KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIANlib.ui.ac.id/file?file=digital/124053-SK 011 09 Mul a -...

download KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIANlib.ui.ac.id/file?file=digital/124053-SK 011 09 Mul a - Analisis... · perusahaan merupakan program pensiun yang didanai (perusahaan mendirikan

If you can't read please download the document

Transcript of KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIANlib.ui.ac.id/file?file=digital/124053-SK 011 09 Mul a -...

  • 10

    Universitas Indonesia

    BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

    2.1. PEMBAHASAN PENELITIAN SEBELUMNYA

    Penelitian ini merupakan penelitian yang melengkapi penelitian sebelumnya,

    yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ririn Untari dengan judul Analisis Implikasi

    Undang-undang No. 13 Terhadap Laporan Keuangan dan Analisis Tingkat

    Pengungkapan Kewajiban Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan PSAK No. 24 pada

    tahun 2005 dan penelitian yang dilakukan oleh Defit dengan judul Analisis

    Sensitivitas Terhadap Koreksi Fiskal Biaya Pensiun (Studi Kasus pada PT. XYZ)

    pada tahun 2007.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Untari membahas mengenai implikasi

    Undang-undang No. 13 Tahun 2003 terhadap laporan keuangan dan untuk mengetahui

    sejauhmana tingkat pengungkapan kewajiban imbalan pasca kerja dalam laporan

    keuangan oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta serta faktor-faktor apa

    saja yang mempengaruhi tingkat pengungkapan tersebut. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa metode pengukuran kewajiban imbalan pasca kerja dengan

    menggunakan Accrued Benefit Valuation Method lebih sesuai dengan konsep

    pengkaitan biaya dan manfaat (matching cost against revenue) karena mengakui

    kewajiban sesuai dengan jasa yang telah diberikan karyawan atau manfaat yang

    diterima perusahaan. Pengungkapan kewajiban imbalan pasca kerja pada laporan

    keuangan perusahaan yang terdaftar di BEJ masih kurang memadai. Penelitian

    menggunakan metode kuantitatif, dengan sampel 45 perusahaan yang tercatat di BEJ

    pada tahun 2004. Penelitian menggunakan regresi berganda (multiple regression)

    untuk menguji pengaruh variable independent terhadap variable dependen.

    Penelitian Defit membahas mengenai penentuan asumsi finansial dan asumsi

    demografis yang tepat dalam menghitung kewajiban dan biaya imbalan pasti jangka

    panjang, jumlah biaya pensiun yang harus diakui di dalam laporan laba rugi, dan

    pengaruh analisis sensitivitas biaya manfaat pensiun terhadap besaran koreksi fiskal

    tahun berikutnya. Penelitian defit menggunakan pendekatan kualitatif dengan riset

    lapangan dan riset kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 11

    Universitas Indonesia

    tingkat diskonto maka semakin rendah jumlah koreksi fiskal biaya pensiun demikian

    pula sebaliknya. Semakin tinggi tingkat kenaikan gaji maka semakin tinggi jumlah

    koreksi fiskal biaya pensiun. Apabila program pensiun yang dijalankan oleh

    perusahaan merupakan program pensiun yang didanai (perusahaan mendirikan dana

    pensiun yang pendiriannya disahkan oleh menteri keuangan), maka biaya pensiun

    yang terjadi setiap tahunnya dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan

    perusahaan sehingga laba fiskal menjadi lebih kecil.

    Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada fokus

    penelitiannya. Penelitian ini lebih menekankan pada analisis perhitungan kewajiban

    pencadangan biaya pesangon dengan realisasi pembayaran di perusahaan serta

    implikasi dari perbedaan perlakuan akuntansi dan pajak atas pencadangan pensiun

    dalam laporan keuangan perusahaan.

    2.2. KERANGKA PEMIKIRAN

    2.2.1 Definisi Pajak

    Terdapat beberapa batasan atau definisi mengenai pajak. Salah satunya adalah

    pendapat Adriani sebagaimana dikutip oleh Santoso Brotodihardjo (2003,2).

    Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang

    oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak

    mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

    adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan

    dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

    Sedangkan menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

    berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-

    jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

    untuk membayar pengeluaran umum, dengan penjelasan sebagai berikut : dapat

    dipastikan artinya : bila utang pajak tidak dibayar, uang itu dapat ditagih dengan

    menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan;

    terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbal-balik tertentu, seperti

    halnya dengan retribusi (Brotodihardjo, 2003, 6).

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 12

    Universitas Indonesia

    Brotodihardjo menyimpulkan bahwa (Brotodihardjo, 2003, 7) :

    1. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta aturan

    pelaksanaannya.

    2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

    individual oleh pemerintah.

    3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah

    daerah.

    4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

    pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

    investment.

