Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)
-
Upload
yosep-nurdjaman-alamsyah -
Category
Documents
-
view
729 -
download
9
Transcript of Kesenian Saronen (Yosep Nurdjaman a)
1
KESENIAN SARONEN
DARI MADURA
Madura
Gambar 1Peta wilayah Madura
Sember: www.google.com
Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di
Indonesia, jumlahnya sekitar 6,8 juta jiwa. Mereka berasal dari
Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja,
Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di
bagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan sampai utara
Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan
Bondowoso, serta timur Probolinggo jumlahnya paling banyak
dan jarang yang bisa berbahasa Jawa.
Disamping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak
yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan
Barat dan Kalimantan Tengah. Beberapa kota di Kalimantan
seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang
2
melibatkan orang Madura. Orang Madura pada dasarnya adalah
orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang
tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang,
terutama besi tua dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu,
banyak yang bekerja menjadi nelayan dan buruh.
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-
blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah
tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin
bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti
menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji.
Selain itu, orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang
kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat
Tasse (sama dengan larung sesaji).
Harga diri, merupakan hal yang paling penting dalam
kehidupan orang Madura, karena mereka memiliki sebuah
peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata.
Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih
mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada
masyarakat Madura.
3
I. Sejarah Saronen Madura
Gambar 2Jenis Kesenian Saronén
dari Madura Sumber: dok. Zulkarnaen
Gamelan Saronén bukanlah sebutan keseharian yang umum
di Madura, melainkan mereka hanya menyebutnya dengan
sebutan “sronén, sroninan, tabbhuán sronén atau pun tabbuán
sapé. Kata gamelan merupakan sebutan tambahan bagi saronén
untuk membantu memperjelas definisi yang diberikan para
peneliti terhadap pengertian seperangakat alat musik yang
terdiri dari alat tiup yang disebut ‘saronen’, kendang, ketipung,
(kendang kecil), serta instrumen berpenclon, seperti gong,
kempul, karandelán (ukuran fisiknya seperti bonang Jawa dan
dalam gamelan saronén lebih tepat disebut sebagai instrumen
kerangka kenong, ketuk dan kempyang) dan sepasang kecer.
Zulkarnaen menuliskan dalam tesisnya bahwa –I stilah
‘gamelan saronén’ telah disebut-sebut dalam tulisan Buys
(1928) dan Pigeaud (1938) - . Di abad XIX tercatat bahwa
4
gamelan saronén berpijak pada pengertian lain yang berasal dari
kata ‘srunén’ (sebutan lebih tua dari sronén atau saronén), yaitu
suatu bentuk teater rakyat yang pernah popular di kalangan
rakyat Jawa Timur. Zulkarnaen juga menjelaskan bahwa - dalam
Encyclopaedie van Naderlandsch Indie disebutkan bahwa
dikalangan orang Madura, gamelan relatif jarang ditemukan,
demikian pula ronggengnya, sehingga sebagai gantinya adalah
sandur (pertunjukan keliling [ameng ronggeng] yang dilakukan
oleh pemuda-pemuda yang berpakaian wanita - . Hiburan aslinya
(disajikan di awal pertunjukan) dinamakan ‘srunén’, yaitu tarian
bocah laki-laki yang berpakaian seperti anak perempuan dan
diiringi orkes sederhana, terdiri dari instrumen tétét
(saronén/slompret), dua kendang dan satu kenong.
Saronén Madura termasuk instrumen tiup (shawm) dengan
cara ditiup vertical (end-bolwn flute), dan sejenis instrumen
sejenis saronén itu memiliki nama yang beragam. Di Jawa Timur,
instrumen tersebut dinamakan selompet atau sompret; di
Banyumas disebut tetepret; sebutan di masa Hindu-Jawa adalah
peperet, pleret, gem(p)ret; di Sunda: tarompet; di Bali: pereret.
