KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a...

22
KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh: PAKSI HIDAYATULLOH F 100 104 017 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Transcript of KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a...

Page 1: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN

SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA

DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Naskah Publikasi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Sebagai Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh:

PAKSI HIDAYATULLOH

F 100 104 017

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

Page 2: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

i

KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN

SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA

DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Yang diajukan oleh :

PAKSI HIDAYATULLOH

F 100 104 017

Telah disetujui untuk dipertahankan

di depan Dewan Penguji

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

Dra. Yayah Khisbiyah, M.A

Page 3: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

ii

Page 4: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

iii

SURAT PERNYATAAN

Bismillahirrahmanirrohim

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Paksi Hidayatulloh

NIM : F100 104 017

Fakultas/Jurusan : Psikologi/ Psikologi

Universitas : Muhammadiyah Surakarta

Judul : KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN

KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA

DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Menyatakan bahwa naskah publikasi ini adalah karya saya sendiri dan bukan naskah

publikasi dari jasa pembuatan naskah publikasi. Apabila saya mengutip dari karya

orang lain, maka saya akan mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Saya bersedia menerima sanksi apabila melakukan plagiat dalam menyusun

skripsi ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan segala kesungguhan dan kesadaran.

Page 5: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

1

ABSTRAK

KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN

KEBIJAKAN SISTEM KREDIT KARAKTER MAHASISWA

DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Paksi Hidayatulloh

Yayah Khisbiyah [email protected]

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan dan dinamika birokrasi dalam

perspektif psikologi sosial/politik/organisasi pada pimpinan universitas dan pimpinan

fakultas dalam menerapkan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa di

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini menggunakan metodologi

kualitatif dengan narasumber pimpinan rektorat yaitu Wakil Rektor 1 dan

Kabagmawa, Pimpinan Fakultas Psikologi yaitu Dekan dan Wakil Dekan 3 serta

Fakultas Ilmu Kesehatan yaitu Wakil Dekan 3, Ketua Program Studi Keperawatan

dan Kesejahteraan Masyarakat. Pengambilan sampel fakultas diawali dengan

komunikasi dengan organisasi mahasiswa di sejumlah fakultas Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Dalam pengambilan keputusan secara institusi, elemen

kebijakan mempunyai peran yang signifikan dalam merancang kurikulum

pendidikan. Sinergisitas antara pemegang kebijakan, lingkungan kebijakan dan sistem

kebijakan merupakan unsur yang menguatkan dan dikuatkan satu sama lainnya.

Kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa menjadi alternatif kebijakan dalam

meningkatkan kemampuan soft skills peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian

ditemukan bahwa fragmentasi pengambil kebijakan dalam dinamika organisasi harus

segera diselesaikan karena telah terjadi disharmoni dalam implementasi kebijakan.

Selain itu ditemukan adanya kontribusi positif dalam aktifitas kemahasiswaan ketika

sistem kredit karakter mahasiswa diimplementasikan.

Kata kunci: soft skills, pengambilan keputusan, birokrasi dan kebijakan sistem kredit

karakter mahasiswa.

Page 6: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

2

ABSTRACTION

THE READINESS OF THE BUREAUCRACY IN IMPLEMENTING

POLICY FOR STUDENT CHARACTER CREDIT SYSTEM

AT MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA

Paksi Hidayatulloh

Yayah Khisbiyah [email protected]

The Faculty of Psychology of The Muhammadiyah University of Surakarta

This research aims to know the readiness and the dynamics of the bureaucracy from

the perspective of social/political/organizational psychology in the ways the

university and the faculty leadership implementing the policy for student characters

credit system in Muhammadiyah University at Surakarta. This research uses

qualitative methodology to interview the university leadership namely Vice Rector of

1 and Head of Student Body, Faculty of Psychology leadership, namely the Dean and

Vice Dean 3, and Health Science Faculty leadership namely Vice Dean 3, Head of

Nursing and Community Health Study Program . Data gathering begins with

communication with various students organizations in several faculty of the

University of Muhammadiyah Surakarta. In institutional decision making, policy

making and policy implementation play a significant role in designing educational

curriculum. Sinergy of three elements, e.g. among policy holders, policy environment

and policy system would strengthen and empower each other. The policy for student

character credit system becomes an alternative policy to improve the ability of soft

skills for students. The results show that fragmentation between policy makers within

the dynamics of the organization must be solved as it has created disharmony in

policy implementation. In addition, the results also show the positive contribution in

student organizational activities when the credit system characters students being

implemented.

