Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

29
1 KESENIAN SARONEN DARI MADURA Madura Gambar 1 Peta wilayah Madura Sember: www.google.com Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia , jumlahnya sekitar 6,8 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja , Sapudi , Raas , dan Kangean . Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur , dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi . Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso , serta timur Probolinggo jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa .

Transcript of Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

Page 1: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

1

KESENIAN SARONEN

DARI MADURA

Madura

Gambar 1Peta wilayah Madura

Sember: www.google.com

Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di

Indonesia, jumlahnya sekitar 6,8 juta jiwa. Mereka berasal dari

Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja,

Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di

bagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan sampai utara

Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan

Bondowoso, serta timur Probolinggo jumlahnya paling banyak

dan jarang yang bisa berbahasa Jawa.

Disamping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak

yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan

Barat dan Kalimantan Tengah. Beberapa kota di Kalimantan

seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang

Page 2: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

2

melibatkan orang Madura. Orang Madura pada dasarnya adalah

orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang

tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang,

terutama besi tua dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu,

banyak yang bekerja menjadi nelayan dan buruh.

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-

blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah

tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin

bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti

menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji.

Selain itu, orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang

kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat

Tasse (sama dengan larung sesaji).

Harga diri, merupakan hal yang paling penting dalam

kehidupan orang Madura, karena mereka memiliki sebuah

peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata.

Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih

mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada

masyarakat Madura.

Page 3: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

3

I. Sejarah Saronen Madura

Gambar 2Jenis Kesenian Saronén

dari Madura Sumber: dok. Zulkarnaen

Gamelan Saronén bukanlah sebutan keseharian yang umum

di Madura, melainkan mereka hanya menyebutnya dengan

sebutan “sronén, sroninan, tabbhuán sronén atau pun tabbuán

sapé. Kata gamelan merupakan sebutan tambahan bagi saronén

untuk membantu memperjelas definisi yang diberikan para

peneliti terhadap pengertian seperangakat alat musik yang

terdiri dari alat tiup yang disebut ‘saronen’, kendang, ketipung,

(kendang kecil), serta instrumen berpenclon, seperti gong,

kempul, karandelán (ukuran fisiknya seperti bonang Jawa dan

dalam gamelan saronén lebih tepat disebut sebagai instrumen

kerangka kenong, ketuk dan kempyang) dan sepasang kecer.

Zulkarnaen menuliskan dalam tesisnya bahwa –I stilah

‘gamelan saronén’ telah disebut-sebut dalam tulisan Buys

(1928) dan Pigeaud (1938) - . Di abad XIX tercatat bahwa

Page 4: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

4

gamelan saronén berpijak pada pengertian lain yang berasal dari

kata ‘srunén’ (sebutan lebih tua dari sronén atau saronén), yaitu

suatu bentuk teater rakyat yang pernah popular di kalangan

rakyat Jawa Timur. Zulkarnaen juga menjelaskan bahwa - dalam

Encyclopaedie van Naderlandsch Indie disebutkan bahwa

dikalangan orang Madura, gamelan relatif jarang ditemukan,

demikian pula ronggengnya, sehingga sebagai gantinya adalah

sandur (pertunjukan keliling [ameng ronggeng] yang dilakukan

oleh pemuda-pemuda yang berpakaian wanita - . Hiburan aslinya

(disajikan di awal pertunjukan) dinamakan ‘srunén’, yaitu tarian

bocah laki-laki yang berpakaian seperti anak perempuan dan

diiringi orkes sederhana, terdiri dari instrumen tétét

(saronén/slompret), dua kendang dan satu kenong.

Saronén Madura termasuk instrumen tiup (shawm) dengan

cara ditiup vertical (end-bolwn flute), dan sejenis instrumen

sejenis saronén itu memiliki nama yang beragam. Di Jawa Timur,

instrumen tersebut dinamakan selompet atau sompret; di

Banyumas disebut tetepret; sebutan di masa Hindu-Jawa adalah

peperet, pleret, gem(p)ret; di Sunda: tarompet; di Bali: pereret.

