KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama...

19

Click here to load reader

Transcript of KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama...

Page 1: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI KEHIDUPAN

MASYARAKAT MULTIKULTUR

DI ERA GLOBALISASI

Oleh

I Ketut Suda

Guru Besar Sosiologi Pendidikan

Fakultas Pendidikan Agama dan Seni

Universitas Hindu Indonesia

Abstrak

Artikel ini membahas tentang kepemimpinan asta brata dalam dimensi

kehidupan masyarakat yang multikultur di era globalisasi, dengan maksud untuk

memberikan pegangan umum kepada para pemimpin, dalam menjalankan

kepemimpinannya, sehingga dapat mewujudkan harmonisasi kehidupan beragama,

dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Artikel ini membahas tiga masalah

pokok yakni (1) Mengapakah harmonisasi kehidupan antar umat beragama di Indonesia

akhir-akhir ini sering terusik padahal secara normatif toleransi kehidupan beragama

secara tegas telah diatur dalam UUD 1945? (2) Bagaimanakah dinamika kehidupan

beragama di Indonesia yang sangat multikultur di tengah dunia yang semakin

mengglobal? (3) Apakah sifat-sifat kepemimpinan asta berata dapat menanggulangi

konflik kehidupan antar umat beragama di Indonesia?

Berdasarkan hasil kajian ini diketahui bahwa meskipun secara normatif toleransi

kehidupan bergama di Indonesia telah diatur secara tegas dalam UUD 1945, yakni pasal

29, yang kemudian diejawanrahkan oleh pemerintah ke dalam peraturan bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.8 dan No 9 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. Namun, dalam kenyataannya

di Indonesia akhir-akhir ini sering terjadi benturan kehidupan antar umat beragama,

bahkan hampir membawa bangsa ini kejurang perecahan.

Selain itu, diketahui pula bahwa pemahaman keagamaan masyarakat Indonesia

dewasa ini belum mampu membangun kesadaran, menggugah nurani, dan membangun

sikap spiritual individu dalam keseharian. Oleh karena itu dalam realitasnya sering

terjadi tindak kekerasan antar umat beragama dengan mengatasnamakan agama. Untuk

menanggulangi hal tersebut konsep kepemimpinan asta brata, sesungguhnya bisa

dijadikan pegangan sehingga konflik antar umat beragama di Indonesia setidaknya dapat

diminimalisir. Akan tetapi dalam praktiknya sangat sulit mencari pemimpin yang benar-

benar mampu menerapkan konsep kepemimpinan asta brata dalam menjalankan

kepemimpinannya.

Kata-Kata Kunci: harmonisasi, kehidupan beragama, kepemimpinan Asta Brata

Page 2: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

I. Pendahuluan

Kepemimpinan asta brata sebagaimana dikatakan dalam Manavadharmasastra

yang sering juga disebut Vedasmerti menegaskan bahwa perilaku seorang pemimpin

hendaknya seperti perilaku para Deva. Adapun ajaran tersebut dimuat dalam sloka

IX.303, yang menyatakan:

‘‘Idrasya arkasya vayosca yamasya varunasya ca,

Candrasya agneh prthivvyasca tejo vrtam nrpascaret’’

Artinya:

Hendaknya seorang pemimpin berbuat seperti perilaku Deva Indra, Surya,

Vayu, Yama, Varuna, Candra, Agni, dan Prthivi.

Jika delapan sikap dan sifat kepemimpinan yang tertuang dalam ajaran asta brata

ini benar-benar dapat diterapkan dalam kehidupan nyata oleh para pemimpin di negeri

ini, tentu negara Indonesia yang secara faktual, terdiri atas beraneka ragam suku bangsa,

agama, dan adat istiadat akan dapat hidup berdampingan secara harmonis dan saling

menghormati satu sama lain. Namun, dalam kenyataannya banyak tokoh agama di negeri

ini yang terjebak pada sikap ‘pundamentalisme’ dan eksklusifisme, sehingga sedikit saja

mengalami gesekan dengan mudah dapat tersambar oleh api emosi dan sensitivitas

keagamaan dapat bermuara pada tindakan anarkhis.

Keberadaan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk (multikultur), dalam hal

agama, suku bangsa, dan adat-istadat merupakan sebuah realitas yang tidak dapat

dipungkiri. Terhadap fenomena ini, seorang sosiolog Amerika Serikat Hildred Geertz,

(dalam Ismail, 2002:229) secara tegas menggambarkan bahwa, di Indonesia terdapat

lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda-beda dengan identitas budayanya masing-

masing dan lebih dari 250 bahasa daerah dipakai di antara mereka. Berangkat dari

kenyataan ini Geertz membangun sebuah pemahaman baru bahwa konsep kemajemukan

Page 3: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

tersebut bermula dari konsep furnival, yakni sebuah konsep kemajemukan yang

dipahami sebagai kelompok-kelompok masyarakat yang berdiri sendiri tanpa ikatan

kesatuan politik.

