Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

26
Sausan Rasmiyyah 1102011255 Kedkom. FK YARSI 2011 Sk.1 : Kesehatan Ibu, Anak, Remaja 1. Perilaku Berisiko dan Perilaku Kesehatan pada Masa Pubertas Remaja dimengerti sebagai individu yang berada pada masa peralihan dari masa kanak ke masa dewasa. Peralihan ini disebut sebagai fase pematangan (pubertas), yang ditandai dengan perubahan fisis, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Pada masa pubertas, hormon yang berhubungan dengan pertumbuhan aktif diproduksi, dan menjadikan remaja memiliki kemampuan reproduksi. Perkembangan psikologis ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara logis dan abstrak sehingga mampu berpikir secara multi-dimensi. Emosi pada masa remaja cenderung tidak stabil, sering berubah, dan tak menentu. Remaja berupaya melepaskan ketergantungan sosial-ekonomi, menjadi relatif lebih mandiri. Masa remaja merupakan periode krisis dalam upaya mencari identitas dirinya. Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisis dan psikisnya secara optimal, remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja dikelompokkan menurut rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan kesehatan anak. Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18 tahun. Pubertas : periode terjadinya perubahan fisik,fisiologis serta kematangan seksual secara pesat terutama pada masa awal remaja. Terjadi pada usia 11/12 dan 15/16 Tahapan perkembangan masa remaja : Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual,semua remaja akan melewati tahapan berikut : 1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 – 13 tahun. Dengan ciri khas : ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya. 2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 – 16 tahun. Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam. 3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun. Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri. Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan. Tahapan Perkembangan Identitas Tahap Usia Karakteristik Diferentia tion Practice Rapprochme nt 12- 14 14- 15 15- 18 Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara sikologis dari orang tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasihat-nasihat orang tuanya, sekalipun nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk akal. Remaja percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan dapat melakukan sesuatu tanpa salah. Ia menyangkal kebutuhan akan peringatan atau nasihat dan menantang orang tuanya pada setiap kesempatan. Komitmennya terhadap teman-teman juga bertambah. Karena kesedihan dan kekhawatiran yang dialaminya, telah mendorong remaja untuk menerima kembali sebagian otoritas orang tuanya, tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering silih berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang mereka menantang dan kadang

description

Semoga membantu dan valid ya :)

Transcript of Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Page 1: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Sk.1 : Kesehatan Ibu, Anak, Remaja

1. Perilaku Berisiko dan Perilaku Kesehatan pada Masa Pubertas Remaja dimengerti sebagai individu yang berada pada masa peralihan dari masa kanak ke masa dewasa. Peralihan ini disebut

sebagai fase pematangan (pubertas), yang ditandai dengan perubahan fisis, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Pada masa pubertas, hormon yang berhubungan dengan pertumbuhan aktif diproduksi, dan menjadikan remaja memiliki kemampuan reproduksi. Perkembangan psikologis ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara logis dan abstrak sehingga mampu berpikir secara multi-dimensi. Emosi pada masa remaja cenderung tidak stabil, sering berubah, dan tak menentu. Remaja berupaya melepaskan ketergantungan sosial-ekonomi, menjadi relatif lebih mandiri. Masa remaja merupakan periode krisis dalam upaya mencari identitas dirinya.

Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisis dan psikisnya secara optimal, remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja dikelompokkan menurut rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan kesehatan anak. Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18 tahun.

Pubertas : periode terjadinya perubahan fisik,fisiologis serta kematangan seksual secara pesat terutama pada masa awal remaja. Terjadi pada usia 11/12 dan 15/16

Tahapan perkembangan masa remaja : Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual,semua remaja akan melewati tahapan berikut :1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 – 13 tahun.

Dengan ciri khas : ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 – 16 tahun.

Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.

3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun.Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.

Tahapan Perkembangan IdentitasTahap Usia KarakteristikDiferentiation

Practice

Rapprochment

Consolidation

12-14

14-15

15-18

18-21

Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara sikologis dari orang tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasihat-nasihat orang tuanya, sekalipun nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk akal.Remaja percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan dapat melakukan sesuatu tanpa salah. Ia menyangkal kebutuhan akan peringatan atau nasihat dan menantang orang tuanya pada setiap kesempatan. Komitmennya terhadap teman-teman juga bertambah.Karena kesedihan dan kekhawatiran yang dialaminya, telah mendorong remaja untuk menerima kembali sebagian otoritas orang tuanya, tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering silih berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang mereka menantang dan kadang berdamai dan bekerjasama dengan orang tua mereka. Di satu sisi ia menerima tanggung jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain ia akan mendongkol ketika orang tuanya selalu mengontrol membatasi gerak-gerik dan akitvitasnya diluar rumah.Remaja mengembangkan kesadaran akan identitas personal, yang menjadi dasar bagi pemahaman dirinya dan diri orang lain, serta untuk mempertahankan perasaan otonomi, independen dan individualitas.

Pengertian Perilaku BeresikoPerilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya.

Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat memenuhi perkembangan psikologisnya. Contoh : Merokok, penggunaan narkoba agar diterima teman sebayanya, bukti kemandirian dari orang tuaHubungan Perilaku Berisiko

Tingkah laku berisiko cenderung dihubungkan satu sama lain dengan memperkirakan bahwa permulaan dari suatu perilaku dapat menunjukkan bahwa perilaku lain mempunyai kemungkinan besar sebagai awal dari masa yang akan datang. Hubungan yang erat antara minum alkohol dan kecelakaan yang tidak disengaja telah banyak diketahui. Hubungan alkohol dengan kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama kematian pada akhir remaja. Alkohol juga dihubungkan dengan kecelakaan termasuk bukan penggunaan

Page 2: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

kendaraan dan olah raga air. Penyalahgunaan obat mempunyai hubungan positif dengan mulanya perilaku seksual dini. Remaja wanita yang dilaporkan menggunakan obat-obat yang tidak sah dan merokok sigaret lebih suka tidak menggunakan kontrasepsi dan tidak menginginkan kehamilan.

Di antara masalah penyalahgunaan obat, pola penggunaan dihubungkan dengan berbagai kebiasaan yang diperkirakan. Permulaan kebiasaan minum alkohol dan merokok merupakan hal yang merusak. Sebagai rangkaian kemajuan selanjutnya, penggunaan mariyuana didahului dengan minum alkohol dan merokok; alkohol, sigaret (rokok) dan mariyuana mendahului obat-obat illegal yang lain (termasuk pelanggaran hokum, kokain, heroin, sedatif dan tranquiliser) dan penggunaan obat psikoaktif akan diikuti oleh obat-obat bius yang lain. Pada anak wanita, merokok sering merupakan prediksi yang penting untuk penyalahgunaan obat bius yang lain. Penggunaan obat bius secara umum akan mengakibatkan mudahnya penggunaan obat bius yang lain yang menyebabkan efek kumulatif dari semua obat bius.

Konsekuensi medis dari perilaku berisiko dapat berdampak jangka pendek maupun jangka panjang dari tingkah laku berisiko. Dampak jangka pendek terlihat dalam beberapa minggu atau bulan, yaitu selama masa remaja; efek jangka panjang akan muncul umumnya setelah masa remaja. Konsekuensi jangka pendek dari penggunaan alkohol terlihat pada umumnya di ruang gawat darurat yang dikaitkan dengan kecelakaan. Bahan psikoaktif delta-9-tetra hidrokanabinol dalam mariyuana menyebabkan perubahan suasana hati. Risiko jangka panjang tidak akan didokumentasi. Disfungsi psikologis pada umumnya sering dilaporkan dalam penggunaan obat bius. Petunjuk penting untuk kekurangan disfungsi termasuk di sini adalah gangguan motivasi secara umum dan gangguan perkembangan di dalam sekolah. Pencarian identitas bagi yang sudah berpengalaman pada pecandu sangat sulit karena tidak mungkin untuk mengidentifikasi karena remaja tidak mungkin memakai obat-obatan tanpa jalan pintas

Perlunya memperhatikan kesehatan remajaPertumbuhan dan perkembangan yang pesat dari aspek fisis, emosi, intelektual, dan sosial pada masa remaja merupakan pola

karakteristik yang ditunjukkan dengan rasa keingintahuan yang besar, keinginan untuk bereksperimen, berpetualang, dan mencoba bermacam tantangan, selain cenderung berani mengambil risiko tanpa pertimbangan matang terlebih dahulu. Ketersediaan akan akses terhadap informasi yang baik dan akurat, serta pengetahuan untuk memenuhi keingintahuan mempengaruhi keterampilan remaja dalam mengambil keputusan untuk berperilaku. Remaja akan menjalani perilaku berisiko, bila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat dan selanjutnya menerima akibat yang harus ditanggung seumur hidupnya dalam berbagai bentuk masalah kesehatan fisis dan psikososial.Beberapa alasan mengapa program kesehatan remaja ini perlu diperhatikan antara lain disebabkan:

1. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi;2. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang;3. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia;4. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial.

Keadaan kesehatan remaja di IndonesiaRemaja menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini diasumsikan sebagai kelompok yang sehat. Dari beberapa survei diketahui besaran masalah remaja, sebagaimana ditunjukkan oleh data berikut: survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan 17% perempuan yang saat ini berusia 45-49, menikah pada usia 15 tahun; Sementara itu, terdapat peningkatan secara substansial pada usia perempuan pertama kali menikah. Perempuan usia 30-34 tahun yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 9%, sedangkan perempuan usia 20-24 tahun yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 4% (BPS and Macro International, 2008).

Menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase perempuan dan lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan :• Perokok aktif hingga saat ini: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%.• Mantan peminum alkohol: Perempuan: 1,7%; dan lelaki: 15,6%.• Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %.• Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%.• Perempuan pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,5%; pada yusia 12-14 tahun: 22,6%; usia 15-17 tahun: 39,5%; usia 18-19 tahun:

3,2%. Melakukan petting pada saat pacaran: 6,5%.• Lelaki pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,0%; usia 12-14 ytahun: 18,6%; usia 15-17 tahun: 36,9%; usia 18-19 tahun: 3,2%.