Key Words: soft skills, decision-making, bureaucracy and policy for student

characters credit system.

Page 7: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

3

I. Pendahuluan

Kompetensi pendidik yang termasuk soft skills mencakup kompetensi

kepribadian dan sosial. Kompetensi kepribadian disebut dengan intrapersonal skills

sedangkan kompetensi sosial disebut interpersonal skills. Berthal (dalam Muqowim,

2012) mendefinisikan soft skills sebagai perilaku personal dan interpersonal yang

mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia seperti membangun tim,

pembuatan keputusan, inisiatif dan komunikasi. Neff & Citrin (dalam Muqowim,

2012) mengatakan bahwa yang paling menentukan kesuksesan bukanlah

keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak

(soft skills) atau keterampilan yang berhubungan dengan orang lain (people skills).

Soft skills tidak termasuk kemampuan teknis melainkan non-teknis, ketrampilan yang

dapat melengkapi kemampuan akademik, dan kemampuan ini harus dimiliki oleh

setiap orang, apapun profesi yang ditekuni.

Proses mendidik tidak hanya berlangsung di kelas, berbeda dengan mengajar

yang pada umumnya hanya di kelas. Mendidik adalah proses transfer nilai (transfer

of values), sedangkan mengajar merupakan proses transfer pengetahuan (transfer of

knowledge). Direktorat Akademik Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional

(2008) mengatakan: Keberhasilan pendidik 80% ditentukan oleh soft skills

“kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial”, dan hanya 20% hard skills

“kompetensi pedagogik dan professional”. Hasil penelitian dari Harvard University

Amerika Serikat tentang dunia pendidikan di Indonesia (dalam Muqowim, 2012)

pendidikan di Indonesia memberikan kontribusi soft skills hanya 20% dan yang 80%

bersifat hard skills. Ketidakseimbangan ini harus segera diatasi dengan melakukan

perubahan regulasi jangka panjang yang didasarkan pada analisa pendidikan.

Dalam hasil penelitian lain dari Putra dan Pratiwi (dalam Rizky, 2012)

menjelaskan bahwa menurut survei dari 457 pemimpin perusahaan yang dilakukan

oleh National Association of Colleges (NACE) tahun 2002 di Amerika Serikat,

Page 8: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

4

diperoleh kesimpulan bahwa Indeks Prestasi (IP) hanya menempati urutan nomor 17

dari 20 kualitas skills yang perlu dimiliki mahasiswa.

Hasil Survei NACE USA Mengenai Soft Skills di Dunia Kerja

Sumber Putra dan Pratiwi 2005

Jika kita melihat hasil penelitian di atas, keberhasilan seorang profesional

sangat ditentukan oleh penguasaan soft skills ketimbang hard skills. Pemahaman

bahwa soft skills memiliki peranan penting dalam kesuksesan mahasiswa, dan cara

untuk mengasah soft skills salah satunya melalui kegiatan kemahasiswaan. Namun

kenyataanya, keikutsertaan mahasiswa dalam organisasi mahasiswa kurang dari 10%

(Keluarga Mahasiswa UMS, 2015). Padahal kalau melihat data jumlah keseluruhan

mahasiswa aktif kurang lebih 28.000 (BAA UMS, 2015). Mestinya organisasi

mahasiswa menjadi salah tempat pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan

dan meningkatkan soft skills mahasiswa. Kenyataannya, hanya sedikit mahasiswa

Page 9: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

5

yang berkecimpung dalam kepengurusan organisasi mahasiswa di Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Sebagai hasil kesepakatan bersama antara pimpinan universitas dan pimpinan

fakultas dalam menyikapi realita yang ada, lahirlah buku Pedoman Sistem Kredit

Karakter Mahasiswa (SKKM) tahun 2012 sebagai kerangka acuan dalam proses

pembentukan karakter mahasiswa. Kebijakan ini dibuat sebagai sarana dalam

menyeimbangkan peranan soft skills dan hard skills, yang pada intinya sebagai syarat

mendapatkan gelar kesarjanaan mahasiswa tidak hanya dituntut dengan IPK yang

tinggi (bersifat akademik) namun juga wajib menyerahkan sertifikat keikutsertaan

dalam organisasi/kegiatan/seminar/kejuaraan, dsb (bersifat non akademik) sebagai

kelengkapan pemenuhan kredit point. Dalam pelaksanaan kebijakan sistem kredit

karakter mahasiswa dibutuhkan sinergisitas antara stake-holders universitas dan

fakultas.

