Arief Rahman

8
Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7 D-1 PENGEMBANGAN SISTEM PENANGANAN KEBAKARAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Paundra Wibisana, Arief Rahman, dan Dody Hartanto Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] ABSTRAKS Penanganan kebakaran di perkotaan memerlukan perencanaan dan kesigapan unit pemadam agar dapat mencapai lokasi kebakaran dalam waktu terpendek. Unit pemadam kebakaran memiliki waktu standar dalam operasional penanganan kebakaran yaitu maksimal 15 menit. 5 menit pertama untuk melakukan validasi laporan dan persiapan alat, 5 menit kedua untuk perjalanan menuju lokasi, dan 5 menit terakhir untuk gelar peralatan. Namun banyak kejadian kebakaran di Kota Surabaya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit. Waktu terpanjang diperlukan untuk menempuh perjalanan ke lokasi kebakaran. Saat ini penentuan rute masih dilakukan sesuai dengan pengetahuan pengemudi kendaraan pemadam dan rekomendasi rute terpendek yang memperhitungkan kepadatanan jalan atau kemacetan belum tersedia. Penelitian ini mengembangkan sebuah sistem penanganan kebakaran terpadu di Kota Surabaya dengan memanfaatkan sistem informasi geografis dan sms gateway untuk integrasi alarm peringatan. Sistem informasi penanganan kebakaran terpadu yang dikembangkan dapat memberikan rekomendasi rute terpendek dan tercepat dalam mencapai lokasi kebakaran. Sebuah peta digital yang menghubungkan titik berangkat dan titik lokasi kebakaran dapat ditampilkan sebagai panduan bagi pengendara unit pemadam. Aplikasi yang dibangun juga dilengkapi dengan kemampuan untuk mengirimkan notifikasi informasi kritis melalui SMS gateway dan sekaligus memicu alarm peringatan pada unit pemadam yang terpilih. Kata Kunci: Kebakaran Kota, Rute Terpendek, Sistem Informasi Geografis, Keandalan Manusia 1. PENDAHULUAN Kebakaran merupakan bencana yang patut diwaspadai di perkotaan.. Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan(Adhipradana, Rahman, & Dewi, 2009).Surabaya menjadi salah satu kota yang rawan terjadi kebakaran. Hal ini sesuai dengan data jumlah kejadian kebakaran yang dilansir oleh Dinas Kebakaran Kota Surabaya sebagai berikut : Gambar 1.KejadianKebakaran di Surabaya Tahun 2006 Sampai 2009 (sumber:Data Dinas Kebakaran Kota Surabaya) Jika dianalisa berdasarkan pola terjadinya kejadian kebakaran di Surabaya menurut pola diatas, maka Surabaya Timur memiliki kejadian kebakaran paling banyak di tahun 2009, yaitu sebanyak 116 kasus yang meliputi kebakaran bangunan, kebakaran lahan, kendaraan, dan lain-lain. Gambar 2 menjelaskan deskripsi sebaran kasus kebakaran di Surabaya. Tingginya angka kejadian kebakaran di Surabaya berpotensi menyebabkan jatuh korban jiwa maupun harta yang jumlahnya tidak sedikit. Salah satu elemen yang berkaitan langsung dengan kejadian kebakaran di kota Surabaya adalah Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Berdasarkan ketentuan Fire Suppression Rating Schedule (FSRS) untuk keselamatan publik terdiri atas tiga unsur penentu yaitu, pertama, pasokan air (prosentase kepentingan 40%), kedua, institusi kebakaran kota (prosentase kepentingan 50%) dengan komponennya yaitu mobil kebakaran, mobil tangga, distribusi mobil, petugas pemadam, dan pelatihan rutin. Ketiga, alarm kebakaran (persentase kepentingannya 10%) dengan komponennya yaitu waktu penerimaan oleh operator alarm, alarm keberangkatan dan fasilitas sirkuit (Association of National Fire Protection Association and the American Water Works, 2005). Atas dasar tersebut maka peran petugas pemadaman kebakaran disuatu wilayah sangatlah penting didalam mengantisipasi dan menindaklanjuti kebakaran bengunan serta kebakaran obyek lain. 0 50 100 150 200 2006 2007 2008 2009 BANGUNAN KENDARAAN LAIN-LAIN

