KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF

download KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF

of 14

description

Accounting

Transcript of KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF

KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF

A. GAYA KEPEMIMPINAN

Sebelum mengkaji penerapan manajemen peran serta seperti apa yang dimaksud dengan bab ini ada baiknya diawali dengan mengemukakan terlebih dahulu tentang gaya kepemimpinan, mengingat manajemen peran serta merupakan bagian dari gaya kepemimpinan. Mungkin karena keputusasaan dalam mendefinisikan kepemimpinan, para teoritis manajemen telah berusaha menggambarkannya dalam berbagai gaya. Dalam menggunakan istilah yang luas seperti itu mereka menggambarkan bagaimana orang tersebut bertindak, bukan siapakah orang tersebut. Apabila ada yang berfikir mengenai sejumlah pemimpin yang Anda kenal secara pribadi, Anda mungkin dapat menyimpulkan sendiri gaya mereka. Ia tipe seorang pemain/pelatih, atau Ia seorang primadona, atau Ia seorang pemain tunggal. Dengan kata lain, setiap orang ada kecenderungan menggolongkan seorang pemimpin berdasarkan cara ia memimpin menurut cara pandang kita mengenai dia. Dengan sendirinya, seseorang mungkin berbeda pendapat dengan orang lain mengenai gaya seorang pemimpin. Gaya ternyata merupakan ringkasan dari bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungin sedang mengamati dari luar.

1. Apa saja Gaya Kepemimpinan itu

Karena gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam konteks organisasi, maka cara termudah untuk mengetahui berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu gaya tertentu. Perhatian utama kita pada saat ini adalah bagi mereka yang sudah dalam posisi kepemimpinan, ketimbang mereka yang masih berpikir-pikir mengenai potensi kecakapan mereka. Kita akan membicarakan lima gaya kepemimpinan: birokratis, permisif (serba membolehkan), Laissez-Faire (berasal dari bahasa Perancis yang sejatinyamenunjuk pada doktrin ekonomi yang menganut paham tanpa campur tangan pemerintah di bidang perniagaan; sementara dalam praktik kepemimpinan, si pemimpin mengarahkan orang orang yang dipimpinnya untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki), partisipatif, dan otokratis. Kita akan melihat masing-masing gaya tersebut menurut cara kerja pemimpinnya dalam organisasi.a) Birokratis. Ini adalah satu gaya yang ditandai dengan keterikatan menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi apabila setiap orang mematuhi peraturan. Keputusan-keputusan dibuat berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan tahu bagaimana memakai sebagian besar peraturan untuk membuat orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus megalah kepada yang lain.b) Permisif. Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Gaya ini menganggap bahwa apabila orang-orang mereka puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, makaorganisasi tersebut akan berfungsi, dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya ini.c) Laissez-Faire. Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksanakan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang ulama mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersebut dan hanya menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering bepergian atau hanya bertugas sementara.d) Partisipatif. Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah yang timbul adalah kemungkinan lambatnya tindakan dalam menangani masa-masa krisis.e) Otokratis. Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan. Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.

2. Apa Anggapan Orang tentang Gaya Kepemimpinan di Atas

Perhatikan bahwa setiap gaya sangat tergantung pada pandangan seseorang terhadap orang banyak dan apa yang memotivasi mereka. Karena fungsi dari kepemimpinan adalah memimpin sehingga membuat orang-orang ikut serta sangatlah penting.Pemimpin yang birokratis percaya bahwa setipa orang akan setuju dengan cara yang terbaik dalam mengerjakan segala sesuatu dan bahwa ada suatu sistem di luar hubungan antarmanusia yang dapat dipakai sebagai pedoman. Dalam hal ini pedoman tersebut adalah peraturan-peraturan dan tata cara.Pemimpin yang permisif ingin agar setiap orang (termasuk pemimpin itu sendiri) merasa seang. Stres internal dianggap sebagai suatu hal yang buruk bagi oraganisasi.Pemimpin laissez-faire menganggap bahwa organisasinya berjalan sedemikian baiknya sehingga pemimpin tidak perlu turut campur, atau menganggap bahwa organisasi tersebut tidak membutuhkan pusat kepemimpinan.Pemimpin yang partisipatif biasanya senang memecahkan masalah dan bekerjasama dengan orang lain. Ia menganggap bahwa orang lain pun merasakan hal yang sama, karena itu, hasil yang paling besar akan diraih dengan cara bekerja sama dengan mengajak orang lain turut serta dalam mengambil keputusan dan meraih sasaran.Pemimpin yang otokratis menganggap bahwa orang-orang hanya akan melakukan apa saja yang diperintahkan kepada mereka dan/atau ia tahu apa yang terbaik. (Dengan kata lain, ia mungkin tampak sebagai seorang diktator).

