Kemo Kin
-
Upload
iqbal-perdana -
Category
Documents
-
view
173 -
download
7
Transcript of Kemo Kin
KEMOKIN
Kemokin dan reseptornya merupkan mediator penting dalam perjalanan sel.
Kebanyakan kemokin adalah protein kecil dengan berat molekul berkisar 8-10 kDa.
Kemokin disintesis oleh beberapa sel dan dapat diinduksi oleh berbagai tipe sel.
Kemokin berperan dalam inflamasi, angiogenesis, perkembangan neural, metastasis
kanker, hematopoiesis, dan penyakit infeksi.
Pada kulit, kemokin berperan penting pada dermatitis atopic, psoriasis, melanoma,
metastasis melanoma, dan beberapa infeksi virus (termasuk retroviral).
Terapi aplikasi kemokin yang menjanjikan meliputi pencegahan tertahannya sel T pada
endotel aktif atau memblok infeksi sel T karena human immunodeficiency virus 1
menggunakan analog reseptor 5 kemokin CC.
Kulit merupakan suatu organ yang didalamnya terjadi migrasi, influx, dan pengeluaran
leukosit baik dalam proses homeostasis dan inflamasi. Kemokin dan reseptornya sebagai
mediator penting dalam lalu lintas seluler. Sejak ditemukanna sitokin kemoatraktan pertama,
atau kemokin pada tahun 1977. 50 kemokin tambahan baru dan 17 reseptor kemokin telah
ditemukan. Sebagian besar kemokin merupakan protein kecil dengan berat molekul 8-10 kD
dan disintesis di beberapa sel dan dapat diinduksi pada banyak jenis sel sitokin. Pada
awalnya hanya dikaitkan dengan penrekrutan subset leukosit pada daerah inflamasi, telah
jelas bahwa kemokin memainkan peranan dalam angiogenesis, perkembangan neural,
metastasis kanker, hematopoiesis., dan penyakit-penyakit infeksi. Bab ini terutama focus
pada fungsi kemokin dalam kondisi infamasi dan juga peranannya dalam kondisi lainnya.
Gambaran struktur kemokin dan reseptor kemokin akan dijelaskana lebih rinci pada
molecular signaling pathway yang diinisiasi oleh ikatan kemokin dan reseptornya yang sama.
Pola ekspresi reseptor kemokin akan terinci karena banyak tipe sel imun yang potensial dapat
dipanggil pada kondisi kulit inflamasi. Reseptor kemokin sendiri disorot fungsinya sebagai
sel T efektor pada kulit dan sebagai jalan antigen-presenting cell keluar dari kulit. Akhirnya
pengaturan kemokin dan reseptornya pada beberapa penyakit kulit dermatitis atopik,
psoriasis, kanker dan infeksi kulit dipahami lebih baik dengan mengetahui fungsi kemokin
pada kulit.
STRUKTUR KEMOKIN
Kemokin dikelompokkan menjadi empat subfamily berdasarkan jarak asam amino antara
dua system pertama. Kemokin CXC (juga disebut α kemokin) menunjukkan motif C-X-C
dengan suatu asam amino tambahan dan diistilahkan subfamili CC. dua subfamily yang
tersisa meliputi hanya satu kelompok masing-masing : subfamili 1 yang dipresentasikan oleh
limfotoksin dan fraktalkin adalah satu-satunya anggota subfamili CXXXC (atau CX3C).
kemokin juga dapat dianggap satu dari dua kelompok, dan mungkin tumpang tindih dalam
hal kelompok fungsional. Satu kelompok [misalnya regulated on actvation normal T cell
expressed and secreted (RANTES), protein 1 α/β inflamasi makrofag, liver and activation-
regulated kemokin (LARC)] memperantarai penarikan dan rekrutmen sel-sel imun ke lokasi
peradangan aktif, sedang yang lain [misalnya, secondary lymphoid-organ chemokine (SLC)
dan stromal cell-derived factor-1 (SCF-1)] sepertinya memainkan peran dalam jalur migrasi
kontitutif atau homeostatik.
Kompleksitas dan tumpang tindih dalam nomenklatur kemokin telah mengarahkan pada
pengajuan nomenklatur sistemik untuk kemokin berdasarkan jenis kemokin (C, CXC, CX3C
atau C) dan penomoran berdasarkan urutan penemuan seperti yang diajukan oleh Zlotnik dan
Yoshie. Sebagai contoh SDF-1, sebuah kemokin CXC, mempunyai nama sistematik
CXCL12. Karena kedua nomenklatur masih digunakan secara luas, nama aslinya (disingkat
dalam sebagian besar kasus) sama halnya dengan nama sistematik yang digunakan
bergantian di seluruh bab. Tabel 12-1 memuat daftar reseptor-reseptor kemokin yang sering
di kulit yang disikusikan pada bab ini sama halnya dengan ligand kemokin mayor yang
berdekatan dengan mereka.
Kemokin dikonservasi dan memiliki struktur seunder dan tersier yangs erupa.
Berdasarkan uji kristalografi, suatu ujung amino yang tidak teratur yang diikuti oleh tiga
antiparallel β-pleated seheets merupakan sebuah gambaran structural umum dari kemokin.
Fraktalkin unik dalam hal domain kemokinnya menduduki puncak penonjolan seperti musin
pada membrane plasma melalui domain transmembran dan ekor sitoplasmik pendek.
