Kerangkka Retensi Urin Bph

27
PORTOFOLIO RETENSI URIN ec SUSP BENIGN POSTAT HIPERPLASIA Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dokter Internsip Penyusun: dr. Nur Qomaria Hasibuan Pembimbing: - dr. Naek S Sinaga - dr. Horas P. H. Naibaho

description

portofolio

Transcript of Kerangkka Retensi Urin Bph

PORTOFOLIO

RETENSI URIN ec SUSP BENIGN POSTAT HIPERPLASIA

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dokter Internsip

Penyusun:dr. Nur Qomaria Hasibuan

Pembimbing:

- dr. Naek S Sinaga- dr. Horas P. H. Naibaho

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIARUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAUR

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Portofolio ini disusun oleh:

Nama : dr. Nur Qomaria Hasibuan

Nomor STR : 1221100114154646

Asal Universitas : Universitas Islam Sumatera Utara

Judul : RETENSI URIN ec SUSP BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA

Telah diterima sebagai tugas Internsip.

Kaur, Oktober 2015

Pendamping, Peserta,

(dr. Horas H. P Naibaho) (dr. Naek S Sinaga) dr. Nur Qomaria Hasibuan

Nama Peserta : dr. Nur Qomaria Hasibuan

Nama Wahana : RSUD Cahaya Batin Kaur

Topik : Asma Bronkial

Tanggal (Kasus) : 9 September 2015

Tanggal Presentasi : 10 Okt 2015 Pendamping :

- dr. Naek S Sinaga

- dr. Horas Naibaho

Tempat Presentasi : Poli Interna RSUD Cahaya Batin Kaur

Objektif Presentasi :

■ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran ■ Tinjauan Pustaka

■ Diagnostik ■ Managemen □ Masalah □Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja ■ Dewasa □ Lansia □ Bumil

Deskripsi

Tujuan Mendiagnosis dan Penatalaksanaan Retensi Urin ec BPH

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien: Tn. Mu’in, laki laki 55 tahun, menikah,

WNI, islam, Nelayan

No. RM :

Nama RS : RSUD Cahaya Batin Kaur Telp : - Terdaftar sejak :

Data Utama Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis:

Anamnesa

Keluhan Utama: Tidak bisa kencing.

Telaah: hal ini sudah dialami pasien sejak 5 hari SMRS, sejak dua minggu lalu pasien menggeluh sulit kencing, Pasien juga

mengeluh kencing tidak lampias, setelah kencing masih ingin kencing lagi, harus mengedan terlebih dahulu, apabila ingin

kencing tidak bisa ditahan. Sejak 5 hari SMRS keluhan pasien semakin memberat, pasien sama sekali tidak bisa kencing

sekalipun sudah mengedan dan terasa sangat sakit sekali pada perut bagian bawah.

Mual -, Muntah -.

2. Riwayat kesehatan / riwayat penyakit:

Satu tahun SMRS pasien mengaku sudah lebih sering mengedan saat kencing, pancarannya kurang deras sehingga pasien

lebih lama di kamar mandi. Pasien juga mengaku lebih sering kencing, bila siang hari bisa sampai 4-5 kali dan pada malam

hari pasien sering terbangun untuk kencing bisa 2-3 kali semalam. Pasien juga sering mengeluh nyeri saat kencing, riwayat

kencing berpasir disangkal, nyeri pinggang disangkal. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat batu saluran kemih disangkal,

riwayat diabetes disangkal.

3. Riwayat Pengobatan :

Satu bulan lalu pasien pernah mengalami hal yang sama, sudah berobat ke dokter, oleh dokter diberi obat dan dipasang

selang, setelah 3 hari kateter dilepas, pasien mengaku sudah bisa kencing, namun tetap mengeluh kencing tidak lampias dan

nyeri namun masih bisa ditahan. Nama obat pasien lupa

4. Riwayat Keluarga : Riwayat penyakit keluarga yang sama dengan pasien disangkal.

5. Riwayat Pekerjaan : Nelayan

6. Riwayat Kebiasaan : Merokok +,

Daftar Pustaka :

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta Kedokteran. Media

Aesculapius, Jakarta ; 329-34 3. PDPI.2003. ASMA Pedoman Diagnosis dan Penalaksaan Di Indonesia.

http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html#PENATALAKSANAANSERANGANAKUT Diakses pada tanggal 25

September 2015.

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis BPH

2. Tatalaksana Pasien Retensi Urin ec BPH

3. Edukasi Pada Pasien dan Keluarga mengenai perjalanan penyakit, tatalaksana dan prognosis Retensi Urin ec BPH

Rangkuman Hasil Belajar Portofolio

1. Subjektif :

Anamnesa

Keluhan Utama: Tidak bisa kencing.