Mencermati keputusan yang dibuat seorang pemimpin ada beberapa aspek

individual dalam menjelaskan perilaku. Lewin (dalam Cottam, Beth, Elena, &

Thomas, 2012) berpendapat bahwa untuk memahami perilaku perlu memahami

kepribadian seseorang dan menekankan interaksi antara seseorang dengan situasi

tertentu. Fred Greenstein (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) meninjau

bahwa, meskipun kepribadian sering kali tidak begitu berpengaruh dalam

pengambilan kebijakan namun terjadi pada dampak pribadi (aktor politik): pertama,

meningkat hingga sejauh mana lingkungannya memungkinkan restrukturisasi; kedua,

bervariasi sejalan dengan lokasi/situasi aktor politik tersebut di lingkungannya; dan

ketiga, ketika individu-individu memiliki sumber kekuasaan pribadi dikarenakan

posisi mereka dalam sistem politiknya (jabatan) sehingga dapat memengaruhi proses

kebijakan.

Levine & Moreland (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012)

berpendapat bahwa setiap kelompok atau organisasi dapat dipastikan memiliki sebuah

struktur dan struktur cenderung berkembang dengan cepat dan berubah dengan

lambat dalam kebanyakan kelompok. Penetapan kebijakan mempunyai peran dalam

Page 10: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

6

kemajuan sebuah kelompok, Karft & Furlong (dalam Hamdi, 2014) mengataka

penetapan kebijakan (policy legitimation) merupakan mobilisasi dari dukungan

politik dan penegasan kebijakan secara formal termasuk justifikasi untuk tindakan

kebijakan. Dalam hal ini terdapat dua makna dari penetapan kebijakan. Pertama,

penetapan kebijakan merupakan proses yang dilakukan pengambil kebijakan untuk

melaksanakan suatu pola tindakan tertentu atau sebaliknya, untuk tidak melakukan

tindakan tertentu. Kedua, penetapan kebijakan berkaitan dengan pencapaian

konsensus dalam pemilihan alternatif-alternatif yang tersedia. Tahap ini juga

berkenaan dengan legitimasi dari alternatif yang dipilih, yakni berupa suatu

rancangan tindakan-tindakan yang ditetapkan menjadi peraturan baru yang

dilaksanakan.

Fromm (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) mengeksplorasi

interaksi-interaksi antara orang-orang dalam masyarakat dan berpendapat bahwa

perubahan dalam masyarakat dapat menghasilkan kebebasan dari pengekangan

sehingga masyarakat humanis dapat mengejar suatu kebebasan positif yang

didalamnya orang-orang memperlakukan satu sama lain dengan menyertakan rasa

hormat dan rasa cinta atau mereka dapat melepaskan kebebasan dan menerima sistem

politik dan sistem sosial yang totaliter dan otoriter. Kebutuhan akan kekuasaan

merupakan sebuah karakteristik kepribadian yang selama ini telah dipelajari secara

luas dan dikaitkan dengan jenis-jenis perilaku dan gaya-gaya interaksi yang spesifik

dengan orang lain Winter dkk (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012). Secara

khusus seseorang akan menduga para pemimpin yang memiliki kebutuhan psikologis

akan kekuasaan yang semakin tinggi akan semakin dominan dan asertif pada gaya

kepemimpinan mereka saat menjabat dan menuntut kontrol yang lebih besar atas

bawahannya dan keputusan-keputusan kebijakan.

Hermann dkk (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) mengatakan

bahwa pengalaman atau keahlian sebelumnya yang dimiliki oleh para pemimpin

berdampak signifikan pada kepemimpinan, karakteristik interaksi kelompok dan

seberapa kuat para pemimpin menegaskan posisi mereka dalam isu-isu kebijakan.

Page 11: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

7

Barber dkk, (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012). Pengalaman masa lalu

menyediakan para pemimpin suatu pendirian tentang tindakan apa yang akan efektif

dan tidak efektif dalam situasi-situasi politik yang spesifik, serta manakah petujuk

dari lingkungannya yang seharusnya diperhatikan dan mana yang tidak relevan.

Dilihat dari pengalaman masa lalu pemimpin dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan dalam capaian pekerjaan tertentu. Keputusan politik dapat dibuat untuk

menanggapi isu-isu yang dipersepsikan oleh para pemimpin sehingga setiap

pengambilan keputusan memiliki cara yang berbeda dan pola perilaku yang berbeda

tergantung pada dinamika yang terjadi di lingkungan kebijakan.