Melakukan petting saat pacaran: 19,2%.• Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7%.y• Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali pada usia: <15 tahun: 1,0%; usia 16 tahun : 0,8%; usia 17 tahun: 1,2%; usia 18

tahun: 0,5%; usia 19 tahun: 0,1%.• Alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah ypada remaja berusia 15-24 tahun ialah: Untuk perempuan alasan

tertinggi adalah karena terjadi begitu saja (38,4%); dipaksa oleh pasangannya (21,2%). Sedangkan pada lelaki, alasan tertinggi ialah karena ingin tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja (25,8%).

• Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami KTD, 60% di antaranya mengalami atau melakukan aborsi.

Kasus AIDS sampai dengan 31 Maret 2009 dilaporkan melalui laporan triwulan Direktorat jendral pengendalian penyakit dan pengendalian lingkungan (Ditjen P2PL), sebagai berikut:• Persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan:• Cara penularan: pengguna jarum suntik: 42%; heteroseksual: 48,4%; yhomoseksual: 3,7%.• Kelompok usia: 15-19 tahun: 3,08%; 20-29 tahun: 50,5%.• Provinsi dengan jumlah pasien AIDS terbanyak pada pengguna napza ysuntik adalah Jawa Barat, sebanyak 2.366 orang.• Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia yberdasarkan jenis kelamin, yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak

diketahui: 0,7%.• Persentase kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di yIndonesia berdasarkan golongan usia, yaitu: 15-19 tahun: 1,7%; dan 20-29

tahun: 64,7%.

Page 3: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007:• Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur >10 tahun sebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %.

Jika kebiasaan merokok ini dibagi menurut karakteristik usia responden, didapatkan data bahwa pada usia 10-14 tahun: 0,7%; usia 15-24 tahun: 17,3%.

• Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu:

1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%; tumor 1,0%.2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%; tumor: 2,4%.3. Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan

atau dengan gejala:4. Umur 5-14 tahun: asma: 2%, jantung: 2,2%, diabetes mellitus: 0%.5. Umur 15-24 tahun: asma 2,2%, jantung: 4,8%, diabetes mellitus: 0,4%.• Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan self reporting questionnaire-20) menurut

karakteristik responden 15-24 tahun adalah: 8,7%• Prevalensi anemi menurut kelompok umur 5-14 tahun: 9,4%; 15-24 tahun: 6,9%.• Prevalensi cedera dan penyebab cedera menurut karakteristik yresponden usia 5-14 tahun: cedera akibat terjatuh: 78,4%; usia 15-24 tahun:

cedera akibat terjatuh 47,9%.• Prevalensi jenis cedera menurut karakteristik responden berusia 5-14 tahun: luka lecet 62,5%; usia 15-24 tahun: luka lecet 57,8%.• Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berusia ≥ 10 tahun ymenurut karakteristik usia: 10-14 tahun: 66,9%; 15-24 tahun: 52%. Sedangkan

jika dilihat berdasarkan jenis kelamin lelaki: 41,4%; dan perempuan: 54,5%.

Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di atas merupakan hasil akhir dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang dianut, serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang turut memengaruhi. Sebagai contoh bagaimana SPN akan menyebabkan kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, bayi yang dilahirkan dengan komplikasi, atau mengakibatkan KTD yang dapat menimbulkan kejadian aborsi yang menyebabkan kematian. Demikian halnya dengan penyalahgunaan napza yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi HIV yang selanjutnya menjadi AIDS dan akhirnya mengakibatkan kematian. Secara tidak langsung masalah kesehatan remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia (human development) di Indonesia, dan pencapaian pembangunan tujuan millenium (millenium development goal).

Hal yang telah dilakukanPenanganan masalah remaja dilakukan melalui kerjasama multi-sektoral dan multidimensional, dengan intervensi pada aspek preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif yang komprehensif. Program kesehatan remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak satu dekade yang lalu. Selama lebih dari 10 tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa penyuluhan dan diskusi dengan remaja tentang masalah kesehatan melalui wadah usaha kesehatan sekolah (UKS), karang taruna, atau organisasi pemuda, dan kader remaja lainnya yang dibentuk oleh puskesmas. Petugas puskesmas berperan sebagai fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan khusus kepada remaja yang disesuaikan dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja belum dilaksanakan. Remaja yang berkunjung ke puskesmas masih diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan terdepan pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, puskesmas sebaiknya memberikan pelayanan langsung kepada remaja sebagai salah satu kelompok masyarakat yang dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di puskesmas amat strategis dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan kesanggupan jangkauan puskesmas ke segenap penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan remaja sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil perdesaan. Sesuai dengan kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga dilakukan oleh puskesmas, misalnya penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalahgunaan napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus belum banyak dilakukan. Pelayanan komprehensif kepada remaja ini merupakan bentuk kerjasama berbagai sektor yang diawali dengan komitmen antar institusi terkait.