Zulkarnaen menjelaskan juga dalam tesisnya bahwa “Kuns
menjelaskan bahwa selompret/saronén berasal dari kebudayaan
Persi-Arab (kata surnai [bahasa Arab], di Nusantara berubah
menjadi serunai atau sarune (di Sumatra) dan saronén (di
Madura dan Jawa Timur)”. (Zulkarnaen, 1998: 60)
Dalam serat Sastramidura yang ditulis pada jaman Sri
Susuhunan Paku Buwana IX (bertahta tahun 1863 sampai 1893
di Surakarta), gamelan sronén disebut-sebut sebagai gamelan
yang diperuntukkan mengiringi Korp Prajurit talangpati (dalam
5
kamus Jawa Kuno, talangpati berarti siap bertempur sampai
mati).
Gamelan saronén akhirnya ditiru dan mulai dikembangkan
oleh masyarakat jelata dalam berbegai keperluan, baik untuk
sarana ritual adat hingga menjadi suatu seni tontonan rakyat.
Zulkarnaen menyebutkan di dalam tesisnya bahwa:
“gamelan saronén ini biasa digunakan dalam rangkaian upacara ritual, diantaranya upacara perkawinan, upacara nyekar bhuju’, kemudian alam rangkaian perayaan tradisi, diantaranya arisan sapé sono’, tradisi karapan sapi, dalam konteks sosialisasi lainnya.”
II. Instrumen Musik dalam Saronén
Gambar 3Instrumen musik
Yang terdapat pada gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen
Menurut sumber yang penulis dapatkan bahwa, kebakuan
nama-nama seperangkat instrumen gamelan saronén memang
belum pernah ada. Perbedaan itu tidak saja terdapat di setiap
daerah, bahkan di setiap kelompok gamelan saronén dalam satu
6
daerah pun terkadang bisa berbeda. Adapun nama-nama
seperangkat gamelan saronén yang representatif dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Instrumen kerangka:
a. Ghung raja = tabbhuán raja = seukuran gong;
b. Ghung kéné = tabbhuan kéné = seukuran kempul;
c. Pendung = kenong raja = seukura bonang barung;
d. Panenga = kenong kéne = seukuran bonang
penerus;
e. Panyocol = toltol = kotekan = seukuran bonang
penerus tetapi lebih kecil dari panenga.
2. Pemimpin irama:
a. Gendháng raja = kendang besar (seukuran kendang
wayangan di Jawa)
3. Pemimpin lagu/melodi:
a. Saronén = tétét = panthil.
4. Instrumen pendukung:
a. korsa = korca = kérca = cércér = kecer;
b. ghendháng kéné = kendang kecil (seukuran
kendang ketipung di Jawa).
1) Pembuatan Instrumen yang Berpenclon
Gambar 4
7
Cara pembuatan instrumen berpenclonDalam gamelan saronen
Sumber: dok. Zulkarnaen
Adapun bahan dasarnya adalah plat besi dari tong (drum
besi) yang biasa dipakai mengemas minyak tanah dan oli,
kemudian sedikit plat kuning sebagai bahan membuat so-soso
(pencu) pada masing-masing instrumen. Pencu dari bahan
kuningan sangat penting artinya bagi akustik plat besi. Menurut
Sahe dalam tesisnya Zulkarnain, pencu merupakan sé akelbhu’
adá’ (pusat pemberi arus gelombang getar paling awal),
sehingga dinilai menentukan kualitas bunyi output-nya secara
keseluruhan.
Peralatan yang dibutuhkan cukup sederhana, terdiri dari:
palu perata permukaan plat, gunting baja, penampang cetak
pancu, alat pengukur (meteran), tang, paku pengancing
sambungan (paku patri), serta alat pengelas sambungan.
Cara pembuatannya adalah Tong bekas dari drum-drum
minyak tanah/oli yang cukup tebal dank keras itu, dibedah
menjadi lembaran-lembaran yang selanjutnya diratakan
permukaannya dengan palu perata. Langkah selanjutnya adalah
dipotong-potong (dipatron) sesuai besarnya ukuran bagian-
bagian instrumen yang dikehendaki. Untuk bagian sampéran
(bahu/sisi), patronya tidak lurus, melainkan sudah dibuat
melengkung. Khusus untuk pembuatan patron gong, si pembuat
membutuhkan lembaran plat besi selebar 2 meter × 80 cm. jika
diameter gong berukuran 80 cm, sisanya untuk membuat
sampéran (bahu). Untuk membuat gong, memerlukan dua buah
tong dengan cara memakai teknik sambungan dengan las.
