willms tumor dengan gizi buruk dan suspek pneumonia.doc
-
Upload
neea-nurotus-saniyah -
Category
Documents
-
view
65 -
download
2
Transcript of willms tumor dengan gizi buruk dan suspek pneumonia.doc
PRESENTASI KASUS
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 4 TAHUN DENGAN WILMS TUMOR REN
DEXTRA, GIZI BURUK TIPE MARASMIK, DAN SUSPEK PNEUMONIA
Disusun oleh:
Nurotus Saniyah
G9911112115
Pembimbing :
DR. dr. Noer Rachma, Sp.RM
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI
2013
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : An R
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Alamat : Karangpandan, Karanganyar
Tanggal Masuk : 8 Agustus 2013
Tanggal Periksa : 11 Agustus 2013
No CM : 01174776
B. Keluhan Utama
Perut membesar
C. Riwayat Penyakit Sekarang ( alloanamnesis )
± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit keluarga pasien merasa perut
pasien mulai membesar tanpa diketahui penyebabnya. Sesak (-). kemudian
pasien diperiksakan dan didiagnosis wilms tumor di rumah sakit swasta di
solo oleh spesialis bedah urologi dan disarankan untuk operasi dan
kemoterapi namun keluarga pasien menolak.
±7 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh perut semakin
membesar dan demam, batuk (+), pilek (+), kemudian dibawa ke dokter dan
mendapat 2 macam obat namun keluarga tidak tahu apa namanya. Setelah
minum obat, batuk dan pilek sudah berkurang.
±3 hari sebelum masuk rumah sakit, perut pasien semakin membesar
dan terasa nyeri pada pinggang kanan. Sesak (+) demam (-)
±1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien makin merasa sesak dan
perut semakin membesar. Pasien juga tidak dapat BAK. BAB (+) 2 hari
sebelum masuk rumah sakit berwarna hitam keras. Kemudian pasien dibawa
ke IGD RSUD Dr. Moewardi.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
c. Riwayat Trauma : disangkal
d. Riwayat Mondok : (+) 2x karena ISK
e.Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
f. Riwayat Alergi : (+) amoxicillin, ampicillin,
cefadroxil, baquinor
g. Riwayat Asma : disangkal
h. Riwayat sakit paru : disangkal
B. Riwayat Penyakit Keluarga
a.Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c.Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e.Riwayat keganasan : (+)
C. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang anak usia 4 tahun dan belum sekolah. Saat ini
pasien menggunakan pembayaran Jamkesmas.
D. Riwayat kebiasaan.
a.Riwayat merokok (-)
b. Riwayat minum minuman beralkohol (-)
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Kesan Umum : lemah, tampak sakit berat, kompos mentis
2. Tanda Vital : Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 126 x/menit
Rr : 46 x/menit
Suhu : 35,0 ºC
3. Kepala : bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut, wajah
seperti orang tua(+)
4. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya
(+/+), isokor 3mm/3mm, sekret(-/-), palpebra hematom (-/-)
5. Telinga : sekret/darah (-/-).
6. Hidung : nafas cuping hidung(-), sekret(-), epistaksis(-).
7. Mulut : gusi berdarah(-), bibir kering(+), pucat(+), lidah kotor(-),
papil lidah atrofi(-), lidah tremor(-), intermaxilla fixation (+), nyeri
tekan (-), floating maxilla (-).
8. Leher : JVP tidak meningkat (R+2 cm), limfonodi dan kelenjar tiroid
tidak membesar, canula (+).
9. Thorax : retraksi (+) subcostal, suprasternal, dan intercostal, jejas
(-), iga gambang (+)
10. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-).
11. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SDV (+ / +), RBH (+/+) di kedua lapang
paru
12. Abdomen
Inspeksi : DP>>DD, tampak venektasi
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tegang, hepar dan lien sde, pekak alih (+),
undulasi (+)
13. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok
costovertebra(+).