3. Gaya Kepemimpinan Mana yang Terbaik

Gaya setiap pemimpin tentunya berbeda-beda. Demikian juga dengan para pengikutnya! Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa situasi-situasi tertentu menuntut satu gaya kepemimpinan tertentu, sedangkan situasi lainnya menuntut gaya yang lain pula. Pemimpin berbeda satu sama lain. Pada waktu tertentu kebutuhan-kebutuhan kepemimpinan dari suatu organisasi mungkin berbeda dengan waktu lainnya. Karena organisasi-organisasi akan mendapatkan kesulitan apabila terus-menerus berganti pimpinan, maka para pimpinanlah yang membutuhkan gaya yang berbeda pada waktu yang berbeda. Gaya yang cocok sangat tergantung pada tugas organisasi, tahapan kehidupan organisasi, dan kebutuhan-kebutuhan pada saat itu. Organisasi-organisasi perlu memperbarui diri mereka sendiri, dan gaya kepemimpinan yang berbeda sering kali dibutuhkan. Apa contoh-contoh yang menunjukkan bagaimana tugas organisasi memengaruhi gaya kepemimpinan? Dinas pemadam kebakaran tidak dapat bekerja tanpa kepemimpinan yang bersifat otokrasi. Ketika tiba waktunya bagi organisasi tersebut untuk bekerja, melaksanakan apa yang telah dirancang akan dilakukan, kepemimpinan otokrasi merupakan satu keharusan. Tidak ada waktu untuk duduk dan membahas bagaimana memamdamkan api tersebut. Seseorang yang terlatih harus mematuhi keputusan tersebut. Pada waktu kemudian, mungkin ada diskusi yang lebih bebas mengenai cara yang mana yang terbaikdi pakai di saat lain. Di pihak lain, suatu kelompok medis mungkin paling baik di jalankan dengan gaya serba membolehkan. Dalam masa-masa krisis, seperti pengungsian personal atas suatu misi, atau perlunya mengurangi biaya secara radikal.

Membolehkan Gaya Kepemimpinan ke dalam OrganisasiIdealnya, seorang pemimpin harus memiliki berbagai macam gaya. Ia harus siap menghadapi segala keadaan, berpindah dari musim panas yang serba membolehkan kepada musim dingin yang banyak tuntutannya. Memandang hal ini dari sisi organisasi, maka organisasi harus mengadaptasi suatu strategi untuk efektivitas, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan produknya. Sebagian besar organisasi sukarela dan nirlaba didirikan berdasarkan asumsi adanya persamaan visi dan sasaran. Mereka memiliki strategi mencari keberhasilan (untuk mencapai sasaran mereka). Ketika organisasi tersebut masih baru, pendirinya dapat mengandalkan kekuatan visinya untuk menarik orang lain yang mempunyai sasaran yang sama. Namun, pada waktu organisasi itu berhasil, maka cara-cara lain untuk mempertahankan persamaan visi akan diperlukan. Apabila gaya kepemimpinan tidak disesuaikan sehingga mencakup penyamaan sasaran dengan peran serta penuh, sering organisasi tersebut akan mengadaptasi strategi menghindari kegagalan. Ketika organisasi mencapai ukuran di mana gaya yang bersifat otokratis tidak akan lagi berfungsi apabila pemimpin tidak dapat berpindah ke gaya yang partisipatif, maka ia sering dipaksa (mungkin tanpa disadari) untuk mengambil gaya laissez-faire. Sementara itu, kepemimpinan lapis kedua (yang sekarang terpaksa menjalankan organisasi) kemungkinan besar akan memakai gaya birokratis.

Di Manakah AndaApakah gaya kepemimpinan Anda? Membaca beberapa tulisan mengenai manajemen secara sepintas lalu mungkin dapat menolong Anda untuk menemukan hal itu. Mudah-mudahan Anda akan menemukan bahwa Anda telah mempraktikan gaya-gaya kepemimpinan yang berbeda pada waktu yang berbeda. Apakah Anda mempunyai bukti bahwa Anda sanggup mengubah gaya Anda pada waktu dibutuhkan? Atau, sementara Anda memikirkan mengenai keputusan-keputusan yang telah Anda ambil selama enam bulan ini, apakah Anda menemukan bahwa keputusan-keputusan tersebut selalu dibuat dengan cara yang sama (oleh Anda, orang lain, bersama-sama, atau melalui birokrasi) ?

Di Mana Organisasi AndaJenis kepemimpinan apa yang dibutuhkan oleh organisasi Anda sekarang ini? Apa tugas-tugasnya? Apakah kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan pada saat ini? Analisalah hal ini dengan pertolongan dewan pengurus, tim kepemimpinan, anggota-anggota Anda, dan lain-lain. Apakah gaya kepemimpinan yang berbeda dibutuhkan dalam bidang kehidupan organisasi yang berbeda?

