KEMITRAAN STRATEGIS UNTUK PENGUATAN PUSAT...
-
Upload
phunghuong -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of KEMITRAAN STRATEGIS UNTUK PENGUATAN PUSAT...
KEMITRAAN STRATEGIS UNTUK PENGUATAN
PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)
YANG BERMUTU DAN BERKELANJUTAN
Muhammad Arief Rizka1)
dan Suharyani 2)
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram 1), 2)
Email: [email protected])
dan [email protected])
Abstrak
Eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang semakin dinamis menjadi peluang
strategis untuk dapat memberikan layanan Pendidikan Non Formal (PNF) yang lebih akomodatif bagi
masyarakat. Kondisi aktual Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di satu sisi masih belum
mampu memberikan garansi kualitas output dari penyelenggaraan program PNF, sehingga
pengembangan kemitraan dengan berbagai stakeholders perlu untuk ditingkatkan. Melalui kemitraan
strategis yang dikembangkan secara sinergis, esensinya adalah membangun kepercayaan dan
terciptanya hubungan mutualis yang saling menguatkan sehingga penyelenggaran program PNF yang
lebih bermutu dan berkelanjutan dapat terwujud secara optimal. Selain itu, melalui kemitraan yang
luas akan memberikan peluang bagi pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
untuk dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan kelembagaan.
Kata kunci: Kemitraan, PKBM, Mutu, dan Berkelanjutan
Abstract
Existence of CLC increasingly dinamic became a strategic opportunity could give services in
Non Formal Education was more accomodating for community. Actual condition of CLC in
one side was still not able to give guarantee quality of output from organization of PNF
program, so that development of partnerships with various stakeholders needed to be
improved. Through strategic partnerships developed in synergy, it built trust and created a
mutual relationship so that the delivery of PNF program was higher quality and more
sustainable could be realized optimally. In addition, through a broad partnership would
provide opportunities in developing CLC could improve quality and quantity of resources
based on society and institution needed.
Keywords: partnerships, CLC, quality, and sustainable
PENDAHULUAN
Dinamika kebutuhan belajar masyarakat
yang semakin variatif dan memiliki diferensiasi
pola, menunjukkan bahwa masyarakat telah
mulai proaktif untuk mengembangkan wadah-
wadah pembelajaran yang aspiratif terhadap
kebutuhan belajarnya. Dalam konteks
kontemporer, masyarakat sudah mulai
mengalami pergeseran values dalam berbagai
aspek dan tentu ini memiliki konsekuensi logis
terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya
terutama dalam memperoleh informasi untuk
kepentingan pengembangan diri, lingkungan,
dan masyarakat secara keseluruhan. Akan
tetapi, pergeseran yang terjadi juga
menunjukkan bahwa era informasi (information
era) yang berkembangan pesat telah mengalami
reduksi substansi dan bergerak ke arah era
konseptual (conseptual era) (Pink, 2005),
artinya bahwa masyarakat yang kreatif dan
inovatif yang akan mampu menggerakkan roda
kehidupan ke arah yang lebih baik.
Perkembangan eksistensi satuan-satuan
pendidikan memberikan harapan positif
terhadap kemudahan akses layanan pendidikan
yang bermutu dan berkeadilan bagi masyarakat.
Dalam realitanya, kemudahan akses layanan
pendidikan tersebut masih menemui hambatan-
hambatan sehingga menuntut eksistensi satuan
pendidikan yang lebih akomodatif terhadap
perkembangan kebutuhan belajar dan relevan
dengan tuntutan kehidupan masyarakat. Satuan
pendidikan formal (baca:: Sekolah) yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 348 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
banyak berkembang dari sisi kuantitas, belum
bisa memberikan garansi bagi kemudahan
masyarakat untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu, sehingga urgensinya
dibutuhkan satuan pendidikan yang lebih
akomodatif dengan masyatakat, mengerti dan
memahami akan kebutuhan belajar masyarakat,
serta memiliki nilai tambah (added values)
yang bersifat fungsional. Dalam konteks ini,
satuan Pendidikan Non Formal (PNF) dapat
menjadi prioritas sebagai wadah strategis
pengembangan sumber daya manusia dan
bukan hanya menjadi wadah alternatif.
Menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 26 ayat (4) dijelaskan bahwa
“Satuan Pendidikan Non Formal terdiri atas
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis”. Dalam dinamika perkembangannya di
tengah-tengah masyarakat, eksistensi satuan
Pendidikan Non Formal (PNF) semakin variatif
dan dari sisi kuantitas menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang dinamis. Artinya bahwa,
kebutuhan masyarakat akan eksistensi satuan
Pendidikan Non Formal (PNF) telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan
(inseparedability) dari upaya pengembangan
masyarakat secara holistik. Sebagai contoh,
perkembangan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) telah menunjukkan
pertumbuhan yang signifikan dengan berbagai
konten program yang variatif dan akomodatif.
Di sisi lain, realitas di lapangan
menggambarkan bahwa eksistensi Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) tersebut
sebagian besar masih terbatas pada aktivitas
rutinitas tanpa diperkuat dengan manajemen
kelembagaan yang profesional dan memadai
sehingga menyebabkan mutu (kualitas) dan
keberlanjutan program masih menjadi persoalan
utama. Dampak dari hal tersebut, eksistensi
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
menjadi hanya terbatas pada aspek
“implementasi”, belum secara menyeluruh
untuk melalukan improvisasi dan bahkan
inovasi.
Untuk mengatasi persoalan tersebut,
kemitraan atau kerjasama antar satuan atau
lembaga maupun stakeholders (pemangku
kepentingan) lainnya menjadi relevan dan
sangat dibutuhakan untuk dapat memberikan
penguatan dan pengembangan bagi peningkatan
mutu dan keberlanjutan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Melalui kemitraan juga
dapat memberikan dampak jangka panjang
untuk bersama-sama mengembangkan metode
bagi pencapaian visi secara kolektif. Pada
dasarnya, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) memiliki hubungan interelasi dan
interdependensi dengan masyarakat secara
keseluruhan, sehingga untuk memperkuat
eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) diperlukan komitmen dan sinergitas
dalam pengembangan kerjasama yang
akomodatif dan lebih mengembangkan dimensi
mutualistik.
PEMBAHASAN
Konsep kemitraan
Kemitraan atau jejaring kerja dilihat dari
perspektif etimologis diadaptasi dari kata
partnership yang berasal dari kata partner.
Ensensi dari kata partner dapat dimaknai
sebagai pasangan, jodoh, kampanyon, atau
sekutu. Sedangkan partnership dimaknai
sebagai perkongsian atau persekutuan.
Sehingga definisi kemitraan dapat djelaskan
sebagai suatu bentuk persekutuan antara dua
pihak atau lebih yang membentuk ikatan
kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa
saling membutuhkan dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu
bidang tertentu sehingga dapat memperoleh
hasil yang lebih baik (Sulistiyani, 2004).
Eksplanasi dari Frank Minirth dalam
Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan
(2010) terkait dengan kemitraan mendefinisikan
sebagai seni berkomunikasi satu sama lain,
berbagi ide, informasi, pengalaman, dan sumber
daya untuk meraih tujuan atau kesuksesan
individu atau kelompok. “Networking is a
process of getting together to get ahead. It is
the building of mutually beneficial
relationship”. Kemitraan adalah proses
kebersamaan. Selain itu, kemitraan merupakan
jaringan hubungan yang saling memberikan
manfaat dan saling meguntungkan. Secara garis
besar dalam membangun kemitraan haruslah
berlandaskan prinsip saling menguntungkan
dan komunikasi dua arah. Bertolak dari konsep
tersebut, kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) pada dasarnya dapat
terbentuk apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Ada dua belah pihak atau lebih
lembaga/organisasi
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal - 349 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
2. Memiliki kesamaan visi maupun misi
dalam mencapai tujuan
lembaga/organisasi maupun masyarakat
3. Memiliki kesepakatan atau
kesepahaman tujuan
4. Saling percaya (trust) dan saling
membutuhkan
5. Memiliki komitmen bersama untuk
mencapai tujuan yang lebih besar
Rasional dari pengembangan kemitraan
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
tersebut merupakan suatu keniscayaan di
tengah-tengah tinginya tingkat kompetisi antar
satuan pendidikan. Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) yang memiliki konsep
mutu dalam pelayanannya akan mendapatkan
respon dan apresiasi yang positif dari
masyarakat sebagai sasaran maupun dari
stakeholders lainnya. Sehingga membangun
kemitraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) dengan komponen atau pemangku
kepentingan lainnya yang memiliki kesamaan
visi menjadi salah satu upaya strategis dalam
melakukan penguatan kapasitas kelembagaan
secara berkelanjutan.
