Kennedy
-
Upload
risma-puspita-sari -
Category
Documents
-
view
80 -
download
1
description
Transcript of Kennedy
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut data demografi, prevalensi edentulous menurun pada banyak
negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt
menyatakan bahwa kelompok sosio-ekonomi yang lebih rendah mengalami
edentulous dalam tingkat yang lebih tinggi daripada kelompok sosio-ekonomi yang
lebih tinggi. Selain penurunan prevelensi pasien edentulous ini, diharapkan
peningkatan dalam jumlah individu manula akan menghasilkan peningkatan
kebutuhan akan gigitiruan sebagian lepasan pada tahun 20201.
Fakta bahwa saat ini pasien edentulous (total atau sebagian)
menampilkan karakteristik yang berbeda (misalnya pasien lebih tua, dengan lebih
lama pemakaian gigitiruan dan lebih banyak masalah medis), berkembang menjadi
perawatan yang lebih menantang dan kompleks untuk memuaskan kebutuhan dan
harapan dari setiap individu. Riwayat medis, kesehatan gigi dan pemeriksaan klinis
dari pasien edentulous sebagian sering menunjukkan keragaman dalam morfologi
rongga mulut dan dalam kondisi kesehatan mereka. Setiap pasien seharusnya
dirawat secara berbeda dengan cara yang paling tepat yang akan menjamin fungsi
dan kenyamanan1.
2
Tidak adanya temuan diagnostik yang terorganisir untuk pasien
edentulous selalu menjadi kesulitan untuk perawatan yang efektif bagi pasien.
Sistem untuk memudahkan identifikasi pasien dibutuhkan untuk menjamin
kepuasan pasien1. American College of Prosthodontics (ACP) telah
mengembangkan sebuah sistem klasifikasi untuk pasien edentulous yang dapat
digunakan untuk memandu keseluruhan dari rencana perawatan dan manajemen dari
pasien edentulous2. Sistem klasifikasi tersebut telah berubah nama menjadi
Prosthodontic Diagnostic Index (PDI) dan mengizinkan pasien untuk
diklasifikasikan berdasarkan temuan diagnostik dan kriteria objektif khusus, yang
ditampilkan pada pemeriksaan awal mereka1. Sistem ini terfokus pada variabel
diagnostik dan menggunakan format daftar yang dapat diterapkan dengan cepat dan
mudah. Meskipun saat ini sedikit dipublikasikan data yang menunjukkan hubungan
antara klasifikasi dan prognosis, sistem tersebut dapat diterapkan oleh dokter gigi
dan mahasiswa kedokteran gigi untuk menentukan demografi karakteristik dari
pasien edentulous2.
Cara ini, mendefinisikan empat kategori yaitu klas I sampai klas IV
dimana klas I mewakili situasi klinis yang tidak rumit dan klas IV mewakili situasi
klinis yang kompleks. Setiap kelas memiliki kriteria diagnostik spesifik yang
berbeda. Adapun manfaat dari sistem ini diantaranya (1) meningkatkan konsistensi
intraoperator, (2) komunikasi profesional ditingkatkan, (3) penggantian asuransi
sepadan dengan kompleksitas perawatan, (4) kriteria standar untuk penilaian hasil
3
dan penelitian, (5) peningkatan konsistensi diagnostik, (6) menyederhanakan
bantuan dalam merujuk pasien3.
Pulau Kodingareng merupakan salah satu dari 11 pulau yang berada
dalam wilayah Kota Makassar, Sulawesi Selatan (SulSel). Pulau ini termasuk dalam
Kelurahan Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar. Bentuk
pulaunya memanjang dari timur laut hingga barat daya dan berjarak 15 kilometer
dari Makassar dengan luas 14 Ha4,5. Jumlah penduduk di pulau ini sekitar 4170 jiwa
dengan mata pencaharian 90% sebagai nelayan, 9% bekerja sebagai penjual balon
dan sisanya usaha lainnya. Untuk fasilitas di pulau ini, para warga menggunakan
listrik dengan operator yang beroperasi selama 12 jam. Di pulau ini juga terdapat
dua buah sekolah dasar, sebuah taman kanak-kanak, sarana ibadah : dua buah
mesjid dan dua buah mushallah, sebuah lapangan sepak bola dan fasilitas kesehatan
berupa sebuah posyandu bantu, juga terdapat pos obat desa (POD)5.
Saat ini pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng belum berjalan
maksimal, hal ini dikarenakan institusi pelayanan kesehatan di pulau tersebut masih
berstatus puskesmas pembantu. Tenaga medis di pulau tersebut tidak menetap
disana karena tidak memperoleh sarana tempat tinggal seperti asrama6. Sarana
pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Pulau Kodingareng belum maksimal. Di
pulau tersebut hanya terdapat seorang tukang gigi yang tidak menetap dikarenakan
tidak adanya sarana tempat tinggal.
.
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui :
1. Bagaimana prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau
Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi Prosthodontic Diagnostic
Index (PDI).
