kerangka referat

22
BAB I PENDAHULUAN Nodul pita suara (vocal nodule) adalah pertumbuhan yang menyerupai jaringan parut dan bersifat jinak pada pita suara. Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul pita suara termasuk screamer’s nodule, singer’s nodule, atau teacher’s nodule. 1,2 Nodul biasanya terbentuk akibat pemakaian suara yang berlebihan, terlalu keras atau terlalu lama seperti pada seorang guru, penyanyi, penyiar, presenter dan sebagainya. Nodul dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa, pada dewasa wanita lebih sering terkena. Penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus mengkin merupakan faktor pencetus yang terpenting. 1,2,3 Prevalensi nodul pada populasi umum tidak diketahui tetapi telah dilaporkan nodul sebagai penyebab suara serak pada 23,4% anak-anak, 0,5- 1,3% pada klinik THT dan 6% pada klinik phoniatric. Sebuah studi menunjukkan prevalensi nodul pada guru perempuan ditemukan sebanyak 43% dari 218 kasus dengan disfonia, pada populasi perempuan 1046 guru dalam studi mereka di Spanyol. Guru berbicara untuk rata-rata 102 menit per 8 jam. Nodul juga ditemukan pada 25% penyanyi serak. 4 Penelitian yang dilakukan di RSUP Adam Malik menunjukkan sebanyak 12,1% penyebab suara serak adalah nodul pita suara, paling banyak dijumpai bilateral dan terletak pada 1/3 anterior pita suara. 6 1

Transcript of kerangka referat

BAB IPENDAHULUAN

Nodul pita suara (vocal nodule) adalah pertumbuhan yang menyerupai jaringan parut dan bersifat jinak pada pita suara. Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul pita suara termasuk screamers nodule, singers nodule, atau teachers nodule.1,2Nodul biasanya terbentuk akibat pemakaian suara yang berlebihan, terlalu keras atau terlalu lama seperti pada seorang guru, penyanyi, penyiar, presenter dan sebagainya. Nodul dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa, pada dewasa wanita lebih sering terkena. Penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus mengkin merupakan faktor pencetus yang terpenting.1,2,3 Prevalensi nodul pada populasi umum tidak diketahui tetapi telah dilaporkan nodul sebagai penyebab suara serak pada 23,4% anak-anak, 0,5- 1,3% pada klinik THT dan 6% pada klinik phoniatric. Sebuah studi menunjukkan prevalensi nodul pada guru perempuan ditemukan sebanyak 43% dari 218 kasus dengan disfonia, pada populasi perempuan 1046 guru dalam studi mereka di Spanyol. Guru berbicara untuk rata-rata 102 menit per 8 jam. Nodul juga ditemukan pada 25% penyanyi serak.4 Penelitian yang dilakukan di RSUP Adam Malik menunjukkan sebanyak 12,1% penyebab suara serak adalah nodul pita suara, paling banyak dijumpai bilateral dan terletak pada 1/3 anterior pita suara.6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Anatomi LaringLaring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring terletak di bagian anterior leher setinggi corpus vertebra cervicales III-VI. Laring menghubungkan bagian inferior faring dengan trakea.Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adams apple atau jakun. Gambar 1. Struktur anatomi laring

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak.5 Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada leher depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessus muskularis lateralis.6Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara. Otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas os hioid (suprahioid) dan yang terletak di bawah os hioid (infrahioid). Otot ekstrinsik suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan infrahioid menarik laring ke atas. Otot intrinsik laring terdiri dari otot aduktor yang berfungsi mendekatkan kedua pita suara ke tengah, dan otot abduktor yang berfungsi menjauhkan kedua pita suara ke lateral.6Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan arteri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.6 Gambar 2. Anatomi laringRongga laringRongga laring meluas dari aditus laring (batas atas rongga laring) yang merupakan sarana untuk berhubungan dengan laringofaring, sampai setinggi tepi bawah kartilago krikoid untuk beralih ke lumen tenggorok.Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring menjadi 3 bagian; vestibulum laring (supraglotik), glotik, dan subglotik. Glotik merupakan ruang antara plika vokalis. Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis hingga ke tulang hioid (supraglotis), dan subglotik merupakan rongga laring yang terletak 1 cm di bawah glotik hingga batas bawah dari kartilago krikoid, seperti tampak pada gambar di bawah ini.6