14. Ekstremitas
Extr.superior
dextra
Extr.superior
dextra
Extr.inferior
sinistra
Extr.inferior
sinistra
Oedem - - - -
Pucat - - - -
Akral dingin - - - -
15. Range of Motion (ROM)
Neck Aktif Pasif
Flexi Sde 0-70o
Extensi Sde 0-40o
Rotasi ke kanan Sde 0-90o
Rotasi ke kiri Sde 0-90o
Extremitas Superior Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Shoulder Flexi Sde 0-180o sde 0-180o
Extensi Sde 0-30o sde 0-30o
Abduksi Sde 0-150o sde 0-150o
Adduksi Sde 0-150o sde 0-150o
Internal rotasi Sde 0-90o sde 0-90o
External rotasi Sde 0-90o sde 0-90o
Elbow Flexi Sde 0-150o sde 0-150o
Extensi Sde 150-0o sde 150-0o
Supinasi Sde 0-90o sde 0-90o
Pronasi Sde 0-90o sde 0-90o
Wrist Flexi Sde 0-90o sde 0-90o
Extensi Sde 0-10o sde 0-40o
Ulnar deviasi Sde 0-30o sde 0-30o
Radius deviasi Sde 0-30o sde 0-30o
Finger MCP I flexi Sde 0-90o sde 0-90o
MCPII,III,IVflexi Sde 0-90o sde 0-90o
DIP II,III,IV flexi Sde 0-90o sde 0-90o
PIP II,III,IV flexi Sde 0-100o sde 0-100o
MCP I extensi Sde 0-30o sde 0-30o
Extremitas Infor Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Hip Flexi Sde 0-140o sde 0-140o
Extensi Sde 0-30o sde 0-30o
Abduksi Sde 0-45o sde 0-45o
Adduksi Sde 0-45o sde 0-45o
Knee Flexi Sde 0-130o sde 0-130o
Extensi Sde 0o sde 0o
Ankle Dorsoflexi Sde 0-40o sde 0-40o
Plantarflexi Sde 0-40o sde 0-40o
16. Manual Muscle Testing (MMT)
Ekstremitas Supor Dextra Sinistra
Shoulder Flexor M.deltoideus antor sde sde
M.biceps brachii sde sde
Extensor M.deltoideus antor sde sde
M.teres major sde sde
Abduktor M.deltoideus sde sde
M.biceps brachii sde sde
Adduktor M.latissimus dorsi sde sde
M.pectoralis major sde sde
Rotasi internal M.latissimus dorsi sde sde
M.pectoralis major sde sde
Rotasi eksternal M.teres major sde sde
M.pronator teres sde sde
Elbow Flexor M.biceps brachii sde sde
M.brachialis sde sde
Extensor M.triceps brachii sde sde
Supinator M.supinator sde sde
Pronator M.pronator teres sde sde
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Wrist Flexor M.flexor carpi radialis sde sde
