Selanjutnya tentang alasan mengabulkan permohonan perceraian ke

pengadilan Agama berdasarkan pada ketentuan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu:

“Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri

itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”.

Alasan juga telah di akui dan ditegaskan oleh intruksi presiden Nomor 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 Huruf f yaitu:

“Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.

Adapun tentang alasan-alasan untuk melakukan pengajuan permohonan

perceraian yang telah dijadikan pertimbangan hukum dalam memberikan

permohonan cerainya oleh Pengadilan Agama, adalah alasan-alasan sebagaimana

diatur dalam Pasal 19 Huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

74

Untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan Agama sebagaimana

dimaksud Pasal 39 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, harus dipatuhi alasan-alasan sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, penjudi, dan lain sebagainya

yang sukar disembuhkan

2. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sementara Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan 2 (dua)

alasan-alasan tambahan di atas, pertama, suami melanggar ta’lik talak. Kedua,

peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketiak rukuanan rumah tangga.7

7 Himpunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Depatemen Agama Republik

Indonesia,2004

75

Di samping bisa dipandang sebagai upaya meminimalkan perceraian,

ketentuan yang menyangkut keterlibatan Pengadilan Agama alasan-alasan yang

bisa dijadikan dasar perceraian tersebut di atas juga merupakan langkah ke arah

menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang terjadi

benar-benar sah, bukan perceraian haram. Dan kewajiban-kewajiban yang

menjadi konsekuensi logis dari perceraian bisa ditunaikan dengan baik, sehingga

tidak ada pihak yang dirugikan.8

Terhadap alasan sebagaimana dimaksud dalam Huruf f serta Pasal 1

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi

Hukum Islam, menurut hasil penelitian penulis, Pengadilan Agama telah

menggunakan pertimbangan tersebut. Dan terbukti tentang alasan-alasan yang

telah diberikan oleh pemohon baik secara tertulis maupun lisan di dalam

persidangan, serta di hadapan pejabat yang sah untuk itu.

Al-Qur’an surat An-nisa 4;3

)3: 4/النسا( Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau

8 Suher Sidik Ismail,Ketentraman Suami Istri, (Surabaya: Dunia Ilmu,1999),cet.1.h.129

76

empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’/4: 3)

Apabila dalam melangsungkan kehidupan rumah tangga terdapat sengketa

atau perselisihan yang terjadi di dalam rumah tangga dan di antara suami istri

terus menerus mengalami perselisihan dan tidak ada harapan untuk bisa

membangun kembali rumah tangganya. Ini terdapat dalam surat An-nisa/4:35

☺ ☺

☯ ☺

: 4/النساء( ☺ ⌧35(

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka

kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakim itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S.An-Nisa/4:35)

Sebagi contoh dalam perkara Noomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk atas nama

Herry Karnadi bin Drs. PG Hirwanto dan perkara Nomor.154/Pdt.G/2009/PA.JT

atas nama Patah Yasin bin Abu Sujak.yang menyatakan dengan sebab-sebab

terjadinya perselisihan atau pertengkaran terus-menerus maka pemohon merasa

rumah tangganya tidak dapat lagi dipertahankan kembali dan juga tidak ada

harapan akan hidup rukun lagi dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

77

Wahbah Az-zuhaili menyatakan, setelah pernikahan dinyatakan sah,

lahirlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami istri secara timbal balik

sehubungan ada yang merupakan hak-hak keduanya secara bersama dan sekaligus

merupakan hak istri terhadap suaminya, yaitu mahar, nafkah, dan keadilan antara

sesama baik istri maupun suami. Ada juga yang hanya merupakan kewajiban istri

sekaligus merupakan hak suami semata terhadap istrinya, menjaga

kehormatannya, memelihara, mendidik anak-anak serta menjaga harta kekayaan

suami.

Adapun yang merupakan hak dan kewajiban keduanya secara bersama-

sama adalah saling mencintai dan memberikan kasih sayang antara suami istri.

Hak dan kewajiban tersebut tidak mungkin dilakukan secara sepihak, sebab

keduanya saling membutuhkan dan saling memberikan. Hak dan kewajiban inilah

yang sebenarnya merupakan dasar terjadinya suatu pernikahan.