Ke Mana Anda Pergi dari SiniPeriksalah kembali kalender pertemuan Anda selama dua minggu terakhir ini. Apakah yang terjadi dalam rapat-rapat itu? Apakah Anda pergi ke rapat hanya untuk mengumumkan keputusan Anda sendiri (gaya otokrasi)? Apakah Anda pergi ke rapat dengan harapan dapat bekerja sama dengan kelompok tersebut untuk mencapai suatu keputusan (gaya partisipatif)? Apakah Anda berharap untuk duduk bersandar membiarkan orang lain mengurus masalah yang sedang dihadapi (gaya permisif). Atau, apakah Anda pergi dengan tekad memakai prosedur baku untuk memastikan bahwa kapal tersebut tetap tenang tanpa masalah (gaya birokrasi)? Atau mungkin Anda sama sekali tidak pergi (laissez-faire)!Apabila Anda menemukan bahwa Anda menangani setiap pertemuan dengan cara yang sama, Anda mungkin terkunci pada satu gaya dan dengan sadar harus mempertimbangkan untuk mulai berusaha menyesuaikan gaya Anda sebagai fungsi situasi yang sedang Anda hadapi. Dengan memutuskan gaya yang akan Anda pakai sebelum rapat, Anda akan memperoleh kesempatan untuk mengamati repon peserta-peserta rapat yang lain.Apabila selama ini Anda membatasi diri Anda pada satu gaya saja, perubahan yang tiba-tiba sering akan membingunkan orang lain. Mungkin Anda perlu menguraikan dengan sangat jelas peraturan-peraturan dasar mengenai bagaimana Anda mengantisipasi berlangsungnya proses pengambilan keputusan tersebut.Hubungan antara kepemimpinan dengan manajemen peran serta sangat erat. Hubungan yang erat ini, melibatkan usaha kerja sama antara dua orang atau lebih, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk terjalinnya hubungan yang harmonis antara pimpinan di satu pihak dengan mitra kerja atau orang-orang yang ada disekitarnya sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seseorang.Di dalam setiap kegiatan organisasi dalam tingkat dan jenis apa pun, peranan adnimistrasi, manajemen dan kepemimpinan akan saling terkait di dalamnya. Manajemen pada hakikatnya adalah ilmu pengambilan keputusan serta manajemen juga adalah pemecahan masalah, dan seperti diketahui pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan hal yang penting di dalam kepemimpinan. Tugas, tanggung jawan, dan panggilan pertama bagi setiap manusia adalah belajar menjadi orang yang bertanggungjawab untuk hanya menjadi dirinya sendiri dan bukan yang lain (learning to be come a person who wants to be just her/him-self and nothing more). Manusia pembelajar yang ingin naik tingkat menjadi seorang pemimpin harus bergerak dari paradigma Anda ke paradigma Saya. Tak ada jalan pintas (shortcut), tak ada cara instan sekali jadi, tak ada resep ajaib, tak cukup lewat pengajaran, tak cukup hanya dengan pelatihan, tetapi harus berproses menjadi bertanggungjawab (being resposibility). Pergeseran paradigma dari Anda menjadi Saya bertanggung jawab berarti antara lain: Bukan Anda yang menentukan apa yang harus saya pikirkan. Bukan Anda yang menentukan apa yang saya rasakan. Bukan Anda yang menentukan apa yang saya inginkan. Bukan Anda yang berhak mengatus bagaimana saya membelanjakan waktu saya.Memotivasi merupakan salah satu pekerjaan pemimpin yang sederhana, tetapi juga paling rumit. Motivasi merupakan hal yang sederhana karena orang-orang pada dasarnya termotivasi atau terdorong untuk berperilaku dalam cara tertentu yang dirasakan mengarah kepada perolehan ganjaran. Dengan demikian, memotivasi seseorang tentunya mudah; usahakan saja untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan gunakan hal itu sebagai kemungkinan ganjaran (atau intensif).Akan tetapi, di sinilah mulai timbulnya masalah memotivasi. Untuk satu hal saja, apa yang dipandang seseorang sebagai ganjaran yang penting, mungkin tidak dipandang demikian oleh orang lain. Sebagai contoh, segelas air mungkin sekali lebih memotivasi seseorang yang baru saja melewatkan waktunya di pantai yang panas daripada orang yang baru saja melewatkan mereguk tiga gelas air minuman dingin. Bahkan, penggunaan suatu ganjaran yang penting bagi seseorang sama sekali bukan jaminan bahwa hal itu juga dapat memotivasinya. Alasannya adalah bahwa ganjaran itu sendiri tidak akan memotivasi seseorang apabila ia merasa bahwa upaya yang dilakukannya tidak mungkin mengarah pada perolehan ganjaran itu.Setiap orang sangat berbeda dalam cara mereka mengukur kemungkinan berhasil atas pekerjaan-pekerjaan yang berlainan. Karena itu, Anda dapat memahami mengapa suatu tugas yang dirasakan seseorang akan mengarah pada perolehan ganjaran itu. Meskipun motivasi sangat rumit, tidak ada kerugian lagi bahwa prestasi merupakan lini dasar manajemen. Para pemimpin mencapai hasil melalui orang-orang dan apabila Anda tidak mampu memotivasi pegawai, kemungkinan tidak akan berhasil sebagai pemimpin. Karena itu, kerumitan motivasi hendaknya diterima sebagai kenyataan hidup dan karenanya perlu ditelaah benar hal-hal yang kita ketahui tentang pemotivasian pegawai.

