Keperawatan Pasca Anestesi

4
Keperawatan Pasca Anestesi Gerard M. A. da Cunha Pada hakikatnya semua pasien yang telah melewati masa pembedahan dan anestesi harus pula melakukan perawatan pasca anestesi hal ini dimaksudkan agar pasien terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan seperti gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual dan muntah, menggigil dan kadang muntah-muntah Setiap pasien yang telah pulih dari anestesia umum akan dibawa ke Unit Perawatan Pasca Anestesi(UPPA) atau Recovery Room Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter), EKG, peralatan resusitasi jantung paru dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari kamar bedah Personil dari UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini tanda vital yang membahyakan pasien. Hal-hal yang dapat terjadi pada pasien pasca anestesi Gangguan Pernapasan Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total, tak ada ekspirasi (tak ada suara napas) paling sering dialami pada pasien pasca anestesi yang belum sadar, karena lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Penyebab lain adalah kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar, karena laring terangsang oleh benda asing, darah, ludah sekret atau sebelumnya ada kesalahan intubasi trakea. Kalau penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka lakukanlah manuver tripel, pasang jalan napas mulut-faring, hidung faring dan tentunya berikan O 2 100%. Kalau tidak menolong, pasang sungkup laring. Obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu O 2 100%, bersihkan jalan napas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson) dan kalau tidak berhasil perlu dipertimbangkan untuk memberikan pelumpuh otot.

Transcript of Keperawatan Pasca Anestesi

Page 1: Keperawatan Pasca Anestesi

Keperawatan Pasca Anestesi

Gerard M. A. da Cunha

Pada hakikatnya semua pasien yang telah melewati masa pembedahan dan anestesi harus pula melakukan perawatan pasca anestesi hal ini dimaksudkan agar pasien terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan seperti gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual dan muntah, menggigil dan kadang muntah-muntah

Setiap pasien yang telah pulih dari anestesia umum akan dibawa ke Unit Perawatan Pasca Anestesi(UPPA) atau Recovery Room

Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter), EKG, peralatan resusitasi jantung paru dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari kamar bedah

Personil dari UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini tanda vital yang membahyakan pasien.

Hal-hal yang dapat terjadi pada pasien pasca anestesi

Gangguan Pernapasan

Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total, tak ada ekspirasi (tak ada suara napas) paling sering dialami pada pasien pasca anestesi yang belum sadar, karena lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Penyebab lain adalah kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar, karena laring terangsang oleh benda asing, darah, ludah sekret atau sebelumnya ada kesalahan intubasi trakea.

Kalau penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka lakukanlah manuver tripel, pasang jalan napas mulut-faring, hidung faring dan tentunya berikan O2 100%. Kalau tidak menolong, pasang sungkup laring.

Obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu O2 100%, bersihkan jalan napas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson) dan kalau tidak berhasil perlu dipertimbangkan untuk memberikan pelumpuh otot.

Gangguan Kardiovaskular

Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakea , cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksi, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau perdarahan otak. Terapi hipertensi diarahkan diarahkan pada faktor penyebabnya dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5-1 µg/kg/menit

Hipotensi akibat isian balik vena menurun disebabkan perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, keluaran air berkemih belum diganti, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan perifer

Page 2: Keperawatan Pasca Anestesi

menurun. Hipotensi harus segera diatasi kalauy tidak akan terjadi hipoperfusi organ vital yang berlanjut dengan hipoksemia dan kerusakan jaringan. Tetapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikan O2 100% dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500ml.

Disritmia disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis, hipoksia, hiperkapnia atau memang pasien penderita sakit jantung.

Gelisah

Gelisah pasca anestesi dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis, hipotensi kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut diatas, pasien dapat diberikan penenang midazolam (dormikum) 0.05-0.1 mg/kgBB.

Nyeri

Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk meredam nyeri pasca bedah pada analgesia regional pasien dewasa, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat pemasukan anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural.tindakan ini sangat bermanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul biasanya bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan AINS misalnya ketorolak 10-30 mg iv atau im.

Mual muntah

Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional obat mual-muntah yang sering digunakan pada perianestesia adalah

1. Dehydrobenzperidol(droperidol) 0.05-0.1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i.m. atau iv2. Metoklopramid (primperan) 0.1 mg/kgBB i.v., supp 20 mg3. Ondansetron (Zofran, narfoz) 0.05-0.1 mg/kgBB i.v. 4. Cyclizine 25-50 mg

Menggigil

Menggigil terjadi akibat hipotermia atau efek obata anestesi. Hipotermi terjadi akibat suhu ruangan operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infus dingin. Namun obat anestesi inhalasi pun dapat menyebakan hipotermi yang didahului oleh kenaikan suhu

Petidine 10-20 mg i.v. pada dewasa sering dapat membantu menghilangkan menggigil,perlunya infus hangat dan infusion warmer, lampu penghangat untuk menaikan suhu tubuh.

Page 3: Keperawatan Pasca Anestesi

Nilai pulih dari anestesi

Selama di UPPA pasien dinilai tingkat pulihnya-sadarnya untuk kriteria pemindahan ruangan biasa

Nilai 2 1 0Kesadaran Sadar, orientasi baik Dapat dibangunkan Tak dapat dibangunkanWarna Merah muda (pink)

Tanpa O2

SaO2>92%

Pucat atau kehitaman Perlu O2 agar SaO2>90%

Sianosis dengan O2 SaO2 tetap <90%

Aktivitas 4 ekstremitas bergerak 2 ekstremitas bergerak Tak ada ekstremitas yang bergerak

Respirasi Dapat napas dalam dan batuk Napas dangkal, sesak napas

Apnu atau obstruksi

Kardiovaskuler

Tekanan darah berubah <20% Berubah 20-30% Berubah >50%

Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan kita harus melakukan pemulihan sebagai berikut

1. Apakah warna (kulit, mukosa) baik jika pasien bernapas ?2. Apakah pasien bisa batuk dan mempertahankan jalan napas yang lapang ?3. Apakah ada obstruksi atau spasme laring ?4. Apakah pasien bisa mengangkat kepala minimal 3 detik ?5. Apakah frekuensi nadi dan tekanan darah pasien stabil ?6. Apakah kaki dan tangan pasien hangat dan perfusinya baik ?7. Apakah produksi urin baik ?