    5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

    Dari uraian di atas terdapat pernyataan bahwa tidak ada balas jasa yang

    langsung diterima oleh wajib pajak. Hal ini disebabkan karena balas jasa tersebut

    akan diterima secara tidak langsung, misalnya pembangunan atau pemeliharaan jalan

    raya, gedung pemerintah, irigasi dan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

    Rosdiana dan Tarigan mendefinisikan kembali pengertian pajak dalam bukunya

    sebagai iuran yang dapat dipaksakan yang dipungut berdasarkan undang-undang,

    tanpa ada manfaat yang secara langsung bisa didapatkan oleh Wajib Pajak dan

    hasilnya digunakan untuk menjalankan tata pemerintahan yang baik (Rosdiana &

    Tarigan, 2005, 68).

    2.2.2 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

    Terdapat ketidaksamaan orientasi dan sifat pelaporan dalam penyusunan

    laporan akuntansi komersial dan perpajakan. Pelaporan akuntansi komersial disusun

    berdasarkan konsep kewajaran penyajian dengan implikasi manajemen dapat

    mengambil suatu pertimbangan (judgement) sepanjang batasan toleransi prinsip

    akuntansi (Gunadi, 1997, 6) sedangkan lapoan keuangan fiskal ditujukan terutama

    kepada administrasi pajak (Gunadi, 1999, 49). Laporan keuangan fiskal bukan

    merupakan laporan keuangan yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari

    akuntansi secara komprehensif (Gunadi, 1999, 49).

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 13

    Universitas Indonesia

    Ketentuan perpajakan tidak mengenal adanya laporan keuangan fiskal akan

    tetapi mengenal istilah pembukuan. Gunadi menyebutkan bahwa ketentuan pajak

    tidak mengatur secara tegas, jelas dan rinci tentang bagaimana pembukuan

    seharusnya diselenggarakan. Pembukuan diserahkan kepada praktik dan standar yang

    berlaku asal dilaksanakan secara taat asas. Pembukuan wajib diselenggarakan

    berdasarkan itikad baik sesuai dengan keadaan sebenarnya untuk mendukung

    pelaksanaan self assessment system yang sehat (Gunadi, 1999, 10). Hal tersebut juga

    didukung oleh waluyo yang menyatakan bahwa pembukuan yang dilakukan oleh

    wajib pajak dilakukan dalam rangka mendukung dalam pembuktian kebenaran pajak

    yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam kegiatan pemeriksaan pajak (akuntabilitas

    pajak) juga dalam rangka pelaksanaan self assessment system (Waluyo, 2000, 5).

    Dalam self assessment, WP sendiri yang menghitung, menetapkan,

    menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang. Definisi self assessment yang ada

    dalam International tax Glossary sebagaimana dikutip oleh Haula Rosdiana dan

    Rasin Tarigan dalam bukunya adalah sebagai berikut (Rosdiana dan Tarigan, 2005,

    108):

    Under self, assessment is meant the system which the taxpayer is required not

    only to declare his basis of assessment (e.g. taxable income) but also to submit

    a calculation of the tax due from him and, usually, to accompany his calculation

    with payment of the amount he regards as due.

    Pendekatan akuntansi pajak dan akuntansi komersial di berbagai Negara

    berbeda-beda sehingga laporan seri harmonisasi standar akuntansi membagi praktek

    pendekatan penyusunan laporan fiskal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi

    komersial dan pajak dalam tiga kelompok sebagai berikut :

    a. Pendekatan pertama, praktek akuntansi komersial sangat dipengaruhi atau

    didominasi oleh ketentuan perpajakan meskipun laporan keuangan disajikan

    sesuai dengan prinsip-prinsip yang diterima umum. Perusahaan dilarang

    melakukan pencatatan dalam pembukuannya jika tidak sesuai dengan ketentuan

    perpajakan.

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 14

    Universitas Indonesia

    b. Pendekatan kedua, laporan keuangan komersial disusun sesuai dengan metode

    dan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, tanpa dipengaruhi ketentuan

    perpajakan. Ketentuan perpajakan dan akuntansi bekerja secara independent,

    tanpa saling mempengaruhi. Apabila terjadi suatu perbedaan yang signifikan

    antara akuntansi komersial dan perpajakan maka wajib pajak harus

    menyelenggarakan pencatatan dan pembukuannya dari perbedaan-perbedaan yang

    terjadi sesuai dengan fakta di lapangan kemudian membuat rekonsiliasi antara

    penghasilan akuntansi komersial dan penghasilan kena pajak.

    c. Pendekatan ketiga, penyajian laporan keuangan komersial didasarkan pada

    standar-standar dan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum sebagai dasar

    menetapkan pajak penghasilan terutang.

    Menurut Harnanto (Harnanto, 2003, 108), perbedaan yang mendasar adalah

    pendekatan dalam mendefinisikan elemen-elemen laporan keuangan. Akuntansi

    komersial menggunakan pendekatan aktiva-kewajiban (Asset-Liability Approach)

    sedangkan ketentuan perpajakan menggunakan pendekatan pendapatan-beban

    (Revenue-Expense Approach). Oleh karena itu, dalam menentukan pajak terutang

    fiskus lebih banyak menitikberatkan kepada laporan laba rugi perusahaan.