Gambar 3. Potongan koronal laring memperlihatkan 3 bagian laring

II. 2. Fisiologi LaringLaring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada. Namun pada tulisan ini hanya akan dibahas tentang fungsi laring untuk fonasi.6Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk menghasilkan kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan, laring dan traktus vokalis supraglotis. Sistem respirasi berperan sebagai pompa yang menghasilkan aliran udara konstan dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-otot dada, perut dan diafragma yang berperan dalam pernapasan. Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks terdiri dari tulang dan beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakkan pita suara. Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum, dan dinding faring), hidung dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai artikulator dan resonator).7Fungsi fonasi terjadi akibat aduksi pita suara yang menghasilkan daerah yang berkonstriksi di mana tekanan udara berkurang saat berjalan dari paru ke arah faring (fenomena Bernouilli). Akibatnya mukosa pita suara terhisap dan menyebabkan peningkatan tekanan subglotik yang memaksa pita suara terpisah kembali (abduksi). Siklus ini terus terjadi untuk menghasilkan vibrasi/getaran dan suara. Perubahan volume suara diakibatkan oleh perubahan tekanan subglotik, sedangkan perubahan nada (pitch) terjadi dengan merubah panjang dan ketegangan pita suara. Kualitas baku dari suara yang dihasilkan laring diubah lebih lanjut oleh kavitas resonansi dari faring, mulut dan hidung. Pada akhirnya, suara merupakan hasil dari interaksi artikulator-artikulator; gigi, lidah dan mulut.8

II. 3. Nodul Pita SuaraII. 3. 1. Pengertian Nodul Pita SuaraNodul pita suara merupakan bentuk laringitis kronis yang terlokalisasi. Lesi ini khas terdiri dari massa kecil jaringan inflamasi dan terdapat pada bagian tengah pita suara dan bersifat jinak pada pita suara. Kelainan ini disebut juga singers nodule, screamers nodul atau teachers nodul.1,2,3

II. 3. 2. EtiologiFaktor-faktor penyebab laringitis kronis sangat berpengaruh di sini. Tetapi penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus (vocal abuse) merupakan faktor pencetus yang terpenting. Vocal abuse adalah terlalu lama/banyak bersuara, terlalu keras, terlalu tinggi nadanya, terlalu rendah, ditekan, salah cara menyanyi, dan teriak-teriak. Akibatnya lesi paling sering terdapat pada pemakai suara profesional. Lesi timbul pada bagian tengah pita suara, karena daerah ini merupakan pusat gerakan vibrasi dari pita suara.Hal-hal lain yang dapat menyebabkan nodul pita suara di antaranya : sorakan, sering berbicara atau berbicara yang keras, batuk sering dan keras untuk membersihkan tenggorokan, penggunaan suara yang tidak biasa atau kuat selama bermain atau marah, pengguna nada yang terlalu tinggi. Orang-orang dengan kebiasaan seperti ini akan menyebabkan cedera pada pita suaranya. Jika hal ini terjadi, pita suara awalnya akan mengalami penebalan dan menjadi merah. Jika penyalahgunaan suara berlanjut maka penebalan pada tengah pita suara akan berkembang menjadi sebuah nodul.2

II. 3. 3. KekerapanOrangorang yang banyak menggunakan suara seperti penyanyi profesional, guru, dosen, tukang lelang dan pendakwah, cenderung untuk mendapatkan nodul pada pita suara mereka. Nodul pita suara merupakan kelainan yang sering terjadi pada anakanak dan orang dewasa.2Nodul dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, yaitu usia 8-12 tahun. suara serak yang kronis terjadi > 5% pada anak-anak sekolah. Anak-anak biasanya tidak peduli pada suara seraknya. Dari anak-anak tersebut yang menderita suara serak yang kronis, nodul adalah penyebab sebanyak 38-78%. Ini membuat nodul pita suara sebagai penyebab tersering gangguan suara pada anak-anak usia sekolah. Pada dewasa, wanita lebih sering terkena dari laki-laki. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara yang tertekan sewaktu vibrasi yang berlebihan.2Pada dewasa, wanita lebih sering terkena dari lakilaki. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara yang tertekan sewaktu vibrasi yang berlebihan.2