Zulkarnaen menjelaskan juga dalam tesisnya bahwa “Kuns

menjelaskan bahwa selompret/saronén berasal dari kebudayaan

Persi-Arab (kata surnai [bahasa Arab], di Nusantara berubah

menjadi serunai atau sarune (di Sumatra) dan saronén (di

Madura dan Jawa Timur)”. (Zulkarnaen, 1998: 60)

Dalam serat Sastramidura yang ditulis pada jaman Sri

Susuhunan Paku Buwana IX (bertahta tahun 1863 sampai 1893

di Surakarta), gamelan sronén disebut-sebut sebagai gamelan

yang diperuntukkan mengiringi Korp Prajurit talangpati (dalam

Page 5: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

5

kamus Jawa Kuno, talangpati berarti siap bertempur sampai

mati).

Gamelan saronén akhirnya ditiru dan mulai dikembangkan

oleh masyarakat jelata dalam berbegai keperluan, baik untuk

sarana ritual adat hingga menjadi suatu seni tontonan rakyat.

Zulkarnaen menyebutkan di dalam tesisnya bahwa:

“gamelan saronén ini biasa digunakan dalam rangkaian upacara ritual, diantaranya upacara perkawinan, upacara nyekar bhuju’, kemudian alam rangkaian perayaan tradisi, diantaranya arisan sapé sono’, tradisi karapan sapi, dalam konteks sosialisasi lainnya.”

II. Instrumen Musik dalam Saronén

Gambar 3Instrumen musik

Yang terdapat pada gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen

Menurut sumber yang penulis dapatkan bahwa, kebakuan

nama-nama seperangkat instrumen gamelan saronén memang

belum pernah ada. Perbedaan itu tidak saja terdapat di setiap

daerah, bahkan di setiap kelompok gamelan saronén dalam satu

Page 6: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

6

daerah pun terkadang bisa berbeda. Adapun nama-nama

seperangkat gamelan saronén yang representatif dapat dirinci

sebagai berikut:

1. Instrumen kerangka:

a. Ghung raja = tabbhuán raja = seukuran gong;

b. Ghung kéné = tabbhuan kéné = seukuran kempul;

c. Pendung = kenong raja = seukura bonang barung;

d. Panenga = kenong kéne = seukuran bonang

penerus;

e. Panyocol = toltol = kotekan = seukuran bonang

penerus tetapi lebih kecil dari panenga.

2. Pemimpin irama:

a. Gendháng raja = kendang besar (seukuran kendang

wayangan di Jawa)

3. Pemimpin lagu/melodi:

a. Saronén = tétét = panthil.

4. Instrumen pendukung:

a. korsa = korca = kérca = cércér = kecer;

b. ghendháng kéné = kendang kecil (seukuran

kendang ketipung di Jawa).

1) Pembuatan Instrumen yang Berpenclon

Gambar 4

Page 7: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

7

Cara pembuatan instrumen berpenclonDalam gamelan saronen

Sumber: dok. Zulkarnaen

Adapun bahan dasarnya adalah plat besi dari tong (drum

besi) yang biasa dipakai mengemas minyak tanah dan oli,

kemudian sedikit plat kuning sebagai bahan membuat so-soso

(pencu) pada masing-masing instrumen. Pencu dari bahan

kuningan sangat penting artinya bagi akustik plat besi. Menurut

Sahe dalam tesisnya Zulkarnain, pencu merupakan sé akelbhu’

adá’ (pusat pemberi arus gelombang getar paling awal),

sehingga dinilai menentukan kualitas bunyi output-nya secara

keseluruhan.

Peralatan yang dibutuhkan cukup sederhana, terdiri dari:

palu perata permukaan plat, gunting baja, penampang cetak

pancu, alat pengukur (meteran), tang, paku pengancing

sambungan (paku patri), serta alat pengelas sambungan.