    1. Pendekatan aktiva-kewajiban (Asset-Liability Approach) beranggapan bahwa

    aktiva dan kewajiban itulah the real things, sesuatu yang benar-benar ada pada

    perusahaan-sedang pendapatan, beban, untung dan rugi adalah konsep belaka.

    Untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya pendapatan dan beban serta untung

    dan rugi, akuntansi keuangan menggunakan kriteria berupa ada atau tidaknya

    kenaikan (untuk pendapatan atau keuntungan) dan penurunan (untuk biaya atau

    kerugian) yang terjadi pada kewajiban perusahaan.

    2. Pendekatan pendapatan-beban (Revenue-Expense Approach) beranggapan

    bahwa pendapatan, beban, keuntungan atau kerugian adalah the real things.

    Aktiva dan utang tidak lain adalah pendaparan, beban dan keuntungan atau

    kerugian yang ditunda atau ditangguhkan pengakuannya.

    Akuntansi pajak diperlukan untuk menjembatani kedua perbedaan tersebut.

    Pembuatan laporan keuangan tetap mengacu kepada standar akuntansi keuangan yang

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 15

    Universitas Indonesia

    berlaku sementara untuk pelaporan pajak dilakukan koreksi-koreksi agar laporan

    keuangan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Nightingale menyebutkan bahwa

    akuntansi untuk kebutuhan pajak harus menggunakan standar akuntansi keuangan

    yang diakui. Setelah memperoleh laba menurut standar akuntansi harus diperhatikan

    pengeluaran tertentu karena tidak semua pengeluaran diperkenankan secara pajak dan

    harus ditambahkan kembali dalam menghitung penghasilan kena pajak (Nightingale,

    2000-2001, 78).

    Accounts for tax purposes should be prepared using accepted principle of

    accounting. However, the accounting profit is unlikely to be the same as the

    taxable profit as some items of expenditure are not allowed for tax purposes

    and must therefore be added back to the accounting profit.

    Akuntansi pajak merupakan cara untuk persiapan pembayaran pajak dimana

    setiap transaksi yang dicatat dalam laporan keuangan dianalisis kembali efek

    perpajakannya. Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang

    diatur dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya terpengaruh oleh

    fungsi perpajakan dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Prinsip-

    prinsip dasar akuntansi dapat digunakan atau berlaku bagi akuntansi pajak, hanya

    memang terdapat karakteristik dan tujuan pelaporan keuangan fiskal yang berbeda

    (Waluyo, 2008, 26). Akuntansi pajak diperlukan dalam rangka perhitungan pajak

    terutang. Fees dan Warren menyebutkan bahwa : Tax Accounting encompasses the

    preparation of tax return and the consequences of proposed business transactions or

    alternative cources of action ( 1989, 16).

    2.2.3 Konsep Biaya Dalam Ketentuan Akuntansi dan Pajak

    Menurut Akuntansi, penghasilan dan beban dicatat berdasarkan prinsip-

    prinsip dasar akuntansi accrual basis dan going concern (Waluyo, 2008, 18) antara

    lain :

    1. Cost principle

    Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost) yaitu dasar

    penilaian untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya maupun

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 16

    Universitas Indonesia

    ekuitas, sehingga yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga

    pertukaran pada tanggal perolehan. Pada dasarnya cost memiliki dua kedudukan

    penting yaitu sebagai aktiva dan sebagai beban pendapatan. Proses pembebanan

    cost pada dasarnya adalah proses pemisahan cost. Oleh karena itu perlu

    ditetapkan kriteria yang digunakan untuk menentukan cost tertentu yang harus

    dibebankan pada pendapatan periode berjalan atau ditangguhkan pembebanannya.

    Cost dapat ditangguhkan pembebanannya apabila memenuhi syarat tertentu yaitu

    memenuhi definisi aktiva, ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi

    masa mendatang yang melekat pada aktiva dapat dinikmati oleh entitas yang

    menguasai, dan besarnya manfaat dapat diukur dengan handal (Ghozali dan

    Choiri, 2007, 323-324).

    2. Matching principle

    Matching principle adalah pengaturan dan pembebanan biaya pada periode yang

    sama dengan periode pengakuan penghasilan. Penghasilan diakui pada periode

    pengakuan hasil dan biaya dibebankan sesuai periode tersebut.

