mul JURNAL

download mul JURNAL

of 197

Transcript of mul JURNAL

Abdurachman POTENSI ULIN (Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binn) DI HUTAN ALAM LABANAN, KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR / Abdurachman dan Amiril Saridan. -- Prosiding Seminar Bersama Hasil-Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satwa Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 225-236 , 2006 Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn) is one of timber product in East Kalimantan, which has a hight economical value. Ulin has been an important source of income for the forest community and National income. Information of potency and population A.zwageri Teijms. & Binn in natural forest is limited, other hand extraction or exploitation A zwageri Teijms. & Binn is still intensive, without knowing whether the tree has Ulin or not which will impact on genetic resource. This researsch was done at STREK project plots at Labanan tropical production forest with the area of plot each is 4 ha (200 m x 200 m). The totals of plots are 12 plots or 48 hectare. The objective of this research is to get information of stocking and distribution of the trees produced Ulin Eusideroxylon zwageri Teijm & Binn. The result shows that the total of trees on plots are 230 trees, which mean only 5 tree/ha (basal area are 1.9483 m2/ha). The maximum diameter in these plots is 95.2 cm while the minimum diameters were above 10 cm. Kata kunci: Ulin, Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn, Hutan alam, Labanan, Berau, Kalimantan Timur Abdurachman SEBARAN DIAMETER PADA HUTAN 1 TAHUN SETELAH PENEBANGAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL DI BERAU, KALIMANTAN TIMUR / Abdurachman. -- Prosiding Seminar Bersama Hasil-Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satwa Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 317-324 , 2006 The research was carried out the concession area of PT Inhutani I Labanan, Berau, East Kalimantan. Measurement was conducted at the plots 4 ha (200x200m). The measured diameters were from 10 cm dbh and above. The objective of this research were to know the stand structure from diameter

distribution after logging with conventional system based on exponential, Gamma, Beta, Lognormal and Logistic distribution functions. The result showed that the distribution based on number of tree follow the reserve-j pattern which is the phenomenon of mixed natural forest. Furthermore by using the regression equation based on highest coefficient of determination (R2) and the least standard deviation, the suitable function was obtained namely exponential distribution function. Kata kunci: Diameter, Struktur, Tegakan, Penebangan, Konvensional, Berau, Kalimantan Timur Ade PEMANFAATAN TANAMAN MIMBA UNTUK REHABILITASI LAHAN KERING SEKALIGUS MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN / Ade. -- Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui IPTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 71-84 , 2006 Tanaman Mimba intaran atau Nee (Azadirachta indica) adalah salah satu jenis pohon asli Indonesia yang tumbuh di daerah kering dan merupakan tanaman serbaguna yang bernilai jual ekonomi tinggi. Produk dari mimba antara lain: (1) untuk pembuatan pupuk dan pestisida organik, (2) kosmetik dan toiletris seperti sabun batangan,-sabun cair, body lotion, shampo, dan pasta gigi, obat kumur, dan produk spa; (3) pembuatan obat seperti teh hijau, kapsul neem, obat luka dan balsem; (4) pakan ternak; (5) produk lain seperti obat nyamuk, minyak pelumas, pengusir hama gudang dan lain-lain. Dalam pembuatan kegiatan tanaman hutan tanaman yang meliputi teknik persemaian, penanaman dan pemeliharaan tidak memerlukan perlakuan khusus dan hampir sama dengan jenis tanaman lain. Khusus kegiatan panen dan pasca panen memerlukan teknologi khusus mulai dari pengambilan bahan tanaman yang dikaitkan dengan pengolahan pasca panen. Dalam pengembangan tanaman mimba PT. Intaran Indonesia menggunakan konsep Strategi Tiga Lingkaran a.l.: preparing, processing and developing, yang melibatkan kerjasama masyarakat, baik pemerintah, LSM, pengusaha dan kelompok tani. Kata kunci: Mimba, Rehabilitasi, Lahan kering, Ekonomi Masyarakat

1

Adinugroho, Wahyu Catur MODEL PENDUGAAN BIOMASSA POHON MAHONI (Swietenia macrophylla King) DI ATAS PERMUKAAN TANAH (Biomass Estimation Model of Above Ground Mahogany (Swietenia macrophylla King.) Tree) / Wahyu Catur Adinogroho; Kade Sidiyasa. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.1 ; Halaman 103 - 117 , 2006 Protokol Kyoto meliputi mekanisme pembangunan bersih dalam rangka mengontrol karbon yang dihasilkan oleh negara-negara di dunia. Hutan menyerap CO2 dari udara melalui proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai biomassa hutan. Untuk menduga jumlah biomassa di dalam hutan, pendekatan secara tidak langsung melalui model alometrik dan metode biomass expansion factor (BEF) dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh besarnya nilai BEF dan membuat model alometrik dalam menduga besarnya biomassa pada pohon mahoni. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka ditentukan sebanyak 30 pohon contoh yang ditetapkan secara purposif, yang selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa. Biomassa batang dan cabang yang beraturan dihitung dengan menggunakan pendekatan volume sedangkan biomassa bagian lainnya dihitung dengan penimbangan langsung. Model pendugaan biomassa dihasilkan dengan menganalisa hubungan antara nilai biomassa dengan dimensi pohon. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yakni mencapai 73 % dari biomassa keseluruhan pohon di atas permukaan tanah, kemudian diikuti oleh biomassa cabang (17 %), tunggak (5 %), daun (3 %), dan ranting (2 %). Model alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa pada pohon mahoni adalah B = aDb, di mana B = biomassa (kg); D = diameter (cm); a, b = konstanta. Persamaan regresi yang dihasilkan tersebut adalah biomassa batang (Bbtg) = 0,044 D2,61 (R2 = 94,7 %), biomassa cabang (Bcab) = 0,00059 D3,46 (R2 = 83,5 %), biomassa ranting (Branting) = 0,0027 D2,42 (R2 = 65,6 %), biomassa tunggak (Btunggak) = 0,022 D1,96 (R2 = 65,6 %), biomassa daun (Bdaun) = 0,0138 D1,93 (R2 = 70 %), biomassa pohon di atas permukaan tanah (Btotal) = 0,048 D2,68 (R2 = 95,8 %). Sedangkan nilai BEF rata-rata untuk pohon mahoni adalah 1,36 (biomassa batang keseluruhan) dan 2,16 (biomassa batang bebas cabang). Kata kunci : Mekanisme pembangunan bersih, biomassa, karbon, model alometrik biomassa, biomass expansion factor, Swietenia macrophylla King

Adman, Burhanuddin PENGARUH KULTUR MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN Araucaria cunninghamii Sw. DENGAN KULTUR JARINGAN (Effects of Culture Media on the Growth of Araucaria cunninghamii Sw. Explants with Tissue Culture) / Burhanuddin Adman; R. Mulyana Omon. -- Info Hutan : Vol.III, No.2 ; Halaman 67 - 73 , 2006 Penelitian pengaruh kultur media terhadap pertumbuhan eksplan Araucaria cunninghamii Sw. dengan kultur jaringan telah dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Petanian Universitas Papua, Manokwari, Irian Jaya. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan kultur media yang sesuai untuk pertumbuhan eksplan A. cunninghmii pada kultur jaringan. Percobaan dilakukan dengan tiga media kultur, yaitu MS, WPM, dan Anderson. Setiap media kultur yang volumenya 250 ml ditanami 10 eksplan A. cunninghamii. Hasil memperlihatkan bahwa WPM media telah berpengaruh terhadap pembentukan kalus (20 %) eksplan A. cunninghamii selama 16 minggu pengamatan. Sedangkan media MS dan media Anderson tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan kalus. Persentase pencoklatan masingmasing media berkisar antara 30 % dan 90 % dan persentase kontaminasi berkisar antara 10 % dan 50 %. Secara umum pencoklatan dan kontaminasi eksplan disebabkan oleh oksidasi substrat yang dihasilkan oleh A. cunninghamii. Dengan demikian pembiakkan vegetatif melalui teknik kultur jaringan pada eksplan A. cunninghamii harus dicoba dengan bahan kimia sterilisasi yang lain, misalnya NaOCl, dengan media WPM. Kata kunci : Araucaria cunninghamii Sw., media kultur (MS, WPM, dan Anderson), kultur jaringan Agustini, Luciasih KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR YANG POTENSIAL DALAM PEMBENTUKAN GAHARU DARI BATANG Aquilaria spp. (Biodiversity of Potential Agarwood Inducer Fungi Taken from Aquilaria spp. Stems) / Luciasih Agustini, Dono Wahyuno, dan Erdy Santoso. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.5 ; Halaman 555 564, 2006 Terbentuknya gaharu diyakini sebagai respon pohon gaharu terhadap banyak faktor, di antaranya fisiologis tanaman dan infeksi jamur. Sejumlah isolat jamur

2

yang berpotensi menginduksi gaharu telah diisolasi dari sampel kayu gaharu dari berbagai daerah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis isolat yang berhasil dikoleksi. Sampel kayu diambil dari beberapa lokasi penanaman gaharu di Jawa, Sumatera, Kalimatan, dan Maluku. Kegiatan isolasi, pemurnian, dan perbanyakan dilakukan dengan menumbuhkan pada berbagai media. Identifikasi dilakukan dengan mengamati ciri makroskopis dan mikroskopis isolat yang dibiakkan pada media PDA dan BLA yang diinkubasi pada suhu ruang dengan pencahayaan 300-400 lux selama 10-14 hari. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa biodiversitas isolat koleksi meliputi jenis Fusarium solani (Mart.) Appell and Walenw., F. tricinctum (Corda) Sacc., F. sambucinum Fuckel, dan Cylindrocarpon sp. Kata kunci: Keanekaragaman, Fusarium, Cylindrocarpon, ciri makroskopis dan mikroskopis Alrasjid, Harun PENERAPAN SISTEM TEBANG PILIH DI HUTAN RAWA GAMBUT / Harun Alrasjid. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 45-48 , 2006 Penerapan sistem silvikultur dalam mengelola hutan rawa gabut memerlukan penelitian yang seksama dalam jangka waktu yang lama. untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek diperlukan pengkajian ulang terhadap sistem silvikultur yang sudah mapan. Sebelum sistem silvikultur lainnya diterapkan dalam mengelola hutan rawa gambut patut ditelaah terlebih dahulu kondisi hutan rawa gambut dengan persyaratan yang diminta oleh sistem silvikultur tersebut. Penerapan sistem silvikultur TPTI untuk mengelola hutan rawa gambut perlu dikaji keakuratannya. Kata Kunci: Tebang Pilih, Hutan Rawa Gambut, Silvikultur

Alrasyid, Harun PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH MENURUNNYA KELESTARIAN PRODUKSI KELOMPOK HUTAN ALAM TRENGWILIS - BOA ODAK, GUNUNG RINJANI, NUSA TENGGARA BARAT (Solution Approach of

Sustained Yield Declining Problem of Trengwilis - Boa Odak Natural Forest Complex, Mount Rinjani, West Nusa Tenggara) / Harun