Thomas R. Dye (dalam Dunn, 2003) mengatakan suatu sistem kebijakan

dibuat mencakup hubungan timbal balik diantaranya tiga unsur yaitu kebijakan

publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Definisi dari masalah kebijakan

tergantung pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy stakeholders) yang khusus

yaitu para individu atau kelompok yang mempunyai andil dalam kebijakan, misalnya

warga masyarakat, pemimpin terpilih dan para analis kebijakan yang berkenaan

dengan lingkungan kebijakan. Lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu

konteks khusus dimana kejadian-kejadian di sekeliling isu kebijakan, mempengaruhi

dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Sistem kebijakan

berisi proses dialektis yang bersifat subjektif dan objetif dari pembuat kebijakan,

sistem kebijakan merupakan realiatas objektif yang dimanifestasikan kepada

tindakan-tindakan yang teramati yang bersifat konsekuensi; para pelaku kebijakan

merupakan produk dari sistem kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan dapat diikhtiarkan dalam musyawarah bersama yang

menghadirkan segenap civitas akademika diantaranya pimpinan universitas, pimpinan

fakultas dan keterwakilan mahasiswa ditingkat universitas dan fakultas. Mengingat

makna dan sifat implementasi yang dapat dipahami dari berbagai dimensi, makna

tahap ini dengan sendirinya menunjukkan signifikansinya. Matland (dalam Hamdi,

2014) mencatat bahwa literatur mengenai implementasi kebijakan secara umum

Page 12: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

8

terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (top-

down) dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up). Kelompok dengan

pendekatan top-down melihat perancangan sebagai aktor sentral dalam implementasi

kebijakan dan memusatkan perhatiannya dalam faktor-faktor yang dapat dimanipulasi

pada tingkat sentral atau pada variabel yang bersifat makro. Pada lain sisi, kelompok

bottom up menekankan pada kelompok-kelompok sasaran dan para penyedia layanan.

Pemberian tekanan pada kelompok bottom-up didasarkan pada pemikiran bahwa

kebijakan senyatanya dibuat pada tingkat lokal dan berfokus pada variabel mikro.

Model top-down memandang implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan

secara tepat pada tujuan yang telah direncanakan dari tingkat atas oleh para pelaksana

pada tingkat lapangan sehingga akan dapat tercapainya tujuan. Melihat realita yang

terjadi pimpinan mencoba melakukan uji coba di beberapa program studi di fakultas

tertentu dan ketika dirasa berhasil akan diterapkan secara makro dan menyeluruh.

Model yang dibuat oleh Van Meter dan Van Horn (dalam Hamdi, 2014) pada

dasarnya dimaksud untuk mengidentifikasi hubungan antara kepentingan yang

beragam dari analis kebijakan, perhatian langsung pada faktor penentu dari kebijakan

publik dan memberikan penekanan pada keterkaitan yang sering kali tidak sempurna

antara kebijakan yang ditetapkan dengan pelayanan yang nyata dilakukan. Model

pandangan lain pendekatan top-down juga dikemukakan oleh Mazmanian dan

Sabatier (dalam Hamdi, 2014) yang mendefinisikan implementasi sebagai

pelaksanaan keputusan kebijakan dasar (basic polity decision), yang selalu terbentuk

dalam peraturan perundang-undangan namun juga dapat berbentuk perintah eksekutif.

Titik awal model ini terletak pada keputusan yang bersifat mengikat dalam

implikasinya, para aktor yang berada di pusat pembuatan keputusan dipandang

sebagai relevansi untuk mewujudkan akibat atau hasil yang diinginkan.

Page 13: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

9

II. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, Kesiapan birokrasi dalam menerapkan kebijakan sistem

kredit karakter mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta menggunakan

metode kualitatif dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Dalam memilih responden mengunakan teknik purposive sampling. Tahap penentian

responden diakukan berdasarkan berdasarkan Kriteria yang telah ditentukan

sebelumnya. Cara yang diakukan adalah dengan bertanya kepada mahasiswa

organisasi yang ada di beberapa fakultas dan organisasi yang ada Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Jumlah responden yang menjadi narasumber yaitu

pengambil kebijakan di Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Kesehatan serta

pengambil kebijakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

III. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkanya

kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan

pada orang lain (Sugiyono, 2008). Sebagian besar pendekatan kualitatif, analisis data

tidak dilakukan dalam satu tahap saja setelah data terkumpul. Daymon & Holloway,

(dalam Sugiyono, 2008) menyebutkan bahwa analisis data kualitatif merupakan

proses sistematis yang berlangsung terus-menerus, bersamaan dengan pengumpulan

data. Analisis kualitatif berkaitan dengan; (1) reduksi data yaitu memilah-milah data

yang tidak beraturan menjadi lebih teratur dengan cara mengkoding, menyusunnya

menjadi katagori (catagorizing) dan merangkum menjadi pola susunan yang

sederhana, dan (2) interpretasi yaitu mendapatkan makna dan pemahaman terhadap

kata-kata dan tindakan partisipan penelitian yang memunculkan konsep dan teori

yang menjelaskan tentang temuan yang ada. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,

2008) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya

Page 14: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

10

sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing/verification.