    Penandingan antara biaya dan pendapatan memerlukan dasar yang tepat karena

    tidak semua biaya dapat ditandingkan secara langsung dengan pendapatan

    berdasarkan hubungan fisik. Menurut Kam, sebagaimana dikutip oleh Ghozali

    dan Choiri, dalam praktiknya terdapat tiga dasar penandingan yang umum

    digunakan untuk mencari hubungan antara biaya dengan pendapatan dalam suatu

    periode tertentu yaitu (2007, 327):

    a. Sebab Akibat (Kausalitas)

    Pendekatan kausalitas mengaitkan beban langsung dengan penghasilan. Biaya

    diakui sebagai beban dalam periode diakuinya penghasilan, misalnya

    persediaan yang menunjukkan adanya penyebab dari penghasilan (penjualan)

    masa mendatang diakui sebagai biaya pada saat persediaan itu dijual. Barang

    dan jasa yang digunakan dalam proses produksi pada akhirnya akan

    membantu dalam proses menghasilkan pendapatan selama periode tertentu.

    Dasar penendingan ini disebut juga penandingan langsung (direct or product

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 17

    Universitas Indonesia

    matching). Penandingan yang tepat dapat dilakukan apabila terdapat

    hubungan yang rasional antara pendapatan dan biaya.

    b. Alokasi Sistematis dan Rasional

    Alokasi sistematik dan rasional sering disebut dengan dasar penandingan

    periodik (period matching) atau penandingan tidak langsung (indirect

    matching). Alokasi sistematik dan rasional dapat digunakan sebagai dasar

    penandingan apabila dasar penandingan hubungan sebab-akibat tidak dapat

    dilakukan. Atas dasar konsep ini ukuran penandingan yang digunakan adalah

    periode sehingga biaya diakui dan dihubungkan dengan pendapatan pada

    periode terjadinya. Biaya yang terjadi dapat dialokasikan dalam beberapa

    periode, dan dapat juga langsung diakui dan dibebankan sebagai biaya

    tergantung pada keadaan yang melandasi timbulnya biaya tersebut.

    c. Pengakuan Segera

    Beban yang tidak dapat dikaitkan dengan penghasilan baik secara kausalitas

    maupun secara rasional dan sistematis, dibebankan segera pada periode

    terjadinya, misalnya biaya pendirian, reorganisasi, dan perpindahan.

    3. Consistency principle

    Prinsip dan prosedur akuntansi yang sama harus diterapkan dalam periode yang

    bersangkutan, sehingga peristiwa ekonomis yang sejenis akan dicatat dan

    dilaporkan secara konsisten, sehingga dapat dilakukan perbandingan atas laporan

    keuangan yang dihasilkan.

    4. Conservatism principle

    Prinsip ini digunakan untuk hal yang sifatnya tidak menentu atau ditengah kondisi

    ketidakpastian. Berbagai kemungkinan yang mengakibatkan timbulnya suatu

    keuntungan tidak dicatat sampai dengan transaksi tersebut benar-benar terjadi.

    Kemungkinan timbulnya keuntungan dapat diungkapkan sebagai informasi

    tambahan apabila tingkat kepastiannya cukup besar. Sebaliknya kemungkinan

    timbulnya suatu kerugian harus diakui atau dicatat dengan dibebankan kepada

    laba rugi periodik dan mengakui sebagai hutang apabila informasi tentang

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 18

    Universitas Indonesia

    kemungkinan terjadinya kerugian diketahui sebelum laporan keuangan

    dipublikasikan dan jumlah kerugian dapat ditaksir dengan cukup pasti.

    Biaya ialah pengorbanan yang dinyatakan dalam rupiah untuk memperoleh

    barang dan jasa (Lumbatoruan, 1993, 120). Dalam akuntansi komersial semua biaya

    termasuk kerugian dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan netto,

    tergantung dari konsep laporan penghasilannya. Menurut Gunadi pengurangan biaya

    dan kerugian dapat dibedakan menjadi :

    1. Konsep penghasilan inklusif (all inclusive concept of income) dengan

    mengurangkan semuanya dalam penghitungan penghasilan neto

    2. Konsep penghasilan operasi sekarang (current operating concept of income)

    dengan membebankan keuntungan dan kerugian luar biasa serta koreksi biaya

    kepada saldo laba ditahan ketimbang penghasilan (tahun berjalan)

    Berbeda dengan akuntansi komersial, untuk tujuan perpajakan (karena

    pertimbangan penerimaan, mengurangi penghasilan dan pengaruh sosial ekonomi)

    tidak semua biaya dapat dikurangkan (Gunadi, 2002, 83). Penghasilan dan biaya yang

    diperbolehkan hanyalah yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

    Prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam pembuatan laporan keuangan tidak

    semuanya dapat diakui. Ketentuan pajak tidak mengakui adanya conservatism

    principle karena biaya diakui hanya pada saat realisasi pembayaran. Koreksi-koreksi

    terhadap biaya hanya dapat dilakukan dalam tahun yang sama langsung ke rugi laba.

    (Gunadi, 2002, 155).