Meskipun kemokin CXC dan CC membentuk struktur multimetrik dalam kondisi-kondisi
yang dibutuhkan. Memang, kemampuan kemokin bermuatan positif untuk berikatan dengan
GAGs dianggap memungkinkan kemokin untuk berikatan dengan permukaan lumen
pembuluh darah selain adanya kekuatan dari darah yang dapat melepaskan kemokin.
RESEPTOR KEMOKIN DAN TRANSDUKSI SINYAL
Reseptor kemokin merupakan tujuh protein transmembran sampai membran yang
berpasangan dengan protein G heterotrimerik intraseluler meliputi subunit α, β dan γ. Mereka
mewakili sebagian dari family protein G yang banyak terikta reseptor (GPCRs). Termasuk
rhodopsin, yang memiliki fungsi biologis penting. Leukosit mengekspresikan beberapa
subtype protein G α : s, r dan q, sedang subunit β, dan γ masing-masing memiliki 5 dan 10
subtipe yang dikenal. Kompleksitas dalam formasi protein G heterotrimerik dapat
diperhitungkan dalam spesifitas aksi reseptor kemokin tertentu. Normalnya protein G bersifat
inaktif ketika guanosin difosfat (GDP) terikat, tetapi diaktivasi ketika GDP menggantikan
guanosin trifosfat (GTP) (gambar 12-1). Setelah berikatan dengan ligand reseptor kemokin
denganc epat berikatan dengan protein G, yang secara bergantian meningkatkan pergantian
GTP manjadi GDP. Toksin pertussis umumnya digunakan sebagai inhibitor GPCR secara
ireversibel dari subunit adenosine diphospate-ribosylates G α kelas 1 dan selanjutnya
mencegah sebagian besar pemberian sinyal yang diperantarai resepor kemokin.
Aktivasi protein G dapat mengarahkan disosiasi subunit G α dan G βγ (lihat Gambar 12-
1). subunit G α telah diobservasi mengaktivasi protein tirosin kinase dan protein kinase yang
diaktivasi mitogen, mengakibatkan oerubahan sitoskeletal oelh transkripsi gen. subunit G α
mempertahankan GTP, yang dengan lambat dihidrolisis oleh aktivitas guanosin trifosfatase
(GTPase). Aktivitas GTPase secara positif dan negative diregulasi oleh protein yang
diaktivasi oleh GTPase (juga dikenal sebagai regulator protein pemberi sinyal protein G).
Dimer G βγ menginisiasi proses pemberian sinyal yang penting untuk kemotaksis dan adhesi
sel. Kondisi ini mengaktivasi fosfolipase C, memungkinkan terjadinya pembentukan diasil
gliserol dan inositol trifosfat [Ins (1,4,5)P3] menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sitosol,
bersama-sama dengan diasilgliserol, mengaktivasi isoform protein kinase C. meskipun
subunit G βγ telah ditunjukkan penting dalam kemotaksis, subunit G α1 diketahui tidak
memiliki peranan dalam hal migrasi kemotaktik. Juga terdapat bukti bahwa pengikatan
reseptor kemokin berakibat pada aktivasi intraseluler yang lain meliputi Ras dan Rho,
fosfatifil inositol-3-kinase.
Gambar 12-1 Chemokine receptor-mediated signaling pathways. RAMP = receptor activity-
modifying protein, RGS = regulator of G-protein signaling; GRK = G protein coupled receptor
kinase; DG = 1,2-diacylglycerol; PLC = phospholipase C; PIP2 = phosphatidylinositol-4,5-
biphosphonate; IP3 = inositol-1,4,5-triphosphate; PKC = protein kinase C, CK = chemokine,
PTX = pertussis toxin; ER = endoplasmi reticulum; PTK = protein tyrosine kinase (s), MAPK =
mitogen activated protein kinase.
RhoA dan protein kinase C sepertinya memainkan peranan dalam perubahan afinitas
integrin, sedang fosfatifil inositol-3-kinase mungkin penting dalam perubahan status aviditas
antigen terkait fungsi limfosit 1. Protein lain ditemukan meregulasi sintesisi, ekspresi, atau
degradasi GPCRs. Sebagai contoh, protein yang memodifikasi aktivitas reseptor bekerja sebagai
kaperon dari tujuh reseptor pada transmembran dan mergulasi ekspresi permukaan sama halnya
dengan spesifitas ligand terhadap reseptor kemokin (lihat Gambar 12-1). Setelah reseptor-
reseptor kemokin terpapar ligand yang sesuai, mereka seringkali diinternalisasi sehingga
menyebabkan ketidakmampuan reseptor kemokin untuk memediasi proses pemberian sinyal
lebih lanjut. Penurnan regulasi fungsi kemokin, yang telah dikenal dengan GPCR kinase dan
internalisasi resptor yang berikutnya (lihat Gambar 12-1). Desensitisasi mungkin merupakan
mekanisme penting dalam regulasi fungsi respon kemokin dengan menghambat migrasi sel
ketika leukosit tiba di lokasi utama peradangan.