Extensor M.extensor digitorum sde sde
Abduktor M.extensor carpi
radialis
sde sde
Adduktor M.extensor carpi
ulnaris
sde sde
Finger Flexor M.flexor digitorum sde sde
Extensor M.extensor digitorum sde sde
Extremitas Inferior Dextra Sinistra
Hip Flexor M.psoas major sde sde
Extensor M.gluteus maximus sde sde
Abduktor M.gluteus medius sde sde
Adduktor M.adductor longus sde sde
Knee Flexor Hamstring muscles sde sde
Extensor M.quadriceps femoris sde sde
Ankle Flexor M.tibialis sde sde
Extensor M.soleus sde sde
17. Status Ambulansi : dependen.
B. Status Neurologis
a. Kesadaran : kompos mentis, E4 V5 M6
b. Fungsi luhur : tidak ada kelainan
c. Fungsi vegetatif : IV line, DC, sonde
d. Fungsi sensorik : pada keempat ekstremitas sulit dievaluasi karena
pasien gelisah
e. Fungsi motorik :
Kekuatan : sulit dievaluasi karena pasien lemah
Reflek fisiologis :
Dextra Sinistra
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Tonus
N N
N N
Reflek Patologis
Dextra Sinistra
Hoffman-Trommer - -
Babinsky - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Schaeffer - -
Mandel-Bochtrew - -
Gordon - -
Rosolimo - -
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
No. Laboratorium 09/08/2013 Harga Rujukan
Lab darah
1 Hb (g/dl) 6,4 10,8-12,8
2 Hct (mg%) 22 35-43
3 AE (106/ul) 3,13 3,90-5,30
4 AL (103/ul) 20,0 5,5-17,0
5 AT (103/ul) 232 150-450
6 Gol. Darah
Kimia klinik
1 GDS (mg/dl) 75 <110
2 SGOT 130 0-35
3 SGPT 21 0-45
4 Ureum (mg/dl) 102 10-50
5 Kreatinin (mg/dl) 0,7 0,7-1,3
6 Albumin 4,5 3,8-5,4
7 Na+ (mmol/l) 116 135-145
8 K+ (mmol/l) 7,8 3,5-5,1
9 Cl- (mmol/l) 82 98-106
Pemeriksaan CT scan whole abdomen dengan kontras tanggal 11 februari 2013
Hepar : ukuran dan densitas normal, tak tampak pelebaran EHBD/IHBD, tak
tampak kista/nodul
GB : bentuk dan ukuran normal, tak tampak penebalan dinding, tak
tampak batu
Pankreas : ukuran dan bentuk normal, tak tampak pelebaran duktus
pankreatikus, tak tampak massa
Lien : ukuran dan bentuk normal, normodens, nodul/kista (-)
Ren kiri : ukuran dan benuk normal, tak tampak dilatasi SPC, tak tampak
batu/kista/massa
Ren kanan: tampan massa dengan densitas campuran semi solid-solid-kistik
inhomogen dengan area nekrotik didalamnya dengan ukuran estimasi
80,9x56,4x53,4 mm, batas tegas yang menempati ginjal pole superior
dan medial yang pada post kontras tampak inhomogen contrast
enhancement, tak tampak kalsifikasi, massa tampak menginvasi
renalis kanan, tampak dilatasi SPC di pole inferior, batu (-)
VU : terisi cukup urin, batu/massa (-)
Tak tampak lesi densitas cairan pada cavum pleura kiri
Tak tampak gambaran cairan bebas intraperitoneal
Osteodestruksi (-)
Tak tampak limpadenopathy paraaorta
Kesan : Massa ginjal kanan yang menginvasi vena renalis kanan cenderung
suatu willm’s tumor
III. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis
- Willm’s tumor pada ren dextra
- Gizi buruk tipe marasmik
- Didapatkan suara tambahan paru (RBH) dikedua lapang paru suspek
pneumonia
B. Problem Rehabilitasi Medik
Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum
Okupasi terapi : gangguan dalam beraktivitas sehari-hari
Terapi wicara : tidak ada
Sosio-medik : memerlukan bantuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, edukasi terhadap keluarga
Orthesa-prothesa : tidak ada
Psikologi : -
IV. ASSESSMENT
Wilms tumor rend extra dengan gizi buruk tipe marasmik dan suspek
pneumonia
V. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Bagian anak :
O2 masker 5 lpm
IVFD D1/4 S 8 cc/jam
10 tatalaksana gizi buruk
Injeksi cefotaxim
Transfuse PRC 5 cc/kgbb dengan kecepatan 23 cc/jam
B. Terapi Rehabilitasi Medik
Fisioterapi : general exercise : chest physical therapy
Speech terapi : (-)
Occupational terapi : (-)
Sosiomedik : memberikan edukasi kepada keluarga mengenai
perawatan pasien
Orthesa-Prothesa : (-)
Psikologi : (-)
VI. GOAL
Mengurangi impairment, disabilitas, dan handicap yang dialami.
Mencegah komplikasi yang lebih buruk.
Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
WILMS TUMOR
Pengertian
Wilms tumor atau nefroblastoma adalah tumor ginjal yang tumbuh dari sel
embrional primitive di ginjal. Wilms tumor biasanya ditemukan pada anak – anak
yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih
besar atau bahkan orang dewasa.
Wilms tumor merupakan tumor ginjal padat yang sering dijumpai pada anak
di bawah umur 10 tahun dan merupakan kira - kira 10 % keganasan pada anak. Paling
sering dijumpai pada umur tiga tahun dan kira – kira 10 % merupakan lesi bilateral.
(Grawitz, Paul, 1850 – 1932 ).
Wilms tumor menyebabkan noeplasma ginjal sebagian besar anak dan terjadi
dengan frekuensi hampir sama pada kedua jenis kelamin dari semua ras, dengan
indikasi tahunan 7,8 per juta anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Gambaran
wilms tumor yang paling penting adalah kaitannya dengan anomaly congenital, yang
paling umum adalah anomaly urogenital ( 4,4 % ), hemihipertrofi ( 2, 9 % ) dan
aniridia sporadic ( 1,1 % ).