Transcript of Arief Rahman

Page 1: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-1

PENGEMBANGAN SISTEM PENANGANAN KEBAKARAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Firman Paundra Wibisana, Arief Rahman, dan Dody Hartanto

Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected]

ABSTRAKS Penanganan kebakaran di perkotaan memerlukan perencanaan dan kesigapan unit pemadam agar dapat mencapai lokasi kebakaran dalam waktu terpendek. Unit pemadam kebakaran memiliki waktu standar dalam operasional penanganan kebakaran yaitu maksimal 15 menit. 5 menit pertama untuk melakukan validasi laporan dan persiapan alat, 5 menit kedua untuk perjalanan menuju lokasi, dan 5 menit terakhir untuk gelar peralatan. Namun banyak kejadian kebakaran di Kota Surabaya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit. Waktu terpanjang diperlukan untuk menempuh perjalanan ke lokasi kebakaran. Saat ini penentuan rute masih dilakukan sesuai dengan pengetahuan pengemudi kendaraan pemadam dan rekomendasi rute terpendek yang memperhitungkan kepadatanan jalan atau kemacetan belum tersedia. Penelitian ini mengembangkan sebuah sistem penanganan kebakaran terpadu di Kota Surabaya dengan memanfaatkan sistem informasi geografis dan sms gateway untuk integrasi alarm peringatan. Sistem informasi penanganan kebakaran terpadu yang dikembangkan dapat memberikan rekomendasi rute terpendek dan tercepat dalam mencapai lokasi kebakaran. Sebuah peta digital yang menghubungkan titik berangkat dan titik lokasi kebakaran dapat ditampilkan sebagai panduan bagi pengendara unit pemadam. Aplikasi yang dibangun juga dilengkapi dengan kemampuan untuk mengirimkan notifikasi informasi kritis melalui SMS gateway dan sekaligus memicu alarm peringatan pada unit pemadam yang terpilih. Kata Kunci: Kebakaran Kota, Rute Terpendek, Sistem Informasi Geografis, Keandalan Manusia 1. PENDAHULUAN Kebakaran merupakan bencana yang patut diwaspadai di perkotaan.. Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan(Adhipradana, Rahman, & Dewi, 2009).Surabaya menjadi salah satu kota yang rawan terjadi kebakaran. Hal ini sesuai dengan data jumlah kejadian kebakaran yang dilansir oleh Dinas Kebakaran Kota Surabaya sebagai berikut :

Gambar 1.KejadianKebakaran di Surabaya Tahun 2006 Sampai 2009

(sumber:Data Dinas Kebakaran Kota Surabaya)

Jika dianalisa berdasarkan pola terjadinya kejadian kebakaran di Surabaya menurut pola diatas, maka Surabaya Timur memiliki kejadian kebakaran paling banyak di tahun 2009, yaitu sebanyak 116 kasus yang meliputi kebakaran bangunan, kebakaran lahan, kendaraan, dan lain-lain. Gambar 2 menjelaskan deskripsi sebaran kasus kebakaran di Surabaya. Tingginya angka kejadian kebakaran di Surabaya berpotensi menyebabkan jatuh korban jiwa maupun harta yang jumlahnya tidak sedikit. Salah satu elemen yang berkaitan langsung dengan kejadian kebakaran di kota Surabaya adalah Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Berdasarkan ketentuan Fire Suppression Rating Schedule (FSRS) untuk keselamatan publik terdiri atas tiga unsur penentu yaitu, pertama, pasokan air (prosentase kepentingan 40%), kedua, institusi kebakaran kota (prosentase kepentingan 50%) dengan komponennya yaitu mobil kebakaran, mobil tangga, distribusi mobil, petugas pemadam, dan pelatihan rutin. Ketiga, alarm kebakaran (persentase kepentingannya 10%) dengan komponennya yaitu waktu penerimaan oleh operator alarm, alarm keberangkatan dan fasilitas sirkuit (Association of National Fire Protection Association and the American Water Works, 2005). Atas dasar tersebut maka peran petugas pemadaman kebakaran disuatu wilayah sangatlah penting didalam mengantisipasi dan menindaklanjuti kebakaran bengunan serta kebakaran obyek lain.