2. Bagaimana pengaruh usia terhadap prevalensi edentulous sebagian pada
masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi
Prosthodontic Diagnostic Index (PDI).
3. Bagaimana pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi edentulous sebagian
pada masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi
Prosthodontic Diagnostic Index (PDI).
4. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap prevalensi edentulous
sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem
klasifikasi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI).
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi pasien
edentulous sebagian menggunakan sistem PDI sehingga dapat mengidentifikasi
kompleksitas dari perawatan prostodontik yang akan dilakukan.
5
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah :
• Manfaat ilmiah, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan merupakan bacaan bagi mahasiswa kedokteran gigi serta
pengembangan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan tema.
• Manfaat sosial, sebagai salah satu sumber informasi mengenai klasifikasi
edentulous sebagian menggunakan PDI sehingga dapat mengidentifikasi
kompleksitas dari kasus prostodontik yang akan dirawat.
• Manfaat bagi penulis, sebagai media dalam menambah wawasan dan
pengetahuan tentang klasifikasi edentulous sebagian menggunakan PDI.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI EDENTULOUS
Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli.
Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses penuaan.
Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi, periodontitis, atau
kecelakaan. Edentulous lebih banyak terdapat pada masyarakat yang tingkat
sosial-ekonominya rendah. Kehilangan gigi dapat menyebabkan estetik yang
buruk dan proses biomekanis, keadaan ini menjadi lebih buruk ketika pasien
dengan edentulous total dan kehilangan seluruh jaringan periodontal. Pada
sebagian besar pasien yang mengalami kehilangan gigi merupakan suatu hal yang
buruk dan menimbulkan keinginan mencari perawatan gigi untuk memelihara
kesehatan gigi serta penampilan yang baik secara sosial.7,8
Hilangnya beberapa gigi disebut edentulous sebagian dan hilangnya
seluruh gigi disebut edentulous total. Edentulous total dapat didefinisikan sebagai
keadaan fisik dari rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan
pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi. Edentulous
sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi asli
pada lengkung rahang. Pada pasien edentulous sebagian, hilangnya gigi
7
dilanjutkan dengan penurunan tulang alveolar, gigi tetangga dan pengaruh tingkat
kesulitan jaringan pendukung dalam menerima restorasi prostetik yang adekuat.
Kualitas dari jaringan pendukung memperbaiki kondisi keseluruhan dan
dipertimbangkan pada tingkat diagnostik dari sistem klasifikasi.2,8
2.2 SISTEM KLASIFIKASI MENGGUNAKAN PDI
2.2.1 Sistem Klasifikasi Edentulous Penuh2,9
Klas I
Klas ini mencirikan tahap edentulous yang paling sesuai dirawat dengan
gigitiruan penuh yang dibuat dengan teknik gigitiruan konvensional. Adapun
kriteria diagnostik dari klas ini adalah :
1. Tinggi sisa tulang ≥21 m yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah
terendah pada radiografik panoramik.
2. Morfologi dari sisa lingir resisten terhadap pergerakan horizontal dan
vertikal basis gigitiruan; RA tipe A.
3. Lokasi perlekatan otot kondusif untuk retensi dan stabilitas gigi tiruan; RB
tipe A atau tipe B.
4. Hubungan rahang klas I.
8
Gambar II.1. Klas I edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
Klas II
Secara khas ditandai dengan adanya degradasi fisis anatomi jaringan
pendukung gigitiruan yang berkelanjutan. Klas ini juga ditandai dengan
adanya kemunculan dini interaksi penyakit-penyakit sistemik serta ditandai
dengan adanya penatalaksanaan pasien spesifik dan pertimbangan-
pertimbangan gaya hidup. Kriteria diagnostik dari klas ini adalah :
1. Tinggi sisa tulang 16-20 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang
bawah terendah pada radiografi panoramik.
2. Morfologi sisa lingir resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal
basis gigitiruan; rahang atas tipe A atau tipe B.
9
3. Lokasi perlekatan otot sedikit mempengaruhi retensi dan stabilitas
gigitiruan; rahang bawah tipe A atau tipe B.
4. Hubungan rahang klas I.
5. Adanya sedikit perubahan kondisi, pertimbangan psikososial dan penyakit
sistemik ringan yang bermanifestasi pada rongga mulut.
Gambar II.2. Klas II edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
Klas III
Klas ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan revisi dari struktur
pendukung gigitiruan untuk memungkinkan diperolehnya fungsi gigitiruan
yang adekuat. Kriteria diagnostik dari klas ini yaitu :
10
1. Tinggi sisa tulang 11-15 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang
bawah terendah pada radiografik panoramik.
2. Morfologi sisa lingir sedikit berpengaruh dalam menahan pergerakan
horizontal dan vertikal basis gigitiruan; rahang atas tipe C.
3. Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas
gigitiruan; rahang bawah tipe C.