Alrasyid; Yetti Heryati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.1 ; Halaman 31 - 44 , 2006 Garu (Disoxylum densiflorum Miq.) merupakan salah satu jenis kayu primadona untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat. Saat ini produksi kayu tersebut setiap tahun semakin merosot, sehingga perlu ditangani segera melalui penelitian. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan pemecahan masalah penurunan produksi hutan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa vegetasi. Hasil survey potensi hutan menunjukkan bahwa kelompok hutan Trengwilis Boa Odak yang terletak di lereng Gunung Rinjani memiliki permudaan alam jenis perdagangan yang cukup. Rata-rata permudaan alam tingkat semai ada 9.740 batang per hektar, tingkat pancang 638 batang per hektar, dan permudaan alam tingkat tiang 75 pohon per hektar, namun jumlah volume kayu yang dapat dipungut sangat rendah (27,56 m/ha untuk diameter 50 cm ke atas). Berdasarkan kondisi hutan tersebut di atas, penggunaan sistem Tebang Pilih dengan limit diameter tebang minimum 30 cm akan berakibat penebangan berkelebihan (44,63 m/ha) sehingga kelestarian hutan akan terganggu. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan dengan cara : a. Limit diameter tebang dinaikkan minimum 40 cm, kecuali untuk jenis Disoxylum densiflorum Miq., Eugenia polycephala Miq., dan Memecylum costatum Miq. dengan limit diameter tebang minimum 50 cm. Begitu pula untuk jenis pohon Duabanga moluccana Bl. dengan minimum diameter 70 cm; b. Perlu dilakukan pemeliharaan tegakan di areal bekas tebangan dan pengayaan tanaman khususnya untuk jenis Disoxylum densiflorum Miq. Kata kunci : Kelestarian produksi hutan, Gunung Rinjani, Duabanga Moluccana Bl.., hutan alam Boa Odak, sistem silvikultur

3

Litter Decomposition in Residual Stand Areas of Natural Mangrove Forest, Sungai Sepada, West Kalimantan) / Harun Alrasyid; Yetti

Alrasyid, Harun PELEPASAN UNSUR HARA MINERAL SELAMA PELAPUKAN SERASAH DAUN DI AREAL TEGAKAN SISA HUTAN ALAM MANGROVE SUNGAI SEPADA, KALIMANTAN BARAT (Loss of Mineral Element During Leaf

Center (GTC), Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Riau. Pengamatandilakukan pada jenis-jenis vegetasi di kawasan GTC yang menarik pada lokasi penelitian yaitu Bukit Lancang, sekitar kolam, dan sekitar Air Terjun Granit. Selain itu dikumpulkan juga data jenis satwa yang ada di lokasi penelitian. Analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP) dan asosiasi antar jenis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan Bukit Lancang mempunyai keragaman jenis tumbuhan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Selanjutnya, lokasi penelitian tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam, dengan rekomendasi bahwa Bukit Lancang dapat dikembangkan sebagai hutan pendidikan lingkungan dan jalur pendakian bagi pengunjung; Air Terjun Granit dan kawasan sekitar kolam sebagai bagian tak terpisahkan dari pelatihan dan demonstrasi pemadaman kebakaran hutan. Kata kunci: Potensi flora, keragaman jenis, pengelolaan kawasan, Taman Nasional Bukit Tigapuluh Anwar, Chairil PREDIKSI MUSIM PUNCAK BUAH EMPAT JENIS MANGROVE BERDASAR HASIL FENOLOGINYA (Fruit Peak Season Prediction of Four Mangrove Species Based on Phenology) / Chairil Anwar. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.3 ; Halaman 237 247 , 2006 Pengamatan secara kontinyu proses terbentuknya buah mangrove matang dilakukan terhadap sepuluh tangkai yang memiliki bakal tunas bunga dari setiap pohon contoh. Berdasar hasil pengamatan fenologi empat jenis mangrove di kawasan mangrove Suwung, Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali, telah diketahui waktu-waktu yang diperlukan pada masing-masing proses tahapan fenologi mangrove : munculnya tunas bunga, munculnya bakal bunga, bunga siap mekar, bunga pada keadaan mekar, terbentuknya bakal buah, buah muda serta buah matang. Sonneratia alba J. Smith memerlukan waktu 15 minggu untuk menjadi buah matang sejak munculnya tunas muda pada ketiak daun di ujung ranting, Rhizophora apiculata B.L. memerlukan waktu 61 minggu, Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk 36 minggu, serta R. mucronata Lamk 60 minggu. Dengan diketahuinya tahapan fenologi ini maka dapat diprediksi berapa lama lagi buah mangrove akan matang, apabila dijumpai salah satu tahapan fenologi mangrove di lapangan. Dengan mengadakan studi lapangan

Heryati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.2 ; Halaman 127 - 136 , 2006

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang peranan hutan mangrove dalam memelihara kesuburan daerah perairan pantai di bawah tegakan tinggal hutan alam mangrove. Lokasi penelitian terletak di komplek hutan alam mangrove Sungai Sepada, Kalimantan Barat. Hutannya didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata Lamk. dan Bruguiera gymnorrhiza Lamk. dan tingginya agak seragam. Tanahnya digenangi air pasang laut yang tingginya beberapa sentimeter. Penaksiran jumlah serasah menggunakan 10 buah jaring serasah berukuran masing masing 1 m x 1 m dan diletakkan secara acak dalam hutan. Serasah kering dikumpulkan setiap triwulan. Untuk menaksir tingkat pembusukan serasah dan laju akumulasi unsur mineral yang terurai menggunakan cara yang digunakan oleh Olson (1963 ) dan Yenny et al. (1949). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : (a) Tegakan tinggal hutan mangrove menghasilkan rata rata 202.552 gc/m2/th karbon organik; (b) Laju penguraian unsur mineral selama dekomposisi serasah adalah : P>N>Mg>C >Al >S>K>Fe>Cu>Zn>Ca>Mn; dan (c) Pemanenan biomas hutan yang tak terkontrol telah menghilangkan rata-rata 99,4 % karbon organik. Kata kunci : Mangrove, dekomposisi serasah, pelepasan unsur mineral Antoko, Bambang S POTENSI DAN KERAGAMAN JENIS FLORA PADA KAWASAN WISATA ALAM DI GRANIT TRAINING CENTER, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH, RIAU (Potency of Flora and Species Diversity in Granit Training Center, Bukit Tigapuluh National Park, Riau) / Bambang S. Antoko dan Rozza T. Kwatrina. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.5 ; Halaman 513 -532 , 2006 Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang potensi dan keragaman jenis dan peluangnya sebagai lokasi wisata alam di Granit Training

4

guna mengetahui tahapan fenologi mangrove yang paling dominan pada suatu kawasan tertentu serta pada suatu saat tertentu, maka dapat diprediksi kapan akan terjadi musim puncak berbuah mangrove, yang pada gilirannya akan membantu dalam rangka perencanaan pengunduhan buah serta penyediaan bibit mangrove. Kata kunci: Fenologi mangrove, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera Anwar, Chairil PENAMBATAN KANAL: UPAYA UNTUK MEMPERBAIKI LINGKUNGAN PADA KAWASAN HUTAN RAWA GAMBUT DI SEBANGAU, KALTENG / Chairil Anwar. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 187-195 , 2006 Pembuatan kanal dalam wilayah lahan gambut selain akan memudahkan ekstraksi kayu dalam pembalakan liar, juga penyebabkan terjadinya perubahan ekosistem yang akan berakibat timbulnya kerugian sangat besar dikemudian hari . Gambut di alam pada dasarnya merupakan bahan "spongy" yang mempunyai daya besar dalam menahan air hingga 4,5-30 kali bobot keringnya, sehingga dapat menahan banjir pada musim hujan dan mampu mengalirkan air pada saat musin kemarau. Pengalaman lahan gambut Sebangau tahun 1994 menunjukan bahwa akibat adanya pembuatan kanal yang belum begitu banyak, maka permukaan air tanah dapat mencapai antara 10-30 di atas permukaan tanah pada musim hujan dan dapat mencapai 100 cm di bawah permukaan tanah pada musim kemarau.Pengalaman saat ini dengan semakin maraknya pembuatan kanal-kanal, telah menyebabkan terjadinya banjir besar, sehingga menyebabkan kerugian besar bagi petani sekitar.Mengingat lahan gambut memiliki sifat pengkerutan atau kering tak balik (irreversible) , maka fluktuasi permukaan air tanah yang tinggi ini dapat menyebabkan gambut tidak akan dapat menyerap air kembali apabila tergenang oleh air berikutnya, yang pada gilirannya menyebabkan lahan gambut sangat rentan terhadap kebakaran. Kondisi ini akan memunculkan persoalan lingkungan hidup seperti terancam punahnya fauna dan flora,kebakaran hutan, banjir, sedimentasi, dan penurunan kualitas perairan sungai di sekitarnya. Penambatan kanal merupakan salah satu upaya untuk memperlambat keluarnya air dan memperkecil fluktuasi permukaan air gambut yang diharapkan dapat memperbaiki ekosistem gambut untuk mendukung rehabilitasnya.

Kata Kunci:

Kanal, Hutan rawa gambut, konservasi, Sebangau, Kalimantan Tengah

Anwar, Chairil KERAGAMAN DAN SEBARAN MANGROVE DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT / Chairil Anwar. -- Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui IPTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 155-165 , 2006 Taman Nasional (TN) Bali Barat memiliki keragaman jenis mangrove yang cukup tinggi. Sekurang-kurangnya dijumpai 53 jenis vegetasi mangrove dan vegetasi peralihannya yang menempati lima komplek mangrove di TN Bali Barat. Empat belas jenis vegetasi merupakan elemen utama pembentuk mangrove, 10 jenis merupakan elemen tambahan dan 29 jenis selebihnya merupakan jenis-jenis vegetasi peralihan yang biasanya berasosiasi dengan mangrove. Berdasar hasil pengukuran secara kasar, diperkirakan luas mangrove di wilayah TN Bali Barat adalah 551 ha, yang terdiri dari mangrove komplek Teluk Gilimanuk Kata kunci: Taman Nasional, Bali Barat, Gilimanuk, Possumur, Pulau Menjangan, Teluk Trima, Tanjung Gelap dan luas Anwar, Chairil SEBARAN MANGROVE DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT DAN KEMUNGKINANNYA SEBAGAI SUMBER BENIH / Chairil Anwar. -Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan Iptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 223240 , 2006 Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat memiliki keragaman jenis mangrove yang cukup tinggi, sekurang-kurangnya terdapat 55 jenis vegetasi mangrove dan vegetasi peralihannya yang menempati 30 komplek mangrove di Pulau Lombok. Limabelas jenis vegetasi merupakan elemen mayor pembentuk mangrove, tujuh jenis merupakan elemen minor dan 33 jenis selebihnya merupakan jenis-jenis vegetasi peralihan yang biasanya berasosiasi dengan mangrove. Berdasar hasil

5

pengukuran secara kasar, diperkirakan luas mangrove di Pulau Lombok adalah 1,759 ha, yang tersebar pada pesisir Kabupaten Lotim Utara sekitar 1,592,5 ha dengan keragam 50 jenis mangrove, Kabupaten Lotim Selatan (71 ha, 28 jenis), pesisir selatan Kabupaten Loteng (7 ha, 18 jenis), pesisir Kabupaten Lombar Selatan (77,5 ha, 31 jenis) dan pesisir Kabupaten Lombar Utara (11 ha, 27 jenis) .Untuk keperluan rehabilitasi mangrove, setidaknya terdapat sembilan jenis: A.marina, L. racemosa, R.stylosa, R.apiculata, R. mucronata, C. tagal, S. alba dan S. caseolaris tersebar di Pulau Lombok yang dapat disarankan untuk dijadikan sumber benih mangrove. Kata kunci: Pulau Lombok, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, Sumber benih, Mangrove Anggraeni, Illa SERANGAN PENYAKIT EMBUN TEPUNG DAN KARAT DAUN PADA Acacia auriculiformis A.Cunn. Ex. Benth. DI KEDIRI, JAWA TIMUR (Powdery Mildew and Rust Attack on Acacia auriculiformis A.Cunn. Ex Benth. in Kediri, East Java) / Illa Anggraeni; Ari Wibowo. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.1 ; Halaman 45 53 , 2006

membelok), dan dapat menyebabkan embun tepung.