Telaah: hal ini sudah dialami pasien sejak 5 hari SMRS, sejak dua minggu lalu pasien menggeluh sulit kencing, Pasien juga

mengeluh kencing tidak lampias, setelah kencing masih ingin kencing lagi, harus mengedan terlebih dahulu, apabila ingin

kencing tidak bisa ditahan. Sejak 5 hari SMRS keluhan pasien semakin memberat, pasien sama sekali tidak bisa kencing

sekalipun sudah mengedan dan terasa sangat sakit sekali pada perut bagian bawah.

Mual -, Muntah.

Satu tahun SMRS pasien mengaku sudah lebih sering mengedan saat kencing, pancarannya kurang deras sehingga pasien

lebih lama di kamar mandi. Pasien juga mengaku lebih sering kencing, bila siang hari bisa sampai 4-5 kali dan pada malam

hari pasien sering terbangun untuk kencing bisa 2-3 kali semalam. Pasien juga sering mengeluh nyeri saat kencing, riwayat

kencing berpasir disangkal, nyeri pinggang disangkal. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat batu saluran kemih disangkal,

riwayat diabetes disangkal.

Satu bulan lalu pasien pernah mengalami hal yang sama, sudah berobat ke dokter, oleh dokter diberi obat dan dipasang

selang, setelah 3 hari kateter dilepas, pasien mengaku sudah bisa kencing, namun tetap mengeluh kencing tidak lampias dan

nyeri namun masih bisa ditahan. Nama obat pasien lupa.

2. Objektif :

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : TD : 130/80 mmhg S : 36,4 C

N : 84 X / mnt P : 22 X / mnt

Kulit : Dbn

I. STATUS GENERALISATA

Kepala :

Mata : Conjunctiva anemis ( -/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Sekret ( - )

Hidung : Sekret ( - )

Mulut : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies +.

Leher : dbn, deviasi trakea -, pembesaran KGB -, TVJ 1cm.

Thorax

Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )

Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV

Perkusi : Redup

Auskultasi : Regular, bising jantung ( - )

Abdomen : Inspeksi : Simetris, tampak benjolan pada suprapubik,

Palpasi : Hepar / lien tidak teraba. Teraba benjolan di suprapubik

Perkusi : Pekak alih ( - )

Auskultasi : Peristaltik + normal.

Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat, oedem (-/- | -/-)

II. STATUS LOKALISATA

Regio costo vertebra

Inspeksi: bulging (-)

Palpasi: balotemen (-)

Regio Suprapubik

Inspeksi: Bulging (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Perkusi: Redup

Regio genetalia eksterna

Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak tampak kelainan

Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)

III. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium:

Darah Rutin : Leukosit : 7400

Eritrosit : 4,36

Hb : 12,7

HT : 36,6

Trombosit: 214.000

Kimia Darah : kreatinin : 172

GDS : 110

Ureum : 9,37

3. Assesment (Penalaran Klinis):

Penyakit pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH) merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi

di banyak negara. Di Sub bagian urologi FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih. Setiap tahun

ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan BPH .

Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus berlanjut sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat

sekitar 1 gram, pada masa pubertas kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram pada usia 20 - 30 tahun.

Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat dijumpai pada laki-laki berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk

ditemukannya BPH secara histologis dan kemungkinan ini meningkat menjadi sekitar 80% pada usia 80 tahun bahkan 100%

pada usia 90 tahun. Walaupun banyak pada laki-laki dapat ditemukan adanya BPH secara histologis, hanya pada setengah diantara

meraka dapat ditemukan pembesaran prostat secara makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita. Penderita

ini memerlukan pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.

Kelenjar periuretral yang mengalami hiperplasi akan mendesak jaringan prostat yang asli ke periper dan menjadi surgical capsul.

Menurut teori sel stem, faktor usia dan gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi sel stem sehingga terjadi

hiperplasi kelenjar periuretral, teori reawakening mengatakan jaringan akan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat

embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

A. Definisi

Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke

perifer dan menjadi simpai bedah. Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.

B. Etiologi

Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu:

1. Teori Dihydro Testosteron (DHT).

Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak dapat merubah testoteron menjadi

dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT

memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat.

2. Teori Reawakening

Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan

sekitarnya.

3. Teori Berkurangnya Kematian Sel

Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri sendiri serta tidak tergantung pada androgen.

Berikutnya adalah sel amplifying yang berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan menghasilkan amplifikasi

mayoritas daiantara sel-sel prostat. Ketidak tergantungan terhadap androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap

terdapatnya kedua sel ini dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen sudah ditiadakan untuk jangka waktu lama. Namun

dem,ekian, sel transit yang berasal dari sel amplifaying secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan adanya androgen maka sel-

sel ini akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. Denagn demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat

terjadinya involusi prostat walaupun sel stem dan amplifaying tetap ada.