II. 3. 4. PatologiAsal nodul pita suara berhubungan dengan anatomi pita suara yang khas. Pada tepi bebas pita suara, terdapat ruang potensial subepitel (Reinkes Space), yang dibatasi pada bagian superior dan inferior oleh linea arkuata. Ruang potensial ini diinfiltrasi oleh cairan edema atau darah, dan inilah yang terjadi pada lesi yang disebabkan oleh trauma akibat penggunaan suara berlebih. Karena nodul merupakan reaksi inflamasi terhadap trauma mekanis, terlihat perubahan inflamasi yang progresif. Nodul yang baru biasanya lunak dan berwarna merah. Ditutupi oleh epitel skuamosa dan stroma di bawahnya mengalami edema serta memperlihatkan peningkatan vaskularisasi, dilatasi pembuluh darah dan pendarahan sehingga menimbulkan nodul polipoid dalam berbagai tingkat pembentukan. Jika trauma atau penyalahgunaan suara ini berlanjut, maka nodul menjadi lebih matang dan lebih keras karena mengalami fibrosis dan hialinisasi. Nodul yang matang seperti pada penyanyi profesional tampak pucat dan fibrotik. Epitel permukaannya menjadi tebal dan timbul keratosis, akantosis, dan parakeratosis.3

Gambar 4. Nodul pita suara

Nodul dapat bilateral dan simetris pada pertemuan sepertiga anterior dan dua pertiga posterior pita suara. Pada daerah ini terjadi kerja maksimal yang membebani pita suara, seperti aktivitas berteriak dan bernyanyi. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara sewaktu vibrasi yang berlebihan dan dijumpai adanya daerah penebalan mukosa yang terletak pada pita suara.Nodul dapat bilateral namun seringkali asimetris. Nodul berkembang sebagai penebalan hiperplastik dari epitelium karena vocal abuse. Nodul akut mungkin polipoid, merah dan edema. Nodul lama biasanya kecil, pucat, runcing dan simetris. Nodul-nodul ini lokasinya tepat berhadap-hadapan satu sama lain dan kadang-kadang terlihat benang-benang mukus melintasi daerah glottis diantara nodul-nodul tersebut.3

II. 3. 5. Gejala KlinisPada awalnya pasien mengeluhkan suara pecah pada nada tinggi dan gagal dalam mempertahankan nada. Menyanyi merupakan fungsi suara yang paling pertama terkena. Selanjutnya pasien menderita serak yang digambarkan sebagai suara parau, yang timbul pada nada tinggi, terkadang disertai dengan batuk. Nada rendah terkena belakangan karena nodul tidak berada pada posisi yang sesuai ketika nada dihasilkan. Kelelahan suara biasanya cepat terjadi sebelum suara serak menjadi jelas dan menetap. Jika nodul cukup besar, gangguan bernafas adalah gambaran yang paling umum. Pemakaian suara yang terlampau tinggi dapat menegangkan otot dan pasien mengeluhkan sakit pada leher.1,2,3

II. 3. 6. DiagnosaDiagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan harus meliputi pemeriksaan lengkap telinga, hidung dan tenggorokan termasuk pemeriksaan laringoskopi indirek untuk melihat laring melalui kaca laring. Pada pemeriksaan laringoskop indirek hanya dapat memeriksa keadaan statis dan pergerakan pita suara secara kasar.93. Pemeriksaan penunjanga. Laringoskop direkPemeriksaan laringoskop direk digunakan endoskopi seperti laringoskopi serat optik. Pemeriksaan endoskopi laring memungkinkan visualisasi dari pita suara selama fonasi dan respirasi.9 Pada anak, laring dapat dilihat melalui laringoskopi serat optik. Laringoskop dengan jelas dapat menunjukkan penampakan kecil, tergambar jelas lesi pita suara sebagai penebalan mukosa pita suara berbentuk fusiform. Lesi ini dapat dibedakan dari pita suara normal karena berwarna keputihan.2b. StroboskopiPemeriksaan dengan stroboskopi memberi informasi tambahan tentang pola getaran dan penutupan pita suara dan membantu mengeksklusi patologi pita suara yang lain. Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas dimana gerakan pita suara dapat diperlambat (slowmotion) sehingga dapat terlihat getaran (vibrasi) pita suara dan gelombang mukosanya (mucosal wave).9