pohon menjadi kering dan terselimuti

Kata kunci : Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth., penyakit embun tepung, penyakit karat daun Anggraeni, Illa DIAGNOSA PENYAKIT EMBUN JELAGA DAN DAUN MENGGULUNG PADA KLICUNG (Diospyros malabarica (Desr. Kostel) DI KHDTK BARUNG, NUSA TENGGARA BARAT (Diagnostic of Black Mildew and Rolled Leaf Diseases on Diospyros malabarica (Desr.) Kostel at Forest research (KHDTK) of Rarung, West Nusa Tenggara) / Illa Anggraeni; Ngatiman. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.2 ; Halaman 209 - 214 , 2006

Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. merupakan jenis pohon cepat tumbuh untuk penghijauan yang tanaman mudanya mudah terserang penyakit. Penelitian yang dilakukan di RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri, Jawa Timur bertujuan untuk mengetahui gejala makroskopis dan mikroskopis dari penyebab penyakit yang menyerang tanaman Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. berumur dua tahun serta akibat yang ditimbulkannya. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tanaman Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. terserang oleh dua jenis penyakit yaitu karat daun dan embun tepung. Persentase serangan penyakit karat daun rata-rata sebesar 91,44 %, yang terserang embun tepung saja tidak ada sedangkan yang terserang kedua penyakit tersebut sebesar 8,55 %. Hasil identifikasi dan determinasi penyebab pada fase aseksual penyakit embun tepung adalah fungi Oidium sp. (Deuteromycetes) atau disebut pula Erysiphe sp. pada fase seksual (Ascomycetes), penyakit karat daun disebabkan oleh Atelocauda digitata G. Wint. Akibat kedua penyakit tersebut tanaman pertumbuhannya menjadi terhambat, bagian pucuk bentuknya tidak normal (keriting, membengkak, dan

malabarica (Desr.) Kostel) secara alami terdapat di Klicung (Diospyros Kabupaten Sumbawa dan Lombok Selatan. Jenis pohon ini tergolong lambat tumbuh (slow growth) dan tergolong jenis kayu mewah (fancy wood). Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 1994 membuat plot uji coba penanaman klicung di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rarung, Lombok, Nusa Tenggara Barat seluas 5 hektar. Kenyataan di lapangan ternyata tanaman klicung terserang oleh penyakit embun jelaga (black mildew) dan sekaligus juga oleh penyakit daun menggulung (roll leaf). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang organisme penyebab penyakit embun jelaga dan daun menggulung serta ekobiologinya. Informasi dari penyakit embun jelaga dan daun menggulung yang keduanya sekaligus menyerang tanaman klicung belum pernah ada, sehingga diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal dalam mengambil tindakan pencegahan dan pengendalian secara efektif dan efisien. Hasil pengamatan gejala di lapangan serta pengamatan mikroskopis di laboratorium penyebab penyakit embun jelaga adalah fungi Meliola sp. dan penyakit daun menggulung disebabkan oleh virus.Kata kunci : Klicung, Diospyros malabarica (Desr.) Kostel, embun jelaga, daun menggulung, Meliola sp. KHDTK Rarung,

6

Asmaliyah POTENSI ETNOBOTANI SUMATERA SEBAGAI SUMBER PENGHASIL PESTISIDA NABATI DALAM PENGENDALIAN HAMA / Asmaliyah, Edwin Martin, dan Sri Utami. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 95-103 , 2006 Pulau Sumatera memiliki potensi besar dalam hal keaneragaman jenis tumbuhan tingkat tinggi. Masyarakat tradisional memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitarnya (etnobotani) untuk keperluan berburu, obat-obatan, dan pengendalian hama tanaman budidaya mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan inventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional oleh masyarakat etnis Sumatera dimanfaatkan sebagai obat-obatan (tradisional medicine), bahan berburu maupun pangusir hama pertanian, sebagai dasar untuk mengklasifikasi potensi masing-masing jenis sebagai tumbuhan penghasil pestisida nabati. Penelitian dilakukan sejak Desember 2003 sampai dengan Maret 2005 pada kelompok masyarakat suku Talang Mamak di Riau, suku Melayu Tua di jambi, dan suku Rejang Lebong Tapus Bengkulu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari ketiga lokasi penelitian dapat ditemukan 266 jenis tumbuhan etnobotani. Sebanyak 52 jenis tumbuhan diantaranya diduga berpotensi besar sebagai penghasil pestisida nabati. Berdasarkan hasil uji pendahuluan insektisida jenis belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) dan nango (Canangium sp.) terlihat bahwa ekstrak kedua tumbuhan tersebut mampu mempengaruhi mortalitas, Keberhasilan pembentukan pupa, dan imago Helicoverpa armigera Hbn dan Spodoptera litura F. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan lebih banyak lagi tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati maupun efektivitasnya dalam mengendalikan serangga hama tanaman. Kata Kunci: Etnobotani, Inventarisasi jenis tumbuhan, Pestisida nabati, Pengendalian hama

Asmaliyah PROSPEK PEMANFAATAN BIOINSEKTISIDA SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PENGENDALIAN HAMA PADA HUTAN TANAMAN / Asmaliyah. -Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 115-124 , 2006 Sampai saat ini cara yang paling umum digunakan untuk mengendalikan hama adalah dengan menggunakan insektisida kimia, karena dianggap paling cepat dan ampuh mengatasi gangguan hama. Namun penggunaannya yang kurang bijaksana sering menimbulkan dampak negatif, antara lain terjadinya resistensi resurjensi, terbunuhnya musuh alami, dan berbahaya bagi mahluk hidup serta pencemaran lingkungan. Untuk menekan timbulnya berbagai permasalahan tersebut di atas, perlu dicari alternatif pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran tetapi lebih aman. Salah satunya yang memenuhi persyaratan ini dan layak dikembangkan adalah bioinsektisida (insektisida mikroba dan insektisida organisme non target, tidak meninggalkan residu terhadap lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia, mamalia, dan ikan. Kata Kunci: Bioinsektisida, Pengendalian hama, Hutan Tanaman Asmaliyah PENGAMATAN SERANGGA HAMA BARU PADA TANAMAN PULAI DARAT (Alstonia angustiloba) DI PT. XYLO INDAH PRATAMA-CECAR / Asmaliyah, Sri utami, dan Enik Erna Wati Hadi. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 145-150 , 2006 Kumbang Cycotrachelus sp. (Coleoptera:Brenthidae) merupakan serangga hama baru yang ditemukan menyerang tanaman pulai (Alstonia angustiloba) di PT. Xylo Indah Pratama (XIP), Cecar, Lubuk Linggau. Kumbang ini merupakan hama penggerek daun (leaf miner) yang menyerang daun pulai dengan cara memakan daging daun pada permukaan daun. Keberadaan kumbang ini cenderung meningkat seiring menurunnya serangan ulat Clauges glauculalis. Persentase serangan kumbang cukup tinggi, tetapi tingkat kerusakannya masih sangat rendah. Kondisi ini dikhawatirkan suatu saat nanti serangan kumbang akan membahayakan tanaman apabila sejak dini tidak dikendalikan. Oleh

7

karena itu perlu pemantauan dan pengamatan secara periodik dan intensif terhadap perkembangan serangan kumbang Cycnotrachelus sp. Kata Kunci: Serangga, Hama, Cycotrachelus sp, Coleoptera: Brenthidae, Pulai, Alstonia angustiloba, PT Xylo Indah Pratama Bastoni PROSPEK PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN JELUTUNG (Dyera lowii) PADA LAHAN RAWA SUMATERA / Bastoni dan Abdul Hakim Lukman. - Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 19-30 , 2006 Potensi lahan rawa sangat besar, meliputi areal seluas 34,4 juta hektar (nasional) dan 7,2 juta hektar (sumatera). Saat ini sebagian besar lahan rawa dalam kondisi rusak yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi hutan, konversi lahan, kebakaran hutan dan lahan. Untuk mempercepat pemulihannya perlu dilakukan rehabilitasi melalui pembangunan hutan tanaman. Jelutung (Dyera lowii) adalah jenis pohon lokal (Indigenous species) yang sangat prospektif untuk hutan tanaman produktivitas tinggi dan ramah lingkungan pada lahan rawa karena keunggulan ekologi dan ekonomi yang dimiliki. Jelutung mempunyai daya adaptasi yang baik dan teruji pada lahan rawa, pertumbuhan cepat dan dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan minimal. Prospek pengembangan hutan tanaman jelutung pada lahan rawa Sumatera sangat baik karena didukung oleh sumberdaya lahan yang luas, sumber plasma nutfah tersebar dengan keragaman genetik yang besar, dan aspek silvikulturnya sebagian besar telah dikuasi. Hutan tanaman jelutung dapat dikelola dengan pola yang seragam (HTI, social forestry) untuk memperoleh hasil getah dan kayu serta pemulihan fungsi lingkungan. Pasar ekspor getah dan kayu jelutung terus mengalami penurunan pasokan sehingga peluang pasar masih sangat besar. Keberhasilan pengembangan hutan tanaman jelutung pada lahan rawa sangat ditentukan oleh peran aktif banyak pihak, khususnya dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk kebijakan dan program yang mengarah pada upaya tersebut serta input teknologi dari lembaga penelitian. Kondisi tersebut akan dapat menumbuhkan dan memacu minat budidaya dan minat kelola oleh masyarakat dan dunia usaha. Kata Kunci: Hutan tanaman, Jelutung, Dyera lowii, Rawa, Sumatera

Bau, Yanuarius Koli REKAYASA SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN SEKTOR KEHUTANAN DI NTT / Yanuaris Koli Bau. -- Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan Iptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 69-76 , 2006 Data di berbagai negara memperlihatkan bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin pesat telah secara langsung menimbulkan peningkatan kebutuhan masyarakat baik secara individu, kelompok atau bangsa akan sumberdaya alam. Identifikasi di sejumlah negara menunjukan peningkatan kebutuhan nyata yang berkaitan langsung dengan hutan, yakni meningkatnya kebutuhan akan kayu untuk perumahan, perabot rumah tangga, pemanas, dan masak memasak, kebutuhan akan bahan makanan yang berkaitan dengan hutan sebagai gudang alam, serta kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan peternakan.Peningkatan kebutuhan ini telah secara nyata mendorong individu, masyarakat bahkan negara bangsa sebagai pelaku ekonomi melakukan eksploitasi hutan secara berlebihan dan mengganggu keseimbangan ekosistem dan ketersediaan sumberdaya alam jangka panjang. Peningkatan kebutuhan ini pada gilirannya melahirkan antagonisme dan konflik, baik yang bersifat horisontal antar kelompok sosial, yang bersifat vertikal antara rakyat dan negara, maupun yang berisfat trans nasional, antarbangsa. Ketegangan dan konflik ini tidak akan pernah terselesaikan apabila para pihak yang terlibat tidak menggunakan kearifan yang tinggi yang dimilikinya, tanpa harus mengorbankan kepentingan ekonomi dan politiknya masing-masing. Pengalaman lapangan dari desa-desa di Pulau Timor memperlihatkan bahwa penanganan pembangunan kehutanan, termasuk penyelesaian antagonisme dan konflik yang terjadi hanya akan berhasil apabila para pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan pelaku ekonomi bersama-sama dengan masyarakat lokal melakukan rekayasa sosial, menemukan kembali dan memanfaatkan proses belajar dinamis dari kapital sosial yang dimiliki masyarakat. Dengan demikian persoalannya bukan lagi pada akhirnya masyarakat memperoleh manfaat dari tanah, air, dan hutan, tetapi pada mulanya warga masyarakat bersama-sama pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, pelaku ekonomi, berfikir dan bekerja sehingga mereka mendapat manfaat optimal dan berkelanjutan, Kata kunci: Rekayasa sosial, Pengelolaan hutan, Tanah, Air