Mencermati agama-agama yang berkembang di Indonesia dengan latar belakang

kelahirannya masing-masing, seharusnya membuat siapapun orang Indonesia mampu

hidup bersama dengan sikap kebersamaan dan rasa persaudaraan yang tinggi, dan saling

menghormati satu sama lain. Boleh setiap orang menganut aliran kepercayaan atau

agama yang berbeda satu sama lain, akan tetapi pada realitasnya mereka menyembah

satu kekuatan di luar dirinya yang disebut Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, setiap

agama sebaiknya tidak secara eksklusif mengklaim hanya agamanya paling sejati

berasal dari Tuhan, sedangkan agama lain hanya konstruksi manusia berdasarkan akal

sehat. Untuk menangkal jangan sampai hal ini menjadi benih bagi terbentuknya sikap

pundamentalisme dan eksklusifisme dalam bidang keagamaan, yang dapat bermuara

pada konflik horizontal antar umat beragama di Indonesia, maka perlu ada keteladanan

dan pemberian pemahaman oleh pemimpin agama mengenai hakikat keagamaan dan

sifat kepemimpinan yang perlu dicontoh kepada umatnya masing-masing. Terkait

dengan hal tersebut dalam pandangan Hindu terdapat suatu ajaran yang sarat dengan

nilai-nilai kepemimpinan yang tertuang dalam ajaran ‘’Asta Brata’’.

Namun, dalam kenyataannya dewasa ini sangat sulit mencari pemimpin yang

benar-benar mampu menghayati, apalagi mengamalkan kedelapan sifat kepemimpinan

Hindu yang tertuang dalam konsep kepemimpinan Asta Brata, yang mungkin dapat

diaplikasikan dalam konteks toleransi kehidupan beragama. Jika kedelapan sifat

kepemimpinan ini dapat diresapi dan diaplikasikan oleh setiap pemimpin dalam

kehidupannya sehari-hari, maka sentiment keagamaan yang dimiliki oleh masing-masing

individu tidak mudah terprovokasi ke arah konflik horizontal yang berlatarkan agama,

Page 4: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

yang belakangan ini sering menimpa kehidupan umat beragama di negeri ini. Dalam

realitasnya banyak pemimpin sekarang yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan

golongannya, sehingga tidak mampu memberikan rasa keadilan pada semua golongan,

agama, etnisitas, dan suku bangsa yang ada di tanah air. Akibatnya, akhir-akhir ini sering

terjadi ketegangan antar pemeluk agama yang ada, yang acap kali bermuara pada

tindakan kekerasan, yang dapat membawa kerugian bagi persatuan dan kesatuan Negara

Republik Indonesia. Jika saja kepemimpinan Hindu yang disebut Asta Brata ini dapat

dijalankan dengan baik dan benar, niscaya di negeri ini akan terwujud apa yang disebut

masyarakat madani yang adil dan makmur.

Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas maka dalam kajian ini ada

beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan antara lain:

1. Mengapakah harmonisasi kehidupan antar umat beragama di Indonesia akhir-

akhir ini sering terusik padahal secara normatif toleransi kehidupan beragama

secara tegas telah diatur dalam UUD 1945 ?

2. Bagaimanakah dinamika kehidupan beragama di Indonesia, yang sangat

multikultur di tengah dunia yang semakin mengglobal dewasa ini?

3. Bagaimanakah implementasi kepemimpinan asta berata dalam kehidupan

beragama di Indonesia?

II. Pembahasan

A. Analisis terhadap Beberapa Faktor Penyebab Terjadinya Intoleransi dalam

Kehidupan Beragama di Indonesia Meskipun Secara Normatif Telah Diatur

dalam UUD 1945

Meskipun secara normatif kehidupan beragama di Indonesia telah diatur dengan

tegas dalam pasal 29 UUD 1945. Namun, dalam kenyataanya banyak terjadi gesekan

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan mengatasnamakan

Page 5: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

agama. Padahal pasal 29 ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara

berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan ayat (2)-nya menyebutkan

bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya

masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu. Apa yang

diamanatkan oleh ketentuan pasal 29 UUD 1945, oleh pemerintah kemudian

diejawantahkan ke dalam peraturan pemerintah pelaksana undang-undang, yakni

dalam bentuk Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia No. 9 dan No.8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.