4. Hubungan rahang klas I, II atau III.
5. Kondisi-kondisi yang membutuhkan perawatan gigitiruan :
a) Prosedur modifikasi jaringan keras minor, termasuk di dalamnya
alveoplasti.
b) Pemasangan implan sederhana; tidak membutuhkan augmentasi.
c) Pencabutan beberapa gigi yang menghasilkan edentulous penuh
untuk pemasangan gigitiruan immediate.
d) Keterbatasan ruang antar rahang 18-20 mm.
6. Pertimbangan psikososial tingkat sedang dan/atau manifestasi penyakit
sistemik atau kondisi-kondisi seperti xerostomia dalam tingkatan sedang.
7. Gejala-gejala TMD.
8. Lidah besar (memenuhi ruang interdental) dengan atau tanpa
hiperaktivitas.
9. Hiperaktivitas refleks muntah.
11
Gambar II.3. Klas III edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
Klas IV
Klas ini mewakili kondisi edentulous yang paling buruk. Pembedahan
rekonstruksi harus selalu diindikasikan tetapi tidak selamanya dapat dilakukan
karena tidak menguntungkannya kesehatan pasien, minat, riwayat dental, dan
pertimbangan finansial. Jika pembedahan revisi bukan salah satu pilihan,
maka teknik gigitiruan khusus harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
adekuat.
1. Tinggi vertikal ≤10 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah
terendah pada radiografi panoramik.
2. Hubungan rahang klas I, II atau III.
12
3. Sisa lingir sama sekali tidak dapat menahan pergerakan horizontal
maupun vertikal, rahang atas tipe D.
4. Lokasi perlekatan otot dapat diperkirakan berpengaruh terhadap retensi
dan stabilitas gigitiruan, rahang bawah tipe D atau tipe E.
5. Kondisi utama yang membutuhkan pembedahan praprostodontik :
a) Pemasangan implan kompleks, augmentasi dibutuhkan.
b) Koreksi kelainan-kelainan dentofasial secara bedah dibutuhkan
c) Augmentasi jaringan keras dibutuhkan.
d) Revisi jaringan lunak mayor dibutuhkan yaitu perluasan vestibulum
dengan atau tanpa pencangkokan jaringan lunak.
6. Riwayat parasthesia atau disesthesia.
7. Ketidakcukupan ruang antar rahang yang membutuhkan pembedahan
koreksi.
8. Defek maksilofasial yang bersifat kongenital atau didapatkan.
9. Manifestasi penyakit sistemik yang parah pada rongga mulut.
10. Ataxia maksillomandibular.
11. Hiperaktivitas lidah yang mungkin disebabkan oleh retraksi posisi lidah
dan atau morfologi yang berhubungan.
12. Hiperaktivitas refleks muntah yang ditatalaksana dengan pengobatan.
13. Pasien kambuhan (pasien yang melaporkan keluhan-keluhan kronik
setelah menjalani terapi yang sesuai), yang terus mengalami kesulitan
13
dalam mendapatkan apa yang diharapkannya dari perawatan sekalipun
perawatan telah dilakukan selengkap mungkin atau sesering mungkin.
14. Kondisi psikososial yang membutuhkan perawatan profesional.
Gambar II.4. Klas IV edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
2.2.2 Sistem Klasifikasi Edentulous Sebagian2,10
Klas I
Klas ini ditandai dengan keadaan yang ideal atau sedikit buruk dari lokasi dan
perluasan daerah edentulous (yang dibatasi lengkung rahang tunggal), kondisi
gigi penyangga, karakteristik oklusi dan kondisi residual ridge. Keempat
kriteria diagnostik tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
14
1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous yang ideal dan sedikit buruk :
a) Daerah edentulous terletak pada 1 lengkung rahang.
b) Daerah edentulous sedikit buruk sebagai dukungan fisiologis gigi
penyangga.
c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang
tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang
bawah yang tidak melebihi empat gigi insisivus yang hilang, atau
beberapa gigi posterior yang tidak melebihi satu premolar dan satu
molar.
2. Kondisi gigi penyangga yang ideal atau sedikit buruk, yang tidak
membutuhkan terapi prostetik.
3. Oklusi yang ideal atau sedikit buruk yang tidak membutuhkan terapi
prostetik.
4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas I.
15
Gambar II.5. Klas I edentulous sebagian menggunakan system klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
Klas II
Klas ini ditandai dengan keadaan yang cukup buruk dari lokasi dan perluasan
daerah edentulous pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang
membutuhkan terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi yang membutuhkan
terapi lokal tambahan dan kondisi residual ridge.
1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous cukup buruk :
a) Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung rahang.
b) Daerah edentulous cukup buruk sebagai dukungan fisiologis gigi
penyangga.
16
c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang
tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang
bawah yang tidak melebihi empat gigi insisivus yang hilang atau
beberapa gigi posterior (rahang atas atau rahang bawah) yang tidak
melebihi dua premolar atau satu premolar dan satu molar atau
beberapa gigi kaninus yang hilang (rahang atas atau rahang bawah).