0

50

100

150

200

2006 2007 2008 2009

BANGUNAN

KENDARAAN

LAIN-LAIN

Page 2: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-2

Gambar2.PetaPenyebaranKejadianKebakaran di Surabaya tahun 2009

(sumber:dataDinasKebakaran Kota Surabaya)

Dinas Kebakaran merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam penanganan kejadian kebakaran. Dinas kebakaran dibagi menjadi 5 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dalam menjalankan tugasnya. Setiap UPTD memiliki wilayah operasional tertentu yang telah ditentukan. Dinas kebakaran memiliki standar waktu maksimal 15 menit dalam melakukan penanganan kebakaran, 5 menit untuk validasi laporan dan persiapan peralatan, 5 menit perjalanan menuju lokasi kebakaran, dan 5 menit gelar peralatan (Keputusan Menteri Negara PU RI No. 11 tahun 2000). Pada kenyataannya waktu yang diperlukan untuk menangani laporan kebakaran seringkali lebih dari 15 menit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sarana komunikasi serta terjebak kemacetan (Muhadi, 2008). Dari latar belakang diatas diperlukan suatu sistem pusat kebakaran yang dapat mengintegrasikan serta memiliki informasi-informasi penting seputar penanganan bencana kebakaran secara terpadu. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum mengenai tugas pokok dalam manajemen proteksi kebakaran kota yang menyatakan bahwa fungsi manajemen dalam penanggulangan kebakaran adalah pemberian pelayanan secara cepat, akurat dan efisien mulai dari informasi kebakaran diterima sampai api padam, kegiatannya antara lain Penerapan prefire plan yang telah disusun dan disimulasikan terhadap kejadian yang sebenarnya serta menjalankan fungsi-fungsi pendukung yang terkait dengan penanganan bencana kebakaran. Perancangan sistem pusat kebakaran di Surabaya disusun berdasarkan prinsip perancangan sistem informasi yang terpadu. Dengan mengintegrasikan komponen-komponen dan entitas yang terkait dengan penanganan kebakaran, maka akan bisa dirancang sistem yang bisa meminimalkan waktu tanggap serata meningkatkan performansi dari penangan kejadian kebakaran. Rancangan sistem yang telah terintegrasi dan dilakukan secara terpadu dapat diwujudkan dengan diaplikasikannya core sistem yang berpusat sebagai otak yang mengatur aktivitas-aktivitas yang dijalankan sebelumnya dengan cara manual. 2. METODOLOGI PENELITIAN Pengembangan Model Matematis Pada kasus pemilihan rute untuk kendaraan pemadam, ada perbedaan kelas jalan untuk alternatif rute yang ada. Terdapat dua klasifikasi kelas jalan, kelas jalan 1 dan kelas jalan 2. Pembagian kelas jalan berdasarkan lebar dari jalan tersebut. Jalan dengan kelas jalan 1 memiliki lebar jalan lebih dari sama dengan 6 meter, sedangkan jalan dengan kelas jalan 2 memiliki lebar jalan kurang dari 6 meter. Model matematis rute terpendek(Taha, 2003)secara umum dijabarkan sebagai berikut :

Min

Subject to

Dimana

Page 3: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-3

cij = jarak tempuh dari titik i ke titik j. i,j,k = 1,2,3,...,m

Persamaan di atas mengasumsikan bahwa semua jalan bisa dilalui oleh semua jenis kendaraan. Hal ini cukup tidak sesuai dengan kondisi nyata dimana jalan yang ada memiliki variasi lebar yang berbeda, sehingga ada kemungkinan mobil lebar tidak bisa melalui jalan tertentu. Mobil pemadam kebakaran dapat dibedakan berdasarkan kapasitas tangki. Semakin besar kapasitas tangki, maka semakin besar pula dimensi sari mobil tersebut. Untuk mengakomodasi batasan kelas jalan, maka perlu ditambahkan batasan baru seperti berikut.