Apabila itu suami istri tidak saling mencintai lagi maka tidak dapat

dipaksakan lagi untuk melanjutkan perkawinannya. Karena cinta dan kasih

sayang antara suami istri termasuk salah satu dari sekian tanda-tanda kekuasaan

Allah SWT sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an surat ar-Rum (30) ayat

21.9

Dengan demikian maka Pengadilan Agama yang memeriksa permohonan

atau permohonan pemohon tersebut merasa tidak ada kekhawatiran dikarenakan

9 Taufik Abdullah dkk,Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove),

JIlid 3.h.85

78

pemohon sering terjadi perselisihan dan pertengkaran di dalam rumah tangganya

sehingga permohonan pemohon dikabulkan.

Dari hasil pemeriksaan perkara dan pertimbangan hukum hakim dengan

merujuk pada Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Maka

permohonan pemohon dikabulkan oleh hakim dengan demikian perimbangan

hukum hakim mempunyai dasar yang cukup kuat berdasarkan peraturan per

Undang-Undangan yang berlaku.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang terdahulu penulis mengangkat beberapa

kesimpulan bahwa:

1. Mengenai persoalan ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri

sebagai sebab pengajuan perceraian yang ditangani oleh pengadilan Agama

Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur sepanjang tahun 2009. Menjadi

faktor penyebab masalah perselisihan yang diakibatkan dari faktor

ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri.Dalam kompilasi hukum

Islam (KHI) Pasal 80 ayat 2 dan 4 dinyatakan bahwa kewajiban suami

terhadap istri dalam hal:

Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

kehidupan berumah tangga sesuai kemampuannya meliputi:

a. Nafkah, kiswah dan tempat tinggal bagi istrinya.

b. Biaya berumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak.

c. Biaya pendidikan bagi anak.

Berdasarkan ayat dan pasal tersebut, penulis dapat menyimpulkan

bahwa kurangnya pemahaman, dan penghayatan dari tujuan perkawinan

itu sendiri untuk membina rumah tangga yang rukun masih lah kurang,

juga kurangnya pemahaman dalam Agama.

78

79

2. Pertimbangan Majlis Hakim dalam memutus perkara Nomor

826/Pdt.G/2009/PA Dpk dan perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT. Awalnya

adalah untuk mendamaikan kedua belah pasangan suami istri yang bercerai

sesuai PERMA ( Peraturan Mahkamah Agung) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2008 Tentang Mediasi, keterlibatan Pengadilan Agama sebagai alasan

yang dapat dijadikan dasar perceraian merupakan langkah ke arah

menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang

terjadi benar-benar sah, sehingga tidak ada lagi yang dirugikan. Dan Majlis

Hakim pun dalam melakukan pertimbangan mengacu pada Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam

(KHI) memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan perkawinan bahwa:

“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah mawaddah warahmah”.

Dan yang terakhir adalah surat An-Nisa ayat 35. Oleh karena itu demi

kemaslahatan bersama maka perceraian pun dapat dikabulkan oleh Majlis

Hakim.

3. Bahwa talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah

ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi bagi suaminya, dan ini terjadi dalam

hal talak Raj’i, sedangkan dalam arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan

ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya

jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi

satu menjadi hilang hak talak itu talak merupakan pemutus hubungan suami

80

dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun

dalam pengucapan talak menggunakan lafal-lafal tertentu, namun

penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya

suami istri, dalam arti putusnya hubungan perkawinan.

B. Saran

Berdasarkan kenyataan yang sudah di uraikan di atas, maka penulis

menyarankan:

1. Kepada lembaga pengurus perkawinan yakni Kantor Urusan Agama (KUA)

terutama kepada Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4)

supaya lebih mengintensifkan kembali tentang pemahaman berumah tangga

kepada para calon pengantin yang ingin mendaftarkan pernikahannya di

Kantor Urusan Agama, agar dapat menghayati perlunya membina rumah

tangga yang sakinah mawaddah warahmah yang merupakan tujuan dari

kehidupan berumah tangga itu sendiri.