Membangun kemitraan strategis dengan
masyarakat maupun stakeholders kunci lainnya
menjadi sangat potensial untuk pengembangan
eksistensi ke depan, baik secara personal
maupun secara organisasional. Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) dalam konteks
kekinian masih sulit bertahan dan memiliki
daya saing tanpa berupaya membangun
kemitraan. Perkembangan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) yang berkembang
di masyarakat dari sisi kuantitas, masih berjalan
dengan pola manajemen “as usual” (rutinitas).
Tendensi (kecenderungan) dari pelayanan
program Pendidikan Non formal (PNF) yang
bermutu dan dapat memberikan garansi
keberlanjutan bagi masyarakat masih menjadi
persoalan sekaligus tantangan utama. Hal ini
pada dasarnya disebabkan karena beberapa
faktor, antara lain yaitu:
1. Sumber daya manusia PKBM yang
“qualified” terbatas
Kondisi faktual dari keberadaan
pengelola maupun pelaksana program-
program PNF di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) masih terbatas
dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Persoalan distribusi, kualifikasi,
maupun kompetensi pendidik dan
tenaga kependidikan di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) masih
menjadi titik sentral kelemahan.
Minimnya PTK PNF yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang
standart dapat menjadi penghambat
pencapain pelayanan program PNF
yang bermutu bagi masyarakat.
Penguasaan kompetensi yang rendah
dari PTK PNF secara korelatif
berpengaruh terhadap kepercayaan
masyarakat untuk dapat memperoleh
pelayanan program pendidikan
masyarakat yang bermutu.
2. Potensi sumber daya dilingkungan
PKBM belum di berdayakan
Sumber daya yang ada dilingkungan
sekitar PKBM pada dasarnya sangat
variatif dan potensial untuk
dimanfaatkan sebagai sumber kekuatan
dalam mendukung eksistensi
peyelenggaran program PNF. Sumber
daya teknologi, sumber daya alam,
sumber daya manteri, maupun sumber
daya manusia yang ada di masyarakat
perlu diidentifikasi, digali, ditelaah, dan
dianalisis untuk kepetingan pendukung
penyelenggaran PNF di masyarakat.
Masih banyak potensi sumber daya
yang ada di masyarakat sifatnya hanya
digunakan sebagai pelengkap dan
penambah, yang seharusnya potensi-
potensi tersebut harus menjadi sumber
dinamisator pengembangan PKBM.
Pengembangan program-program PNF
yang berbasis pada kearifan lokal
dalam konteks kekinian lebih impresif
dan memiliki nilai tambah jika
dikomparasikan dengan program yang
sifatnya “percontohan”.
3. Tingginya Miss-Match
Penyelenggaraan program PNF di
PKBM yang semakin berkembang di
satu sisi belum disesuaikan dengan
permintaan kebutuhan pasar atau
kebutuhan masyarakat sebagai
‘pengguna’. Program-program PNF
masih berjalan secara linear dengan
kurang melakukan analisis strategis
terhadap kebutuhan eksternal yang
semakin dinamis dan simplistik.
Tingginya miss-match dalam
implementasi program-program PNF di
PKBM berimplikasi pada rendahnya
tingkat efektivitas dalam mengatasi
masalah yang relevan dengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 350 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
kebutuhan masyarakat. Untuk
meningkatkan efektivitas dalam
konteks keterpaduan program PNF,
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) harus mampu menyesuaikan
kapasitas yang dimiliki baik kapasitas
internal maupun eksternal untuk
mewujudkan keterhubungan dan
kesesuaian output program dengan
kebutuhan masyarakat.
4. Trend kebutuhan “pasar” yang
selalu berubah
Kondisi lingkungan eksternal yang
dinamis dapat memberikan implikasi
pada kemampuan daya tahan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih optimal.
Ketidakmampuan membaca dan
mengidentifikasi kebutuhan layanan
pendidikan masyarakat yang semakin
kompleks menjadikan menurunya
kepercayaan masyarakat terhadap
keberdaan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Sehingga
kapasitas untuk dapat menyesuaikan
“diri” dengan perubahan-perubahan
lingkungan eksternal sangat penting
untuk dikembangkan.