II. 3. 7. Diagnosa Banding1. Laringitis kronis non spesifikKelainan radang kronis sering mengenai mukosa laring dan menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi mungkin ada salah satu atau lebih penyebab iritasi laring yang menetap, seperti penggunaan suara yang berlebihan, bahan yang dihirup seperti asap rokok dan asap industri, bernapas melalui mulut secara terus menerus akibat obstruksi hidung mengakibatkan gangguan kelembaban udara pernapasan dan perubahan mukosa laring. 2,32. Polip pita suaraPolip pita suara merupakan lesi jinak pada laring, biasanya disebabkan oleh trauma, akibat pemakaian suara yang berlebihan. Suara serak juga merupakan keluhan utamanya, tetapi ini bervariasi, tergantung besar dan lokasi polip. Perubahan suara berkisar dari tidak serak sampai afoni. Bila polip menonjol di antara pita suara, pasien merasakan ada sesuatu yang mengganggu di tenggorokannya dan selalu berusaha untuk membersihkan tenggorokannya. 2,3 3. Pachydermia laring.Ini merupakan suatu pembentukan hiperplasia lokal dari epitel pada pita suara, yang terjadi akibat proses yang kronik. Lesi bersifat bilateral simetris, dan daerah yang terkena pada posterior suara dan interaritenoid. Gejala yang ditemukan adalah serak yang kronis, rasa kering dan batuk. Masa bilateral pada pita suara dan interaritenoid, dengan benjolan kemerahan. 2,34. Keratosis laringPada keratosis laring, terjadi penebalan epitel, penambahan lapisan sel dengan gambaran pertandukan pada mukosa laring. Tempat yang sering mengalami pertandukan adalah pita suara dan fossa interaritenoid. Gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah suara serak yang persisten. Sesak nafas dan stridor tidak selalu ditemukan. Selain itu ada rasa yang mengganjal di tenggorokan, tanpa rasa sakit dan disfagia. 2,35. Papilloma laringGejala awal penyakit ini adalah suara serak dan karena sering terjadi pada anak, biasanya disertai dengan tangis yang lemah. Papiloma dapat membesar kadang-kadang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan sesak dan stridor sehingga memerlukan trakeostomi. 2,3

6. Tumor ganas laringSerak merupakan gejala utama karsinoma laring. Kualitas suara menjadi menjadi kasar, mengganggu, sumbang, dan nadanya lebih rendah dari biasa. Bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau paralisis komplit.10Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomi yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.10 II. 3. 8. PenatalaksanaanTerapi awal dan disukai adalah terapi berbicara dan istirahat suara, tergantung dari kondisi pasien. Operasi diperlukan ketika lesi terorganisir dengan baik dan fibrosis. Umumnya sedikitnya 6 bulan terapi berbicara harus dipenuhi sebelum operasi. Nodul kecil kemungkinan dapat secara spontan diabsorbsi dengan istirahat berbicara dan terapi berbicara yang baik, tetapi nodul yang besar membutuhkan pengangkatan secara pembedahan. Konfirmasi histologi selalu penting. Pengangkatan harus selalu diikuti dengan terapi berbicara.2Kunci dari penatalaksanaan adalah membuat pasien mengerti bahwa penyalahgunaan suara adalah penyebab dari nodul. Terapi konservatif adalah adekuat pada semua kasus tetapi tidak pada kasuskasus yang berat dan lama. Psikoterapi terbatas berguna untuk mengurangi sifat agresif. Belajar kembali berbicara difokuskan pada penggantian pola berbicara yang lebih santai dan memperbaiki teknik berbicara yang salah.2Secara keseluruhan terapi dari nodul pita suara mencakup :1. Istirahat suara totalHal ini adalah penting untuk penanggulangan awal. Dengan istirahat suara, nodul akut yang baru yang kecil dapat dengan sendirinya dan hilang seluruhnya untuk jangka waktu tertentu. Karena istirahat bersuara merupakan salah satu teknik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara. Sebuah studi melaporkan bahwa pada subyek yang diberi istirahat 1 menit setiap selesai menyanyikan satu lagu, mampu bernyanyi rata-rata selama 101 menit sedangkan yang tidak diberi istirahat hanya mampu bernyanyi selama 86 menit. Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan bersuara juga harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-obatan tertentu sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi permukaan plika vokalis.Pada tingkat permulaan penggunaan steroid topikal secara inhalasi dapat mengurangi edema dan inflamasi serta mencegah pembentukan nodul atau proses fibrosis pada nodul pita suara.2. Eksisi mikrolaringHal ini dilakukan jika nodul fibrotik, nodul besar, dan curiga keganasan. Nodul yang sudah matur juga bisa diangkat dengan laser CO2, menggunakan teknik shaving. Nodul pita suara pada anak-anak yang suka menjerit tidak dapat diterapi secara bedah karena alasan sebagai berikut :a. Hampir selalu terjadi kekambuhanb. Ukuran laring yang kecil menyebabkan pengangkatan secara tepat sukar dilakukan, dan memprtinggi resiko trauma pada konus elastikus.c. Hampir semua lesi akan menghilang pada pubertas.Pasca tindakan penderita harus istirahat suara total selama 10-14 hari dan belajar bersuara kembali secara benar harus dimulai segera setelah mulai bicara.3. Terapi berbicaraTerapi berbicara pra dan pasca tindakan adalah utama untuk memperbaiki trauma vokal dan untuk mencegah berulangnya kembali setelah eksisi pembedahan, selain itu untuk mengubah pola berbicara yang lebih santai dan memperbaiki teknik berbicara yang salah.Terapi bicara harus digunakan sebagai terapi lini pertama dan utama pada anak-anak dan dewasa. Dokumentasi dari gambaran nodul di klinik suara menunjukkan kemajuan terapi dan meningkatkan kepatuhan terapi bicara. Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek teknik penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi nada dan intensitas yang benar, meningkatkanphrasingdan teknik-teknik spesifik lainnya. Para penyanyi yang dilatih selama 3 bulan akan mengalami penurunan serangan kelelahan bersuara secara bermakna dibandingkan sebelum dilatih.2,3,4,7,9