B. APA YANG DIMAKSUD DENGAN MANAJEMEN PERAN SERTA

Manajemen peran serta (participative management) adalah suatu pendekatan manajemen yang melibatkan manajer bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan secara aktif dari manajer bawahan dengan menggunakan segala keahlian dan kreatifitas mereka dalam memecahkan persoalan-persoalan manajemen yang pentingDasar pelaksanaan manajemen peran serta adalah konsep shared authority yang berarti bahwa wewenang manajer atasan diemban bersama dengan manajer bawahan. Pelaksanaan manajemen peran serta yang berdasarkan shared authority dari manajer atasan dengan manajer bawahannya, tidak berarti manajer atasan melimpahkan semua wewenangnya dalam pengambilan keputusan, melainkan menyertakan manajer bawahan membuat keputusan dalam memecahkan persoalan manajemen yang penting.Wewenang manajer atasan dapat diemban bersama dengan manajer bawahannya dengan melimpahkan sebagian wewenangnya atas pelaksanaan pekerjaan tertentu atau fungsi tertentu. Untuk mencegah pelimpahan seluruh wewenang, maka manajer atasan perlu:1) Menggariskan secara tegas dan jelas tugas-tugas dan fungsi-fungsi dari manajer bawahan;2) Melimpahkan wewenang kepada manajer bawahannya terbatas dalam kaitannya untuk melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya;3) Menggariskan dengan jelas tanggung jawab manajer bawahannya atas penggunaan wewenang yang telah dilimpahkan kepadanya;4) Mendorong manajer bawahannya agar menerima pelimpahan wewenang dari atasannya dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebaik-baiknya.

Dari uraian di atas seorang manajer atasan melaksanakan manajemen peran serta, apabila:1. Wewenang dan kekuasaan diemban bersama dengan anak buahnya dalam proses pengambilan keputusan;2. Manajer bawahannya terlibat secara aktif dan membantu manajer atasannya yang bertindak sebagai pemimpin kelompok dalam pengambilan keputusan;3. Manajer bawahannya memberikan input yang penting dan berharga dalam pengambilan keputusannya, sehingga keputusannya merupakan suatu keputusan tim manajemen.

Dari pernyataan di atas, ini tidak berarti bahwa kelompok manajer bawahannya dapat melaksanakan kehendaknya dalam penentuan keputusan. Nyatanya para manajer atasannya masih tetap yang memutuskan, dengan pengertian setelah memperoleh konsensus dari anggota kelompok manajer bawahannya, sehingga manajer atas dipandang sebagai tim leader yang memimpin demi kepentingan anak buah dari perusahannya.Untuk dapat menetapkan pendekatan manajemen peran serta ini, para manajer harus:1. Memiliki kemampuan hubungan antarmanusia;2. Mengerti dan memahami anak buahnya tentang sifat-sifatnya, pribadinya, wataknya, dan kepentingan-kepentingannnya;3. Mampu berkomunikasi dengan baik;4. Mampu mengatasi manajemen konflik dalam organisasi perusahannya;5. Mampu membuat kekuatan masing-masing anak buahnya sebagai modal dan menghilangkan kelemahan-kelemahannya;6. Mampu mengkompromikan harapan-harapan dan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok dan perusahaan sedemikian rupa sehingga dapat di pertemukan.

C. MENGAPA PERLU MENERAPKAN MANAJEMEN PERAN SERTA

Untuk menjawab pertanyaan mengapa kita perlu menerapkan manajemen peran serta, ada baiknya bila kita mengetahui terlebih dahulu tujuan dari manajemen peran serta.Adapaun tujuan manajemen peran serta adalah: Untuk meningkatkan mutu keputusan manajemen; Untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan manajer; Untuk meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawan dan manajer; Memungkinkan organisasi perusahaan lebih responsif/tanggap terhadap tuntutan lingkungannya.

Untuk memahami bahwa penerapan manajemen peran serta dapat meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawan, maka perlu dilihat ke dalam kaitan pengertian tingkah laku manusia.Berkaitan dengan hal di atas, perlu dikaitkan dengan teori tentang kebutuhan dari Abraham Maslow yang menerangkan bahwa kebutuhan manusia ada lima (5 basic need) dan tersusun secara berurutan. Yang jelas karyawan dan manajer sangat berkepentingan dengan pemuasan kebutuhan pada tingkat ke-4 dan ke-5, yaitu berupa ego satisfaction dan self achievement sesuai dengan kebutuhan, fungsi, wewenang serta tingkat kehidupan dan ekonomi mereka. Dengan menerapkan manajemen peran serta maka masing-masing individu akan memperoleh dan dapat menggunakan kesempatan penuh untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa dalam menerapkan manajemen peran serta manajer dibantu dan dapat mencapai ego satisfaction dan self achievement. Dengan adanya keinginan untuk mencapai ego satisfaction serta self achievement tersebut sudah tentu berpengaruh pada timbulnya semangat kerja dan kepuasan kerjanya.Kiranya belumlah memadai dalam membicarakan penerapan manajemen peran serta yang mengakibatkan timbulnya semangat dan kepuasan kerja bagi karyawan dan manajer, kalau tidak menyinggung Motivation Hygiene Theory yang dikembangkan oleh Herzberg. Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang memberikan motivasi kepada karyawan atau manajer adalah: Prestasi (achievement), Pengakuan dari orang lain atas keberhasilannya (recognition), Kemajuan pribadi, misalnya promosi (advancement), Sifat pekerjaan itu sendiri (the work if self), Tanggung jawab (responsibility), dan Kemungkinan pengembangan diri (possibility for personal growth).

