KEP III + BP + HIV + Suspek TB

download KEP III + BP + HIV + Suspek TB

of 41

description

kep 3

Transcript of KEP III + BP + HIV + Suspek TB

BAB IPENDAHULUAN

Di Indonesia masalah utama kesehatan pada anak terutama disebabkan oleh penyakit infeksi. Infeksi yang umum terjadi pada anak adalah infeksi pernapasan. Masalah kedua adalah malnutrisi yang terjadi terutama pada anak usia di bawah 5 tahun. Malnutrisi disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor lingkungan, namun dapat juga disebabkan oleh infeksi kronis yang berlangsung dalam diri seorang anak. Salah satu infeksi yang dapat menyebabkan malnutrisi pada anak adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang diturunkan dari orangtua. Virus ini mengenai sistem imun atau kekebalan dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan anak rentan terhadap berbagai infeksi. Selain itu pertumbuhan dan perkembangannya akan terhambat pula dan terjadi malnutrisi.Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai pasien anak dengan HIV, Kurang Energi Protein (KEP), serta Bronkopneumonia. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi penilaian pada kepaniteraan klinik stase ilmu kesehatan anak di Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC).

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama: An. AJenis Kelamin: PerempuanUsia: 1 tahun 9 bulanAgama: IslamAlamat: Kebagusan Besar, Pasar MingguMasuk RS: 26 Mei 2015No. RM: 3458**

II. ANAMNESA

Alloanamnesa dilakukan pada hari Selasa, 26 Mei 2015 pkl 08.00 WIB di bangsal Dahlia Rumah Sakit Marinir Cilandak.

Keluhan Utama : Demam sejak 1 hari SMRS.Keluhan Tambahan: Batuk, pilek, nafsu makan menurun.

Riwayat Penyakit Sekarang :Demam sejak kemarin sore (25/5/2015). Demam naik turun sudah sejak lama sekitar 9 hari yang lalu (17/5/2015). Demam tidak diukur dan tidak tentu waktunya. Pasien sudah mengkonsumsi obat penurun panas namun panas tidak turun. Tidak ada hal yang memperparah demam. Tidak ada menggigil maupun keringat malam.Pasien juga mengeluh batuk berdahak beserta pilek yang muncul sejak lama sekitar 7 hari yang lalu. Dahak berwarna kekuningan dengan konsistensi tidak terlalu kental. Batuk pilek terkadang sembuh namun timbul kembali. Ibu pasien sudah memberi obat batuk namun tidak kunjung membaik. Batuk tidak disertai sesak. Pasien juga memiliki sariawan di langit-langit mulut yang muncul sekitar 4 hari yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa nafsu makan dan minum pasien sangat berkurang. Pasien sulit makan dan hanya mengkonsumsi sedikit bubur dan susu. Berat badan pasien tidak ditimbang namun ibu pasien mengatakan bahwa tubuh pasien semakin kurus. Pasien muntah isi cairan 3-4x/hari biasanya setelah batuk-batuk. BAB pasien cair ampas berwarna coklat kekuningan 3x/hari. Tidak ada lendir maupun darah pada BAB. BAK pasien normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien sering mengalami demam serta batuk pilek yang hilang timbul sejak lahir. Nafsu makan pasien juga semakin memburuk dengan bertambahnya usia. Pasien lahir dengan persalinan normal, berat badan lahir 3100 gram.

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada riwayat penyakit serupa dalam keluarga. Ada riwayat kontak TB dengan ayah pasien. Ayah pasien sedang dalam pengobatan TB bulan ke-5. Tidak ada riwayat penyakit kanker, maupun penyakit kronis lainnya dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan :Keluarga mengatakan bahwa pasien aktif bermain, menyusu ASI, dan makan makanan pendamping ASI seperti bubur saring. Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan kakak perempuan, di kompleks perumahan dengan ventilasi cukup baik.

Riwayat Imunisasi :Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan usianya (Hep. B, Polio, BCG, DTP, Campak).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :Keadaan umum: Tampak sakit sedangTingkat kesadaran: Compos mentis

Tanda-tanda vital: Nadi: 125 x/menit Laju Napas: 38 x/menit Suhu: 37.7 CData antropometri: Berat badan: 5,6 kg Tinggi badan: 75 cmBerdasarkan : WHO growth chart length-for-age (z scores) atau tinggi badan/umur antara -2 s/d +2 SD. Kesan : Normal WHO growth chart weight-for-age (z scores) atau berat badan/umur < -3 SD. Kesan : Gizi buruk / Underweight WHO growth chart weight-for-length (z scores) atau berat badan/tinggi badan < -3 SD. Kesan : Sangat kurus / Severe Wasting