5. Dampak nir mutu, kesulitan “job
order”
Pola penyelenggaran program PNF
yang masih bertumpu pada “hasil” pada
konteks kekinian menjadi kurang
relevan untuk menjawab kebutuhan
akan mutu dari output layanan
pendidikan. Budaya mutu pada
prinsipnya harus menjadi panduan
penyelenggaran program PNF di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
sehingga akan berimplikasi pada
meningkatkanya kepuasan “pelanggan”
baik internal maupun eksternal.
Di satu sisi, masyarakat sebagai sasaran
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
membutuhkan inovasi program-program yang
dapat memberikan kontribusi langsung bagi
pengembangan kualitas kehidupan masyarakat,
baik untuk peningkatkan skills (keterampilan)
bagi kebutuhan kerja maupun pengembangan
taraf kehidupan ke arah yang lebih baik.
Dinamika PKBM yang terus berkembang, tidak
cukup hanya mengandalkan kekuatan internal
yang ada, akan tetapi dimensi eksternal harus
mampu diterjemahkan secara cermat dan
adaptif karena kekuatan dari sisi eksternal pada
dasarnya menjadi penguat untuk eksistensi
mutu pelayanan program PNF. Di samping itu,
program Pendidikan Non Formal (PNF) yang
berbasis kebutuhan masyarakat merupakan
program yang tidak hanya memfokuskan pada
kebutuhan jangka pendek, akan tetapi lebih
berorientasi untuk pemenuhan jangka panjang.
Sustainabilitas program Pendidikan Non
Formal (PNF) adalah kemampuan suatu
program untuk tetap eksis (terselenggara)
dengan memenuhi aspek standar mutu dalam
mengelola berbagai masukan (input) untuk
berkembang dan berproduksi dengan stabil
sehingga masukan tersebut menghasilkan nilai
output (keluaran) yang optimal.
Orientasi Kemitraan PKBM
Membangun kemitraan pada Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
merupakan suatu keniscayaan di tengah arus
lingkungan eksternal yang semakin dinamis dan
penuh ketidakpastian. Menurut Tennyson
(2003) membangun kemitraan “provides a new
opprtunity for doing development better – by
recognising the qualities and competencies and
finding new ways of harnessing these for the
common good”. Kemitraan antar lembaga dan
stakeholders yang dikembangkan secara
terstruktur serta dilatarbelakangi atas dasar
persamaan visi, lebih dapat memberikan garansi
pelayanan program PNF yang bermutu. Dari
sisi sustainability (keberlanjutan) program,
dengan adanya kemitraan yang solid dapat
membawa arah pegembangan program yang
terus dapat melakukan improvisasi dan bahkan
inovasi sehingga eksistensi organisasional dari
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
menjadi lebih prospektif.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) harus dapat membangun kemitraan
yang strategis dengan berbagai stakeholders
baik yang bergerak diranah akademisi,
birokrasi, swasta, maupun diranah “user” dari
output program PNF tersebut. Membangun
kemitraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) pada umumnya bertujuan untuk
(Direktorat Pembinaan Kursus dan
Kelembagaan, 2010):
1. Meningkatkan partisipasi
masyarakat
Pada dasarnya tujuan membangun
kemitraan adalah membangun
kesadaran masyarakat terhadap
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal - 351 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
eksistensi Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), menumbuhkan
minat dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan
PKBM karena pada dasarnya
masyarakat yang harus aktif untuk
menggerakkan PKBM tersebut agar
lebih akomodatif. Masyarakat disini
memiliki arti luas tidak hanya warga
belajar sebagai sasaran, akan tetapi juga
penerima manfaat (pengguna
lulusan/user), dinas atau lembaga yang
terkait, organisasi kemasyarakatan,
organisasi profesi, lembaga pendidikan,
dunia usaha dunia industri (DUDI),
tokoh atau elemen masyarakat, dan
stakeholders lainnya.
2. Peningkatan mutu dan relevansi
Dinamika perubahan masyarakat yang
sangat tinggi menjadikan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
harus mampu untuk bersaing dengan
“kompetitor” yang lain. Oleh karena
itu, PKBM dituntut untuk terus
melakukan inovasi, peningkatan mutu
dan relevansi program sesuai dengan
kebutuhan masyarakat (pasar). Melalui
pengembangan kemitraan ditujukan
guna merancang program-program PNF
yang inovatif, meningkatkan mutu
layanan dan relevansi program dengan
kebutuhan masyarakat luas.