2. Kondisi gigi penyangga cukup buruk :
a) Gigi penyangga pada satu atau dua sisi tidak cukup untuk menahan
struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau
ekstrakorona.
b) Gigi penyangga pada satu atau dua sisi membutuhkan terapi lokal
tambahan.
3. Oklusi cukup buruk :
Koreksi oklusi membutuhkan terapi lokal tambahan.
4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas II.
Gambar II.6 Klas II edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
17
Klas III
Klas ini ditandai dengan keadaan yang buruk dari lokasi dan perluasan daerah
edentulous pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang
membutuhkan lebih banyak terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi
membutuhkan penyesuaian kembali tanpa mengubah dimensi vertikal dan
kondisi residual ridge.
1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :
a) Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung rahang.
b) Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi
penyangga.
c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi posterior rahang atas
atau rahang bawah lebih banyak daripada tiga atau dua gigi molar,
tiga gigi atau lebih pada daerah edentulous anterior dan posterior.
2. Kondisi gigi penyangga buruk :
a) Gigi penyangga pada tiga sisi tidak cukup untuk menahan struktur
gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.
b) Gigi penyangga pada tiga sisi membutuhkan lebih banyak terapi
lokal tambahan (misalnya prosedur periodontal, endodontik atau
ortodontik).
c) Gigi penyangga mempunyai prognosis sedang.
18
3. Oklusi buruk :
Membutuhkan penyesuaian ulang oklusi tanpa diikuti oleh perubahan
dimensi vertikal.
4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas III.
Gambar II.7 Klas III edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
Klas IV
Klas ini ditandai dengan keadaan yang sangat buruk dari lokasi dan perluasan
daerah edentulous dengan prognosis terpimpin, kondisi gigi penyangga yang
membutuhkan terapi lokal tambahan yang besar, karakteristik oklusi
membutuhkan penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimansi vertikal
dan kondisi residual ridge.
19
1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :
a) Daerah edentulous yang luas dan bisa terdapat pada kedua lengkung
rahang.
b) Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga
untuk menegakkan diagnosis terpimpin.
c) Daerah edentulous mencakup kerusakan maksilofasial kongenital
atau yang didapat.
2. Kondisi gigi penyangga buruk :
a) Gigi penyangga pada empat sisi tidak cukup untuk menahan struktur
gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.
b) Gigi penyangga pada empat sisi membutuhkan terapi lokal tambahan
yang lebih besar.
3. Oklusi buruk :
Diperlukan rencana penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah
dimensi vertikal.
4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas IV.
20
Gambar II.8 Klas IV edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: http://www.prosthodontics.org/membership/pdi.asp. Accessed on: December 18, 2010.)
2.3 KLASIFIKASI KENNEDY
Pada tahun 1923, Kennedy merancang sebuah sistem yang kemudian
menjadi popular karena sederhana dan mudah diaplikasikan11. Kennedy berupaya
untuk mengklasifikasikan lengkung tak bergigi agar dapat membantu pembuatan
desain gigitiruan sebagian lepasan12. Klasifikasi ini membagi semua keadaan tak
bergigi menjadi empat kelompok11. Daerah tak bergigi yang berbeda dari keadaan
yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu dalam empat kelompok tadi, disebut
sebagai modifikasi12.
21
Klasifikasi Kennedy :
Klas I
Daerah edentulous terletak di bagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan
berada pada kedua sisi rahang (bilateral)11,12,13.
Gambar II.9 Klas I edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
Klas II
Daerah edentulous terletak dibagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan hanya
berada pada salah satu sisi rahang (unilateral)11,12,13.
22
Gambar II.10 Klas II edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
Klas III
Daerah edentulous terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior
maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral)11,12,13.
Gambar II.11 Klas III edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
23
Klas IV
Daerah edentulous terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan
melewati garis median11,12,13.
Gambar II.12 Klas IV edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
2.4 KLASIFIKASI APPLEGATE-KENNEDY
Setelah bertahun-tahun menggunakan dan menerapkan klasifikasi Kennedy,
Applegate menganggap perlu mengadakan perubahan-perubahan tertentu demi
perbaikan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan prosedur klinis dengan
pembuatan desain dengan klasifikasi yang dipakai12.
24
Applegate kemudian memperbaiki klasifikasi tersebut yang kemudian
dikenal sebagai Klasifikasi Applegate-Kennedy. Applegate membagi rahang yang
sudah kehilangan sebagian giginya menjadi enam kelas12.
Klas I
Daerah edentulous sama dengan klas I Kennedy, terletak di bagian posterior dari
gigi yang masih tersisa dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral)11,12,13. Keadaan
ini sering dijumpai pada rahang bawah. Secara klinis dijumpai :12
1. Derajat resorpsi residual ridge bervariasi.
2. Tenggang waktu pasien tidak bergigi akan mempengaruhi stabilitas gigitiruan
yang akan dipasang.