IV. Hasil dan pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dari wawancara dan observasi dari 7 informan

dapat dilakukan pengkatagorisasian terhadap kesiapan birokrasi dalam menerapkan

kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta

sebagai berikut:

1. Keberhasilan Mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pendapat responden

tentang keberhasilan mahasiswa di Perguruan Tinggi hampir sama, (OSP)

berpendapat bahwa keberhasilan mahasiswa dimaknai beraklak mulia, religius dan

memiliki kemampuan untuk bermasyarakat, dengan ini (TK) berpendapat

keberhasilan mahasiswa yaitu mampu mengintegrasikan tiga bagian yaitu sisi

keilmuan, sisi kemampuan riset, implementasi bersama masyarakat. Dari hal ini (S)

bersepakat bahwa keberhasilan mahasiswa adalah menguasai sesuai program studi

yang dia ambil, apa yang sering disebut dengan soft skills yaa atau life skills yang

bersifat kepribadian dan mempunyai akhlak atau karakter yang baik. Dan (MD)

menambahkan mahasiswa yang berdaya saing, kompetitif dan tangguh.

2. Soft skills dan hard skills di Perguruan Tinggi

Dalam institusi pendidikan, pengambil kebijakan harus berusaha

meningkatkan soft skills dan juga hard skills mahasiswanya (ASP). Dalam hasil

penelitian dari Putra dan Pratiwi (dalam Rizky, 2012) menjelaskan bahwa

menurut survei dari 457 pemimpin perusahaan yang dilakukan oleh National

Association of Colleges (NACE) tahun 2002 di Amerika Serikat, diperoleh

kesimpulan bahwa Indeks Prestasi (IP) hanya menempati urutan nomor 17 dari 20

kualitas skills yang perlu dimiliki mahasiswa. Jadi keberhasilan seorang profesional

sangat ditentukan oleh penguasaan soft skills ketimbang hard skills. (DA)

Page 15: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

11

menyatakan bahwa sebetulnya untuk hal non akademik itupun menjadi suatu penentu

juga untuk suatu keberhasilan, mahasiswa kesehatan masyarakat dituntut bagaimana

pendekatan kemasyarakat, terampil, pandai berkomunikasi, mampu mengorganisasi

masyarakat, mandiri dan seterusnya. Dan (MD) berpendapat bahwa dalam koridor

akademik paling mudah itu adalah bagaimana aktifitas pengembangan diri mahasiswa

itu masuk dalam kurikulum dan idealnya aspek pengembangan diri itu melekat pada

masing-masing mata kuliah.

3. Pemberian kredit poin dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam

aktifitas non-akademik

Dalam pernyataan ini (DA) menyatakan bahwa mahasiswa dituntut untuk

memenuhi kredit karakter dengan berperan aktif di luar pembelajaran kelas sehingga

mahasiswa terpacu dalam meningkatkan potensinya yang dimiliki melalui

keaktifannya dalam sebuah kepanitiaan, keorganisasian dan kegiatan kemasyarakatan.

Dalam buku Pedoman Sistem Kredit Karakter Mahasiswa (dalam Anonim, 2012)

menyatakan tata laksana penilaian karakter mahasiswa yang terdiri dari: Pertama,

penetapan domain karakter yang dinilai. Kedua, penetapan satuan angka SKKM.

Ketiga, prosedur pelaksanaan dan pihak terkait. Keempat, metode sosialisasi SKKM.

Dalam wawancara dengan (S) menyatakan bahwa harapakan kami dengan diterapkan

soft skills atau life skills ini dalam tanda petik agak di post agak dipaksa supaya

mahasiswa dipaksa untuk mengembangkan diri dalam bentuk terlibat di dalam

organisasi, atau panitiaan dan lain sebagainya baik internal kampus atau ekternal

kampus. Jadi tidak hanya di dalam kampus saja.