푥 . 푙 ≤ 퐿 Dimana : lij = kelas jalan dari node ike node j L = kelas kendaraan

Batasan di atas dapat dijelaskan bahwa kelas kendaraan yang melintas harus lebih kecil atau sama dengan kelas jalan yang dilalui. Kelas jalan dan kelas mobil didasarkan pada lebar jalan dan lebar mobil.Pengolahan data dalam penelitian ini melingkupi pengolahan data jalan sehingga bisa dijadikan dasar dalam pemilihan rute terpendek serta penggunaan sistem informasi geografis. Data yang ada merupakan data yang dikeluarkan oleh dinas/instansi terkait. Penentuan Titik Kenal Jalan Penentuan titik kenal jalan berfungsi untuk merepresentasikan wilayah di sekitar titik kenal. Titik kenal ini nantinya akan dijadikan titik-titik acuan dalam membentuk alternatif rute. Dalam menentukan titik kenal diperhatikan jenis jalan dan jalan yang ada disekitarnya. Titik kenal jalan diprioritaskan jalan yang mudah dikenal untuk memudahkan petugas pemadam dalam mengidentifikasi jalan. Contoh beberapa titik kenal yang digunakan dalam sistem penanganan kebakaran berbasis sistem informasi geografis dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3 Data Titik Kenal Jalan

Penentuan Alternatif Rute Dalam menentukan rute terpendek dari UPTD menuju lokasi kebakaran, diperlukan data alternatif rute tempuh UPTD ke semua titik. Sehingga dapat dihitung dan dibandingkan rute mana yang memiliki waktu tempuh minimal. Alternatif rute dibuat untuk setiap UPTD menuju titik-titik kenal yang telah ditentukan. Alternatif rute yang dibuat dilengkapi dengan data jarak, data kelas jalan dan waktu tempuh yang diperlukan untuk rute tersebut. Berikut alternatif rute yang dimiliki oleh UPTD I.

1 A jl. Kertajaya 1.42 16.00 5.00 12 B jl. Dharmawangsa 1.36 16.00 4.00 13 C jl. Prof. Dr. Moestopo 2.68 19.00 4.00 14 D jl. Karang Menjangan 1.11 25.00 3.00 15 E jl. Barata Jaya 0.68 10.00 5.00 16 F Jl. Raya Bratang Binangun 0.58 11.00 5.00 17 G Jl. Sulawesi 0.74 20.00 7.00 18 H Jl. Raya Gubeng 1.01 15.00 7.00 19 I Jl. Pucang Anom Timur 0.93 18.00 3.00 110 J Jl. Kalibokor Timur 0.31 3.00 3.00 211 K Jl. Raya Manyar Kertoarjo 1.14 25.00 6.00 112 L Jl. Dharmahusada indah 1.27 16.00 5.00 113 M Jl. Ngagel Jaya 0.75 18.00 5.00 114 N Jl. Ngagel Jaya Selatan 1.43 12.00 4.00 115 O Jl. Raya Ngagel 1.46 11.00 4.00 116 P Jl. Kyai Abdul Karim 1.05 4.50 4.00 217 Q Jl. Amir Mahmud 0.63 4.20 4.00 218 R Jl. Gunung Anyar Timur 1.47 5.00 4.00 219 S Jl. Gunung anyar Jaya 1.09 2.60 2.50 220 T Jl. Dharmahusada 1.27 16.00 5.00 1

kelas jalanNo. Titik Nama Jalan Panjang jalan (km) Lebar jalan (m) Lebar Jalan Terkecil (m)

Page 4: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-4

Tabel 4 Alternatif Rute UPTD I

Perancangan Elemen Sistem Terdapat beberapa elemen yang mendukung jalannya sistem penanganan kebakaran berbasis sistem informasi geografis. Elemen-elemen ini dapat dibedakan berdasarkan posisinya dalam sistem. Elemen sistem dan keterkaitannya dapat digambarkan pada gambar 1.

Gambar 1 Keterkaitan Elemen Sistem

Perancangan Sistem Informasi Kebakaran Terpadu Perancangan arsitektur sistem meliputi flowchart jalannya sistem secara keseluruhan. Dimulai dari inputan informasi yang diperlukan oleh sistem, jalannya proses perhitungan oleh sistem, dan output yang dihasilkan oleh sistem. Flowchart umum sistem penanganan kebakaran berbasis SIG dapat dilihat pada gambar 2.