3. Jarak antar lengkung rahang bagian posterior biasanya sudah mengecil.
4. Gigi asli yang masih ada atau tinggal sudah migrasi dalam berbagai posisi.
5. Gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.
6. Jumlah gigi yang masih tertinggal di bagian anterior umumnya 6-10 gigi saja.
7. Ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula.
Indikasi perawatan prostodontik klas I yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan
desain bilateral dan perluasan basis distal12.
25
Klas II
Daerah edentulous sama seperti klas Kennedy, terletak dibagian posterior dari gigi
yang masih tersisa dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral)11,12,13.
Secara klinis dijumpai keadaan :12
1. Resorpsi tulang alveolar terlihat lebih banyak.
2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.
3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis ini.
4. Pada kasus ekstrim, karena tertundanya pembuatan protesa untuk jangka waktu
lama, kadang-kadang perlu pencabutan satu atau lebih ggi antagonis.
5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi
temporomandibula.
Indikasi perawatan prostodontik klas II yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan
desain bilateral dan perluasan basis distal12.
Klas III
Daerah edentulous sama seperti klas III Kennedy, terletak diantara gigi-gigi yang
masih ada di bagian posterior maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi
rahang (unilateral)11,12,13. Daerah edentulous paradental dengan kedua gigi
tetangganya tidak lagi mampu memberi dukungan kepada protesa secara
keseluruhan12. Secara klinis, dijumpai keadaan :12
1. Daerah tak bergigi sudah panjang.
2. Bentuk atau panjang akar gigi kurang memadai.
26
3. Tulang pendukung mengalami resorpsi servikal, dan atau disertai goyangnya
gigi secara berlebihan.
4. Beban oklusal berlebihan.
Indikasi perawatan prostodontik klas III yaitu gigitiruan sebagian lepasan dukungan
gigi dengan desain bilateral12.
Klas IV
Daerah edentulous sama dengan klas IV Kennedy, terletak pada bagian anterior dari
gigi-gigi yang masih ada dan melewati garis median11,12,13. Pada umumnya untuk
klas ini dibuat gigitiruan sebagian lepasan, bila :12
1. Tulang alveolar sudah banyak hilang.
2. Gigi harus disusun dengan overjet besar, sehingga dibutuhkan banyak gigi
pendukung.
3. Dibutuhkan distribusi merata melalui banyak gigi penyangga, pada pasien
dengan daya kunyah besar.
4. Diperlukan dukungan dengan retensi tambahan dari gigi penyangga.
5. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk memenuhi faktor
esetetik.
Indikasi perawatan prostodontik klas IV yaitu :12
1. Gigitiruan cekat (GTC), bila gigi-gigi tetangga masih kuat.
2. Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) dengan desain bilateral dan dukungan gigi
atau jaringan atau kombinasi.
27
3. Pada kasus yang meragukan, sebaiknya dibuatkan GTSL.
Klas V
Daerah edentulous berada pada salah satu sisi rahang13, gigi anterior lemah dan
tidak dapat digunakan sebagai gigi penyangga atau tidak mampu menahan daya
kunyah12,13. Kasus seperti ini banyak dijumpai pada rahang atas, karena gigi kaninus
yang dicabut malposisi atau terjadi kecelakaan12.
Gambar II.13 Klas V edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate-Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
Indikasi perawatan prostodontik klas V yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan
desain bilateral dan prinsip basis berujung bebas di bagian anterior12.
Klas VI
Daerah edentulous terletak pada daerah unilateral dengan kedua gigi tetangga dapat
digunakan sebagai gigi penyangga12,13.
28
Gambar II.14 Klas VI edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate-Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
Biasanya dijumpai keadaan klinis12 :
1. Daerah edentulous yang pendek.
2. Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memungkinkan sebagai pendukung
penuh.
3. Sisa Prossesus alveolaris memadai.
4. Daya kunyah pasien tidak besar.
Indikasi perawatan prostodontik klas VI yaitu 12:
1. GTC,
2. GTSL dukungan gigi dan desain unilateral (protesa sadel).
29
Klas VII
Edentuous sebagian, semua gigi asli yang tersisa berada pada salah satu sisi rahang.
Kasus ini jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien hemimaxillectomy dan
hemimandibulectomy13.
Gambar II.15 Klas VII edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate-Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
Klas VIII
Edentulous sebagian, semua gigi asli yang tersisa terletak di salah satu sudut
anterior dari rahang. Kasus ini jarang terjadi pada pasien bedah maxillofacial dan
advanced periodontitis13.
30
Gambar II.16 Klas VIII edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate-Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: http://articulos.sld.cu/protesis/files/2009/06/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.)
Selain delapan klas di atas, klasifikasi Applegate-Kennedy juga mengenal
modifikasi untuk daerah edentulous tambahan12,13.