Bentuk pelayanan kesehatan remajaBeberapa tahun terakhir mulai dilaksanakan beberapa model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan, hak dan

“selera” remaja di beberapa propinsi, dan diperkenalkan dengan sebutan pelayanan kesehatan peduli remaja atau disingkat PKPR. Sebutan ini merupakan terjemahan dari istilah adolescent friendly health services (AFHS), yang sebelumnya dikenal dengan youth friendly health services (YFHS). Pelayanan kesehatan remaja sesuai permasalahannya, lebih intensif kepada aspek promotif dan preventif dengan cara “peduli remaja“. Memberi layanan pada remaja dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang penting dalam mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja kita. Pelayanan kesehatan peduli remaja diselenggarakan di puskesmas, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya di mana remaja berkumpul. Hingga akhir tahun 2008, sebanyak 1611 dari 8114 puskesmas di seluruh Indonesia (22,39%) melaporkan telah melaksanakan PKPR dengan jumlah tenaga yang dilatih untuk menangani PKPR ini sejumlah 2866 orang. Sementara itu beberapa rumah sakit seperti rumah sakit Kariadi, Semarang, rumah sakit Fatmawati di Jakarta, dan rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, telah melakukan pengembangkan tim kesehatan remaja atau poliklinik kesehatan remaja. Selain itu, beberapa badan donor telah memberikan dukungan bagi pendekatan pelayanan kesehatan peduli remaja. Di propinsi Jawa Barat, remaja di sekolah dilatih dan dibina oleh puskesmas menjadi konselor sebaya; di propinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pelayanan bagi remaja dilaksanakan di luar gedung puskesmas; Di beberapa propinsi lainnya petugas kesehatan dilatih agar kompeten dalam menghadapai masalah kesehatan remaja.Jenis kegiatan dalam PKPRKegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dapat dilaksanakan di dalam atau di luar gedung. Untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan.Jenis kegiatan tersebut meliputi:

Page 4: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

1. Pemberian informasi dan edukasi• Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau berkelompok.• Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah, atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari

(atau sepengetahuan) puskesmas.• Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, focus group discussion (FGD), diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media

cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, SMS).• Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja,

orangtua, guru) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke puskesmas adalah:

• Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.• Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam menghadapi remaja yangdatang,

diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan.

• Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas – loket atau petugas laboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga harus menjaga kerahasiaan remaja tersebut, dan memenuhi kriteria peduli remaja.

• Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan kasus per kasus.3. KonselingTujuan konseling dalam PKPR yaitu:

• Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

• Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar mampu:

1. mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.2. meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.3. mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup

sehat maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan ketrampilan hidup sehat merupakan adaptasi dari life skills education (LSE). Sedangkan life skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas, yaitu: kesehatan fisis, mental, dan sosial.

Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. Pendidikan ketrampilan hidup sehat dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, antara lain: di sekolah, puskesmas, sanggar, rumah singgah, dan sebagainya. Pelaksanaan PKHS di puskesmas di samping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.

5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebayaPelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan

melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja atau konselor sebaya dan pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh, yaitu kelompok ini berperan sebagai agen perubahan di antara kelompok sebayanya agar berperilaku sehat. Lebih dari itu, kelompok ini terlibat dan siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Kader yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling.

Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu: 1. Pengambilan keputusan

Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang mengakibatkan masa depan menjadi suram.

2.Pemecahan masalah Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisis.

3. Berpikir kreatif Berfikir kreatif akan membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tak menghasilkan suatu keputusan, berpikir kreatif akan membantu remaja merespons secara fleksibel segala situasi dalam keseharian hidup.

4. Berpikir kritisMerupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif. Hal ini akan membantu mengenali dan menilai faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku, misalnya: tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan media.

5. Komunikasi efektif Komunikasi ini akan membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun non-verbal. Harus disesuaikan antara budaya dan situasi, dengan cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana mereka membutuhkan.

6. Hubungan interpersonal

Page 5: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Membantu menjalin hubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga mereka dapat meciptakan persahabatan, meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial, dan yang terpenting adalah mereka dapat mempertahankan hubungan tersebut; Hubungan interpersonal ini sangat penting untuk kesejahteraan mental remaja itu sendiri. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.

7. Kesadaran diri Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, serta pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dimiliki untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap oranglain.8. Empati

Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang mengalaminya.

9. Mengendalikan emosi Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi dapat memengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.