8

Butar-Butar, Tigor STUDI SIFAT-SIFAT TANAH DI KEBUN PERCOBAAN BU'AT-SOE TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR / Tigor Butar-Butar [et.al] . -- Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan Iptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 217-221 , 2006 Telah dilakukan penelitian studi sifat-sifat tanah di Kebun Percobaan Bu'at Kecamatan Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian dilakukan dengan membuat profil tanah di lokasi penelitian untuk dilakukan analisis tanah secara langsung maupun pengambilan contoh tanah untuk dilakukan analisa di laboratorium. Dari penelitian profil di lokasi menunjukan bahwa terjadi proses pedogenesis pada lapisan atas maupun bawah, proses pelapukan berlangsung secara normal, tanah masih relatif muda dan secara edafis masih dapat ditumbuhi oleh beberapa jenis tanaman. Hasil analisa laboratorium menunjukan bahwa pH tanah (H2O maupun KCI) semakin tinggi dari lapisan atas ke lapisan bawah. Kandungan bahan organik dan N total terbesar terletak pada lapisan ke dua. Kata kunci: Kebun percobaan Bu'at-SoE, Nusa Tenggara Timur, Sifat tanah Bustomi, Sofwan KLASIFIKASI POTENSI TEGAKAN HUTAN ALAM BERDASARKAN CITRA SATELIT DI KELOMPOK HUTAN SUNGAI BOMBERAI - SUNGAI BESIRI DI KABUPATEN FAKFAK, PAPUA (Standing Stock Classification of

secara sistematik dengan jarak antar jalur 200 m, lebar jalur 20 m, panjang 1.000 m. Hasil penelitian ditemukan 48 jenis pohon yang tercakup ke dalam 27 famili. Jenis-jenis yang dominan berturut-turut resak/damar (Vatica rassak Bl.), matoa (Pometia pinnata Forst.), kelat/jambu-jambu (Eugenia sp.), kenari (Canarium maluense Lauterb.), mersawa (Anisoptera polyandra Bl.), dan pala hutan (Myristica fatua Houtt.). Pengkelasan hutan menurut warna/tone pada peta citra satelit dapat digunakan, hal ini ditunjukkan oleh kerapatan tegakan hutan dengan diameter 20 cm pada hutan jarang sebesar 96,80 pohon/ha (diameter 50 cm = 7,20 N/ha dan diameter 60 cm = 2,60 N/ha), hutan sedang sebesar 101,25 pohon/ha (diameter 50 cm = 8,70 N/ha dan diameter 60 cm = 4,25 N/ha) dan kerapatan tegakan hutan rapat sebesar 118,05 pohon/ha (diameter 50 cm = 9,45 N/ha dan diameter 60 cm = 4,25 N/ha). Potensi pohon berdiameter 20 cm di areal kerja PT. Prabu Alaska Unit I Fakfak pada hutan jarang sebesar 68,66 m/ha (diameter 50 cm = 18,04 m/ha dan diameter 60 cm =9,56 m/ha), hutan sedang sebesar 76,88 m/ha (diameter 50 cm = 25 m/ha dan diameter 60 cm =17,06 m/ha) dan kerapatan tegakan hutan rapat sebesar 85,78 m/ha (diameter 50 cm = 25,80 m/ha dan diameter 60 cm = 16,46 m/ha). Kata kunci : Klasifikasi, potensi tegakan, citra satelit, kelompok hutan Darmawan, Saptadi RAGAM MANFAAT KEMIRI / Saptadi Darmawan. -- Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 69-76 , 2006 Tanaman Kemiri merupakan tumbuhan serbaguna dan pemanfaatannya sudah dikenal baik oleh masyarakat terutama buahnya. Jenis ini dapat tumbuh dengan baik di Nusa Tenggara dan penyebarannya cukup merata. Kemiri saat ini pemanfaatannya lebih terfokus pada kemiri isi dan kayunya. Tempurung kemiri yang selama ini banyak dijadikan limbah, sebenarnya memiliki kegunaan yang cukup bermanfaat. Beberapa produk dari hasil pengolahan tempurung kemiri adalah arang, briket arang, arang aktif, destilat, dan minyak kemiri. Arang dan briket arang dapat digunakan sebagai sumber energi. Arang aktif dapat digunakan sebagai bahan adsorben, baik pada media cair maupun udara. Destilat telah digunakan untuk memperbaiki sifat tanah dan pencegahan jenis hama dan penyakit tertentu. Arang dan arang aktif juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki sifat tanah. Dengan dihasilkannya produk

Nature Forest Based on Landsat Imagery at Bomberai River - Besiri River Forest Natural, Fakfak District, Papua) / Sofwan Bustomi; Djoko

Wahyono; N.M. Heriyanto. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.4 ; Halaman 437 - 458 , 2006

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang kelas kerapatan hutan dan potensi tegakan berdasarkan tampilan warna/tone pada citra satelit. Metode yang digunakan yaitu pengukuran/penilaian potensi pada citra satelit dan pengamatan lapangan. Pengukuran potensi pada citra satelit tersebut dilihat dari tone yang dijumpai, semakin rapat tegakan, semakin jelas tone yang dihasilkan. Sedangkan pengamatan lapangan dilakukan dengan cara menentukan satuan contoh berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 km x 1 km (100 ha). Di dalam plot bujur sangkar dibuat lima jalur ukur yang diletakkan

9

olahan dari tempurung kemiri tersebut diharapkan dapat meningkatkan manfaat bagi masyarakat. Kata Kunci: Kemiri, Limbah, Arang, Briket arang, Destilat Darmawan, Saptadi PENYEBARAN DAN KEBERADAAN INANG GAHARU DI ALAM / Saptadi Darmawan dan Sumardi. -- Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan Iptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 205-215 , 2006 Telah dilakukan penelitian penyebaran dan keberadaan inang gaharu di alam. Penelitian dilakukan pada bulan November 2004 di kawasan Hutan Timau Kecamatan Amfoang Kabupaten Kupang dan Kawasan Hutan Wanggameti, Kecamatan Metawai Selatan, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian dilakukan dengan melakukan survey dan wawancara terhadap masyarakat untuk mendapatkan data pengusahaan gaharu dan membuat petak berukuran 20 m x 20 m dengan jarak antar petak 200 m dengan sistem jalur untuk melakukan inventarisasi inang gaharu, pada lokasi tempat ditemukannya gaharu/inang gaharu maupun bekas eksploitasi gaharu/inang gaharu. Dari hasil penelitian di lokasi penelitian diketahui inang gaharu dari jenis Aquilaria malaccensis sulit ditemukan. Inang gaharu di alam pada tingkat pohon dan tiang sudah tidak dapat ditemukan, untuk tingkat pancang dan semai di petak analisis vegetasi masih dapat dijumpai dengan nilai indeks penting masingmasing sebesar 2,86 dan 8,28. Berkurangnya inang gaharu di alam disebabkan oleh perburuan yang berlangsung secara besar-besaran tanpa dilakukan upaya konservasi dengan melakukan budidaya inang gaharu. Kata kunci: Inang, Gaharu, Survey, Inventarisasi

Daryono, Herman PEMANFAATAN LAHAN SECARA BIJAKSANA DAN VEGETASI DENGAN JENIS POHON TEPAT GUNA DI LAHAN RAWA GAMBUT TERDEGRADASI / Herman Daryono. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 1-18 , 2006 Indonesia mempunyai lahan gambut seluas 17 juta hektar yang terbentang dari pantai timur Sumatera Timur seluas 9,6 juta hektar yang meliputi Provinsi Jambi, dan Sumatera Selatan. Di Kalimantan seluas 6,3 juta hektar meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, dan Irian Jaya seluas 70.000 hektar. Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat,laporan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan (2004) diperoleh bahwa laju deforestasi, baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara 1997-2000 di Indonesia mencapai 2,83 juta hektar/tahun termasuk kerusakan hutan rawa gambut. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan, baik sebagai reservoir air, carbon storage, dan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, pemanfaatan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya maupun fungsi ekologi. Pada masing-masing tipologi lahan, dalam melakukan vegetasi diperlukan pemilihan jenis yang tepat, sehingga kegagalan dalam melakukan rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat masam aktual merupakan lahan konservasi yang memerlukan jenis yang spesifik untuk dapat hidup di situ, karena adanya senyawa pirit yang bersifat racun. jenis gelam (Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus), geronggang (Cratoxylum glaucum), geronggang (Carborescens) merupakan jenis-jenis yang tahan hidup pada lahan sulfat asam. Pada lahan gambut yang telah mengalami kebakaran, dan kondisinya dalam keadaan terbuka pada kawasan produksi (gambut 3m) dalam keadaan terbuka, perlu direvegetasi dengan jenis asli setempat seperti jelutung karena hasil getahnya dapat dimanfaatkan tanpa menebang pohonnya. Selain itu pada lahan gambut masyarakat, dapat dibangun dengan jenis jelutung dengan sistem agroforestry. Kata Kunc: Pemanfaat lahan, Vegetasi, Rawa gambut Darwati, Wida UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN, RANTING, DAN BIJI SUREN (Toona sureni Merr: Meliaceae) TERHADAP HAMA DAUN Eurema spp. (Lepidoptera : pieridae) PADA SKALA LABORATORIUM / Wida Darwiati. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 125-128 , 2006 Perlindungan Tanaman terhadap serangan hama dan penyakit mulai dikembangkan dengan insektisida yang tidak mencemari lingkungan. Insektisida ini berasal dari tanaman atau mikroorganisme. Untuk mendapatkan insektisida yang berasal dari tanaman, telah digunakan tanaman kehutanan yaitu Toona sureni Merr yang diketahui mengandung senyawa kimia melalui analisis kromatografi gas yang dapat berfungsi sebagai pembunuh hama. Uji efikasi kandungan senyawa dari tanaman Toona Sureni Merr yang digunakan adalah bagian daun, ranting, dan biji terhadap hama daun Eurema s. dosis yang digunakan 3 cc/100 cc air, 5 cc/100cc air, 7cc/100 cc air, dan kontrol dengan rancangan acak lengkap. Hasilnya menunjukan bahwa perlakuan ekstrak biji suren sangat efektif dan tercepat dalam pengendalian hama daun di laboratorium dengan jangka waktu 3 jam setelah perlakuan mortalitas terbanyak dibanding dengan ekstrak daun dan ranting. Pada pengamatan selama 24 jam semua ulat mati, sedangkan untuk perlakuan ekstrak daun dan ranting memerlukan waktu sampai 72 jam. Kata Kunci: Uji efikasi, Ekstrak daun, Ranting, Biji, Suren, Toona sureni Merr, Hama daun, Eurema sp

Darwo APLIKASI ENDOMIKORIZA, PUPUK KOMPOS, DAN ASAM HUMAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN Khaya anathoteca Dx. PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN BATU GAMPING DI CILEUNGSI-BOGOR

Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.2 ; Halaman 195 207 , 2006

(Aplication of Endomycorrhyza, Compos, and Humic Acid to Growth Improvement of Khaya anthoteca Dx. at Post-Limestone Mining Land, Cileungsi-Bogor) / Darwo; Yadi Setiadi; Erdy Santoso. -- Jurnal