Pemeriksaan Fisik :Kepala:Normosefali, rambut tipis berwarna merah jagung, tidak terdapat luka / lesi. Mata:Exophtalmos (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm , reflex cahaya langsung (+/+).Telinga:Bentuk telinga normal dan simetris, tidak ada deformitas, liang telinga tidak terdapat sekret .Hidung:Nafas cuping hidung (+), sekret (+) cair berwarna bening, bentuk hidung normal dan simetris, tidak terdapat septum deviasi, tidak terdapat darah yang keluar dari hidung.Mulut dan tenggorok:Bentuk bibir simetris, bibir berwarna merah, sianosis (-), lidah bersih, lembab dan tidak ada tremor, sariawan (+) di langit-langit mulut, T1/T1, faring tenang tidak hiperemis.Leher:Tidak terlihat deviasi trakea , tidak teraba pembesaran KGB.Thoraks: InspeksiIga gambang (+), bentuk datar, pergerakan dada simetris, dada tampak kecil, retraksi (-). PalpasiIktus kordis tidak teraba. Tactile fremitus tidak dikerjakan. Tes pengembangan dada simetris. PerkusiPerkusi lapang paru terdengar sonor. AuskultasiCor : Suara S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-).Pulmo: Suara nafas vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+), wheezing (-/-).

Abdomen: InspeksiDinding perut terlihat datar. AuskultasiBising usus normal. PalpasiDinding perut supel, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, tidak terdapat distensi abdomen, nyeri tekan (-), lien tidak teraba membesar, turgor baik. PerkusiSuara timpani pada seluruh regio abdomen.

Ekstremitas:Akral hangat, CRT < 2 detik.Kulit:Keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, baggy pants (+) pada ekstremitas.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium (26/5/2015):PemeriksaanHasilNilai Normal

Hemoglobin8.812-16 gr/dl

Hematokrit2937-54%

Leukosit10.65-10rb / ul

Trombosit396150-400rb / ul

Gula Darah Sewaktu79< 200 mg/dl

V. DIAGNOSISDiagnosis Kerja :KEP III + Bronkopneumonia + HIV + Suspek BP

VI. PENATALAKSANAAN- IVFD Kaen IB 7 tpm- Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam Nacl 25 cc- PCT syrup 3 x cth- Amb/ CTM 3 x 1 cth

VII. FOLLOW UPTanggalPemeriksaanKeterangan

27/5/2015S : Demam (+), batuk (+), pilek (+), nafsu makan menurun, minum baik, mual dan muntah saat batuk, diare 3x cair ampas (+) lendir (-) darah (-)

O : Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 120 x/menit Laju nafas : 27 x/menit Suhu : 37.8 C

Kepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+), sekret hidung (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: Obs. Febris + KEP III + low intake + BP

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (2) Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth

28/5/2015S: Demam naik turun, batuk (+), pilek (+), sesak (+), nafsu makan menurun, minum baik, BAB 3x/hari coklat lembek

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 125 x/menit Laju nafas : 40 x/menit Suhu : 37.2 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+), sekret hidung (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: Obs. Febris + KEP III + low intake + BP + suspek TB + suspek HIV

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (3) Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (1) Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Inhalasi 2x/hari: NaCl 2 cc, ventolin 1 cc O2 1-2 liter/menit

- Foto Thorax APCor : Besar dan bentuk kesan normalParu : Tampak patchy infiltrat yang tersebar di hampir semua lapang paru kanan dan suprahilar kiriSinus phrenicocostalis kanan-kiri tajamKesimpulan : Interstitial pneumoniaDD : Bronkopneumonia

- Konsultasi Fisioterapi untuk inhalasi

Jawaban konsultasi Fisioterapi :Dilakukan inhalasi 2x/hari : NaCl 2 cc, ventolin 1cc

- Konsultasi VCT

29/5/2015S: Demam naik turun, batuk (+), pilek (+), sesak (+), nafsu makan menurun, minum baik, BAB/BAK normal

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 124 x/menit Laju nafas : 40 x/menit Suhu : 37.2 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+), sekret hidung (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: Obs. Febris + KEP III + low intake + BP + susp. TB + susp. HIV + diaper rash

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet F75 Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (4) Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (2) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair)Urin Lengkap- Warna : kuning- Kejernihan : jernih- Berat jenis : 1015- pH : 6.0- Protein : -- Glukosa : -- Keton : -- Urobilinogen : -- Bilirubin : -- Urobilin : positif- Nitrit : -- Blood : -Sedimen- Leukosit : 1-3- Eritrosit : 0-1- Epitel : +- Bakteri : -- Silinder : -- Kristal : -

Jawaban Konsultasi VCTKonseling VCT telah dilakukan pada ibu dan pasien. Didapatkan adanya faktor resiko ke arah infeksi HIV. Selanjutnya disarankan untuk pemeriksaan Rapid Test.Konseling dilanjutkan menunggu hasil Rapid Test. Bila hasil (+) dapat dilaporkan kembali ke VCT dan dilanjutkan dengan pemeriksaan CD4.

