keprof

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jarvis (2004) mendefinisikan coaching sebagai pengembangan keterampilan dan pengetahuan seseorang, sehingga kinerja mereka akan membaik dan mengarah pada tujuan organisasi. Coaching merupakan salah satu tugas pimpinan karena sebagai pemimpin mereka harus menjadi role model bagi stafnya dan apabila tidak ada coaching maka tidak akan tercapai tujuan organisasi. Menurut Sullivan dan Decker (1989), kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupakan interaksi antar kelompok, proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Claus dan Bailey dalam Lanscaster dan Lanscaster (1982), mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi kelompok anggota, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan. Kepemimpinan adalah suatu proses aktitivitas untuk mempengaruhi dan mengorganisir orang lain atau kelompok dalam upaya ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan prestasi (Swansburg, R. C., & Swansburg, R. J., 1998). 1

description

keprof

Transcript of keprof

Page 1: keprof

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jarvis (2004) mendefinisikan coaching sebagai pengembangan keterampilan dan

pengetahuan seseorang, sehingga kinerja mereka akan membaik dan mengarah pada

tujuan organisasi. Coaching merupakan salah satu tugas pimpinan karena sebagai

pemimpin mereka harus menjadi role model bagi stafnya dan apabila tidak ada

coaching maka tidak akan tercapai tujuan organisasi.

Menurut Sullivan dan Decker (1989), kepemimpinan merupakan penggunaan

keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu

dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupakan

interaksi antar kelompok, proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam

pencapaian tujuan.

Claus dan Bailey dalam Lanscaster dan Lanscaster (1982), mendefinisikan

kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi kelompok

anggota, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan.

Kepemimpinan adalah suatu proses aktitivitas untuk mempengaruhi dan

mengorganisir orang lain atau kelompok dalam upaya ke arah pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan dan prestasi (Swansburg, R. C., & Swansburg, R. J., 1998).

Berdasarkan ketiga pandangan ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan suatu organisasi.

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan keterampilan seorang

pemimpin (perawat) dalam memengaruhi perawat-perawat lain dibawah

pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam memberikan

pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan dapat tercapai.

Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun

keterampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat ditingkatkan.

Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu

memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada akhirnya akan

1

Page 2: keprof

terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional. Salah satu caranya

adalah dengan melakukan coaching. Jadi, coaching merupakan suatu pengarahan

perilaku, penjelasan mengenai tugas dan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut apa itu coaching dalam

keperawatan, agar penulis dapat mengetahui dan memahami lebih dalam tentang

coaching dalam keperawatan.

B. Pokok Bahasan

Yang akan menjadi pokok bahasan pada makalah ini meliputi:

1. Pengertian coaching

2. Langkah-langkah coaching

3. Ciri-ciri fasilitator yang baik

4. Perbandingan pemimpin yang baik dan yang tidak

5. Hal-hal yang menghambat coaching

6. Prinsip-prinsip teknik dalam coaching

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Diperoleh gambaran tentang coaching dalam keperawatan.

2. Tujuan Khusus

1. Diperoleh gambaran tentang coaching secara umum

2. Diperoleh gambaran tentang prinsip-prinsip coaching yang efektif

3. Diperoleh gambaran tentang coaching yang efektif dalam keperawatan

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada makalah ini difokuskan pada coaching dalam

keperawatan.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan pada makalah ini berdasarkan studi literatur melalui bedah

buku dan internet searching.

2

Page 3: keprof

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari BAB I Pendahuluan berisi

Latar Belakang, Pokok Bahasan, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup, Metode

Penulisan dan Sistematika Penulisan; BAB II Tinjauan Teoritis berisi materi-materi

penunjang couching dalam keperawatan yang dapat digunakan sebagai landasan

dalam diskusi pembahasan; BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan berisi kasus

serta pembahasannya; BAB IV Penutup berisi kesimpulan dan saran.

3

Page 4: keprof

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Coaching

Coaching adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer

untuk melatih dan memberikan orientasi kepada karyawan tentang realitas di tempat

kerja dan membantu mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi yang optimum.

(Marianne Minor, 2007).

Coaching atau bimbingan merupakan proses belajar intensif melalui

bimbingan perorangan, demonstrasi, dan praktik yang diikuti dengan pemberian

umpan balik segera.Perawat perlu diberikan bimbingan sebelum ikut serta sebagai tim

pelayanan keperawatan sehingga dapat menjaga mutu layanan keperawatan.