PERJALANAN KEMOKIN DAN LEUKOSIT KUTANEUS
Secara umum, kemokin dianggap memeranakan sedikitnya tiga peran yang berbeda
dalam rekrutmen sel-sel induk pertahanan, terutama leukosit, menuju lokasi inflamasi. PErtama,
mereka memberikan sinyal atau sinyal-sinyal yang diperlukan agar leukosit dattang untuk
menetap (tertangkap) di pembuluh darah di daerah peradangan seperti kulit. Kedua, kemokin
telah ditunjukkan memiliki peran dalam transmigrasi leukosit dari daerah lumen ke daerah
adlumen ketika, kmokin menarik leukosit ke daerah inflamasi di dermis atau epidermis setelah
proses transmigrasi. Keratinosit dan selsel endothelial merupakan sumber yang kaya dengan
kemokin jika distimulasi oleh sitokin yang sesuai. Sebagai tambahan, kemokin dan reseptornya
diketahui memiliki peranan penting dalam emigrasi dalam sel dendritic yng ada di kulit (DCs)
[yaitu sel Langerhans (LC dan sel dendritic dermal (DCs)] dari kulit ke nodus limfatikus (LNs)
melalui pembuluh limfe afferent, suatu proses penting untuk berkembangnya respon imun yang
didapat (lihat Bab 10).
Seksi ini dibagi menjadi tiga subseksi. Yang pertama, mengenalkan konsep dasar
bagaimana semua leukosit tertangkap di pembuluh darah yang mengalami peradangan sebelum
terjadi transmigrasi dengan menunjukkan model rekrutmen leukosit multistep. Yang kedua,
menjelaskan bagaimana kemokin memrantarai migrasi fisiologik DCs dari kulit ke nodus
limfatikus regional.
Pengrekrutan Leukosit Model Multistep
Agar leukosit dapat melekat pada dan memigrasi ke jaringan perifer, mereka harus
mengatasi kekuatan dorong aliran darah vascular saat berikatan dengan sel endothelial yang
teraktivasi pada daerah peradangan . Berdasarkan model kaskade atau multistep dari rekrutmen
leukosit (lihat gambar 12-1), suatu set dari molekul-molekul adhesi homolog yang disebut
selektin memerantarai perlekatan sementara leukosit ke sel-sel endotehelial saat set lain dari
molekul-molekul adhesi yang dikenal integrin dan reseptor mereka (kelompok superfamili
immunoglobulin) memerantarai perlekatan yang lebih kuat (tertangkap) dan transmigrasi .
Selektin (E-, L-, dan P-Selektin) merupakan kelompok family protein terikta karbohidrat yang
lebih banyak yang dikenal dengan isitlah lektin. Selektin berikatan dengan ligand karbohidratnya
yang berlokasi di scaffolds protein dan dengan demikian memerantarai pengikatan sementara
atau terdapat leukosit pada sel-sel endothelial.
Selektin vaskuler yang berhubungan dengan kulit yang dikenal dengan E-Selektin
diupregulasi di sel-sel endothelial oleh sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF)-α
dan berikatan dengan karbohidrat berbasis Lewis X. Ligand E-Selektin membentuk epitope yang
bisa dibedakan dikenal sebagai cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA). CLA
diekskresikan oleh 10-40% sel T memori dan telah dianggap sebagai penanda sel T yang
menetap di kuiit. Sedikitnya dua reseptor kemokin [reseptor kemokin CC 10 (CCR10) dan
CCR4] menunjukkan ekspresi prefensial pada sel T memori CLA +. Sedang E-Selektin
sepertinya merupakan suatu komponen penting yang terdapat pada kulit, juga terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa L-selektin terkait dalam migrasi sel T ke kulit.
Di fase kedua model ini, integrin leukosit seperti family β2 harus dinyalakan atau
diaktivasi dari fase istirahatnya untuk berikatan dengan reseptor lawannya seperti interceluler
adhesion molecule 1 yang diekspresikan oleh sel-sel endothelial. Banyak data menunjukkan
bahwa perlekatan kemokin dengan reseptor kemokin pada leukosit memainkan peran penting
dalam aktivasi integrin β1 dan β2, aktivasi reseptor-resptor kemokin memungkinakn terjadinya
kaskade pembentukan sinyal yang kompleks (lihat Gambar 12-2) yang menyebabkan perubahan
konformasional pada integrin tunggal untuk ligand mereka. Lebih jauh, langkah selanjutnya dari
migrasi (yaitu transmigrasi atau diapedesis) telah ditunjukkan tergantung pada kemokin-kemokin
sama halnya dengan kasus-kasus tertentu. Berkaitan dengan neutrophil, kemampuan mereka
untuk menuju pembuluh darah yang meradang sepertinya tergantung pada ekspresi ligand L-
Selektin dan E-selektin dimana penangkapan mereka pada endothelial yang teraktivasi
tergantung pada ekspresinya terhadap CXCR1 dan CXCR2 yang dijelaskan di bawah untuk
penyembuhan luka (Lihat Bab 163). Aktivasi integrin melalui sinyal-sinyal yang dimediasi
kemokin lebih kompleks pada sel T, yang sepertinya menggunakan reseptor kemokin multiple,
dan digambarkan lebih jelas di subseksi berikut.