Cara pembuatannya adalah Tong bekas dari drum-drum

minyak tanah/oli yang cukup tebal dank keras itu, dibedah

menjadi lembaran-lembaran yang selanjutnya diratakan

permukaannya dengan palu perata. Langkah selanjutnya adalah

dipotong-potong (dipatron) sesuai besarnya ukuran bagian-

bagian instrumen yang dikehendaki. Untuk bagian sampéran

(bahu/sisi), patronya tidak lurus, melainkan sudah dibuat

melengkung. Khusus untuk pembuatan patron gong, si pembuat

membutuhkan lembaran plat besi selebar 2 meter × 80 cm. jika

diameter gong berukuran 80 cm, sisanya untuk membuat

sampéran (bahu). Untuk membuat gong, memerlukan dua buah

tong dengan cara memakai teknik sambungan dengan las.

Page 8: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

8

Lembaran plat besi yang sudah dipotong sesuai patron

selanjutnya disambung-sambung dengan paku patri. Umunya,

daerah sambungan dipaku dalam jarak yang rapat, masing-

masing 2 cm. Untuk pembuatan so-soso (pencu), diperlukan

bahan plat kuningan (umunya diambil dari barang-barang bekas)

secukupnya, mengingat bahannya relatif mahal dan sulit

mendapatkannya. pada tahap ini, diperlukan beberapa

penampang cetakan khusus untuk pencu gong, kempul, kenong

raja, kenong kéné. Biasanya hanya instrumen panyolcol (kadang-

kadang juga kecer) yang dibuat dari kuningan secara utuh.

Karena panyolcol adalah instrumen pancu yang bernada paling

tinggi di gamelan saronén. Dengan memakai bahan kuningan

secara utuh, di samping mudah dibentuk, juga menghasilkan

bunyi lebih ‘bersih’. Sama halnya dengan instrumen kecer, jika

alat ini dibuat dari bahan kuningan akan lebih ‘tajam’ bunyi

gemerincinnya.

Gambar 5Bagian-bagian organologi instrumen gong

Sumber: dok. Zulkarnain

Keterangan:

Page 9: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

9

a) Bahan plat kuning yang sudah dibentuk seperti mangkok

(sososo);

b) Sambungan las pada bagian muka hanya terdapat pada

pembuatan gong yang diameternya lebih dari 80 cm;

c) Celah-celah lipatan yang diperhalus sambungannya

dengan las;

d) Sambungan paku pengancing; dan

e) Sambungan antara plat kuning dan plat besi dipaku dari

dalam sehingga tidak kelihatan dari luar.

Langkah berikutnya adalah, membentuk lekukan secara

melingkar pada bagian muka. Dalam membuat lekukan gong dan

kempul berbeda dengan kenong raja, kenong kéné, dan

panyolcol. Perbedaan ini dapat diliha dari gambar berikut ini:

Gambar 6Bagian-bagian permukaan

dari penampang samping instrumen gongsumber: dok. Zulkarnaen

Keterangan:

Page 10: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

10

a) Nama-nama bagian instrumen kalau meminjam istilah Jawa

menjadi: pencu, pok pencu, rai, pasu, recep, dudu, bahu,

lambe, para, dan supitan.

Gambar 7Bentuk kenong raja

Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen

Gambar 8Bentuk kenong kéné

Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen

Page 11: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

11

Gambar 9Bentuk panyolcol

Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen

Adanya perbedaan bentuk di antara instrumen berpencu ini

tentu mempengaruhi tinggi rendahnya bunyi yang dihasilkan.jika

bagian recep semakin melengkung ke dalam, maka nadanya

semakin rendah. Sebaliknya, jika recep-nya semakin landai/rata,

maka nadanya semakin tinggi. Demikian pula, apabila recep

semakin miring kea rah pinggir (seperti pada instrumen

panyolcol), maka nadanya semakin tunggi. Ketebalan lembaran

plat bersi juga mempengaruhi bunyi yang akan dihasilkan.

Semakin tebal plat tersebut akan semakin ‘kokoh’ bunyinya,

artinya memperkecil resiko suara ‘gember’ (distorsi) jika dipukul

agak keras. Sementara factor yang mempengaruhi panjang

pendeknya gelombang bunyi adalah panjang pendeknya

diameter suatu instrumen. Semakin pendek diameternya,

semakin pendek gelombang bunyinya. Demikian pula sebaliknya.

Page 12: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

12

Gamelan plat besi dari pembuatannya relatif tidak sulit.