4. Perumusan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa

Penetapan kebijakan mempunyai peran dalam kemajuan sebuah kelompok,

Karft & Furlong (dalam Hamdi, 2014) mengataka penetapan kebijakan (policy

legitimation) merupakan mobilisasi dari dukungan politik dan penegasan kebijakan

secara formal termasuk justifikasi untuk tindakan kebijakan. Dalam hal ini terdapat

dua makna dari penetapan kebijakan. Pertama, penetapan kebijakan merupakan

Page 16: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

12

proses yang dilakukan pengambil kebijakan untuk melaksanakan suatu pola tindakan

tertentu atau sebaliknya, untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Kedua, penetapan

kebijakan berkaitan dengan pencapaian konsensus dalam pemilihan alternatif-

alternatif yang tersedia. Tahap ini juga berkenaan dengan legitimasi dari alternatif

yang dipilih, yakni berupa suatu rancangan tindakan-tindakan yang ditetapkan

menjadi peraturan baru yang dilaksanakan. (MD) berpendapat bahwa perumusan

kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa berorientasi pada KKNI mulai dari

pembuatan penyusunan kurikulum baru, struktur kurikulum sampai implementasinya

yang diarahkan pada capaian dimana di setiap mata kuliah ada aktifitas

pengembangan diri dan pemberian nilai/kredit dalam setiap SKSnya.

5. Pendekatan top down dan bottom up dalam implementasi kebijakan

Matland (dalam Hamdi, 2014) mencatat bahwa literatur mengenai

implementasi kebijakan secara umum terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok

dengan pendekatan dari atas (top-down) dan kelompok dengan pendekatan dari

bawah (bottom-up). Dalam wawancara ditemukan pernyataan dari (S) bahwa semula

itu adalah dari usulan dari bawah. dari kemahasiswaan kemudian membentuk tim

merumuskan itu, kemudian kami berusaha menyampaikan keberbagai pihak di

kampus ini kemudian terakhir muncullah yang namanya rapat kerja yang khusus

membicarakan tentang itu, rapat kerja itu merekomendasikan artinya justru malah

bottom up ini bukan top down. Menurut (S) mengenai kebijakan sistem kredit

karakter mahasiswa, semula itu adalah dari usulan dari bawah, dari kemahasiswaan

kemudian membentuk tim merumuskan itu, kemudian menyampaikan keberbagai

pihak di kampus ini sehingga kebijakan baru diproses dalam rapat kerja dan

merekomendasikan kepada pimpinan supaya life skills atau sofs skills ini menjadi

sesuatu yang harus dimiliki mahasiswa. Pendapat ini dikuatkan (MD) bahwasannya

semua mekanisme pembahasannya kebijakan baru melibatkan semua program studi

sehingga ketika melibatkan semua program studi diharapkan program yang kita

luncurkan ini dampaknya besar bisa beresonansi dengan dosen, prodi dan mahasiswa.

Page 17: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

13

6. Implementasi kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa

Dalam wawancara ditemukan pernyataan dari (S) kalau dari versi di WR 1 itu

adalah SKS tetapi SKS itu tentu menurut konsep kami itu ada kredit poin yang harus

dicapai misalkan disetarakan SKSnya 2 misalnya kredit poin maksimal itu berapa?

Levine & Moreland (dalam Cottam, Beth, Elena, & Thomas, 2012) berpendapat

bahwa setiap kelompok atau organisasi dapat dipastikan memiliki sebuah struktur dan

struktur cenderung berkembang dengan cepat dan berubah dengan lambat dalam

kebanyakan kelompok. Dan (DA) menyatakan bahwa kita terapkan untuk

persyaratan, persyaratan pengambilan. persyaratan pendadaran. Jadi bisa ujian skripsi

kalau minimal dia punya poin 20 poin gitu, sampai sekarang karena SKKM belum

diterapkan di fakultas terutama fakultas ilmu kesehatan kan belum, kami masih

memakai model kami. Dari (OSP) menyatakan bahwa ini rencana kami, dulu kita

sudah sosialisasikan ke mahasiswa tentang pemberlakuan SKKM itu, ditahun ini kita

nanti akan koordinasi dengan koordinator skripsi untuk sebagai salah satu syarat maju

ujian skripsi bagi mahasiswa kami itu dengan memulai SKKM ini.