10. Mengatasi stres Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh, membantu mengontrol stres, dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius

2. Kehamilan pada Remaja dan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada Remaja

A. Kehamilan pada remaja Menurut BKKBN usia yang ideal 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu adalah berisiko. Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh:

• Kesiapan fisik• Kesiapan mental/emosi/psikologis• Kesiapan sosial ekonomi Usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap,

Mengapa banyak remaja (usia < 20 tahun) hamil saat ini?• Faktor sosiodemografik (kemiskinan, kebiasaan, peran wanita di masyarakat seksualitas aktif & penggunaan kontrasepsi, media massa)• Karakteristik keluarga (hubungan antar keluarga)• Status perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan, ingin mencoba-coba, kebutuhan thd perhatian)• Penggunaan dan penyalahgunaan obat obatan

Mengapa Remaja Melakukan Hubungan Seks?• Tekanan pasangan• Merasa sudah siap melakukan hubungan seks• Keinginan dicintai• Keingintahuan ttg seks• Keinginan menjadi populer

• Tidak ingin diejek “masih perawan”• Film, tayangan TV, & media massa (termasuk internet)

menampakkan bahwa normal bagi remaja utk melakukan hubungan seks

• Tekanan dari seseorang untuk melakukan hubungan seks

Apa yang terjadi jika remaja menikah/hamil di usia muda?Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol kehamilan1.Risiko kehamilan (ibu & janin) Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko2.Berakibat pada kematian ibu Kehamilan usia muda dapat berisiko menderita kanker di masa yang akan datang

- Gilbert, et al (2004): kehamilan remaja awal (11-15 th), remaja akhir (16-19 th). Komplikasi pd kehamilan remaja: persalinan prematur, IUGR, BBLR & kematian perinatal. Studi thd kelompok remaja hispanik & non hispanik, Afrika Amerika & Asia; hasil kehamilan: kematian bayi & neonatal, BBLR, persalinan prematur, PEB, eklampsia, pyelonefritis, komplikasi infeksi.- Ahmad (2004) dari laporan Save the Children: 1 dari 10 persalinan dialami oleh ibu yang masih anak2, berusia 11-12 tahun ;komplikasi kehamilan & persalinan membunuh 70,000 remaja puteri tiap tahun, jika pun selamat maka akan menderita injuri permanen. Estimasi bayi yg dilahirkan pun 1 juta meninggal dlm tahun pertama kehidupannya. Risiko kematian > tinggi 50% dp bayi yg dilahirkan dari ibu berusia >20 th.Æ Merekomendasikan pe↑ biaya u/ pelayanan kesehatan, kelangsungan hidup anak dan program keluarga berencana yg memenuhi kebutuhan remaja puteri

B. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) Suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaannya tdk diinginkan oleh salah satu atau kedua orangtua bayi tersebut.Faktor penyebabnya:• Karena kurangnya pengetahuan yg lengkap & benar ttg proses terjadinya kehamilan & metode2 pencegahannya• Akibat terjadi tindak perkosaan• Kegagalan alat kontrasepsi

Page 6: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Jika remaja mengalami KTD, hanya ada pilihan Mempertahankan atau Aborsi, hal ini akan beresiko terhadap fisik, psikis dan sosial remaja. 1. Mempertahankan Kehamilan

1. Risiko Fisik: kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain (PEB, persalinan prematur, IUGR, CPD) hingga kematian 2. Risiko Psikis/Psikologis.

• Pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya/ tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya. • Kalau mereka menikah: perkawinan bermasalah yang penuh konflik krn sama-sama belum dewasa & siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua. • Pasangan muda terutama pihak perempuan : dibebani o/ berbagai perasaan yg tdk nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri, bersalah/ berdosa, depresi atau tertekan, pesimis dll) Æ hingga gangguan kejiwaan

3. Risiko Sosial• berhenti/putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu/cuti melahirkan. • dikeluarkan dari sekolah : sekolah tdk mentolerir siswi hamil. • menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yg seharusnya dinikmati, & terkena cap buruk karena melahirkan anak "di luar nikah" : kelahiran anak di luar nikah masih menjadi beban orang tua maupun anak yg lahir.

4. Risiko Ekonomi2. Mengakhiri Kehamilan

• Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana beratnya < 500 gram atau sebelum kehamilan usia 20 mgg• Abortus terbagi 2:

– Abortus spontan Æ keguguran– Abortus buatan Æ pengguguran, aborsiImami/KRR 24

Risiko aborsi tidak aman1. Risiko Fisik: Pendarahan & komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan ddg rahim, kerusakan leher rahim) Æ kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi & juga mengakibatkan kemandulan. 2. Risiko PsikisPelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah/ dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama, depresi, perasaan sedih karena kehilangan bayi, kehilangan kepercayaan diri3. Risiko Sosial • Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi. • Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya. • Pendidikan terputus dan masa depan terganggu. 4.Risiko Ekonomi. Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin tinggi.

Kerugian & bahaya KTD pada remaja• Remaja jadi putus sekolah• Kehilangan kesempatan meniti karir• Menjadi orangtua tunggal & pernikahan dini yg tdk terencana• Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis (sulit mengharapkan adanya perasaan kasih sayang)

• Kesulitan beradaptasi menjadi orangtua (tidak bisa mengurus kehamilannya & bayinya)• Perilaku yang tidak efektif (stress, konflik)• Kesulitan beradaptasi dengan pasangan• Mengakhiri kehamilannya Æ aborsi ilegal Æ kematian & kesakitan ibu

3. Penatalaksanaan Resiko Tinggi Kehamilan (3T)1. Pengertian Kehamilan Resiko Tinggi. Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. (Ubaydillah, 2000).