Pasal 2 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia No 9 dan No.8 Tahun 2006, menegaskan bahwa pemeliharaan kerukunan

umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintah daerah,

dan pemerintah. Demikian juga pasal 3 (1) peraturan tersebut menegaskan bahwa

pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan kewajiban

gubernur; sedangkan ayat (2) menyebutkan pelaksanaan tugas dan kewajiban

gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayah

departemen agama provinsi. Selanjutnya pasal 4 (1) peraturan bersama menteri agama

dan menteri dalam negeri ini menegaskan bahwa pemeliharaan kerukunan umat

beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota. Sedangkan

ayat (2) peraturan ini mengatakan pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/wali kota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kapala kantor departemen agama

kabupaten/kota.

Dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, maka

masyarakat Indonesia apapun agamanya seharusnya dapat menikmati kebebasan dan

Page 6: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

keleluasaan dalam menjalankan kehidupan beragama. Hal demikian disebabkan

pemeliharaan kerukunan umat beragama secara normatif telah diberi jaminan oleh

negara mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah kabupaten/kota sebagaimana

telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tadi.

Namun, dalam kenyataannya belakangan ini harmonisasi dalam kehidupan

beragama di Indonesia tampak mulai terganggu, bahkan tidak jarang gesekan kecil

yang terjadi menyangkut sentiment keagamaan dengan cepat dapat menyebar

menjadi masalah besar, bahkan hamper membawa bangsa ini ke jurang perpecahan.

Adanya serentetan kerusuhan yang bernuansa SARA akhir-akhir ini, seperti kasus

Temanggung dan Jepara sekitar bulan april 1997, kasus Banjarmasin bulan Mei 1997,

kasus Sampit tahun 1999, (Ma’arif, 2005:4) dan kasus yang paling hangat terkait

dengan persoalan SARA adalah penyerangan warga Syiah di Sampang Madura,

Agustus 2012, merupakan bukti nyata bahwa kerukunan hidup beragama di Indonesia

mulai terusik (Bali Post, 27 Agustus 2012:1).

Terhadap fenomena di atas, dapat dianalisis beberapa faktor penyebanya antara

lain: pertama, tesis Derrida tentang keberadaan negara serta pengaruhnya terhadap

ikatan-ikatan komunal dalam bukunya Politics of Frienship (1977) tampaknya dapat

dijadikan acuan untuk menganalisis persoalan ini. Menurut Derrida bahwa masyarakat

politik selalu bersifat paradoks dalam arti, setiap masyarakat politik melalui konstitusi

dan undang-undang negara yang dibuat berupaya mempersatukan berbagai komunitas

berbeda dalam satu kesatuan politik. Namun, di sisi lain ditariknya komunitas

komunal ke dalam kesatuan masyarakat yang lebih luas, yakni negara berakibat

ikatan-ikatan komunitas tradisional menjadi longgar bahkan cenderung terputus. Oleh

karenanya sebuah masyarakat politik pada esensinya dapat dikatakan mempersatukan

dan sekaligus juga mencerai-beraikan (Ujan dalam Sarwiji (ed.).,2009:ix).

Page 7: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

Kedua, paradoks seperti itu, dialami dalam berbagai masyarakat politik termasuk

masyarakat Indonesia. Akibat tekanan konstitusi dan hukum sebagai standar umum

budaya publik, maka ikatan-ikatan tradisional yang umumnya berbasis etnoreligius

pada masyarakat tradisional cenderung merenggang. Akibat lainnya, kebutuhan akan

identitas serta pengakuan publik terhadap identitas masyarakat tradisional, tampaknya

ikut terancam ketika kekhususan warga negara tergerus oleh perlakuan yang sama

dengan mengabaikan ruang perbedaan yang sesungguhnya harus mendapat perhatian

(Ujan, 2009). Berangkat dari pandangan Derrida dan Ujan di atas dapat

dikembangkan sebuah pemahaman baru mengenai paradoks antara kehidupan negara

dengan kehidupan komunitas tradisional yakni, ‘’ketegangan antara tuntutan

komunitas akan pentingnya pengakuan identitas diri dengan tekanan negara pada

kepentingan umum berpotensi menimbulkan perpecahan ketika atas nama

kepentingan umum hak berbagai komunitas untuk ‘’berbeda’’ justru tidak diberikan

ruang yang memadai oleh negara’’.

Ketiga, pemahaman yang tidak jauh berbeda dikembangkan pula oleh tokoh

kontroversial, Samuel P. Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the

Remarking of World Order, (dalam Triguna, 20011:1). Dalam pandangannya itu,

Huntington menegaskan bahwa setelah berakhirnya perang dingin antara Amerika

Serikat dengan Unisoviet, yang diintroduksi sebagai perang dingin babak kedua, maka

semakin besar peluang terjadinya benturan peradaban dunia, termasuk dalam makna

itu benturan antaragama. Atau dengan bahasa lain dapat dikatakan Huntington

berpandangan bahwa Islam dan Konfusianisme sebagai wakil dua peradaban Timur

akan berbenturan secara diametral dengan peradaban Barat, terutama peradaban dan

kebijaksanaan Amerika Serikat sebagai simbol beradaban Barat.