7. Hambatan dan tantangan dalam penerapan kebijakan

Munculnya permasalahan dalam penerapan kebijakan sitem kredit karakter

mahasiswa disebabkan oleh bermacam faktor. Ada yang terkendala dengan skripsi

belum selesai, sehingga belum tersosialisasi, pendapat (OSP). Pendapat lain dari (S)

yang menyatakan tidak semua mahasiswa memiliki kesadaran untuk mengembangkan

soft skills. Dan pendapat lain dari (DA) yang menyatakan hanya mahasiswa yang

bener-bener pasif yang kesulitan untuk memenuhi dan mendapatkan poin standar,

dalam hal ini mahasiswa hanya kuliah lalu pulang artinya dia tidak mau tahu dengan

kegiatan organisasi di kampus atau di luar kampus.

8. Solusi yang diberikan atas permasalahan yang muncul

Van Meter dan Van Horn (dalam Hamdi, 2014) pada dasarnya dimaksud

untuk mengidentifikasi hubungan antara kepentingan yang beragam dari analis

kebijakan, perhatian langsung pada faktor penentu dari kebijakan publik dan

Page 18: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

14

memberikan penekanan pada keterkaitan yang sering kali tidak sempurna antara

kebijakan yang ditetapkan dengan pelayanan yang nyata dilakukan. Dalam hal ini

(TK) berpendapat hanya saja implementasinya perlu di elek-projekkan, karena

program-program kebijakan-kebijakan baru di UMS sangat banyak dan kalau itu

fokusnya ada dibidang intern bidang satu serta klause mekernya sekarang ada

dibidang tiga universitas, kalau itu ambil klausenya gak bisa menerapkan ya kita kan

kerepotan. Pendapat secara teknis atas kekurangan poin disampaikan oleh (OSP) yang

menyatakan sebenarnya mahasiswa bisa koordinasi dengan progdi karena progdi

mempunyai rencana penguatan program studi sehingga banyak sekali kegiatan yang

bisa memfasilitasi mahasiswa baik itu berupa work shop, kuliah pakar, pertemuan

ilmiah, pengabdian masyarakat, penelitian. Atau mereka juga bisa koordinasi dengan

dosen untuk mengikuti pengabdian dosen, menjadi asisten peneliti, dan

diberlakukannya surat keterangan pendamping ijazah dari progdi.

V. Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan

mengenai kesiapan birokrasi dalam menerapkan kebijakan sistem kredit karakter

mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai berikut:

1. Keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi

Dalam institusi pendidikan, pengambil kebijakan harus berusaha

meningkatkan dan menyeimbangkan berbagai macam kemampuan peserta didiknya.

Hal yang dapat dilihat dari kemampuan akademik yaitu perolehan IPK yang baik dan

non-akademik bisa terlihat dari interaksi sosial, keaktifan dalam kelas ataupun

organisasi dan mampu menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Menyeimbangkan kemampuan peserta didik menjadi pencapaian institusi pendidikan

dalam melihat keberhasilan mahasiswa, dalam hal ini ke tujuh responden memberikan

penekanan pada akhlak mulia. Menjadi hal ideal apabila mahasiswa mampu

menguasai program studi yang diambil, mampu mengintegrasikan sisi keilmuan, riset

Page 19: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

15

dan implementasi dalam bermasyarakat serta mempunyai kepribadian yang matang

kompetitif dan tangguh.

2. Pengambilan Keputusan

Penetapan kebijakan mempunyai peran dalam kemajuan sebuah institusi

pendidikan. Proses implementasi kebijakan dalam struktur organisasi mempunyai

dua pola, yaitu pendekatan top down (perencanaan sebagai aktor sentral dan variabel

bersifat makro) dan pendekatan bottom up (pemikiran kebijakan senyatanya dibuat

pada tingkat lokal dan berfokus pada variabel mikro). Dalam implementasi kebijakan

sistem kredit karakter mahasiswa dibutuhkan keselarasan diantara tiga elemen

kebijakan yaitu, pertama pemegang kebijakan yaitu pimpinan rektorat, pimpinan

fakultas dan pimpinan program studi. Kedua, Sistem kebijakan yaitu regulasi sistem

kredit karakter mahasiswa. Ketiga, Lingkungan kebijakan yaitu dosen, karyawan dan

mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam perumusan kebijakan

sistem kredit karakter mahasiswa menggunakan pendekatan bottom up dengan

kebijakan yang diusulkan dari program studi dan fakultas saat rapat perumusan

bersama pimpinan fakultas se-universitas dan pimpinan rektorat.

3. Kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa

Dalam mekanisme pembahasan kebijakan baru pimpinan rektorat melibatkan

semua program studi, perumusan kebijakan sistem kredit karakter mahasiswa mulai

dari penyusunan kurikulum, struktur kurikulum sampai implementasi beresonansi

dengan KKNI yang diarahkan pada capaian setiap mata kuliah ada aktifitas

pengembangan diri dan pemberian nilai/kredit disetiap sistem kredit semesternya

(SKS). Berkenaan dengan melibatkan program studi diharapkan program yang

diluncurkan ini dapat bermanfaat besar dan bisa beresonansi dengan dosen, progdi

dan mahasiswa. Menurut Pedoman Sistem Kredit Karakter Mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Surakarta menyatakan pelaksanaan penilaian karakter mahasiswa

terdiri dari penetapan domain penilaian, penetapan satuan angka (SKKM), prosedur

pelaksanaan dan metode sosialisasi. Dalam hal ini mahasiswa dituntut untuk

Page 20: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

16

memenuhi kredit karakter dengan berperan aktif di luar pembelajaran kelas sehingga

mahasiswa terpacu untuk meningkatkan potensi yang dimiliki melalui keaktifannya

dalam kepanitiaan, keorganisasian, dan kegiatan kemasyarakatan.

VI. Saran

1. Bagi peneliti / pribadi

Memberikan pemahaman baru bagi peneliti dalam memahami dinamika

birokrasi dan penerapan kebijakan baru ditingkatan pengambil kebijakan universitas,

fakultas dan progdi mulai dari mekanisme perumusan kebijakan, struktur dan alur

kebijakan, sosialisasi kebijakan, implementasi kebijakan dan metode monitoring

kebijakan ditinjau dari perspektif psikologi sosial/politik/organisasi.

2. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti lain yang berminat meneliti tentang penerapan kebijakan publik

di perguruan tinggi dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai tambahan informasi

dengan mempertimbangkan hal-hal lain yang belum terungkap dalam penelitian ini

seperti respon mahasiswa dan espek ekonomi dalam pembiayaan kebijakan.

3. Pemegang kebijakan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam memahami

penerapan kebijakan publik dan pengambilan keputusan pimpinan birokrasi dalam

persepsi psikologi sosial/politik/organisasi.

Page 21: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

17

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S. Z. (2012). Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika.

Albrow, M. (1989). Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Ancok, D. (2012). Psikologi Kepemimpinan & Inovasi. Jakarta: Erlangga.

Anonim. (2012). Pedoman Sistem Kredit Karakter Mahasiswa. Universitas

Muhammadiyah surakarta.

Anonim. (2003). Undang - Undang Nomer 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan

Nasional.

Blau, P. M., & Marshall, W. M. (2000). Birokrasi Dalam Masyarakat Modern.

Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Cottam, M. L., Beth, D.-U., Elena, M., & Thomas, P. (2012). Pengantar Psikologi

Politik. Depok: Rajagrafindo.

Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Elfindri, Jemmy, R., Muhammad, B. W., Poltak, T., Fitri, Y., Zein, E. E., et al.

(2011). Soft Skills untuk Pendidik. Badouse Nedia.

Elmes, D. G., Barry, H. K., & Hendry, L. R. (2014). Metodologi Penelitian dalam

Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Fattah, N. (2012). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Graham, H. (2005). Psikologi Humanistik Dalam Konteks Sosial, Budaya dan

Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamdi, M. (2014). Kebijakan Publik Proses, Analisis dan Partisipasi. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu - Ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Kesuma, D., Cepi, T., & Johar, P. (2011). Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan

Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 22: KESIAPAN BIROKRASI DALAM MENERAPKAN KEBIJAKAN … filemaking and policy implementation play a significant role in designing educational curriculum. Sinergy of three elements, e.g.

18

Misiak, H., & Staudt, V. S. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan

Humanistik Suatu Survai Historis. Bandung: Refika Aditama.

Muqowim. (2012). Pengembangan Soft Skills Guru. Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani.

Mustafa, D. (2013). Birokrasi Pemerintahan. Bandung: Alfabeta.

Nashori, F., & dkk. (2009). Psikologi Kepemimpinan. Yogyakarta: Pustaka Fahima.

Putra, N., & Hendarman. (2012). Metodologi Penelitian Kebijakan. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Rivai, V., Bachtiar, & Boy, R. A. (2013). Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam

Organisasi . Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subarsono, A. (2012). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tahir, A. (2014). Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah. Bandung: Alfabeta.

Tangkilisan, H. N. (2003). Evaluasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Balairung & Co.

Wahab, S. A. (2004). Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.