8
Lembaran plat besi yang sudah dipotong sesuai patron
selanjutnya disambung-sambung dengan paku patri. Umunya,
daerah sambungan dipaku dalam jarak yang rapat, masing-
masing 2 cm. Untuk pembuatan so-soso (pencu), diperlukan
bahan plat kuningan (umunya diambil dari barang-barang bekas)
secukupnya, mengingat bahannya relatif mahal dan sulit
mendapatkannya. pada tahap ini, diperlukan beberapa
penampang cetakan khusus untuk pencu gong, kempul, kenong
raja, kenong kéné. Biasanya hanya instrumen panyolcol (kadang-
kadang juga kecer) yang dibuat dari kuningan secara utuh.
Karena panyolcol adalah instrumen pancu yang bernada paling
tinggi di gamelan saronén. Dengan memakai bahan kuningan
secara utuh, di samping mudah dibentuk, juga menghasilkan
bunyi lebih ‘bersih’. Sama halnya dengan instrumen kecer, jika
alat ini dibuat dari bahan kuningan akan lebih ‘tajam’ bunyi
gemerincinnya.
Gambar 5Bagian-bagian organologi instrumen gong
Sumber: dok. Zulkarnain
Keterangan:
9
a) Bahan plat kuning yang sudah dibentuk seperti mangkok
(sososo);
b) Sambungan las pada bagian muka hanya terdapat pada
pembuatan gong yang diameternya lebih dari 80 cm;
c) Celah-celah lipatan yang diperhalus sambungannya
dengan las;
d) Sambungan paku pengancing; dan
e) Sambungan antara plat kuning dan plat besi dipaku dari
dalam sehingga tidak kelihatan dari luar.
Langkah berikutnya adalah, membentuk lekukan secara
melingkar pada bagian muka. Dalam membuat lekukan gong dan
kempul berbeda dengan kenong raja, kenong kéné, dan
panyolcol. Perbedaan ini dapat diliha dari gambar berikut ini:
Gambar 6Bagian-bagian permukaan
dari penampang samping instrumen gongsumber: dok. Zulkarnaen
Keterangan:
10
a) Nama-nama bagian instrumen kalau meminjam istilah Jawa
menjadi: pencu, pok pencu, rai, pasu, recep, dudu, bahu,
lambe, para, dan supitan.
Gambar 7Bentuk kenong raja
Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen
Gambar 8Bentuk kenong kéné
Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen
11
Gambar 9Bentuk panyolcol
Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: dok. Zulkarnaen
Adanya perbedaan bentuk di antara instrumen berpencu ini
tentu mempengaruhi tinggi rendahnya bunyi yang dihasilkan.jika
bagian recep semakin melengkung ke dalam, maka nadanya
semakin rendah. Sebaliknya, jika recep-nya semakin landai/rata,
maka nadanya semakin tinggi. Demikian pula, apabila recep
semakin miring kea rah pinggir (seperti pada instrumen
panyolcol), maka nadanya semakin tunggi. Ketebalan lembaran
plat bersi juga mempengaruhi bunyi yang akan dihasilkan.
Semakin tebal plat tersebut akan semakin ‘kokoh’ bunyinya,
artinya memperkecil resiko suara ‘gember’ (distorsi) jika dipukul
agak keras. Sementara factor yang mempengaruhi panjang
pendeknya gelombang bunyi adalah panjang pendeknya
diameter suatu instrumen. Semakin pendek diameternya,
semakin pendek gelombang bunyinya. Demikian pula sebaliknya.
12
Gamelan plat besi dari pembuatannya relatif tidak sulit.