Page 8: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

Apa yang dikembangkan Huntington mengenai dinamika antarperadaban dan

antarumat beragama yang terjadi di penghujung abad ke-20 ini, ternyata menujukan

nilai kebenarannya dalam potret kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Bangsa

Indonesia yang secara historis memang merupakan bangsa yang sangat multikultur,

di zaman dulu terkenal memiliki sikap yang ramah, toleransi yang tinggi, dan anti

pada sikap kekerasan, namun kini tampak mulai berubah. Berbagai kerusuhan yang

bernuansa SARA sebagaimana digambarkan dalam uraian di atas, yang melanda

Indonesia membuktikan bahwa betapa bangsa Indonesia dewas ini tidak lagi

menunjukan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki karakter dan sikap yang sangat

humanis, yakni ramah-tamah, sopan-santun, bertoleransi tinggi, dan lain-lain. Akan

tetapi, kini gambaran tentang romantisme kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana

digambarkan tadi tampaknya telah berubah 180%. Dimana bangsa Indonesia sekarang

seakan telah menjadi bangsa yang beringas, suka akan kekerasan, dan mudah

terprovokasi ke arah sentimen anti kelompok etnis dan kelompok agama sebagai

manifestasi dari adanya fanatisme dan rasialisme.

B. Dinamika Kehidupan Beragama di Indonesia di Tengah Dunia yang Semakin

Mengglobal

Istilah Global yang kemudian lebih familiar dengan sebutan ‘’globalisasi’’

sebenarnya merupakan sebuah istilah yang bersifat ‘’massal’’. Dalam arti, banyak

kalangan telah menjadikan globalisasi sebagai bahan diskusi di seluruh dunia, mulai

dari kalangan akademsi di kampus, para elite politik di gedung DPR, sampai kalangan

buruh di warung kopi dan di pinggir jalan. Namun demikian, sampai saat ini belum ada

kesepakatan di antara mereka dalam menafsirkan istilah globalisasi. Ada yang menyebut

globalisasi sebagai pemadatan dunia dan intensifikasi kesadaran dunia sebagai satu

Page 9: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

keseluruhan (Robertson, 1992:8). Demikian pula Kohane dan Nye (2000:105)

mengatakan bahwa globalisasi adalah meningkatnya jejaring interdependensi antar umat

manusia pada tataran benua-benua. Sedangkan Giddens, (1990:64) menegaskan bahwa

globalisasi merupakan intensifikasi relasi-relasi sosial seluas dunia yang

menghubungkan lokalitas-lokalitas berjauhan sedemikian rupa sehingga pristiwa di satu

tempat ditentukan oleh prsitiwa lain yang terjadi bermil-mil dari situ dan sebaliknya.

Apapun batasan yang diberikan oleh para ahli tentang globalisasi, yang menarik

untuk dikaji dalam konteks ini adalah bahwa globalisasi telah memunculkan fenomena

universal dalam kehidupan masyarakat yang ditandai dengan meluasnya integrasi pasar,

baik di kalangan negara-negara berkembang atau negara-negara maju, maupun di antara

keduanya. Akibat lanjutan dari fenomena ini adalah terjadinya perubahan perilaku

masyarakat dalam hal komsumsi. Dalam arti, di era daulat pasar sekarang ini, sebagian

besar masyarakat, termasuk masyarakat Indonesia telah terjerat dengan apa yang disebut

politik konsumsi. Politik konsumsi mengandung maksud bahwa masyarakat memaknai

konsumsi sebagai ideology, dalam arti hakikat dan makna kehidupan, aktualisasi serta

eksistensi diri diperoleh melalui tindakan konsumsi. Hal ini dibuktikan dengan adanya

kecenderungan masyarakat dewasa ini yang memaknai aktivitas konsumsi tidak sebatas

menghabiskan nilai utilitas, akan tetapi dimaksudkan pula untuk mengonsumsi symbol

status dalam masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam kehidupan

masyarakat sekarang muncul semboyan baru, yakni ‘’saya membeli maka saya ada’’

(Nugroho dalam Swarji, ed., 2009:2).