3. Mensinergikan program
Pada dasarnya jika terbangun kemitraan
yang baik, banyak program-program
dari berbagai pihak atau stakeholders
yang dapat disinergikan dengan
program kerja Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Misalnya, setiap
perusahan baik milik pemerintah atau
swasta pasti memiliki program
Corporate Social Responsibility (CSR)
atau tanggung jawab sosial perusahaan
yang dapat disinergikan dengan
program yang dileneggarakan oleh
PKBM. Selain itu, lembaga-lembaga
pendidikan formal (sekolah) yang
belum memiliki laboratorium seperti
laboratorium bahasa inggris, komputer,
maupun dalam bentuk bengkel kerja
dapat bermitra dengan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM).
4. Meningkatkan daya serap output Banyak Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang bergerak
dalam pengembangan skills atau
keterampilan masyarakat masih
memiliki pandangan bahwa setelah
warga belajar mengikuti proses
pembelajaran dan lulus ujian
kompetensi maka selesailah tanggung
jawab lembaga tersebut. Dalam konteks
kekinian paradigma tersebut harus
dirubah dengan memperhatikan pada
aspek “outcome” suatu program yakni
sampai pada tahap penempatan dan
penyerapan output (lulusan) ke dunia
kerja. Oleh karena itu, salah satu tujuan
kemitraan PKBM adalah untuk
meningkatkan daya serap output
program PNF ke dunia kerja.
5. Sosialisasi, promosi, dan publikasi
Pada dasarnya, membangun kemitraan
dilakukan dalam upaya untuk
sosialisasi, promosi, dan publikasi
program-program unggulan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
sehingga semakin familiar dengan
masyarakat luas. Konsekuensi dari
semakin familiarnya Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM), maka
akan dapat berkontribusi terhadap
meningkatnya jumlah warga belajar
atau peserta didik dan pengguna lulusan
dari PKBM tersebut.
6. Peningkatan akses
Dengan membangun kemitraan yang
semakin luas dan prospektif maka akan
berimplikasi pada kemudahan akses
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) terhadap akses informasi,
teknologi, modal, pasar, praktek kerja,
magang dan lain sebagainya. Kemitraan
dengan berbagai pihak terus dibangun
baik dengan pemerintah sebagai
pengambil kebijakan, masyarakat
sebagai pelanggan, perguruan tinggi
sebagai pembina dan pengembang
ilmu, maupun dengan dunia usaha
dunia industri sebagai pengguna lulusan
dari PKBM.
7. Pencitraan publik
Salah satu tujuan membangun
kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) adalah
mengembangkan benchmark dan image
positif kepada masyarakat selaku
pelanggan atau sasaran. Benchmark dan
image positif Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) yang Unggul,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 352 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
Profesional, Inovatif, dan Kompeten
dapat dibangun melalui kemitraan yang
strategis dengan berbagai stakeholders
tersebut. Selanjutnya dengan
membangun benchmark dan image
positif dapat meningkatkan kredibilitas
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) di mata masyarakat luas dan
mitra kerja lainnya.
8. Penguatan kapasitas dan kapabilitas
kelembagaan
Membangun kemitraan juga pada
dasarnya memiliki nilai tambah untuk
melakukan penguatan kapasitas dan
kapabilitas kelembagaan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Penguatan kapasitas menyangkut
optimalisasi implementasi fungsi-fungsi
kelembagaan PKBM, sedangkan
penguatan kapabilitas kelembagaan
menyangkut kemampuan PKBM itu
sendiri untuk memproses input menjadi
output yang siap di daya gunakan.
Kemitraan Strategis PKBM untuk
Penguatan Mutu
Pola pengembangan kemitraan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) yang terbuka
dapat memberikan ruang yang lebih demokratis
untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
program PNF. Keterbukaan dalam menjalin
kemitraan dengan berbagai stakeholdres PNF
akan berimplikasi pada kemudahaan berbagai
akses sumber daya yang dapat didaya gunakan
untuk kepentingan pencapain indikator mutu
sehingga berkontribusi terhadap meningatkan
kredibilitas terhadap eksistensi Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM). Indikator mutu
dari penyelenggaran program PNF pada
dasarnya adalah meningkatnya kepuasaan
(Edward Sailis, 2008) dan kepercayaan
masyarakat sebagai pelangggan utama terhadap
program PNF serta fungsionalitas atau
kebermaknaannya terhadap perbaikan kualitas
hidup masyarakat secara luas.