Kemudahannya terletak pada:

a) Tidak membutuhkan ruang kerja dan peralatan yang

khusus, kecuali alat penampang cetak pencu dan las;

b) Proses kerja: cepat dan tidak membutuhkan tenaga

banyak; dan

c) Di samping biaya murah, tidak beresiko tinggi apabila tidak

laku. Si pembuat cukup menyediakan satu stok saja (satu

set keluarga gong tersebut plus kecernya).

2) Pembuatan instrumen Gendháng raja = kendang besar

(seukuran kendang wayangan di Jawa)

Gambar 10Bentuk gendháng raja

Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: www.google.com

Kendang merupakan alat musik yang termasuk ke dalam

rumpun membranophone. Jenis kendang yang dipergunakan

dalam pertunjukan saronén ini adalah sama seperti kendang

Jawa pada umumnya, namun berbeda dengan jenis kendang

yang terdapat di Jawa Barat.

Page 13: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

13

Cara membuat kendang pada dasarnya semuanya sama,

namun dari segi bentuk yang membedakan, kemudian bentuk itu

pula yang menjadikan identitas asal masing-masing kendang

tersebut.

Kendang dalam pertunjukan saronén ini terbuat dari kayu

yang besar dengan panjang enam puluh centimeter dan

bentuknya simetris cembung, kemudian diameter membrane

bawah ukurannya tiga puluh centimeter dan membrane bagian

atas dua puluh dua centimeter. Kayu tersebut bagian tengahnya

dilubangi, sehingga pada bagian tengahnya bolong. Kedua ujung

lobangnya tersebut ditutup dengan kulit Kerbau, kemudian untuk

mengencangkan kulit tersebut dengan menggunakan bambu tali

yang dilingkarkan ke ujung kayu yang akan ditutup oleh kulit,

kemudian ujung kulit tersebut dililitkan ke bambu tali, sehingga

kulitnya menjadi nempel dan kuat. Untuk mengencangkan antara

ujung atas dan ujung bawah agar membrane atas dan membrane

bawah bisa distem, yaitu dengan menggunakan tali yang terbuat

dari kulit atau istilah lainnya adalah rarawat, kemudian tali ini

disampulkan ke tiap ujung dari membran kendang sekelilingnya.

Satu lagi yang tidak boleh ketinggalan yakni ali-ali, ali-ali ini

berfungsi untuk menyetem kendang tersebut. Untuk

mengencangkan rarawat agar bisa menyetem kendang yakni

dengan menggunakan ali-ali. Cara kerja dari ali-ali ini adalah

apabila menginginkan suara kendang yang nadanya lebih tinggi

yakni posisi ali-ali ini harus di ke bawahkan, kemudian

sebaliknya apabila ingin menghasilkan suara kendang yang lebih

rendah maka ali-ali tersebut posisinya dipindahkan ke atas.

Page 14: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

14

Cara memainkan alat musik kendang ini adalah dengan

menggunakan tangan yang dipukulkan ke masing-masing

membrane kendang tersebut. Posisi kendang dalam

pertunjukannya adalah posisinya tidur hotizontal.

Fungsi dari kendang ini adalah untuk mengiringi lagu-lagu

yang dibawakan oleh alat musik saronén. Iringan yang

dibawakannya yakni sifatnya spontanitas dengan menggunakan

ritmik mincid jalan. Penulis perhatikan bahwa ketika saronén-nya

sedang jalan, para penabuhnya juga ikut menari dengan gerakan

yang sederhana tetapi gerakannya sama.

3) Cara membuat alat musik Saronén = tétét = panthil

Gambar 11Alat musik saronen

Yang terdapat dalam gamelan saronenSumber: www.google.com

Alat musik yang dominan dalam pertunjukan gamelan

saronén adalah Saronén = tétét = panthil. Tetet adalah salah

satu alat musik tradisional yang termasuk ke dalam kategori

rumpun aerophone (alat musik tiup). Cara memainkan alat musik

tetet ini yakni dengan cara ditiup dan untuk pengaturan nadanya

yakni dengan cara mentutup-buka lubang-lubang suara yang

terdapat dalam tetet tersebut. Sehingga akan menghasil suara

Page 15: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

15

melodi yang pada aplikasinya akan saling bersahutan dengan

vokalis.