Kemudahannya terletak pada:
a) Tidak membutuhkan ruang kerja dan peralatan yang
khusus, kecuali alat penampang cetak pencu dan las;
b) Proses kerja: cepat dan tidak membutuhkan tenaga
banyak; dan
c) Di samping biaya murah, tidak beresiko tinggi apabila tidak
laku. Si pembuat cukup menyediakan satu stok saja (satu
set keluarga gong tersebut plus kecernya).
2) Pembuatan instrumen Gendháng raja = kendang besar
(seukuran kendang wayangan di Jawa)
Gambar 10Bentuk gendháng raja
Yang terdapat dalam gamelan saronénSumber: www.google.com
Kendang merupakan alat musik yang termasuk ke dalam
rumpun membranophone. Jenis kendang yang dipergunakan
dalam pertunjukan saronén ini adalah sama seperti kendang
Jawa pada umumnya, namun berbeda dengan jenis kendang
yang terdapat di Jawa Barat.
13
Cara membuat kendang pada dasarnya semuanya sama,
namun dari segi bentuk yang membedakan, kemudian bentuk itu
pula yang menjadikan identitas asal masing-masing kendang
tersebut.
Kendang dalam pertunjukan saronén ini terbuat dari kayu
yang besar dengan panjang enam puluh centimeter dan
bentuknya simetris cembung, kemudian diameter membrane
bawah ukurannya tiga puluh centimeter dan membrane bagian
atas dua puluh dua centimeter. Kayu tersebut bagian tengahnya
dilubangi, sehingga pada bagian tengahnya bolong. Kedua ujung
lobangnya tersebut ditutup dengan kulit Kerbau, kemudian untuk
mengencangkan kulit tersebut dengan menggunakan bambu tali
yang dilingkarkan ke ujung kayu yang akan ditutup oleh kulit,
kemudian ujung kulit tersebut dililitkan ke bambu tali, sehingga
kulitnya menjadi nempel dan kuat. Untuk mengencangkan antara
ujung atas dan ujung bawah agar membrane atas dan membrane
bawah bisa distem, yaitu dengan menggunakan tali yang terbuat
dari kulit atau istilah lainnya adalah rarawat, kemudian tali ini
disampulkan ke tiap ujung dari membran kendang sekelilingnya.
Satu lagi yang tidak boleh ketinggalan yakni ali-ali, ali-ali ini
berfungsi untuk menyetem kendang tersebut. Untuk
mengencangkan rarawat agar bisa menyetem kendang yakni
dengan menggunakan ali-ali. Cara kerja dari ali-ali ini adalah
apabila menginginkan suara kendang yang nadanya lebih tinggi
yakni posisi ali-ali ini harus di ke bawahkan, kemudian
sebaliknya apabila ingin menghasilkan suara kendang yang lebih
rendah maka ali-ali tersebut posisinya dipindahkan ke atas.
14
Cara memainkan alat musik kendang ini adalah dengan
menggunakan tangan yang dipukulkan ke masing-masing
membrane kendang tersebut. Posisi kendang dalam
pertunjukannya adalah posisinya tidur hotizontal.
Fungsi dari kendang ini adalah untuk mengiringi lagu-lagu
yang dibawakan oleh alat musik saronén. Iringan yang
dibawakannya yakni sifatnya spontanitas dengan menggunakan
ritmik mincid jalan. Penulis perhatikan bahwa ketika saronén-nya
sedang jalan, para penabuhnya juga ikut menari dengan gerakan
yang sederhana tetapi gerakannya sama.
3) Cara membuat alat musik Saronén = tétét = panthil
Gambar 11Alat musik saronen
Yang terdapat dalam gamelan saronenSumber: www.google.com
Alat musik yang dominan dalam pertunjukan gamelan
saronén adalah Saronén = tétét = panthil. Tetet adalah salah
satu alat musik tradisional yang termasuk ke dalam kategori
rumpun aerophone (alat musik tiup). Cara memainkan alat musik
tetet ini yakni dengan cara ditiup dan untuk pengaturan nadanya
yakni dengan cara mentutup-buka lubang-lubang suara yang
terdapat dalam tetet tersebut. Sehingga akan menghasil suara
15
melodi yang pada aplikasinya akan saling bersahutan dengan
vokalis.