Mantoux Test dilakukan. Hasil 31/5/2015.

30/5/2015S: Demam naik turun, batuk (+), nafsu makan mulai membaik sedikit, minum baik, BAB 1x/hari lendir (+), BAK normal

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 120 x/menit Laju nafas : 38 x/menit Suhu : 37.3 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: Obs. Febris + KEP III + low intake + BP + susP. TB + susp. HIV + diaper rashP: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet F75 Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (5) Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (3) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair)Rapid Test HIV sudah dilakukan. Hasil keluar tanggal 1/6/2015.

31/5/2015S: Demam (+), batuk (+), sesak (+), nafsu makan menurun, minum baik.

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 123 x/menit Laju nafas : 50 x/menit Suhu : 38.7 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: Obs. Febris + KEP III + low intake + BP + susp. TB + susp. HIV + diaper rash

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet F75 Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (6) Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (4) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair)Hasil Mantoux Test :Negatif

1/6/2015BP 1S: Demam (-), batuk (+), sesak (-), nafsu makan mulai membaik, minum baik, BAB/BAK normal.

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 120 x/menit Laju nafas : 35 x/menit Suhu : 36.7 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (-)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: KEP III + BP + HIV + Susp. TB

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet F75 Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (7) Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (5) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Apialis drop 1 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair) Inhalasi 2x/hari: NaCl 2 cc, ventolin 0.5ccSkrining HIVMetode 1 : Immunochromatografi (rapid test)Hasil : Reaktif

Metode 2 : ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Immuno Assay)Hasil : Reaktif indeks 11,62(Nilai rujukan: reaktif indeks 0,25)

Metode 3 : CMIA (Chemiluminescence Microparticle Immuno Assay)Hasil : Reaktif indeks 236,29(Nilai rujukan: reaktif indeks 1,00)

2/6/2015BP 2S: Demam (-), batuk (+), nafsu makan mulai membaik, minum baik, BAB 1x/hari lendir (+), BAK normal.

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 125 x/menit Laju nafas : 35 x/menit Suhu : 37.5 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (-)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh +/+, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: KEP III + BP + HIV + Susp. TB

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet F75 Inj. Ceftriaxone 1 x 300 mg drip dalam NaCl 25 cc (8) Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (6) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Apialis drop 1 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair) Inhalasi 2x/hari: NaCl 2 cc, ventolin 0.5ccDarah RutinHb : 8.2Ht : 25Leu : 7.8Tro : 379LED : 120Diff. count- Basofil : -- Eosinofil : -- Neutrofil Batang : 2- Neutrofil Segmen : 42- Limfosit : 46- Monosit : 10

3/6/2015S: Demam (+), batuk (+), nafsu makan mulai membaik, minum baik, BAB/BAK normal.

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 140 x/menit Laju nafas : 40 x/menit Suhu : 38.5 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: KEP III + BP + HIV + Susp. TB

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet F75 Inj. Gentamicin 2 x 12 mg (7) Sanmol drip 3 x 75 mg/ IV (1) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Apialis drop 1 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair) Inhalasi 2x/hari: NaCl 2 cc, ventolin 0.5ccFaeces LengkapMakroskopis:- Warna : coklat- Konsistensi : lunak- Bau : khas- Darah : -- Lendir : +Mikroskopis:- Leukosit : 0-2- Eritrosit ; 1-3- Kista : -- Amuba : -- Telur cacing : -- Lain-lain : -- Serat tumbuhan : -- Serat otot : -- Aphylum : -- Lemak : -Darah samar/FOB: +

4/6/2015S: Demam (+), batuk (+), nafsu makan mulai membaik, minum baik, BAB/BAK normal.