Etiologi
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga melibatkan factor
genetic. Wilms tumor berhubungan dengan kelainan bawaan tertentu, seperti:
a. Kelainan saluran kemih
b. Aniridia ( tidak memiliki iris )
c. Hemihipertrofi ( pembesaran separuh bagian tubuh )
Tumor bisa tumbuh cukup besar, tetapi biasanya tetap berada dalam
kapsulnya. Tumor bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya. Wilms tumor ditemukan
pada 1 diantara 200.000 – 250.000 anak – anak. Biasanya umur rata – rata terjangkit
kanker ini antara 3 – 5 tahun baik laki – laki maupun perempuan.
Tanda dan Gejala
Gejala dari wilms tumor ini adalah:
a. Perut membesar
b. Nyeri perut
c. Demam
d. Malaise ( lemas / merasa tidak enak badan )
e. Nafsu makan berkurang
f. Mual dan muntah
g. Sembelit
h. Pertumbuhan berlebih pada salah satu sisi tubuh ( hemihipertrofi )
Pada 15 – 20 % kasus, terjadi hematuria ( darah terdapat di dalam air kemih ).
Wilms tumor bisa menyebabkan tekanan darah tinggi ( hipertensi ). Wilms tumor bisa
menyebar ke bagian tubuh lainnya, terutama paru – paru, dan menyebabkan batuk
serta sesak napas.
Patofisiologi
Wilms tumor terjadi pada parenchyma renal. Tumor tersebut tumbuh dengan
cepat dengan lokasi dapat unilateral atau bilateral. Pertumbuhan tumor tersebut akan
meluas atau menyimpang luar renal. Mempunyai gambaran khas, berupa glomerulus
dan tubulus yang primitive atau abortif, dengan ruangan bowman yang tidak nyata,
dan tubulus abortif dikelilingi stroma sel kumparan. Pertama – tama jaringan ginjal
hanya mengalami distorsi, tetapi kemudian diinvasi oleh sel tumor.
Tumor ini pada sayatan memperlihatkan warna yang putih atau keabu – abuan
homogeny, lunak dan encepaloid ( menyerupai jaringan otak )
Tumor tersebut akan menyebar atau meluas hingga ke abdomen dan dikatakan
sebagai suatu massa abdomen. Akan teraba pada abdominal saat dilakukan palpasi.
Munculnya wilms tumor sejak dalam perkembangan embrio dan akan tumbuh
dengan cepat lahir
Pertumbuhan tumor akan mengenai ginjal atau pembuluh vena renal dan
menyebar ke organ lain. Tumor yang biasanya baik terbatas dan sering nekrosis,
cystic dan perdarahan. Terjadinya hipertensi biasanya terkait dengan iskemik pada
renal. Metastase tumor secara hematogen dan limfogen, paru, hati, otak dan bone
marrow.
Terapi
Terapi utama dari wilms tumor adalah nefrektomi. Kemudian diikuti dengan
kemoterapi. Nefrektomi juga sangat bergantung dari stage patologi. Semua tumor
stage I, apapun hasil histologinya dan tumor stage II dengan histologist tanpa
gambaran anaplasia ditreat dengan nefrektomi total dan lanjutan kemoterapi 2 agen
(actinomycin D dan vincristine) selama 6 bulan tanpa radiasi. Agen kemoterapi
lainnya dan juga radiasi dapat digunakan untuk tumor yang stagingnya lebih tinggi.
Wilms tumor bilateral biasanya hanya dibiopsi dan dilanjutkan dengan kemoterapi.
Pendapat lain menyatakan nefrektomi saja mungkin juga sudah suffisien
untuk tumor stage I yang kecil dan beberapa tipe histo tumor untuk pasien yang
berusia di bawah 2 tahun.
Efek kemoterapi dan radiasi lebih kelihatan pada komponen blastema
dibandingkan terhadap mesenkim atau epitel. Insiden anaplasia tidak dipengaruhi
oleh modalitas penyembuhan.
Prognosis
Angka kesembuhan general untuk wilms tumor unilateral adalah 80% sampai
dengan 90%. Namun beberapa persen dari pasien yang dinyatakan sembuh setelah
jangka waktu yang lama akan menderita neoplasma malignant sekunder, baik karena
faktor predisposisi genetic terhadap neoplasia ataupun akibat terapi yang dijalaninya.