Aktifitas reklamasi pada lahan pasca penambangan batu gamping seperti di PT. Semen Cibinong, Cileungsi, Kabupaten Bogor sebagai bahan baku semen menunjukkan hasil yang tidak baik, hal ini dikarenakan kurang memperhatikan karakteristik bekas penambangan, teknik revegetasi, dan penggunaan mikroorganisme tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang respon pertumbuhan Khaya anthoteca Dx. yang diinokulasi cendawan Glomus aggregatum Schenk & Smith terhadap pemberian pupuk kompos dan asam humat pada lahan bekas penambangan batu gamping serta tingkat infeksi cendawan endomikoriza pada tanaman tersebut. Rancangan penelitian menggunakan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan unsur hara (P, K, dan Mg), kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa ada dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman, tetapi yang menjadi faktor pembatas adalah reaksi tanah agak alkalis dengan nilai tukar kation Ca sangat tinggi dan kadar salinitas tinggi serta kandungan C-organik dan nitrogen sangat rendah. Dengan pemberian pupuk kompos 2 kg dan atau 500 ml asam humat 1.500 ppm belum cukup memenuhi kebutuhan hara tanaman (kadar C-organik dan nitrogen masih termasuk rendah) dan ditunjukkan tanaman kekurangan nitrogen. Pertumbuhan tanaman yang terbaik, jika bibit telah diinokulasi cendawan Glomus aggregatum Schenk & Smith yang ditanam pada lahan yang diberi 500 ml asam humat 1.500 ppm. Asam humat mampu meningkatkan pertumbuhan, daya hidup, dan persen infeksi akar bermikoriza yang lebih baik. Introduksi cendawan Glomus aggregatum Schenk & Smith berkorelasi positif dengan asam humat dan keberadaan cendawan endomikoriza dan asam humat bersifat sinergis terhadap pertumbuhan Khaya anthoteca Dx. Kata kunci : Reklamasi, batu gamping, endomikoriza, kompos, asam humat

11

Danu TEKNOLOGI DAN STANDARISASI BENIH DAN BIBIT DALAM RANGKA MENUNJANG KEBERHASILAN GERHAN / Danu, Dede Rohadi, dan Nurhasybi. -- Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 63-76 , 2006 Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) adalah program pemerintah dalam upaya merehabilitasi hutan dan lahan dengan target seluas 3 juta hektar selama kurun waktu 5 tahun (2003-2007). Keberhasilan program ini memerlukan dukungan ketersediaan benih dan bibit yang bermutu dan berasal dari sumber benih bersetifikat dalam jumlah besar. Pada kenyataannya kemampuan produksi benih dari sumber benih yang bersertifikat belum memenuhi kebutuhan. Demikian pula ketersediaan perangkat sistem dalam pengawasan mutu benih, seperti standar pengujian dan mutu benih/bibit. baru tersedia untuk jenis-jenis komersial tertentu. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan penggunaan benih/bibit bermutu dalam program rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia. Di antara upaya-upaya tersebut adalah pemeliharaan sumber-sumber benih, pembangunan kebun benih/bibit, penyusunan standar pengujian dan mutu benih untuk berbagai jenis tanaman yang diperlukan serta peningkatan pengetahuan para praktisi di palangan dalam hal penyediaan, penanggulangan, dan pengawasan mutu benih/bibit. Kata Kunci: Teknologi, benih, Standar, Bibit, GERHAN, Rehabilitasi

menggunakan Faktorial Eksperimen dalam RCBD. Faktor-faktor yang diteliti adalah empat jenis kombinasi media dan tiga dosis pupuk NPK. Tiap kombinasi perlakuan diulang tujuh kali dan tiap ulangan terdiri dari lima bibit. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan dan mutu morfologi bibit eboni yang baik dicapai pada medium top-soil + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v) dan top-soil + sabut kelapa sawit = 1 : 1 (v/v). Interaksi antara jenis medium dan dosis pupuk NPK nyata terhadap pertumbuhan diameter batang bibit. Tiga kombinasi perlakuan baik untuk pertumbuhan diameter batang bibit adalah top-soil + sabut kelapa sawit = 1 : 1 (v/v) tanpa pupuk (3,18 mm), top-soil + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v) dengan pupuk NPK 0,5 g/bibit (3,10 mm), dan top-soil murni dengan 1,0 g/bibit (3,08 mm). Kata kunci : Eboni (Diospyros celebica Bakh.), bibit, top-soil, sabut kelapa, sabut kelapa sawit, NPK Falah, Faiqotul MODEL PEMANFAATAN PARTISIPATIF KAWASAN PENYANGGA HUTAN LINDUNG DENGAN POLA AGROFORESTRY / Faiqotul Falah...(et.al) . -Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 101-109 , 2006 Mengingat fungsi ekologinya, kawasan penyangga hutan lindung perlu dikelola pemanfaatannya agar mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus menunjang fungsi hutan lindung sebagai penyangga tata air. Pemanfaatan kawasan penyangga hutan lindung seyogyanya dilakukan dengan memberdayakan masyarakat dalam seluruh proses pemanfaatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Peran fasilitator diperlukan sebagai pendamping proses tersebut. Model pemanfaatan kawasan penyangga hutan lindung harus disesuaikan dengan karakter biofisik dan sosial ekonomi setempat sehingga dapat lebih tepat guna dan berkelanjutan. Tulisan ini bertujuan memaparkan proses penyusunan rancangan dan pembangunan model pemanfaatan kawasan penyangga hutan lindung dengan penerapan pola agrofishery yang memadukan budidaya ikan dengan tanaman kehutanan/pertanian dalam satu unit lahan. Pemilihan jenis yang akan dibudidayakan harus mempertimbangkan kemampuan sumberdaya manusia pelaksana, modal finansial yang tersedia, prospek keuntungan ekonomi bagi masyarakat, serta fungsinya dalam menunjang konservasi tata air.

Durahim PENGARUH MEDIA DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN MUTU BIBIT EBONI (Diospyros celebica Bakh.) (Effects of Media and NPK Fertilizer to the Growth and Quality of Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Seedling) / Durahim; Hendromono. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.1 ; Halaman 9 - 17 , 2006 Eboni (Diospyros celebica Bakh.) adalah salah satu jenis endemik di Pulau Sulawesi yang termasuk diprioritaskan untuk Hutan Tanaman Industri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kombinasi media dari tanah mineral dan bahan organik serta dosis pupuk NPK (17:17:17) terhadap pertumbuhan dan mutu morfologi bibit eboni. Penelitian

12

Kata Kunci: Kawasan penyangga, Hutan Lindung, Model pemanfaatan, partisipatif, Konservasi, Tata Air Fatima, Imaculata ARSITEKTUR BIOLOGIS MENUJU EKSPLOITASI HUTAN YANG HARMONIS DI FLORES / Imaculata Fatima. -- Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 97-102 , 2006 Pemanfaatan hutan yang tidak seimbang di Flores disebabkan oleh pandangan masyarakat yang hanya melihat nilai manfaat konsumtif (digunakan langsung sehari-hari tanpa mengolahnya untuk mandapatkan nilai tambah) dan nilai pemanfaatan produktif (langsung dijual ke pasar), tingginya ketergantungan masyarakat Flores terhadap sumberdaya hutan, kualitas sumberdaya manusia sekitar hutan yang relatif rendah, berkurangnya peran lembaga adat, dan kebijakan pemerintah yang kurang melibatkan masyarakat. Kata kunci: Eksploitasi hutan, Harmonis, Arsitektur biologis, Flores

tahun) yang masing-masing dipelihara dalam kandang individu berukuran 160 cm x 120 cm x 100 cm. Penelitian menggunakan percobaan faktorial dengan dua faktor yaitu jenis kelamin dan jenis pakan yang berupa kacang-kacangan dan biji-bijian serta buah-buahan dan sayur-sayuran. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rata-rata konsumsi burung bayan jantan sebesar 205,43 gr/hari (255,13 kalori) dan burung bayan betina 185,93 gr/hari (231,29 kalori). Jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi, yang menunjukkan jenis pakan yang paling disukai, adalah pepaya dengan rata-rata konsumsi 54,53 gr/hari (26,54 %) untuk burung jantan dan 48,74 gr/hari (26,21 %) untuk burung betina. Berdasarkan hasil analisis terhadap konsumsi pakan berupa buah-buahan dan sayur-sayuran serta pakan berupa kacang-kacangan dan biji-bijian, diketahui bahwa tingkat konsumsi terhadap tiap jenis pakan tidak berbeda nyata antara burung bayan jantan dan betina. Kata kunci: Bayan, Eclectus roratus cornelia Bonaparte, konsumsi, palatabilitas dan penangkaran

Garsetiasih, R. KONSUMSI DAN PALATABILITAS PAKAN BURUNG BAYAN SUMBA (Electus roratus cornelia Bonaparte) DI PENANGKARAN (Consumption and Feed Palatability of Bayan Bird, Electus roratus cornelia Bonaparte, in Captive Breeding)/ R. Garsetiasih; Mariana Takandjandji. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.1 ; Halaman 75 - 82 , 2006 Burung bayan (Eclectus roratus cornelia Bonaparte) merupakan jenis burung endemik Pulau Sumba dengan status dilindungi karena populasinya yang terus menurun. Dalam mengantisipasi kepunahan populasi perlu dilakukan penangkaran jenis burung bayan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tingkat konsumsi dan palatabilitas pakan burung bayan. Penelitian ini dilakukan di penangkaran Oilsonbai, Kupang, Nusa Tenggara Timur pada bulan September 1999 sampai Januari 2000. Penelitian menggunakan 8 individu burung terdiri dari 4 individu betina dan 4 individu jantan umur produktif (lebih dari 1

Gunaja, I Made KEBUTUHAN DUKUNGAN IPTEK DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI BALI / I Made Gunaja. -- Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui IPTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 63-69 , 2006 Luas kawasan hutan di Provinsi Bali sekitar 23 persen, masih di bawah luasan minimal 30 persen. Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya hutan di daerah ini adalah illegal logging, perambahan, pendudukan kawasan hutan, peredaran ilegal hasil hutan (illegal trading), dan kebutuhan bahan baku yang tinggi, sehingga mengakibatkan degradasi hutan yang semakin meningkat. Untuk mengatasi permasalahan ini maka program pembangunan kehutanan di Provinsi Bali diprioritaskan pada rehabilitasi dan perlindungan hutan serta pengembangan hasil hutan bukan kayu yang melibatkan masyarakat sekitar hutan.Untuk menopang keberhasilan programprogram yang dilakukan, maka dukungan iptek terapan yang praktis dan dengan biaya murah sangat diperlukan. Adapun faktor-faktor pendukung utama untuk pembangunan kehutanan di Provinsi Bali adalah: Potensi sosial budaya

13

masyarakat, makin tingginya partisipasi masyarakat dan komitmen pemerintah untuk memperbaiki hutan dan lingkungan dalam rangka menopang tujuan utama daerah wisata di Bali Kata kunci: Pembangunan kehutanan, IPTEK, Program, Pengelolaan, Sumberdaya hutan Harisetijono PENGEMBANGAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI P. LOMBOK : STUDI KASUS PEMBANGUNAN MODEL HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN LOMBOK BARAT DAN LOMBOK TENGAH / Harisetijono...(et.al) . -- Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 111-125 , 2006 Social Forestry merupakan salah satu kebijakan Departemen Kehutanan. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Model Social Forestry bersifat spesifik lokal yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga kebutuhan masyarakat dan kondisi pedo-klimat wilayah merupakan dua aspek yang penting. Hutan kemasyarakatan merupakan salah satu bentuk pengembangan program Social Forestry. Walaupun payung hukum pengembangan hutan kemasyarakatan belum mantap, pengalaman pengembangan hutan kemasyarakatn di Privinsi Nusa Tenggara Barat merupakan hal penting untuk bahan pengkajian. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi tipe dan model hutan kemasyarakatan yang sesuai dengan keberhasilan pengembangannya. Hasil kajian menunjukan bahwa pengembangan hutan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi wilayah Nusa Tenggara Barat, dan mengungkapkan permasalahan dan keberhasilan pengembangannya. Hasil kajian menunjukan bahwa pengembangan hutan kemasyarakatan masih menerapkan prinsip-prinsip Agroforestry Tradisional. Pemilihan jenis tanaman belum sepenuhnya berorientasi pada pasar karena keterbatasan kemampuan teknis dan informasi pasar. Demikian pula, perencanaan bersama mekanisme penyelesaian konflik belum berkembang dengan baik. Berdasarkan model yang berkembang, penanaman dengan menggunakan jalur ganda berseling antara tanaman penghasil kayu dan buah merupakan model yang baik untuk dikembangkan. Perbandingan jenis penghasil kayu dan buah dengan perbandingan 70:30 mampu memberikan pendapatan petani sebesar Rp. 1.683.750,- per petani per 0,25 hektar. Nilai

hasil tanaman tumpangsari dari yang tertinggi sampai dengan terendah secara berurutan adalah pisang, talas, padi, jagung, cabai, dan ubi kayu, dengan kisaran nilai Rp. 305.000,- sampai dengan Rp. 1.024.000,- per hektar. Kata Kunci: Hutan kemasyarakatan, Social forestry, Lombok Barat, Lombok Tengah