Dari Ke Jarak Kelas Jalan Waktu Tempuh Tercepat (menit)

Waktu Tempuh Terlama (menit)

Waktu Tempuh Rata-rata (menit)

UI U1A 1.39 1 2.40 3.66 3.89U1A U1B 0.75 1 1.29 1.97 1.67U1A U1H 0.52 1 0.90 1.37 1.16UIB U1C 0.81 1 1.40 2.13 1.80UIH U1I 0.71 1 1.22 1.87 1.58U1C U1D 0.69 1 1.19 1.82 1.53U1I U1J 0.8 1 1.38 2.15 1.78UID U1E 0.77 1 1.33 2.26 1.71UIE U1F 0.55 1 0.95 1.45 1.22U1F U1G 0.43 1 0.74 1.13 0.96U1G H 0.71 1 1.22 1.87 1.58U1J BA 2.91 1 5.17 7.66 6.47BA Y 2.725 2 6.49 9.73 7.79BA BL 2.7 2 6.43 9.64 7.71BA BJ 2.58 2 6.14 9.21 7.37BA X 3.75 2 8.93 13.39 1.71BA BI 1.98 1 4.71 7.71 5.66BA BB 2.69 2 6.45 9.67 7.69Y AB 0.925 1 2.22 3.34 2.64Y Z 1.385 1 3.30 4.95 3.96

BL BK 0.785 2 1.87 2.84 2.24BJ BH 0.71 2 1.69 2.54 2.29AB Z 1.32 1 3.14 4.71 3.77AB U 0.99 1 2.36 3.54 2.83Z AR 1.455 1 2.59 3.83 3.23Z AA 1.605 2 3.82 5.73 4.59

BK BJ 0.665 2 1.58 2.38 1.90BK BH 1.075 2 2.56 3.84 3.71BK BM 0.84 1 1.45 2.22 1.87BH BD 0.83 1 1.98 2.96 2.37BH BE 0.75 1 1.79 2.68 2.14BM BC 0.62 1 1.48 2.21 1.77BD BC 0.57 1 1.36 2.36 1.63BC BE 0.49 1 1.17 1.75 1.40U AB 0.99 1 2.36 3.54 2.83X U 1.89 1 4.50 6.75 5.40X T 1.96 1 3.38 5.16 4.36X BF 3.13 2 7.45 11.18 8.94

Page 5: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-5

Gambar 2 Level 0 Flowchart Umum Proses Kerja Sistem Penanganan Kebakaran Berbasis SIG

Sebuah sistem informasi berbasis GIS online dengan memanfaatkan Google maps telah dibangun dalam penelitian ini. Integrated Fire Management System atau IFM dirancang sesuai dengan prosedur penanganan kebakaran kota. Seorang operator pada pusat penanganan kebakaran dilengkapi dengan sebuah interface dalam IFM yang memandu operator untuk mengisikan data kritis dalam penentuan lokasi dan alokasi suatu penanganan bahaya kebakaran. IFM mampu melakukan kalkulasi secara online dalam menentukan unit yang harus ditugaskan dalam penanganan suatu bahaya kebakaran dan menentukan rute terpendek sesuai dengan kelas jalan lokasi kebakaran. Gambar 2 dibawah ini merupakan salah satu contoh tampilan dalam IFM.

Gambar xxx. Tampilan halaman depan IFM

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Rute Terpendek dengan Mempertimbangkan Kelas Jalan Dalam penentuan rute terpendek, kelas jalan dipertimbangkan sebagai salah satu batasan permasalahan(Harjoyo, 2004). Adanya batasan baru berupa kelas jalan tersebut mempengaruhi hasil penentuan rute terpendek. Kemungkinan rute yang sesuai dengan kelas kendaraan akan lebih panjang daripada rute yang dipilih dengan hanya mempertimbangkan rute terpendek. Dengan contoh kasus sederhana pada jaringan titik dibawah ini dapat ditunjukkan adanya perbedaan hasil dengan mempertimbangkan batasan kelas jalan.