Tetet merupakan alat musik yang terbuat dari batok kelapa
dan kayu yang dibuat dan dibentuk seperti gambar di atas. Cara
pembutan tetet jenis ini yakni sama seperti cara pembuatan
jenis terompet yang ada di nusantara lainnya, yakni dengan
menggunakan alat atau perkakas golok, pisau raut, kikir, dan
alat penghalus kayu (hampelas).
Tetet terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian atas,
tengah, dan bawah. Ketiga bagian tersebut dibuat dengan cara
yang berbeda-beda, baik dari segi bentuk, bahan, maupun
ukurannya. Bahan kayu digunakan untuk membuat tetet bagian
tengah dan bagian bawah, kemudian bahan dari batok kelapa
yakni digunakan untuk membuat tetet bagian atas. Salah satu
bagian yang sangat penting sebagai alat untuk penghasil suara,
kemudian suara yang dihasilkan masuk ke tetet bagian tengah
yang akan diolah dengan lubang-lubang yang ditutup-buka
dengan menggunakan tangan sehingga akan menghasilkan
suara sesuai dengan apa yang diinginkan. Nama dari penghasil
suara tersebut adalah mpet1. Setelah udara masuk ke tetet
bagian tengah sehingga menghasilkan suara yang bervariasi,
kemudian disalurkan lagi ke tetet bagian ketiga atau bagian dari
tetet yang berfungsi untuk mengeluarkan suara dengan nyaring.
Kenapa suara tetet bisa nyaring, karena pada bagian ketiga dari
bentuk tetet ini yakni bentuknya sepertii loudspeaker, berbentuk
1 Mpet adalah sebuah benda yang diterbuat dari daun kelapa dan bulu angsa atau ayam (bulu
ayamnya dibuang), kemudian daun kelapanya dibuat menjadi segitiga dan bagian bawahnya
dibentuk setengah lingkaran. Bagian ujung segitiganya dimasukan bulu ayam (seperti sedotan)
dan ditalikan dengan menggunakan tali, sehingga akan menghasilkan bunyi yang khas.
16
setengah lingkaran yang tengahnya bolong sehingga suara yang
dikeluarkan dari tetet tersebut menjadi nyaring.
4) Cara membuat korsa = korca = kérca = cércér = kecer;
Kecer merupakan salah satu alat musik yang mempunyai
peran khusus dalam pertunjukan saronén. Karena apabila
instrumen ini tidak dimainkan ketika jalannya pertunjukan
saronén, maka sepertinya ada sesuatu yang hambar. Sehingga
alat musik kecer ini menjadi penting dalam sajian gamelan
saronén ini.
Alat musik kecer ini terbuat dari beri yang cukup tebal, kira-kira
tebanya dua sampai tiga centimeter. Bentuk dari kecer ini adalah
bundar dengan diameter 10 centimeter dengan pada bagian
tengah dibuat cekung, alat musik ini bentuknya sama percis
seperti pemukul alat musik cengceng dari Bali. Alat musik kecer
ini satu penabuh memegang sepacang kecer, dengan cara
memainkannya yakni antara kecer yang satu dengan kecer yang
ke dua dipukulkan satu sama lain sesuai dengan ritmis yang
biasa dimainkan dalam pertunjukan saronen tersebut.
Biasanya untuk menambah suasana pertunjukan yang lebih
ramai dan meriah, maka waditra kecer ini ditambah menjadi 2
atau 3 pasang, tentunya penabuhnya juga sebanyak 2 - 3 orang.
17
5) Cara membuat ghendháng kéné = kendang kecil (seukuran
kendang ketipung di Jawa)
Gambar 12Ghendang kéné terletak
di antara sisi kiri dan kanan kendang besarsumber: www.google.com
Pada prinsipnya cara membuat ghendháng kéné sama
seperti pembuatan untuk kendang Gendháng raja, namun yang
menjadi perbedaannya dari besar kecilnya saja. Biasanya
kendang kecil ini mempunyai panjang sekitar 45 centimeter,
dengan lubang membrane bagian atas 10 centimeter dan lubang
membrane bagian bawah 15 centimeter.