Adanya pergerseran pola-pola konsumsi masyarakat dari sekadar

menghabiskan nilai utilitas menuju ke pengkonsumsian nilai-nilai simbolik, ternyata

berpengaruh pula terhadap kehidupan sosial-religius masyarakat, termasuk masyarakat

Indonesia. Pola kehidupan semacam ini diartikulasikan oleh masyarakat ke dalam

Page 10: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

berbagai bentuk perilaku antara lain: (1) Penghayatan agama dalam kehidupan

masyarakat hanya sekadar formalisme (artinya; dalam menjalani kehidupan beragama

masyarakat cenderung lebih mementingkan bentuk-bentuk lahiriah dari hidup

keberagamaan dibandingkan bentuk batiniahnya); (2) Penghayatan masyarakat terhadap

kehidupan keagamaan juga sering hanya bersifat ritualisme (artinya, dalam menjalani

kehidupan beragama masyarakat lebih mengutamakan bentuk-bentuk peribadatan

dibandingkan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai dan norma-norma

sebagaimana diajarkan oleh agama); (3) Dalam menjalankan kehidupan keagamaan

sering pula muncul sikap-sikap dalam masyarakat yang hanya bersifat legalisme (dalam

arti masyarakat dalam menjalani kehidupan keagamaan cenderung menganut ketaatan

buta terhadap hukum-hukum agama, yakni mengaktualisasikan hukum-hukum agama

dalam kehidupan praksis secara hitam-putih).

Bukan hanya itu, pergeseran pola konsumsi dalam kehiduan masyarakat ternyata

berdampak pula pada kehidupan moralitas masyarakat. Misalnya, dalam mengkonsumsi

sesuatu banyak masyarakat yang tidak lagi mempertimbangkan apakah sesuatu itu

diperoleh melalui kebenaran menurut agama atau tidak. Yang penting apapun yang

mereka konsumsi dapat mendongkrak citra mereka dalam struktur sosial masyarakat

pasti akan dijalani. Sementara asas kepatutan dalam konteks tindakan konsumsi tidak

menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat consumer dewasa ini. Bahkan sifat

konsumerisme yang berlebihan pada masyarakat dewasa ini, telah membuat orang

menjadi shopacholic dalam arti orang tidak mampu hidup tanpa berbelanja. Bagi

kalangan seperti ini, aktivitas berbelanja bukan lagi sekadar gaya hidup, akan tetapi

sudah menjadi bagian dari belahan jiwa. Sebab buat mereka tidak ada ritual yang lebih

mengasyikan selain ritual berbelanja (Harian Kompas, Minggu 16 Januari 2005).

Page 11: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

Fenomena ini telah melanda kehidupan masyarakat, semua golongan termasuk

kalangan pemimpin. Dengan demikian tidak mengherankan bila masyarakat makin tidak

mampu membedakan antara yang baik dengan yang buruk, dan antara yang benar

dengan yang salah. Selain itu, dewasa ini ada kecenderung masyarakat hanya di dorong

untuk melakukan pilihan-pilihan yang ditandai oleh nilai manfaat atau kepentingan,

bahkan nilai manfaat dan kepentingan sesaat.

Sejalan dengan fenomena tersebut Farel Kuto (dalam Bali Post, 17 September

2012:6) mengembangkan sebuah pemahaman bahwa keagamaan masyarakat dewasa ini

belum mampu membangun kesadaran, menggugah nurani, dan membangun sikap

spiritual individu dalam keseharian. Menurutnya hal ini disebabkan adanya kesenjangan

antara nilai ajaran agama dengan pemahaman para pemeluknya, adanya kesenjangan

antara pendidikan agama dengan budaya damai, dan sebagainya. Meski sesungguhnya

agama itu sendiri mengajarkan perdamaian, tetapi dalam kenyataannya dewasa ini

agama seakan memberikan peluang atau kesempatan kepada umatnya untuk melakukan

tindak kekerasan. Hal ini terbukti akhir-akhir ini banyak kasus kekerasan terjadi dalam

masyarakat dengan mengatasnamakan agama.

Dengan meminjam gagasan Piliang (2004:256) ketika ketidakpedulian

masyarakat terhadap terkikis dan lenyapnya lapisan-lapisan moral, spiritual, dan

kemanusiaan di tengah-tengah deru ekonomi kapitalisme global dewasa ini dianggap

sesuatu yang tidak membahayakan, ketika keterpesoanaan, ketergiuran, dan kenikamatan

hawa nafsu, yang dibangkitkan oleh kondisi ekstasi dijadikan pedoman hidup dalam

kehidupan masyarakat konsumer, dan ketika pembunuhan tidak lagi dianggap sesuatu

yang mengerikan, menakutkan, dan menyedihkan, maka menurut hemat penulis dalam

kondisi masyarakat seperti ini sangat perlu dibangun dan dikembangkan pemahaman

nilai-nilai agama secara lintas agama kepada para generasi penerus, sehingga kebutuhan

Page 12: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

masyarakat akan rasa integrasi, baik secara internal maupun eksternal keagamaan dapat

ditanamkan pada diri anak dari sejak dini.