GIZI BURUK
Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Klasifikasi
a. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus:
- Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Iga gambang dan perut cekung
- Otot paha mengendor (baggy pant)
- Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
-
b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak
sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Gejalanya adalah sebagai berikut:
- Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
- Rambut itpis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata anak sayu
- Pembesaran hati
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula
Dampak Gizi Buruk
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait
dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai
konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan
defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi
tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak,
akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan
perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan
otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu
sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah
satu aset yang vital bagi anak
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan
skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan
pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya
prestasi anak
Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang
mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita
kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga
merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,
ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi
buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik maupun gizinya
TATA LAKSANA GIZI BURUK
Tahap penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga
ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini
dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Bila konsumsi per-oral
tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde)
Tahap penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
Tahap lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
PNEUMONIA
A. PENDAHULUAN
Walaupun kini telah banyak kemajuan dalam pengobatan infeksi saluran
napas ternyata pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat secara
umum dan khususnya pada golongan usia lanjut.
Pneumonia usia lanjut mempunyai angka mortalitas mendekati 40%.
Tingginya angka mortalitas ini disebabkan oleh penyakit penyerta dan kondisi
tertentu seperti diabetes melitus, payah jantung kronik, penyakit vaskuler, penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK), peminum alkohol dan penyakit-penyakit lainnya.
Penyakit-penyakit tersebut di atas umumnya terdapat pada usia lanjut.
B. KLASIFIKASI PNEUMONIA
Menurut gambaran klinik pneumonia dibagi atas typical pneumonia dan
atypical pneumonia atau pneumonia yang tidak khas. Typical pneumonia secara
klinik ditandai dengan demam tinggi, perasaan dingin, nyeri dada dan batuk
produktif, terdapat leukositosis, secara radiologis biasanya melibatkan satu 1obus.
Kuman penyebab yang sering antara lain adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, bakteri aerob
gram negatif dan bakteri aerob.
Atypical pneumonia sering tanpa gejala demam, rasa dingin, batuk tidak
produktif, nyeri kepala, mialgia, leukositosis yang tidak terlalu tinggi.
Secara radiologis didapatkan gambaran bronkopneumonia.
Klasifikasi lain dan pneumonia adalah menurut tempat asal infeksi, dibagi
atas:
Community acquired pneumonia yaitu pneumonia yang didapat dalam
masyarakat.
Hospital acquired (nosokomial) yaitu pneumonia yang didapat di rumah sakit.
Berdasarkan etiologi, pneumonia dapat dibagi atas:
- Pneumonia bakteri
- Pneumonia virus
- Pneumonia mikoplasma
- Pneumonia riketsia
Pada pneumonia bakteri, kuman penyebab yang sering antara lain
Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus pyogenes.
C. EPIDEMLOLOGI
Pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk perbandingan
sangat sedikit, terutama di negara berkembang. Di Amerika pneumonia merupakan
penyebab kematian keempat pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per
100.000 penduduk.
Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung
pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang
tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25 - 44 per 1000 orang
dan yang tinggal di tempat perawatan 68 - 114 per 1000 orang. Di rumah sakit
pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda.
Venkatesan dkk mendapatkan hasil bahwa dari 38 orang pneumonia usia
lanjut yang didapat di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri
gram negatif. Limapuluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi karena
kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotik.
Pada penderita kritis dengan penggunaan ventilator mekanik dapat terjadi
pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%.
D. PATOGENESIS
Terjadinya pneumonia berhubungan dengan jumlah bakteri yang teraspirasi,
penurunan daya tahan tubuh pejamu dan virulensi koloni bakteri di orofaring. Secara
kuantitatif aspirasi bakteri dan orofaring mungkin akan meningkat pada penderita
dengan penurunan kesadaran seperti penyakit degeneratif, kelainan esofagus, CVD,
trakeostomi, pemasangan pipa lambung, dan pemakaian obat-obatan seperti sedatif.
Turunnya daya tahan tubuh dihubungkan juga dengan imunitas humoral dan
imunitas seluler, malnutrisi, perokok berat dan penyakit sistemik. Faktor predisposisi
pneumonia adalah penggunaan pipa endotrakeal, pemakaian nebuhaler, adanya super
infeksi dan malnutrisi.
Hampir sebagian besar (50%60%) pneumonia yang di dapat di rumah sakit
disebabkan oleh hasil aerob gram negatif, dapat juga disebabkan oleh Streptococcus
aureus, Hemophillus influenzae.
E. DIAGNOSIS
Tidak didapatkan demam pada 20% pneumonia usia lanjut dan dapat tanpa
disertai batuk produktif dan perasaan dingin. Pada pemeriksaan fisik, tanda klasik
seperti perkusi yang redup, suara napas bronkial, ronki basah tidak selalu dijumpai.