31
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Edentulous
Sebagian
Sistem klasifikasi PDI Sistem klasifikasi PDI
Klas I Klas II Klas III Klas IV Klas I Klas II Klas III Klas IV
Masyarakat Pulau Kodingareng
Total
umur
Jenis kelamin
Pendidikan terakhir
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 RANCANGAN PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian : Lapangan
Waktu penelitian : Cross sectional study
Hubungan antar variabel : Deskriptif
Adanya perlakuan : Observasional
4.2 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Pulau Kodingareng, Kelurahan Kodingareng, Kecamatan
Ujung Tanah, Makassar.
4.3 WAKTU PENELITIAN
Waktu penelitian : 29 April-1 Mei 2011
4.4 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
4.4.1 Populasi.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng
yang memiliki edentulous sebagian.
33
4.4.2 Subjek penelitian.
Subjek penelitian adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang berusia
diatas 18 tahun dan memiliki edentulous sebagian.
4.4.3 Kriteria sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang berusia diatas 18 tahun dan
telah kehilangan sebagian giginya atau edentulous sebagian.
2. Masyarakat yang bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan penelitian
dengan adanya persetujuan dan tanda tangan informed consent.
3. edentulous pada penelitian ini adalah edentulous sebagian atau kehilangan
sebagian giginya.
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :
1. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang masih memiliki gigi yang
lengkap.
2. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang menggunakan gigitiruan.
3. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang telah kehilangan seluruh
giginya.
34
4.5 METODE PEMILIHAN SAMPEL
Akan dilaksanakan survey awal untuk mengetahui dan mendata jumlah penduduk
Kodingareng yang memiliki edentulous sebagian. Metode pemilihan sampel yang
digunakan yaitu purposive sampling.
4.6 VARIABEL PENELITIAN
4.6.1 Identifikasi variabel.
Variabel dari penelitian ini adalah edentulous sebagian dan sistem klasifikasi
PDI.
4.6.2 Definisi operasional.
a. Edentulous sebagian adalah hilangnya sebagian gigi dalam satu rahang.
b. Sistem klasifikasi PDI adalah sistem yang digunakan untuk
mengklasifikasikan edentulous sebagian.
4.7 INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian yang akan digunakan adalah :
• Prosthodontic Diagnostic Index
• Alat oral diagnostic
35
4.8 PROSEDUR PENELITIAN
Dilakukan survey awal untuk mengetahui dan mendata jumlah penduduk Pulau
Kodingareng. Kemudian penelitian dilakukan dengan cara mengadakan
pemeriksaan langsung pada mulut pasien dengan bantuan kaca mulut dan panduan
Prosthodontic Diagnostik Index. Setelah itu, dilakukan pengolahan data dan akan
didistribusikan dalam bentuk tabel.
4.9 ALUR PENELITIAN
5. 6.
7.
Populasi dan
subjek
Penggunaan Instrumen :
PDI, alat diagnostik
Rumusan
Masalah Pengumpulan
Data :
Pemeriksaan
klinis
Pengolahan
Data
Penyajian Data dengan bentuk tabel/diagram
dan narasi
Simpulan dan
Saran
36
4.10 ANALISIS DATA
Jenis data : Data primer
Penyajian data : Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi
Pengolahan data : Data diolah secara manual
37
BAB V
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Pulau
Kodingareng, dengan jumlah sampel 54 orang diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel V.1 Distribusi frekuensi dan persentase pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng menggunakan PDI berdasarkan kelompok umur.
Umur
Edentulous sebagian Total
Klas I Klas II Klas III Klas IV n % n % n % n % n %
20-29 15 24,07 - - 2 3,70 - - 15 27,78 30-39 9 16,67 4 7,41 5 9,26 3 5,56 21 38,89 40-49 4 7,41 - - 3 5,56 1 1,85 8 14,81 50-59 1 1,85 - - 5 9,26 1 1,85 7 12,96 60-69 - - - - - - 2 3,70 2 3,70 70-79 - - - - - - 1 1,85 1 1,85 Total 27 50 4 7,41 15 27,78 8 14,81 54 100 Sumber : Sari K. Data primer. 2011
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng
prevalensi edentulous sebagian terbesar terdapat pada kelompok umur 30-39 tahun yaitu
sebanyak 21 orang atau 38,89% dan prevalensi terendah terdapat pada kelompok umur
70-79 tahun yaitu sebanyak satu orang atau 1,85%.
38
Tabel V.2 Distribusi frekuensi dan persentase pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng menggunakan PDI berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin
Edentulous sebagian Total
Klas I Klas II Klas III Klas IV n % n % n % n % n %
Perempuan 24 44,44 4 7,41 14 25,93 6 11,11 48 88,89 Laki-laki 3 5,56 - - 1 1,85 2 3,70 6 11,11
total 27 50 4 7,41 15 27,78 8 14,81 54 100 Sumber : Sari K. Data Primer. 2011.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng,
prevalensi edentulous pada jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 48 orang atau
88,89% dan prevalensi edentulous pada jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 6 orang
atau 11,11%.