2. Dampak Kehamilan Resiko Tinggi pada Usia Muda.a. Keguguran.

Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksiterutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri.Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.

c. Mudah terjadi infeksi.

Page 7: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.

Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis..

e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.

f. Kematian ibu yang tinggi.Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun).

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:a. Resiko bagi ibunya :

(1) Mengalami perdarahan.Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.(2) Kemungkinan keguguran / abortus.Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat.(3) Persalinan yang lama dan sulit.Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.(4) Kematian ibu.Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.

b. Dari bayinya :(1) Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.(2) Berat badan lahir rendah (BBLR).Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.(3) Cacat bawaan.Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.(4) Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.(Manuaba,1998).

Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan1. Umur

a. Terlalu muda yaitu < 20 tahunPada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.b. Terlalu tua yaitu > 35 tahunPada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan.

2. ParitasParitas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.3. IntervalJarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl diwaspadai persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan.4. Tinggi badanTinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan5. Lingkar Lengan AtasLila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi Kronik) atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari.6. Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat cacat kongenital.7. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul Menurut Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3 orang, usia >35 tahun dan <20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm. Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:1. Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi diperlukannya operasi Caesaria2. Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang biasa terjadi adalah kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.

Page 8: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

3. Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya berada pada posisi yang menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti pada bagian pantat atau kaki yang berada di bawah.4. Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim baik sescara keseluruhan maupun hanya sebagian, yang menyebabkan diperlukannya operasi Caesar.

Tanda bahaya pada kehamilan adalah:a. Perdarahan pervaginamb. Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilangc. Perubahan visual yang hebat

d. Nyeri abdomen yang hebate. Bayi kurang bergerak seperti biasaf. Pembengkakan pada wajah dan tangan

Penatalaksanaan Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya dapat dilakukan dengan:1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 23. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda kehamilan beresiko serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda bahaya kehamilan

4. AKI, AKB, AMP1. Kematian Ibu

Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung. Kematian yang bersifat koinsidental, terjadi selama masa kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya.

Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi kematian ibu bertujuan: Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu yang akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi

penelitian Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat.

Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian, gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip sistem klasifikasi kematian ibu menurut WHO, yaitu: Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh dokter, ahli epidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait. Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah dari kondisi lainnya. Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of Diseases (ICD)

Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga

berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah

Page 9: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.

Gambar diatas menunjukkan Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015 (Dalam 100.000 Kelahiran Hidup) trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.

Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12

Page 10: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

persen). Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu MelahirkanAborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini

sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.

Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang sama, SDKI 2002–2003 menunjukkan angka 60.3 persen.

Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 2002 8 (Tabel 2 dan 3). Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39 persen. Hal ini menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan.

Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.

4T (Terlambat)1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan

4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:1. Terlalu muda2. Terlalu tua3. Terlalu sering4. Terlalu banyak

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga KesehatanSalah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga

kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003

Page 11: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%.

Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah

Upaya safe motherhoodTahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin

sebelumnya. Lokakarya bertujuan mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ).

Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000.

Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi, yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan resproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI.Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood, yaitu :a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat

merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4 terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.

b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.

PEMBERDAYAAN WANITA

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

PERSALINAN BERSIH DAN AMAN

PELAYANAN

OBSTETRI

ESENSIAL

PELAYANAN KEBIDANAN DASAR

ASUHAN

ANTENATAL

KB

SAFE

Page 12: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi

d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar, dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.

Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKITingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 ) tertinggi di ASEAN, menempatkan upaya penurunan

AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam pendarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis.

Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis ( KEK ) dan keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun 1995, kejadian anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil ( lingkar / lengan atas kurang dari 23,5 cm ) sekitar 30%.

Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector kesehatan lebih memfokuskan intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu.

Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap memerlukan dukungan dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan Departemen Kesehatan tersebut dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada inventarisasi strategis “ Empat pilar Safe Mothehood “. Dewasa ini, program keluarga berencana – sebagai pilar pertama – telah dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI, diperlukan penajaman sasaran agar kejadian “ 4 terlalu “ dan kehamilan yang tak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal – sebagai pilar kedua – cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman – sebagai pilar ketiga - yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mempunyai 60%.

Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial – sebagai pilar keempat – masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.

Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai 1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut :

a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII :- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik ) minimal meliputi 10% seluruh persalinan.- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrik neonatal dan puskesmas sanggup memberikan

pelayanan obstetrik-neonatal esensial dasar ( PONED ), yang didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan obstetrik-neonatal esensial komprehensif ( PONEK ) 24 jam; sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa sebagai ujung tombaknya.

c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standar pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-perinatal.

d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKIe. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk mempercepat penurunan AKI.