Salah satu caranya adalah menjadikan pendidikan agama sebagai wahana untuk

mengembangkan moralitas universal yang ada dalam agama-agama, kemudian

direkonstruksi secara komprehensif dan dinamis dalam upaya membangun suatu

masyarakat yang bermoral dan beradab. Dalam kaitannya dengan masalah, pendidikan

agama yang harus ditanamkan kepada peserta didik di bangku sekolah, seharusnya

materi pendidikan agama yang universal, bukan malah pendidikan agama yang eksklusif

dan dogmatis seperti yang terjadi selama ini sehingga sedikit banyak telah menyumbang

dan mengabadikan konflik internal dan eksternal umat beragama di Indonesia. Atau

dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa pendidikan agama yang selama ini diberikan

di lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah, dinilai oleh sebagian pemerhati

pendidikan telah gagal dalam membangun dan menumbuhkembangkan sikap toleransi

dalam kehidupan beragama bagi peserta didiknya. Dalam hal ini berbagai pertikaian

yang mengatasnamakan agama telah terjadi di berbagai daerah negeri ini dapat dijadikan

bukti dari kegagalan pendidikan formal dalam membangun karakter peserta didiknya

melalui pendidikan agama.

Selain kegagalan pendidikan formal dalam membangun karakter peserta didiknya

menuju kearah pembangunan masyarakat adab yang berbudaya, masuknya pengaruh

imperialisme dan kapitalisme global ke seluruh plosok dunia, telah menggiring semua

bangsa di dunia harus berhadapan pada dua kecenderungan budaya yang berlawanan

arah atau bersifat kontradiktif. Kecenderungan dimaksud meliputi dinamika budaya lokal

yang cenderung sulit berubah, orisinil dan bersifat adiluhung. Di sisi lain muncul

dinamika budaya global yang cenderung bersandar pada nilai-nilai kemajuan, perubahan,

difrensiasi, trend, eksploitasi dan hasrat. Dikatakan bersifat kontradiktif sebab, jika

Page 13: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

mengikuti dinamika budaya lokal, maka kita akan dicap kuno, ketinggalan jaman, dan

sebutan lain yang sejenis. Sebaliknya jika mengikuti dinamika budaya global, maka

berbagai ekses negatif sebagaimana telah diuraikan di atas sulit dihindari. Dalam

kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini, kecenderungan yang terjadi adalah

mengikuti dinamika budaya global, sehingga banyak berbenturan dengan nilai-nilai

budaya lokal. Atau dengan kata lain dapat digambarkan bahwa kehidupan sosial

masyarakat Indonesia saat ini telah banyak diwarnai oleh nilai-nilai budaya global, yang

cenderung bersifat pragmatis, individualis, dan materialis. Dengan sifat-sifat kehidupan

seperti itu, maka nilai-nilai kehidupan tradisional seperti sifat tulung tinulung, podo-

podo, tenggang rasa atau teposaliro dalam kehidupan masyarakat Indonesia kini telah

banyak berubah bahkan bergeser kea rah kehidupan yang individualis, materialis, dan

hedonis. Hal ini tidak dapat dihindarkan dari pengaruh kehidupan global yang telah

melanda kehidupan masyarakat di seluruh dunia.

C. Implementasi Kepemimpinan Asta Brata dalam Kehidupan Beragama di

Indonesia

Harmonisasi kehidupan beragama akhir-akhir ini di Indonesia tampak mulai

terusik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kerusuhan yang terjadi belakangan ini seperti

kasus Bali Nuraga di lampung selatan yang menjadi topik menarik di berbagai media

massa di Indonesia beberapa waktu lalu. Berdasarkan analisis para pengamat sosial-

ekonomi dan sosial-politik di Metro TV belum lama ini, faktor utama yang ditengarai

menjadi penyebab terjadinya konflik antar kampung di Bali Nuraga, Lampung Selatan

adalah kurang berperannya para pemimpin formal di wilayah itu dalam mewujudkan

pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat di wilayah tersebut. Misalnya, dalam hal

mengakses sumber daya di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya banyak

Page 14: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

penduduk pribumi (baca:lokal) yang tidak bisa menikmati kesamaan haknya dalam

bidang : pendidikan, ekonomi, dan dalam bidang sosial budaya.

Hal demikian dapat berimplikasi pada munculnya kecemburuan sosial di antara

masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Hal ini sejalan dengan pandangan Ma’arif (2005:4—5) yang menegaskan bahwa adanya

serentetan kerusuhan yang berbau SARA di Indonesia, di penghujung abad ke-21 ini

seperti kasus purwakarta (awal November 1995 dan April 1997); kasus Rengasdengklok

(Januari 1997); kasus Temanggung dan Jepara (April 1997) dan banyak lagi kasus

lainnya diduga disebabkan karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan ekonomi

yang dialami oleh masyarakat di wilayah tersebut.