C. Gejala dan Tanda

Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi:

a. Gejala obstruktif yang berupa :

perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih

kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)

menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)

harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)

rasa belum puas sehabis miksi

b. Gejala iritatif :

nokturia

frekuensi miksi bertambah ( Frequency)

miksi sulit ditahan (urgensi)

nyeri pada waktu miksi (disuria)

D. Diagnosis

Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas

tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan

tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5 th International

Consultation on BPH (IC-BPH) membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi: pemeriksaan awal

(recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi (optional), sedangkan guidelines yang disusun oleh EAU membagi

pemeriksaan itu dalam: mandatory, recommended, optional, dan not recommended.

a. Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan

data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi:

Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu

Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pem-

bedahan) o Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual

Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat

adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate

symptom score yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis gejala

ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35 (lihat lampiran

kuesioner IPSS yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan

pasien mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah

sebagai berikut

Skor 0-7: bergejala ringan

Skor 8-19: bergejala sedang

Skor 20-35: bergejala berat.

Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup

(quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.

b. Pemeriksaan fisik

Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping

pemerik-saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok

dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah

satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran

dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar.

Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada

pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.

Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler ekstremitas bawah.

Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan

adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral.

c. Pemeriksaan Lanjutan

- Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan

komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya:

karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya kelainan. Untuk itu

pada kecuri-gaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan

adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi

urine dan telah memakai kateter, peme-riksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada

leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.

- Pemeriksaan fungsi ginjal

- Catatan harian miksi (voiding diaries)

- Uroflometri

- Pemeriksaan residual urin

- Pencitraan traktus urinarius

- Pemeriksaan urodinamika

- Uretrosistoskopi

Pemeriksaan yang tidak direkomendasikan pada pasien BPH

Berbagai pemeriksaan saat ini tidak direkomendasikan sebagai piranti untuk diagnosis pada pasien BPH, kecuali untuk

tujuan penelitian, di antaranya adalah:

1. IVU, kecuali jika pada pemeriksaan awal didapatkan adanya: hematuria, infeksi saluran kemih berulang, riwayat

pernah menderita urolitiasis, dan pernah menjalani operasi saluran kemih.

2. Uretrografi retrograd, kecuali pada pemeriksaan awal sudah dicurigai adanya striktura uretra.

3. Urethral pressure profilometry (UPP)

4. Voiding cystourethrography (VCU)

5. External urethral sphincter electromyography

6. Filling cystometrography.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu:

1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.

2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP

3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi

4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau dilakukan schistostomi setelah itu baru

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa TURP

ataupun open prostatektomi.

Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi

berat seperti divertikel, hidroureter, hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.

Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai

sebab segala keluhan dan gejala yang terjadi.

Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu:

1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi dari dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus

untuk mengangkat batu vesika atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugiannya harus membuka

vesika sehingga perlu memakai kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh.

2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka kapsel prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat

dienukleasi dari retropubik. Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak usah selama bila

membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika.

Cara bedah terbuka umumnya memerlukan masa perawatan di RS yang lama, beberapa komplikasinya antara lain :

perdarahan, infeksi, fistula kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi.

TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala

sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi jangka

pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah striktur

uretra, ejakulasi retrograde atau impotensi.

Jenis terapi lainnya adalah:

1. observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor Madsen Iversen <9). Nasehat

yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat

dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan dilarang minum alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol

keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. terapi medikamentosa:

a. penghambat enzim 5 alfa reduktase

1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan volume prostat.

2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan volume prostat.

b. penghambat alfa adrenergik:

1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum

africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 - 2 bulan.

3. terapi invasive minimal

a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan

prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang diletakkan di uretra

pars prostatica.

b. Dilatasi balon transuretral (TUBD)

c. High intensity focused ultrasound

d. Ablasi jarum transurethral (TUNA)

e. Stent prostat

Pada pasien ini: Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan gejala-gejala prostatismus baik gejala

obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering

miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/urgensi dan disuria).

Dari pemeriksaan fisik, apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan

apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila

sudah terjadi retensi total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus diperiksa

untuk melihat adanya kemungkinan lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi.

Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia

eksterna. Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba sebagai benjolan

yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat

diraba. Apabila batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60 gram.

Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain BNO, IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan

dan MRI. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah ureflowmetri.

4. Plan :

Penatalaksanaan pada pasien ini:

- Pemasangan kateter Fr 16

- Observasi 6 jam

- Cek sensasi berkemih

Konsultasi: perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis urologi atau spesialis bedah untuk mendapatkan tindak lebih lanjut

Kontrol: kontrol ulang ke poli bedah RSUD Kaur

Pendidikan:

Edukasi pasien tentang penyebab tidak bisa BAK adalah karena terjadi pembesaran prostat yang mana hal ini telah

menghambat saluran uretra, sehingga sulit kencing, jadi keluhan bisa berulang, sebaiknya secepatnya dilakukan konsultasi

ke Dokter Spesialis Urologi

Prognosis:

Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul

kembali 8-10 tahun kemudian.