III. Analisis Musikal
Aspek melodi saronén tidak begitu menjadi perhatian yang
pokok, karena satu bentuk gending saja bisa memainkan
beberapa nomor gending, bahkan dalam satu nomor dapat
18
beberapa versi. Penulis dalam hal ini akan menyoroti perbedaan
bentuk gending sarka’an dan lorongan, sebagaimana telah di
tulis juga oleh Zulkarnaen dalam tesisnya.
Secara prinsip, kerangka gending sarka’an dalam setiap
satu gong-an terdiri dari satu pukulan kempul dan dua pukulan
gong raja. Sementara instrumen yang lain (kenong kéné,
panyolcol, dan kendang ketipung) berfungsi sebagai isian.
Apabila irama yang diinginkan agak pelan, maka hanya
instrumen isian tersebut yang mengalami
pengembangan/penggandaan (tetapi cara ini jarang terjadi pada
penyajian sarka’an di saat prosesi).2
Adapun kerangkanya dapat digambarkan sebagai berikut:
N P N G
+ . + . + . + .
O . O . O . O . O . O . O . O .
x x x x x x x x
I t I . I t I . I t I . I t I .
Keterangan:
(G) gong, (P) kempul, (N) kenong raja (+) kenong kéné (o)
panyolcol, (x) kecer, [(I) pukulan lemah (t) pukulan kuat dalam
kendang ketipung]. Ketukan hitungan bertumpu pada N, P dan G
dengan satuan nilai1/4. Dalam sarka’an, nilai not terkecil
umumnya bernilai 1/32. Irama yang biasanya dipakai dapat
disejajarkan dengan irama lancer (sedang atau tempo de Marcia)
sampai dengan seseg (cepat).
2 Baca tesis Zulkarnaen hal. 180
19
Sementara, kerangka gending lorongan dalam setiap gong-
an terdiri dari dua pukulan kempul dan empat pukulan kenong
raja. Instrumen yang lain tetap berfungsi sebagai isian yang lebih
aktif. Pada bentuk lorongan ini, banyak ditemukan
pengembangan pola irama pada instrumen tertentu.3
Contohnya sebagai berikut:
Pola I
N P N - N P N G
+ . + . + . + . + . + . + . + .
o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o .
I x I . I x I . I x I . I x I . I x I . I x I . I x I .
I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I .
Pola II
N P N _
+ . + . + . + . + . + . + . + .
O . 0 . o . o . 0 . 0 . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o .
x x I x x . x x I x x .
I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I .
Pola II
N P N G
+ . + . + . + . + . + . + . + .
O . 0 . o . o . 0 . 0 . o . o . o . o . o . o . o . o . o . o .
x x I x x . x x I x x .
I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I . I t I .
3 Baca tesis Zulkarnaen hal 180
20
Keterangan:
(G) gong, (P) kempul, (N) kenong rajá (+) kenong kéné (o)
panyolcol, [(I) tabuhan lemah (x) tabuhan kuat kecer], [(I)
pukulan lemah (t) pukulan kuat dalam kendang ketipung].
Ketukan hitungan bertumpu pada titik dalam kenong kéné
dengan satuan nilai ¼ dan nilai not terkecilnya tetap bernilai
1/32.
Adapun salah satu melodi saronén dengan lagu yang
berjudul ‘Lorongan Lanjhal’, adalah sebagai berikut:
Melodi ini menggunakan notasi kepatihan:
6 . A1 . A2 A3 A4 A1 j.j A1 Ajjj2j A3 jA2j A1 A1
(dimainkan dua kali)
6 . j6j 5 3 . 6 j6j A1 A2 . 6 j6j 5 3 . 5 j5j 3 2
Setelah melodi saronén di atas di mainkan biasanya suka
bersahutan dengan vokal, adapun teks yang dilantunkan oleh
vokal adalah sebagai berikut:
Uramba ya iya u rambi (disajikan sebanyak dua kali)
Uramba urambi ya uramba iya u
Melodi teks lagu di atas, nadanya sama dengan suara
melodi yang dimainkan oleh instrumen saronén.