Migrasi Sel T yang Dimediasi-Kemokin
Sel T yang belum terpapar antigen dikenal dengan istilah naïve dan dapat diketahui
melalui ekspresi tiga protein permukaan sel SD45RA (suatu isoform dari penanda panleukosit),
L-selektin, dan reseptor kemokin CCR-7. Sel T ini bermigrasi dengan efisien ke nodulimfatikus
sekunder, dimana mereka dapat melakukan kontak dengan DCs yang mengandung antigen dari
perifer. Sekali teraktivasi oleh DCs yang mempresentasikan antigen, sel T kemudian
mengekspresikan CD45RO, dikenal sebagai sel T memori, dan sepertinya mengekspresikan
beragam molekul-molekul adhesi dan reseptor-reseptor kemokin yang memfasilitasi ekstravasasi
mereka dari pembuluh darah ke jaringan perifer yang mengalami peradangan. Subset spesifik
CCR7, sel T memori L-selektin, telah dikemukakakn untuk mewakili subset sel T memori
efektor yang siap untuk penyebaran cepat di daerah perifer dalam hal aktivitas sitotoksik mereka
dan kemampuannya untuk memobilisasi sitokin.
Gambar 12-2 Beberapa langkah pemanggilan leukosit. Leukosit yterdorong melalui aliran
darah, pertama terikat transien atau “roll” pada permukaan sel endotel diaktifkan melalui
interaksi yang cepat dengan P-E, atau L-selektin. Kemokin diekskresi oleh sel endotel dan
mengikat proteoglikan yang menyajikan molekul reseptor kemokin untuk kemokin pada
permukaan leukosit tersebut. Setelah ligase reseptor kemokin, sinyal intraseluler menyebabkan
perubahan dalam konformitas integrin dan perubahan dalam distribusinya pada membrane
plasma sehingga menghasilkan afinitas tinggi/ aviditas pengikatan integrin pada molekul adhesi
sel endotel interseluler “aktivasi integrin” (ICAMs) dan adhesi sel vaskuler molekul (VCAM)-1
langkah tersebut disebut “firm adhesion”, yang kemudian diikuti oleh transmigrasi dari leukosit
diantara sel-sel endotel dan masuk ke jaringan.
Meskipun kemokin disekresikan dan dapat larut, muatan positif pada sebagian besar
kemokin memungkinnya untuk berikatan dengan proteoglikan yang bermuatan negative seperti
heparin sulfat yang terdapat pada permukaan lumen sel endothelial, sehingga memungkinkannya
untuk dipresentasikan terhadap sel T saat mereka bergerak sepanjang permukaan lumen (lihat
Gambar 12-2). Setelah pengikatan ligan reseptor-reseptor kemokin mengirimkan sinyal-sinyal
intraseluler yang dapat meningkatkan afinitas dan aviditas integrin sel T seperti antigen I terkait
fungsi limfosit dan antigen 4 yang sangata lambat untuk molekul adgesi intraseluler untuk
reseptor endothelial mereka dan molekul adhesi sel vascular 1. Hanya sedikit reseptor kemokin
(CXCR4, CCR7, CCR4, dan CCR6) diekspresikan pada tingkap yang cukup pada sel T darah
perifer istirahat untuk memerantarai transisi ini.Dengan aktivasi dan stimulasi interleukin (IL-2)
jumlah reseptor kemokin yang meningkat membuat mereka mungkin memberi respon untuk
kemokin yang lain. Di beberapa system berbeda, hambatan kemokin spesifik yang dihasilkan
oleh sel-sel endotel atau reseptor-reseptor kemokin yang ditemukan pada sel T secara dramatis
mempengaruhi pengakapan sel T in vivo dan in vitro.
CXCR3 berperan sebagai reseptor untuk ligand kemokin Mig (monokine induced by
interferon γ), interferon-inducible T cell α-chemoattractant. Semua dari ketiga kemokin tersebut
dibedakan dari kemokin lain dengan cara melakukan upregulasi oleh interferon γ. Sel T yang
istirahat tidak mengekspresikan level fungsional CXCR3, tetapi upregulasi reseptor ini dengan
aktivasi dan sitokin-sitokin seperti IL-2. Sekali diekspresikan pada sel T, CCR3 mampu
memerantarai penangkapan sel T pada sel endothelial yang teraktivasi. Ekspresi dari ligand
kemokinnya dengan kuat dipengaruhi oleh sitokin interferon γ, yang bekerja secara sinergis
dengan sitokin proinflamasi seperti TNF α untuk meningkatkan ekspresi ligand-ligand ini
melalui sel endothelial dan sel epithelial yang teraktivasi.
Secara umum, aktivasi sel T oleh sitokin seperti IL-2 dihubungkan dengan meningkatnya
ekspresi CCR1, CCR2, CCR5, dan CXCR3 hanya karena subset T helper 1 (Th1) dan Th2
memiliki peranan fungsional yang berbeda mungkin CCR4 dan CCR3 berhubungan dengan sel
Th2 dimana sel Th1 berhubungan dengan ccR5 dan cxCR3. Reseptor kemokin berfungsi sebagai
marker yang dapat mengidentifikasi limfosit tipe Th1 dan Th2 dimana keadaan mereka
meningkat ketika terjadi inflamasi yang ditandai oleh keadaan alergi atau mediasi sel imunitas.
Ketika sel T diaktivasi, Th1 meningkatkan prduksi sitokin, CXCR3 dan CCR5 dalam jumlah
yang tinggi sedangakan Th2 meningkatkan produksi CCR4, CCR8 dan CCR3. Pada rheumatoid
arthritis dimana Th1 dominan, infiltrasi sel T meningkatkan produksi CCR5 dan CXCR3,
sedangkan pada penyakit atopi CCR4 tampak lebih dominan . pada beberapa keadaan dapat
terjadi tumpang tindih antara sel Th1 dan Th2 dimana keduanya sama-sama dapat menghasilkan
CCR4.