Tetet merupakan alat musik yang terbuat dari batok kelapa

dan kayu yang dibuat dan dibentuk seperti gambar di atas. Cara

pembutan tetet jenis ini yakni sama seperti cara pembuatan

jenis terompet yang ada di nusantara lainnya, yakni dengan

menggunakan alat atau perkakas golok, pisau raut, kikir, dan

alat penghalus kayu (hampelas).

Tetet terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian atas,

tengah, dan bawah. Ketiga bagian tersebut dibuat dengan cara

yang berbeda-beda, baik dari segi bentuk, bahan, maupun

ukurannya. Bahan kayu digunakan untuk membuat tetet bagian

tengah dan bagian bawah, kemudian bahan dari batok kelapa

yakni digunakan untuk membuat tetet bagian atas. Salah satu

bagian yang sangat penting sebagai alat untuk penghasil suara,

kemudian suara yang dihasilkan masuk ke tetet bagian tengah

yang akan diolah dengan lubang-lubang yang ditutup-buka

dengan menggunakan tangan sehingga akan menghasilkan

suara sesuai dengan apa yang diinginkan. Nama dari penghasil

suara tersebut adalah mpet1. Setelah udara masuk ke tetet

bagian tengah sehingga menghasilkan suara yang bervariasi,

kemudian disalurkan lagi ke tetet bagian ketiga atau bagian dari

tetet yang berfungsi untuk mengeluarkan suara dengan nyaring.

Kenapa suara tetet bisa nyaring, karena pada bagian ketiga dari

bentuk tetet ini yakni bentuknya sepertii loudspeaker, berbentuk

1 Mpet adalah sebuah benda yang diterbuat dari daun kelapa dan bulu angsa atau ayam (bulu

ayamnya dibuang), kemudian daun kelapanya dibuat menjadi segitiga dan bagian bawahnya

dibentuk setengah lingkaran. Bagian ujung segitiganya dimasukan bulu ayam (seperti sedotan)

dan ditalikan dengan menggunakan tali, sehingga akan menghasilkan bunyi yang khas.

Page 16: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

16

setengah lingkaran yang tengahnya bolong sehingga suara yang

dikeluarkan dari tetet tersebut menjadi nyaring.

4) Cara membuat korsa = korca = kérca = cércér = kecer;

Kecer merupakan salah satu alat musik yang mempunyai

peran khusus dalam pertunjukan saronén. Karena apabila

instrumen ini tidak dimainkan ketika jalannya pertunjukan

saronén, maka sepertinya ada sesuatu yang hambar. Sehingga

alat musik kecer ini menjadi penting dalam sajian gamelan

saronén ini.

Alat musik kecer ini terbuat dari beri yang cukup tebal, kira-kira

tebanya dua sampai tiga centimeter. Bentuk dari kecer ini adalah

bundar dengan diameter 10 centimeter dengan pada bagian

tengah dibuat cekung, alat musik ini bentuknya sama percis

seperti pemukul alat musik cengceng dari Bali. Alat musik kecer

ini satu penabuh memegang sepacang kecer, dengan cara

memainkannya yakni antara kecer yang satu dengan kecer yang

ke dua dipukulkan satu sama lain sesuai dengan ritmis yang

biasa dimainkan dalam pertunjukan saronen tersebut.

Biasanya untuk menambah suasana pertunjukan yang lebih

ramai dan meriah, maka waditra kecer ini ditambah menjadi 2

atau 3 pasang, tentunya penabuhnya juga sebanyak 2 - 3 orang.

Page 17: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

17

5) Cara membuat ghendháng kéné = kendang kecil (seukuran

kendang ketipung di Jawa)

Gambar 12Ghendang kéné terletak

di antara sisi kiri dan kanan kendang besarsumber: www.google.com

Pada prinsipnya cara membuat ghendháng kéné sama

seperti pembuatan untuk kendang Gendháng raja, namun yang

menjadi perbedaannya dari besar kecilnya saja. Biasanya

kendang kecil ini mempunyai panjang sekitar 45 centimeter,

dengan lubang membrane bagian atas 10 centimeter dan lubang

membrane bagian bawah 15 centimeter.