Faktor-faktor di atas kaitannya dengan penerapan manajemen peran serta, sebab dengan manajemen peran serta, mereka dapat mengusahakan pekerjaannya (the work it self) sedemikian rupa menjadi lebih menarik dan menantang ini berarti menuntut tanggung jawab (responsibility) yang lebih besar. Dengan tanggung jawab yang besar keberhasilan di dalam kerja, akhirnya dapat membantu pengembangan dirinya (personal growth).Rasanya dalam membicarakan penerapan manajemen peran serta tidak lengkap jika tidak diterangkan kaitan manajemen peran serta dengan teori human personality development dari Chris Argris. Menurut Chris Argyris, organisasi perusahaan sering menciptakan lingkungan yang: Menyebabkan karyawan atau manajer hanya menguasai sebagian tergantung kerja; Menjadikan karyawan atau manajer bersikap pasif, bersikap tergantung (dependent) dan bersikap hanya mau jadi manajer bawahan saja; Menjadikan karyawan atau manajer memiliki wawasan sempit; Menjadikan karyawan atau manajer memiliki minat yang dangkal; Menjadikan karyawan atau manajer memiliki pemikiran berjangka pendek; Mendorong karyawan atau manajer menggunakan kemampuan yang tinggi dan tangguh hanya untuk pekerjaan-pekerjaan yang rutin, dan akhirnya; Mendorong dan menyebabkan karyawan atau manajer berprestasi dalam kondisi psikologis yang tidak menguntungkan.

Keadaan tersebut jelas akan menekan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh orang-orang (tentunya karyawan dan manajer) yang sudah dewasa, dan jika hal ini dibiarkan terus akan menciptakan situasi konflik, frustasi dan kegagalan-kegagalan yang tidak diharapkan oleh pegawai dan perusahaannya sendiri. Untuk mengatasi akibat yang merugikan hal tersebut, diguanakanlah/diterapkanlah pendekatan manajemen peran serta. Ini berarti kepada masing-masing karyawan atau manajer diberikan atau dilimpahkan wewenang yang lebih luas untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan sehingga memungkinkan mereka mengusai betul pekerjaannya, menjadi lebih aktif, dapat menggunakan kemampuannya dengan lebih cepat dan berbobot, serta memperoleh kesempatan untuk mencapai sesuatu dengan lebih berhasil.

D. MANFAAT MANAJEMEN PERAN SERTA

Dari tujuan penerapan manajemen peran serta yang telah diuraikan di atas, maka dilihat dari segi manajemen, penerapan manajemen peran serta akan memberikan manfaat berikut.1. Memungkinkan karyawan lebih mudah dalam menerima perubahan-perubahan manajemen peran serta menjadi salah satu kunci pendorong bagi perusahaan dan menetapkan karyawan atau manajer pada kedudukan untuk bersikap Change Oriented.2. Menciptakan hubungan yang damai dan serasi:a) Antara manajer dengan bawahannya;b) Antara manajer dengan serikat pekerja.3. Meningkatkan committment (keterkaitan) karyawan atau manajer pada perusahaan-perusahaan. Dengan menerapkan manajemen peran serta, para karyawan atau manajer merasa bahwa mereka mendapat tempat dan dihargai oleh perusahaannya. Ini berarti bahwa pemuasan kebutuhan harga diri dan realisasi dirinya dipenuhi oleh perusahaan di mana mereka bekera sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka kepada perusahaannya.4. Meningkatkan rasa percaya kepada manajemen. Karyawan atau manajer berperan serta akan cenderung meningkatkan rasa percaya dirinya kepada manajemen, karena dengan ikut sertanya mereka secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, maka karyawan atau manajer yang bersangkutan dapat mengetahui modif dan keinginan manajemen yang memang baik.5. Memudahkan pengelolaan bawahan. Apabila manajer bawahan telah berkomitmen, bersedia menerima perubahan dan percaya kepada manajemen, maka mereka lebih mudah untuk dikelola oleh manajer atasannya.6. Meningkatkan mutu keputusan manajemen. Manajemen peran serta dapat meningkatkan mutu keputusan manajemen, karena dalam proses pengambilan keputusan telah dipertimbangkan berbagai alternatif sebagai sumbang saran para manajer yang terlibat.7. Meningkatkan mutu komunikasi antara atasan dengan bawahan. Jika manajemen peran serta ingin berhasil maka keharusan berkomunikasi yang lancar menjadi syarat utama, terutama komunikasi ke atas sehingga memberikan informasi umpan balik yang sangat berguna bagi manajer atasan.8. Meningkatkan kerja sama (team work). Dengan berkurangnya konflik yang mungkin terjadi, kerja sama bisa lebih terjalin.