Tabel V.3 Distribusi frekuensi dan persentase pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau
Kodingareng menggunakan PDI berdasarkan pendidikan terakhir.
Pendidikan terakhir
Edentulous sebagian Total
Klas I Klas II Klas III Klas IV n % n % n % n % n %
SD 25 46,30 2 3,70 15 27,78 7 12,96 49 90,74 SMP 1 1,85 1 1,85 - - - 2 3,70
Tidak sekolah 1 1,85 1 1,85 - - 1 1,85 3 5,56 Total 27 50 4 7,41 15 27,78 8 14,81 54 100
Sumber : Sari K. Data Primer. 2011.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng,
prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat yang memiliki pendidikan terakhir SD
adalah sebanyak 49 orang atau 90,74%, masyarakat yang memiliki pendidikan terakhir
39
SMP adalah sebanyak dua orang atau 3,70% dan masyarakat yang tidak bersekolah
adalah sebanyak tiga orang atau 5,56%.
Tabel V.4 Distribusi frekuensi dan persentase klasifikasi pasien edentulous sebagian pada masyarakat
Pulau Kodingareng menggunakan PDI \
Klasifikasi Edentulous Sebagian
n %
Klas I 27 50
Klas II 7 12,96
Klas III 14 25,93
Klas IV 6 11,11
Total 54 100
Sumber : Sari K. Data primer. 2011.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng
yang termasuk dalam klasifikasi klas I adalah 27 orang atau 50%, yang termasuk dalam
klasifikasi klas II adalah 7 orang atau 12,96%, yang termasuk dalam klasifikasi klas III
adalah 20 orang atau 37,04%, danyang termasuk dalam klasifikasi klas IV adalah enam
orang atau 11,11%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi tertinggi dalam
klasifikasi edentulous sebagian yang diukur berdasarkan Prosthodontic Diagnostic Index
pada masyarakat Pulau Kodingareng adalah klas I yaitu sebanyak 27 orang atau 50%
40
dan yang memiliki prevalensi terendah adalah klas IV yaitu sebanyak 6 orang atau
11,11%
41
BAB VI
PEMBAHASAN
Sebelum menentukan suatu perawatan yang akan dilakukan pada pasien
prostodonsi, kita harus menentukan diagnosis terlebih dulu. Sistem klasifikasi
Prosthodontic Diagnostic Index (PDI) dapat memberikan dasar dalam penentuan
diagnosis dan menentukan prosedur perawatan yang tepat, akan tetapi PDI bukan
merupakan prediktor keberhasilan2.
Dari sudut pandang klinis, pengklasifikasian pasien menurut kriteria yang telah
diatur sebelumnya menawarkan banyak manfaat. Pertama, PDI menetapkan diagnosis
yang lebih akurat dan dasar untuk prosedur perawatan yang tepat, yang menghasilkan
parawatan pasien yang paling berhasil. Kedua, indeks ini memudahkan dan
meningkatkan komunikasi antar dokter gigi dan spesialis karena mereka menggunakan
terminology yang sama (klas I-IV). Ketika diberlakukan dalam praktek pribadi, indeks
tersebut dapat memudahkan dokter gigi umum yang akan merujuk pasien dengan klas
yang lebih parah ke spesialis. Insiden perawatan ulang seharusnya menurun. National
health system yang memberikan layanan dental ke masyarakat dapat mengambil
keuntungan yang telah disebutkan sebelumnya2,3.
42
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat Pulau
Kodingareng yang bertujuan untuk mengetahui keadaan edentulous sebagian yang
berumur 18 tahun keatas.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada tabel V.1 berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat bahwa prevalensi edentulous sebagian terbesar terdapat
pada kelompok umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 38,89% dan prevalensi
terendah terdapat pada kelompok umur 70-79 tahun yaitu sebanyak satu orang atau
1,85%.
Semakin bertambah usia, semakin banyak gigi yang tanggal baik karena karies,
penyakit periodontal dan iatrogenik. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian, pada
masyarakat Pulau Kodingareng yang telah berumur ≥50 tahun sebagian besar telah
kehilangan seluruh giginya atau edentulous total dan telah menggunakan gigitiruan
penuh (GTP). Menurut Pelton dkk memperlihatkan bahwa setelah usia 15 tahun, kira-
kira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena penyakit periodontal, 37% hilang
karena karies, sedangkan 13% oleh akibat lain misalnya trauma14.
Pada tabel V.2 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat bahwa prevalensi
edentulous sebagian pada perempuan yaitu sebanyak 48 orang atau 88,89% dan
prevalensi edentulous sebagian pada laki-laki yaitu sebanyak enam orang atau 11,11%.