    Penghasilan kena pajak (taxable income) sebagai dasar pengenaan pajak

    dihitung setelah mengurangi penghasilan bruto (gross income) dengan berbagai

    pengurang-pengurang yang diperkenankan (tax reliefs) oleh Undang-Undang. Tax

    reliefs terdiri dari beragam nama dan bentuk salah satunya adalah deductions.

    Menurut Sommerfeld biaya dapat diakui apabila biaya tersebut merupakan biaya

    yang umum dan diperlukan dalam menjalankan kegiatan bisnis. Sommerfeld

    menyatakan bahwa : The deduction is allowed because the expenditure is an ordinary

    and necessary expense of conducting a trade business (Sommerfeld, 1982, 4/4).

    Deductible expenses dibagi dalam tiga kategori, yaitu :

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 19

    Universitas Indonesia

    1. Biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan bisnis dan perdagangan, termasuk

    biaya-biaya yang berkaitan usaha yang dikeluarkan oleh pengusaha

    (deduction applicable to a trade or business, including business-related

    expenses of an employee)

    2. Biaya-biaya yang bukan termasuk biaya mendapatkan menagih dan

    memelihara penghasilan yang terkait dengan perolehan penghasilan di luar

    usaha (non business related to production of nonbusinessincome)

    3. Pengurangan yang murni sepenuhnya diperuntukkan bagi wajib pajak orang

    pribadi (purely personal deductions specifically provided for individual

    taxpayers)

    Dora Hancock dalam bukunya An Introduction to Taxation juga

    mengemukakan mensyaratkan adanya keterkaitan biaya dengan aktivitas bisnis.

    Selain syarat tersebut, terdapat tiga persyaratan agar suatu biaya dapat diperkenankan

    sebagai pengurang penghasilan bruto untuk tujuan pajak, yaitu sebagai berikut :

    For Expenditure to be an allowable deduction from income it must satisfy

    three criteria (Hancock,1994,105):

    1. It must be a revenue item

    2. it must be incurred wholly and exclusively for the purpose of the

    trade, profession, or vocation

    3. Finally, it must not be specifically dissalowed as a deductible

    expense by statute

    Menurut Hancock, untuk dapat menjadi pengurang penghasilan, selain terkait

    dengan bisnis dan penghasilan, biaya tersebut juga bukan termasuk ke dalam

    kelompok biaya yang tidak diperbolehkan sesuai ketentuan. Menurut Mansury (1996,

    123) rumusan undang-undang pajak penghasilan yang dapat dijadikan pengurang

    hanyalah biaya yang berkenaan dengan kegiatan mendapatkan, memelihara, dan

    menagih penghasilan. Jadi kalau biaya itu tidak digunakan untuk mendapatkan

    penghasilan yang dikenakan pajak, biaya itu tidak boleh mengurangi penghasilan

    bruto lain dalam menghitung taxable income.

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 20

    Universitas Indonesia

    2.2.4 Perbedaan Tetap (Timing Differences) dan Perbedaan Waktu (Temporary

    Differences)

    Akuntansi komersial dan pajak memiliki perlakuan yang berbeda terhadap

    suatu transaksi. Menurut Tuanakotta (1986, 160) yang menjadi permasalahan adalah

    apakah dalam pembukuan perlu dicatat besarnya selisih antara pajak atas dasar PKP

    (Penghasilan Kena Pajak) sesuai peraturan perpajakan dengan taksiran pajak atas

    dasar laba sesuai standar akuntansi keuangan. Terdapat 2 (dua) metode untuk

    melakukan pencatatan tersebut yaitu :

    1. Tax Allocation Method

    Metode ini beranggapan bahwa ada penggeseran waktu antara pengakuan

    pendapatan dan biaya untuk tujuan akuntansi dan perpajakan. Oleh karena itu, perlu

    ada alokasi pajak yang menyangkut masa beberapa tahun. Uang Muka pajak maupun

    utang pajak yang timbul dari Tax Allocation tidaklah merupakan klaim yang diakui

    oleh Kantor pajak (Tuanakotta, 1986, 163-167).

    2. Accrual Method atau Liability Method

    Besarnya pajak penghasilan yang terutang untuk suatu masa dalam metode ini

    dihitung langsung atas dasar PKP-nya tanpa memperhatikan besarnya pajak teoritis

    atas taksiran pajak berdasarkan laba komersial. Ikhtisar rugi-laba akan

    mencantumkan pajak penghasilan yang menjadi beban untuk tahun tersebut. Apabila

    dikemudian hari muncul tagihan pajak untuk kekurangan pajak yang berkenaan

    dengan tahun-tahun yang sudah lewat, maka kekurangan ini dibebankan kepada laba

    yang ditahan (Tuanakotta, 1986, 167).