E. HAMBATAN DALAM PENERAPAN MANAJEMEN PERAN SERTA

Dalam mengkaji hambatan-hambatan yang dialami perusahaan dalam menerapkan manajemen peran serta, maka perlu dilihat di mana letak hambatan-hambatan tersebut terjadi. Pada pokoknya hambatan-hambatan tersebut terjadi. Pada pokoknya hambatan-hambatan tersebut terletak pada:1. Hambatan yang melekat pada masalah yang ditimbulkan oleh perusahaan itu sendiri, antara lain sebagai berikut.a) Tradisi yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan, dimana praktik manajemennya selalu mengikuti praktik-praktik lama, tanpa adanya inovasi. Manajemen selalu menghindari risiko. Ini biasanya ada kaitannya dengan gaya kepemimpinan yang otokratik/otoriter.b) Falsafah dan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok Manajemen puncak pada perusahaan yang bersangkutan, juga sering merupakan hambatan bagi penerapan manajemen peran serta, karena dari falsafah dan nilai yang dianut berpengaruh pada sikap dan cara berpikir anggota manajemen puncak.c) Mutu dan kebijakan dan prosedur yang dianut oleh perusahaan. Apabila kebijakan dan prosedurnya dinilai/dianggap sebagai tujuannya sendiri daripada sebagai sarana untuk mencapai tujuan perusahaan, maka akan menghambat penerapan manajemen peran serta.d) Mutu karyawan atau manajer. Bila karyawan atau manajernya tidak memiliki keterampilan, pengetahuan, pengalaman, kemauan, keahlian serta latihan yang cukup, maka sudah tentu akan sulit dalam menerapkan manajemen peran serta.e) Struktur organisasi. Dari struktur organisasi yang menimbulkan birokrasi yang berlebihan, akan mengakibatkan sulitnya penerapan manajemen peran serta. Dari birokrasi yang berlebihan akan timbul impersonalization, kekakuan prosedur formal yang mengekang, sentralisasi dan pengetatan kontrol, semuanya itu akan menambah sulitnya penerapan manajemen peran serta.f) Kurang mendukungnya iklim penerapan manajemen peran serta. Iklim yang mendukung adalah suasana dalam suatu perusahaan yang dirasakan oleh karyawan atau manajer yang membantu mereka dalam usahanya melaksanakan tugas yang menjadi kewajibannya sekaligus memenuhi harapan/kepentingan pribadinya, dan sebaliknya karyawan atau manajer juga dapat membantu organisasi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Menurut Rensislikert, organisasi perusahaannya harus dapat menciptakan keadaan, di mana karyawan atau manajer tidak merasa terancam, tetapi justru sebaliknya, yaitu didorong untuk berprestasi lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan.g) Tidak baiknya sistem penghargaan bagi yang berprestasi baik. Contoh sistem penghargaan yang tidak baik ialah sistem penghargaan yang sangat subjektif kriterianya, sehingga lebih banyak didasarkan pada like and dislike dalam memberikan penghargaan oleh pejabat yang bersangkutan. Dari penilaian yang didasarkan like and dislike dapat mengakibatkan penilaian yang salah, karena manajer atasan kadang-kadang sudah berprasangka yang jelek kepada anak buahnya kendatipun anak buahnya telah turut berpartisipasi dengan sebaik-baiknya.2. Hambatan yang melekat pada diri manajer atasan yang bersangkutan. Disamping hambatan-hambatan organisasi, sebagaimana telah diuraikan di atas maka masih ada hambatan-hambatan yang melekat pada masing-masing manajer yang mempersulit penerangan manajemen peran serta. Hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut.a) Kebiasaan yang melekat pada diri manajer. Seperti halnya dengan tradisi. Tingkah laku dan cara berpikir para manajer biasanya terikat pada kebiasaan-kebiasaan lama, yang belum tentu masih benar. Sikap dan tingkah laku yang demikian jelas akan menghambat manajer dalam menerapkan pendekatan manajemen peran serta.b) Gagal memahami arti dan peranan manajemen peran serta. Banyak manajer ingin mengusahakan sikap, cara berpikir seperti yang diharapkan melalui manajemen peran serta, namun mereka tidak memahami apa arti, peranan, syarat-syarat dan bagaimana cara mengimplementasikan manajemen peran serta. Akibatnya ialah salah tanggap sehingga salah menerapkannya, dan lalu gagal. Kita mengetahui bahwa dalam menerapkan manajemen peran serta perlu waktu cukup lama, memerlukan keterampilan dan kreatifitas, berlatih terus dan berkomunikasi terus.c) Anggapan yang masih melekat kuat pada diri manajer atasan, atas berlakunya Theory X dari Mc. Gregor pada anak buahnya. Akibat ialah manajer atasan tidak mau memberikan kesempatan dan mendorong manajer bawahannya untuk menggunakan manajemen peran serta.d) Kurang adanya rasa aman bagi manajer. Banyak mananjer merasa tidak aman atas jabatannya dan mereka merasa terancam oleh sesuatu yang baru, apalagi yang beda. Perasaan yang demikian ini juga berlaku bagi penerapan manajemen peran serta yang dianggap masih asing sehingga sangat menghantui perasaan dalam diri masing-masing manajer yang tidak kompeten.e) Rasa takut yang dialami oleh manajer. Manajer takut akan manajemen peran serta, karena:1) Mereka khawatir dalam mempraktikkan manajemen peran serta, karena takut kekuasaannya akan menjadi berkurang;2) Beberapa manajer beranggapan bahwa manajemen peran serta sama dengan tidak adanya disiplin dari anak buahnya sehingga apabila mempraktikkan manajemen peran serta akan mempersulit dirinya dalam mengontrol anak buahnya;3) Beberapa manajer khawatir kehilangan pamor pribadinya;4) Beberapa manajer khawatir dengan menerapkan manajemen peran serta berarti pekerjaannya tidak akan terselesaikan dengan baik, karena manajemen peran serta dianggapnya memakan waktu dan pemborosan saja.3. Hambatan Yang Melekat Pada Diri BawahanSebagian besar manajemen atasan berpendapat bahwa hambatan penerapan manajemen peran serta melekat pada diri bawahan. Adapun hambatan tersebut adalah sebagai berikut.a) Kurang kompetennya manajer bawahan untuk menerapkan manajemen peran serta. Mungkin manajer bawahan tidak tahu atau mengerti seandainya diajak untuk mempraktikkan manajemen peran serta sudah tentu hasilnya tidak memuaskan.b) Ada kalanya beberapa manajer bawahan tidak mungkin berpartisipasi, ia sering ditunjukkan oleh pertanyaan Hei, mengapa Anda minta saya? Anda kan bos saya, Andalah yang semestinya memutuskan.c) Beberapa manajer bawahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup dan mantap. Jika manajemen peran seta ingin berhasil, maka sumbangan input dari manajer bawahan harus berbobot, berdasarkan pada dimilikinya pengetahuan, pengalaman dan keahlian yang cukup berbobot dan tinggi.d) Beberapa manajer bawahan gagal berpartisipasi, karena mereka tidak mengetahui dan menyadari bahwa mereka sebenarnya diharapkan berpartisipasi, Ini diisebabkan oleh kegagalan berkomunikasi antara manajer atasan dengan manajer bawahan.e) Seperti halnya dengan manajer atasan, manajer bawahan juga khawatir tentang keberhasilan manajemen peran serta, karena alasan:1. Takut gagal menerapkan manajemen peran serta;2. Takut perusahaannya menjadi guncang;3. Takut dikucilkan/diasingkan oleh kelompok;4. Takut kalau berpartisipatif aktif, maka pekerjaannya sendiri atau pekerjaan kelompoknya menjadi tambah berat;5. Ketakutan bahwa dengan berhasilnya manajemen peran serta maka efesiensi akan meningkat dan berakibat mengurangi/menghilangkan beberapa pekerjaan, termasuk job dari mereka yang memberikan saran-saran.4. Hambatan SituasiDi samping hambatan-hambatan yang melekat pada organisasi, manajer atasan dan manajer bawahan, seperti yang telah diuraikan di atas, maka masih ada hambatan lain yang membatasi penerapan manajemen peran serta, yaitu hambatan situasi. Hambatan-hambatan situasi itu adalah sebagai berikut.a) Keterbatasan waktu.b) Sifat tugas itu sendiri yang memang tidak memungkinkan penerapan manajemen peran serta.c) Pengaruh lingkungan, misalnya:1) Kompetensi yang tajam dan sudah mengancam sekali di mana memerlukan tindakan bersifat cepat dan tangan besi;2) Kebudayaan yang tidak demokratis.