Dari data ini menunjukkan bahwa pada masyarakat Pulau kodingareng laki-laki
cenderung memperhatikan kebersihan dan kesehatan sehingga kesehatan gigi dan mulut
laki-laki lebih baik daripada perempuan dengan demikian perempuan cenderung lebih
cepat kehilangan gigi. Kelemahan dari penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan pada
43
hari sabtu, dan pada hari tersebut sebagian besar penduduk pria yang tinggal di Pulau
Kodingareng pergi berlayar untuk memancing ikan sehingga masyarakat yang datang
sebagian besar adalah wanita.
Tingkat pendidikan erat kaitannya terhadap tuntutan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak penelitian mengatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka makin tinggi pula tuntutannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang bermutu15. Selain itu, menurut Green dan Pincus yang dikutip oleh
Situmorang, ditemukan korelasi kuat antara pendidikan dengan kesehatan serta
pendidikan dengan perilaku sehat16. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan di atas,
yaitu sebagian besar (90,74%) sampel menunjukkan bahwa tingkat pendidikan hanya
pada tingkat sekolah dasar (tabel V.3). Dengan melihat tingkat pendidikan masyarakat
Pulau Kodingareng yang rendah, maka hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada tabel V.4 dapat dilihat bahwa
sebagian besar pasien edentulous sebagian masuk dalam kelompok Klas I yaitu
sebanyak 27 orang atau 50%. Pengelompokan ini berdasarkan kuesioner/indeks yang
digunakan yaitu daerah edentulous hanya terdapat pada 1-2 gigi dan kondisi gigi
penyangga pada umumnya baik, meskipun ada gigi yang memerlukan perlakuan
tambahan (periodontal, endodontik) sebagian besar hanya terdapat pada 1-2 sextan saja.
Sedangkan pada pengelompokan klas lainnya seperti klas II terdapat 7 orang atau
12,96%. Pengelompokan klas II ini berdasarkan index yang digunakan, jumlah gigi yang
44
hilang yaitu beberapa gigi saja dan termasuk kaninus. Pengelompokan klas III yang
merupakan kelompok terbesar kedua yaitu sebanyak 14 orang atau 25,93%.
Pengelompokan tersebut dilihat dari keadaan gigi penyangga pasien yang termasuk
dalam kelompok klas III ini pada umumnya terdapat karies dan telah terjadi atrisi.
Pengelompokan terakhir yaitu kelompok klas IV sebanyak 6 orang atau 11,11%.
Pengelompokan tersebut dilihat dari daerah edentulous pasien yang terdapat pada
seluruh daerah posterior yang terdapat pada salah satu rahang sehingga terjadi perubahan
vertikal dimensi.
Dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh mahasiswa tahun
keempat dan kelima Undergraduate Prosthodontic and Comprejensive Dental Care
Clinics of the Dental School of Athens, Yunani terhadap pasien prostodonsi yang datang
ke klinik Undergraduate di Dental School of Athens. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien edentulous dikelompokkan dalam klas III.
Pengelompokan tersebut berdasarkan kondisi gigi penyangga. Data penelitian tersebut
mengindikasikan perawatan prostodontik yang sulit dan kompleks sehingga
menimbulkan masalah lain yaitu pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki oleh
mahasiswa pada tahun keempat dan kelima belum memenuhi syarat untuk menyediakan
protesa lepasan tanpa dukungan tambahan yang signifikan1.
Pentingnya menggunakan PDI dalam kelompok pasien yang dipilih, misalnya
kebutuhan khusus, lansia harus ditekankan dimana perawatan gigi, khususnya
prostodontik akan disulitkan oleh keragaman, kompleksitas dan keparahan masalah
medis/mental yang terkait dengan pasien. Indeks ini seharusnya digunakan pada tahap
45
awal di Oral Diagnostic and Radiology Clinic, sewaktu pemeriksaan awal pasien.
Pengumpulan seluruh data (radiografi, klinis, fisik, medis) dan penentuan kriteria akan
memungkinkan distribusi pasien yang tepat khususnya mereka dengan prognosis yang
kurang baik1.
46
BAB VII
PENUTUP
7.1 SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat Pulau Kodingareng, dapat
ditarik kesimpulan :
1. Prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng sebanyak
54 orang atau sebesar 1,29% dari jumlah penduduk di pulau tersebut.
2. Berdasarkan kelompok usia, prevelensi edentulous sebagian terbesar terdapat
pada kelompok umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 38,89%.
3. Berdasarkan jenis kelamin, pada masyarakat Pulau Kodingareng prevalensi
edentulous sebagian terbesar terdapat pada wanita yaitu sebesar 88,89%.
4. Tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang rendah mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut sehingga berdampak pada besarnya prevalensi
edentulous sebagian.
47
7.2 SARAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka penulis menyarankan :
1. Pentingnya diadakan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut agar dapat
mengurangi jumlah kehilangan gigi pada masyarakat.
2. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar
penerapan PDI pada setiap pasien edentulous baik total maupun sebagian, sebab
indeks ini dapat membantu keakuratan dalam menentukan diagnosis dan
menentukan rencana perawatan yang tepat menurut kompleksitas kasus sehingga
insiden perawatan ulang dapat menurun.
48