Frekuensi pernapasan 24 kali per menit cukup bermakna pada penderita pneumonia
usia lanjut. Pneumonia usia lanjut dapat bersama-sama syok septik yang memberi
gejala letargi, anoreksi, dan perubahan mental. Pada sebagian besar penderita
didapatkan leukosit yang normal atau sedikit meninggi, kadang-kadang didapatkan
leukositosis. Dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin dan glukosa, terdapat juga
hiponatremi atau hipernatremi, hipofosfatemi; dapat terjadi hipoksemi yang
disebabkan infeksi akut dan dapat disertai payah jantung, PPOK atau keduanya. Pada
pneumonia usia lanjut diagnosis radiologik ditegakkan bila didapatkan gambaran
infiltrat baru. Tetapi kadang-kadang sulit menilai gambaran radiologik terutama jika
didapatkan keadaan dehidrasi. Sering kali infiltrat belum terlihat pada 24-48 jam
setelah perawatan. Gambaran radiologi kadang-kadang masih tampak normal pada
pneumonia dini, pneumonia oleh bakteri gram negatif dan tuberkulosis endobronkial.
F. PENATALAKSANAAN
Identifikasi etiologi penting untuk pengobatan antibiotika. Pemeriksaan
bakteri dapat dengan cara pewarnaan gram dan sputum, pewarnaan gram cairan
pleura, kultur sputum, kultur darah dan cairan pleura. Kadang-kadang sukar untuk
memperoleh sputum yang baik pada pneumonia usia lanjut, karena itu dapat
digunakan antibiotik secara empirik. Dapat juga dilakukan upaya diagnostik secara
invasif seperti aspirasi transtrakeal, aspirasi endotrakeal dan bronkoskopi. Hasil yang
didapat pada tindakan diagnostik invasif ini tergantung dan keahlian melakukan
prosedur, dibutuhkan nilai yang akurat secara mikrobiologi.
Pada pneumonia oleh pneumococcus, penisilin adalah obat pilihan utama.
Pada pneumonia ringan dapat diberikan peroral, tetapi pada pneumonia berat dengan
malabsorbsi perlu diberikan dengan cara parenteral, dosis dapat lebih dari 1.2 juta
unit per hari. Pada bakteremi tidak dibenarkan pemberian penisilin dosis tinggi guna
untuk menghindari efek samping penisilin seperti anemi hemolitik. Pada penderita
yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Pemberian eritromisin
intravena dapat mengakibatkan nausea, vomitus, tromboflebitis dan kehilangan
pendengaran yang reversibel terutama pada usia lanjut dengan fungsi ginjal menurun.
Pemberian sefalosporinharus hati-hati pada penderita alergi terhadap penisilin sebab
dapat terjadi reaksi hipersensitif si1ang.
Terjadinya demam berulang umumnya karena reaksi obat atau terjadi
superinfeksi yang terjadi hari keempat sampai ketujuh pengobatan.
Dalam penatalaksanaan harus diperhatikan nutrisi, jumlah kalori yang
dibutuhkan baik parenteral atau melalui pipa lambung. Cairan dan elektrolit perlu
dinilai karena pada pneumonia dapat terjadi hiponatremi atau hipernatremi. Infeksi
meningkatkan katabolisme protein dan melemahkan sistim imunitas humoral dan
seluler.
Sistim respirasi harus diperhatikan, bila terjadi hipoksemi dapat diberi
oksigen. Pemberian oksigen dapat dinilai dengan analisis gas darah, karena keracunan
oksigen dapat melemahkan gerakan mukosiliar dan menyebabkan fibrosis.
Penting diperhatikan interaksi obat-obat yang dipakai, agar dicapai efek obat
yang maksimum dengan efek samping yang minimal. Dalam pemberian obat lebih
dari dua macam dapat terjadi percepatan metabolisme obat, pengaruh terhadap
pembuluh darah perifer atau mempengaruhi sistem saraf sentral.
Fisioterapi diperlukan untuk pengeluaran sputum dan juga untuk mencegah
terjadinya dekubitus serta mencegah terjadinya kontraktur.