F. MENGATASI HAMBATAN

Ada beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan dalam mengatasi hambatan penerapan manajemen peran serta. Berikut unsur-unsur penting yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan penerapan manajemen peran serta.1. Menciptakan dan membina iklim organisasi yang mendukung. Ini berarti bahwa dalam organisasi perusahaan yang bersangkutan perlu dibina/diciptakan struktur organisasi, kebijakan serta prosedur yang membuat pekerjaan jadi lebih mudah. Selanjutnya organisasi perusahaan mampu menciptakan rasa aman bagi karyawan-karyawannya, karena didukung dan dilandasi oleh aturan-aturan dan praktik-praktik bisnis yang baik. Hal yang penting lainnya ialah bahwa opini tentang karyawan-karyawan atau manajernya dilandasi oleh teori Y dari Mc. Gregor.2. Struktur organisasi, kebijakan serta sistem penghargaannya harus serasi dan mendukung gagasan manajemen peran serta.3. Melaksanakan latihan-latihan dan pendidikan, karena kedua kegiatan tersebut merupakan kunci pokok bagi keberhasilan penerapan manajemen peran serta.4. Organisasi perusahaannya mampu melihat dan memberikan reaksi yang tepat dan cepat bila ada lingkungan (intern dan ekstern) yang memengaruhinya.5. Menggunakan waktu sebagai sumber daya. Ini berarti bahwa manajemen harus melihat bahwa waktu sebagai sumber yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan bukan sebagai faktor penghambat yang membatasi penerapan manajemen peran serta.