Keterlibatan Lintas SektorDalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan sangat diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan

lintas sector dalam upaya penurunan AKI adalah sebagai berikut :a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )

GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8 propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu :

- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat keputusan untuk segera mencari pertolongan.- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan- Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang dibutuhkan.

Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan Rumah Sakit Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan ketiga.

Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan dengan Rakerkesnas. Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis diinformasikan ke wakil-eakil semua propinsi dan selanjutnya mereka diharapkan akan melaksanakan kegiatan GSI. Sampai pertengahan 1998 upaya perluasan kegiatan GSI masih terus dilaksanakan.

b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anakUpaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri, dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai

upaya KHPPIA ini bertujuan menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari berbagai sumber dana,

Page 13: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.

c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya

promosi mendukung terciptanya keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu. Karena itu, promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu.

Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK, dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing

Pemantauan dan EvaluasiDalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan, yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan

K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat – Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya dari semua propinsi.

Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator praktis atau indikator outcome. Indicator tersebut antara lain :a. Cakupan penanganan kasus obstetrikb. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.c. Jumlah kematian absoluted. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONEDe. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayahIndikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

Antenatal CarePelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai

dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.2. Ukur tekanan darah.3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).4. Ukur tinggi fundus uteri.5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.8. Test laboratorium (rutin dan khusus).9. Tatalaksana kasus10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.

Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :1. Pencegahan infeksi2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.3. Manajemen aktif kala III4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.

Page 14: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

Mempercepat Penurunan AKI1. Peningkatan deteksi dan

penanganan RISTI2. Peningkatan cakupan

pertolongan/pendampingan3. Peningkatan sarana dan

prasarana pelayanan kesehatan maternal

4. Peningkatan pembinaan teknis bidan

5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS

6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA

7. Peningkatan peran serta lintas program

Indikator Keberhasilan1. Jumlah kematian maternal

menurun2. Cakupan akses dan

pelayanan ANC3. Cakupan persalinan yang

ditolong/didampingi4. Adanya fasilitas POED dan

POEK5. Proporsi RISTI yang ditangani

adekuat6. Case fatality rate RISTI per

tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%

7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan

Program Dari PuskesmasStandar minimal ANC:1. Medical record2. Anamnesis3. Pemeriksaan fisik 7K4. Pemeriksaan penunjang K1:

golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)

5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi

6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine

7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40

8. USG: Minggu 12: kondisi

janin Minggu 28: presentasi,

kelainan plasenta Minggu 36: presentasi,

rencana persalinan

3. AUDIT MATERNAL DAN PERINATALAudit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and case follow up. Dari kegiatan ini dapat ditentukan:· Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal· Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian· Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan

Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :

1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan kesehatan2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.

Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan perinatalTujuan khususTujuan khusus audit maternal adalah :a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh

dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bnersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota provinsi

b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di perlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus

c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang disepakati.

Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat ,baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota .pencatatan yang diperlukan adalah sebagai berikutA.Tingkat puskesmasSelain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :1. Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal )Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk merujuk kasus ibu maupun perinatal.2. Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal )OM Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas.B.Tingkat RS kabupaten/kotaFormulir yang dipakai adalah

Page 15: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

1. Form MP (formulir maternal dan perinatal )Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat2. Form MA (formulir medical audit )Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :1. Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatanLaporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak.2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kotaLaporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang dirujuk ke RS kabupaten/kota3. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsiLaporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.Pada tahap awal ,jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal.Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.

Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah:1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).Konsep : Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda.Fungsi : Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah.Definisi : Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per 1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.

CDR= jumlah kematian pada tahun Xjumlah penduduk pada pertengahan tahun X

X 1000

¿ DP

x k

Dimana:D : Jumlah kematian pada tahun xP : jumlah penduduk pada pertengahan tahun xK : 1000

Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat dianggap sebagai penduduk tengah tahun.2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

3. Angka Kematian Bayi (AKB)Konsep : Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.Guna : Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program

Page 16: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.Definisi : Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Angkakematianbayi=

jumlah kematian bayiberumurdibawah1tahun selamatahun xjumlahkelahiran selamatahun x

X 1000

Angka kematian neo-natalDefinisi : Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Dimana :Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulanΣD 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.Σlahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentuK = 1000Angka kematian post neo-natalDefinisi : Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian yang terjadi pada bayiyang berumur antara 1 bulan sampai dengan kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.Rumus

Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai dengan kurang dari 1 tahunΣD 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan kurang dari 1 tahun pada satu tahun tertentu & daerah tertentuΣlahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah tertentuK = konstanta (1000)2. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)KonsepBalita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun.DefinisiAngka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi)Cara Menghitung

Dimana:Jumlah Kematian Balita (0-4)th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun pada satu tahun tertentu di daerah tertentuJumlah Penduduk Balita (0-4)th = jumlah penduduk berusia 0-4 th pada pertengahan tahun tertentu di daerah tertentuK = Konstanta, umumnya 1000.5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)KonsepYang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah (Budi Utomo, 1985).DefinisiAngka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu. Jadi Angka Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.