Selain karena kesenjangan sosial dan kesenjangan ekonomi yang dialami oleh

masyarakat di mana kasus itu terjadi, factor yang lain yang diduga sebagai factor

penyebabnya adalah peran pemimpin-pemimpin formal (pemimpin publik) di wilayah

bersangkutan belum maksimal dalam hal memberdayakan sumber-sumber daya ekonomi

bagi kesejahteraan penduduknya. Akibatnya, munculah rasa perlakukan yang kurang adil

dari para pemimpin publik di daerah tersebut kepada anggota masyarakatanya. Untuk

memaksimalkan peran pemimpin formal dalam memberdayakan sumber daya yang ada

di daerahnya masing-masing ini sebenarnya dalam ajaran Hindu ada konsep dasar

kepemimimpin yang dapat dirujuk, yakni konsep kepemimpinan asta brata. Adapun

unsur-unsur dari kepemimpinan Asta Brata meliputi (1) Indra Brata yang artinya

seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat seperti yang dimiliki oleh Dewa Indra,

yakni mampu memberikan kemakmuran, kesejahtraan dan keadilan kepada seluruh

rakyat yang dipimpinnya; (2) Yamabrata, artinya seorang pemimpin harus mampu

menunjukkan sifat-sifat sebagai Dewa Yama, yakni mampu menegakan supremasi

hukum dalam negara yang dipimpinnya; (3) Surya Brata, artinya seorang pemimpin

Page 15: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

harus mampu memberikan penerangan (pencerahan) kepada rakyat yang dipimpinnya;

(4) Candra Brata, artinya seorang pemimpin harus mampu menunjukan wajah tenang

dan berseri dalam keadaan apapun sehingga masyarakat yakin akan kebesaran jiwa

pemimpinannya; (5) Bayu Brata, artinya seorang pemimpin selalu ingin mengetahui dan

menyelidiki keadaan rakyatnya yang sebenarnya, terutama keadaan masyarakat yang

hidupnya menderita; (6) Arta Brata, artinya seorang pemimimpin harus memiliki sikap

yang bijak terutama dalam hal penggunaan dana; (7) Baruna Brata, artinya seorang

pemimpin harus mampu membersihkan segala penyakit masyarakat yang sering disebut

pathologi sosial; (8) Ageni Brata artinya seorang pemimpin harus bersifat kesatria

dengan semangat yang tinggi (Ngurah, dkk.2006:194—195).

Namun, dalam implementasinya para pemimpin formal di negeri ini, tampaknya

belum ada yang mampu menerapkan kedelapan sifat kepemimpinan sebagaimana

tertuang dalam ajaran asta brata tersebut secara utuh. Sebab jika kedelapan konsep

dasar yang tertuang dalam kepeminpinan Hindu yang bernama asta brata ini dapat

diterapkan dalam menjalankan kehidupan sosial keagamaan dan social kemasyarakatan

di Indonesia, niscaya konflik antar etnik, dan antar agama yang bernuansa SARA tidak

akan terjadi. Namun, karena banyak pemimpin di negeri ini yang tidak mampu

menerapkan delapan sifat kepemimpinan tersebut dalam menjelankan tugas pokok dan

fungsinya sebagai pemimpin, maka hamonisasi dalam kehidupan beragama menjadi

sangat terganggu. Bhkan tidak jarang konflik horizontal yang terjadi di antara pemeluk

agama yang ada di negeri ini hampir membawa bangsa ini ke jurang perpecahan yang

dapat menimbulkan terjadinya disintegrasi bangsa.

Page 16: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

Simpulan

1. Secara normatif kehidupan beragama di Indonesia telah diatur dengan

tegas dalam pasal 29 UUD 1945 dan Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 9 dan No.8 Tahun

2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian

Rumah Ibadat. Namun, dalam kenyataannya di Indonesia akhir-akhir ini

sering terjadi benturan kehidupan antar umat beragama, bahkan hampir

membawa bangsa ini kejurang perecahan. Hal ini disebabkan kurang

mampunya pemimpin formal di daerah di mana konflik itu terjadi untuk

memberdayakan sumberdaya yang ada seperti sumber daya di bidang

ekonomi, pendidikan, sosial dan sumber daya di bidang budaya secara

adil dan merata kepada semua penduduknya. Akibatnya, timbul

kecemburuan antara mereka yang berpenghasilan rendah dengan mereka

yang berpenghasilan tinggi, yang pada gilirannya dapat bermuara pada

konflik horizontal di antarqa mereka yang tidak jarang menjadikan agama

atau etnisitas sebagai pemicunya.