III. Analisis Musikal

Aspek melodi saronén tidak begitu menjadi perhatian yang

pokok, karena satu bentuk gending saja bisa memainkan

beberapa nomor gending, bahkan dalam satu nomor dapat

Page 18: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

18

beberapa versi. Penulis dalam hal ini akan menyoroti perbedaan

bentuk gending sarka’an dan lorongan, sebagaimana telah di

tulis juga oleh Zulkarnaen dalam tesisnya.

Secara prinsip, kerangka gending sarka’an dalam setiap

satu gong-an terdiri dari satu pukulan kempul dan dua pukulan

gong raja. Sementara instrumen yang lain (kenong kéné,

panyolcol, dan kendang ketipung) berfungsi sebagai isian.

Apabila irama yang diinginkan agak pelan, maka hanya

instrumen isian tersebut yang mengalami

pengembangan/penggandaan (tetapi cara ini jarang terjadi pada

penyajian sarka’an di saat prosesi).2

Adapun kerangkanya dapat digambarkan sebagai berikut:

N P N G

+ . + . + . + .

O . O . O . O . O . O . O . O .

x x x x x x x x

I t I . I t I . I t I . I t I .

Keterangan:

(G) gong, (P) kempul, (N) kenong raja (+) kenong kéné (o)

panyolcol, (x) kecer, [(I) pukulan lemah (t) pukulan kuat dalam

kendang ketipung]. Ketukan hitungan bertumpu pada N, P dan G

dengan satuan nilai1/4. Dalam sarka’an, nilai not terkecil

umumnya bernilai 1/32. Irama yang biasanya dipakai dapat

disejajarkan dengan irama lancer (sedang atau tempo de Marcia)

sampai dengan seseg (cepat).

2 Baca tesis Zulkarnaen hal. 180

Page 19: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

19

Sementara, kerangka gending lorongan dalam setiap gong-

an terdiri dari dua pukulan kempul dan empat pukulan kenong

raja. Instrumen yang lain tetap berfungsi sebagai isian yang lebih

aktif. Pada bentuk lorongan ini, banyak ditemukan

pengembangan pola irama pada instrumen tertentu.3

Contohnya sebagai berikut:

Pola I

N P N - N P N G

+ . + . + . + . + . + . + . + .

o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o .

I x I . I x I . I x I . I x I . I x I . I x I . I x I .

I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I .

Pola II

N P N _

+ . + . + . + . + . + . + . + .

O . 0 . o . o . 0 . 0 . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o .

x x I x x . x x I x x .

I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I .

Pola II

N P N G

+ . + . + . + . + . + . + . + .

O . 0 . o . o . 0 . 0 . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o .

x x I x x . x x I x x .

I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I .

3 Baca tesis Zulkarnaen hal 180

Page 20: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

20

Keterangan:

(G) gong, (P) kempul, (N) kenong rajá (+) kenong kéné (o)

panyolcol, [(I) tabuhan lemah (x) tabuhan kuat kecer], [(I)

pukulan lemah (t) pukulan kuat dalam kendang ketipung].

Ketukan hitungan bertumpu pada titik dalam kenong kéné

dengan satuan nilai ¼ dan nilai not terkecilnya tetap bernilai

1/32.

Adapun salah satu melodi saronén dengan lagu yang

berjudul ‘Lorongan Lanjhal’, adalah sebagai berikut:

Melodi ini menggunakan notasi kepatihan:

6 . A1 . A2 A3 A4 A1 j.j A1 Ajjj2j A3 jA2j A1 A1

(dimainkan dua kali)

6 . j6j 5 3 . 6 j6j A1 A2 . 6 j6j 5 3 . 5 j5j 3 2

Setelah melodi saronén di atas di mainkan biasanya suka

bersahutan dengan vokal, adapun teks yang dilantunkan oleh

vokal adalah sebagai berikut:

Uramba ya iya u rambi (disajikan sebanyak dua kali)

Uramba urambi ya uramba iya u

Melodi teks lagu di atas, nadanya sama dengan suara

melodi yang dimainkan oleh instrumen saronén.