Harun, Marinus Kristiadi ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN FISIK SISTEM AGROFORESTRY KHAS LAHAN GAMBUT TIPIS DI DESA SEI PANTAI KABUPATEN BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN / Marinus Kristiadi Harun. -- Prosiding Seminar Bersama Hasil-Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satwa Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 209-224 , 2006 Development of agriculture in a peat swamp land should be environmentally sound and ensures the sustainability of production. Agroforestry application in a peat swamp land is able to maintaining high system stability and has a lower risk in land degradation. Agroforestry application in a peat swamp land could be carried out either on agricultural or on forest lands. Agroforestry application in forest area is intended mainly for providing apportunity of landless farmer to cultivate land and also for the objective of establishing forest crops with the best way and cheapest cost. The main objective of application agroforestryin agricultural land is for conserving soil and water, which in the long run is expected to increase land productivity and improving farmer's income. The objective of this research is to analysis social, economic and physic aspect of agroforestry system which have been developed by farmer in Sei Pantai Village, Subdistrict Rantau Badauh, regency Barito Kuala, South Kalimantan Province and suggest to be a basic knowledge and one of way to rehabilitate the forest and land degradation. The result of this study showed that agroforestry system developed by local farmer is: (a). alley cropping with the tongkongan technique; (b). alley cropping with the tongkongan and galengan technique; (c). alley cropping with the surjan technique and (d). Multiple Cropping with the guludan technique. Agroforestry system able to contribued equal to 33,18 percent from total farmer's income. Agroforestry system able to give income equal to 2.766.040 rupiahs per year or 230.503 rupiahs per month.

14

Kata kunci:

Agroforestry, Sosial ekonomi, Lingkungan, lahan gambut, Sei Pantai, Barito Kuala, Kalimantan Selatan

Halidah PERTUMBUHAN BEBERAPA JENIS TANAMAN TERINFEKSI MIKORIZA PADA LAHAN KRITIS DI SPUC MALILI (The Growth of Several Species Infected Mikorizae on Critical Land at Malili Research Station)/ Halidah; Saprudin. -- Info Hutan : Vol.III, No.2 ; Halaman 75 - 83 , 2006 Upaya rehabilitasi lahan kritis telah banyak dilakukan, namun belum memperlihatkan hasil yang diharapkan. Perkembangan iptek sekarang ini telah menjanjikan suatu pendekatan teknologi terutama yang berkaitan dengan penggunaan mikoriza yang berperan dalam proses pertumbuhan tanaman. Dengan melihat permasalahan dalam penanggulangan lahan kritis, maka perlu dikaji kemampuan mikoriza bersimbiose dengan berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan dalam rehabilitasi lahan. Tujuan penelitian ini menemukan teknologi rehabilitasi lahan kritis dengan memanfaatkan mikroorganisme yang mampu bersimbiose dengan tanaman serta dapat meningkatkan daya hidup dan pertumbuhannya pada lahan kritis. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan yaitu mikoriza; pupuk cepat larut; mikoriza + pupuk cepat larut; serta tanpa mikoriza dan pupuk (kontrol) yang diujikan pada tiga jenis tanaman yaitu bitti, sengon, dan damar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian mikoriza di lapangan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan sengon dan damar, tetapi tidak pada tanaman bitti. Kata kunci : Pertumbuhan, jenis, infeksi, mikoriza, lahan kritis

Anwar; Maryatul Qiptiyah. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.4 ; Halaman 367 - 377 , 2006

(Litter Productin and Decomposition Rate, Morphoedaphic, and Ground Water Salinity of Three Species Mangroves)/ Halidah; Chairil

Halidah PRODUKSI DAN LAJU PELAPUKAN SERASAH, MORPHOEDAFIK, DAN SALINITAS AIR TANAH DARATAN PADA TIGA JENIS MANGROVE

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang produksi dan laju pelapukan serasah, substrat, sifat kimia, dan biologi tanah, serta salinitas air tanah daratan pada berbagai jenis tegakan mangrove. Tiga jenis tegakan mangrove yang diamati adalah Sonneratia alba J. Smith., Rhizophora Hasil penelitian mucronata Lamk., dan Avicennia marina (Forsk.)Vierh. menunjukkan bahwa produksi dan laju pelapukan serasah masing-masing tegakan adalah 27,51 ton/ha/th dan 28,93 %/bl (S. alba); 15,40 ton/ha/th dan 28,05 %/bl (R. mucronata); serta 8,96 ton/ha/th dan 26,20 %/bl (A. marina). Substrat pada tegakan R. mucronata didominasi oleh partikel debu pada kedalaman (0-20) cm dan pasir pada kedalaman (20-40) cm. Pada tegakan A. marina didominasi oleh partikel debu, sedangkan pada tegakan S. alba oleh partikel pasir. Kemasaman atau pH pada semua tegakan netral, BO rendah kecuali pada tegakan R. mucronata. DHL, salinitas, KTK umumnya tinggi. Demikian juga unsur hara fosfor dan kalium, tinggi kecuali nitrogen. Sedangkan kation-kation yang dapat tukar juga umumnya tinggi. Fauna tanah yang ditemukan mempunyai nilai indeks keragaman dan indeks dominansi yang berbeda pada setiap tegakan. Indek keragaman dan indek dominansi untuk A. marina adalah 2,023 dan 0,159; S. alba (1,632 dan 0,330); sedangkan R. mucronata (0,926 dan 0,500). Kualitas salinitas air tanah daratan cenderung semakin membaik dengan adanya bentangan mangrove di sepanjang pantai. Kata kunci: Morphoedafik, mangrove, salinitas, produksi dan laju pelapukan serasah

15

Harahap, Rusli M.S EKOLOGI HUTAN TANAMAN Acacia crassicarpa A.Cunn.ex Benth. DAN Acacia mangium Willd. DI PADANGLAWAS, SUMATERA UTARA (Plantation Forest Ecology of Acacia crassicarpa A.Cunn.ex Benth. and Acacia mangium Willd. in Padanglawas, North Sumatra) / Rusli M.S.Harahap, Illa Anggraeni, dan Titi Kalima. -- Info Hutan : Vol.III, No.3 ; Halaman 261-268 , 2006 Penanaman akasia di Padanglawas dimulai dalam rangka pembangunan hutan tanaman secara swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hutan Tanaman seluas 38.675 ha merupakan bagian dari DAS Barumun dan Rokan. Selain jenis akasia, juga ditanam mahoni, sengon, ekaliptus, dan tampaknya ekaliptus dan akasia tumbuh dengan baik atau dapat beraklimatisasi. Kebakaran yang terjadi hampir tiap tahun di berbagai lokasi lahan hutan tanaman menunjukkan bahwa jenis akasia dan ekaliptus menghasilkan permudaan yang cukup potensial untuk pengembangannya. Di Sialiali, tercatat rataan permudaan Acacia crassicarpa A.Cunn.ex Benth. dan Acacia mangium Willd. masing-masing 13.500 dan 5.600 anakan per hektar setelah tiga tahun terbakar. Rataan diameter untuk A. crassicarpa A.Cunn.ex Benth. adalah 2,1 cm dengan selang 0,4-9,8 cm menunjukkan pertumbuhannya sangat dipengaruhi kesuburan tanah dan perlu diamati lebih lanjut. Disarankan menanam akasia tersebut di lahan kritis Padanglawas terutama di punggungpunggung bukit dan sebagai pohon perindang jalan dengan harapan kelak menyebar secara alami dan meningkatkan kesuburan tanah, dengan kegunaan untuk kayu bakar, pulp, bahan bangunan, dan meningkatkan fungsi DAS Baruman dan Rokan. Kata kunci :

Hendalastuti, Henti SISTEM PENGELOLAAN DAN KONSERVASI RAMIN DI HUTAN PRODUKSI (Management and Conservation System of Ramin in Production Forest) / Henti Hendalastuti; Asep Hidayat. -- Info Hutan : Vol.III, No.2 ; Halaman 85 - 94 , 2006 Jenis ramin (Gonystylus sp.) merupakan kayu bernilai komersial tinggi pada perdagangan internasional dengan harga yang bisa mencapai US$ 1.000 untuk setiap meter kubiknya. Meskipun jenis kayu ramin telah terdaftar dalam Appendix III Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) sejak Agustus 2001, namun hal tersebut tidak menjamin penurunan tingkat kelangkaan ramin di Indonesia karena mekanisme tersebut tidak berjalan dengan baik. Persetujuan ramin untuk masuk ke dalam Appendix II CITES yang berlaku sejak 15 Januari 2005 merupakan perubahan yang menjadi harapan baru dalam mengontrol mekanisme produksi dan perdagangannya. Perhatian terhadap mekanisme produksi, peredaran, dan budidaya pada unit manajemen merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menjamin kelestarian ramin pada masa-masa yang akan datang. Kata kunci : Ramin, Gonystylus sp., CITES, kelestarian, mekanisme produksi Hendalastuti R, Henti PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA JUMLAH DAN MUTU DAUN NILAM, Pogostemon cablin Benth (Effects of Shading and Manure Application Pogostemon cablin Benth./ Henti Hendalastuti R.; Asep Hidayat; Kosasih. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.2 ; Halaman 137 - 146 , 2006 Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan pada sektor kehutanan karena berpotensi sebagai tanaman bawah pada sistem penanaman tumpangsari dengan jenis tanaman keras lainnya. Namun demikian, tanaman nilam pada umumnya dibudidayakan secara monokultur pada lahan terbuka tanpa perlakuan yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas naungan dan pemberian pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman nilam dan rendemen minyak dari daun yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, terdiri dari 4 perlakuan yang mengkombinasikan dua

on the Plant growth and the Leaf Quantity and Quality of the Nilam,

Acacia crassicarpa A.Cunn.ex Benth., Acacia mangium Willd.,permudaan alam, lahan kritis, Padanglawas