Epidermis kaya akan sumber kemokin, termasuk RANTES, (MCP-1), IP-10, I-8< LARC
dan TARC, yang berperan dalam migrasi sel T di epidermis. Keratinosit/kulit bersisik yang
terlihat pada pasien penyakit kulit muncul sebagai hasil dari profil kemokin yang unik. Dalam
hal ini, derivate keratin dari pasien dengan dermatitis atopi (lihat BAB 14), membentuk
messenger RNA untuk RANTES yang muncul untuk merespon IL-4 da TNF-α. Pada pasien
psoriasis (lihat BAB 18), derivate keratin membentuk IP-10 dan IL-8 dalam jumlah yang tinggi
karena adanya stimulasi pada sitokin, kemokin diketahui juga berperan dalam pembentukan
neutrophil. IL-8 mungkin berperan dalam pembentukan sejumlah besar neutrophil di superabasal
dan lapisan tanduk epidermis pada psoriasis.
CTACK/CCL 27 muncul di epidermis secara selektif dan diekspresikan terus menerus di
epidermis dan ekspresinya sedikit meningkat pada keadaan inflamasi. Menarinya CTACK
dilaporkan merekrut CLA sel T memori in vitro dan telah didemonstrasikan berperan merekrut
dan fungsi skin homing sel T pada penyakit inflamasi.
KEMOKIN DALAM PERJALANAN SEL DENDRITIK DARI KULIT MENUJU
LIMFONODUS REGIONAL
Antigen presentin cell, termasuk DCs merupakan respon yang pertama kali muncul dalam
system imun dan pola perjalanannya mempengaruhi hasil imunologi. Tujuan perjalanan ini yaitu
membawa Ag pada sisi yang terinfeksi atau terluka dan membawa Ag ini ke nodus limfa
regional dan mengatur respon dari sel T dan sel B. DCs di kulit merupakan derivate dari
hematopoietic sumsum tulang dan bermigrasi ke kulit selama akhir prenatal dan awal kehidupan
bayi. Pada keadaan istirahat (steady state), homeostatik diproduksi oleh keratinosit dari CXCL
14 (reseptor tidak diketahui) yang mungkin terlibat dalam menarik precursor CD 14 DC menuju
lapisan bsal epidermis. Pada keadaan inflamasi, dimana DC dan LC meninggalkan kulit dalam
jumlah besar, keratinosit melepaskan kemokin termasuk CCL2 dan CCL7 ( melalui CCR2) dan
CCL20 (melalui CCR6), dimaa mereka juga menarik monosit seperti, precursor DC menuju
epidermis untuk menanbah populasi LC. Aktivasi DC secara spesifik mengatur ekspresi dari
CCR7, yang berikatan dengan kemokin jaringan limfoid sekunder (SLC/CCL21), kemokin
diekspresikan oleh sel endotel limfa (lihat Gbr 12-2 pada edisi on-line). SLC membimbing DCs
menuju pembuluh darah limfa di dermis dan mempertahankan mereka dalam nodus limfa
regional (Fig 12-3).
Menariknya, sel T juga berperan penting dalam mengekspresikan CCR7. Pola perjalanan
CCR7 didemonstrasikan oleh LCs yang menjelaskan migrasi CCR7 dari kulit menuju nodus
limfa regional. CCR7 dan ikatannya setidaknya memfasilitasi dua sel yang berbeda yaitu sel T
dan DCs menuju nodus limfa melalui dua rute yang berbeda yaitu pada saat inflamasi dan pada
saat istirahat.
Setelah DCs mencapai nodus limfa, mereka harus berinteraksi dengan sel T untuk
membentuk immunologic synapse yang penting untuk aktivasi sel T, aktivasi DCs mensekresi
sejumlah kemokin termasuk makrofag-derivat kemokin, dimana menarik sel T menuju DCs
untuk meningkatkan ikatan antara kedua tipe sel tersebut. CCR5 (melalui CCL3/4) juga
diidentifikasi sebagai mediasi dari sel T CD8+ untuk beragregasi dengan Ag spesifik sel T CD4+
dan DCs. Lebih jauh lagi, pola migrasi dari kemokin, yang membawa DCs dan sel T menuju
nodus limfa regional tampak sebagai suatu sinyal langsung untuk sel T (Gbr 12-3).
KEMOKIN DALAM PENYAKIT
Dermatitis Atopi
Dermatitis atopi yang dimediasi sel Th2, penyakit alergi pada kulit dimana kemomins berperan
pada patogenesisnya. Mekanisme limfosit pada DA memperkirakan sel Th2 berhubungan dengan
reseptor kemokin, CCR4, dan ikatannya, TARC/CCL17 mungkin berperan dalam merekrut sel T
pada DA. Pada pasien DA, limfosit CLA+CCR4+ ditemukan meningkat pada daerah perifer
dibandingkan dengan kontrol. Lebih jauh lagi, serum level TARC pada pasien DA meningkat 10
kali dibandingkan dengan individu yang tidak terinfeksi dan berhubungan dengan beratnya
penyakit, dimana pada psoriasis serum level TARC hanya meningkat sedikit. Menariknya,
kemokin lainny CCL18, dimana reseptornya tidak diketahui, diproduksi oleh LC dan secara
selektif terlihat pada pasien dermatitis atopi dibandingkan pasien psoriasis. Sama dengan TARC,
CCL18 menarik CLA+ sel T memori. Mungkin karena ada pengaruh dari faktor psikologis,
ekspresi CCL18 tereliminasi pada kulit yang telah mengalami perubahan karena alergen debu
tungau dan antigen stafilokokus.