Page 21: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

21

IV. Kostum

Kostum yang dipergunakan dalam pertunjukan gamelan

saronén sangat unik. Warna baju yang dipergunakan kesannya

sangat meriah, warna baju yang biasa dipergunakan dalam

pertunjukan saronén yakni dengan menggunakan warna merah,

kuning, biru, dan lain-lain.

Adapun perlengkakan kostum yang dipergunakan oleh para

pemain gamelan saronén ketika sedang pertunjukan yakni

sebagai berikut:

1. Kepala menggunakan mahkota;

2. Pakai kacamata hitam;

3. Memakai baju dengan lengan panjang;

4. Memakai rompi;

5. Memakai dodot;

6. Celana sontog;

7. Memakai kaos kaki sampai lutut;

8. Sepatu cat dengan warna yang sama.

Perlengkapan yang dipakai di atas biasanya menggunakan

warna yang sama, sehingga para pemain gamelan saronén ini

ketika melakukan gerakan tari sederhana sambil berjalan kaki

kelihatannya lebih meriah dan enak dilihat oleh penonton.

Page 22: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

22

V. Kesimpulan

Gamelan saronén secara kompositonis tidak jauh berbeda

dengan musik yang ada di Jawa. Musik ini pada dasarnya

dibentuk oleh kerangka tema ritem gong, kempul, kenong, ketuk,

panyolcol (ketuk II). Isian dinamikanya terletak pada garap

kendang dan waditra saronén sebagai satu-satunya unsur

melodis. Belakangan ini, perkembangan orkestrasi gamelan

saronén semakin menonjolkan warna bunyi yang bernada tinggi

dan berirama rancak. Solusinya adalah instrumen saronén dan

kecer sering digandakan jumlahnya, serta virtousitas permainan

kendang dan saronen terus di kedepankan. Orkestrasi demikian

memberi kesan kuat akan kemeriahan.

Popularitas saronén menanjak setelah era musik tongtong

menurun. Di antara keduanya menunjukkan adanya hubungan,

terutama pada aspek musikalitas dan fungsi musiknya. Gamelan

saronén merupakan bentuk perpaduan dari konsep instrumenasi

musik tongtong dengan pola-pola pukulan rangka siklus gong

dari tipe musik gamelan lama (formal). Setidaknya, perpaduan

itu masih dikenali dalam musik tongtong atau gamelan saronén

generasi lama yang kini sudah terpinggirkan pada upacara-

upacara desa yang terpencil.

Gamelan saronén sudah menunjukkan eksistensinya sebagai

salah satu kesenian tradisional yang berhasil membangun sikap

baru di tengah perubahan sikap dan kebutuhan masyarakat

terhadap kesenian, baik sebagai pelengkap implementasi adat

tradisi maupun sebagai hiburan semata.

Daftar Pustaka

Page 23: Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)

23

Kuntowijoyo, 2002. Madura: Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris 1850-1940. Yogyakarta: Matabangsa.

Mistortoify, zulkarnain, 1998. “Gamelan Saronen musik prosesi kerakyatan Madura”, Tesis untuk mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

http://etnomusikologisolo.wordpress.com/2010/04/06/budaya-musik-daerah-etnis-madura/. 25-01-11. 10.15.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madura. 25-11-10. 14.30.

http://madurastudies.wordpress.com/2008/09/14/kajian-terhadap-kebudayaan-madura-sebagai-bentuk-usaha-pelestarian-budaya-lokal/ 25-01-11. 15.00

http://tipsoke.com/tag/sejarah+musik+saronen. 27-01-11. 14.00.

http://www.google.co.id/images?q=saronen&hl=id&biw=1366&bih=548&prmd=ivns&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi. 01-02-11. 11.00.

http://www.indotravelers.com/jawa-timur/index.html. 02-02-11. 10.35.

Diskografi

n.s Gamelan Saronen, Seni Etnomusikologi Madura, Editasi

Pustaka Audio Visual STSI Surakarta Program Due-Like

SKBN STSI Surakarta, 2003.