B. Kemampuan Melakukan Coaching

1. Dapat membimbing secara efektif

2. Memiliki kemampuan observasi, analisis dan diagnosis

3. Memiliki kemampuandan fleksibilitas tinggi terhadap materi

4. Melakukan bimbingan dan komunikasi secara asertif

5. Memiliki daya empati dan peka terhadap kebutuhan peserta

6. Mampu menjadi pendengar yang baik

7. Terbuka untuk menerima pendapat

C. Langkah-Langkah Coaching

1. Membimbing peserta untuk mengadakan review kegiatan

2. Fasilitator merencanakan skenario pembelajaran dan menyiapkan instrumen

bimbingan

3. Membahas dan menyampaikan hasil evaluasi instrumen

4. Fasilitator menyiapkan ruangan beserta kelengkapannya

5. Mempelajari kemampuan dasar yang dimiliki peserta

6. Fasilitator merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses bimbingan dan

memberikan umpan balik

7. Peserta melakukan demonstrasi, fasilitator mengamati dan memberikan umpan

balik

4

Page 5: keprof

8. Umpan balik harus disampaikan sesegera mungkin

9. Setelah dinilai kompeten, peserta melakukan prosedur nyata dilapangan kepada

klien

10. Untuk pelatihan manajemen coaching dapat dilakukan dilapangan (SOP dll)

11. Bimbingan dilakukan sampai peserta kompeten

12. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk melakukan refleksi dan

fasilitator menyampaikan umpan balik hasil evaluasi dari penampilan peserta yang

digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan kompetensi

D. Ciri Fasilitator yang Efektif

1. Fasilitator dapat menguasai keterampilan peserta yang akan dilatih

2. Fasilitator mampu mendorong peserta untuk mempelajari keterampilan yang baru

3. Fasilitator mampu meningkatkan komunikasi dua arah dan terbuka

4. Fasilitator dapat memberikan umpan balik dengan cara yang menarik

5. Fasilitator menggunakan metode coaching dan alat bantu yang bervariasi

6. Fasilitator melibatkan peserta semaksimal mungkin

7. Fasilitator bersifat sabar dan memberikan dukungan kepada peserta

8. Fasilitator memberikan penghargaan atau reinforcement positif

9. Fasilitator memperbaiki peserta dan tetap menjaga harga diri peserta

10. Fasilitator menjadi pendengar dan pemerhati yang baik

E. Perbandingan Pemimpin yang Efektif dan yang Tidak Efektif

1. Pembimbingyang efektif

a. Memfokuskan perhatian pada praktik klinis

b. Mendorong kerja dan hubungan antar sejawat

c. Berusaha mengurangi stress

d. Mengadakan komunikasi dua arah

e. Melihat dirinya sebagai fasilitator

2. Pembimbing yang tidak efektif

a. Memfokuskan perhatian pada teori

b. Menjaga jarak (status diatas peserta)

c. Sering membuat stress

d. Menggunakan komunikasi satu arah

e. Melihat dirinya sebagai penguasa atau satu sumber pengetahuan

5

Page 6: keprof

F. Situasi Kerja yang Membutuhkan Coaching

1. Orientasi dan pelatihan bagi karyawan baru

2. Adanya kebutuhan untuk mengajarkan keterampilan dalam pekerjaan

3. Komitmen karyawan yang kurang

4. Konflik dengan rekan kerja

5. Perbaikan prestasi kerja

6. Perubahan dalam orientasi bisnis

7. Konflik karyawan dengan pelanggan

8. Evaluasi

9. Formal dan informal

G. Hal yang Biasanya Menghambat dalam Memberikan Coaching

1. Fasilitator merasa tidak memiliki waktu

2. Fasilitator tidak mengetahui cara penyampaian umpan balik yang baik

3. Fasilitator tidak ingin membuat karyawan takut dan bingung

4. Kegiatan coaching dapat membuat fasilitator merasa canggung

5. Fasilitator tidak mengetahui cara melakukan coaching yang baik

6. Fasilitator tidak memiliki banyak bawahan

7. Fasilitator tidak mengetahui sasaran dalam melakukan coaching

8. Karyawan tidak suka diberi umpan balik

9. Fasilitato rmemiliki pandangan bahwa karyawan seharusnya menyelesaikan

masalahnya sendiri

10. Karyawan tidak meminta bantuan dan nampaknya tidak membutuhkan bantuan

11. Kinerja karyawan hampir selalu diterima

H. Enam Prinsip dalam Melakukan Teknik Coaching

Ada 6 prinsip yang dikenal dalam melakukan teknik coaching, yang dikenal juga

dengan 6P.