    Perbedaan antara komersial dan pajak terdiri dari Perbedaan Permanen dan

    Perbedaaan Waktu (Gunadi, 2005, 202) :

    1. Perbedaan Permanen (Permanent Different)

    Perbedaan Permanen terjadi karena administrasi pajak menghitung laba fiskal

    berbeda dengan laba pembukuan (menurut standar akuntansi) tanpa koreksi di

    kemudian hari. Menurut Tuanakotta, perbedaan permanent merupakan perbedaan

    yang tidak dapat dijembatani sehingga tidak ada tax allocation. Tax Allocation

    adalah alokasi antara pajak yang menjadi beban tahun ini dengan pajak yang

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 21

    Universitas Indonesia

    menjadi beban retain earnings. Alokasi ini tercermin dalam ikhtisar keuangan

    untuk tahun yang sama, oleh karena itu disebut intra period allocation

    (Taunakotta, 1986, 163). Menurut kieso penyebab beda tetap antara lain:

    Permanent differences are caused by items that (1) enter into pretax financial

    income but never into taxable income, or (2) enter into taxable income but never

    into pretax financial income(Kieso, 2000, 1069)

    2. Perbedaan waktu (Temporary Different)

    Perbedaan waktu terjadi karena adanya ketidaksamaan saat pengakuan

    penghasilan dan beban oleh administrasi pajak dan masyarakat profesi akuntan.

    Perbedaan akan terkoreksi secara otomatis sehingga tidak ada perbedaan total

    laba fiskal dan laba pembukuan. Ada pergeseran waktu antara pengakuan

    pendapatan dan biaya untuk tujuan akuntansi dan perpajakan, oleh karena itu

    diperlukan alokasi pajak yang menyangkut masa beberapa tahun (interperiod

    allocation). Kieso menyatakan bahwa (Kieso, 2000, 1060) :

    A temporary difference is the difference between the tax basis of an asset or

    liability and its reported (carrying or book) amount in the financial

    statements that will result in taxable amounts or deductible amounts in the

    future years.

    Perbedaan akuntansi dan komersial tersebut dijembatani dengan melakukan

    rekonsiliasi (koreksi) fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba

    komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan

    neto atau laba yang sesuai dengan ketentuan pajak (Agoes dan Trisnawati, 2008,

    178). Menurut Agoes dan Trisnawati, koreksi positif terjadi apabila pendapatan

    menurut fiskal bertambah sedangkan koreksi negatif terjadi apabila pendapatan

    menurut fiskal berkurang (Agoes dan Trisnawati, 2008, 178)

    Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya :

    1. Beban yang tidak diakui oleh pajak

    2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal

    3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 22

    Universitas Indonesia

    4. Penyesuaian fiskal positif lainnya

    Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya :

    1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak

    2. Penghasilan yang dikenakan PPh Final

    3. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal

    4. Amortiasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal

    5. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya

    6. Penyesuaian fiskal negatif lainnya

    2.2.5 Pencatatan Akuntansi Imbalan Pasca Kerja Berupa Pesangon

    Pensiun menurut Kasmir (2003, 308) adalah Hak seseorang untuk mempeoleh

    penghasilan setelah bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada

    sebab-sebab lain sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Pesangon menurut

    Adisu (2007,35) adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja

    sebagai akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja.

    Pencatatan kewajiban imbalan kerja dilakukan sesuai dengan ketentuan ketentuan

    dalam undang-undang ketenagakerjaan. Menurut Sprouse dan Moonitz sebagaimana

    dikutip Tuanakotta, liability adalah kewajiban yang diakibatkan oleh transaksi dimasa

    yang lalu dan dalam masa ini, dan yang harus diselesaikan dikemudian hari

    (Tuanakotta, 1986, 141).

    Dalam akuntansi keuangan pengkategorian kewajiban kewajiban

    dikategorikan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya (Purba, 2005, 14) yaitu :

    1. Probable

    Suatu kewajiban dianggap Probable apabila memenuhi kriteria dimana jumlah

    atas kewajiban tersebut dapat diestimasi sehingga ada angka yang harus dicatat

    sebagai kewajiban dengan jumlah estimasi tersebut.

    2. Reasonably Possible

    Suatu kewajiban dianggap reasonably possible jika jumlahnya tidak dapat

    diestimasi tetapi ada kemungkinan terjadi, sehingga harus dilaporkan pada catatan

    atas laporan keuangan.

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 23

    Universitas Indonesia

    3. Remote

    Suatu kewajiban dianggap remote jika kemungkinan untuk munculnya kewajiban

    sangat kecil sekali sehingga tidak perlu dicantumkan pada catatan atas laporan

    keuangan, apalagi dicatat pada neraca.

    Dalam pengakuan tersebut diperlukan perhitungan asumsi aktuaria. Asumsi

    aktuaria yang digunakan adalah :

    1. Asumsi Demografis

    Asumsi demografis terdiri dari asumsi mortalitas (tingkat kematian) baik selama

    maupun setelah kontrak kerja, tingkat turnover (pengunduran diri) pegawai, cacat

    dan pensiun dini, proporsi dari peserta program dengan tanggungannya yang

    berhak atas imbalan, dan tingkat klaim program kesehatan.