Page 6: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-6

Gambar 3 Perbedaan Rute Terpilih Dengan/Tanpa Batasan Kelas Jalan

Gambar 3 menunjukkan perbedaan antara rute yang dipilih apabila menggunakan batasan kelas jalan. Simulasi dilakukan dengan fitur Solver pada Microsoft Excel. Rute berwarna merah menunjukkan rute terpilih tanpa menggunakan batasan kelas jalan. Waktu yang ditempuh adalah 7.04 menit. Sedangkan rute berwarna biru menunjukkan rute dengan batasan kelas jalan dimana kelas kendaraan yang digunakan adalah kelas 1. Waktu yang ditempuh adalah 9.22 menit. Uji Coba Sistem Penanganan Kebakaran Berbasis SIG Uji coba sistem dilakukan dengan cara melakukan skenario kebakaran tertentu. Uji coba ini berfungsi untuk melihat apakah sistem sudah berjalan sesuai rancangan yang telah ditentukan. Skenario yang ditetapkan untuk uji coba sistem penanganan kebakaran berbasis sistem informasi geografis dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Kriteria & Informasi Skenario Uji Coba

Input Kondisi Lokasi Kejadian Jl. Raya Kertajaya Indah (AO) Waktu Kejadian 08.00

Jenis Objek Rumah Jenis Material Batu Bata

Tinggi Bangunan 2 Jumlah Objek 1-3

Sifat Kebakaran Terbuka

Kriteria dan informasi kebakaran tersebut kemudian menjadi input dari sistem untuk kemudian diolah. Output dari sistem dapat dilihat pada tabel 8.

Gambar 8 Output skenario sistem

Output Informasi yang disampaikan UPTD Terpilih UPTD II Rute Tercepat UPTD II-Jl. Kenjeran-Jl. Kalijudan-Jl. Dharmahusada-Jl. Raya Kertajaya

Indah Estimasi Waktu 29.24 menit Estimasi Jarak 9.77 km

Kapasitas Tangki 3000 L Jumlah Mobil Pemadam 1

Peralatan Tambahan -

Notifikasi kejadian dan informasi kritis disampaikan melalui media SMS seperti pada gambar dibawah ini. Notifikasi dikirimkan kepada anggota-anggota unit kebakaran yang ditugaskan. IFM juga memiliki fitur penunjuk arah secara digital untuk menuju lokasi kebakaran dengan memanfaatkan google maps dalam modul IFM.

Page 7: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-7

Gambar 4 Notifikasi Informasi Kebakaran melalui IFM

4. DISKUSI Keterbatasan operator pada pusat penanganan bahaya kebakaran kota dalam menentukan lokasi kebakaran yg presisi dan kurang cepatnya proses penugasan unit pemadam yang dikirim menuju lokasi kebakaran merupakan permasalahan faktor manusia yang berakibat pada masih panjangnya waktu respon unit pemadam kebakaran di perkotaan. Dalam penelitian ini, dengan fitur yang ada dalam IFM, operator pada pusat penanganan bahaya kebakaran kota dapat menentukan lokasi kebakaran dengan lebih cepat serta menentukan unit pemadam yang terdekat dengan lokasi serta sesuai dengan kebutuhan penanganan kebakaran. IFM memiliki database rute terpendek yang telah mempertimbangkan jarak, tingkat kepadatan jalan, serta kelas jalan untuk mengakses lokasi kejadian kebakaran. IFM dapat dikembangkan sebagai pusat kontrol dengan menampilkan IFM pada sebuah layar monitor sentuh, sehingga lokasi kebakaran dan unit pemadam yang terpilih akan lebih interaktif ditampilkan secara visual. Sistem penanganan kebakaran berbasis sistem informasi geografis sudah ditambahkan beberapa fitur baru antara lain peta visual dan alarm peringatan kebakaran. Selain itu dalam pencarian rute terpendek sudah dapat mengakomodasi batasan kelas jalan dan kelas kendaraan. Peta visual yang menggambarkan rute perjalanan yang dirancang sebagai pemandu arah dalam setiap mobil pemadam kebakaran dapat memudahkan juru mudi dalam memahami rute yang telah ditentukan oleh sistem. Adanya alarm peringatan juga berguna untuk memperingatkan UPTD terpilih agar segera melakukan persiapan pemadaman kebakaran. Model matematis yang dikembangkan juga membuat sistem ini semakin bisa diterapkan secara penuh. Sistem penanganan kebakaran berbasis sistem informasi geografis merupakan sistem yang dibangun dengan basis web. Hal ini menjadi suatu keuntungan karena teknologi komunikasi dan informasi melalui jalur internet semakin cepat. Sudah banyak alat/device yang mampu mendukung komunikasi internet. Kecepatan internet itu sendiri semakin cepat dibandingkan waktu sebelumnya. Dengan menggunakan sistem berbasis web, sistem penanganan kebakaran berbasis SIG memiliki peluang untuk dikembangkan sehingga bisa lebih mobile. Sistem penanganan kebakaran berbasis SIG yang terdapat dalam penelitian ini masih sebatas menggunakan komputer desktop. Sistem penanganan kebakaran berbasis SIG layak menjadi aplikasi yang tertanam pada mobile device. Mobile device yang berkembang saat ini sudah mampu mengakomodasi aplikasi sistem informasi geografis, seperti Global Positioning System (GPS), maps, place tag, dsb. Kekurangan dari sistem ini adalah harus terkoneksi penuh dengan internet. Sehingga kecepetan sistem dalam mengolah data dan menampilkan hasil perhitungan sangat ditentukan oleh kecepatan internet yang ada. Penggunaan aplikasi google maps sebagai aspek sistem informasi geografis juga memiliki kelemahan. Aplikasi google maps dalam menghubungkan suatu titik jalan dengan titik jalan yang lain sesuai dengan kondisi nyata. Kondisi nyata yang dimaksud adalah sifat jalan seperti one way/two way, harus putar balik untuk menuju jalan berikutnya, dsb. Hal ini kurang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Peraturan tersebut menegaskan bahwa mobil pemadam kebakaran yang sedang bertugas memiliki hak utama dalam menggunakan jalan. Mobil pemadam kebakaran berhak untuk mendahului kendaraan lain hingga berhak untuk melanggar jalan one way. Kondisi ini yang masih belum bisa diakomodasi oleh aplikasi google maps.