Gambar 12-3. Perjalanan sel Langerhans epidermis ke kelenjar getah bening regional. Sel
Langerhans diaktifkan oleh berbagai rangsangan termasuk cedera, agen infeksi, dan sitokin
seperti IL-1α dan TNF- α. Setelah antigen disampling LC diaktifkan dengan menurunkan
regulasi E-kaderin dan meningkatkan regulasi CCR7. Dengan adanya ikatan CCR-7, SLC (*),
diproduksi oleh sel endotel limfatik, secara pasif mengalir ke kelenjar getah bening, dan berhenti
di zona sel T (TCZ) yang kaya dua ikatan CCR7, SLC dan ELC. Perhatian bahwa kemokin juga
berkontribusi terhadap perekrutan LC pada kondisi istirahat dan inflamasi. Bcz, B-cell zones.
Eosinofil yang meningkat sering ditemukan pada penyakit alergi, termasuk DA dan
cutaneous drug reactions, yang dimediasi oleh kemokin. Eotaxin/CCL11 pertama kali diisolasi
dari cairan bronkoalveolar pada babi setelah tes alergi, dan berikatan dengan CCR3, reseptor
yang diekspresikan oleh eosinofil, basofil dan sel Th2. Injeksi eotaxin pada kulit meningkatkan
eosinofil dimana anti-eotaxin antibody menunda perekrutan eosinofil di dermis pada fase delay
reaksi alergi pada kulit tikus. Reaksi imun dan messenger RNA mengekspresikan eotaxin dan
CCR3 dimana keduanya meningkat pada lesi kulit dan pada pasien DA, tapi tidak pada kontrol
nonatopik. Eotaxin juga terlihat meningkatkan proliferasi dari CCR3. Pada akhirnya ekspresi
eotaxin (dan RANTES) dari sel endotel dermis berhubungan dengan pemunculan eosinofil pada
dermis pasien onkocerciacis yang memperlihatkan reaksi alergi setelah mendapat terapi
ivermectin. Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi eotaxin dan CCR3 berperan dalam
merekrut eosinofil dan limfosit Th2 dalam menstimulasi proliferasi keratinosit.
Psoriasis
Psoriasis dikarakteristikan dengan adanya hiperplasi epidermis (akantosis) dan meningkatnya
infiltrat inflamasi pada dermis dan epidermis, yang ditandai dengan penebalan, plak pruritus,
penyebabnya tidak diketahui secara jelas, meskipun diperkirakan dimediasi oleh Th1, merupakan
penyakit autoimun. Seperti terlihat pada Gbr.12-4 dan diperlihatkan juga dari yang lain, ada
beberapa pola perjalanan yang mungkin dimediasi oleh kemokin pada psoriasis. Kemokin,
termasuk LARC/CCL20 dan TARC/CCL17 yang diekspresikan oleh sel endotel vaskular yang
menghubungkan sel T memori pada sel T endotel. Sebagai tambahan, CCLA dan CCL20 dapat
disintesis oleh keratinosit, yang mungkin berperan dalam migrasi sel T menuju epidermis.
Meskipun reseptor CCL17, CCR4, berhubungan dengan sel T tipe Th2, juga terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa sel Th1 dapat mengekspresikan reseptor ini.
Netrofil ditemukan pada epidermis pasien psoriasis dimana terjadi peningkatan IL-8,
yang bereaksi melalui CXCR1 dan CXCR2. Sebagai tambahan, untuk menarik netrofil, IL-8
adalah kemokin ELR+CXC yang diketahui bersifat angiogenesis, dan juga menarik sel endotel.
Hal ini yang menyebabkan terbentuknya penonjolan pembuluh darah kapiler pada papiler dermis
sebagai ciri khas psoriasis. Selanjutnya keratinosit yang mengekspresikan CXCR2 dan adanya
autoregulasi dari ikatan CXCR2 pada kulit. Sebagai catatan, IL-8/CXCL8 memproduksi
sejumlah sel T memori yang mengekspresikan CCR6 yang telah diisolasi dari pasien dengan
acute generalized exanthematous pustulosis, suatu kondisi yang biasanya dipicu oleh obat-
obatan (aminopenicillin) dan karakteristiknya berupa pustul pada intraepidermal atau pada
lapisan subkorneum yang steril (lihat Bab 40). Sel T yang sama diisolasi dari pasien dengan
penyakit Behcet dan pustular psoriasis. Hal ini menjelaskan mungkin sel T berperan pada
akumulasi netrofil di stratum korneum (abses Munro). Pada psoriasis dan penyakit kulit
inflamasi lainnya yang ditandai oleh infiltrasi sel neutrofil pada infeksi.
Meskipun kemokin diekspresikan pada epidermis psoriasis, mereka juga dapat ditemukan
pada penyakit kulit seperti cutaneous T-cell lymphoma dan DA. Biasanya bentuknya multipel
daripada singel, kemokin dan reseptornya berperan dalam migrasi sel T di kulit.