16

faktor yaitu intensitas naungan (0 % dan 34,35 %) dan pupuk kandang (0 g dan 500 g/tanaman). Setiap perlakuan terdiri dari 15 ulangan. Perlakuan pemberian naungan (34,35 %) dan pemupukan 500g/lubang tanam telah terbukti secara nyata memberikan hasil peningkatan tinggi tanaman sebesar 116,58 %, berat basah daun 203,815 %, dan berat kering daun 126 %. Rendemen minyak cenderung meningkat dalam daun pada tanaman yang diberi naungan dan/atau pupuk kandang. Kata kunci : Nilam, Pogostemon cablin Benth., naungan, pupuk kandang, rendemen minyak Hendalastuti R, Henti TEKNIK PENGEPAKAN BIBIT ROTAN DAN BEBERAPA JENIS MPTS UNTUK PENGANGKUTAN JARAK JAUH (Packaging Technique of Rattan and Multi Purpose Tree Species Seedlings for Long Transportation) / Henti Hendalastuti R., Asep Hidayat; dan Dodi Frianto. -- Info Hutan : Vol.III, No.3 ; Halaman 201-212 , 2006 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode penyiapan bibit dan teknik pengepakan untuk memperkecil tingkat kerusakan bibit dalam pengangkutan jarak jauh sehingga menghasilkan bibit yang berdaya hidup tinggi dengan biaya murah. Rotan, alpukat, kemiri, dan jengkol selama 60 jam perjalanan dengan modifikasi box plastic dilapisi styrofoam tanpa perlakuan pada perakaran bibit memberikan daya hidup bibit yang tinggi dengan biaya paling murah. Pengangkutan bibit kemiri dan jengkol sampai 120 jam perjalanan memerlukan balutan campuran sabut kelapa dan arang pada perakaran bibit. Dalam hal ini, bibit rotan dan alpukat tidak memerlukan perlakuan sebagaimana bibit kemiri dan jengkol. Kata kunci : Bibit rotan, teknik pengepakan, pengangkutan jarak jauh

Herdiana, Nanang KERAGAMAN JENIS ANGGREK EPIFIT DI BLOK IRENG-IRENG TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU (Diversity of Epiphyte Orchid

Species in Block of Ireng-Ireng Bromo Tengger Semeru National Park)/ Nanang Herdiana. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.5 ; Halaman 575 - 583 , 2006

Anggrek merupakan salah satu jenis flora penting yang tumbuh di kawasan Taman Nasional (TN) Bromo Tengger Semeru, khususnya Blok Ireng-Ireng. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi tentang potensi anggrek epifit dalam upaya pelestariannya di TN Bromo Tengger Semeru. Metode yang dilakuan dengan cara mengamati semua anggrek epifit pada petak-petak contoh yang ditempatkan berdasarkan sistem jalur. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 17 genus dan 40 spesies anggrek epifit dengan jenis yang paling dominan adalah jenis Caelogyne speciosa Blume Lindl., Caelogyne speciosa var nn Blume Lindl., dan Pholidota ventricosa Blume Lindl. Jenis yang termasuk ke dalam anggrek endemik Jawa Timur yaitu Bulbophyllum mirun J.J. Sm, Caelogyne flexuosa Rolfe, Dendrobium jacobsonii Blume, Eria verruculosa J.J. Sm., Microsaccus alfinis J.J. Sm, Pholidota canelostalix Rchb.f, Jenis anggrek yang langka, yaitu Maleolla dan Schoenorchis juncifoilia. baliensis J.J. Sm dan Trixpermum malayanum J.J. Sm. Sedangkan jenis yang masuk kategori genting adalah jenis Agrostophyllum laxum J.J. Sm. dan Eria verrucullosa J.J. Sm. Kata kunci : Anggrek epifit, inventarisasi, plasma nutfah Herdiana, Nanang PENANGANAN BENIH TANAMAN HUTAN / Nanang Herdiana. -Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 137-144 , 2006 Mutu Benih merupakan hasil penampakan dari mutu genetik, fisik, dan fisiologis, ketiga mutu ini dapat ditingkatkan dengan tingkat kesulitan yang berbeda.Penilaian untuk mengetahui mutu genetik salah satunya adalah dengan mengetahui sumber benih yang digunakan. Sedangkan untuk penilaian mutu fisik dan fisiologis dapat diketahui melalui penanganan dan pengujian benih. Seluruh aspek tersebut merupakan bagian dari sistem pengadaan benih

17

bermutu, yang merupakan pencerminan kinerja dari suatu proses pengadaan benih, yaitu dimulai dari sumber benih, prosesing benih, pengujian benih hingga ke penyimpanan. Kata Kunci: Mutu Benih, Tanaman Hutan Heriyanto, N.M POTENSI JENIS KONYAL (Passiflora edulis Sims.) SEBAGAI JENIS INVASIF DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT (Potency of Konyal (Passiflora edulis Sims.) as an Invasive Species in The Gunung Gede Pangrango National Park, Cianjur District, West Java) / N. M. Heriyanto dan Reny Sawitri. -- Info Hutan : Vol.III, No.3 ; Halaman 251-260 , 2006 Penelitian potensi jenis konyal (Passiflora edulis Sims.) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan pada bulan Oktober 2002. Satuan contoh berbentuk jalur sepanjang 1.000 m, lebar 20 m dan di dalam tiga jalur dibuat petak-petak untuk pengukuran dimensi ekologi pohon, belta, dan semai yang berasosiasi dengan konyal yang dibuat memotong garis ketinggian dan kontur. Jenis pohon yang dirambati konyal sebanyak 38 jenis dengan kerapatan 114 tanaman konyal/ha. Jenis-jenis yang berasosiasi kuat dengan konyal yaitu Castanopsis argentea A.DC. (saninten) yang ditunjukkan oleh indeks asosiasi sebesar 0,52; kemudian diikuti oleh jenis Villebrunea rubescens Bl./nangsi (0,48); Altingia excelsa Noronha/rasamala (0,46); dan Schima walichii Korth./puspa (0,41). Tujuh jenis pohon berasosiasi dengan konyal (INP> 10 %) dan yang mendominasi tegakan yaitu : Castanopsis argentea A.DC. (saninten), Altingia excelsa Noronha (rasamala), Schima walichii Korth. (puspa), Quercus teysmanii Bl. (pasang), Q. induta Bl. (pasang bodas), Sloanea sigun L. (beleketebe), dan Ostodes paniculata Benth. (muncang cina). Tingkat belta jenis tersebut tidak termasuk dominan (INP < 10 %). Pengelolaan konyal sebagai jenis asing yang menginvasi di kawasan taman nasional dilakukan dengan pemberantasan secara manual oleh masyarakat lokal. Kata kunci : Konyal, Passiflora edulis Sims., potensi, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Heriyanto, N.M. KEANEKARAGAMAN JENIS POHON YNG BERPOTENSI OBAT DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, JAWA TIMUR (Studies on Diversity of Trees Potential for Medicine at Meru Betiri National Park, East Java) / N.M. Heriyanto. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.1 ; Halaman 55 - 64 , 2006 Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaman jenis pohon yang berpotensi sebagai obat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran jalur berpetak dengan lebar jalur 20 m dan panjang jalur 1.000 m yang diletakkan memotong lereng, jumlah jalur pengamatan 3 jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pohon tumbuhan obat yang dijumpai di Taman Nasional Meru Betiri berjumlah 28 jenis, di antaranya yaitu besule (Chydenanthus excelsus Miers.) dengan kerapatan 15,5 pohon per hektar, jabon (Anthocephallus cadamba Miq.) dengan kerapatan 12,3 pohon per hektar, dan wining (Pterocybium javanicum R. Br.) dengan kerapatan 10 pohon per hektar. Indeks keanekaragaman jenis pohon tumbuhan obat tertinggi dimiliki oleh besule (Chydenanthus excelsus Miers.) dengan nilai keanekaragaman sebesar 0,10 kemudian disusul oleh jenis jabon (Anthocephallus cadamba Miq.) nilai keanekaragaman jenis 0,08, dan wining (Pterocybium javanicum R. Br.) nilai keanekaragaman jenis 0,07. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat yaitu daun, buah, biji, batang, kulit batang, kulit buah, kecambah biji, akar, dan getah. Sedangkan tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu bagian kulit batang (10 jenis), bagian biji (8 jenis), dan bagian daun (6 jenis). Jenis penyakit yang dapat diobati atau dicegah yaitu penyakit kewanitaan, demam, batuk, malaria, dan sakit perut. Kata Kunci : Jenis pohon, tumbuhan obat, Taman Nasional Meru Betiri

18

Resources by Local community in Meru Betiri National Park, East Java) / N.M. Heriyanto; R. Garsetiasih; Endro Subiandono. -- JurnalPenelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.III, No.3 ; Halaman 297 308 , 2006

Heriyanto, N.M. PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT LOKAL DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, JAWA TIMUR (Utilization of Forest

Iriansyah, Maming PEMETAAN KEPEKAAN TAPAK HUTAN UNTUK PERENCANAAN PEMBALAKAN RAMAH LINGKUNGAN / Maming Iriansyah. -- Prosiding Seminar Bersama Hasil-Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satwa Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 271-285 , 2006 Klasifikasi kepekaan tapak hutan adalah merupakan salah satu komponen dalam perencanaan pembalakan. Prosedur dan strategi pemetaan dan penerapannya dengan menggunakan system informasi geografis (SIG) diuraikan dalam tulisan ini.Kesemua hal tersebut dimaksudkan adalah untuk melengkapi perencanaan pembalakan yang ramah lingkungan agar produktivitas hutan dan ekosistemnya dapat lestari. Kata kunci: Tapak hutan, Pemetaan, Perencanaan, Pembalakan, Ramah lingkungan Junaidi, Edy METODE PENENTUAN NILAI EROSI YANG DIPERBOLEHKAN PADA PENGELOLAAN DAS (Method in Determinating Tolerable Erosion Value in a Watershed Management) / Edy Junaidi. -- Info Hutan : Vol.III, No.3 ; Halaman 187 - 200, 2006 Pengelolaan lahan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan DAS, sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana, agar tidak mengganggu sumberdaya lain dalam DAS. Kegiatan pengelolaan lahan harus dilakukan secara sinergis dan simultan mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi. Sasaran utama dalam pengelolaan lahan untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi lahan, sehingga tingkat produktivitas meningkat, bersamaan dengan itu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut berupa erosi dan sedimentasi di daerah hilirnya dapat diperkecil. Kenyataannya tidaklah mungkin menekan dampak yang disebabkan oleh kegiatan pengelolaan lahan menjadi nol, akan tetapi mungkin untuk mempertahankan keadaan lahan tetap produktif dan dampak luaran kegiatan berupa erosi-sedimentasi yang terjadi tidak mengganggu proses yang berjalan dalam DAS. Oleh karena itu diperlukan metode penentuan nilai erosi yang diperbolehkan pada setiap kegiatan

Penelitian pola pengelolaan partisipatif antara masyarakat dengan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dilakukan di tiga desa yaitu Desa Andongrejo, Desa Curahnongko, dan Desa Wonoasri. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang besarnya pemanfaatan hutan terutama kayu oleh masyarakat sekitar TNMB dan informasi mengenai jasa hutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Untuk mendapatkan data primer dilakukan wawancara dengan penarikan contoh terhadap tiga angkatan kerja pada masyarakat di tiga desa sekitar taman nasional, dengan jumlah responden masing-masing desa sebanyak 40 orang (total 120 responden). Selain itu, dikumpulkan data sekunder dari berbagai laporan dan literatur. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa interaksi yang terjadi antara masyarakat desa Andongrejo, desa Curahnongko, dan desa Wonoasri dengan kawasan TNMB antara lain berbentuk pemanfaatan kayu untuk kayu bakar, bahan bangunan perumahan dan peralatan rumah tangga, serta pemanfaatan tumbuhan obat. Jenis hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu kayu bakar untuk memasak. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan TNMB pada umumnya baru pada taraf pengetahuan fungsi dari taman nasional dan cara melestarikannya. Dari hasil penelitian yang diadakan di tiga desa, Desa Andongrejo memiliki persepsi yang paling tinggi yaitu sebesar 77,5 %, diikuti Desa Curahnongko 70 %, dan Desa Wonoasri sebesar 65 %. Kata kunci : Interaksi, kayu, Taman Nasional Meru Betiri, masyarakat setempat