O: Ku/Kes: sakit sedang/ compos mentis Nadi : 130 x/menit Laju nafas : 40 x/menit Suhu : 38.0 CKepala: normosefali, rambut tipis merahMata: exophthalmos (+/+), CA +/+, SI -/-, RCL +/+THT: NCH (+)Thorax: iga gambang (+), simetris, retraksi (-)Cor: S1 S2 reguler, m (-), g(-)Pulmo: ves +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen: datar, supel, BU (+), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan (-), turgor baikEsktremitas: akral hangat, CRT < 2 s

A: KEP III + BP + HIV + Susp. TB

P: IVFD Kaen IB 7 tpm Diet Nasi TKTP Sanmol drip 3 x 75 mg/ IV (2) Amino infant steril 6% 50 cc/hari Amb/ CTM 3 x 1 cth PCT syr 3 x cth Nymico drop 3 x 1 ml Apialis drop 1 x 1 ml Gentamicin salep Smecta 3 x sach (jika BAB cair)- Pulang atas permintaan sendiri- Aff infus- Kontrol 8/6/2015 pagiP: Cefixime 2 x 18 mg Sanmol 3 x cth Susu LLM

BAB IIIDASAR TEORI

KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan oleh karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Sekarang ini telah terjadi pergeseran arti masalah gizi dari defisiensi macro nutrient menjadi defisiensi micro nutrient. Di beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (>30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia tersebut kebutuhan gizi lebih besar. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor marasmus. Pada kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat dalam bentuk ringan. Gejala penyakit KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan dengan anak seumurnya. Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan anak hanya nampak kurus karena ukuran berat badan anak tidak sesuai dengan berat badan anak yang sehat.Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat. Gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan memberikan pertumbuhan yang optimal (Depkes RI, 2004). Gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang. Penyebab lainnya adalah masalah ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga. Namun di daerah-daerah yang telah mendapat swasembada pangan dengan distribusi merata sampai ketingkat rumah tangga (misalnya program raskin), masih sering ditemukan kasus gizi buruk. Padahal sebelum gizi buruk ini terjadi, perlu melewati beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah masyarakat atau keluarga belum mengetahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak) atau juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak.

DefinisiKEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Anak dikatakan KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku World Health Organization-National Center for Health Statistics (WHO-NCHS), 1983.

EpidemiologiMenurut data rekam medik RSU Dr. Soetomo Surabaya, kejadian KEP pada balita (usia 1-5 tahun) pada tahun 2004 sebanyak 1445 (19,45%), dengan gizi kurang sebanyak 1235 (19,35%) dan gizi buruk sebanyak 210 (0,1%).

EtiologiBeberapa faktor dapat menjadi penyebab KEP. Faktor tersebut seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, gangguan metabolisme, penyakit jantung bawaan atau penyakit bawaan lainnya. Pada daerah pedesaan biasanya faktor sosial, ekonomi dan pendidikan yang sering berpengaruh, KEP timbul pada anggota keluarga rumah tangga miskin oleh karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian sehingga mempengaruhi pemberian asupan gizi pada anak. Di daerah perkotaan tampaknya yang sering terjadi karena adanya gangguan sistem saluran cerna dan gangguan metabolisme sejak lahir, atau malnutrisi sekunder. Gangguan ini bisa karena penyakit usus, intoleransi makanan, alergi makanan, atau penyakit metabolisme lainnya. Selain itu, ketidaktahuan karena tabu, tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu, cara pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi termasuk protein pada balita, karena masih banyak yang beranggapan bila anaknya sudah merasa kenyang bearti kebutuhan gizi mereka telah terpenuhi.

PatofisiologiMalnutrisi terjadi karena 3 faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), kuman penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Faktor diet memegang peranan penting, tetapi faktor lain juga ikut menentukan. Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat terbatas. Akibatnya, katabolisme protein terjadi dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat. Selama puasa, jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat menggunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau terjadi kekurangan makanan yang kronis. Tubuh akan mempertahankan diri untuk tidak memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

KlasifikasiUntuk penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP. Maksud utama penggolongan ini adalah untuk keperluan perawatan dan pengobatan. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I (ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U). KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya.Klasifikasi KEP menurut Depkes RI :KategoriStatusBB/U (% Baku WHO-NCHS, 1983)OverweightGizi lebih> 120 % Median BB/UNormalGizi Baik80 % 120 % Median BB/UKEP IGizi Sedang70 % 79,9 % Median BB/UKEP IIGizi Kurang60 % 69,9 % Median BB/UKEP IIIGizi Buruk< 60 % Median BB/U(I) KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.(II) KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS.(III) KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalam dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow, et al, gizi anak-anak di negara-negara yang populasinya relatif baik (well-nourished), sebaiknya menggunakan persentil, sedangkan di negara untuk anak-anak yang populasinya relatif kurang (undernourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan.

Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standard Baku Antropometri WHO-NCHSNoIndeks yang dipakaiBatas PengelompokanSebutan Status Gizi

1BB/U < -3 SDGizi buruk

- 3 s/d +2 SDGizi lebih

2TB/U < -3 SDSangat Pendek

- 3 s/d +2 SDTinggi

3BB/TB < -3 SDSangat Kurus

- 3 s/d +2 SDGemuk

Sumber : Depkes RI 2004.

Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standard Baku Antropometri WHO-NCHS)NoIndeks yang digunakanInterpretasi

BB/UTB/UBB/TB

1RendahRendahNormalNormal, dulu kurang gizi

RendahTinggiRendahSekarang kurang ++

RendahNormalRendahSekarang kurang +

2NormalNormalNormalNormal

NormalTinggiRendahSekarang kurang

NormalRendahTinggiSekarang lebih, dulu kurang

3TinggiTinggiNormalTinggi, normal

TinggiRendahTinggiObese

TinggiNormalTinggiSekarang lebih, belum obese

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :

Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.

DiagnosisDiagnosis KEP dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebabnya harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang lalu. Manifestasi klinis KEP berbeda-beda tergantung derajat dan lama deplesi protein, energi, dan umur penderita. Selain itu juga tergantung oleh hal lain seperti adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP ringan dan sedang yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. KEP ringan dan sedang sering ditemukan pada anakanak dari 9 bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.Berikut tandatanda KEP ringan dan sedang dilihat dari pertumbuhan yang terganggu dapat diketahui melalui : Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan kadang menurun Ukuran lingkar lengan atas menurun Maturasi tulang terlambat Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun Tebal lipat kulit normal atau mengurang Anemia ringan, diet yang menyebabkan KEP sering tidak mengandung cukup zat besi dan vitaminvitamin lainnya Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan dan sedang, akan tetapi adakalanya dapat ditemukan

Pada KEP berat gejala klinisnya khas sesuai dengan defisiensi zat tersebut. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya marasmus kwasiokor. Secara klinis terdapat dalam 3 tipe KEP berat yaitu :1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.3.Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

Penatalaksanaan(1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut. (2) Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35 C aksila 3 menit atau rektal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5 C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.

(3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edema, edemanya bertambah.

(4) Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal).

(5) Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi: kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi (hipoglikemia atau hipotermi).

(6) Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energy 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edema derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.

(7) Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5 mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (1 tahun 200.000 IU)(8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein. (9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental, motorik dan kognitif. (10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/TB mencapai -1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.

Pengaturan Diet a) Fase Stabilisasi Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula 75 (F75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/ muntah / dehidrasi, 2 jam pertama setiap jam, selanjutnya 10 jam berikutnya diselang-seling dengan F75.

b) Fase Transisi Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (catch-up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram.

c) Fase Rehabilitasi Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan BB < 7 kg diberi MP-ASI dan BB 7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135 mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram.

d) Fase tindak lanjut dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB -2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 37, 7 C, tidak muntah atau diare, tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut. Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk yang terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral mix ini dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO.

KomplikasiPada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh marasmus bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.Marasmus dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Stuart dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Hal itu berakibat terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi sel otak terutama usia di bawah tiga tahun, sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Walter tahun 2003 melakukan penelitian terhadap 825 anak dengan malnutrisi berat ternyata mempunyai kemampuan intelektual lebih rendah dibandingkan anak yang mempunyai gizi baik.Sel otak terbentuk sejak trimester pertama kehamilan, dan berkembang pesat sejak dalam rahim ibu. Perkembangan ini berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2-3 tahun, periode tercepat usia enam bulan pertama. Setelah usia tersebut praktis tidak ada pertumbuhan lagi, kecuali pembentukan sel neuron baru untuk mengganti sel otak yang rusak. Dengan demikian diferensiasi dan pertumbuhan otak berlangsung hanya sampai usia tiga tahun. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menghambat multiplikasi sel janin, sehingga jumlah sel neuron di otak dapat berkurang secara permanen. Sedangkan kekurangan gizi pada usia anak sejak lahir hingga tiga tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi saat usia kehamilan dan usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya. Gizi kurang pada usia di bawah dua tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15-20%, sehingga anak yang demikian kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan kualitas otak sekitar 80-85%. Anak yang demikian tentunya bila harus bersaing dengan anak lain yang berkualitas otak 100% akan menemui banyak hambatan.

PrognosisMortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita marasmus, yaitu sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberkulosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada marasmus sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa. Kematian mendadak karena gangguan jantung, disebabkan karena gangguan otot jantung yang sering terjadi pada penderita marasmus. Tampilan klinis yang tampak adalah atrofi ringan pada otot jantung. Hal tersebut dapat mengakibatkan cardiac output menurun, gangguan sirkulasi, hipotensi, gangguan irama jantung (bradikardi), sehingga tangan dan kaki terasa dingin dan pucat.

BRONKOPNEUMONIA

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang umum dan sering menyebabkan kematian bagi anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.

DefinisiBronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).EpidemiologiInsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

EtiologiPenyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :1. Faktor Infeksia. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).b. Pada bayi :1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.2) Organisme atipikal: Chlamydia trachomatis, Pneumocytis.3)Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.c.Pada anak-anak :1)Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV2)Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosisd. Pada anak besar dewasa muda :1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis2. Faktor Non Infeksi Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:a.Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).b. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KlasifikasiPembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.1. Berdasarkan lokasi lesi di paru a. Pneumonia lobarisb. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)c. Bronkopneumonia2. Berdasarkan asal infeksia.Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community-acquired pneumonia)b.Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-acquired pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab a. Pneumonia bakterib. Pneumonia virusc.Pneumonia mikoplasmad. Pneumonia jamur4. Berdasarkan karakteristik penyakita. Pneumonia tipikalb. Pneumonia atipikal5. Berdasarkan lama penyakita. Pneumonia akutb. Pneumonia persisten

PatogenesisNormalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkopneumonia), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2. Panas badan3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut :1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan.4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan Rontgen ThoraksGambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.b) Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

KomplikasiKomplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thoraks (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di dunia dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Perjalanan alami, beratnya, dan frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS berbeda dengan anak yang mempunyai sistem imun normal.Sebagian besar kasus mendapat penularan dari ibu terinfeksi HIV pada saat hamil, melahirkan, atau pada saat menyusui. Dari hasil pemeriksaan antibodi ternyata 98% ibu-ibu dari anak terinfeksi HIV adalah seropositif. Karena sebagian besar anak terinfeksi melalui penularan vertikal dari ibu ke anak, maka bertambahnya jumlah anak terinfeksi HIVyang didapat saat perinatal sebanding dengan peningkatan jumlah penularan secara heteroseksual dan jumlah ibu usia produktif terinfeksi HIV. Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan malahan risiko penularan pada anak diperkirakan 29-47%. Perkembangan kelainan sistem imun dan munculnya gejala penyakit pada anak terinfeksi HIV lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Insidens AIDS yang tertinggi terjadi pada tahun pertama kehidupan dan hampir seluruh kasus infeksi terjadi pada saat perinatal, dan gejala klinis akan muncul dalam sepuluh tahun pertama kehidupan.Munculnya penyakit pneumonia pneumocystis carinii, pnemonia interstisial limfoid, infeksi bakteri berulang, dan kurang gizi merupakan gejala yang sangat sering ditemukan pada penderita AIDS. Penyakit lain yang juga merupakan tanda spesifik AIDS pada anak adalah tuberkulosis milier, diare persisten, dan otitis media. Oleh karena penyakit HIV pada anak sangat rumit dan kompleks, maka diperlukan tatalaksana yang baik sehingga munculnya AIDS dapat ditunda dan usia anak dapat diperpanjang.

DefinisiAIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah berbagai gejala dan infeksi yang timbul terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus).

EpidemiologiInfeksi HIV/AIDS pada anak umumnya ditularkan oleh ibu secara vertikal pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu, penderita terbanyak ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun (lebih dari 66%), sedangkan anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%, dan yang berusia lebih dari 10 tahun hanya 7,9%. Sebagian besar penderita (92,7%) berasal dari daerah perkotaan, kemudian sisanya berasal dari pedesaan. Sekitar 26% penderita sudah kehilangan orang tua (ibu atau ayah) karena meninggal akibat menderita penyakit HIV/AIDS.

EtiologiSebagian besar bayi dan anak memperoleh infeksi HIV secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV. Cara penularan lain adalah melalui transfusi darah serta komponen-komponennya, secara parenteral melalui tusukan jarum suntik untuk pengobatan dan penggunaan obat terlarang, dan melalui hubungan seksual bebas tanpa alat pelindung.Infeksi bakteri sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV dengan jenis yang sama seperti anak lain dengan sistem imun normal. Gejala klinis yang muncul sering disebabkan oleh infeksi bakteri S. pneumonia (paling sering) berupa infeksi saluran kencing, pnemonia, infeksi kulit dan jaringan lunak yang lain. Infeksi juga dapat muncul berupa otitis media akut dan kronis, dan sinusitis. Selain itu penderita juga sangat mudah terserang Mycobacterium tuberculosis, tidak hanya disebabkan oleh imun seluler yang menurun, tetapi karena tertular dari orang dewasa terinfeksi HIV yang juga menderita penyakit tuberkulosis yang tinggal bersama mereka. Penyakit malaria, diare, candidiasis oral, dan bakterimia juga merupakan penyakit oportunistik yang sering ditemukan pada bayi dan anak.Infeksi virus yang umum terjadi pada penderita adalah respiratory syncytial virus (RSV), herpes simplex ginggivostomatitis, dan varicella zoster virus (VZV). Infeksi varicella primer pada anak immunocompromised jika tidak diobati menyebabkan kematian sebanyak 20%. Infeksi cytomegalovirus biasanya tanpa gejala, tetapi dapat bermanifestasi sebagai pnemonia interstesialis, ensefalitis, mielitis, hepatitis, atau korioretinitis.