2. Adanya pergerseran pola-pola konsumsi masyarakat dari sekadar

menghabiskan nilai utilitas menuju ke pengkonsumsian nilai-nilai

simbolik, ternyata berpengaruh pula terhadap kehidupan sosial-religius

masyarakat, yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap toleransi

kehidupan beragama di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat

Indonesia dewasa ini telah memasuki kehidupan era globalisasi, yang

tidak jarang dapat membuat masyarakat terjebak pada roh globalisasi itu

Page 17: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

sendiri, yakni ideology kapitalisme global. Ketika masyarakat terjerat

pada ideology kapitalisme global, maka nilai-nilai sosial-religius dan nilai

moral keagamaan akan digeser oleh nilai-nilai individualis-kapitalis,

sehingga t masyarakat menjadi permisif dan eksklusif dan bahkan dalam

kehidupannya tidak lagi peduli dengan kehidupan orang lain (mati iba

hidup kae).

3. Secara normatif dalam ajaran Hindu ada delapan konsep dasar

kepemimpinan yang sebaiknya dirujuk oleh para pemimpin, sehingga

para pemimpin dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sukses. Atau

dengan bahasa lain seorang pemimpin, jika ingin berhasil, maka dalam

menjalankan tugas kepemimpnannya harus memiliki sifat-sifat asta brata

sebagaimana diuraikan di atas. Contoh seorang pemimpin harus memiliki

kharismatik yang tinggi, sifat peduli terhadap masyarakat, menerapkan

rasa keadilan, berani dan jujur serta sikap kepemimpinan lainnya

sebagaimana diajarkan dalam ajaran asta brata. Sebab masyarakat

dewasa ini tidak membutuhkan janji-janji kosong melainkan masyarakat

membutuhkan bukti nyata dari kepemimpinannya.

Page 18: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

DAFTAR PUSTAKA

Darmaningtyas, 1999. Pendidikan pada dan Setelah Krisis. Yogyakarta.

Derrida, Jacques, 1977. Politics of Frienship, Translated by George Collin (London,

New York.

Galtung, Johan. 1999. ‘’Cultural Violence’’ Dalam Manfred B. Steger dan Nancy S.

Lind (ed.) An Interdisciplinary Reader, Violence and’ Its

Alternatives. New York: ST. Martin’s Press, Hal 39—53.

Giddens, Antony, 1990. The Consquences of Modernity. Cambridg: Polity.

Harian Bali Post, 27 Agustus 2012 halaman 1

Harian Bali Post, 17 Septemebr 2012 halaman 6

Harian Kompas, Minggu 16 Januari 2005.

Khisbiyah, Yayah, et al. 2000. ‘’Mencari Pendidikan yang Menghagai Pluralisme.’’

Dalam Membangun Masa Depan Anak-Anak Kita. Yogyakarat:

Kanisius.

Kuto Farel, 2012. Membangun Pemahaman Agama, dalam Harian Bali Post, 17

September 2012:6.

Ma’arif Syamsul, 2005. Pendidikan Pluralisme di Indonesia. Yogyakarta: Logung

Pustaka.

Noer Azhari, Kautsar. 1999. ‘’Menyemarakan Dialog Agama (Perspektif Kaum Sufi)’’

dalam Edy A Effendi, Dekonstruksi Islam Mazhab Ciputat,

Bandung: Zaman Wacana Mulia.

Nugroho, Heru, 2001. Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nugroho, St. 2009. ‘’Latar Belakang Kebersamaan sebagai Bangsa dalam Tantangan

sosial Dewasa ini. Dalam Sarwiji (ed.) Multikulturalisme Belajar

Hidup Bersama dalam Perbedaan. Jakarta: PT IndeksPermata Puri

Media. Hal 1—19.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No 8 Tahun

2006. Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian

Rumah Ibadat.

Piliang, Yasraf, Amir, 2004. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-Batas

Kebudayaan. Yogyakarat: Jala Sutra.

Pustaka Widyatama, 2012. Buku Pintar UUD 1945 dan Amandemen. Yogyakarat:

Pustaka Widyatama.

Page 19: KEPEMIMPINAN ASTA BRATA, DALAM DIMENSI · PDF filekesatuan politik. Mencermati agama-agama yang berkembang di ... budaya publik, maka ikatan ... nilai kebenarannya dalam potret kehidupan

Robertson, R. 1992. Globalization. Sage.

Sealy, John , 1985. Religius Education Philoshopical Perspective, London: George

Allen&Unwin.

Shihab, Alwi, 1999. Islam Inklusif . Bandung: Mizan.

Suhartono Suparlan, 2008. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ Media.

Sumartana, et al, 2001. Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan Agama di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Triguna, Yudha I.B Gd. 2011. Mengapa Bali Unik? Jakarta: Pustaka Jurnal Keluarga.

Ujan, Andre Ata, 2009. ‘’Keunikan Budaya, dan Identitas Komunitas’’. Dalam Bambang

Sarwiji (ed.) Multikulturalisme Belajar Hidup Bersama dalam

Perbedaan. Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media.Hal. ix—xv.