19

pengelolaan lahan. Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan nilai erosi yang diperbolehkan, yaitu : (1) Metode Thompson (1957); (2) Metode Hammer (1981); dan (3) Metode Wood dan Dent (1983). Metode Wood dan Dent paling ideal digunakan untuk penentuan erosi yang diperbolehkan dalam pengelolaan DAS. Kata kunci : Pengelolaan DAS, pengelolaan lahan, erosi yang diperbolehkan Kaho, L Michael Riwu TEKNOLOGI PERLINDUNGAN HUTAN DARI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN / L Michael Riwu Kaho. -- Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan Iptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 85-91 , 2006 Kebakaran merupakan salah satu penyebab gangguan terhadap hutan yang memerlukan pengendalian. Kebakaran di wilayah propinsi Nusa tenggara Timur(NTT) adalah masalah serius yang terjadi secara berulang setiap tahun dan diyakini sebagai salah satu sebab deforestasi. Penyebab utama kebakaran di NTT adalah kondisi iklim yang kering (arida), vegetasi yang didominasi oleh semak belukar dan savana padang rumput, serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang mendukung terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Pengendalian dan pencegahan kebakaran dapat dilakukan melalui; 1) pendekatan cuaca kebakaran, 2) pendekatan silvikultur, 3) pendekatan sosial ekonomi dan budaya, 4) pendekatan hukum dan kelembagaan. Pemadaman dan penanggulangan kebakaran selain dengan penerapan teknologi, dapat dilakukan dengan pengembangan peningkatan komunikasi, tukar menukar informasi, penyuluhan serta penataan organisasi penanggulangan dan perencanaan pengendalian kebakaran. Kata kunci: Perlindungan hutan, Kebakaran, lahan, Pendekatan, Lahan

Kayat DAMPAK EKOWISATA TERHADAP EROSI TANAH DI JALUR PENDAKIAN MENUJU DANAU SEGARA ANAKAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI DI PULAU LOMBOK / Kayat dan Tigor Butar-Butar. -Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 183-189 , 2006 Dampak positif wisata alam di bidang ekonomi disertai oleh dampak negatif pada kawasan. Monitoring terhadap dampak ini diperlukan dalam rangka pengendalian dampak negatif. Salah satu penyebab dampak negatif penting adalah ditimbulkan oleh perilaku pengunjung. Dampak negatif langsung wisata alam terhadap lingkungan antara lain: (1) Geologi, mineral, dan fosil (pendakian, penelusuran gua, koleksi souvenir); (2) Erosi, pemadatan tanah, fragmentasi,(pembangunan fasilitas, pengunjung berlebihan)(Wiranto dalam Fandell C. dan Mukhlison, 2000).Tujuan dan sasaran penelitian ini adalah mengetahui dampak kegiatan ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani terhadap kondisi tanah pada jalur pendakian menuju Danau Segara Anakan melalui pintu masuk Senaru. Untuk mengetahui data dan informasi dampak kegiatan ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani terhadap erosi pada jalur pendakian menuju Danau Segara Anakan, dilakukan pengambilan sampel/contoh tanah pada 10 titik pengamatan. Lima sampel/contoh pada jalur pendakian dan lima sampel/contoh di luar jalur pendakian. Selanjutnya sampel/contoh tanah dianalisis di laboratorium tanah, hasil dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan terjadinya perubahan tekstur tanah dengan menurunnya fraksi liat pada jalur pendakian dan erodibilitas pada jalur pendakian lebih tinggi dibandingkan dengan di luar jalur pendakian. Tindakan pencegahan erosi yang dapat digunakan adalah dengan metode vegetatif. Kata Kunci: Ekowisata, Erosi tanah, Segara Anakan, Taman Nasional, Gunung Rinjani, Lombok Kayat MANFAAT EKONOMIS EKOWISATA TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI DI PULAU LOMBOK / Kayat dan I Made Widnyana. -Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 191-205 , 2006 Sektor pariwisata sebagian besar kegiatannya berada dalam lingkungan ekologi hutan, pemberian dampak positif terhadap kegiatan wisata pada khususnya dan perekonomian daerah pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

20

manfaat ekonomis kegiatan ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), melalui kajian nilai ekonomi dari kegiatan ekowisata pada obyek-obyek yang sudah dikelola. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik survey melalui wawancara, pengamatan, dan perhitungan langsung nilai ekonomi yang dihasilkan para pelaku dan kegiatannya. Data dianalisis secara semi kuantitatif dan deskriptif. Kesimpulan di tarik berdasarkan nilai proporsi dan kualitas amatan. Total nilai manfaat ekonomi ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani dari obyek-obyek yang sudah dikelola adalah Rp. 3.067.851.250,-. Obyek wisata trekking memberikan nilai manfaat ekonomi yang dominan, yaitu Rp. 2.080.996.250,- (67,83 persen). Para pihak yang mendapatkan manfaat ekonomis dari ekowisata TNGR adalah: pengelola atau pemerintah (melalui Balai Taman Nasional Gunung Rinjani), Rinjani Trekking Centre (RTC) dan Rinjani Information Centre (RIC),Trekking Organizer (TO), guide, porter, pengelola penginapan/homestay, restoran, penginapan dan kios/warung, menandakan adanya potensi positif ekowisata bagi pengembangan perekonomian masyarakat dan daerah, dan insentif bagi partisipasi masyarakat untuk pemantapan pengelolaan TNGR. Manfaat ekonomi ini masih mungkin ditingkatkan melalui pemantapan kelembagaan, peningkatan sarana-prasarana, serta promosi terutama obyek-obyek yang belum berkembang. Kata Kunci: Ekowisata, Taman Nasional, Gunung Rinjani Kayat DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI BIOFISIK KAWASAN DAN SOSEKBUD MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO/ Kayat. -- Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 31-41 , 2006 Untuk menunjang kegiatan wisata alam di Taman Nasional (TN) Komodo, pihak pengelola melakukan pengembangan obyek wisata alam. Pengembangan ini setidaknya akan menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif, sehingga perlu dilakukan kajian pengembangan obyek wisata tersebut. hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Kegiatan ekowisata di Loh Liang dan Loh Buaya antara lain pengamatan satwa liar, pendakian dan penjelajahan, photo hunting dan video shooting, menyelam dan snorkling, dan atraksi budaya tradisional; (2) Untuk meningkatkan minat pengunjung datang ke lokasi ekowisata, salah satu yang dilakukan oleh pengelola adalah

pembangunan sarana prasarana pendukung; (3) kondisi sosekbud masyarakat di Desa Komodo dan Desa Pasir Panjang, sebagian besar nelayan. Di Desa Komodo ada perubahan mata pencaharian dari nelayan ke pengrajin/penjual souvenir komodo; (4) Pihak yang merasakan manfaat ekonomis dari kegiatan ekowisata adalah pihak pengelola (TN Komodo), Pemda setempat (Kabupaten dan Provinsi), pemilik hotel, pemilik restoran, penyewaan boat, perusahaan dive, guide, perusahaan penerbangan, pedagang souvenir, kios/warung, angkutan, agen travel, dan money changer; (5) Dampak ekologis dari ekowisata berupa perubahan perilaku terhadap beberapa jenis satwa liar seperti komodo, rua, dan babi hutan, serta adanya ekspansi jenis kaktus. Kata kunci: Taman Nasional Komodo, Ekowisata, Pengembangan, Dampak, Sosekbud masyarakat

Koeslulat, Ermi E PELUANG PENGEMBANGAN LEBAH HUTAN MELALUI BUDIDAYA SISTEM KEREK / Ermi E Koeslulat. -- Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan Iptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 41-45 , 2006 Madu lebah hutan merupakan salah satu produk hasil hutan non kayu andalan di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya Pulau Timor. Selama ini usaha untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas madu hutan belum dilakukan secara serius. Salah satu usaha peningkatan produktivitas adalah dengan melakukan uji coba teknis budidaya lebah hutan dengan sistem kerek di mana prinsipnya menyediakan tempat bersarang dengan kayu yang dapat dinaik-turunkan. Maksud diterapkannya teknik ini adalah agar dapat dilakukan panen sunat sehingga intensitas pemanenan dapat ditingkatkan. Meskipun hasil yang diperoleh belum menggembirakan namun berdasarkan pengalaman pemanenan diperoleh keuntungan lain seperti panen dilakukan pada siang hari dan terbuka bagi setiap orang karena tidak diperlukan keahlian memanjat. Walaupun hal tersebut bukan permasalahan pokok bagi masyarakat, namun hal ini dapat memberikan pengalaman berharga bagi masyarakat. Terlepas dari kelemahan teknik ini, penerapan sistem kerek ini memiliki peluang untuk dikembangkan mengingat adanya faktor-faktor yang mendukung seperti masih terdapatnya pohon lebah tinggi, minat masyarakat yang cukup besar, kemudahan pemeliharaan, pasaran madu yang selalu terbuka, dan sebagainya. Kata kunci: Lebah hutan, Lebah, Peluang, Sistem kerek, Budidaya

21

Komala KERAGAMAN PENOTIPA Agathis borneensis Warb. ASAL SIPAGIMBAR DI AEK NAULI SUMATERA UTARA (Phenotypic Variation of Agathis borneensis Warb. of Sipagimbar at Aek Nauli North Sumatera / Komala; Aswandi; Rusli M.S Harahap; dan Edi Kuwato. -- Info Hutan : Vol.III, No.3 ; Halaman 213-217 , 2006 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi penotipa Agathis borneensis Warb. asal Sipagimbar yang ditanam di arboretum Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera di Aek Nauli. Keragaman penotipa yang diamati adalah tinggi total, diameter batang dan cabang, sudut cabang, panjang internoda, lebar tajuk, panjang dan lebar daun dari dua warna pucuk agathis yang telah berumur 7 tahun. Sumber benih berasal dari tegakan alami agathis di Sipagimbar, Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Analisis ragam terhadap sepuluh sampel dari masing-masing warna pucuk (hijau dan cokelat kemerahan) mengindikasikan terdapat perbedaan dalam ukuran tinggi total, diameter dan sudut cabang, jarak internoda, dan lebar tajuk. Sedangkan diameter batang dan lebar daun tidak berbeda antar kedua warna pucuk. Diduga terdapat dua jenis populasi alami agathis di Sipagimbar. Penelitian anatomi dan karakteristik kayu sebaiknya dilakukan apabila dua populasi tersebut mengindikasikan spesies atau varietas yang berbeda dan disarankan penanaman agathis secara in-situ di Sipagimbar. Kata kunci : Agathis borneensis Warb., keragaman penotipa, konservasi Kosasih, A.Syafari PENGARUH MEDIUM SAPIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT Shorea selanica BI DI PERSEMAIAN (The effect of Growing Medium to the Growth of Shorea selanica BI. Seedling at Nursery/ A. Syafari Kosasih; Yetti Heryati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.III, No.2 ; Halaman 147 - 155 , 2006 Medium sapih adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk memperoleh bibit yang berkualitas dalam waktu singkat. Oleh karena itu dalam mempersiapkan medium sapih perlu diperhatikan unsur hara yang tersedia dalam medium tersebut sehingga pertumbuhan bibit dapat berlangsung dengan optimal. Penelitian dilakukan di persemaian Hutan Penelitian Carita, Provinsi Banten dengan metode rancangan acak lengkap dengan tujuh perlakuan

medium. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari 50 bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaaan medium sapih campuran tanah dan kompos dengan volume 4 : 1 memberikan respon yang terbaik pada persen jadi, pertumbuhan tinggi, dan diameter bibit Shorea selanica Bl. sampai umur enam bulan di persemaian. Kata kunci : Medium sapih, Shorea selanica Bl., pertumbuhan bibit Kuntadi TEKNOLOGI PENGELOLAAN LEBAH HUTAN Apis dorsata / Kuntadi. -Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 49-55 , 2006 Lebah hutan Apis dorsata adalah salah satu jenis lebah