2. Hak suami istri perlu perlu di sosialisasikan melalui khotib jum’at, kualiah

subuh, jurnal dan lain-lain

3. Hak suami istri tersebut di berikan kurikulum kepada anak-anak madrasah

tsanawiyah dan aliyah dengan kurikulum ilmu Fikih.

DAFTAR PUSTAKA

Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Dirja Binbag Islam. 1992

UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Peraturan Pemerintah Nomer 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Perkawinan

Ahmad,Zubair. relasi suami istri dalam islam,PSW UIN Syahid Jakarta Rosdakarya,2004

Al-Amili, Ali Husaian Muhammad Makki , perceraian salah siapa ?, Jakarta : Lentera, 2001

Arafat, M. Yasir. “ perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga.” (skrpsi Si Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri syarif Hidayatullah Jakarta, 2003

Arto, Mukti. Praktek perkara Perdata pada peradilan Agama, Jakarta: pustaka pelajar,2003

As-Shan’ni, Muhammad ibn Ismail al Amir. Subul As-Salam Al Musholah ila Bulugh Al Maram, Juz 3 Kairo: Dar Ibn Al Jauzi, 1428 H

Daud,Sunan Abi Bab thalaq, Bairut : Daru Ibn Hizam, 1998

Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana dan sarana Perguruan tinggi IAIN, 1987

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT.Ikhtiar baru Van Hoeve,1997

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh. Jakarta : Departemen Agama,1985

Djalil, Basik,Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana Media Group, 2006

Fauzan, M. Pokok-pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Sinar Garfika,2004

Ismail, Suher Sidik. Ketentraman Suami Istri, Surabaya: Dunia Ilmu,1999

81

82

Mahmud, Peter Marzuki. penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005

Meoleong, Lexy . J, , Metodologi Penelitian, Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004

Mesraini, dan Sutarmadji, “Administrasi Pernikahan dan Menejemen Keuangan,(Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,2006

Mulyani, Sri editor. Relasi suami istri dalam islam, Pusat studi wanita, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 2004

Munawir, Ahmad Warsan , Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997

Nuruddin, H.Amir, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI, Jakarta : Kencana,2006

Proyek pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fikih, Jakarta : Departemen Agama, 1985

Rahman, Bakti A., Hukum Perkawinan menurut Hukum Islam,UU Perkawinan dan Hukum Perdata, Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1981

Rasidi, Lili. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung : Remaja Rosdakarya,1991

Rasyid, Raihan A. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo persada,2001

Sabiq,Sayyid. Fiqih Al Sunnah, Cet.4. Bairut: Dar Al-Fikr, 983.

Sadiq, Salahuddin Khairi. Kamus Istilah Agama, Jakarta : CV.Sient Tarama,1983

Said, H.A Fuad. Perceraian dalam hukum Islam Jakarta : Pustaka Al-Husna,1993

Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia Jakarta : Ghalia Indonesia, 1978

Satroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta:Bulan Bintang, 1981

Sayyid Salim bin Abu Mali, Fiqih Sunnah untuk Wanita, Al-I’Tisham, Jakarta : 2007

Soeroso, R. Praktek Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Gtafika,2004

83

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005

Wawancara Pribadi Dengan Nasrul.Pengadilan Agama Jakarta Timur. 30 Mei 2010

Wawancara Pribadi Dengan Sulkha Harwiyanti, Pengadilan Agama Depok. 02 Juni 2010

91

PEDOMAN WAWANCARA

1. Menurut Bapak/Ibu, benarkah ketika seorang suami tidak mampu dalam

membayar hutang istri merupakan salah satu factor penyebeb terjadinya

perceraian?

2. Apa dasar hukum seorang hakim dalam memutuskan perkara ini?

3. Bagaimana proses penyelesaian perceraian karena suami tidak mampu membayar

hutang istri?

4. Apa saja yang menjadi alasan-alasan cerai thalak di Pengadilan Agama?

5. Dalam hal tidak mampunya seorang suami dalam membayar hutang istri, menurut

Bapak/Ibu, Apakah seorng hakim wajib memutuskan hubungan suami istri(cerai)?

6. Menurut bapak/Ibu,apakah ada solusi untuk mempertahankan hubungan suami-

istri akibat si suami tidak mampu membayar hutang istri?