Kemitraan strategis untuk penguatan
mutu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) dapat dikembangkan dengan berbagai
variasi visi dan tujuan kemitraan karena pada
dasarnya heterogenitas jalinan kemitraan akan
meningkatkan citra positif PKBM yang lebih
akuntabel dan profesional. Pengembangan
kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) dapat diidentifikasi
berdasarkan peran dan fungsi masing-masing
stakeholders, dan pada dasarnya harus
disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas
kelembagaan. Berbagai stakeholders satuan
PNF dapat dikembangkan untuk menjalin
kemitraan strategis dalam kerangka penguatan
mutu program dan kelembagaan PKBM seperti
deskripsi tabel di bawah ini:
No Lembaga/Instansi/Organisasi
yang relevan Pola Kemitraan Peran Lembaga
1 Pemerintah Pusat dan Daerah Formulasi kebijakan dan
pembinaan-pendampingan
teknis
Dukungan kebijakan yang
lebih akomodatif, termasuk
perijinan, perlindungan
hukum, bantuan anggaran
dan lainnya.
2 DPR/DPRD (Pihak Legislatif) Dukungan politik (Budget,
Peraturan Pendidikan,
Perlindungan, dan lainnya)
Penyusunan berbagai peraturan (legalitas
formal/yuridis) tentang
kebijakan PKBM termasuk
dukungan penganggaran
untuk APBN/D
3 Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan
Pembinaan-pendampingan
teknis
Dukungan kebijakan,
kemudahan perijinan, bantuan anggaran,
pengembangan model
pembelajaran, dukungan
manajerial, peningkatan
mutu dan kompetensi PTK.
4 Dinas Sosial, Tenaga Kerja,
Koperasi, Ekonomi Kreatif,
Pembinaan-pendampingan
teknis
Dukungan penyaluran
lulusan ke DUDI,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal - 353 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
Pertanian, Perdagangan,
Pariwisata, dan lainnya
dukungan pelaksanaan
program kewirausahaan
sebagai bentuk tindaklanjut
pelatihan dalam bentuk
pembinaan maupun
permodalan.
5 Perguruan Tinggi Konsultan/Expert/
Pengembangan Penelitian
Jasa konsultasi, bimbingan,
pengembangan keilmuan
dan produk, mitra untuk
nara sumber dan lainnya.
6 PP-PAUDNI dan BP-PAUDNI Penjaminan Mutu Pengembangan model
program, penyelenggara
diklat atau orientasi teknis
SDM PKBM,
pengembangan SIM,
penilaian kinerja,
pendampingan ISO,
bimbingan belajar PTK,
dan lainnya
7 Dunia Usaha Dunia Industri
(DUDI)
Pengelolaan CSR Pengelolaan CSR untuk
warga belajar PKBM
Penyerap Output Menyerap lulusan PKBM,
sebagai tempat magang
atau praktek kerja warga
belajar, dan lainnya
8 LSK, LSP, TUK Uji Kompetensi Penyelenggara dan
penyedia fasilitas uji
kompetensi
9 BAN PNF Akreditasi Melakukan akreditasi
program PNF dan PKBM
10 BSNP Penetapan SPM atau Standar
Nasional
Menetapkan standar
pelayanan minimal dan
pencapain standar nasional
pendidikan
11 Sekolah / Pondok Pesantren
(Satuan Pendidikan Formal)
Share Sumber Daya Share pemanfaatan
laboratorium, fasilitas
bengkel kerja, penyedia
nara sumber teknis atau
instruktur.
Akses pasar Melakukan sosialisasi
untuk rekrutmen warga
belajar yang relevan
dengan kebutuhan program
PNF dan PKBM
12 Asosiasi Profesi Pengembangan Kelembagaan Peningkatan kompetensi
PTK PKBM melalui
pembinaan organisasi mitra
Sumber: modifikasi dari Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2010).
Melalui pengembangan kemitraan yang
strategis dengan berbagai stakeholders kunci
terebut, dapat menjadi triggers (pemicu) Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk
melakukan upaya-upaya imporvisasi dan
bahkan inovasi program serta kelembagaan.