    2. Asumsi keuangan

    Asumsi keuangan terdiri dari tingkat diskonto, tingkat kenaikan gaji pada masa

    yang akan datang, jaminan kesehatan, biaya kesehatan pada masa yang akan

    datang termasuk biaya administrasi klaim, dan pembayaran imbalan serta tingkat

    hasil yang diharapkan atas aktiva program.

    Pembayaran imbalan kerja bisa didanai menggunakan dua pendekatan (Scholes &

    Woleson, 1992, 212) yaitu :

    1. The sweetened Pension Benefit approach

    Inform employees that pension benefits will be sweetened and that employees will

    be made responsible for paying their own medical benefits.

    2. The Pay As You Go Approach

    Employ a pay-as-you go plan, whereby the firm pays for employees expenses as

    they incurred in retirement

    Penggunaan kedua metode tersebut terkait dengan pemilihan waktu bagi

    perusahaan untuk mengeluarkan uang terkait dengan pembayaran pesangonnya.

    Dalam Pay As You Go perusahaan baru mengeluarkan uang pada saat pegawai telah

    benar-benar memasuki masa pensiun.

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 24

    Universitas Indonesia

    2.3 METODE PENELITIAN

    Metode merupakan tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan (Hasan,

    2002, 21). Metode penelitian merupakan penjelasan secara teknis mengenai metode-

    metode yang digunakan dalam suatu penelitian (Muhadjir, 1992, 2). Dengan

    demikian, metode penelitian membahas mengenai keseluruhan cara suatu penelitian

    dilakukan di dalam penelitian, yang mencakup prosedur dan teknik-teknik yang

    dilakukan di dalam penelitian, seperti tipe penelitian, pendekatan penelitian, dan

    metode pengumpulan data yang dilakukan.

    2.3.1 Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

    kualitatif. Pendekatan kualitatif didefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan

    untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan

    gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan

    informan yang terperinci, dan disusun dalam sebuah latar yang alamiah (Cresswell,

    2002, 1). Bogdan dan Taylor, seperti dikutip oleh Moleong mendefinisikan

    metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

    berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati

    (Moleong, 2000, 3). Pertimbangan untuk melakukan penelitian kualitatif didasarkan

    pada kedudukan teori yang dijadikan peneliti hanya sebagai petunjuk untuk melihat

    ke dalam suatu fenomena, karena penelitian ini ditujukan untuk menganalisis

    perhitungan kewajiban pencadangan pesangon dan realisasi serta implikasi dari

    perbedaan ketentuan akuntansi dan perpajakan atas pencadangan pesangon dalam

    laporan keuangan.

    2.3.2 Jenis Penelitian

    2.3.2.1. Jenis atau Tipe Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian

    Menurut tujuannya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

    deskriptif menurut Neuman (2000, 30) : descriptive research present a picture of the

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 25

    Universitas Indonesia

    specific details of situation, social setting, or relationship. The outcome of a

    descriptive study is a detailed picture of the subject.

    Penelitian deskriptif berusaha menggambarkan atau menjelaskan secermat

    mungkin mengenai suatu hal dari data yang ada. Penelitian ini tidak terbatas pada

    pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi

    tentang arti data itu, menjadi suatu wacana dan konklusi dalam berpikir logis, praktis

    dan teoritis (Surakhmad, 1982, 139-140). Dengan menggunakan jenis penelitian

    deskriptif, maka penulis dapat menggambarkan perhitungan kewajiban pencadangan

    pesangon dan realisasinya serta implikasi dari perbedaan perlakuan akuntansi dan

    pajak terhadap laporan keuangan.

    2.3.2.2. Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitian

    Jenis penelitian berdasarkan manfaat penelitian adalah penelitian murni.

    Penelitian murni lebih banyak digunakan di lingkungan akademik dan biasanya

    dilakukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan (Prasetya dan Jannah,

    2005,38). Penelitian termasuk ke dalam penelitian murni karena dilakukan dalam

    kerangka akademis dan lebih ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan peneliti untuk

    memahami bagaimana pelaksanaan suatu peraturan.

    2.3.3. Teknik Pengumpulan Data

    Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana dikutip oleh Moleong dalam

    bukunya, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

    tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Maleong,

    2000, 157). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua metode pengumpulan

    data, yaitu:

    1. Studi lapangan (Field Research)

    Jenis penelitian ini berdasarkan teknik pengumpulan data merupakan

    jenis penelitian studi lapangan (field research). Studi lapangan merupakan

    penelitian dimana peneliti turun langsung ke lapangan. Oleh karena itu dalam

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 26

    Universitas Indonesia

    penelitian ini, hasil wawancara merupakan sumber data utama didukung dengan

    data yang diperoleh dari PT. PGN (Persero) Tbk. Hal ini sesuai dengan kutipan

    dari Neuman (Neuman, 2003, 368) sebagai berikut, A researcher is directly

    involved in part of the social work studied, so his or her personal characteristic

    are relevant in research.