1. Purpose, yaitu setiap coaching yang dilakukan seorang coach perlu menegaskan

pentingnya isu atau hal yang diangkat dalam coaching ini. Sehingga akan tercipta

kesamaan pemahaman bahwa coaching yang dilakukan memang penting dan

bermanfaat.

2. Process,yaitu seorang coach memberikan bagaimana proses melakukannya

secara step by step.Misalnya sewaktu fasilitator melatih tim sales, ia memberikan

6

Page 7: keprof

penjelasan tentang garis besar tentang proses membuat slide efektif, jika ada

pertanyaan maka jawablah pada saat itu juga sehingga menjadiclear.

3. Picture,yaitu memperagakan bagaimana cara melakukannya. Jika seorang

pemimpin atau coach,maka ini termasuk hal penting di mana kita memeragakan

proses yang kita ajarkan agar lebih dipahami. Seperti mengajarkan memasak,

maka kita perlu untuk memeragakan teknik memasak tingkat tinggi sehingga lebih

mudah untuk dilakukan.

4. Practice, setelah kita sudah memperagakan apa yang sudah kita

ajarkan,selanjutnya kita memberikan pelatihan kepada karyawan untuk melakukan

apa yang telah diperagakaan dan coach melakukan pengawasan untuk

mengevaluasi apakah contoh yang diperagakan sudah dilaksanakan dan sudah

sesuai atau belum terhadap apa yang telah kita ajarkan. Kemudian evaluasilah

performa dan kinerja coach dan pandulah bagaimana mereka bisa melakukannya

menjadi lebih baik lagi.

5. Point of Feedback,setelah kita melakukan pengawasan dan evaluasi, selanjutnya

adalah memberikan feedback. Contohnya yaitu saat melatih sebuah

tim sales tentang merumuskan target penjualan mingguan masih ada yang

membuat targetpenjualan tidak spesifik, maka diberikan feedback agar lebih

spesifik dan terukur.

6. Proceed on Next Path, langkah ini adalah langkah terakhir di mana kita membuat

kesepakatan dengan coach apa langkah selanjutnya yang ingin dicapai. Seringkali

di sesi ini, fasilitator mendapatkan inisiatif untuk melebarkan coaching yang tidak

dipikirkan sebelumnya. Misal yang tadinya hanya melakukan coaching tentang

teknik presentasi, coach ternyata meminta lebih lanjut untuk coaching teknik

pembuatan slide, menjaga penampilan dan authority. Ini bukan hanya bermanfaat

untuk coach, namun juga jika coach belum menguasai the next path, otomatis

akan dipaksa belajar ilmu yang lebih baru.

7

Page 8: keprof

I. Model Bimbingan

Model perilaku telah digunakan pada coaching di bidang industri dan telah

berhasil dengan baik. Elemen yang esensial dari strategi coaching dalam coaching

klinik dapat diuraikan dalam lima konsep yang membentuk akronim COACH. Setiap

coaching klinis hendaknya menyertakan elemen-elemen ini.

C = clear performance model (model kinerja yang jelas)

Kepada para peserta hendaknya diperlihatkan secara jelas dan efektif

keterampilan yang akan mereka pelajari

O = openess to learning (keterbukaan untuk belajar)

Hendaknya menyertakan peserta dalam berbagai kegiatan yang dirancang untuk

mempersiapkan belajar dan menggunakan keterampilan –keterampilan baru

A = assessment of performance (penilaian kinerja)

Coaching klinik hendaknya mengupayakan pengukuran kompetensi keterampilan

yang diajarkan serta memberikan umpan balik terhadap kemajuan kearah kinerja

standar yang diinginkan

C = communication (komunikasi)

Komunikasi dua arah yang efektif antara peserta dan fasilitator merupakan factor

penting untuk memperoleh keterampilan awal dan dicapainya kompetensi

keterampilan.

H = help and follow up (menolong dan tindak lanjut)

Bimbingan klinis hendaknya mencakup juga perencanaan untuk aplikasi

keterampilan baru pada lingkungan baru peserta dan membantu mengatasi

hambatan dalam penggunaan keterampilan baru tersebut.

8

Page 9: keprof

BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus

Seorang perawat baru bekerja di Rumah Sakit Kasih Sayang dan telah mendapat

coaching oleh seorang kepala ruangan yang bertugas di ruang 206 perawatan neurologi

tentang Standar Operasional Prosedur keperawatan di rumah sakit tersebut. Lalu

fasilitator juga sudah menjelaskan mengenai pentingnya etika, kedisiplinan, ketelitian,

hubungan terapeutik dan peran keluarga dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

Pada saat dilaksanakannya coaching perawat baru terlihat bingung dan kurang

memahami materi coaching yang telah diberikan oleh fasilitator, dikarenakan

komunikasi yang digunakan oleh fasilitator kurang efektif atau terlalu berbelit-belit.