DiagnosisMunculnya gejala klinis pada anak terinfeksi HIV sebagian tergantung adanya infeksi penyakit lain, dan tersedianya fasilitas perawatan dan pengobatan di wilayah tempat tinggal penderita. Gejala klinis yang muncul pertama pada anak adalah penyakit infeksi bakteri berulang dan biasanya muncul pada bayi berusia 4 bulan dengan batas usia berkisar 1-42 bulan. Tanda lain yang juga muncul adalah limfadenopati (40%) pada usia 7 bulan, splenomegali (31%) pada usia 3 bulan, dan hepatomegali (29%) pada usia 3 bulan. Gejala klinis yang lain adalah batuk dan atau sesak napas (58%), diare (53%) dan sekitar 24% darinya merupakan diare persisten, dan diare kronis yang ditemukan sekitar 35%. Biasanya gejala yang ditemukan pada saat baru masuk rumah sakit adalah hepatomegali (54%), demam (>37,5 C) sekitar 50%, gejala gangguan saluran napas (47%), kelainan kulit (46%), limfadenopati generalisata (42%), dan splenomegali (29%). Penderita dengan penyakit herpes zoster sekitar 14%.Jika dilihat dari status gizi ternyata hanya 6,9% penderita dengan status gizi normal. Tipe malnutrisi yang paling sering ditemukan adalah marasmus yaitu sekitar 56,9%. Sebagian besar (96,6%) anak berusia 5 tahun atau lebih mempunyai berat badan dibawah normal, 93,8% stunted, dan 79,5% wasted. Wasting yang berat sekitar 33,3%. Oleh karena itu, bila menemukan anak dengan status gizi buruk dan sangat sulit memberi respons terhadap terapi nutrisi yang intensif maka patut dicurigai anak menderita HIV.Pneumonia sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV, terutama mereka yang mempunyai status gizi buruk. Penyebab pnemonia yang sering ditemukan adalah Pneumocystis carinii (PCV), cytomegalovirus, lymphoid interstitial pneumonitis (LIP), dan tuberkulosis. Pneumonia yang terjadi pada anak menderita HIV sangat sulit diobati dan sering berulang.Kelainan neurologik umumnya terjadi pada anak dengan infeksi HIV simtomatik. Kelainan yang ditemukan berupa gangguan kognitif, kelainan bahasa, kelainan motoris, dan kelainan mikrosefali. Anemia umumnya terjadi pada sekitar 20-70% AIDS. Anemia dapat disebabkan oleh infeksi kronis, kurang gizi dan fenomena penyakit autoimun. Penderita umumnya mempunyai hematokrit kurang atau sama dengan 30%. Hitung CD4+ pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun adalah 12 bulan bila jumlah partikel RNA > 250.000 salinan/mL. Saat ini disarankan untuk memberikan pengobatan ARVsecepat mungkin kepada bayi berusia kurang dari 12 bulan bila diagnosis HIV sudah dapat ditegakkan. Bila obat ARV diberikan sebelum usia 3 bulan akan menurunkan insiden AIDS dan kematian.Tujuan pengobatan antiretrovirus adalah untuk memperpanjang masa hidup penderita, menahan perkembangan penyakit, dan menjaga serta memperbaiki kualitas hidup penderita. Berdasarkan pengetahuan tentang dinamika virus dan patogenesis penyakit, cara yang terbaik untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menekan replikasi HIV serendah mungkin. Jika replikasi virus tetap ada dalam fase pengobatan, maka munculnya virus resisten terhadap obat tidak dapat dihindari.Oleh karena itu tujuan jangka pendek pengobatan adalah untuk menekan seluruh virus yang bereplikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis dini pada bayi dan anak adalah sangat penting, agar obat dapat diberikan secepat mungkin.