    Pengumpulan data di lapangan atau field research dilakukan untuk

    mendapatkan data utama mengenai perhitungan kewajiban pencadangan

    pesangon dan realisasi pembayarannya serta implikasinya dalam laporan

    keuangan perusahaan.

    2. Studi literatur (Library Research)

    Creswell dalam bukunya menjelaskan mengenai penggunaan literatur

    (Creswell, 2002, 23), yaitu :

    1. The literature is used to frame the problem in the introduction to the

    study

    2. The literature is presented in a separate section as a review of the

    literature

    3. The literature is presented in the study at the end it becomes a basis for

    comparing and contrasting findings of the qualitative study.

    Dalam penelitian ini studi literatur dilakukan melalui pengkajian

    berbagai literatur seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel-

    artikel di media cetak ataupun elektronik baik yang ditulis oleh ahli perpajakan

    atau oleh sumber lain dengan tujuan untuk mencari konsep dan teori yang

    berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada dan akan dijadikan sebagai

    landasan dalam menganalisis pokok permasalahan dalam penelitian ini.

    2.3.4 Narasumber

    Pemilihan narasumber pada penelitian difokuskan pada representasi atas

    masalah yang diteliti. Narasumber yang akan dipilih oleh penulis adalah pihak-

    pihak yang betul-betul menguasai hal-hal yang berkaitan dengan tema pokok

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 27

    Universitas Indonesia

    penelitian. Pihak-pihak ini dipilih dengan pertimbangan dapat memberikan data

    yang dibutuhkan sehingga hasil penelitian dapat diambil dengan lebih akurat.

    Dalam melakukan wawancara peneliti menetapkan kriteria tertentu untuk

    menentukan narasumber. Kriteria ini mengacu pada 4 (empat) kriteria yang

    diajukan oleh Neuman dalam bukunya (Neuman, 2000, 374), yaitu :

    a. Narasumber sangat akrab atau familiar, dan menyaksikan peristiwa penting

    yang terkait dengan isu yang diangkat.

    b. Narasumber tersebut terlibat langsung di lapangan dalam masalah yang

    diteliti.

    c. Narasumber memiliki waktu yang cukup untuk melakukan wawancara

    (interaksi) dengan peneliti.

    d. Narasumber sebaiknya tidak bersikap analitis (non analytic).

    Dalam penelitian ini, penulis akan mewawancara beberapa pihak sebagai

    informan. Wawancara akan dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan

    masalah penelitian, diantaranya adalah:

    a. Account Representative (AR) PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan

    Account Representative (AR) PT. Garuda Indonesia dari Kantor Pelayanan

    Pajak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengetahui kebijakan pajak

    terhadap pencadangan biaya pesangon.

    b. Manager Perpajakan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. untuk

    mengetahui kebijakan pajak perusahaan terkait dengan pencadangan biaya

    pesangon.

    c. Manager Akuntansi PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. untuk

    mengetahui prosedur pencatatan dan kebijakan akuntansi terkait dengan

    pencadangan biaya pesangon

    d. Drs. Adang Hendrawan, M.Si. selaku dosen pengajar pada Universitas

    Indonesia untuk mengetahui konsep akuntansi dan pajak atas pencadangan

    biaya pesangon

    e. Dr. John Hutagaol selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Orang Pribadi Besar

    Tebet sekaligus sebagai dosen pengajar pada ABFI (Asian Banking Financial

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

  • 28

    Universitas Indonesia

    Institute) Perbanas untuk mengetahui konsep akuntansi dan pajak atas

    pencadangan biaya pesangon

    f. Akuntan dari Ernst & Young selaku Kantor Akuntan Publik (KAP) yang

    mengaudit PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk untuk mengetahui

    ketentuan standar akuntansi keuangan dan penerapannya di perusahaan

    g. Prianto Budi dari Kantor Konsultan Pajak Partama Consultindo sekaligus

    sebagai pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengetahui

    implementasi dari ketentuan mengenai pencadangan pesangon

    h. Staf Akuntansi dan pajak PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang

    terkait langsung dengan transaksi untuk mengetahui pelaksanaan di lapangan.

    2.3.5 Site Penelitian

    Site yang digunakan dalam penelitian ini adalah bertempat di PT.

    Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Kantor Pusat yang beralamat di Jl. KH.

    Zainul Arifin No. 20 Jakarta 11140.

    2.3.6 Pembatasan Masalah Penelitian

    Penelitian ini dibatasi pada perhitungan kewajiban pencadangan pesangon

    dan realisasi pembayaran di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. serta

    implikasi perbedaan akuntansi dan pajak atas pencadangan pesangon dalam

    laporan keuangan perusahaan pada tahun 2008.

    Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009