Page 8: Arief Rahman

Seminar Nasional Ergonomi 2012 ISBN – 978-602-17085-0-7

D-8

5. SIMPULAN Beberapa kegiatan operasional yang masih dilakukan secara manual mempengaruhi lama waktu tanggap, antara lain penentuan UPTD yang diberangkatkan, penentuan rute dari UPTD menuju lokasi kebakaran, serta penentuan alokasi sarana dan prasarana yang perlu dibawa. Sistem penanganan kebakaran berbasis sistem informasi geografis mampu memebrikan alternative solusi dalam pengambilan keputusan yang lebih akurat dan cepat. Pengembangan model matematis rute terpendek dengan menambahkan batasan yang mengakomodasi kelas jalan dan kelas kendaraan dapat menghasilkan rute tercepat yang lebih sesuai dengan kondisi nyata.Dengan adanya peta visual sebagai tambahan dalam menyajikan informasi rute terpilih akan mempermudah juru mudi dalam memahami rute.Adanya alarm peringatan kejadian kebakaran mampu menjadi alat bantu dalam memperingatkan petugas pemadam kebakaran pada UPTD terpilih untuk segera melakukan persiapan sarana dan prasarana pemadam. DAFTAR PUSTAKA Adhipradana, B., Rahman, A., & Dewi, R. (2009). Perancangan Prototype Direct Notification System untuk

Meminimasi Pre-Evacuation Time pada Proses Evakuasi Gedung dengan Menggunakan Teknologi SMS Gateway.

Association of National Fire Protection Association and the American Water Works. (2005). Fire Suppression Rating Schedule.

Fudhla, A. F. (2010). Pengembangan Model Matematis Untuk Penjadwalan Rute Kendaraan Cross Docking Dalam Rantai Pasok Dengan Mempertimbangkan Batasan Kelas Jalan dan Kendaraan yang Heterogen.

Harjoyo, H. (2004). Evaluasi Kebutuhan Unit Pemadam Kebakaran Pada Tiap-Tiap Kebakaran Surabaya Dengan Menggunakan Metode Simulasi (Studi Kasus : Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya). Laporan Tugas Akhir Teknik Industri ITS.

Keputusan Menteri Negara PU RI No. 11 tahun 2000. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum RI No 11 tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 1995 Tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Jawa. Muhadi. (2008). Pencegahan Resiko Kebakaran Gedung : Peran dan Tindakan Pusat Layanan Kebakaran dan

Pertolongan Departemen Rhone. Pallottino, S., & Scutella, M. G. (1997). Shortest Path Algoritms in Transportation Models: Classical and

Innovative Aspects. Universita Di Pisa. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan Taha, H. A. (2003). Operations Research, An Introduction, 7th edition. New Jersey: Pearson Education.