CHEST PHYSIOTHERAPY
Mukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam paru
dan jalan napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada udara yang
kita hirup dan mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi dan iritasi, maka
tubuh akan memproduksi mukus yang kental untuk membantu paru-paru melepaskan
diri dari infeksi. Bila mukus yang kental ini menyumbat jalan napas, maka akan
terjadi kesulitan bernapas. Sehingga untuk membantu membuang ekstra mukus ini
dilakukanlah Chest Physiotherapy.
Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan vibrasi
dada. Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru yang berbeda
diikuti dengan latihan napas dalam dan batuk.
A. Postural Drainage
Penumpukan sekresi saluran napas bila dibiarkan akan menimbulkan
akibat yang serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik akibat iritasi lokal,
obstruksi bronkus, atelektasis, infeksi paru, dan gangguan ventilasi perfusi.
Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien
yang memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke dalam
bronkus mayor dan trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan.
Indikasi:
Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik,
pneumonia, asma, abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.
Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia
Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan, dan
pada pasien dalam kondisi tak sadar
Kontra indikasi:
Peningkatan TIK
Segera setelah makan
Refleks batuk (-)
Penyakit jantung akut
Gangguan sistem pembekuan
Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non invasif
yang digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan. Manipulasi ini
dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan vibrasi), gravitasi dan mekanisme
batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai posisi sesuai dengan segmen paru yang
terlibat. Segmen paru yang akan didrainase ditempatkan setinggi mungkin dan
bronkus utama severtikal mungkin. Selanjutnya perhatikan gambar-gambar
berikut ini untuk membantu pengaturan posisi drainase paru.
Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih rendah
terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses paru, hindari
posisi pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan menyebabkan
pengaliran abses ke sisi paru lainnya.
Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung pada
kondisi pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi, pasien dianjurkan
napas dalam 5 – 7 kali diselingi napas biasa selama 1-2 menit. Tindakan ini dapat
dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2 jam pada kasus sputum banyak dan
kental dan dilakukan sebelum pemberian makanan.
Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang kental
menjadi lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang adekuat (oral atau
intravena) dan pemberian medikasi mukolitik.
B. Perkusi
Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien berada
pada posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu melepaskan sekret yang
melengket pada dinding alveoli sehingga dapat mengalir ke percabangan bronkus
dan trakea.
Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa perkusi
yang dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna akan
meningkatkan kecepatan produksi sekret.
Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan
mem-fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan telunjuk, atau
posisi telapak tangan seperti saat menampung air atau tepung kemudian
dibalikkan.
Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi.
Selanjutnya pada area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau biarkan
baju pasien tetap terpasang agar tangan tidak menyentuh kulit secara langsung.
Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi. Jangan
melakukan perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah rongga toraks. Bila
perkusi dilakukan dengan benar maka perkusi tidak akan menimbulkan rasa sakit
pada pasien atau membuat kulit menjadi merah. Bunyi tepukan menimbulkan
suara yang khas menunjukkan posisi tangan yang benar
Kontra indikasi perkusi dada:
Fraktur iga
Cedera dada traumatik
Perdarahan atau emboli paru
Mastektomi
Pneumotoraks
Lesi metastatik pada iga
Osteoporosis
Trauma medulla servikal
Trauma abdomen
C. Vibrasi
Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi
untuk mendorong sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah
perkusi atau dapat digunakan sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri
sekali.
Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan
merangsang terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru
akan membantu menghilangkan mukus.
Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan
bahwa pasien-pasien yang diterapi pemberian posisi, vibrasi,
hiperventilasi, dan penghisapan menunjukkan resolusi dari atelektasis
yang lebih berarti dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan
hiperventilasi saja.
Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara
berdampingan dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang
akan didrainase. Selanjutnya pasien diminta untuk melakukan inhalasi
dalam dan ekshalasi secara perlahan. Selama pasien ekshalasi, dada
divibrasi dengan cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan
bahu. Dapat juga digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi
vibrasi dada sama dengan kontraindikasi perkusi dada.
DAFTAR PUSTAKA
Bonas, 2009. Chest Physiotherapy.
http://ansharbonassilfa.wordpress.com/2009/05/31/21/ 8 September 2009
DJ, Grignon; JN, Eble. Renal Neoplasm. In : JC, Jennette; et al editor. Heptinstall’s
Pathology of the Kidney. 6th ed. Vol. 2. Philadelphia : Lippincott Williams and
Wilkins. 2007
Sutadinata, H, 2009.Faal Paru pada Pembedahan
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_024_pernafasan_kedokteran_p
enerbangan.pdf 8 September 2009