Tn.T (55 tahun), yang dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit Kasih

Sayang, telah memasuki hari ketujuh perawatan dengan diagnosa medis stroke iskemic,

dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt.

Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan kesadaran compos mentis, TD: 150/100,

N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut

mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan

dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Keesokan harinya saat sore hari

sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar

bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat

itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, dan

perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempat tidurnya dengan barang-

barang disekitarnya berantakan.

Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan

adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi Tn.T, keluarga juga terkejut

dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga

tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada Tn.T

kenapa bapak jatuh, Tn.T mengatakan ”Saya akan mengambil minum tiba-tiba saya

jatuh, karena tidak ada pengangan pada tempat tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa

bapak tidak minta tolong kami ” “saya pikir kan hanya mengambil air minum”.

Dua jam sebelum kejadian, perawat baru merapikan tempat tidur Tn.T dan perawat

tersebut memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat

baru lupa memasang kembali side drill tempat tidur Tn.T. Namun saat itu juga perawat

9

Page 10: keprof

baru memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil

perawat dengan alat yang tersedia.

B. Pembahasan Kasus

Pada kasus tersebut ternyata perawat baru tidak melaksanakan implementasi sesuai

dengan SOP yang telah dicoachingkan oleh fasilitator. Padahal sebelumnya fasilitor telah

menjelaskan pentingnya SOP, etika, kedisiplinan, ketelitian, hubungan terapeutik dan

peran keluarga dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. Seharusnya fasilitator juga

mengamati dan mengawasi perawat baru tersebut selama memberikan asuhan

keperawatan untuk dapat mengevaluasi tindakan yang akan dilakukan oleh perawat

apakah sudah sesuai dengan couching yang telah diberikan atau belum. Pada kasus diatas

implementasi yang tidak dijalankan oleh perawat yaitu kurangnya ketelitian dalam

menjalankan tugas. Perawat baru tersebut harus diberikan bimbingan sampai perawat

baru tersebut berkompeten. Prinsipnya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat

harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: melakukan praktik keperawatan dengan

ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktik keperawatan, melakukan kegiatan

sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejahteraan serta

kesembuhan pasien sebagai tujuan praktik. Dalam praktik keperawatan kesalahan atau

kelalaian yang dianggap kecil tetapi dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar

baik bagi pasien, keluarga, maupun rumah sakit. Fasilitator seharusnya berkomunikasi

secara efektif dan tidak berbelit-belit sehingga perawat baru mudah dalam memahami

coaching.

Pada contoh kasus diatas merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan

nyaman kepada pasien (Tn.T). Pemberian rasa aman dan nyaman salah satunya dengan

menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami

kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam

beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.

Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini tidak

memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril,

sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa

bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.

Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga kesehatan lain

tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar

10

Page 11: keprof

praktik atau ilmu keperawatan. Pada praktik keperawatan, perawat dituntut untuk dapat

bertanggung jawab baik etik, disiplin dan hukum. Kelalaian implikasinya dapat dilihat

dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya

diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi

yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat

apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya dan ini

membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang

hukum.

Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan kelalaian

dengan alasan, sebagai berikut:

1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan

yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak

melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk

kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance (tidak melakukan

tindakan keperawatan yang merupakan kewajiban baginya).

Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan

keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:

a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)

b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP

c. Perawat tidak memahami standar praktik keperawatan

d. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap

e. Supervisi dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan

dengan baik

f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan

g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan keluarga tentang segala

sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan

keluarga merupakan hal yang penting.

h. Tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan

i. Coaching tidak efektif dan gagal

11

Page 12: keprof

2. Dampak – dampak kelalaian

Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran

etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima,

dan organisasi profesi dan administrasi.

a. Terhadap Pasien

1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah

keperawatan baru

2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat

3) Kemungkinan terjadi komplikasi / munculnya masalah kesehatan /

keperawatan lainnya.

4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan

sesuai dengan standar yang benar.

5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah

Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang

berlaku, yaitu KUHP.

b. Bagi perawat sebagai individu / pribadi

1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi

sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan,

antara lain:

a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan

merugikan pasien

b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang

tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk

dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur

c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan

manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan

keluarga.

d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena

perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga,

yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian

bantuan kepada pasien.