Kanker
Kemokin berperan dalam pembentukan tumor dan berperan dalam beberapa perjalanan
imunitas, termasuk mengendalikan angiogenesis dan menginduksi respon imun terhadap tumor,
CXC kemokin mengekspresikan 3 asam amino yang terdiri dari glu-leu-arg (ELR), dimana
kebanyakan non ELR CXC chemokine bersifat angiostatik kecuali SOF-1. Menariknya, hal ini
tidak jelas bahwa ELR+ kemokin sebenarnya berikatan dengan reseptor kemokin untuk
mengurangi angiogenesis. Hal ini tidak dijelaskan bahwa mereka beraksi dengan menempati
growth factor dari proteoglikan. Pada beberapa kejadian, keseimbangan antara ELR+ dengan
ELR+ kemokin diperkirakan berperan dalam mengatur kompleks angiogenesis pada sisi tumor.
IL-8, prototype dari ELR+ kemokin, dapat disekresikan oleh sel melanoma dan telah dideteksi
pada kanker yang mengalami metastase. IL-8 juga beraksi pada autocrine growth factor pada sel
melanoma. Meskipun biasanya CXCR1 dan CXCR2 berikatan dengan IL-8, beberapa ELR+ CXC
emokin, juga berikatan dan mengaktivasi CXCR2.
Tumor, termasuk melanoma telah lama diketahui mensekresikan kemokin yang dapat
menarik leukosit. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa hal ini tidak merusak tumor itu
sendiri. Kanker payudara diketahui mensekresikan MCP-1, kemokin yang menarik makrofag
melalui CCR2. Peningkatan level MCP-1 berhubungan dengan meningkatanya makrofag pada
jaringan. Meskipun kemokis disekresikan oleh sel tumor yang dapat merekrut sel imun hal ini
tidak dapat meningkatkan eliminasi dari tumor itu sendiri.
Sel peradangan seperti makrofag berperan penting dalam proses invasi kanker dan
mtastase. Pertama, MCP-1 meningkatkan marofag, IL-4 melalui feedback autokrin dan mungkin
cenderung menuju respon imun dari Th-1 ke Th-2. Menariknya, defisiensi MCP-1 pada tikus
menunjukkan pengurangan fibrosis pada dermis setelah penggunaan bleomycin pada dermis,
kondisi ini relevan dengan pathogenesis dari scleroderma. Kedua, makrofag mungkin
meningkatkan proses invasi tumor dan metastase. Ikatan ELR CXCR3 seperti IP-10 bersifat
sebagai antiangiogenik yang potensial dan berperan dalam menginduksi IL-12, sel natural killer
dependent angiostatic. Sebagai catatan, beberapa sel kanker dapat mensintesis LARC, menarik
immature DCs yang mengekspresikan CCR6. Pada percobaan, LARC dihantarkan melalui tumor
dimana LARC tersebut menarik DCs pada tikus dan menekan pertumbuhan sel tumor. PAda
akhirnya kemokin sel tumor menarik sel T regulator CD4+CD25+ yang menekan sel T sitolitik
anti tumor pada penjamu.
Metastase tumor merupakan peyebab tersering kesakitan dan kematian pada kanker kulit
seperti melanoma, ada tempat spesifik seperti otak, paru-paru, dan hati. Sel kanker bermetastase
juga melalui aliran limfa dan mencapai NODUS LIMFA REGIONAL. Adanya temuan metastase
pada kelenjar limfa memberikan prognosa yang buruk pada pasien. Faktanya , adanya metastase
pada nodus limfa merupakan salah satu predictor yang buruk bagi angka bertahan hidup.
Kemokin memainkan peranan penting dalam kanker payudara dan melanoma (gambar
12-5). Kanker payudara pada manusia seperti melanoma yang mengkespresikan reseptor
kemokin CXCR4 dan CCR7, dimana pada keadaan normal sel payudara dan melanosit tidak
menampakkan reseptor tersebut. CXCR4 menampilkan lebih dari 23 jenis karsinoma
hematopoietik. Ekspresi dari reseptor ini mungkin diatur oleh hipoksia, suatu keadaan yang dapat
meningkatkan sel tumor melalui induksi daktor transkripsi 1α. Ada beberapa hewan yang
berbeda yang terkena kanker payudara dan melanoma, inhibisi dari CXCR4 dengan antibody
atau peptide menghasilkan hasil yang dramatis, yaitu berkurangnya metastase pada organ.
Ekspresi CCR7 oleh sel kanker termasuk karsinoma lambung dan melanoma menandakan
adanya invasi ke jaringan limfa. Pada percobaan, sel yang terinfeksi CCR7 menunjukkan
metastase ke nodus limfa regional yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup control sel B16
pada bantalan kaki tikus. CCR9 juga memainkan pernanan penting pada metastase melanoma di
usus kecil yang menunjukan tingginya ikatan CCR9, CCR25.
CCR10 tinggi jumlahnya pada tumor primer melanoma dan berhubungan dengan
metastase di nodus limfa pada pasien melanoma dan terlihat pada percobaan binatan (Lihat
gambar 12-3 dalam edisi online). Ikatan CCR10 dengan CTACK mengaktivasi (melalui
fosforilasi) phosphatidylinositol 3-kinase dan sinyal Akt, menimbulan efek anti apoptosis pada
sel melanoma. CTACK diproduksi oleh keratinosit, yang berfungsi sebagai faktor pertahanan
baik pada keadaan primer atau sekunder (metastase) tumor melanoma yang mengekspresikan
CCR10. Pada kenyataannya CCR10 yang diaktivasi oleh sel-sel melanoma menjadi resisten
dalam membunuh antigen spesifik melanoma. Menariknya CCR4 dan CCR10 diimplikasikan
pada perjalanan dari sel T maligna (limfoma) di kulit. Respetor kemokin memainkan peranan
dalam progresi dan metastase kanker (gambar 12-4).