Page 17: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Dimana:Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 th (yang belum tepat berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 th pada pertengahan tahun tertentu didaerah tertentuK = Konstanta, umumnya 10006. Angka Kematian IBU (AKI)KonsepKematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).DefinisiAngka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.Cara MenghitungKemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran.

Dimana:Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.KeterbatasanAKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.

5. Risiko Hamil di Luar Nikah dan Aborsi Menurut IslamHamil di Luar NikahHaram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina)"Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat : Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang

menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.

Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253.

Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy- Syairazi juz II halaman 43.

Page 18: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR Abu Daud dan An- Nasa`i)

Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu ditikahkan? Kemudian apa status anak tersebut secara humum Islam ?Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Qur’an atau Hadits yang menegaskan untuk masalah ini. Sehingga melahirkan 2 pendapat.Pendapat Yang MembolehkanDari Imam As-Syafi’I, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak mengekspos kepada yang lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama. Tujuannya, supaya yang lain tidak melakukan perbuatan yang sama. Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh si A, boleh dinikahi oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah dipandang untuk memperjelas siapa ayah biologis si anak karena selama masa iddah, si wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki yang berzina dengan seorang wanita, kemudian wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh menikahi wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anak laki-laki tersebut.

Riwayat Sebuah Hadits" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina, kemudian Ummar menyuruhnya untuk menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut menolaknya (Al-Mughni) "Pendapat Yang Melarang atau MengharamkanSebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki tersebut yang menghamilinya, kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan.Surat At-Thalaq ayat 4, " . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan anaknya "Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Quda’mah Al Maqdasi di dalam Asy-Syarhul Kabier 7 : 502" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia melahirkan "Ada juga dari sebuah hadits" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita tersebut mengandung, kemudian dia bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi berkata, pisahkan mereka."Imam Ibnu Taimiyah, sebelum bayi tersebut lahir atau istibro lalu bersih dari nifas.Dari Ibnu Abbas R.A."Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku tidak menolak dengan tangan penyentuh, Nabi bersabda “ceraikanlah dia”, lalu si laki-laki berkata “nafsuku kepadanya”. Nabi bersabda, kalau begitu bersenang-senanglah dengannya ”Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka tunggulah sampai wanita hamil tersebut melahirkan anaknya, atau sampai haid sekali, bahkan lebih baik lagi jika melewati dulu 3 kali masa haid.Adapun Status anak tersebut di dalam IslamAnak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris dari garis Ayahnya, kalau dari garis Ibu, kakek dan neneknya dia mendapatkannya

Aborsi �ْل� َو�َم�ن �ْق�ُت ا َي �َع�ِّم�ًد ا َم�ْؤ�َم�ًن آُؤ�ُه� َم�ُت �ُم� َف�َج�َز� َه�ًن �ًد ا َج� )ُه� َو�َغ�ِض�َب� َف�يَه�ا َخ�اِل �ُه� اِلّل �ي �ُه� َع�ّل �َع�ًن �َع�ًد� َو�ِل �ُه� َو�َأ ا ِل َع�ِظ�يِّم ا َع�َذ�اًب

“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw bersabda :

���ََّن �ُم� ِإ �َح�ًد�ُك �َج�ِّم�ُع� َأ �ْق�ُه� َي ّل �ْط�ن� َف�ي َخ� َم�ُه� ًب� �َع�ين� َأ ًب ْر�

� �ْو�َم ا َأ �ُم� َي �ْوََّن� ُث �ُك �َك� َف�ي َي �ْق�ًة َذ�ِل �ْل� َع�ّل �َك� َم�ْث �ُم� َذ�ِل �ْوََّن� ُث �ُك �َك� َف�ي َي �ْل� َم�ِض�َغ�ًة َذ�ِل �َك� َم�ْث �ُم� َذ�ِل ْل� ُث َس� �ْر� �َك� َي �ِّم�ّل �ُف�ُخ� اِل �ًن َف�يُه� َف�ي َوَح� �ْؤ�َم�ْر� اِلْر� �ُع� َو�َي ًب ْر�

� �َأ �ِّم�اٍتE ًب �ّل �َب� ُك �ُت �ُك ِق�ُه� ًب �ُه� ْر�ْز� �َج�ّل �ُه� َو�َأ ْق�يI َو�َع�ِّم�ّل َو� َو�َش�� َع�يًدK َأ َس�

“ Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “ ( Bukhari dan Muslim )Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan RohDalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :Pendapat Pertama :Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.Pendapat kedua :Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’I . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )

Page 19: Kesehatan Ibu, Anak Dan Remaja

Sausan Rasmiyyah1102011255

Kedkom. FK YARSI 2011

Pendapat ketiga :Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.1. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan RohSecara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:Pendapat Pertama :Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.Dalilnya adalah firman Allah swt :

� � َو�َال �ْوا �ّل �ْق�ُت �ُف�َس� َت �ي اِلًن �ُت َم� اِل �)ُه� َح�ْر � اِلّل �َال �اِلَح�ِّق� ِإ ًب“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “ Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.Pendapat Kedua :Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A’lam.Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.