Upaya-upaya tersebut dapat terakumulasi
dengan dukungan dari berbagai mitra lembaga
yang memiliki persamaan visi dan misi secara
integral. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 354 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
(PKBM) harus mampu mengidentifikasi dan
memperluas kemitraannya agar upaya-upaya
inovatif tersebut dapat bersinergi sehingga
orientasi mutu dari penyelenggaran PKBM
lebih optimal tercapai.
Prospek dari kemitraan pada dasarnya
adalah membangun kepercayaan dan hubungan
mutualis yang berimplikasi pada ketercapain
tujuan yang bersifat kolektif. Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) yang mampu
menjalin jaringan kerja (kemitraan) secara
strategis menjadi salah satu kunci bagi
pencapaian mutu program PNF. Kemitraan
yang luas akan memberikan peluang bagi
pengembangan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) untuk dapat meningkatkan
kualitas serta kuantitas sumber daya yang
sesuai dengan kebutuhan kelembagaan. Efikasi
dari pengembangan kemitraan strategis dari
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
dapat diidentifikasi jika: (1) perencanaan
dilakukan secara partisipatif, melibatkan
seluruh stakeholders kunci; (2) memiliki
persamaan komitmen untuk mengembangkan
PNF yang bermutu dan berkelanjutan; (3)
memiliki kepedulian untuk saling melengkapi
dan menguatkan sebagai upaya daya dukung
kemitraan yang maksimal; (4) hubungan antara
PKBM dengan lembaga mitra lebih bersifat
horizontal (sejajar); dan (5) antara PKBM
dengan lembaga mitra menjadikan budaya mutu
sebagai dasar dari keseluruhan aktivitas
penyelenggaran PNF.
PENUTUP
Eksistensi dari Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) yang semakin
berkembang menjadi peluang strategis untuk
dapat memberikan pelayanan pendidikan yang
lebih akomodatif bagi masyarakat. Kondisi
aktual Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) di satu sisi masih belum mampu
memberikan garansi kualitas output dari
penyelnggaraan program sehingga
pengembangan kemitraan dengan berbagai
stakeholders perlu untuk ditingkatkan. Melalui
kemitraan strategis yang dikembangkan secara
sinergis, esensinya adalah membangun
kepercayaan dan terciptanya atmosfer mutualis
yang saling menguatkan sehingga
penyelenggaran program PNF yang lebih
bermutu dan berkelanjutan dapat terwujud
secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pembinaan Kursus dan
Kelembagaan. (2010).
Membangun Jejaring Kerja
(Kemitraan). Direktorat Jenderal
Pendidikan Non Formal dan
Informal. Kementerian
Pendidikan Nasional.
Rizka, M. Arief, and Dian Gustiana.
"Strategi Kemitraan
Penyelenggaraan Program
Pendidikan Non Formal (Studi
Kasus pada Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat
Terampil)." Jurnal
Kependidikan 14.2 (2015): 169-
177.
Pink, Daniel H. (2005). A Whole New Mind.
Riverhead Books A Member of
Penguin Group (USA) Inc: New
York.
Sallis, Edward. (2011). Manajmen Mutu
Terpadu Pendidikan.
Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD
Sulistiyani, Ambar Teguh. (2004).
Kemitraan dan Model-Model
Pemberdayaan. Yogyakarta:
Penerbit Gava Media.
Tennyson, Ros. (2003). The Parthnering
Toolbook. The International
Business Leaders Forum (IBLF)
and the Global Alliance for
Improved Nutrition.
PROFIL SINGKAT
Muhammad Arief Rizka S.Pd., M.Pd lahir di
Selong, 24 Januari 1988. Memperoleh gelar
Sarjana pada program studi PLS FIP UNY
(2006) dan gelar Magister pada program studi
PLS PPs UNY (2012). Saat ini, aktif sebagai
Dosen Tetap Yayasan Pembina IKIP Mataram
pada Program Studi PLS sekaligus sebagai
Ketua Pusat Studi Kewirausahaan dan
Pemberdayaan Masyarakat di IKIP Mataram.
Suharyani, M.Pd lahir di Keruak, 31
Desember 1973. Memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan di Fakultas Tarbiyah STAIN
Mataram (2002) dan gelar Magister pada
program studi PLS PPs UNY (2006). Saat ini,
aktif sebagai Dosen Tetap Yayasan Pembina
IKIP Mataram pada Program Studi PLS
sekaligus sebagai Ketua Program Studi PLS
FIP IKIP Mataram.