Gambar 12-4 Reseptor kemokin dalam perkembangan melanoma dan metastasis. Respetor
kemokin memainkan peranan yang berbeda dalam melanoma metastasis. 96 CCR10 dapat
meningkatkan kelangsungan hidup tumor melanoma primer dan metastasis kulit. CCR7, CCR10
dan mungkin CXCR4 dapat menyebabkan metastasis kelenjar getah bening. CXCR4 tampaknya
terlibat dalam perkembangan tumor primer dan metastasis di lokasi organ jauh seperti paru-paru,
CCR9 terlibat dalam metastasis melanoma usus halus pada pasien.
Penyakit Infeksi
Meskipun kemokin dan reseptor kemokin terlibat dalam respon pejamu yang teinfeksi.
Data sekarang memperkirakan organisme yang menginfeksi mungkin mempunyai co-opted
kemokin atau reseptor kemokin. Beberapa organisme menampilkan reseptorkemokin, termasuk
US28 oleh cytomegalovirus (lihat Bab 193) dan Kaposi sarcoma oleh herpes virus (atau human
herpesvirus 8) GPCR. PAda kasus Kaposi sarcoma herpesvirus GPCR, reseptor ini tidak
membeda-bedakan ikatannya dengan kemokin. Lebih penting lagi hal ini bekerja sebagai faktor
pertumbuhan pada Kaposi sarcoma (lihat Bab 128)
Human immunodeficiency virus 1 (HIV-1), agen penyebab AIDS adalah retrovirus yang
berselubung yang memasuki sel melalui reseptor dependent membrane fusion (lihat Bab 198).
CD4 adalah reseptor utama pada semua strain HIV-1 dan berikatan dengan HIV-1 protein, gp120
dan gp41. Bagaimanapun juga, strain yang berbeda dai HIV-1 telah bergabung dengan CXCR4
(T-tropic) atau (M-tropic) atau respetor kemokin lainnya. Meskipun reseptor kemokin lainnya
bertindak sebagai ko-reseptor, kebanyakn strain HIV-1 ditampilkan oleh CCR5 atau CXCR4.
Penemuan dari 32-base pair deletion (Δ32) pada CCR5 pada berbagai individu
menunjukkan jumlah CCR5 yang rendah yang ditampilkan pada sel T dan DCs dan berhubungan
dengan resistensi infeksi HIV1 yang dijelaskan pada pathogenesis infeksi HIV1. Menariknya,
mutasi Δ32 pada manusia sangat tinggi dan tidak adanya CCR5 pada homozigot berhubungan
dengan beratnya penyakit pada sarkoidosis. Faktanya, ada hubungan antara berat ringannya
penyakit autoimun dengan mutasi ini.
LCs tinggal dalam jumlah besar di mukosa genital dan mungkin menjadi target pertama
pada infeksi HIV-1. Karena sel LCs yang terinfeksi masuk melalui pembuluh darah limfa di
dermis dan berlokalisasi di NODUS LIMFA REGIONAL, pola perjalanan migrasi LCS secara
tidak sengaja menyebabkan transmisi HIV-1 pada sel T di organ limfoid. CCR5 diekspresikan
oleh immature atau resting LCs di sel epidermis dan target dari CCR5 analog adalah
menghambat infeksi HIV, yang diperkirakan sebagai strategi penatalaksanaan atau pencegahan
penyakit HIV.
Sindroma genetic autosom dominan sekarang dideskripsikan terdiri dari warts (human
papilloma virus-associated), hipogammaglobulinemia, infeksi dan myelokathexis menghasilkan
aktivasi mutasi (delesi) pada ekor cytoplasma reseptor CXCR4 atau pada saat ini fungsi dari sel
regulator CXCR4 belum diidentifikasi. Infeksi bakteri biasanya terjadi karena myelokathexis
yang berhubungan dengan neutropenia dan morfologi abnormal dari netrofil. Adanya infeksi dari
human papilloma virus berhubungan sindrom yang melibatkan banyak organ, seperti genital,
subtype warts (gambar 12-5.2 pada edisi on line) dan diperkirakan memegang peranan pada
fungsi normal CXCR4 dalam melawan sel pathogen.
Ringkasan
Kulit yang kaya akan sel (keratinosit, fibroblast, sel endotel dan sel imun) dapat
memproduksi kemokin. Kemokin tidak hanya berperan pada sel yang mengalami inflamasi, tapi
juga pada angiogenesis, metastase kanker dan proliferasi sel. Pada penerapan kemokin, hanya
ada dua terapi yang menjanjikan yaitu (1) mencegah aktifnya sel T atau sel inflamasi lainnya
pada endotel yang teraktivasi (2) menghambar DCs dan sel T pada virus HIV menggunakan
analog CCR5. Memehami pola perjalanan kemokin merupakan suatu permulaan dan lebih jauh
lagi pola regulasi reseptor ini, aktivitas spesifik intrasel dan mekanisme kerja reseptor kemokin
yang tampak pada sisi yang mengalami inflamasi.