G. MENGIMPLEMENTASIKAN MANAJEMEN PERAN SERTA

Dalam usaha untuk mengimplementasikan manajemen peran serta perlu menghilangkan lebih dahulu hambatan-hambatan terhadap manajemen peran serta, dengan jalan berikut.1. Mengetahui lebih dulu tentang diri kita sendiri dan organisasi perusahaan kita.2. Mengadakan diagnosis hambatan-hambatannya dengan:a) Mengidentifikasi hambatan tertentu pada masing-masing bidang;b) Menentukan mengapa hambatan itu terjadi atau ada;c) Menentukan tingkat atau kualitas hambatan tersebut;d) Menentukan apabila hambatan-hambatan tersebut dapat dihilangkan dengan ongkos tertentu (financial and psychological cost);e) Menentukan bagaimana menghilangkan hambatannya;f) Menentukan perananan kita sebagai manajer dalam menghilangkan hambatan.Sebenarnya hambatan-hambatan dalam mengimplementasikan manajemen peran serta dapat dikategorikan dalam 3 kelas, yaitu yang:3. Hambatan yang controlable ialah hambatan di mana kita memiliki wewenang dan kekuasaan untuk menghilangkannya, seperti:a) Kurang cukupnya waktu yang dimiliki oleh seorang atasan terhadap bawahannya;b) Kurangnya (tidak adanya) latihan-latihan yang dilaksanakan atau yang diperoleh oleh manajer bawahan;c) Kurangnya keinginan atau hasrat dari manajer bawahan untuk berpartisipasi.4. Hambatan-hambatan yang kita dapat pengaruhi, untuk meniadakannya ialah sebagai berikut.a) Manajer atasan yang tidak tahu tentang manajemen peran serta.b) Iklim organisasi yang tidak kondusif untuk mempraktikkan manajemen peran serta.c) Manajer atasan yang tidak mau mencari dan menyediakan waktu untuk mempraktekkan manajemen peran serta.5. Kategori hambatan yang ketiga ialah hambatan di mana kita sedikit sekali dapat memengaruhi atau menguasai untuk menghilangkannya. Hambatan-hambatan tersebut berupa:a) Pasar dari perusahaan (market of the firm);b) Struktur organisasinya;c) Reputasi perusahaannya dalam bidang niaga atau industri.

Hal yang penting bagi kita dalam menghilangkan hambatan-hambatan penerapan manajemen peran serta, yaitu kita harus berusaha mengenal anak buah, atasan dan organisasi perusahaan kita serta menentukan faktor-faktor mana yang dapat berpengaruh pada peranan kita, masing-masing dan status kita dalam organisasi perusahaan.

H. BENTUK-BENTUK PERAN SERTA

Manajemen peran serta dapat berbentuk macam-macam. Bentuk-bentuk tersebut adalah terbagi menjadi:1. Work group (kelompok kerja),2. Project management,3. Collective bargaining, dan4. Industrial democracy.

Adapun cara-cara (tradisional) untuk mengimplementasikan manajemen peran serta seperti berikut.1. Dengan membentuk gugus kerja (task force) dan panitia (committee).2. Dengan mengadakan sistem sarana (suggestions system).3. Menciptakan iklim yang mendukung penerapan manajemen peran serta dalam perusahaan yang bersangkutan.4. Ingat bahwa yang dibicarakan adalah masalah yang akan datang, masa lampau sudah lewat.5. Apabila tiba giliran Anda untuk bicara, bersikaplah bebas, jujur, dan terbuka.6. Usahakanlah kesepakatan tentang sasaran-sasaran yang harus dicapai.7. Pergunakan kesempatan dalam mengungkapkan gagasan dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.8. Perihalah suasana yang hangat, akrab, dan santai, namun tetap berorientasi kepada pekerjaan.9. Menetapkan sasaran sama artinya dengan membuat janji. Maka jangan heran apabila ada bawahan yang enggan atau ragu-ragu untuk mengungkapkan gagasan.10. Mengadakan komunikasi terbuka (open door communication).11. Menyelenggarakan brainstorming.12. Menyelenggarakan latihan-latihan (training) yang meliputi:a) Management training sebagai fondasi untuk laithan manajemen peran serta;b) Latihan menekankan pada aspek pentingnya: kepemimpinan dan motivasi (leadership and motivation training); keterampilan berkomunikasi dan management by objective (MBO).