2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan

ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

12

Page 13: keprof

3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat

peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga

organisasi profesinya.

c. Bagi Rumah Sakit

1) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan RS

2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi

misi Rumah Sakit

3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan

perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien

4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara

administrasi dan prosedural

d. Bagi profesi

1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang,

karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada

masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah

perawat yang sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.

2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan

standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan

3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima

pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:

a) Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :

1) Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan

keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak

ceroboh.

2) Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh

organisasi profesi dengan jelas dan tegas.

3) Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi

perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan

praktek keperawatan.

4) Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada

perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan

13

Page 14: keprof

sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan hukum,

missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.

b) Bagi Rumah Sakit dan Ruangan

1) Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi

yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan

2) Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada

bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.

3) Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan

yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi

bagi perawatnya.

4) Rumah sakit membuat membuat pelatihan atau seminar secara periodic bagi

semua perawat berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.

5) Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan

standar praktek keperawatan.

6) Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat

yang melakukan kelalaian.

7) Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan

dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.

Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas yaitu harus memperhatikan

berbagai hal baik dari segi pasien dan keluarga, perawat secara perorangan, rumah sakit

sebagai institusi dan juga bagaimana pandangan dari organisasi profesi.

Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testimoni atas kejadian

tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan keluarga telah diberikan penjelasan oleh

perawat sebelumnya, bila membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan

menggunakan alat bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau

ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.

Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut

kompeten dan sudah memiliki Surat Ijin Perawat, atau lainnya sesuai ketentuan

perudang-undangan yang berlaku, dan telah sesuai dalammelakukan praktik asuhan

keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T. Tetapi bagaimanapun perawat

harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan

perundangan yang berlaku.

14

Page 15: keprof

Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang

dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan

oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat

Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana

hubungan perawat sebagai pemberi praktik asuhan keperawatan dan kedudukan RS

terhadap perawat tersebut.

Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan

perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang

jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai

aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan

tindakan praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.

Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktik bukanlah penilaian atas hasil

akhir pelayanan praktik keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan

tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis didasarkan dengan

standar yang berlaku. Terlihat pada kasus, fasilitator memberikan coaching yang sedikit

tidak sesuai dengan ketentuan coaching yaitu berkomunikasi yang tidak efektif yang

dapat membuat perawat baru tersebut kebingungan dan tidak memahami materi

coaching, kemudian kurangnya pengawasan terhadap perawat baru saat melakukan

tindakan.

15

Page 16: keprof

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi kami menyimpulkan bahwa coaching adalah proses

mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan

orientasi kepada anggotanya untuk mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi

yang optimal. Coaching ditempuh melalui proses belajar yang intensif yang diikuti

dengan pemberian umpan balik segera.

Dilihat dari tinjauan kasus, coaching yang tidak efektif akan mengakibatkan

suatu kelalaian yang dapat merugikan pasien dan menurunkan nilai mutu pelayanan

kesehatan. Hal itu dapat disebabkan karena beberapa hambatan, antara lain:

implementasi coaching yang tidak dilaksanakan dengan baik, perawat tidak

berkompeten dibidangnya, perawat tersebut kurang berpengalaman, perawat tidak

focus dalam melakukan pelayanan kesehatan.

B. Saran

Perawat sebagai orang yang dekat dengan pasien harus melakukan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh, maka dari itu perawat harus lebih berhati-hati dalam

melakukan suatu pelayanan kesehatan, dan untuk manajer atau kepala ruangan

seharusnya dapat menerapkan prinsip-prinsip teknik coaching yang efektif dan lebih

memperhatikan anggotanya agar tercapai tujuan pelayanan kesehatan yang baik dan

optimal.

16

Page 17: keprof

DAFTAR PUSTAKA

Angela M, Thomas.1997.Coaching for Staff Development. Jakarta: Kanisius.Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing: concept theory and practices. Philadelphia.

Addison Wesley.Anonim. 2011. Kasus Kelalaian. [Online]. Tersedia:

https://andaners.files.wordpress.com/2011/07/kasus-kelalaian.doc.Diakses 4 Oktober 2014.

Chief. 2009. Coaching and Counseling Pengertian Kebutuhan. [Online]. Tersedia: http://indosdm.coma. Diakses 4 Oktober 2014.

Ichsan. 2011. Coaching dan Counseling. [Online]. Tersedia: http://ichsan-menembus-batas-nalar.blogspot.com. Diakses 4 Oktober 2014.

17