PrognosisAngka kematian penderita sangat bervariasi tergantung lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan di Eropa, angka kematian bayi adalah 15%, dan angka kematian sampai usia 5 tahun adalah 28%. Hasil penelitian di Afrika ternyata anak yang terinfeksi HIV mempunyai risiko 0,26 untuk meninggal pada tahun pertama kehidupan dan 0,44 sampai tahun ke-3 kehidupan. Tetapi ada yang memperkirakan, empat puluh persen anak yang terinfeksi HIV diseluruh dunia akan meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama. Masa hidup penderita yang mendapat infeksi secara vertikal adalah 1 tahun (82%), 2 tahun (74%), 3 tahun (61%), 4 tahun (56%), 5 tahun (49%) dan 6 tahun (43%). Penyebab kematian biasanya pneumonia (52%), diare (19%), sedangkan yang disebabkan oleh penyakit lain seperti sepsis, esophagus kandidiasis sebanyak 10%.

BAB IVANALISA KASUS

Diagnosa akhir pasien ini adalah Kurang Energi Protein (KEP) dengan Bronkopneumonia dengan Suspek HIV yang disimpulkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.Melalui anamnesa didapatkan demam sejak lama sekitar 9 hari yang lalu. Demam naik turun dan hilang timbul tidak tentu waktunya. Demam muncul lagi kemarin sore (25/5/2015). Suhu pasien saat ini 37.7 C namun yang tertinggi pernah mencapai 40.1 C. Pasien sudah mengkonsumsi obat penurun panas namun panas tidak kunjung turun. Tidak ada pencetus munculnya demam. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dengan Hb 8.8 gr/dl, Ht menurun (29%), leukositosis (10.600 / ul). Pemeriksaan penunjang skrining HIV dilakukan dengan hasil :Metode 1 : Immunochromatografi (rapid test)Hasil : Reaktif

Metode 2 : ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Immuno Assay)Hasil : Reaktif indeks 11,62(Nilai rujukan: reaktif indeks 0,25)

Metode 3 : CMIA (Chemiluminescence Microparticle Immuno Assay)Hasil : Reaktif indeks 236,29(Nilai rujukan: reaktif indeks 1,00)

Hal ini menunjukkan bahwa pasien suspek HIV.

Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan dan minum. Sejak lahir pasien sulit makan dan tubuh pasien semakin kurus dengan bertambahnya usia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 5,6 kg dan tinggi badan 75 cm. Berdasarkan pengukuran WHO growth chart:- Length-for-Age (z scores) atau tinggi badan/umur antara -2 s/d +2 SD. Kesan : Normal- Weight-for-Age (z scores) atau berat badan/umur < -3 SD. Kesan : Gizi buruk / Underweight

- Weight-for-Length (z scores) atau berat badan/tinggi badan < -3 SD. Kesan : Sangat kurus / Severe WastingDidapatkan juga rambut tipis berwarna merah jagung, exophtalmos (+/+), konjungtiva anemis (+/+), iga gambang (+) pada thoraks, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, kulit terlihat keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, baggy pants (+) pada ekstremitas bawah.Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami kurang energi protein (KEP) grade III.Pasien juga mengeluh batuk berdahak terus menerus disertai pilek yang muncul sejak lama sekitar 7 hari yang lalu. Dahak berwarna kekuningan dengan konsistensi tidak terlalu kental. Ibu pasien sudah memberi obat batuk namun tidak kunjung membaik. Tidak ada riwayat TB dalam keluarga, tidak ada keringat malam, tidak ada kontak dengan penderita TB, lingkungan pemukiman yang padat penduduk disangkal, serta vaksinasi lengkap menyingkirkan diagnosis diferensial TB. Foto Thorax AP menunjukkan gambaran patchy infiltrat yang tersebar di hampir semua lapang paru kanan dan suprahilar kiri. Gejala diawali dengan demam, batuk, pilek, kemudian pada auskultasi paru terdengar suara nafas vesikuler (+/+) bercampur ronki basah halus (+/+), nafas cuping hidung (+).Hal ini menunjukkan bahwa pasien menderita bronkopneumonia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd Ed. Jakarta : Penerbit IDAI; 2008.

2. Djumadias, A. Aplikasi Antropometri sebagai Alat Ukur Status Gizi. Bogor : Puslitbang Gizi; 1990.

3. Departemen Kesehatan RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; 2004.

4. WHO. Measuring Change In Nutritional Status. Genewa; 1983.

5. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.

6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta; 1998.

7. Mller, et al. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMA Media Inc. or its licensors; 2005.

8. Departemen Kesehatan RI , Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk; 2008.

9. Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA). Lingkaran Setan Gizi Buruk: Ketika Negara Kembali Gagal Menjamin Hak Hidup Anak-anak. Available at www.ypha.go.id; 2009.

10. Pudjiadi, S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. 4th Ed. Jakarta : FKUI; 2000.

11. Bradley J.S., et al. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines. USA : Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630; 2011.

12. Setiawan, I. Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak. Maj Kedokt Indon, Volume: 59, Nomor: 12; Desember 2009.

27