21
IV. Kostum
Kostum yang dipergunakan dalam pertunjukan gamelan
saronén sangat unik. Warna baju yang dipergunakan kesannya
sangat meriah, warna baju yang biasa dipergunakan dalam
pertunjukan saronén yakni dengan menggunakan warna merah,
kuning, biru, dan lain-lain.
Adapun perlengkakan kostum yang dipergunakan oleh para
pemain gamelan saronén ketika sedang pertunjukan yakni
sebagai berikut:
1. Kepala menggunakan mahkota;
2. Pakai kacamata hitam;
3. Memakai baju dengan lengan panjang;
4. Memakai rompi;
5. Memakai dodot;
6. Celana sontog;
7. Memakai kaos kaki sampai lutut;
8. Sepatu cat dengan warna yang sama.
Perlengkapan yang dipakai di atas biasanya menggunakan
warna yang sama, sehingga para pemain gamelan saronén ini
ketika melakukan gerakan tari sederhana sambil berjalan kaki
kelihatannya lebih meriah dan enak dilihat oleh penonton.
22
V. Kesimpulan
Gamelan saronén secara kompositonis tidak jauh berbeda
dengan musik yang ada di Jawa. Musik ini pada dasarnya
dibentuk oleh kerangka tema ritem gong, kempul, kenong, ketuk,
panyolcol (ketuk II). Isian dinamikanya terletak pada garap
kendang dan waditra saronén sebagai satu-satunya unsur
melodis. Belakangan ini, perkembangan orkestrasi gamelan
saronén semakin menonjolkan warna bunyi yang bernada tinggi
dan berirama rancak. Solusinya adalah instrumen saronén dan
kecer sering digandakan jumlahnya, serta virtousitas permainan
kendang dan saronen terus di kedepankan. Orkestrasi demikian
memberi kesan kuat akan kemeriahan.
Popularitas saronén menanjak setelah era musik tongtong
menurun. Di antara keduanya menunjukkan adanya hubungan,
terutama pada aspek musikalitas dan fungsi musiknya. Gamelan
saronén merupakan bentuk perpaduan dari konsep instrumenasi
musik tongtong dengan pola-pola pukulan rangka siklus gong
dari tipe musik gamelan lama (formal). Setidaknya, perpaduan
itu masih dikenali dalam musik tongtong atau gamelan saronén
generasi lama yang kini sudah terpinggirkan pada upacara-
upacara desa yang terpencil.
Gamelan saronén sudah menunjukkan eksistensinya sebagai
salah satu kesenian tradisional yang berhasil membangun sikap
baru di tengah perubahan sikap dan kebutuhan masyarakat
terhadap kesenian, baik sebagai pelengkap implementasi adat
tradisi maupun sebagai hiburan semata.
Daftar Pustaka
23
Kuntowijoyo, 2002. Madura: Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris 1850-1940. Yogyakarta: Matabangsa.
Mistortoify, zulkarnain, 1998. “Gamelan Saronen musik prosesi kerakyatan Madura”, Tesis untuk mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
http://etnomusikologisolo.wordpress.com/2010/04/06/budaya-musik-daerah-etnis-madura/. 25-01-11. 10.15.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madura. 25-11-10. 14.30.
http://madurastudies.wordpress.com/2008/09/14/kajian-terhadap-kebudayaan-madura-sebagai-bentuk-usaha-pelestarian-budaya-lokal/ 25-01-11. 15.00
http://tipsoke.com/tag/sejarah+musik+saronen. 27-01-11. 14.00.
http://www.google.co.id/images?q=saronen&hl=id&biw=1366&bih=548&prmd=ivns&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi. 01-02-11. 11.00.
http://www.indotravelers.com/jawa-timur/index.html. 02-02-11. 10.35.
Diskografi
n.s Gamelan Saronen, Seni Etnomusikologi Madura, Editasi
Pustaka Audio Visual STSI Surakarta Program Due-Like
SKBN STSI Surakarta, 2003.