II. 3. 9. PrognosaPrognosa penatalaksanaan nodul pita suara seluruhnya adalah baik. Penggunaan yang berlebihan secara berlanjut dari suara akan menyebabkan lesi ini timbul kembali. Nodul ini dapat dicegah atau disembuhkan dengan istirahat suara dan dengan mempelajari kegunaan suara dengan tepat. Jika kebiasaan yang salah dalam berbicara tidak diubah maka kesempatan akan tinggi untuk kambuh kembali.2

II. 3. 10. PencegahanSatusatunya cara mencegah tumbuhnya nodul adalah berhenti menyalahgunakan suara. Menghindari iritasi inhalasi, dapat juga mencegah pembentukan nodul.2

BAB IIIKESIMPULAN

1. Nodul pita suara merupakan bentuk laringitis kronis yang terlokalisasi. Lesi ini khas terdiri dari massa kecil jaringan inflamasi dan terdapat pada bagian tengah pita suara dan bersifat jinak pada pita suara.2. Penyebabnya adalah penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus (vocal abuse). Vocal abuse adalah terlalu lama/banyak bersuara, terlalu keras, terlalu tinggi nadanya, terlalu rendah, ditekan, salah cara menyanyi, dan teriak-teriak.3. Gejala yang timbul berupa suara serak, kelelahan suara, sesak nafas dan batuk.4. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan laringoskop tak langsung dan langsung serta pemeriksaan histopatologi.5. Diagnosis banding adalah laringitis kronis non spesifik, polip pita suara, papilloma laring, keratosis laring, dan pachydermia laring.6. Pengobatan dapat dilakukan dengan istirahat total, terapi pembedahan dan terapi bicara. 7. Satusatunya cara mencegah tumbuhnya nodul adalah berhenti menyalahgunakan suara.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermani, Bambang; Abdurrachman, Hartono; Cahyono, Arie. 2008. Kelainan Laring dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbitan FK UI. Hal 241 2. Hajar, Siti & Saragih, Abdul Rahman. 2005. Nodul Pita Suara dalam Majalah Kedokteran Nusantara. Vol 38. No 1 edisi Maret. Hal 42 - 453. Ballenger, John Jacob. 1994. Penyakit Non Spesifik Laring Kronis dalam Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi 13. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 526 -535 4. Pedersen, M; McGlashan, J. 2004. Surgical Versus Non-Surgical Interventions for Vocal Cord Nodules. In: The Cochrane Library, Issue 1. United Kingdom.5. Haryuna, Siti Hajar. 2009. Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita dengan Suara Serak di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik Medan dalam Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 42 No. 1 edisi Maret. Hal 33 - 406. Hermani, Bambang; Hutauruk, Syahrial M. 2008. Disfonia dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbitan FK UI. Hal 231 - 2367. Kadriyan, Hamsu. 2007. Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara serta Penatalaksanaannya dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Vol 34 no. 2/155 Maret-April. Hal 93 - 958. Dhillon, R. S.; East, A. S. 2006. Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery third edition. London : Harcourt Publishers. Hal 180 -1869. Saragih, Abdul Rachman. 2005. Gangguan Suara dan Phonosurgery dalam Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 38 No. 3 edisi September. Hal 246 - 250 10. Hermani, Bambang; Abdurrachman, Hartono. 2008. Tumor Laring dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbitan FK UI. Hal 195 - 196

15